You are on page 1of 11

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Umum


Gn. Pongkor dan Gn. Dahu keduanya merupakan bagian dan suatu komplek
gunungapi yang menghampar luas dari bagian tengah hingga ke selatan Jawa Barat
dengan kisaran umur dari Tersier hingga Kuarter.

Keberadaan Gn. Dahu menurut Basuki (2005) merupakan bagian dan suatu komplek
gunungapi atau volkanik yang menghampar luas dari bagian tengah hingga ke
selatan Jawa Barat dengan kisaran umur dan Tersier hingga Kuarter, termasuk
diantaranya adalah Gn. Pongkor.

Gambar 2.1. Peta geologi regional jalur Gn.api bagian tengah dan selatan Jawa
Barat yang memperlihatkan posisi kawasan Gn. Dahu (Basuki, 2005)

Diantara pusat-pusat erupsi magma tersebut, tersebar dalam jumlah yang signifikan
tubuh-tubuh intrusi dalam dimensi yang tidak terlalu besar, kehadiran tubuh-tubuh
intrusi ini diyakini memiliki peranan yang penting dalam pembentukan mineralisasi
emas di kawasan ini. Penyebaran tubuh-tubuh intrusi ini menunjukkan keterkaitan
dengan pola struktur dominan di kawasan ini yang berarah umum NW-SE dan arah

6
yang sama merupakan arah dari urat-urat kuarsa yang membawa mineralisasi di
kawasan Pongkor.

Endapan epitermal Pongkor terdiri atas sistem urat yang mengisi retakan-retakan
yang sejajar dengan struktur penyertanya dalam batuan gunung api Miosen-Pliosen.
Struktur penyerta, yang merupakan rekahan-rekahan yang terbentuk akibat retakan
utama, selalu diisi oleh veinlets. Batuan gunung api Miosen-Pliosen diperkirakan
terkait erat dalam pembentukan fluida hidrotermal dan juga sebagai perangkap
fluida tersebut melalui rekahan. Fluida hidrotermal ini telah mengisi rekahan-
rekahan tersebut dan membentuk urat-urat yang mengandung emas dan perak.
Urat-urat ini menerobos semua batuan kecuali batuan volkanik Kuarter yaitu batuan
lava dasit.

Daerah penelitian merupakan bagian dari Kubah Bayah, terletak disebelah Utara
Tambang Emas Gn. Pongkor, dari gambaran stratigrafi dan pola struktur dan
lineament baik dari peta geologi regional maupun citra satelit, daerah ini sangat
memungkinkan ditemukan adanya mineralisasi dan kemungkinan juga ditemukan
suatu cebakan bijih.

Struktur dan tektonika yang berkembang pada Zona Pegunungan Bayah


menghasilkan suatu komplek Kubah Bayah (Bayah Dome), sebagai hasil-hasil
gerak pengangkatan dan penurunan yang menerus sejak Eosen hingga Plio-
Plistosen. Gerak-gerak tersebut didahului oleh periode pembentukan cekungan,
regresi, intrusi dan pengkubahan yang disertai oleh periode perlipatan dan
pensesaran serta adanya pembentukan pegunungan yang diikuti oleh aktivitas
magma dan larutan hidrothermal yang menghasilkan alterasi dan urat kuarsa
(mineralisasi).

Studi struktur dari citra satelit (Lansat TM) menurut Suwiyanto, 1994, pada daerah
Kubah Bayah terlihat adanya bentuk-bentuk melingkar (circular) yang diduga
merupakan fosil bekas kaldera gunungapi, daerah tersebut diduga sebagai tempat
terjadinya magmatisme dan mineralisasi, dari citra tersebut juga terlihat adanya
kelurusan-kelurusan (lineament) yang saling berpotongan, bentuk-bentuk tersebut
di atas diduga merupakan kontrol struktur dan tempat kedudukan/ perangkap
mineralisasi.
7
Gambar 2.2 : Penafsiran struktur dari citra Landsat daerah Kubah Bayah.
(Suwiyanto, 1994).

2.2 Alterasi Hidrothermal

Lindgren (1933) menyebutkan bahwa proses hidrothermal merupakan suatu proses


perubahan dalam batuan yang diakibatkan naiknya H2O panas ke permukaan. Pada
umumnya suatu intrusi batuan beku selalu diikuti oleh adanya injeksi larutan sisa
yaitu larutan hidrothermal.

Menurut Schwartz, 1950 (dalam Eko P. Setyaraharja, 2005), alterasi terjadi bila
larutan hidrothermal berdifusi, mengisi dan mempengaruhi rekahan-rekahan
dinding batuan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah :

2.2.1 Komposisi Kimia Dan Konsentrasi Larutan Panas

Komposisi kimia dan konsentrasi larutan panas yang bergerak, bereaksi dan
berdifusi mempunyai pH antara 4-8, mengandung banyak ikatan klorida dan sulfida,
konsentrasinya encer sehingga memudahkan untuk bergerak lebih jauh.

2.2.2 Sifat dan Komposisi Batuan Samping

Komposisi batuan samping sangat berpengaruh terhadap penerimaan larutan


hidrothermal sehingga memungkinkan terjadinya alterasi mineral. Batuan yang

8
reaktif adalah batuan yang mengandung karbonat seperti batugamping dan dolomit
yang umumnya menghasilkan cebakan tembaga (Cu), seng (Zn), Timbal (Pb), dan
Mangan (Mn).

2.2.3 Struktur Lokal Batuan Dinding

Terutama struktur rekahan-rekahan atau celah-celah dan mengakibatkan larutan


hidrothermal mudah bergerak, bereaksi dan berdifusi dengan batuan dinding.
Rekahan pada pada batuan samping dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

A. Rekahan asli, yang meliputi :

Fore space yaitu pori-pori antar mineral


Crystal lattices yaitu kisi-kisi antar mineral
Vesicles atau blow holes yaitu lobang-lobang bekas keluarnya gas
pada saat lava membeku
Cooling cracks yaitu rekah-kerut akibat kontraksi lava sewaktu
membeku
Igneous breccia cavities yaitu celah-celah seperti pada breksi
volkanik, dan fragmen batuan beku

B. Rekahan akibat gerakan, yaitu :

Fissure yaitu rekahan akibat patahan


Shear zone cavities yaitu rekahan yang berkumpul pada suatu tempat
akibat patahan kecil
Rekahan akibat pengangkatan dan perlipatan
Volcanics pipes yaitu lobang-lobang akibat letusan gunungapi
Tectonics breccias yaitu rekahan-rekahan pada breksi akibat tektonik
Collapse breccia rekahan pada breksi akibat kolaps atau roboh
Sollution caves yaitu celah-celah akibat pelarutan
Rock alteration opening yaitu pori-pori akibat alterasi.

2.2.4 Banyaknya Mineral Yang Mudah Terubah

Banyaknya mineral-mineral yang mudah terubah ditentukan oleh derajat ketahanan


mineral-mineral terhadap alterasi. Adapun mineral yang mudah terubah adalah

9
mineral silikat-ferromagnesian yang berwarna gelap seperti olivine, piroksen dan
hornblende yang terubah menjadi klorit, epidot dan leucoxene. Mineral plagioklas
terutama terubah menjadi serisit, epidot, klino-zoisit, klorit dan mineral lempung.

2.2.5 Temperatur dan tekanan

Temperatur dan tekanan berpengaruh terhadap kemampuan larutan hidrothermal


untuk bergerak, bereaksi dan berdifusi, melarutkan serta membawa bahan-bahan
yang akan bereaksi dengan batuan samping. Adapun temperatur proses alterasi
hidrothermal berkisar antara 780C sampai 5730C, yaitu di bawah titik inversi mineral
kuarsa. Permeabilitas sangat memungkinkan masuknya larutan hidrothermal ke
dalam batuan sekitar, terlebih pada batuan yang mengalami breksiasi, retakan-
retakan yang kuat, permeabilitas bisa bertambah dengan naiknya temperatur.
Ubahan hidrothermal dapat dibagi dalam zona atau fasies, berdasarkan kelompok
mineral ubahannya. Beberapa ahli membagi ubahan hidrothermal ke dalam zona
atau fasies yang cenderung untuk berkelompok dalam suatu kekerabatan mineral.
Tabel 2.1 : Tipe ubahan berdasarkan klasifikasi Meyer dan Hemley, 1967 (dalam Eko
P.Setyaharja, 2005).

Mineral
Tipe alterasi Mineral aksesori Temp. Sifat kimia fluida
petunjuk
pH netral
Argilik Smektit, illite Sulfida-sulfida 2000C Ca2+/H+
menengah
Sulfida-sulfida,
pH netral, H+ dan
Serisit (philik) Serisit , illite kaolin (minor), 2200C
K+ bertambah
oksida-oksida
pH netral
0
Propilitik Epidot Klorit-illite 250 C Ca2+/H+ relatif
tinggi
pH netral
Epidot,
Propilitik dalam Klorit-illite 3000C Ca2+/H+ relatif
aktinolit
tinggi
Biotit, k-
Epidot-klorit- PH netral K+/H+
Potasik feldspar, 3200C
muskovit relatif tinggi
magnetit
Argilik lanjut
Kaolin, kristobalit,
temperatur Kaolin, alunit 1800C pH asam
kuarsa , pirit
rendah
Biasanya >
Argilik lanjut Piropilit, Kuarsa, sulfida,
2500C kecuali
temperatur diaspor, turmalin, enargit, pH asam
andalusit
tinggi andalusit luzonit
>3500C

10
Meyer dan Hemley 1967 (dalam Eko P.Setyaharja, 2005), membedakan ubahan
batuan dinding menjadi empat :

2.2.5.1 Ubahan Argilik Lanjut

Dicirikan oleh serisit, kuarsa, kaolin, piropropilit, kadang turmalin, alunit, pirit, topas
dan mineral lempung. Terdapat pada zona yang paling dekat urat bijih. Serisit dalam
jenis ubahan ini merupakan mika berbutir halus sering sekali kaya akan silika.

2.2.5.2 Ubahan Serisit

Dicirikan oleh mineral ubahan seperti serisit, kuarsa dan pirit. Jenis ubahan ini
mendekati ubahan kalium silikat yang ditandai dengan adanya kungkungan alkali
feldspar. Merupakan jenis ubahan yang paling umum dapat tersebar luas. Dapat
terjadi pada semua lingkungan pembentukan bijih hipogen pada batuan alumina.

2.2.5.3 Ubahan Argilik

Dicirikan oleh kaolin dan monmorilonit merupakan gradasi menuju zona ubahan
propilitik yang merupakan zona ubahan yang penting pada peristiwa ubahan
hipogen.

2.2.5.4 Ubahan Propilitik

Dicirikan oleh epidot, klorit, karbonat, serisit, oksida besi dan kadang-kadang zeolit
serta mineral lempung. Pada jenis ini terdapat proses-proses penting, yaitu :

Albitisasi : merupakan proses bertambahnya natrium secara metasomatik,


sehingga mengubah komposisi plagioklas menjadi lebih asam berkisar dari
albit sampai oligoklas. Albitisasi biasanya disertai oleh oksida besi yang
berasosiasi dengan epidot.

Kloritisasi : merupakan proses penambahan untuk magnesium atau besi


pada zona ubahan dimana klorit merupakan mineral dominan, mineral
ubahan klorit biasanya disertai kuarsa, serisit atau turmalin, sedangkan
mineral asosiasinya biasanya epidot, albit dan karbonat. Mineral bijih yang
berasosiasi yaitu pirit dan pirhotit.

11
Karbonatisasi : merupakan proses-proses yang terjadi apabila adanya
penambahan kandungan karbonat yang berlangsung dengan logam-logam
magnesium, besi kalsium dan mangan.

2.3 Mineralisasi

Menurut Bateman & Jensen (1981) mineral bijih adalah mineral yang mengandung
satu atau lebih jenis logam dan dapat diambil secara ekonomis. Mineral bijih dapat
terdiri dari satu unsur saja (single ore) atau merupakan kombinasi dari beberapa
unsur atau elemen yang dikenal sebagai complex ore.

Mineral-mineral bijih keterdapatannya sering berasosiasi dengan mineral penyerta


(gangue mineral), dimana mineral tersebut biasanya kurang berharga dan bersifat
non logam, umumnya adalah mineral kuarsa. Mineral penyerta meskipun kurang
berharga akan tetapi dapat digunakan sebagai mineral petunjuk (guide minerals)
keberadaan mineral bijih yang bersifat ekonomis.

Hal-hal pokok yang menentukan pembentukan mineral hasil proses mineralisasi


adalah :

1. Adanya larutan hidrothermal yang membawa mineral.


2. Adanya celah batuan sebagai jalan bergeraknya larutan hidrothermal.
3. Adanya tempat untuk mengendapkan mineral.
4. Adanya reaksi kimia yang dapat menyebabkan terjadinya endapan.
5. Konsentrasi yang cukup tinggi bagi terendapkannya kandungan mineral.

Menurut Lindgren (1933), berdasarkan kedalaman, temperatur pembentukan, serta


asosiasi keterdapatannya secara garis besar, tipe mineralisasi dapat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu :

1. Endapan hipothermal, terbentuk pada (3000 6000C) dengan kedalaman


yang besar.
2. Endapan mesothermal yang terbentuk pada temperatur (200 0 3000C)
dengan kedalaman sedang.
3. Endapan epithermal (500 2000C) dekat dengan permukaan bumi.

12
2.4 Endapan Bijih Epithermal

Endapan bijih epithermal adalah endapan yang terbentuk pada lingkungan


hidrothermal dekat permukaan, mempunyai tekanan dan temperatur yang relatif
rendah, berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali sub-aerial, seringkali
/tidak selalu endapannya dijumpai dalam produk volkanik dan sedimen voklanik.
Endapan epithermal sering juga disebut endapan urat, penggantian disseminasi,
stockwork, hot spring, volcanic hosted dan lain-lain, perbedaan tersebut disebabkan
oleh beberapa parameter yang digunakan dalam menggolongkan endapan mineral.

2.4.1 Karakteristik Endapan Epithermal

Pada kenyataannya tidak mudah untuk membatasi ciri-ciri endapan epithermal


dengan endapan hidrothermal lainnya, batasan yang dikemukakan para ahli dalam
mengklasifikasi endapan bijih tipe epithermal, antara lain menurut Lindgren, 1933.

Tabel 2.2 : Tipe endapan bijih epithermal, (Lindgren, 1933).


Kedalaman Permukaan hingga 1500 m
Temperatur 50 - 200C
Pembentukan Pada batuan sedimen atau batuan beku, terutama
berasosiasi dengan batuan intrusif dekat permukaan
atau ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun, kekar
dsb.
Zone bijih Urat-urat yang simple, beberapa tidak beraturan
dengan pembentukan kantong-kantong bijih, juga
seringkali terdapat pada pipa dan stock work. Jarang
terbentuk sepanjang permukaan lapisan dan sedikit
kenampakan replacement (penggantian).
Logam bijih Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu,Se, Bi, U
Mineral bijih Native Au, Ag, electrum, Cu, Bi, pirit, markasit, sphalerit,
galena, kalkopirit, cinabar, stibnit, realgar, orpiment,
ruby, silver argrntit, selenides, tellurides.
Mineral penyerta Kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, khlorit, epidot,
karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite,
rhodocrosite, zeolit.
Ubahan batuan samping silisifikasi, kaolinisasi, piritisasi, dolomitisasi, khloritisasi
Tektur dan struktur Crustifikasi (banding), sangat umum sering sebagai fine
banding, cockade, vugs, urat terbreksikan, ukuran butir
(kristal) sangat bervariasi
Zonasi Makin kedalam makin tidak beraturan, seringkali
kisaran vertikalnya sangat kecil

13
2.4.2 Klasifikasi Endapan Epithermal

Salah satu pengklasifikasian dalam membedakan jenis/tipe endapan epithermal,


adalah berdasarkan mineralogi dan alterasinya. Kimia fluida merupakan faktor
penting dalam mengontrol mineralisasi, karakteristik mineralogi endapan
epithermal, sangat mungkin dibedakan berdasarkan fluida yang kontras, yaitu near-
neutral pH fluids (fluida dengan pH mendekati netral) dan acid pH (fluida dengan pH
asam), (Hedenquist, 1987).

Pada tabel dibawah ini disajikan hasil penelitian para ahli yang memberikan batasan
ciri-ciri endapan epithermal kedalam 2 (dua) tipe endapapan (high sulphidation &
low sulphidation)

Tabel 2.3 : Klasifikasi endapan epithermal (Hayba dkk 1986, dalam Eko PS, 2005).
High Sulphidation (acid sulphate/ Low Sulphidation (adularia -
Keterangan
kaolinite - alunite) serisit)
Tatanan tektonik Keduanya terbentuk pada lingkungan subduksi, terutama didalam
cekungan belakang busur.
Kontrol struktur Kaldera, kubah silisic kaldera dan lingkungan volkanik
regional. yang lain
Pola mineralisasi Diseminasi dan kuarsa massive, Open space dan vuginfilling, urat
open space dan vuginfilling tidak dengan batas tegas, stockwork Pb-
umum, replacement umum Zn dekat permukaan umum tapi
stockwork tidak umum. sedikit.
Tekstur mineralisasi Vuggy dan kuarsa massive Crustiform, comb, colloform,
quartz, banded, cherty,
chalcedonic, vuggy, urat stockwork
dan breksi hidrotermal.
Dimensi endapan Lebih kecil dari adulariaserisit. Lebar 12 - 190 km, perbandingan urat pj :
vertikal umunya < 500 m, sering lb = 3 : 1, panjang bisa beberapa
ekuidimensional. km, lebar vertikal 100 - 700 m.
Host rock Batuan volkanik subaerial asam- Batuan volkanik subaerial asam-
intermediat,umumnya riodasit (juga intermediet, riolit hingga andesit
riolit, trakiandesit, yang membentuk serta berasiosasi dengan intrusi dan
kubah dan aliran debu). batuan sendimen.
Hubungan waktu Bijih + host umurnya hampir sama Terdapat perbedaan umur yang
(<0,5 juta tahun). lama (> 1 juta tahun).
Mineral bijih Enargit-luzonit, tenantit, pirit, Galena, sfalerit, kalkopirit, pirit,
kovelit, native Au, elektrum, barit, arsenopirit, achanthite, tetrahedrit,
sulphosalts, tellurides, kadang native Au, Ag, elektrum, barit,
bosmuthinite. tellurides. Tidak ada bismuthinite.
Asosiasi geokimia Au, Ag, As, Cu, Sb, Bi, Hg, Te, Sn, Pb, Au, Ag, As, Sb, Hg, Zn, Pb, Se, K,
Anomali tinggi Mo, Te/Se. Ag/Au.
Anomali rendah K, Zn, Ag/Au Cu, Te/Se

14
High Sulphidation (acid sulphate/ Low Sulphidation (adularia -
Keterangan
kaolinite - alunite) serisit)
Logam yang Endapan Au dan Ag Produksi Cu Endapan Au dan Ag Produksi logam
diprouksi cukup berarti dasar bervariasi.
Asosiasi mineral Pirofilit, alunit, diaspor, kaolinit, serisit, adularia, klorit, silika, illit,
ubahan kristobalit, serisit, silika. Tidak ada epidot. Alunit dan pirofilit
adularia, sedikit klorit. supergen.
Ubahan batu Advanced argillic Bagian luar(atas) Serisit (filik) hingga argilik
samping merupakan zone argilik menengah + menengah. Bagian luar merupakan
seritasi maupun zone propilitik. zone propilitik.
o o o
Temperatur 100 - 320 C (data terbatas) Bijih : 150 - 300 C, gangue 140 C,
pengendapan bijih pada kasus tertentu terjadi boiling.
Sifat fluida Sedikit data, salinitas rendah-tinggi Salinitas rendah, biasanya < 3 wt%
mungkin 1-6 wt% NaCl equiv, fluida NaCl equiv. Dapat mencapai 13%,
magmatik asam beberapa sebagai dominan fluida meteorik near-
mixing. neutral ada buki boiling.
Kedalaman 300-600 m dapat mencapai > 1200 100-1400 m sebagian besar 300-
pembentukan m. 600 m.
Sumber sulfida Sedikit data mungkin magmatik. Magmatik atau batu samping
lumpur volkanik.
Contoh Motomboto, Tombulilalto Sulut, Mt. Munro Kalteng, Pongkor,
Masuparia Kalteng. Lebong Tandai, Bengkulu.

Endapan Sistem Epitermal dibagi menjadi dua tipe berdasarkan sifat kimia dan fisika
larutan hidrotermal yang tercermin dalam mineralogi ubahan (Hedenquist, 1987)
yaitu Epitermal bersulfida tinggi (high sulfidation) dan bersulfida rendah (low
sulfidation).

Sistem epitermal bersulfida tinggi (high sulfidation) merupakan sistem yang


terbentuk pada kondisi larutan teroksidasi akibat reaksi larutan hidrotermal yang
mengandung gas-gas reaktif seperti CO2, SOi, H2S dan HCL dengan air meteorik
relatif kecil. Pada kondisi ini, gas-gas dalam larutan seperti SO2 teroksidasi menjadi
H2SO4. Kandungan HCL yang tinggi dalam larutan dan teroksidasinya SO2 serta H2S
menjadi H2SO4 menyebabkan larutan bersifat sangat asam. Pada kondisi ini, sulfur
(S) cenderung berada dalam senyawa H2SO4 yang memiliki valensi 6+ yang
merupakan valensi tertinggi dari sulfur sehingga disebut sebagai sistem epitermal
bersulfida tinggi (Corbett dan Leach, 1997).

Sedangkan sistem epitermal bersulfida rendah (Low Sulfidation) merupakan sistem


yang terbentuk akibat mineral-mineral diendapkan pada kondisi larutan tereduksi

15
akibat reaksi dengan batuan samping dan air meteorik, sehingga pH larutan
mendekati netral. Pada kondisi tersebut, sulfur (S) dominan berada dalam senyawa
H2S yang memiliki bilangan oksida 2" yang merupakan bilangan oksida terendah
dari sulfur sehingga dinamakan sistem epitermal bersulfida rendah (Corbett dan
Leach, 1997).

Gambar 2.3 : Pembentukan endapan epithermal sistem high sulphidation dan low
sulphidation (Corbett & Leach, 1996)

16

You might also like