You are on page 1of 311

Katalog BPS: 3102028

KAJIAN INDIKATOR LINTAS SEKTOR


Potret Awal
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals)

d
.i
di Indonesia
o
.g
ps

menghapus mengakhiri KESEHATAN


.b

kemiskinan kELAPARAN yang baik dan


kesejahteraan
w
w

pendidikan kesetaraan akses air bersih ENERGI bersih


/w

bermutu gender dan sanitasi dan terjangkau


:/
tp

pekerjaan layak infrastruktur, mengurangi kota dan komunitas konsumsi dan


dan pertumbuhan ketimpangan produksi yang
ht

industri dan inovasi yang berkelanjutan


ekonomi bertanggung jawab

penanganan menjaga ekosistem menjaga ekosistem perdamaian kemitraan untuk


perubahan laut darat keadilan dan
kelembagaan yang kuat
mencapai tujuan
iklim

BADAN PUSAT STATISTIK


ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
POTRET AWAL TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS) DI INDONESIA

ISBN : 978-602-438-071-7

d
.i
No. Publikasi : 07330.1701

o
Katalog BPS : 3102028

Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm .g


ps
Jumlah Halaman : xviii + 291 halaman
.b
w
w

Naskah : Badan Pusat Statistik


/w

Penyunting : Subdirektorat Indikator Statistik


:/

Gambar Kulit : Subdirektorat Indikator Statistik


tp
ht

Diterbitkan oleh :

Badan Pusat Statistik

Dicetak oleh :

Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau menggandakan


sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat
Statistik
TIM PENYUSUN

Pengarah :
Sentot Bangun Widoyono

Editor :
Ali Said
Indah Budiati

Penulis :
Ali Said
Indah Budiati
Henri Asri Reagan

id
Riyadi

o.
Adwi Hastuti
Chairul Anam
.g
Putri Larasaty
ps
Nia Setiyawati
Bayu Hardika
.b

M. Wildan Agusta
Machmud Arifin
w

Rifka Dharma Andriastuti


w

Dian Tama
/w

Pengolahan Data :
:/

Nia Setiyawati
tp

Putri Larasaty
Aprilia Ira Pratiwi
ht

Desain/Layout :
Yogi Ariawan
Chairul Anam

Kontributor Data :
Direktorat Diseminasi Statistik
Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat
Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Direktorat Statistik Ketahanan Sosial
Direktorat Neraca Produksi
Direktorat Statistik Industri
Kementerian/Lembaga
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
KATA PENGANTAR

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) baru saja


digulirkan dan Indonesia berkomitmen penuh untuk melaksanakan dan menyukseskannya.
Suksesnya implementasi SDGs di Indonesia tidak terlepas dari masalah ketersediaan data.
Badan Pusat Statistik sebagai instansi yang berperan penting dalam monitoring dan evaluasi
SDGs berupaya untuk menyediakan data dan informasi bagi indikator SDGs baik melalui
survei-survei yang secara rutin dilakukan oleh BPS maupun melalui kolaborasi dan koordinasi
dengan Kementerian/Lembaga dalam penyediaan data untuk SDGs.

Untuk mendukung pelaksanaan SDGs di Indonesia, khususnya dalam memberikan gambaran


tentang kondisi awal capaian sejumlah indikator SDGs, disusunlah publikasi Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan dengan mengambil tema Potret Awal Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia. Publikasi ini menyajikan

id
informasi tentang posisi pembangunan berkelanjutan Indonesia pada tahun 2016 sebagai
acuan (starting point) dalam melihat kemajuan yang akan dicapai di masa mendatang.

o.
Publikasi ini diterbitkan sekaligus sebagai revisi terhadap publikasi sebelumnya, karena
.g
indikator SDGs yang dicakup dalam publikasi ini telah mengacu pada indikator SDGs yang
sudah disepakati di level internasional.
ps
Informasi yang disajikan dalam publikasi ini pada prinsipnya mencakup seluruh tujuan yang
ada pada SDGs. Akan tetapi mengingat keterbatasan ketersediaan data, tidak semua indikator
.b

dapat disajikan dalam publikasi ini. Dengan demikian publikasi ini belum mampu memotret
w

semua target yang ada di SDGs. Diharapkan posisi capaian SDGs dan perkembangannya
dapat dipotret di masa mendatang seiring dengan semakin bertambahnya ketersediaan data
w

untuk indikator SDGs.


/w

Publikasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar perumusan kebijakan, perencanaan
program dan evaluasi pelaksanaan SDGs di Indonesia. Penghargaan yang tinggi disampaikan
:/

kepada tim yang telah berhasil menyusun publikasi ini.


tp
ht

Jakarta, Desember 2016


Kepala Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia

Dr. Suhariyanto

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia v


ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar .................................................................................................................................... v
Daftar isi .................................................................................................................................... vii
Daftar Tabel .................................................................................................................................... ix
Daftar Gambar .................................................................................................................................... x

Pendahuluan .................................................................................................................................... 1
Tujuan 1. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun .............................. 9
Tujuan 2. Mengakhiri Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Peningkatan
Gizi, dan Peningkatan Gizi, dan Mencanangkan Pertanian Berkelanjutan 23

d
.i
Tujuan 3. Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan

o
Seluruh Penduduk Semua Usia ................................................................................... 43
Tujuan 4. Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata Serta
Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat Untuk Semua ............g 63
ps
Tujuan 5. Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan ..... 79
Tujuan 6. Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi yang
.b

Berkelanjutan untuk Semua ......................................................................................... 91


w

Tujuan 7. Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal, Berkelanjutan dan


w

Modern Untuk Semua .................................................................................................... 111


/w

Tujuan 8. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,


Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang
:/

Layak untuk Semua ......................................................................................................... 119


tp

Tujuan 9. Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan industri Inklusif


dan Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi........................................................ 139
ht

Tujuan 10. Mengurangi Kesenjangan Intra dan Antarnegara ............................................... 157


Tujuan 11. Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh, dan
Berkelanjutan..................................................................................................................... 173
Tujuan 12. Menjamin Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan ........................... 187
Tujuan 13. Mengambil Tindakan Cepat untuk Mengatasi Perubahan iklim dan
Dampaknya ........................................................................................................................ 197
Tujuan 14. Melestarikan dan Memanfaatkan secara Berkelanjutan Sumber Daya
Kelautan dan Samudera untuk Pembangunan Berkelanjutan ........................ 203
Tujuan 15. Melindungi, Merestorasi dan Meningkatkan Pemanfaatan Berkelanjutan
Ekosistem Daratan, Mengelola Hutan Secara Lestari, Menghentikan
Penggurunan, Memulihkan Degradasi Lahan, serta Menghentikan
Kehilangan Keanekaragaman hayati ........................................................................ 213

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 
Tujuan 16. Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk Pembangunan
Berkelanjutan, Menyediakan Akses Keadilan untuk Semua, dan
Membangun Kelembagaan yang Efektif, Akuntabel, dan Inklusif di semua
Tingkatan............................................................................................................................. 225
Tujuan 17. Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan............................................................................ 247

Penutup ................................................................................................................................................. 269


Lampiran ............................................................................................................................................. 281
Daftar Pustaka .............................................................................................................................................. 289

id
o.
.g
ps
.b
w
w
/w
:/
tp
ht

viii Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 3.1 Kepadatan dan Distribusi Tenaga Kesehatan (Dalam 100.000 Penduduk),
2016........................................................................................................................................ 60
Tabel 8.1. Jumlah Kantor Bank, Jumlah Penduduk Dewasa, dan Jumlah Kantor Bank
per 10.000 Orang Dewasa................................................................................................ 134
Tabel 8.2. Kepesertaan Perusahaan & Tenaga Kerja Aktif sebagai Peserta BPJS
Ketenagakerjaan, 2014 dan 2015................................................................................ 137
Tabel 13.1. Jumlah Korban Meninggal, Hilang, dan Terkena Dampak Bencana per
100.000 Orang.................................................................................................................... 199
Tabel 15.1. Rekapitulasi Peningkatan Populasi Satwa Terancam Punah Prioritas,

id
Tahun 2015.......................................................................................................................... 219
Tabel 17.1 Jumlah Pranata Komputer dan Pejabat Fungsional Statistisi Berstatus

o.
Aktif Menurut Instansi per Akhir Juni 2016............................................................. 264
.g
ps
.b
w
w
/w
:/
tp
ht

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia ix


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Porporsi penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan internasional
(1,25 USD per hari) tahun 1990 2014................................................................. 11
Gambar 1.2. Proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional
tahun 20112015......................................................................................................... 12
Gambar 1.3. Persentase Perempuan Pernah Kawin umur 15-49 tahun yang proses
melahirkan terakhirnya di fasilitas kesehatan tahun 2015............................ 13
Gambar 1.4. Persentase anak berusia 12-23 bulan yang menerima imunisasi dasar
lengkap tahun 2015.................................................................................................... 14

id
Gambar 1.5. Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) semua cara pada Pasangan Usia
Subur (PUS) usia 15-49 tahun yang pernah kawin tahun 2015................... 15

o.
Gambar 1.6. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses terhadap Layanan
.g
Sumber Air Minum Layak dan Berkelanjutan Tahun 2011-2015................. 15
ps
Gambar 1.7. Persentase Rumah Tangga yang Memilki Akses terhadap Layanan
Sanitasi Layak dan Berkelanjutan tahun 2015................................................... 16
.b

Gambar 1.8. Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SD/MI/


sederajat tahun 2011-2015....................................................................................... 17
w

Gambar 1.9. Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SMP/MTs/


w

sederajat tahun 2011-2015....................................................................................... 17


/w

Gambar 1.10. Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SMA/MA/


sederajat tahun 2011-2015....................................................................................... 18
:/

Gambar 1.11. Persentase Penduduk Usia 0-17 Tahun dengan Kepemilikan Akta
tp

Kelahiran Tahun 2011-2015...................................................................................... 19


ht

Gambar 1.12. Persentase Rumah Tangga Miskin dan Rentan yang Sumber Penerangan
Utamanya Listrik Baik dari PLN dan Bukan PLN Tahun 2011-2015............. 19
Gambar 1.13. Jumlah Korban Meninggal, Hilang, dan Terluka Terkena Dampak Bencana
Per 100.000 Orang Tahun 2016............................................................................... 20
Gambar 2.1. Prevalensi balita gizi kurang menurut Provinsi di Indonesia tahun 2013 26
Gambar 2.2. Prevalensi balita gizi buruk menurut Provinsi di Indonesia tahun 2013.. 27
Gambar 2.3. Persentase balita kekurangan gizi berdasarkan berat badan menurut
umur (BB/U) menurut provinsi, Riskesdas tahun 2013................................... 27
Gambar 2.4. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Dalam Sehari Menurut
Provinsi Bulan September 2015.............................................................................. 29
Gambar 2.5. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari di Daerah Perkotaan
menurut Provinsi Bulan September 2015........................................................... 29

x Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Gambar 2.6. Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per Kapita Sehari di Daerah Pedesaan
menurut Provinsi Bulan September 2015........................................................... 30
Gambar 2.7. Persentase Balita Pendek dan Sangat Pendek Menurut Provinsi Tahun
2015................................................................................................................................... 31
Gambar 2.8. Persentase Baduta Pendek dan Sangat Pendek Menurut Provinsi Tahun
2015................................................................................................................................... 31
Gambar 2.9. Persentase Balita Obesitas Menurut Provinsi Tahun 2015 Menurut
Kelompok Umur 0-2.................................................................................................... 32
Gambar 2.10. Persentase Balita Obesitas Menurut Provinsi Tahun 2015 Menurut
Kelompok Umur 0-4 Tahun....................................................................................... 32
Gambar 2.11. Prevalensi Anemia pada Ibu Hamil Berdasarkan Desa/kota Tahun 2013 33
Gambar 2.12. Persentase Bayi Usia Kurang Dari 6 Bulan yang Mendapatkan ASI
Eksklusif Tahun 2013................................................................................................... 34

id
Gambar 2.13. Produksi Pangan Komoditi Padi, Jagung, Kedelai, Daging Sapi, Ikan dan

o.
Garam Indonesia Tahun 2012-2015....................................................................... 35
Gambar 2.14. Produksi Komoditi Padi Per Provinsi Tahun 2012-2015.................................. 35
.g
Gambar 2.15. Produksi Komoditi Jagung Per Provinsi Tahun 2012-2015............................ 36
ps
Gambar 2.16. Produksi Komoditi Kedelai Per Provinsi Tahun 2012-2015............................ 37
Gambar 2.17. Produksi Komoditi Daging Sapi Per Provinsi Tahun 2012-2015.................. 37
.b

Gambar 2.18. Produksi Komoditi Ikan Per Provinsi Tahun 2012-2015.................................. 38


w

Gambar 2.19. Produksi Komoditi Garam Per Provinsi Tahun 2012-2015............................. 39


w

Gambar 3.1. Angka Kematian Ibu.................................................................................................... 45


Gambar 3.2. Persentase Perempuan Kawin Berusia 15-49 Tahun yang Proses
/w

Kelahiran Terakhirnya oleh Tenaga Kesehatan Terlatih................................... 46


:/

Gambar 3.3. Angka Kematian Balita per 1000 Kelahiran Hidup, 1991-2012.................... 47
tp

Gambar 3.4. Angka Kematian Neonatal dan Bayi per 1000 Kelahiran, 1991-2012........ 48
Gambar 3.5. Angka Infeksi Baru HIV per 1000 Populasi Tidak Terinfeksi HIV, 2011-2014 49
ht

Gambar 3.6. Insiden Tuberkulosis (ITB) per 100.000 Penduduk, 2010-2015.................... 50


Gambar 3.7. Kejadian Malaria per 100.000 Penduduk, 2010-2015...................................... 50
Gambar 3.8. Persentase Merokok pada Penduduk Usia <=18 tahun, 2015..................... 51
Gambar 3.9. Prevalensi Tekanan Darah Tinggi, 2007 dan 2013............................................ 52
Gambar 3.10. Prevalensi Obesitas, 2007 dan 2013...................................................................... 52
Gambar 3.11. Rata-Rata Konsumsi Alkohol Per Kapita Setahun (liter), 2015 dan 2016.. 53
Gambar 3.12. Proporsi Perempuan (15-49 Tahun) atau Pasangannya yang Memiliki
Kebutuhan KB dan Menggunakan Alat Kontrasepsi Metode Modern,
1991-2012....................................................................................................................... 54
Gambar 3.13. Angka Kelahiran pada Perempuan Usia 15-19 Tahun (ASFR), 2000-2015 55
Gambar 3.14. UNMEET NEED pelayanan kesehatan, 2011-2015............................................ 56
Gambar 3.15. Persentase Merokok pada Penduduk Umur 15 Tahun Menurut
Klasifikasi Wilayah dan Jenis Kelamin, 2015....................................................... 58

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia xi


Gambar 3.16. Persentase Merokok pada Penduduk Umur 15 Tahun Menurut
Kelompok Umur, 2015................................................................................................ 58
Gambar 4.1. Persentase SD/MI dan SMP/MTS berakredetasi minimal B, 2015............... 66
Gambar 4.2. Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI/sederajat, 2011-2015.......................... 66
Gambar 4.3. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun dan ke Atas, 2011-2015 67
Gambar 4.4. APK Anak 3-6 Tahun yang Mengikuti PAUD Menurut Klasifikasi Wilayah
dan Jenis Kelamin, 2011-2015................................................................................. 68
Gambar 4.5. Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA/ sederajat, 2011-2015......... 69
Gambar 4.6. Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT), 2011-2015.............. 70
Gambar 4.7. Proporsi Remaja (15-24 Tahun) dengan Keterampilan Teknologi
Informasi dan Komputer (TIK), 2011-2015.......................................................... 71
Gambar 4.8. Proporsi Dewasa (15-59 tahun) dengan Keterampilan Teknologi

id
Informasi dan Komputer (TIK), 2011-2015.......................................................... 71
Gambar 4.9. Rasio APM Perempuan/Laki-laki SD-SMA dan Rasio APK Perguruan

o.
Tinggi Perempuan/Laki-laki, 2015.......................................................................... 72
Gambar 4.10. Persentase Angka Melek Aksara (AMH) Penduduk Usia di Atas 15 tahun,
.g
2011-2015....................................................................................................................... 74
ps
Gambar 4.11. Persentase AMH Penduduk Usia 15-24 Tahun dan Usia 15-59 tahun, 2015 75
Gambar 4.12. Persentase Guru Kualifikasi Minimal S1 Pada Taman Kanak-Kanak,
.b

2012/2013-2014/2015................................................................................................ 77
w

Gambar 4.13. Persentase Guru Kualifikasi Minimal S1 Pada Sekolah Luar Biasa,
w

2014/2015-2015/2016................................................................................................ 77
/w

Gambar 4.14. Persentase Guru Kualifikasi Minimal S1 Pada SD, SMP, SMA dan SMK,
Tahun 2010/2011 - 2015/2016................................................................................. 77
:/

Gambar 5.1. Prevalensi Kasus Kekerasan Terhadap Anak Perempuan, 2013................... 82


tp

Gambar 5.2. Persentase Wanita Umur 20-24 Tahun yang Berstatus Kawin atau
Berstatus Hidup Bersama, 2011-2015................................................................... 83
ht

Gambar 5.3. Persentase Kursi yang Diduduki Perempuan di Dewan Perwakilan


Rakyat (DPR), 1999-2014............................................................................................ 84
Gambar 5.4. Persentase Kursi yang Diduduki Perempuan di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), 2009 dan 2014................................................................. 84
Gambar 5.5. Distribusi Jabatan Manager Menurut Jenis Kelamin, 2016........................... 85
Gambar 5.6. Unmet Need KB (Kebutuhan Keluarga Berencana/KB yang tidak
Terpenuhi), 1994-2012................................................................................................ 86
Gambar 5.7. Persentase Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Pengetahuan dan
Pemahaman Tentang Metode Kontrasepsi Modern, 1994-2012................ 87
Gambar 5.8. Proporsi Individu (5 Tahun ke Atas) yang Memiliki Telepon Genggam
Menurut Jenis Kelamin (Persen), 2015.................................................................. 88
Gambar 6.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Tipe Daerah dan Sumber Air Minum
Layak 2011-2015........................................................................................................... 93

xii Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Gambar 6.2. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Mencuci Tangan
dengan Air dan Sabun Menurut Aktivitas yang Mengharuskan Cuci
Tangan dan Tipe Daerah, 2013................................................................................ 95
Gambar 6.3. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Mencuci Tangan
dengan Air dan Sabun Menurut Aktivitas yang Mengharuskan Cuci
Tangan dan Jenis Kelamin, 2013............................................................................. 96
Gambar 6.4. Persentase Rumah Tangga Menurut Tipe Daerah dan Sanitasi Layak,
2009-2015....................................................................................................................... 97
Gambar 6.5. Jumlah Pembangunan dam Pengendali dan Dam Penahan, tahun
2011-2015....................................................................................................................... 102
Gambar 6.6. Jumlah Pembangunan Embung Air dan Sumur Serapan, Tahun
2011-2015....................................................................................................................... 102

id
Gambar 6.7. Perkembangan Kegiatan Rehabilitasi, Tahun 2011-2015.............................. 108
Gambar 6.8. Luas Lahan Kritis, Tahun 2006, 2011, 2013 (000 Ha)........................................ 108

o.
Gambar 7.1 Rasio Elektrifikasi, Tahun 2011 2015................................................................... 113
.g
Gambar 7.2. Konsumsi Listrik Per Kapita, Tahun 2011 2015............................................... 114
Gambar 7.3. Proporsi Supply Biomassa, 2009-2013.................................................................. 115
ps
Gambar 8.1. Laju pertumbuhan PDB per Kapita (Persen), 2011-2015............................... 121
.b

Gambar 8.2. PDB per kapita Menurut Harga Berlaku (Juta Rupiah), 2011-2015............ 122
Gambar 8.3. Laju Pertumbuhan PDB per Tenaga Kerja per Tahun (Persen), 2011-2015 122
w

Gambar 8.4. Proporsi Pekerja Informal Sektor Non-Pertanian Menurut Jenis Kelamin,
w

2015 dan 2016............................................................................................................... 123


/w

Gambar 8.5. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Kegiatan Formal/Informal,


2014-2016....................................................................................................................... 124
:/

Gambar 8.6. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Kegiatan Formal/Informal, 2016 124
tp

Gambar 8.7. Komposisi Pekerja Formal Menurut Jenis Kelamin, 2016................................ 124
ht

Gambar 8.8. Proporsi Lapangan Kerja Informal Sektor Pertanian Menurut Klasifikasi
Tempat Tinggal, 2015.................................................................................................... 125
Gambar 8.9. Proporsi Lapangan Kerja Informal Sektor Pertanian Menurut Jenis
Kelamin, 2015................................................................................................................ 125
Gambar 8.10. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Jenis Kelamin (Persen),
2011-2016....................................................................................................................... 126
Gambar 8.11. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut daerah Tempat Tinggal (Persen),
2011-2016....................................................................................................................... 127
Gambar 8.12. Persentase Setengah Pengangguran Menurut Jenis Kelamin, 2016......... 127
Gambar 8.13. Persentase Setengah Pengangguran Menurut Klasifikasi Daerah, 2016. 127
Gambar 8.14. Proporsi Kontribusi Pariwisata Terhadap PDB (Persen), 2011-2015........... 130
Gambar 8.15. Jumlah Wisatawan Mancanegara (Juta Orang), 2011-2015.......................... 131

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia xiii
Gambar 8.16. Distribusi Wisatawan Mancanegara Menurut Asal Negara (Juta Orang),
2015................................................................................................................................... 131
Gambar 8.17. Jumlah Kunjungan Perjalanan Wisatawan Nusantara (Juta Orang),
2011-2015....................................................................................................................... 132
Gambar 8.18. Jumlah Devisa Sektor Pariwisata (miliar USD), 2011-2015............................ 132
Gambar 8.19. Kontribusi Pekerja pada Industri Pariwisata Dalam Proporsi Terhadap
Total Pekerja (Persen).................................................................................................. 133
Gambar 8.20. Jumlah Tenaga Kerja Langsung, Tidak Langsung dan Ikutan Sektor
Pariwisata (Juta Orang).............................................................................................. 133
Gambar 8.21. Posisi Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah Bank Umum (Triliun
Rupiah), 2011-2016...................................................................................................... 135
Gambar 9.1. Capaian Kemantapan Jalan Nasional (Km), 2010-2014.................................. 142

id
Gambar 9.2. Persentase Panjang Jalan Nasional dalam Kondisi Mantap, 2010-2014... 142
Gambar 9.3. Progres Pembangunan Panjang Jalan Tol di Indonesia (Km) Tahun 2014 143

o.
Gambar 9.4. Persentase Panjang Jalan Tol yang Beroperasi Menurut Operatornya (Km)

.g
Tahun 2014..................................................................................................................... 143
Gambar 9.5. Panjang Jaringan Jalan Rel Kereta Api di Indonesia (Km) Tahun 2015..... 144
ps
Gambar 9.6. Panjang Jaringan Jalan Rel Kereta Api yang Beroperasi di Sumatera dan
.b

Jawa Tahun 2015.......................................................................................................... 144


Gambar 9.7. Jumlah Bandara di Indonesia Menurut Penggunaan Bandar Udara Tahun
w

2013................................................................................................................................... 145
w

Gambar 9.8. Jumlah Bandara di Indonesia Menurut Hierarki Bandar Udara Tahun
/w

2013................................................................................................................................... 145
Gambar 9.9. Perkembangan Jumlah Pelabuhan Penyeberangan di Indonesia,
:/

2008-2014....................................................................................................................... 146
tp

Gambar 9.10. Jumlah Pelabuhan Penyeberangan di Indonesia Menurut Jenis


Pengoperasian Tahun 2014...................................................................................... 146
ht

Gambar 9.11. Perkembangan Jumlah Pelabuhan di Indonesia, 2011-2015....................... 147


Gambar 9.12. Jumlah Pelabuhan di Indonesia Menurut Jenis Pengelola Tahun 2014
dan 2015.......................................................................................................................... 147
Gambar 9.13. Proporsi Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur terhadap PDB,
2010-2016....................................................................................................................... 148
Gambar 9.14. Proporsi Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur Perkapita,
2010-2016....................................................................................................................... 148
Gambar 9.15. Laju Pertumbuhan PDB Industri Manufaktur, 2011-2016.............................. 149
Gambar 9.16. Proporsi Tenaga Kerja pada Sektor Industri Manufaktur, 2010-2016........ 150
Gambar 9.17. Proporsi Nilai Tambah Industri Kecil terhadap Total Nilai Tambah
Industri............................................................................................................................. 150

xiv Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Gambar 9.18. Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas yang Menguasai/
Memiliki Telepon Seluler (HP)/ Nirkabel dalam 3 Bulan Terakhir menurut
Daerah Tempat Tinggal, 2015 dan 2016............................................................... 154
Gambar 9.19. Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas yang Menguasai/
Memiliki Telepon Seluler (HP)/Nirkabel dalam 3 Bulan Terakhir menurut
Jenis Kelamin, 2015 dan 2016.................................................................................. 154
Gambar 9.20. Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas yang Mengakses
Internet (Termasuk Facebook, Twitter, BBM, Whatsapp) dalam 3 Bulan
Terakhir menurut Daerah Tempat Tinggal, 2015 dan 2016........................... 155
Gambar 9.21. Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas yang Mengakses
Internet (Termasuk Facebook,Twitter, BBM, Whatsapp) dalam 3 Bulan
Terakhir menurut Jenis Kelamin, 2015 dan 2016.............................................. 155

id
Gambar 10.1. Koefisien Gini, 2010-2016.......................................................................................... 159
Gambar 10.2. Persentase Penduduk Miskin, 2010-2016............................................................ 160

o.
Gambar 10.3. Jumlah Daerah/Kabupaten Tertinggal, 2015..................................................... 161
Gambar 10.4.
Gambar 10.5.
.g
Persentase Desa Tertinggal Tahun 2014.............................................................. 161
Persentase Desa Mandiri Tahun 2014................................................................... 162
ps
Gambar 10.6. Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tertinggal, 2010-2016. 162
.b

Gambar 10.7. Rata-Rata Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Tertinggal, 2015.. 163
Gambar 10.8. Perkembangan Indeks Kebebasan Sipil di Indonesia, 2009-2015.............. 165
w

Gambar 10.9. Nilai Belanja Fungsi Perlindungan Sosial Pemerintah Pusat dan
w

Persentase terhadap Belanja Pemerintah Pusat, 2012-2017........................ 168


/w

Gambar 11.1. Persentase Rumah Tangga yang Menempati Rumah Layak Huni
Menurut Tipe Daerah, 2013-2015........................................................................... 176
:/

Gambar 11.2. Persentase Rumah Tangga dengan Angkutan Utama yang Biasa
tp

Digunakan Menuju ke Tempat Bekerja dan Sekolah Tahun 2014............... 177


ht

Gambar 11.3. Jumlah Metropolitan Baru di Luar Jawa sebagai Pusat Kegiatan
Nasional, 2014 dan 2015-2019................................................................................ 178
Gambar 11.4. Jumlah Korban Manusia yang Diakibatkan Bencana Alam, 2011-2015... 180
Gambar 11.5. Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota Menurut Tingkat Risiko Bencana,
2011 dan 2013............................................................................................................... 181
Gambar 11.6. Perkiraan Produksi Sampah dan Volume Sampah Terangkut (ribu meter
kubik), serta Persentase Sampah yang Tertanggulangi di 34 Ibu Kota
Provinsi di Indonesia, 2014 dan 2015.................................................................... 182
Gambar 11.7. Persentase Korban Kejahatan dalam 12 Bulan Terakhir yang Melaporkan
Kepada Polisi, 2015...................................................................................................... 184
Gambar 12.1. Trend Ketaatan PROPER 2010-2015....................................................................... 191
Gambar 12.2. Limbah B3 Dikelola dan Tidak Dikelola Dir.PKPLB3 2015................................ 192
Gambar 12.3. Jumlah Limbah B3 Dikelola Per Sektor Dir.PKPLB3 2015................................. 192

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia xv


Gambar 13.1. Persentase Rumah Tangga yang Mengetahui Tanda-tanda dan
Peringatan untuk Mengatasi Bencana Alam di Lingkungan Tempat
Tinggal, 2014.................................................................................................................. 201
Gambar 13.2. Persentase Rumah Tangga yang Mengikuti Pelatihan Simulasi dan
Penyelamatan Bencana Alam, 2014...................................................................... 201
Gambar 14.1. Luas Kawasan Konversi Perairan (KKP) yang Dikelola (juta ha),
2011-2015....................................................................................................................... 206
Gambar 14.2. Proporsi Tangkapan Ikan yang Berada dalam Batasan Biologis yang
Aman, 2011-2015......................................................................................................... 207
Gambar 14.3. Luas Kawasan Konservasi Perairan, 2015............................................................. 207
Gambar 15.1. Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan, 2013 dan 2014.............................. 215
Gambar 15.2. Perkembangan Luas Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada

id
Hutan Alam (juta ha)................................................................................................... 217
Gambar 15.3. Perkembangan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (ha), 2011-2015 218

o.
Gambar 15.4. Penyelesaian Tindak Pidana Lingkungan Hidup sampai dengan P21

.g
(persen), 2015................................................................................................................ 221
Gambar 15.5. Tipologi Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan (persen),
ps
2015................................................................................................................................... 221
.b

Gambar 16.1. Jumlah Kejahatan Terhadap Nyawa/Pembunuhan, 2011-2015.................. 227


Gambar 16.2. Proporsi Penduduk yang Menjadi Korban Kejahatan dalam 12 Bulan
w

Terakhir Menurut Klasifikasi Wilayah dan Jenis Kelamin, 2012-2015........ 228


w

Gambar 16.3. Proporsi Penduduk yang Merasa Aman Berjalan Sendirian di Area
/w

Tempat Tinggalnya Menurut Klasifikasi Wilayah, 2014................................... 229


Gambar 16.4. Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Anak Umur 1-14 Tahun yang
:/

Mengalami Hukuman Fisik Dan/Atau Agresi Psikologis dari Pengasuh


tp

Dalam Sebulan Terakhir............................................................................................. 230


ht

Gambar 16.5. Proporsi Korban Kekerasan dalam 12 Bulan Terakhir yang


Melaporkan Kepada Polisi Menurut Jenis Kelamin, 2011-2015................... 232
Gambar 16.6. Proporsi Tahanan Terhadap Seluruh Jumlah Tahanan dan Narapidana,
2011-2016....................................................................................................................... 232
Gambar 16.7. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK), 2012-2015................................................. 234
Gambar 16.8. CORRUPTION PERCEPTION INDEX (CPI), 2012-2015........................................ 235
Gambar 16.9. Proporsi Pengeluaran Utama Pemerintah Terhadap Anggaran yang
Disetujui........................................................................................................................... 235
Gambar 16.10. Persentase Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah Menurut
Penilaian Kepatuhan Pelaksanaan UU Pelayanan Publik, 2013 dan 2014 236
Gambar 16.11. Persentase Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang Berjenis
Kelamin Perempuan, 1999-2014............................................................................. 237

xvi Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Gambar 16.12. Persentase Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang
Berjenis Kelamin Perempuan, 1999-2014............................................................ 237
Gambar 16.13. Indeks Lembaga Demokrasi, 2011-2015.............................................................. 238
Gambar 16.14. Indeks Kebebasan Sipil, 2011-2015....................................................................... 239
Gambar 16.15. Indeks Hak-Hak Politik, 2011-2015......................................................................... 239
Gambar 16.16. Persentase Anak Berumur 0-4 Tahun yang Memiliki Akta Kelahiran
Menurut Klasifikasi Wilayah dan Jenis Kelamin, 2013-2015.......................... 240
Gambar 16.17. Jumlah Kasus yang Ditangani oleh Lembaga Layanan Bagi Perempuan
Korban Kekerasan........................................................................................................ 242
Gambar 16.18. Persentase Badan Publik yang Melaksanakan Ketentuan Keterbukaan
Informasi Publik............................................................................................................ 242
Gambar 16.19. Persentase Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Melalui Mediasi

id
dan/atau Ajudikasi Non Litigasi.............................................................................. 243
Gambar 16.20. Jumlah Penambahan Kebijakan Diskriminatif Atas Nama Agama dan

o.
Moralitas yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, 2014-2015............. 244
Gambar 17.1. Total Pendapatan Pemerintah Sebagai Proporsi Terhadap GDP Harga

.g
Berlaku Menurut Sumbernya (Persen), 2012-2014.......................................... 249
ps
Gambar 17.2. Rasio Penerimaan Pajak Terhadap PDB, 2012-2014......................................... 250
.b

Gambar 17.3. Rasio Penerimaan Pajak Menurut Sumbernya Terhadap PDB, 2012-2014 250
Gambar 17.4. Proporsi Anggaran Domestik yang Didanai oleh Pajak Domestik,
w

2012-2014....................................................................................................................... 251
w

Gambar 17.5. Kontribusi Remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dalam PDB (dalam
/w

persen), 2011-2015...................................................................................................... 251


Gambar 17.6. Debt Service Ratio Indonesia, 2011-2015............................................................ 252
:/

Gambar 17.7. Persentase Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas yang Pernah Mengakses
tp

Internet dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Jenis Kelamin Tahun


ht

2010 2015.................................................................................................................... 254


Gambar 17.8. Persentase Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas yang Pernah Mengakses
Internet dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Kelompok Umur Tahun
2011 2015.................................................................................................................... 254
Gambar 17.9. Persentase Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas yang Pernah Mengakses
Internet dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Lokasi Tahun 2010 2015....... 255
Gambar 17.10. Pertumbuhan Ekspor Non-Migas Indonesia berdasarkan Harga (Juta
US$) (persen), 2011-2015.......................................................................................... 257
Gambar 17.11. Inflasi Umum di Indonesia, 2011-2016................................................................. 258
Gambar 17.12. Laju Pertumbuhan PDB (Seri 2010) (persen), 2014-2016............................... 259
Gambar 17.13. Persentase Konsumen yang Puas dengan Kualitas Data BPS, 2014........... 261
Gambar 17.14. Persentase Konsumen yang Menjadikan Data dan Informasi Statistik
BPS sebagai Rujukan Utama, 2015......................................................................... 262

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia xvii
Gambar 17.15. Jumlah Metadata Kegiatan Statistik Sektoral dan Khusus yang
Dihimpun, 2011-2015................................................................................................. 262
Gambar 17.16. Persentase Publikasi/ Laporan Statistik yang Terbit Tepat Waktu, Tidak
Tepat Waktu, dan Batal Rilis Tahun 2012-2016................................................... 263
Gambar 17.17. Jumlah Pengunjung Website BPS pada Januari Oktober 2016................ 266
Gambar 17.18. Persentase Kepuasan Konsumen pada Akses Data BPS, 2013 2015...... 266
Gambar 17.19. Persentase Tujuan Konsumen Yang Menggunakan Data BPS Tahun
2015................................................................................................................................... 267

id
o.
.g
ps
.b
w
w
/w
:/
tp
ht

xviii Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
tujuan pembangunan berkelanjutan

id
o.
menghapus mengakhiri KESEHATAN pendidikan kesetaraan akses air bersih
yang baik dan
kemiskinan kELAPARAN kesejahteraan
.g
bermutu gender dan sanitasi
ps
.b

ENERGI bersih pekerjaan layak infrastruktur, mengurangi kota dan komunitas konsumsi dan
dan pertumbuhan industri dan inovasi ketimpangan yang berkelanjutan produksi yang
dan terjangkau ekonomi bertanggung jawab
w
w
/w

penanganan menjaga ekosistem menjaga ekosistem perdamaian kemitraan untuk


perubahan laut darat keadilan dan mencapai tujuan
:/

kelembagaan yang kuat


iklim
tujuan global
tp

Untuk Pembangunan Berkelanjutan


ht
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Pendahuluan

pendahulan
Latar Belakang
erakhirnya MDGs pada 2015 masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah

B yang harus diselesaikan pada periode Tujuan Pembangunan Berkelanjutan


(Sustainable Development Goals/SDGs) yang akan dilaksanakan sampai dengan
2030. Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang
telah dilaksanakan selama periode 2000-2015 memang telah membawa berbagai
kemajuan. Sekitar 70 persen dari total indikator yang mengukur target MDGs telah
berhasil dicapai oleh Indonesia. Akan tetapi, beberapa indikator yang mengukur
target di bidang kesehatan masih cukup jauh dari capaian dan harus mendapatkan

id
perhatian khusus. Target yang belum tercapai di antaranya adalah tingkat kemiskinan
nasional. angka kematian bayi, angka kematian ibu, prevalensi gizi buruk, prevalensi

o.
HIV dan AIDS serta beberapa indikator terkait lingkungan.
.g
Indonesia sebagai salah satu negara yang telah menyepakati penerapan tujuan pembangunan
ps
berkelanjutan (SDGs) berkomitmen untuk menyukseskan pelaksanaan SDGs melalui berbagai
kegiatan dan telah mengambil langkah-langkah strategis. Sejumlah langkah yang telah
ditempuh Indonesia sampai dengan akhir 2016 antara lain (i) melakukan pemetaan antara
.b

tujuan dan target SDGs dengan prioritas pembangunan nasional, (ii) melakukan pemetaan
w

ketersediaan data dan indikator SDGs pada setiap target dan tujuan termasuk indikator proksi,
(iii) melakukan penyusunan definisi operasional untuk setiap indikator SDGs, (iv) menyusun
w

peraturan presiden terkait dengan pelaksanaan tujuan pembangunan berkelanjutan, dan (v)
/w

mempersiapkan rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah terkait dengan implementasi
SDGs di Indonesia.
:/

Untuk menjamin implementasi SDGs berjalan dengan baik, pemerintah telah membentuk
tp

Sekretariat Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Sekretariat Nasional SDGs


bertugas mengkoordinasikan berbagai kegiatan terkait pelaksanaan SDGs di Indonesia.
ht

Sejumlah pemangku kepentingan yang mencakup kementerian/lembaga, BPS, akademisi,


pakar, organisasi masyarakat sipil dan filantropi & bisnis telah dilibatkan dalam berbagai
proses persiapan pelaksanaan SDGs di Indonesia.

Dalam implementasinya, ada beberapa prinsip yang telah disepakati juga diadopsi oleh
Indonesia. Prinsip pertama adalah universality. Prinsip ini mendorong penerapan SDGs di
semua negara baik negara maju maupun negara berkembang. Dalam konteks nasional,
implementasi SDGs akan diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Prinsip kedua adalah
integration. Prinsip ini mengandung makna bahwa SDGs dilaksanakan secara terintegrasi dan
saling terkait pada semua dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan. Prinsip kedua ini telah
dipegang teguh dalam penyusunan rencana aksi khususnya terkait dengan penyusunan
program dan kegiatan serta penganggarannya. Prinsip terakhir adalah No One Left Behind
yang menjamin bahwa pelaksanaan SDGs harus memberi manfaat bagi semua, terutama
yang rentan dan pelaksanaannya melibatkan semua pemangku kepentingan. Prinsip ini juga
telah diterapkan dalam setiap tahapan/proses pelaksanaan SDGs di Indonesia.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 3


Perlunya Memotret Kondisi Awal SDGs
pendahuluan

Untuk melihat potret awal pembangunan berkelanjutan, publikasi ini mencoba menyajikan
sejumlah indikator SDGs yang tersedia di Indonesia untuk masing-masing tujuan dan
target. Penyajian potret awal pembangunan berkelanjutan di Indonesia ini diharapkan bisa
menjadi masukan dalam tahap perencanaan dan implementasi SDGs khususnya terkait
dengan penyusunan rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah untuk pelaksanaan SDGs
di Indonesia. Selain itu, gambaran awal dari pembangunan berkelanjutan ini juga dapat
digunakan sebagai benchmark dalam melihat kemajuan atau progress di masa mendatang.

Sejumlah indikator SDGs yang disajikan dan dianalisis dalam publikasi ini difokuskan pada
indikator SDGs yang datanya tersedia di Indonesia khususnya di Badan Pusat Statistik dan
beberapa instansi lain yang berhasil dikompilasi. Sejumlah indikator SDGs lain yang mungkin
sudah tersedia belum disajikan dalam publikasi ini karena belum bisa dikompilasi/dihitung.
Sebelum analisis dilakukan terhadap setiap indikator SDGs yang tersedia, kiranya perlu
membahas secara ringkas beberapa aspek penting terkait dengan persiapan pelaksanaan SDGs

id
di Indonesia antara lain pemetaan kesesuaian antara SDGs dengan prioritas pembangunan
nasional dan pemetaan ketersediaan indikator SDGs di Indonesia.

o.
Kesesuaian Antara SDGs dan Prioritas Pembangunan Nasional .g
ps
Prioritas pembangunan nasional jangka menengah Indonesia telah didokumentasikan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Meskipun RPJMN 2015-2019
.b

disusun pada tahun 2014, banyak dari target SDGs yang sudah tercakup dalam prioritas
pembangunan nasional. Dari sebanyak 169 target yang ada di SDGs, sekitar 57 persen (96
w

target SDGs) telah sesuai dengan prioritas pembangunan nasional.


w

Jika dilihat berdasarkan pilar SDGs, pilar sosial yang mencakup 5 tujuan/goal yakni tujuan
/w

1-5 dan 47 target, hanya sebanyak 27 target yang selaras dengan RPJMN. Di pilar ekonomi
yang mencakup tujuan 7,8,9,10, 17 dan 54 target, sebanyak 30 target telah sejalan dengan
:/

prioritas nasional. Untuk pilar lingkungan dengan 6 tujuan (6, 11, 12, 13, 14, 15) dan 56 target,
ada sebanyak 31 target yang telah diakomodasi dalam agenda pembangunan nasional.
tp

Selanjutnya pada pilar hukum dan tatakelola dengan hanya 1 tujuan (tujuan 16) dan memuat
ht

12 target, sebanyak 8 target SDGs telah sesuai dengan prioritas pembangunan nasional (lihat
Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Prioritas nasional dan target RPJMN yang sesuai dengan target SDGs

#TARGET #TARGET RPJMN


PILAR/GOAL BEBERAPA PRIORITAS NASIONAL
GLOBAL 2015-2019

SOSIAL 47 27 1. Penanggulangan Kemiskinan


(1, 2, 3, 4, 5) 2. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
3. Peningkatan Kedaulatan Pangan
4. Pelaksanaan Program Indonesia Pintar dan
Indonesia Sehat
5. Melindungi Anak, Perempuan dan Kelompok
Marjinal

4 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan


#TARGET #TARGET RPJMN

pendahulan
PILAR/GOAL BEBERAPA PRIORITAS NASIONAL
GLOBAL 2015-2019

EKONOMI 54 30 1. Kedaulatan Energi


(7, 8, 9, 10, 17) 2. Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Nasional
3. Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja
4. Membangun Konektivitas Nasional
5. Pemerataan Pembangunan Antar Wilayah
6. Pelaksanaan Politik LN Bebas Aktif

LINGKUNGAN 56 31 1. Ketahanan Air


(6, 11, 12, 13, 14, 15) 2. Membangun Perumahan dan Kawasan
Permukiman
3. Penanganan Perubahan Iklim dan Penyediaan
Informasi Iklim dan Kebencanaan RAN

id
Pengurangan Emisi GRK
4. Pengembangan Ekonomi Maritim dan Kelautan

o.
5. Pelestarian SDA, LH dan Pengelolaan Bencana
6. Rencana Aksi dan Strategi Keanekaragaman

HUKUM DAN TATA KELOLA 12 8


.g 1.
Hayati Indonesia
Meningkatkan Kualitas Perlindungan WNI
ps
(16) 2. Peningkatan Penegakan Hukum yang
Berkeadilan
.b

3. Membangun Transparansi dan Akuntabilitas


Kinerja Pemerintahan
w

TOTAL 169 96
w

Catatan: Prioritas nasional secara lengkap menurut Tujuan SDGs dapat lihat pada Lampiran 1.
/w

Sumber: Sekretariat SDGs Nasional

Selain itu, program Nawacita yang diusung pemerintah Jokowi-JK juga sudah dipetakan
:/

dengan tujuan-tujuan yang ada di SDGs. Dari 9 agenda nawacita yang ada, semua agenda
tp

tersebut telah selaras dengan 17 tujuan/goal yang ada di SDGs. Dengan demikian agenda
Nawacita pemerintahan Jokowi-JK akan mendukung pelaksanaan pencapaian SDGs di
ht

Indonesia. Pada Tabel 1.2 jelas terlihat bahwa sejumlah goal atau tujuan yang sama dalam
SDGs dicapai melalui beberapa program nawacita yang berbeda.

Tabel 1.2 Kesesuaian antara Agenda Nawacita dan SDGs

AGENDA NASIONAL (NAWACITA) SDGs


Nawacita 1 Goal 3, 10, 16, 17
Menghadirkan Kembali Negara untuk Melindungi Segenap Bangsa Dan Memberikan Rasa
Aman Pada Seluruh Warga Negara
Nawacita 2 Goal 16
Membuat Pemerintah Selalu Hadir dengan Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang
Bersih, Efektif, Demokratis, dan Terpercaya
Nawacita 3 Goal 1-11
Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam
Negara Kesatuan

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 5


AGENDA NASIONAL (NAWACITA) SDGs
pendahuluan

Nawacita 4 Goal 14-16


Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya
Nawacita 5 Goal1-6
Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia
Nawacita 6 Goal 1-10
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa
Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya
Nawacita 7 Goal 1-5, 8, 9, dan 12-15
Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-sektor Strategis Ekonomi
Domestik
Nawacita 8 Goal 3-4, and 11
Melakukan Revolusi Karakter Bangsa

id
Nawacita 9 Goal 5, 10, 16, 17
Memperteguh Ke-Bhineka-an dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia

o.
Pemetaan Ketersediaan Indikator SDGs Di Indonesia
.g
Pemetaan ketersediaan indikator SDGs di Indonesia telah diinisiasi oleh Sekretariat SDGs/
ps
Bappenas sejak tahun 2015. Proses pemetaan berdasarkan indikator-indikator SDGs yang
telah ditetapkan oleh UN telah selesai dilakukan pada 2016. Pemetaan indikator SDGs
.b

mencakup berbagai aspek seperti ketersediaan data dan sumber data, kementerian/lembaga
yang bertanggung jawab terhadap masing-masing indikator SDGs, level disagregasi, jenis
w

disagregasi, dan periode ketersediaan datanya. Informasi lengkap terkait dengan indikator
w

SDGs beserta definisi operasionalnya akan disajikan secara khusus oleh Sekretariat Nasional
SDGs/Bappenas.
/w

Pemetaan indikator SDGs diklasifikasikan menurut ketersediaan sumber data dan ketersediaan
:/

data yang sudah ada di Indonesia. Secara umum ketersediaan indikator SDGs di Indonesia
tp

dikelompokkan menjadi 3 kelompok yakni indikator nasional yang sesuai dengan indikator
global, indikator nasional sebagai proksi terhadap indikator glonal dan indikator global
ht

yang harus dikembangkan (karena data belum tersedia). Penjelasan detil terkait dengan
pengelompokkan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Indikator nasional sebagai proksi indikator global yaitu indikator nasional yang konsep
dan cara pengukurannya merupakan proksi untuk menjawab metadata indikator
global.
Contoh:
Angka Kematian Ibu.
Jumlah Luas Kawasan Konservasi Perairan.
Bauran Energi Terbarukan
2. Indikator nasional sebagai proksi indikator global yaitu indikator nasional yang konsep
dan cara pengukurannya merupakan proksi untuk menjawab metadata indikator
global.
Contoh:
Proporsi penduduk dengan akses terhadap layanan air minum layak sebagai
proksi indikator proporsi penduduk dengan akses terhadap layanan air minum

6 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan


yang aman.
Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagai proksi indikator global kebijakan fiskal,

pendahulan
upah, dan perlindungan sosial
Jumlah limbah B3 yang terkelola dan proporsi limbah B3 yang diolah sesuai
peraturan perundangan
3. Indikator global yang harus dikembangkan yaitu indikator global yang belum dimiliki
Indonesia dan belum ada proksinya di nasional karena metadata global belum
tersedia.
Contoh:
Proporsi penduduk yang percaya pada pengambilan keputusan yang inklusif
dan responsif.
Indeks Kemiskinan Multidimensi
Rata-rata keasaman Laut (pH) yang diukur pada jaringan stasiun sampling yang
disetujui dan memadai
Jumlah kesepakatan kerja sama program-program di bidang sains dan/atau

id
teknologi antarnegara menurut tipe kerja samanya

o.
Hasil pemetaan ketersediaan indikator SDGs di Indonesia diperoleh sebanyak 85 indikator
nasional yang telah sesuai dengan indikator global, sementara sebanyak 71 indikator global
.g
akan diukur dengan indikator proksi. Sisanya sebanyak 85 indikator global belum tersedia
datanya dan harus dikembangkan di masa mendatang. Informasi ini menunjukkan bahwa
ps
dari sebanyak 241 indikator SDGs, hanya sekitar sepertiga dari total indikator global tersebut
yang bisa digunakan oleh Indonesia untuk keterbandingkan internasional dalam memonitor
.b

perkembangan capaian SDGs.


w
w

Gambar 1 Ketersediaan indikator SDGs di Indonesia menurut pilar


/w
:/
tp
ht

Sumber: Sekretariat SDGs Nasional

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 7


Selanjutnya jika dilihat menurut pilar, kesesuaian antara indikator nasional dan indikator global
terbanyak ada pada pilar sosial yang mencakup 41 indikator diikuti pilar ekonomi sebanyak
pendahuluan

24 indikator. Indikator proksi terbanyak ada pada pilar lingkungan. Besarnya jumlah indikator
proksi pada pilar lingkungan dapat dipahami mengingat banyak di antara indikator pada pilar
ini dihasilkan dari pengukuran yang tidak didasarkan pada hasil survei dengan pendekatan
rumahtangga. Bahkan beberapa di antara indikator SDGs di pilar lingkungan harus diperoleh
melalui pengukuran laboratorium.

Dengan demikian salah satu tantangan terbesar dalam pelaksanaan SDGs di Indonesia
adalah dalam hal penyediaan data. Untuk memenuhi keterbandingan internasional atau
antar negara dalam memonitor perkembangan atau kemajuan dalam capaian pembangunan
berkelanjutan, sejumlah indikator proksi kiranya perlu disempurnakan konsep dan definisnya
khususnya dalam hal pengumpulan datanya agar sesuai dengan konsep dan definisi indikator
global. Di sisi lain, masih besarnya indikator global yang belum tersedia (85 indikator)
perlu mendapatkan perhatian dari seluruh pemangku kepentingan dan juga badan dunia,

id
mengingat terbatasnya kapasitas yang ada baik dari segi pendanaan maupun sumber daya
manusia.

o.
Tujuan Penyusunan Publikasi
.g
Secara umum tujuan penyusunan publikasi ini adalah untuk memberikan gambaran umum
ps
tentang kondisi capaian awal pembangunan berkelanjutan di Indonesia berdasarkan data
yang tersedia. Secara detil, publikasi ini disusun untuk:
.b

1. Menyajikan indikator-indikator SDGs yang tersedia di Indonesia khususnya Badan


w

Pusat Statistik dan beberapa instansi lain.


2. Untuk mengetahui posisi capaian awal pembangunan berkelanjutan pada setiap
w

tujuan SDGs dengan melakukan analisis terhadap indikator yang tersedia.


/w

3. Mendorong kepada para pemangku kepentingan dalam menyediakan data dan


informasi bagi ketersediaan indikator SDGs di Indonesia.
:/
tp

Sistematika Penulisan
ht

Penulisan publikasi SDGs ini secara ringkas dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian utama.
Bagian pertama (Pendahuluan) menyajikan latar belakang, perlunya memotret kondisi
awal SDGs, kesesuaian antara SDGs dan prioritas pembangunan nasional, dan pemetaan
ketersediaan indikator SDGs di Indonesia. Bagian kedua menyajikan analisis tentang potret
awal pembangunan berkelanjutan berdasarkan ketersediaan indikator di masing-masing
tujuan dan target. Bagian ketiga sebagai penutup menyajikan sejauh mana kesiapan daerah
dalam implementasi TPB.

8 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan


17 2
16 3

id
15 4

o.
.g
tujuan 1
ps
14 5
.b
w
w

13 mengakhiri kemiskinan dalam 6


/w

segala bentuk dimanapun


:/
tp

12 7
ht

11 8
10 9
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 1
Mengakhiri Segala Bentuk Kemiskinan Dimanapun

tujuan 1
S
alah satu tujuan yang dicanangkan oleh pemerintah dalam agenda SDGs di Indonesia
yaitu pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk menghapus segala bentuk
kemiskinan selama 15 tahun ke depan. Target yang ingin dicapai pada tahun 2030 ini
mensyaratkan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki akses terhadap pelayanan dasar
dan memiliki hak untuk menikmati suatu standar kehidupan yang layak serta pemerintah
harus dapat menjamin masyarakat yang sangat miskin dengan suatu program jaminan sosial.

Target 1.1 Pada tahun 2030, mengentaskan kemiskinan ekstrim bagi semua orang yang
saat ini berpendapatan kurang dari 1,25 dolar Amerika per hari

id
o.
Indikator 1.1.1 Tingkat kemiskinan ekstrim
.g
Tingkat kemiskinan eskstrim didefinisikan sebagai proporsi penduduk di bawah garis
kemiskinan internasional dan untuk menentukan garis kemiskinan internasional tersebut
ps
purchasing power parity
perlu mempertimbangkan kemampuan daya beli (purchasing parity) masing-masing
negara yang berbeda-beda. Sejak tahun 2005 World Bank telah menggunakan 1,25 dolar
.b

Amerika (dengan harga tahun dasar 2005) sebagai batas garis kemiskinan internasional.
w

Gambar 1.1 Proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan internasional (1,25 USD per hari),
w

tahun 1990 - 2014


/w

60 54,3 54,4
47,7
:/

50 43,4 Keadaan makroekonomi


yang stabil membuat
tp

40 29,4 tren penurunan tingkat


30 21,6 22,7
kemiskinan ekstrim tetap
ht

18,0 16,2
20 9,1 terjaga.
10
0
1990 1993 1996 1999 2002 2005 2008 2010 2011 2014

Sumber: Unstats dan World Bank

Melemahnya perekonomian dunia berakibat pada melambatnya perekonomian Indonesia


namun pemerintah dan Bank Indonesia dengan berbagai kebijakannya masih mampu untuk
menjaga kondisi makroekonomi Indonesia tetap stabil. Keadaan makroekonomi yang stabil
ini menyebabkan kondisi ketenagakerjaan menjadi stabil pula sehingga berimbas pada tren
penurunan tingkat kemiskinan ekstrim yang tetap terjaga. Pada Gambar 1.1 memperlihatkan
bahwa proporsi penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan internasional (1,25 dolar
Amerika per hari) pada tahun 1990 mencapai 54,3 persen dan jumlahnya menurun menjadi
9,1 persen ditahun 2014.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 11


Target 1.2 Pada tahun 2030, mengurangi setidaknya setengah proporsi laki-laki,
perempuan dan anak-anak dari semua usia, yang hidup dalam kemiskinan di
semua dimensi, sesuai dengan definisi nasional.
tujuan 1

Indikator 1.2.1 Proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional, menurut jenis
kelamin dan kelompok umur

Gambar 1.2 Proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional, tahun 2011 2015

13 12,49 Dari tahun ke tahun proporsi


12,5 penduduk yang hidup
11,96
dibawah garis kemiskinan

id
12
11,37 11,25
semakin menurun.
11,5 11,22

o.
11
10,5
2011 2012 2013 2014 2015
.g
ps
.b

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik


w

Menurunnya proporsi penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan secara nasional dari
w

tahun 2011-2015 menunjukan bahwa pembangunan yang berorientasi pada pengentasan


/w

kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah telah menunjukan hasil yang positif. Usaha
pemerintah beserta stakeholder lainnya dalam menjalankan program dalam pengentasan
:/

kemiskinan tersebut perlu diapresiasi terlihat bahwa secara nasional proporsi penduduk
tp

yang hidup dibawah garis kemiskinan di tahun 2011 sebesar 12,49 persen dan di tahun
2015 proporsinya menurun menjadi 11,22 persen. Hal ini juga menunjukkan bahwa program
ht

pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah berada di jalur yang benar (on
the right track
track) sehingga pemerintah perlu mempertahankan konsistensi tren penurunan
tersebut. Meskipun demikian perlu dicatat bahwa target MDGs untuk indikator ini belum
tercapai. Upaya yang lebih terarah dalam penghapusan kemiskinan agar tujuan 1 bisa tercapai
pada tahun 2030.

Target 1.3 Menerapkan secara nasional sistem dan upaya perlindungan sosial yang
tepat bagi semua, termasuk kelompok yang paling miskin, dan pada tahun 2030
mencapai cakupan substansial bagi kelompok miskin dan rentan.

Indikator 1.3.1.(a) Proporsi penduduk penerima bantuan iuran (PBI) melalui Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN)/Kartu Indonesia Sehat (KIS)
Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang
tidak mampu sebagaimana diamanatkan dalam UU Sistem jaminan sosial nasional yang

12 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


iurannya dibayar oleh pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan. Indikator ini
merupakan indikator nasional sebagai proksi indikator global.

Target 1.4 Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan, khususnya

tujuan 1
masyarakat miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap sumber daya
ekonomi, serta akses terhadap pelayanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas
tanah dan bentuk kepemilikan lain, warisan, sumber daya alam, teknologi
baru, dan jasa keuangan yang tepat, termasuk keuangan mikro

Indikator 1.4.1.(a) Persentase Perempuan Pernah Kawin umur 15-49 tahun yang proses melahirkan
terakhirnya di fasilitas kesehatan

Gambar 1.3 Persentase Perempuan Pernah Kawin umur 15-49 tahun yang proses melahirkan

id
terakhirnya di fasilitas kesehatan, tahun 2015

o.
Kesenjangan antara
92,42 kelompok miskin dan kaya

72,42 76,72
84,04
.g
77,63
dalam pemanfaatan fasilitas
kesehatan penolong kelahiran
ps
68,26 masih tinggi. Pada kelompok
termiskin tercatat sebesar
.b

68,26 persen dibandingkan


dengan kelompok kaya yang
w

Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Nasional mencapai 92,4%.


(terniskin) (terkaya)
w
/w

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik


:/

Kesenjangan antara kelompok miskin dan kaya dalam hal pemanfaatan fasilitas kesehatan
tp

untuk menolong proses kelahiran masih tinggi. Pada kelompok termiskin proses kelahiran di
fasilitas kesehatan tercatat hanya sebesar 68,26 persen dibandingkan dengan kelompok kaya
ht

yang mencapai 92,4 persen.

Proses kelahiran atau persalinan di fasilitas kesehatan dapat berdampak langsung pada
kesehatan ibu dan anak yang akan dilahirkan. Pada fasilitas kesehatan tersedia perlengkapan
dan tenaga kesehatan yang siap menolong sewaktu-waktu bila terjadi komplikasi persalinan.
Hasil Susenas tahun 2015 menunjukkan bahwa persentase perempuan pernah kawin berusia
15-49 tahun yang proses melahirkan terakhirnya di fasilitas kesehatan sebesar 77,63 persen,
yang berarti masih ada sekitar 22 persen perempuan pernah kawin berusia 15-49 tahun yang
proses melahirkan terakhirnya belum memanfaatkan fasilitas kesehatan. Selain ketersediaan
fasilitas kesehatan, salah satu penyebab belum optimalnya pemanfaatan fasilitas kesehatan
untuk persalinan adalah pengeluaran rumah tangga, dari hasil Susenas tahun 2015
menunjukan bahwa persentase terendah perempuan pernah kawin umur 15-49 tahun yang
proses kelahiran terakhirnya di fasilitas kesehatan berasal dari kuintil 1 rumah tangga dengan
tingkat pengeluaran terendah. Pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh kelompok miskin juga
mungkin disebabkan belum semua keluarga miskin menerima kartu jaminan kesehatan
untuk berobat di fasilitas kesehatan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 13


Indikator 1.4.1(b) Persentase anak berusia 12-23 bulan yang menerima imunisasi dasar lengkap

Gambar 1.4 Persentase anak berusia 12-23 bulan yang menerima imunisasi dasar lengkap, tahun 2015
tujuan 1

46,21 46,16 Persentase anak yang


45,06 44,85 menerima imunisasi dasar
44,05 43,59 lengkap pada rumah tangga
dengan tingkat pengeluaran
rendah cenderung lebih kecil .

Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Nasional


(termiskin) (terkaya)

id
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik

o.
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit .g
ps
tertentu pada bayi dan anak tersebut. Tujuan imunisasi yaitu menghilangkan penyakit tertentu
pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan suatu penyakit tertentu
dari dunia. Begitu pentingnya imunisasi tersebut sehingga pemerintah menggalakan program
.b

imunisasi dasar bagi seluruh bayi dan anak di Indonesia, tidak terkecuali dari masyarakat miskin
w

dengan berbagai program misalnya dengan menggratiskan biaya imunisasi. Walaupun biaya
imunisasi sudah gratis, namun dari hasil Susenas BPS tahun 2015 menunjukkan bahwa masih
w

kurang dari setengah atau 44,85 persen anak-anak berusia 12-23 bulan yang sudah menerima
/w

imunisasi lengkap. Selanjutnya apabila dilihat dari tingkat pengeluran rumah tangga maka
anak-anak berusia 12-23 bulan yang belum menerima imunisasi lengkap berasal dari rumah
:/

tangga yang pada kelompok pengeluaran kuintil 1 dan 2 terendah.


tp

Indikator 1.4.1.(c) Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) semua cara pada Pasangan Usia Subur (PUS)
ht

usia 15-49 tahun yang pernah kawin tahun 2015


Jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar telah menempatkan Indonesia sebagai salah
satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar didunia. Jumlah penduduk yang begitu
besar jika dibarengi dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tidak terkontrol
maka akan menyebabkan permasalahan-permasalahan sosial seperti pengangguran,
kemiskinan dan sebagainya. Untuk menekan dan mengontrol laju pertumbuhan penduduk
tersebut maka pemerintah menggalakan program Keluarga Berencana yang bukan hanya
bertujuan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk tapi untuk meningkatkan
kualitas keluarga. Dalam menjalankan program keluarga berencana pemerintah memiliki
tanggung jawab dalam menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat
serta memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat.

Pada gambar 1.5 terlihat bahwa pada tahun 2015 persentase pemakaian alat kontrasepsi pada
pasangan usia subur (PUS) yang tinggal di wilayah perdesaan lebih besar jika dibandingkan
dengan pus yang tingal di wilayah perkotaan. Selanjutnya persentase pemakaian alat

14 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Gambar 1.5 Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) semua cara pada Pasangan Usia Subur (PUS) usia
15-49 tahun yang pernah kawin, tahun 2015

61,50

tujuan 1
59,56 59,35 58,51
54,89 56,53
54,51 Persentase pemakaian alat
47,65 kontrasepsi pada pus yang
berasal dari kelompok miskin
(kuintil 1 dan 2) justru
memiliki persentase yang
lebih tinggi .
Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 PerkotaanPerdesaanNasional

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik

id
o.
kontrasepsi pada pus yang berasal dari kelompok miskin (kuantil 1 dan 2) justru memiliki
.g
persentase yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pus yang memiliki pengeluaran
lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil SDKI yang menunjukkan pola serupa dimana
ps
persentase terbesar pemakaian alat kontrasepsi pada perempuan pernah kawin usia 15-49
tahun yang tinggal di perdesaan dan berasal dari rumah tangga dengan tingkat pengluaran
.b

rendah (kuintil 2). Sekali lagi, ini adalah hasil positif yang ditunjukan program dan intevensi
pemerintah dalam menjalankan program KB.
w
w

Indikator 1.4.1.(d) Persentase rumah tangga yang memilii akses terhadap layanan sumber air
/w

minum layak dan berkelanjutan


:/

Gambar 1.6 Persentase rumah tangga yang memilii akses terhadap layanan sumber air minum layak
tp

dan berkelanjutan tahun 2011-2015


ht

44,00 42,89 43,05


43,00 Lebih dari setengah jumlah
41,39 41,09
42,00 rumah tangga di Indonesia
41,00 masih belum memiliki akses
40,00
terhadap layanan sumber air
39,00 39,31 minum layak.
38,00
37,00
2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik

Ketersediaan sumber air minum yang layak merupakan hal yang sangat mendasar bagi setiap
manusia. Sumber air minum yang layak sangat penting untuk menjaga kesehatan masyarakat
terutama anak-anak, bila sumber air minum yang layak tidak tersedia maka anak-anak akan
rentan terkena berbagai macam penyakit khususnya diare. Hal ini akan membuat anak-anak

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 15


sulit untuk tumbuh dan berkembang serta mencapai potensi terbaik mereka dan dalam
jangka waktu yang panjang akan menimbulkan implikasi serius terhadap kualitas sumber
daya manusia di masa yang akan datang. Kondisi ketersediaan sumber air minum yang layak
di Indonesia belum dapat dikatakan baik, secara nasional ditahun 2015 persentase rumah
tangga yang memiliki akses terhadap pelayanan sumber air minum layak masih dibawah 50
tujuan 1

persen. Artinya, lebih dari setengah rumah tangga di Indonesia masih belum memiliki akses
terhadap layanan sumber air minum layak.

Indikator 1.4.1.(e) Persentase rumah tangga yang memilki akses terhadap layanan sanitasi layak
dan berkelanjutan

Gambar 1.7 Persentase rumah tangga yang memilki akses terhadap layanan sanitasi layak dan
berkelanjutan tahun 2015

id
83,52

o.
70,63
60,94 62,14 Semakin rendah pengeluaran
52,31 rumah tangga maka
43,31
.gpersentase rumah tangga
yang memilki akses terhadap
ps
layanan sanitasi layak
Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Nasional semakin kecil.
.b

(termiskin) (terkaya)
w

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik


w
/w

Sanitasi layak dapat didefinisikan sebagai penggunaan kloset leher angsa atau plengsengan
dengan tutup, tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau SPAL,
:/

dan digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama. Dari hasil Susenas tahun 2015,
memperlihatkan bahwa secara nasional rumah tangga yang memilki akses terhadap layanan
tp

sanitasi layak sebesar 62,14 persen. Apabila dilihat dari kelompok kuintil pengeluaran rumah
ht

tangga maka mengindikasikan semakin rendah pengeluaran rumah tangga maka persentase
rumah tangga yang memilki akses terhadap layanan sanitasi layak semakin rendah. Hal ini
disebabkan oleh ketiadaan biaya untuk membuat sanitasi layak dan tingkat pengetahuan
akan pentingnya sanitasi layak yang dimiliki oleh rumah tangga pengeluaran rendah (miskin).

16 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Indikator 1.4.1.(g) Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SD/MI/sederajat

Gambar 1.8 Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SD/MI/sederajat,


tahun 2011-2015

tujuan 1
99,88 100,05 99,92 100,23 Pada tahun 2015 capaian
100,33
100,00 99,09 99,83 99,75 APM SD/MI/sederajat telah
99,68 100,43
99,00 99,78 seimbang bahkan capaian
98,76 99,42 99,42 APM SD/MI/sederajat
98,00
98,40 perempuan sedikit lebih baik
97,00 jika dibandingkan laki-laki.
2011 2012 2013 2014 2015

Perkotaan Perdesaan Nasional

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik

id
o.
Angka Partisipasi Murni (APM) SD menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah
(7-12 tahun) yang besekolah di SD/MI/sederajat. APM SD ini selain menunjukkan bagaimana
.g
partisipasi sekolah di tingkat SD yang bersekolah tepat waktu juga digunakan untuk melihat
pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada jenjang SD. Salah satu indikator SDGs
ps
yang digunakan adalah rasio APM SD/MI/sederajat, indikator ini membandingkan antara
capaian APM SD/MI/sederajat antara perempuan dan laki-laki. Jika rasionya sebesar 100 hal ini
.b

mengindikasikan bahwa seimbangnya antara capaian APM perempuan dan laki-laki. Secara
w

nasional rasio APM SD/MI/sederajat di tahun 2011 sebesar 98,76 hal ini mengindikasikan
bahwa capaian APM SD/MI/sederajat perempuan lebih rendah jika dibandingkan laki-
w

laki. Namun jika dilihat perkembangannya di tahun 2015 rasio APM SD/MI/sederajat telah
/w

mencapai 100,33 yang berarti bahwa capaian APM SD/MI/sederajat telah seimbang bahkan
capaian APM SD/MI/sederajat perempuan sedikit lebih baik jika dibandingkan laki-laki.
:/
tp

Indikator 1.4.1.(h) Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SMP/MTs/sederajat


ht

Gambar 1.9 Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SMP/MTs/sederajat,


tahun 2011-2015
107,00 106,85 106,05
105,28 105,50
106,00 104,99
105,00
Gap antara capaian APM
104,00 104,14 104,49 104,45 SMP/MTs/sederajat antara
103,89
103,00 103,31 perempuan dan laki-laki
102,00 103,30 103,38 semakin besar
102,90
101,00 102,31
100,00
99,00
98,00 99,75
2011 2012 2013 2014 2015

Perkotaan Perdesaan Nasional

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 17


Secara nasional rasio APM perempuan/laki-laki di SMP/MTs/sederajat pada tahun 2011
sebesar 103,31 yang berarti bahwa capaian APM perempuan di SMP/MTs/sederajat lebih
baik jika dibandingkan dengan laki-laki. Jika dilihat perkembangan dari tahun 2011 sampai
dengan tahun 2015, maka nilai rasio APM di SMP/MTs/sederajat terlihat semakin besar, hal ini
menunjukkan bahwa gap antara capaian APM SMP/MTs/sederajat antara perempuan dan laki-
tujuan 1

laki semakin besar. Hal ini tidak mencerminkan prinsip pelaksanaan SDGs di Indonesia yaitu
no one left behind, sehingga pemerintah perlu melakukan program-program pemerataan
dan perluasan akses pendidikan pada jenjang SMP/MTs/sederajat secara setara antara anak
perempuan dan anak laki-laki sehingga gap diantara keduanya semakin mengecil.

Indikator 1.4.1.(i) Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SMA/MA/sederajat

Gambar 1.10. Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di SMA/MA/sederajat,

id
tahun 2011-2015

o.
110,00 105,73
103,38 103,52
105,00 101,84 102,00

100,00 101,11
99,70
101,01 101,98
103,45
102,77
.g Capaian rasio APM
perempuan/laki-laki di SMA/
ps
99,72 100,39 MA/sederajat antara yang
95,00 97,60
97,03 tinggal di perkotaan dan
.b

90,00 perdesaan semakin setara


2011 2012 2013 2014 2015 nilainya.
w

Perkotaan Perdesaan Nasional


w

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik


/w
:/

Berbeda dengan perkembangan rasio APM perempuan/laki-laki di SMP/MTs/sederajat, pada


tp

tingkat SMA/MA/sederajat dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 terlihat berfluktuasi.
Pada tahun 2011, rasio APM perempuan/laki-laki di SMA/MA/sederajat tercatat sebesar 101,11
ht

dan pada tahun 2012 rasionya menurun menjadi 99,70 selanjutnya nilainya kembali meningkat
dari tahun 2013 sampai tahun 2015. Hal yang menarik ditunjukkan dari perkembangan nilai
rasio APM SMA/MA/sederajat bila dilihat berdasarkan klasifikasi daerah tempat tinggal dimana
untuk yang tinggal di perkotaan pada tahun 2011 rasionya sebesar 97,03 dan pada tahun 2015
rasionya menjadi 102,77. Hal ini berarti pada tahun 2011 nilai APM anak laki-laki usia SMA/MA/
sederajat nilainya lebih besar di bandingkan dengan anak perempuan dan berangsur-angsur
menjadi sebaliknya mulai tahun 2014-2015. Selanjut pada gambar 1.10 terlihat antara tahun
2011-2015, capaian rasio APM perempuan/laki-laki di SMA/MA/sederajat antara yang tinggal
di perkotaan dan perdesaan semakin setara nilainya.

18 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Indikator 1.4.1.(j) Persentase Penduduk usia 0-17 tahun dengan kepemilikan akta kelahiran

Gambar 1.11 Persentase Penduduk usia 0-17 tahun dengan kepemilikan akta kelahiran,

tujuan 1
tahun 2011-2015

90,00 82,85 83,32 85,28 86,52


78,08 77,71 79,92 Persentase penduduk usia
80,00 72,26 74,48 73,64
70,62 0-17 tahun yang memiliki
66,61 66,20
70,00 62,35 akta kelahiran yang tinggal
55,96
60,00 di perdesaan persentasenya
50,00 lebih sedikit jika dibandingkan
2011 2012 2013 2014 2015 dengan yang tinggal di
perkotaan.
Perkotaan Perdesaan Nasional

id
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik

o.
Pada tahun 2015 sekitar 20 persen anak Indonesia yang berusia 0-17 tahun yang masih belum
.g
tercatat identitasnya atau belum memiliki akta kelahiran, dengan tidak dicatat identitasnya
dalam akta kelahiran secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Kepemilikan
ps
akta kelahiran merupakan hal yang penting bagi kesejahteraan dan pembangunan sosial
bagi anak-anak di Indonesia. Dengan memiliki akta kelahiran merupakan syarat untuk dapat
.b

mendaftar masuk sekolah dasar, untuk mendapatkan jaminan kesehatan pemerintah dan
w

untuk keperluan administrasi pemerintah lainnya. Bila dilihat dari klasifikasi daerah tempat
tinggal maka akan terlihat bahwa persentase penduduk usia 0-17 tahun yang memiliki akta
w

kelahiran yang tinggal di perdesaan persentasenya lebih sedikit jika dibandingkan dengan
/w

yang tinggal di perkotaan. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah agar dapat
meningkatkan kepemilikan akte kelahiran bagi masyarakat yang tinggal di perdesaan.
:/
tp

Indikator 1.4.1.(k) Persentase rumah tangga miskin dan rentan yang sumber penerangan utamanya
listrik baik dari PLN dan bukan PLN
ht

Gambar 1.12 Persentase rumah tangga miskin dan rentan yang sumber penerangan
utamanya listrik baik dari PLN dan bukan PLN, tahun 2011-2015
98,00 Perkembangan persentase
95,74
95,07 rumah tangga miskin
96,00 94,25
93,30 dan rentan yang sumber
94,00
91,59 penerangan utamanya listrik
92,00 baik dari PLN dan bukan
90,00 PLN dari tahun 2011 2015
88,00 menunjukan perkembangan
2011 2012 2013 2014 2015 yang positif.

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 19


Pada jaman modern seperti saat ini listrik sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari listrik dimanfaatkan untuk berbagai
kegiatan manusia dari mulai sebagai sumber penerangan lampu dirumah-rumah sampai
dengan sebagai sumber energi penggerak mesin-mesin industri, sehingga tanpa ada lisrik
dapat membuat roda perekonomian menjadi macet. Ketersediaan listrik tidak menjamin
tujuan 1

semua lapisan masyarakat dapat menikmati aliran listrik. Tidak adanya biaya untuk membayar
listrik merupakan salah satu alasan masih adanya rumah tangga miskin yang belum menikmati
listrik. Namun, bila dilihat perkembangan persentase rumah tangga miskin dan rentan yang
sumber penerangan utamanya listrik baik dari PLN dan bukan PLN dari tahun 2011 2015
menunjukkan perkembangan yang positif karena di tahun 2011 mencapai 91,59 persen dan
di tahun 2015 meningkat menjadi 95,75 persen.

Target 1.5 Pada tahun 2030, membangun ketahanan masyarakat miskin dan mereka yang
berada dalam kondisi rentan, dan mengurangi kerentanan mereka terhadap

id
kejadian ekstrim terkait iklim dan guncangan ekonomi, sosial, lingkungan, dan
bencana

o.
Indikator 1.5.1
.g
Jumlah korban meninggal, hilang, dan terkena dampak bencana per 100.000
orang
ps
.b

Gambar 1.13 Jumlah korban meninggal, hilang, dan terluka terkena dampak bencana per
100.000 orang, tahun 2016
w

400,000 343,261 1,800


1,452 Pada tahun 2016 akibat dari
w

350,000 1,600
300,000 1,400 bencana menyebabkan lebih
/w

1,200
250,000
1,000
dari 12 juta orang mengungsi
200,000 205,211 0,922
0,619 129,529 0,800 dari tempat tinggal.
:/

150,0000,452
0,600
100,000 57,931 0,290 0,300 71,965
0,283 0,400
tp

0,090 0,186
50,000 0,108 0,162 0,051 0,178 0,200
0,124 0,169
0,000 8,771 0,046 0,049 0,049 0,000
ht

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Mengungsi Meninggal Hilang Terluka

Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) dan Proyeksi Penduduk.

Jenis bencana terdiri dari: kebakaran, kecelakaan transportasi, kebakaran hutan dan lahan,
banjir, kecelakaan industri, puting beliung, gelombang pasang/abrasi, tsunami, banjir dan
tanah longsor, gempa bumi, konflik/kerusuhan sosial, tanah longsor, kekeringan, letusan
gunung api, gempa bumi dan tsunami dan aksi teror/sabotase.

Wilayah Indonesia yang luas dan terdiri dari puluhan ribu pulau membuat wilayah Indonesia
sangat rentan dengan bencana. Bencana bukan hanya dapat mengakibatkan kehidupan
masyarakat menjadi terganggu tapi bahkan dapat merenggut korban jiwa. Lahan pertanian
dan jalur transportasi yang rusak akibat bencana akan membuat masyarakat kehilangan bukan
hanya sumber daya ekonomi yang dimiliki tetapi juga akses dan peluang untuk dapat melakukan
kegiatan ekonomi. Pada akhirnya bencana tersebut akan menyebabkan kemiskinan.

20 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Pada tahun 2016 akibat dari bencana tercatat jumlah korban yang meninggal adalah 16 ribu
orang, korban hilang sebanyak 4 ribu orang, korban terluka sebanyak 18 ribu orang terluka dan
akibat dari bencana menyebabkan lebih dari 12 juta orang mengungsi dari tempat tinggal.
Dengan begitu banyaknya korban yang terkena dampak dari bencana maka dibutuhkan suatu
mitigasi bencana yang baik dan terstruktur untuk mengurangi dan memperkecil dampak dari

tujuan 1
bencana.

Target 1.a Menjamin mobilisasi yang signifikan terkait sumber daya dari berbagai
sumber, termasuk melalui kerjasama pembangunan yang lebih baik, untuk
menyediakan sarana yang memadai dan terjangkau bagi negara berkembang,
khususnya negara kurang berkembang untuk melaksanakan program dan
kebijakan mengakhiri kemiskinan di semua dimensi.

Indikator 1.a.1 Proporsi sumber daya yang dialokasikan oleh pemerintah secara langsung

id
untuk program pemberantasan kemiskinan

o.
Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya bersama dan sumber daya dari berbagai
Kementrian/Lembaga (K/L) terkait yang dilaksanakan secara terkoordinasi. Hampir semua
.g
K/L memiliki kegiatan untuk penanggulangan kemiskinan sesuai dengan tugas dan fungsi
K/L tersebut. Untuk itu diperlukan perolehan data dan informasi tentang besaran dana untuk
ps
penanggulangan kemiskinan dari tiap K/L. Sumber daya dapat berupa alokasi dana untuk
program penanggulangan kemiskinan di berbagai sektor.
.b
w

Indikator 1.a.2 Pengeluaran untuk layanan pokok (pendidikan, kesehatan dan perlindungan
w

sosial) sebagai persentase dari total belanja pemerintah


/w

Untuk pengeluaran pendidikan, dana pendidikan (termasuk gaji) yang dialokasikan minimal 20
persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk pengeluran kesehatan,
besar anggaran kesehatan selain gaji dialokasikan minimal sebesar 5 persen dari Anggaran
:/

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor kesehatan dan minimal 10persen dari
tp

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan pengeluaran perlindungan


sosial meliputi: jumlah alokasi dana yang dikeluarkan pemerintah untuk kesehatan melalui
ht

jaminan sosial (PBI) dan jumlah alokasi dana yang dikeluarkan pemerintah untuk bantuan
sosial (KIP, KPS, PKH ,Rastra/Raskin) dibagi dengan total APBN.

Target 1.b. Membuat kerangka kebijakan yang kuat di tingkat nasional, regional dan
internasional, berdasarkan strategi pembangunan yang memihak pada
kelompok miskin dan peka terhadap isu gender untuk mendukung investasi
yang cepat dalam tindakan pemberantasan kemiskinan

Indikator 1.b.1 Proporsi pengeluaran rutin dan pembangunan pada sektor-sektor yang memberi
manfaat pada kelompok perempuan, kelompok miskin dan rentan
Merupakan indikator global yang masih harus dikembangkan dan belum tersedia
metadatanya.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 21


ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 3

id
15 4

o.
.g
tujuan 2
ps
14 5
.b
w
w

13 menghilangkan kelaparan, 6
/w

mencapai ketahanan pangan dan


gizi yang baik serta meningkatkan
:/

pertanian berkelanjutan
tp

12 7
ht

11 8
10 9
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 2
Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan
gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan

tujuan 2
ujuan 2 mengupayakan penyelesaian berkelanjutan untuk mengakhiri segala jenis
kelaparan pada tahun 2030 dan mengupayakan ketahanan pangan. Tujuannya untuk
menjamin setiap orang di manapun ia berada, memiliki ketahanan pangan yang baik
untuk menuju kehidupan sehatnya. Pencapaian tujuan ini membutuhkan akses yang lebih
baik terhadap pangan dan ajakan budidaya pertanian secara luas berkelanjutan. Hal tersebut
mencakup pengembangan produktivitas dan pemasukan petani kecil dengan mendorong
kesamaan luas lahan, teknologi dan penjualan, sistem produksi pangan yang berkelanjutan,
dan budidaya yang terus menerus. Hal ini membutuhkan peningkatan investasi melalui

id
kerjasama internasional untuk mendukung kapasitas produksi pertanian negara berkembang.

o.
Target 2.1 Pada tahun 2030, menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua
.g
orang, khususnya orang miskin dan mereka yang berada dalam kondisi rentan,
ps
termasuk bayi, terhadap makanan yang aman, bergizi, dan cukup sepanjang
tahun
.b

Indikator 2.1.1 Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan (Prevalence of Undernourishment)


w

Prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan atau Prevalence of Undernourishment (PoU)


w

adalah proporsi dari suatu penduduk, di mana konsumsi makanan sehari-hari tidak cukup
/w

untuk memenuhi tingkat energi yang dibutuhkan untuk hidup normal, aktif dan sehat. Secara
singkat dapat diartikan sebagai probabilitas individu yang dipilih secara acak dari suatu
:/

populasi referensi, yang secara reguler mengkonsumsi makanan yang kurang dari kebutuhan
energinya.
tp

undernourishment) didefinisikan sebagai suatu kondisi


undernourishment
Ketidakcukupan konsumsi pangan (undernourishment)
ht

di mana seseorang, secara regular, mengkonsumsi sejumlah makanan yang tidak cukup
untuk menyediakan energi yang dibutuhkan untuk hidup normal, aktif, dan sehat. Karena
pertimbangan konsep dan definisi yang tersedia, indikator ini hanya dapat diaplikasikan
untuk mengestimasi pada level suatu populasi atau group individu, bukan pada level individu
itu sendiri, sehingga indikator ini tidak tepat digunakan untuk mengindetifikasi individu mana
dari populasi tersebut yang mengalami undernourished.

Indikator PoU ini digunakan untuk memonitor tren atau perubahan pola ketidakcukupan
konsumsi energi dari makanan, dalam suatu populasi, secara berkala dari waktu ke waktu.
Indikator ini dapat menggambarkan perubahan dalam ketersediaan makanan dan
kemampuan rumah tangga untuk mengakses makanan tersebut, pada tingkat sosial ekonomi
yang berbeda, serta pada tingkat nasional dan sub-nasional.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 25


Indikator 2.1.1.(a) Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita
Kurang gizi tingkat berat disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari
makanan sehari-hari yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gizi buruk diketahui dengan
cara pengukuran berat badan menurut umur (BB/U) dibandingkan standar dengan atau tanpa
tanda-tanda klimis. Balita dikatakan megalami gizi buruk apabila Zscore kurang dari -3,0 SD
dan dikatakan gizi kurang apabila antara kurang dari -2,0 SD dan lebih dari -3,0 SD.
tujuan 2

Pengukuran ini dilakukan untuk mengukur besarnya balita yang mempunyai konsumsi energi
yang sangat rendah sehingga memerlukan prioritas di dalam upaya perbaikan pangan dan
gizi. Pembangunan berkelanjutan memerlukan usaha konkrit untuk mengurangi kemiskinan
serta mencari solusi menghilangkan kelaparan dan kekurangan gizi. Berdasarkan data
Riskesadas tahun 2013, prevalensi balita gizi buruk di Indonesia yaitu sebesar 5,7 persen dan
13,9 persen untuk gizi kurang.

Gambar 2.1 Prevalensi balita gizi kurang menurut Terdapat 15 dari 33 provinsi

id
Provinsi di Indonesia tahun 2013 di Indonesia yang memiliki
persentase balita gizi kurang

o.
Sulawesi Barat 22,1 di bawah angka nasional
NTT 21,5
NTB
Gorontalo
19,4
19,2
.g
ps
Kalimantan Selatan 19,2
Papua Barat 19 Dari 33 provinsi di Indonesia hanya 12
Sulawesi Selatan provinsi yang memiliki persentase balita
.b

19
Aceh 18,4 gizi buruk di bawah angka nasional.
Maluku 17,8 Provinsi yang memiliki persentase balita
w

Sulawesi Tengah 17,5 gizi buruk paling tinggi yaitu Provinsi


w

Kalimantan Tengah 16,7


Kalimantan Barat 16,2
Papua Barat dengan besar 11,9 persen
/w

Sulawesi Tenggara 15,9 sedangkan Provinsi Bangka Belitung dan


Maluku Utara 15,7 DKI Jakarta merupakan provinsi yang
:/

Sumatera Barat 14,3 memiliki persentase gizi buruk balita


Jawa Timur 14,2 paling rendah di Indonesia (2,8 persen).
tp

Sumatera Utara 14,1


Sementara itu, 15 dari 33 provinsi yang
Jambi 14
memiliki persentase balita gizi kurang di
ht

INDONESIA 13,9
Jawa Tengah 13,5 bawah angka nasional. Provinsi Sulawesi
Riau 13,5 Barat memiliki persentase balita gizi
Banten 12,9 kurang paling tinggi yaitu mencapai
Sulawesi Utara 12,8 22,1 persen, sedangkan Provinsi Bali
Kalimantan Timur 12,7
Bengkulu
merupakan provinsi yang memiliki
12,7
Papua 12,6 persentase balita gizi kurang yaitu
Bangka Belitung 12,3 sebesar 10,2 persen.
DI Yogyakarta 12,2
Sumatera Selatan 12
Lampung 11,9
Kepulauan Riau 11,6
Jawa Barat 11,3
DKI Jakarta 11,2
Bali 10,2

Sumber: Riskesdas, 2013

26 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Gambar 2.2 Prevalensi balita gizi buruk Gambar 2.3 Persentase balita kekurangan gizi berdasarkan berat
menurut Provinsi di Indonesia, badan menurut umur (BB/U) menurut provinsi,
tahun 2013 Riskesdas tahun 2013

Papua Barat 11,9% NTT 33,0%


NTT 11,5% Papua Barat 30,9%

tujuan 2
Maluku 10,5% Sulawesi Barat 29,1%
Kalimantan Barat 10,3% Maluku 28,3%
Papua 9,2% Kalimantan Selatan 27,4%
Maluku Utara 9,2% Kalimantan Barat 26,5%
Riau 9,0% Aceh 26,3%
Sumatera Utara 8,3% Gorontalo 26,1%
Kalimantan Selatan 8,2% NTB 25,7%
Sulawesi Tenggara 8,0% Sulawesi Selatan 25,6%
Aceh 7,9% Maluku Utara 24,9%

id
Sulawesi Barat 7,0% Sulawesi Tengah 24,1%
Gorontalo

o.
6,9% Sulawesi Tenggara 23,9%
Lampung 6,9% Kalimantan Tengah 23,3%
Sumatera Barat
Sulawesi Selatan
6,9%
6,6% .g Riau
Sumatera Utara
22,5%
22,4%
ps
Sulawesi Tengah 6,6% Papua 21,8%
Kalimantan Tengah 6,6% Sumatera Barat 21,2%
NTB 6,3% Jambi 19,7%
.b

Sumatera Selatan 6,3% INDONESIA 19,6%


Bengkulu 6,0% Jawa Timur 19,1%
w

INDONESIA 5,7% Lampung 18,8%


w

Jambi 5,7% Bengkulu 18,7%


Jawa Timur 4,9% Sumatera Selatan 18,3%
/w

Jawa Barat 4,4% Jawa Tengah 17,6%


Banten 4,3% Banten 17,2%
:/

Jawa Tengah 4,1% Kalimantan Timur 16,6%


tp

DI Yogyakarta 4,0% Sulawesi Utara 16,5%


Kepulauan Riau 4,0% DI Yogyakarta 16,2%
ht

Kalimantan Timur 3,9% Jawa Barat 15,7%


Sulawesi Utara 3,7% Kepulauan Riau 15,6%
Bali 3,0% Bangka Belitung 15,1%
DKI Jakarta 2,8% DKI Jakarta 14,0%
Bangka Belitung 2,8% Bali 13,2%
Sumber: Riskesdas, 2013

Dari 33 provinsi, hanya 12


Bila dilihat secara nasional, persentase balita kekurangan gizi
provinsi di Indonesia yang
(buruk-kurang) di Indonesia mencapi angka 19,6 persen. Angka
memiliki persentase balita
ini masih jauh dari target pemerintah pada tahun 2017 yaitu
gizi buruk di bawah angka
17 persen. Di antar 33 provinsi, masih terdapat 19 provinsi
nasional, dan persentase
yang memiliki persentase balita kekurangan gizi di atas angka
balita kekurangan gizi di
nasional, di mana provinsi yang memiliki persentase paling
Indonesia masih jauh dari
besar yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat (33 persen).
target pemerintah pada tahun
2017.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 27


Indikator 2.1.2 Prevalensi penduduk dengan kerawanan pangan sedang atau berat, berdasarkan
pada Skala Pengalaman Kerawanan Pangan
Indikator ini mengukur persentase individu di populasi secara nasional yang memiliki
pengalaman atau mengalami tingkat kerawanan pangan sedang atau parah, setidaknya
sekaii dalam 12 bulan terakhir. Tingkat keparahan kerawanan pangan bersifat laten diukur
berdasarkan Skala Pengalaman Kerawanan Pangan (Food Insecurity Experience Scale/ FIES)
tujuan 2

berdasarkan referensi global.

Skala pengalaman ini berkisar dari ketidakmampuan untuk mendapatkan makanan dalam
jumlah yang cukup, ketidakmampuan untuk mengkonsumsi makanan yang berkualitas dan
beragam, terpakasa untuk mengurangi porsi makan atau mengurangi frekuensi makan dalam
sehari, hingga kondisi ekstrim merasa lapar karena tidak mendapatkan makanan sama sekali.

Skala ini dapat memperlihatkan perbedaan tingkat kerawanan pangan berdasarkan


pengalaman dalam mengakses pangan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat berguna

id
untuk meningkatkan status akses pangan perempuan dalam rumah tangga.

o.
Pemerintah dapat menggunakan skala ini untuk mengidentifikasi secara spesifik tingkat
kerawanan pangan sehingga menjamin hak asasi penduduk dalam mengakses pangan
.g
yang cukup dan beragam. Skala ini memungkinkan pemerintah untuk memonitor tingkat
kerawanan pangan secara simpel, mudah, dan tepat waktu dan dapat berfungsi sebagai
ps
sistem peringatan dini terhadap keadaan rawan pangan sehingga dapat mencegah terjadinya
akibat jangka panjang kekurangan gizi di masyasrakat. Skala ini juga berguna untuk mengukur
.b

dampak dari program dan kebijakan terkait akses terhadap pangan.


w

Indikator 2.1.2.(a) Proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di bawah 1400 kkal/kapita/
w

hari
/w

Tingkat konsumsi energi minimum yang dianjurkan besarnya 70 persen dari Angka Kecukupan
Gizi (2100 kkal). Pengukuran asupan kalori minimum perkapita dalam sehari dilakukan untuk
:/

mengukur besarnya penduduk yang memiliki konsumsi energi di bawah batas minimum,
tp

yaitu 1400 kkal. Data ini dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya perbaikan pangan dan
gizi. Sebab, pembangunan berkelanjutan memerlukan usaha kongkrit untuk mengurangi
ht

kemiskinan serta mencari solusi menghilangkan kelaparan dan kekurangan gizi.

Pada tahun 2015, rata-rata konsumsi kalori per kapita penduduk Indonesia lebih dari batas
minimum yang telah ditentukan, yaitu sebesar 1982,42 kkal dalam sehari. Seluruh provinsi
di Indonesia telah memilki rata-rata asupan kalori dalam sehari lebih dari batas minimum.
Terdapat 16 provinsi yang memiliki rata-rata asupan kalori dalam sehari yang berada di atas
angka nasional dan Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi yang memiliki rata-
rata tertinggi yaitu sebesar 2167,26 kkal. Sedangkan provinsi yang memiliki rata-rata paling
rendah yaitu Provinsi Maluku Utara dengan angka sebesar 1700,69 kkal dalam sehari.

28 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Gambar 2.4 Rata-Rata Konsumsi Kalori Gambar 2.5 Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per
(Kkal) per Kapita Sehari menurut Kapita Sehari di Daerah Perkotaan
Provinsi, September 2015. menurut Provinsi Bulan September 2015.

NTB 2167,26 NTB 2202,68


DI Yogyakarta 2150,65 Kalimantan Selatan 2141,12

tujuan 2
Kalimantan Selatan 2128,39 Kalimantan Tengah 2134,41
Sulawesi Utara 2114,34 DI Yogyakarta 2132,49
Bali 2113,78 Sulawesi Utara 2127,43
Jawa Barat 2070,12 Bali 2113,44
Bengkulu 2057,01 Gorontalo 2093,38
Banten 2041,14 Kepulauan Riau 2066,06
Gorontalo 2036,95 Sulawesi Barat 2056,84
Kalimantan Tengah 2035,22 Banten 2051,95
Sumatera Barat 2031,96 Jawa Barat 2044,38
Kepulauan Riau 2031,33 Bengkulu 2034,87
DKI Jakarta 2011,7 Sulawesi Selatan 2024,28

id
Riau 2008,73 DKI Jakarta 2011,7
Sulawesi Selatan 2008,13 Sumatera Barat 1999,65

o.
Sumatera Selatan 2001,82 Sulawesi Tenggara 1993,52
INDONESIA 1982,42 Sumatera Selatan 1991,56
Jawa Timur
Sumatera Utara
Kepulauan Babel
1975,42
1970,94
1968,34
.g INDONESIA
Jawa Timur
NTT
1987,11
1975,48
1971,17
ps
Sulawesi Barat 1967,76 Riau 1963,44
Aceh 1947,19 Kalimantan Barat 1959,31
Sulawesi Tenggara 1934,28
.b

Aceh 1923,87
Kalimantan Barat 1929,33 Kepulauan Babel 1913,51
Kalimantan Utara 1913,83 Papua 1903,51
w

NTT 1908,7 Papua Barat 1902,7


Sulawesi Tengah 1898,49 Kalimantan Utara 1899,99
w

Papua Barat 1894,23 Jawa Tengah 1883,1


Jawa Tengah 1884,05 Sumatera Utara 1874,68
/w

Jambi 1864,87 Maluku 1854,68


Maluku 1825,01 Jambi 1802,04
:/

Lampung 1768,23 Maluku Utara 1789,56


Kalimantan Timur 1764,1 Kalimantan Timur 1767,55
tp

Papua 1751,7 Sulawesi Tengah 1718,26


Maluku Utara 1700,69 Lampung 1695,19
ht

Sumber: Publikasi Susenas September 2015

NTB merupakan provinsi Di daerah perkotaan maupun pedesaan, seluruh provinsi telah
yang rata-rata penduduknyamemiliki rata-rata konsumsi kalori dalam sehari di atas batas
paling banyak mengonsumsi minimum (1400 kkal). Pada daerah perkotaan terdapat 17
kalori per hari, dan penduduk
provinsi yang memiliki rata-rata di atas angka nasional, di mana
diperkotaan seluruh Indonesia
Provinsi Lampung merupakan provinsi yang memiliki rata-rata
memenuhi asupan 1400 Kkal/konsumsi kalori paling rendah, yaitu sebesar 1695,19 kkal dalam
kapita/hari sehari dan Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi
yang memiliki rata-rata paling tinggi di daerah perkotaan yaitu
angkanya mencapai 2202,68 kkal dalam sehari. Sedangkan
untuk daerah pedesaan, terdapat 16 provinsi yang memiliki rata-rata konsumsi kalori di atas
angka nasional. Provinsi yang memiliki rata-rata konsumsi kalori paling tinggi yaitu Provinsi
DI Yogyakarta (2186,72 kkal dalam sehari) dan Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi
yang memiliki rata-rata paling rendah (1667,46 kkal dalam sehari).

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 29


Gambar 2.6 Rata-Rata Konsumsi Kalori (Kkal) per DI Yogyakarta merupakan provinsi yang
Kapita Sehari di Daerah Perdesaan menurut memiliki rata-rata konsumsi kalori per
Provinsi, September 2015. kapita per hari pada wilayah pedesaan
paling tinggi di Indonesia.
2186,72
2141,31
2123,14
2119,03
2114,33
2103,36
2066,97
2065,38
2053,23

2021,54
2017,91
2007,51
2006,96
1998,49
1983,66
1977,64
1975,37
2037,5

1957,99
1956,43
1945,33
1931,39
1916,14

1893,02
1892,27
1889,08
1884,85
1854,25
1910,3

1806,12
1794,27
1758,24
1696,98
1667,46
tujuan 2

Aceh

Jambi
Kalimantan Selatan

Sulawesi Utara

Sulawesi Selatan

Lampung
Bali

Riau
Kepulauan Babel

Gorontalo

Kalimantan Tengah

Sulawesi Tengah

Sulawesi Barat
Kalimantan Utara
Kalimantan Barat
DI Yogyakarta

INDONESIA

Kepulauan Riau
Maluku
Jawa Barat

Jawa Tengah

Papua
Maluku Utara
Sumatera Utara
Sumatera Barat

Sumatera Selatan

Kalimantan Timur
Jawa Timur
NTB

Banten

Sulawesi Tenggara
Bengkulu

NTT

Papua Barat
id
o.
Sumber: Publikasi Susenas September 2015
.g
ps

Target 2.2 Pada tahun 2030, menghilangkan segala bentuk kekurangan gizi, termasuk
.b

pada tahun 2025 mencapai target yang disepakati secara internasional untuk
anak pendek dan kurus di bawah usia 5 tahun, dan memenuhi kebutuhan gizi
w

remaja perempuan, ibu hamil dan menyusui, serta manula


w
/w

Indikator 2.2.1 Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak di bawah lima tahun/
balita
:/

Stunting (pendek/sangat pendek) adalah kondisi kurang gizi kronis khususnya pada bayi
tp

yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dibandingkan dengan
standar WHO pada tahun 2005. Stunting pada anak-anak dapat memiliki dampak serius
ht

pada perkembangan fisik, mental, dan emosional anak-anak, dan bukti menunjukkan
bahwa efek dari stunting pada usia muda, khususnya pada perkembangan otak, sulit untuk
memperbaikinya pada usia lanjut walaupun jika anak menerima gizi yang tepat. Selain itu
anak yang mengalami stunting beresiko lebih besar menderita penyakit menular dan tidak
menular pada usia dewasa seperti jantung, diabetes, dan penyakit pembuluh darah. Oleh
karena itu, indikator ini menunjukan bahwa betapa pentingnya memberikan gizi yang cukup
untuk anak-anak.

Berdasarkan gambar di atas, terlihat masih banyak provinsi yang memiliki prevalensi stunting
pada balita lebih besar dari persentase nasional yaitu sebanyak 15 provinsi, artinya hampir 50
persen atau setengah dari seluruh provinsi di Indonesia masih berkutat dengan permasalahan
stunting. Akan tetapi, melihat prevalensi nasional tahun 2015 sebesar 29 persen, jika
dibandingkan tahun 2013 sebesar 32,9 persen telah terjadi penurunan yang cukup signifikan.
Penurunan prevalensi tersebut dapat dikatakan cukup baik mengingat target nasional pada
tahun 2019 sebesar 28 persen.

30 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Gambar 2.7 Persentase bayi pendek dan Gambar 2.8 Persentase baduta pendek dan sangat
sangat pendek menurut provinsi, pendek menurut provinsi tahun 2015
tahun 2015
Indonesia 18,9% 10,1% Indonesia 14,7% 8,4%
Papua 15,0% 13,6% Papua 12,7% 13,8%
Papua Barat 17,0% 12,5% Papua Barat 13,6% 11,0%

tujuan 2
Malut 14,7% 9,8% Malut 10,4% 7,7%
Maluku 19,3% 13,0% Maluku 14,0% 12,0%
Sulbar 25,6% 12,8% Sulbar 19,0% 9,7%
Gorontalo 22,4% 14,1% Gorontalo 17,9% 12,1%
Sultra 22,2% 9,2% Sultra 16,0% 5,9%
Sulsel 24,2% 9,9% Sulsel 18,6% 8,1%
Sulteng 23,9% 11,4% Sulteng 17,6% 8,3%
Sulut 15,9% 6,3% Sulut 13,1% 6,5%
Kaltara 19,6% 11,4% Kaltara 17,9% 10,2%
Kaltim 18,3% 8,4% Kaltim 14,8% 7,5%
Kalsel 21,5% 15,7% Kalsel 17,0% 13,9%
Kalteng 21,4% 12,0% Kalteng 18,3% 10,0%

id
Kalbar 22,0% 12,1% Kalbar 18,3% 10,7%
NTT 22,9% 18,3% NTT 18,3% 14,4%

o.
NTB 22,0% 11,9% NTB 17,5% 10,3%
Bali 15,1% 5,5% Bali 12,4% 5,5%
Banten Banten 10,6% 4,5%
15,5% 7,7%
Jatim
DIY
17,6%
16,2% 4,4%
9,5%
.g Jatim
DIY
Jateng
13,1%
12,9% 4,1%
13,4% 5,3%
8,7%
ps
Jateng 18,1% 6,7%
Jabar 12,9% 4,2%
Jabar 18,7% 6,9%
DKI Jakarta 13,6% 6,6%
DKI Jakarta 15,4% 7,6%
Kep. Riau 12,4% 6,5%
.b

Kep. Riau 15,2% 7,7%


Kep. Babel 12,9% 4,0%
Kep. Babel 14,0% 4,9%
Lampung 12,2% 5,2%
Lampung 16,6% 6,1% Bengkulu 10,7% 5,2%
w

Bengkulu 12,5% 5,6% Sumsel 13,1% 3,2%


Sumsel 18,3% 5,1% Jambi 12,1% 7,6%
w

Jambi 16,2% 9,7% Riau 12,9% 6,4%


Riau 16,1% 7,8% Sumbar 13,0% 5,5%
/w

Sumbar 19,4% 8,3% Sumut 14,4% 13,4%


Sumut 17,8% 15,4% Aceh 16,8% 8,9%
Aceh 20,0% 11,6%
:/

Balita 0-59 bulan Pendek Balita 0-59 bulan Sangat Pendek Baduta 0-23 bulan Pendek Baduta 0-23 bulan Sangat Pendek
tp

Sumber : Buku Saku Pemantauan Status Gizi 2015, Kemenkes


ht

15 dari 34 Provinsi di Indonesia Prevalensi stunting pada anak dibawah dua tahun (baduta) tidak
memiliki persentase bayi berbeda jauh dari balita, dari 34 provinsi sebanyak 15 provinsi
pendek dan sangat pendek memiliki prevalensi yang lebih besar dari prevalensi nasional
lebih tinggi dari persentase dimana prevalensi tertinggi adalah provinsi NTT dengan
nasional. Satu dari lima bayi 32,7 persen dan tertinggi kedua provinsi Kalimantan Selatan
usia kurang dari dua tahun di dengan 30,9 persen. Sehingga dapat dikatakan bahwa dari lima
Indonesia mengalami kondisi bayi usia kurang dari dua tahun di Indonesia, satu diantaranya
pendek atau sangat pendek. mengalami stunting.

Dengan penurunan prevelensi stunting pada skala nasional


baik di usia lima tahun maupun dua tahun, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perbaikan
status gizi penduduk secara nasional di Indonesia, walaupun di beberapa provinsi masih
menghadapi permasalahan Stunting dengan serius.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 31


Indikator 2.2.2 Prevalensi Malnutrisi (wasting/obesitas) pada anak balita
Wasting (kurus) adalah kondisi kurang gizi akut yang diukur berdasarkan indeks berat badan
menurut tinggi badan (BD/TB) dibandingkan dengan menggunakan standar WHO 2005
digunakan pada balita. Sebaliknya, obesitas (gemuk/sangat gemuk) adalah penyakit kronis
dengan ciri-ciri timbunan lemak tubuh yang berlebih (eksesif ), biasanya menggunakan
ukuran berat badan menurut tinggi badan dibandingkan tinggi badan >2 standar WHO
2005. Indikator prevalensi malnutrisi ini menunjukkan anak balita yang menderita obesitas.
tujuan 2

Gambar 2.9 Persentase balita obesitas Gambar 2.10 Persentase balita obesitas menurut
menurut provinsi tahun 2015 provinsi tahun 2015 menurut kelompok
menurut kelompok umur 0-2 tahun umur 0-59 bulan
Papua 3,1% Bali 3,3%
DKI Jakarta 3,3%
Sulut 2,8%
Kep. Riau 3,0%
Aceh 2,6% Indonesia 2,7%

id
Bali 2,5% Kep. Babel 2,7%
Malut 2,2% Sulut 2,1%
Jatim 2,0%
2,2%

o.
DKI Jakarta
Jambi 2,0%
Lampung 2,2% Kaltim 1,9%
Sumut 2,2% Banten 1,9%
Kep. Riau
Papua Barat
2,1%
2,0%
Kalteng
DIY
Sumut
.g 1,8%
1,7%
1,7%
ps
Maluku 1,9% Papua Barat 1,6%
Jatim 1,8% Lampung 1,6%
Jambi 1,8% Riau 1,6%
.b

Kalbar 1,5%
Banten 1,7%
Jateng 1,5%
Indonesia 1,6% Aceh 1,5%
w

DIY 1,6% Papua 1,4%


Jateng 1,6% Malut 1,4%
w

Maluku 1,4%
Sumsel 1,6% Jabar 1,4%
Sumbar 1,5% Sumsel 1,4%
/w

Gorontalo 1,4% Sultra 1,3%


Riau 1,4% Kalsel 1,3%
Sumbar 1,2%
Sultra 1,3%
:/

Gorontalo 1,1%
Sulteng 1,3% Sulteng 1,1%
tp

Kaltim 1,3% Kaltara 1,1%


Kalbar 1,3% Bengkulu 1,0%
NTT 0,9%
NTT 1,2%
ht

Sulsel 0,8%
NTB 1,1% NTB 0,7%
Bengkulu 1,1% Sulbar 0,6%
Sulbar 1,0%
SumberKalteng 1,0%
: Buku Saku Pemantauan Status Gizi 2015, Kemenkes
Jabar 1,0%
Kep. Babel 1,0%
Papua merupakan provinsi
Kaltara 0,8%
Obesitas merupakan indikator risiko terhadap beberapa penyakit
yang persentase
Sulsel obesitas balita
0,7% dan kematian. Pada tahun 2015, sebanyak 1,4 persen bayi
kelompokKalsel umur 0-2 0,7% tahun berumur 0-2 tahun di Indonesia mengalami obesitas. Persentase
paling tinggi di Indonesia. DKI bayi berumur 0-2 tahun yang mengalami obesitas tertinggi di
Jakarta dan Bali merupakan Indonesia yaitu di Papua dan disusul oleh Sulawesi Utara dengan
provinsi yang persentase persentase 3,1 persen dan 2,8 persen. Di sisi lain, Kalimantan
obesitas balita kelompok umur Selatan dan Kalimantan Utara merupakan provinsi dengan kasus
0-4tahun paling tinggi di bayi berumur 0-2 tahun yang menderita obesitas terendah, yaitu
Indonesia. sebesar 0,7 persen dan 0,8 persen.

32 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Masalah pertumbuhan anak di Indonesia dengan kelompok umur 0-4 tahun yang mengalami
kelebihan berat badan atau obesitas yaitu sebesar 2,7 persen. DKI Jakarta dan Bali merupakan
provinsi dengan persentase bayi berumur 0-4 tahun yang menderita obesitas paling tinggi
di Indonesia, yaitu 3,3 persen. Selanjutnya, Sulawesi Barat merupakan provinsi yang memiliki
kasus balita obesitas terendah di Indonesia dengan persentase sebesar 0,6 persen. Diharapkan
pemerintah mengupayakan agar masalah kekurangan gizi, dalam hal ini obesitas, dapat
berkurang sehingga target untuk menghilangkan masalah kekurangan gizi di Indonesia pada

tujuan 2
tahun 2030 dapat tercapai.

Indikator 2.2.2.(a) Prevalensi anemia pada ibu hamil

Gambar 2.11 Prevalensi anemia pada ibu hamil berdasarkan desa/kota tahun 2013.
37,8%

id
Satu dari tiga ibu hamil di
37,1% Indonesia mengalami anemia.

o.
36,4%

.g
ps

Desa Kota Kota+Desa


.b

Sumber: Hasil Riskesdas 2013


w
w

Kelompok ibu hamil (bumil) merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami
/w

anemia, meskipun anemia yang dialami umumnya merupakan anemia relatif akibat
perubahan fisiologis tubuh selama kehamilan. Anemia pada populasi ibu hamil menurut
:/

kriteria anemia yang ditentukan WHO dan pedoman Kemenkes 1999, adalah sebesar 37,1
tp

persen dan proporsinya hampir sama antara bumil di perkotaan (36,4 persen) dan perdesaan
(37,8 persen). Hal ini berarti satu dari tiga ibu hamil di Indonesia mengalami anemia.
ht

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 33


Indikator 2.2.2.(b) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif
Gambar 2.12 Prevalensi anemia pada ibu hamil
berdasarkan desa/kota tahun 2013.
Provinsi NTB memiliki
NTB 79,7%
Bengkulu 74,5% persentase tertinggi bayi
NTT 74,4% usia kurang dari 6 bulan yang
tujuan 2

Jatim 70,8%
Bali 69,3% mendapat ASI eksklusif.
Sumbar 68,9%
DIY 67,9%
Sulsel 66,5%
Sulbar 66,0% Terdapat 19 dari 33 provinsi yang
Sumsel 63,9%
Malut 62,7% mempunyai persentase ASI eksklusif di
DKI
Sulteng
62,7%
62,3%
atas angka nasional. Provinsi yang memiliki
Lampung 59,4% persentase ASI eksklusif tertinggi adalah
Kaltim 58,9%
Nusa Tenggara Barat dan yang terendah

id
Kalsel 58,7%
Jateng 58,4% adalah Maluku. Untuk saat ini, angka ASI
Sultra 56,0%
eksklusif nasional masih lebih tinggi dari

o.
Riau 55,9%
Indonesia 54,3% angka global (< 40%). Dengan demikian,
Gorontalo 54,1%
hanya ada empat provinsi (Maluku, Papua,
Pabar
Kep. Riau
Jambi
53,5%
52,6%
51,3%
.g
Jabar, dan Sulut) yang berada di bawah
ps
Kep. Babel 50,8% angka ASI eksklusif global.
Aceh 48,8%
Banten 47,9%
.b

Kalbar 47,3%
Kalteng 43,4%
Sumut 41,3%
w

Sulut 34,7%
Jabar 33,7%
w

Papua 31,5%
Maluku 25,2%
/w

Sumber: Laporan Dinas Kesehatan Provinsi, 2013


:/
tp

Indikator 2.2.2.(c) Kualitas konsumsi pangan yang diindikasikan oleh skor Pola Pangan Harapan
ht

(PPH) mencapai; dan tingkat konsumsi ikan

Target 2.3 Pada tahun 2030, menggandakan produktivitas pertanian dan pendapatan
produsen makanan skala kecil, khususnya perempuan, masyarakat penduduk
asli, keluarga petani, penggembala dan nelayan, termasuk melalui akses yang
aman dan sama terhadap lahan, sumber daya produktif, dan input lainnya,
pengetahuan, jasa keuangan, pasar, dan peluang nilai tambah, dan pekerjaan
non-pertanian

Indikator 2.3.1. Nilai Tambah Pertanian dibagi jumlah tenaga kerja di sektor pertanian (rupiah
per tenaga kerja)
Indikator 2.3.1.(a) Ketersediaan pangan komoditas padi, jagung, kedelai, gula, daging sapi, ikan, dan
garam

34 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Indikator ini merupakan upaya perlindungan dan pemberdayaan petani dengan arah
kebijakan umum ketahanan pangan yang salah satunya dengan pemantapan ketahanan
pangan menuju kemandirian pangan dengan peningkatan produksi pangan pokok, dengan
strategi peningkatan kapasitas produksi padi dalam negeri.

Gambar 2.13 Produksi pangan komoditas padi, jagung, kedelai, Komoditi kedelai merupakan
daging sapi, ikan dan garam Indonesia, satu-satunya komoditi yang

tujuan 2
tahun 2012-2015 telah mencapai target

Garam

Jagung Pada tahun 2019, ditargetkan untuk


Padi kapasitas produksi dalam negeri
pada setiap komoditas yaitu, padi
Kedelai
(82 juta ton), jagung (24.1 juta ton),
Ikan kedelai (2.6 juta ton), gula (3.8 juta

id
Daging Sapi ton), daging sapi (0.76juta), ikan
(diluar rumput laut) (18.8 juta ton),

o.
0 20000000 40000000 60000000 80000000
dan garam (4.5 juta ton). Berdasarkan
2015 2014 2013 2012

Keterangan : Untuk komoditi garam hanya tersedia tahun 2012 dan 2013.
.g gambar 2.13, produksi komoditas
kedelai pada tingkat nasional
ps
Menurut BPS estimasi produksi daging sapi baru dimulai tahun 2015. merupakan komoditas yang paling
Sumber : BPS, Kementerian Kelautan dan Perikanan tinggi tingkat produksinya dari
.b

tahun 2012-2015 dan merupakan


satu-satunya komoditas yang telah
w

mencapai target yang ditetapkan. Untuk komoditas lainnya sebaiknya pemerintah berusaha
untuk meningkatkan kembali produktivitas bagi setiap komoditas dengan berbagai program
w

ataupun kebijakan agar target yang ditetapkan dapat tercapai.


/w

Gambar 2.14 Produksi komoditi padi per provinsi tahun 2012-2015


:/
tp

PAPUA
PAPUA BARAT
MALUKU UTARA
MALUKU Provinsi Jawa Timur merupakan
ht

SULAWESI BARAT
GORONTALO penghasil komoditi kedelai
SULAWESI TENGGARA
SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGAH
tertinggi di Indonesia diikuti
SULAWESI UTARA
KALIMANTAN UTARA
Provinsi Jawa Tengah.
KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
NUSA TENGGARA BARAT
BALI
BANTEN
JAWA TIMUR
DI YOGYAKARTA
JAWA TENGAH
JAWA BARAT
DKI JAKARTA
KEP. RIAU
KEP. BANGKA BELITUNG
LAMPUNG
BENGKULU
SUMATERA SELATAN
JAMBI
RIAU
SUMATERA BARAT
SUMATERA UTARA
ACEH
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000
2015 2014 2013 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 35


Untuk komoditas padi, berdasarkan gambar 2.14 Provinsi Jawa Timur merupakan penghasil
padi terbesar di Indonesia diikuti Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut masih jauh dari target
yang ditetapkan pada tahun 2019 yaitu 82 juta ton. Dengan target produksi yang cukup
tinggi, sebaiknya pemerintah memaksimalkan produktivitas dari provinsi-provinsi yang
memilki potensi cukup besar sebagai penghasil padi.

Gambar 2.15 Produksi komoditi jagung per provinsi tahun 2012-2015


tujuan 2

PAPUA
PAPUA BARAT
MALUKU UTARA Penghasil komoditi Jagung
MALUKU
SULAWESI BARAT
tertinggi di Indonesia ditempati
GORONTALO oleh Provinsi Jawa Timur diikuti
SULAWESI TENGGARA
SULAWESI SELATAN oleh Provinsi Jawa Tengah.
SULAWESI TENGAH
SULAWESI UTARA
KALIMANTAN UTARA

id
KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN SELATAN

o.
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
NUSA TENGGARA BARAT
BALI
BANTEN .g
ps
JAWA TIMUR
DI YOGYAKARTA
JAWA TENGAH
JAWA BARAT
.b

DKI JAKARTA
KEP. RIAU
KEP. BANGKA BELITUNG
w

LAMPUNG
BENGKULU
w

SUMATERA SELATAN
JAMBI
/w

RIAU
SUMATERA BARAT
SUMATERA UTARA
ACEH
:/

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000


tp

2015 2014 2013 2012


Sumber : Badan Pusat Statistik
ht

Untuk komoditas jagung, berdasarkan gambar 2.15 Provinsi Jawa Timur masih merupakan
penghasil komoditas jagung tertinggi pada tahun 2012-2015 diikutii oleh Provinsi Jawa
Tengah kemudian Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dengan target pada tahun 2019 mencapai
24,1 ton, hasil produksi jagung pada 2015 masih jauh dari target tersebut.

Untuk komoditas kedelai, berdasarkan gambar 2.16 Provinsi Jawa Timur merupakan penghasil
komoditas kedelai tertinggi di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Target yang ditetapkan untuk komoditas kedelai yaitu pada tahun 2019 mencapai 2,6 juta
ton sementara pada tahun 2015 produksi kedelai telah mencapai 75 juta ton, sehingga target
tersebut sudah terlampaui.

36 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Gambar 2.16 Produksi komoditi kedelai per provinsi tahun 2012-2015

PAPUA
PAPUA BARAT
MALUKU UTARA
MALUKU
Penghasil komoditas Kedelai
SULAWESI BARAT
GORONTALO
tertinggi di Indonesia ditempati
SULAWESI TENGGARA oleh Provinsi Jawa Timur diikuti

tujuan 2
SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGAH
SULAWESI UTARA
oleh Provinsi Jawa Barat.
KALIMANTAN UTARA
KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
NUSA TENGGARA BARAT
BALI
BANTEN
JAWA TIMUR
DI YOGYAKARTA
JAWA TENGAH
JAWA BARAT

id
DKI JAKARTA
KEP. RIAU
KEP. BANGKA BELITUNG

o.
LAMPUNG
BENGKULU
SUMATERA SELATAN
JAMBI

SUMATERA BARAT
SUMATERA UTARA
RIAU
.g
ps
ACEH
0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000 12000000 14000000

2015 2014 2013 2012


.b

Sumber : Badan Pusat Statistik


w
w

Gambar 2.17 Produksi komoditi daging sapi per provinsi tahun 2012-2015
/w

PAPUA
PAPUA BARAT
MALUKU UTARA
MALUKU
Provinsi Jawa Timur merupakan
:/

SULAWESI BARAT
GORONTALO
SULAWESI TENGGARA penghasil komoditas daging
tp

SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGAH sapi tertinggi di Indonesia,
SULAWESI UTARA
KALIMANTAN UTARA diikuti oleh provinsi Jawa Barat
ht

KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN SELATAN dan Jawa Tengah.
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
NUSA TENGGARA BARAT
BALI
BANTEN
JAWA TIMUR
DI YOGYAKARTA
JAWA TENGAH
JAWA BARAT
DKI JAKARTA
KEP. RIAU
KEP. BANGKA BELITUNG
LAMPUNG
BENGKULU
SUMATERA SELATAN
JAMBI
RIAU
SUMATERA BARAT
SUMATERA UTARA
ACEH
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000
2015 2014 2013 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 37


Untuk komoditas daging sapi, berdasarkan gambar 2.17 Provinsi Jawa Timur merupakan
penghasil komoditas daging sapi tertinggi di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Jawa Barat dan
Jawa Tengah. Walaupun produksi daging sapi di ketiga daerah tersebut merupakan yang
tertinggi di Indonesia, dari tahun ke tahun produksinya semakin berkurang. Target yang
ditetapkan untuk komoditas daging sapi yaitu 0,76 juta ton sedangkan pada tahun 2015
sudah mencapai 0,50 juta ton, sehingga target tersebut diharapkan akan tercapai pada tahun
2019.
tujuan 2

Gambar 2.18 Produksi komoditi ikan per provinsi tahun 2012-2015

PAPUA
PAPUA BARAT
MALUKU UTARA
MALUKU
SULAWESI BARAT Provinsi Jawa Tengah
GORONTALO
SULAWESI TENGGARA merupakan provinsi dengan
SULAWESI SELATAN produksi ikan paling tinggi di

id
SULAWESI TENGAH
SULAWESI UTARA Indonesia diikuti oleh Provinsi
KALIMANTAN UTARA
Jawa Timur dan Jawa Barat

o.
KALIMANTAN TIMUR
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
NUSA TENGGARA BARAT
.g
ps
BALI
BANTEN
JAWA TIMUR
.b

DI YOGYAKARTA
JAWA TENGAH
JAWA BARAT
w

DKI JAKARTA
KEP. RIAU
KEP. BANGKA BELITUNG
w

LAMPUNG
BENGKULU
/w

SUMATERA SELATAN
JAMBI
RIAU
SUMATERA BARAT
:/

SUMATERA UTARA
ACEH
tp

0 50000 100000 150000 200000 250000

2015 2014 2013 2012


ht

Sumber : Badan Pusat Statistik

Untuk komoditas ikan, berdasarkan gambar 2.18 Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi
dengan produksi ikan paling tinggi di Indonesia diikuti oleh Provinsi Jawa Timur dan Jawa
Barat. Produksi ikan tersebut di setiap provinsi mengalami fluktuasi yang sangat signifikan.
Pada beberapa provinsi seperti Aceh dan Jawa Timur pada tahun 2014 merupakan tahun
dengan produksi ikan paling tinggi lalu tahun 2015 mengalami penurunan yang sangat tajam.
Dengan target sebanyak 18,8 juta ton pada tahun 2019, sedangkan pada 2015 hanya mencapai
0,53 juta ton. Hal ini masih jauh dari target, sehingga pemerintah sebaiknya memberi bantuan
kepada para nelayan penangkap ikan agar target yang ditetapkan dapat tercapai.

38 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Gambar 2.19 Produksi komoditi garam per provinsi tahun 2012-2015
PAPUA
PAPUA BARAT
MALUKU UTARA
MALUKU
SULAWESI BARAT
GORONTALO
SULAWESI TENGGARA

tujuan 2
SULAWESI SELATAN
SULAWESI TENGAH
Produksi garam pada 2013
SULAWESI UTARA menurun tajam dibandingkan
KALIMANTAN UTARA
KALIMANTAN TIMUR dengan tahun 2012.
KALIMANTAN SELATAN
KALIMANTAN TENGAH
KALIMANTAN BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
NUSA TENGGARA BARAT
BALI
BANTEN
JAWA TIMUR

id
DI YOGYAKARTA
JAWA TENGAH
JAWA BARAT

o.
DKI JAKARTA
KEP. RIAU
KEP. BANGKA BELITUNG
LAMPUNG
BENGKULU
SUMATERA SELATAN
JAMBI
.g
ps
RIAU
SUMATERA BARAT
SUMATERA UTARA
.b

ACEH
0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1800000 2000000
w

2013 2012
Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan
w
/w

Untuk produksi komoditas garam, data hanya tersedia pada tahun 2012 dan 2013. Gambar
:/

2.19 hanya ada beberapa provinsi saja yang menjadi penghasil garam di Indonesia yaitu
tp

provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Selatan, Bali, dan Aceh. Produksi garam pada 2013 menurun tajam dibandingkan
ht

dengan tahun 2012. Hal ini disebabkan anomali cuaca yang berakibat pada masa produksi
yang hanya berlangsung selama 1,5 bulan.

Indikator 2.3.2 Rata-rata pendapatan produsen pertanian skala kecil, menurut jenis dan status
adat
Indikator 2.3.2.(a) Terlaksananya distribusi hak atas tanah bagi petani, buruh tani dan nelayan
Indikator 2.3.2.(b) Berkembangnya usaha sektor pertanian dan perikanan, khususnya bagi petani
dan nelayan yang kurang mampu
Dengan indikator ini, kita dapat melihat bagaimana perkembangan usaha sektor pertanian
dan sektor perikanan khususnya bagi petani dan nelayan yang kurang mampu. Perkembangan
kedua sektor usaha tersebut diharapkan dapat merangsang tingkat produkstivitas produk
pertanian melalui pendekatan yang lebih mutakhir serta meningkatan pendapatan terutama
masyarakat dari sektor pertanian dan terutama masyarakat di wilayah perdesaan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 39


Target 2.4 Pada tahun 2030, menjamin sistem produksi pangan yang berkelanjutan dan
menerapkan praktek pertanian tangguh yang meningkatkan produksi dan
produktivitas, membantu menjaga ekosistem, memperkuat kapasitas adaptasi
terhadap perubahan iklim, cuaca ekstrim, kekeringan, banjir, dan bencana
lainnya, serta secara progresif memperbaiki kualitas tanah dan lahan
tujuan 2

Indikator 2.4.1 Penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan


Indikator 2.4.1.(a) Tersalurkannya saranan produksi pertanian, peternakan dan perikanan,
terutama pupuk, benih dan alat mesin pertanian/perikanan

Target 2.5 Pada tahun 2020, mengelola keragaman genetik benih, tanaman budidaya dan
hewan ternak dan peliharaan dan spesies liar terkait serta meningkatkan
akses terhadap pembagian keuntungan yang adil dan merata, hasil dari

id
pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait,

o.
sebagaimana yang disepakati secara internasional

Indikator 2.5.1 .g
Varietas unggul tanaman dan hewan untuk pangan yang dilepas ke masyarakat
ps
Varietas unggul merupakan varietas yang dikembangkan oleh peneliti dan sudah dilepas
ke masyarakat melalui penetapan SK Menteri Pertanian. Dengan varietas unggul produksi
.b

pangan dapat ditingkatkan melalui peningkatan produktivitas, ketahanan terhadap serangan


hama dan penyakit dan cekaman iklim. Indikator ini bermanfaat untuk merespon perubahan
w

lingkungan dan iklim, karena varietas unggul dan benih induknya tersimpan dengan baik
w

dalam Bank Gen. Tercapainya indikator ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan kualitas hidup manusia.
/w

Indikator 2.5.2 Proporsi hewan ternak dan sejenisnya diklasifikasikan menurut tingkat risiko
:/

kepunahan
tp

Suatu rumpun dinyatakan berisiko apabila dalam status kritis (critical), kritis dipertahankan
ht

(critical-maintained), terancam punah (endangered) atau hampir punah yang dipelihara


(endangered-maintained). Hewan ternak yang berada pada klasifikasi berisiko berada pada
kondisi yang mengarah pada kehilangan sumber daya genetik ternak tersebut. Indikator ini
berupaya untuk meningkatkan jumlah rumpun hewan ternak sampai tidak berisiko sehingga
dapat terjamin keberadaannya.

Target 2.a Meningkatkan investasi untuk meningkatkan kapasitas produktif pertanian

Indikator 2.a.1 Indeks pengeluaran pemerintah untuk pertanian


Indeks pengeluaran pemerintah untuk pertanian didefinisikan sebagai kontribusi pertanian
dalam pengeluaran pemerintah dibagi dengan kontribusi pertanian terhadap PDB dengan
pertanian merujuk kepada pertanian, kehutanan, dan perikanan. Indeks pengeluaran
pemerintah untuk pertanian lebih dari 1 memiliki arti bahwa negara memiliki orientasi tinggi

40 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


terhadap sektor pertanian. Sebaliknya, indeks dengan nilai kurang dari 1 merefleksikan
orientasi negara yang rendah terhadap sektor pertanian, dan nilai sama dengan 1 memberi
arti kenetralan pemerintah terhadap sektor ini.

Indikator 2.a.2 Total bantuan pembangunan (ODA) dan bantuan lain untuk sektor sektor
pertanian

tujuan 2
Total bantuan pembangunan (ODA) bagi sektor pertanian dan pembangunan desa. Total
bantuan pembangunan (ODA) merupakan ukuran kerjasama pembangunan internasional.

Target 2.b Memperbaiki dan mencegah pembatasan dan distorsi dalam pasar petanian
dunia, termasuk melalui penghapusan secara bersama bersamaan segala
bentuk subsidi ekspor dengan efek setara

id
Indikator 2.b.1 Perkiraan dukungan kebijakan kepada produsen
Persentase perkiraan dukungan kebijakan kepada produsen menggambarkan kebijakan

o.
transfer kepada produsen pertanian yang diukurkan pada petani dan menyatakan kontribusi

.g
pendapatan bersih petani. Indikator perkiraan dukungan kebijakan kepada produsen
menunjukkan kontribusi dari dukungan terhadap pertanian yang seperti apa yang dapat
ps
dipertimbangkan sebagai produksi tinggi maupun distortif perdagangan. Indikator ini
bermanfaat untuk mengamati dan mengevaluasi pembangunan dalam kebijakan pertanian,
.b

untuk menetapkan kebijakan dasar di antara negara-negara, dan untuk menyediakan data
yang dapat menilai efektivitas dan efisiensi dari kebijakan-kebijakan.
w
w

Indikator 2.b.2 Subsidi ekspor pertanian


/w

Target 2.c Mengadopsi langkah-langkah untuk menjamin berfungsinya pasar komoditas


pangan serta turunannya dengan tepat, dan memfasilitasi pada waktu yang
:/

tepat akses terhadap informasi pasar untuk membantu membatasi volatilitas


tp

harga pangan yang ekstrim.


ht

Indikator 2.c.1 Anomali harga pangan


Indikator anomali harga pangan mengukur jumlah anomali harga yang terjadi pada harga
komoditas pangan pada periode waktu tertentu. Anomali harga didefinisikan sebagai catatan
dari tingkat pertumbuhan majemuk yang lebih tinggi dari rata-ratanya pada bulan tertentu
oleh satu standar deviasi atau lebih. Indikator ini berupaya untuk menangkap kejadian
kenaikan harga secara tiba-tiba yang dapat mengindikasikan kegagalan pasar komoditas
pangan, dan dapat digunakan untuk mengamati berfungsinya pasar komoditas pangan yang
sesuai dengan target.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 41


ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
15 4

o.
.g
tujuan 3
ps
14 5
.b
w
w

13 menjamin kehidupan yang sehat dan 6


/w

meningkatkan kesejahteraan seluruh


penduduk semua usia
:/
tp

12 7
ht

11 8
10 9
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 3
Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan
Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia

T
ujuan 3 berupaya untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua
penduduk pada setiap tahap kehidupan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan

tujuan 3
kesehatan reproduksi serta kesehatan ibu dan anak; mengakhiri epidemi HIV/AIDS,
malaria, TBC dan penyakit tropis; mengurangi penyakit tidak menular dan environmental;
mencapai cakupan kesehatan universal; dan menjamin akses universal untuk aman,
terjangkau serta obat-obatan dan vaksin yang efektif. Para pemimpin dunia berkomitmen
untuk mendukung penelitian dan pengembangan, meningkatkan pembiayaan kesehatan,
dan memperkuat kapasitas semua negara untuk mengurangi dan mengelola risiko

id
kesehatan.

o.
Target 3.1 Pada tahun 2030, mengurangi rasio angka kematian ibu hingga kurang dari 70
per 100.000 kelahiran hidup .g
ps

Indikator 3.1.1 Angka kematian ibu


.b

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab
kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk sebab-
w

sebab karena kecelakaan atau alasan insidental) yang terjadi selama kehamilan, persalinan,
w

dan masa nifas (42 hari dari terminasi kehamilan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan
per 100.000 kelahiran hidup per tahun.
/w

Gambar 3.1 Angka Kematian Ibu, 2010 dan 2015


:/
tp

2015
Angka Kematian Ibu menurut
305
SUPAS 2015 masih tinggi,
ht

meskipun ada penurunan


2010 346 dibandingkan tahun 2010

Sumber: Sensus Penduduk 2010 dan SUPAS 2015

Di Indonesia, Angka Kematian Ibu masih tinggi meskipun dari hasil Sensus Penduduk 2010
dan SUPAS 2015 ada penurunan dari 346 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 305 per 100.000
kelahiran hidup. Masih jauh dari harapan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang
menargetkan AKI di tahun 2015 adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut laporan rutin
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan,
keracunan kehamilan, dan infeksi. Kondisi tersebut ditunjang juga dengan keadaan sosial
ekonomi sebagian masyarakat yang masih berada di garis kemiskinan, serta fasilitas kesehatan
dan tenaga kesehatan yang belum tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

Untuk menurunkan tingkat kematian ibu ini perlu dirancang program-program terobosan
seperti mendewasakan usia pernikahan dini atau menunda kehamilan pertama sampai usia

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 45


ibu minimal 18 tahun. Kemudian upaya pertolongan persalinan ibu hamil agar dibantu oleh
tenaga kesehatan terlatih (dokter kandungan, dokter umum, atau bidan) dan dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan demikian diharapkan pada tahun 2030 AKI kurang dari
70 per 100.000 kelahiran hidup sesuai target 3.1 bukan hanya sekedar impian.

Indikator 3.1.2 Persentase perempuan pernah kawin berusia 15-49 tahun yang proses kelahiran
terakhirnya ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, 2011-2015
Proses kelahiran yang dibantuIndikator ini berkaitan dengan indikator AKI karena bertujuan
mengurangi resiko kematian ibu. Menurut data Susenas,
tujuan 3

oleh tenaga kesehatan terlatih


cenderung meningkat, angkanyakelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih
cenderung meningkat dari tahun 2011 hingga tahun 2015.
sudah mencapai 91,51 persen pada
tahun 2015. Persentasenya sudah melebihi 80 persen, bahkan pada tahun
2015 mencapai 91,51 persen. Namun demikian peningkatan
proses kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih

id
tersebut belum mampu menurunkan AKI yang masih tetap tinggi. Persalinan ibu yang
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih juga harus memahami cara menolong persalinan

o.
secara bersih dan aman, seperti yang tertuang dalam program Safe Motherhood. Program Safe
Motherhood merupakan upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan
.g
dan persalinannya sehat dan aman. Tujuan utamanya untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian ibu hamil, bersalin, nifas serta menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi
ps
(Safrudin, dkk, 2009).
.b

Gambar 3.2 Persentase Perempuan Kawin berusia 15-49 Tahun yang Proses kelahiran Terakhirnya
oleh tenaga kesehatan terlatih
w

95
w
/w

90
90,5 91,51
85
:/

86,89
tp

80 83,1
81,25
75
ht

2011 2012 2013 2014 2015


Sumber: Susenas, BPS

Disamping peningkatan pengetahuan tenaga kesehatan, para ibu juga perlu diberi edukasi
pengetahuan, sehingga mereka sadar dan mampu menjaga kesehatannya. Pendidikan
ibu berpengaruh pada sikap dan perilaku dalam mengakses informasi yang terkait dalam
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu. Masih banyak ibu dengan pendidikan rendah
terutama yang tinggal di perdesaan yang menganggap bahwa kehamilan dan persalinan adalah
kodrat wanita yang harus dijalani sewajarnya tanpa memerlukan perlakuan khusus (pemeriksaan
dan perawatan). Selain itu pengaruh budaya setempat juga masih sangat berkaitan dengan
pengambilan keputusan ibu dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu.
Keputusan yang diambil tidak jarang didasari atas pertimbangan faktor sosial budaya dan faktor
ekonomi.

46 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Target 3.2 Pada tahun 2030, mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat
dicegah, dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian
Neonatal setidaknya hingga 12 per 1000 Kelahiran Hidup (KH) dan Angka
Kematian Balita 25 per 1000

Indikator 3.2.1 Angka Kematian Balita per 1000 Kelahiran Hidup


Angka Kematian Balita adalah jumlah anak yang dilahirkan pada Angka kematian balita
tahun tertentu yang meninggal sebelum usia 5 tahun. Indikator ini pada tahun 2015 sudah

tujuan 3
mengukur kesehatan dan kelangsungan hidup anak dan dinyatakan memenuhi target MDGs
sebagai jumlah kematian per 1000 kelahiran hidup. Indikator ini
terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan
merefleksikan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk
pemeliharaan kesehatan. Data indikator ini dapat diperoleh dari Sensus Penduduk, SUPAS,
dan SDKI, namun pada ulasan perkembangan yang disajikan pada publikasi ini bersumber

id
dari SDKI, mengingat belum adanya kesiapan dari sumber lain.

o.
Gambar 3.3 Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran hidup, 1991-2012

116
106
.g Kota Desa Kota+Desa
ps
97
84 81 79
.b

65 60
59 58
48 52
42 46 44 40
w

38 34
w
/w

1991 1994 1997 2002-2003 2007 2012


:/

Sumber: IDHS/SI 1991, 1994, 1997, 2002-2003, 2007 dan 2012


tp

Menurut data SDKI periode 1991 sampai dengan 2012, angka kematian balita cenderung
ht

mengalami penurunan dari 97 per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup.
Data SDKI untuk tahun berikutnya belum tersedia, namun menurut SUPAS angka kematian
balita pada tahun 2015 hanya sekitar 26,29 kematian per 1000 kelahiran hidup. Ini berarti
Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) sudah tercapai (Target MDGs 32).

Untuk mencapai target SDGs angka kematian balita sebesar 25 kematian per 1000 kelahiran
hidup bukan hal yang mustahil, asalkan kesehatan balita diperhatikan sehingga terhindar
dari gizi buruk dan penyakit beresiko kematian. Menurut WHO penyebab tingginya kematian
balita karena penyakit pneumonia. Tingginya angka kematian balita akibat penyakit ini
sebagian besar disebabkan oleh terlambatnya penanganan dan pengenalan terhadap gejala
yang dialami. Pencegahan pneumonia bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Biasakan pula Si Kecil untuk menutup hidung, serta mulut saat bersin atau batuk
dan mencuci tangan sebelum makan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 47


Indikator 3.2.2 Angka Kematian Neonatal (AKN) dan Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran
Angka kematian neonatal adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan
meninggal dalam periode 28 hari pertama kehidupan, sementara angka kematian bayi adalah
jumlah anak yang meninggal pada usia kurang dari satu tahun, dua-duanya dinyatakan dalam
per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian neonatal pada tahun 2012 berdasarkan SDKI
sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup sama dengan tahun 2007. Angka Kematian Bayi (AKB)
terus turun, yaitu 68 per 1.000 kelahiran hidup pada SDKI tahun 1991 turun hingga 32 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2012. Menurut hasil SUPAS 2015 angka kematian bayi sebesar
22,23 per 1.000 kelahiran hidup, yang berarti sudah mencapai target MDGs sebesar 23 per
tujuan 3

1.000 kelahiran hidup. Jika dilihat menurut daerah, wilayah perdesaan baik angka kematian
neonatal maupun angka kematian bayi lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan.

Gambar 3.4 Angka Kematian Neonatal dan Bayi per 1000 Kelahiran, 1991-2012
81

id
75

o.
68

57
.g 58
52
57
ps
45 46
43
40
.b

36 36 36 35 34
32 30 32 31 32
w

27 27 26 26
23 24 24 22 20
w

19 19 18 19 19
15
/w
:/
tp

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa


ht

Neonatal Bayi
1991 1994 1997 2002-2003 2007 2012

Sumber: IDHS/SDKI 1991, 1994, 1997, 2002-2003, 2007 dan 2012

Angka kematian bayi Perhatian pemerintah terhadap upaya penurunan angka kematian
pada tahun 2015 sudah neonatal menjadi penting karena memberi kontribusi pada kematian
memenuhi target MDGs bayi. Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian neonatal
adalah dengan meluncurkan Rencana Aksi Nasional Percepatan
Penurunan Angka Kematian Ibu (RANPPAK) 2013-2015 dan sistem
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diluncurkan tahun 2014, sehingga dapat menekan
angka kematian ibu dan bayi. Upaya lain yang perlu ditingkatkan adalah kemudahan akses
ibu hamil dan bayi ke fasilitas kesehatan, sehingga angka kematian neonatal ke arah angka 12
per 1.000 kelahiran hidup sesuai target SDGs dapat tercapai dengan mudah.

48 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Target 3.3 Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit
tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber air,
serta penyakit menular lainnya

Indikator 3.3.1 Angka Infeksi Baru HIV per 1000 populasi tidak terinfeksi HIV
Indikator ini bermanfaat untuk memonitor peningkatan kasus
Penduduk kelompok umur
baru HIV pada masyarakat khususnya ibu hamil dan bayi, serta
20 sampai 49 tahun paling
mengupayakan penurunan penularan HIV pada orang yang
rentan terkena infeksi HIV
terinfeksi HIV. Pada gambar 3.5 memperlihatkan bahwa angka

tujuan 3
infeksi baru HIV sejak tahun 2011 hingga 2013 meningkat cukup
pesat hingga mencapai 117 kasus infeksi baru HIV per 1.000.000 penduduk yang tidak
terinfeksi. Peningkatan terjadi pada penduduk laki-laki dan perempuan, namun kasus infeksi
baru HIV lebih dominan terjadi pada penduduk laki-laki. Pada tahun 2013 mencapai 134 kasus
infeksi baru HIV per 1.000.000 penduduk laki-laki yang tidak terinfeksi.

id
Gambar 3.5 Angka Infeksi Baru HIV per 1000 populasi tidak terinfeksi HIV, 2011-2014

o.
.g
ps
.b

Laki-laki Total <4 5-14 15-19 20-24 25-49 >=50


Perempuan
w

Jenis Kelamin Kelompok Umur


w

2011 0,097 0,077 0,087 0,023 0,005 0,032 0,148 0,170 0,024
/w

2012 0,099 0,076 0,088 0,023 0,005 0,032 0,140 0,164 0,048
2013 0,134 0,099 0,117 0,032 0,007 0,048 0,211 0,224 0,033
:/

2014* 0,105 0,076 0,091 0,023 0,005 0,037 0,168 0,174 0,028
tp

Catatan: *Kasus HIV sampai dengan Triwulan III


Sumber: Situasi dan Analisis HIV AIDS 2014, Infodatin Kemenkes RI dan Proyeksi Penduduk, BPS
ht

Jika ditinjau menurut umur, penduduk kelompok umur 20 tahun sampai dengan 49 tahun
paling banyak mengalami kasus infeksi baru HIV dibandingkan kelompok umur lainnya. Sarana
penularan virus HIV salah satunya dapat melalui hubungan sex dan penggunaan jarum suntik.
Pada kelompok umur 20 sampai 49 tahun paling rentan terkena infeksi HIV mengingat pada
umur yang tergolong umur produktif tersebut masih besar kemungkinan untuk melakukan
aktivitas seperti hubungan seksual dan penyalahgunaan narkotika. Waktu dimana banyak
terjadi kehidupan sex bebas akibat pergaulan yang sangat bebas dan penggunaan zat-zat
berbahaya seperti narkoba lewat jarum suntik secara bergantian.

Indikator 3.3.2 Insiden Tuberkulosis (ITB) per 100.000 penduduk


Masalah kesehatan paru di Indonesia masih memerlukan perhatian karena menurut Ketua
Umum Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Pusat sampai dengan
tahun 2014 Indonesia masih menjadi negara kedua terbesar penderita TB setelah India.
Insiden TB dari tahun 2010 hingga 2015 cenderung meningkat meskipun peningkatannya

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 49


lambat. Pada tahun 2015 angka insiden TB mencapai 130 per 100.000 penduduk, meningkat
dibandingkan tahun 2010. Salah satu faktor jumlah kasus TB di Indonesia masih tinggi adalah
karena kurangnya kesadaran penderita menjalani tahap pengobatan yang cukup lama sampai
sembuh, sehingga hal penting yang perlu dilakukan adalah edukasi terhadap masyarakat
mengenai pencegahan TB. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian
negara di dunia terhadap bahaya TB, WHO menetapkan 24 Maret sebagai hari TB sedunia.
Peringatan tersebut, tidak lain adalah kesempatan untuk meningkatkan kampanye dengan
penyebarluasan informasi terkait TB, serta mengajak semua pihak untuk terlibat aktif dalam
pencegahan dan pengendalian TB.
tujuan 3

Gambar 3.6 Insiden Tuberkulosis (ITB) per 100.000 Penduduk, 2010-2015


140 138
136 135 Insiden Tuberkulosis dari
135 tahun 2010 hingga 2015
129 129 130 cenderung meningkat

id
130 meskipun peningkatannya
lambat

o.
125

120
2010 2011 2012 2013 2014 .g 2015
ps
Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2015, Kemenkes RI
.b

Indikator 3.3.3 Kejadian Malaria per 100.000 orang


w

Gambar 3.7 Kejadian Malaria per 100.000 Penduduk, 2010-2015


w

250
/w

200
150 196
:/

175 169
100 138
tp

50 99 85
ht

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2015, Kemenkes RI

Indonesia merupakan negara dengan angka kesakitan dan


Upaya pengendalian penyakit kematian akibat malaria cukup tinggi. Salah satu sebab suburnya
penyakit malaria di Indonesia adalah iklim atau lingkungan
malaria di Indonesia membuahkan
yang mendukung berkembangbiaknya nyamuk anopheles
hasil, ditandai dengan turunnya
kejadian malaria menjadi 85 yang merupakan nyamuk penyebab penyakit malaria.
kejadian per 100.000 penduduk di
Untuk memberantas dan membebaskan Indonesia dari
tahun 2015 penyakit malaria, pemerintah telah mengupayakan berbagai
kebijakan dan strategi. Upaya pengendalian penyakit malaria
tersebut sudah membuahkan hasil, ditandai dengan terus menurunnya kejadian malaria atau
annual parasite incidence (API) selama 2010 sampai dengan 2015 hingga hanya 85 kejadian
per 100.000 penduduk. Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat
endemisitas yang berbeda-beda dan dapat terjangkit di daerah dengan ketinggian sampai

50 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


1.800 meter di atas permukaan laut. Ada 2 provinsi dengan kejadian malaria paling tinggi
berada di kawasan timur, yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat yang mencapai lebih dari 3.000
kejadian per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia 2015, Kemenkes RI).

Target 3.4 Pada tahun 2030, mengurangi hingga sepertiga angka kematian dini akibat
penyakit tidak menular, melalui pencegahan dan pengobatan, serta
meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan

tujuan 3
Indikator 3.4.1 Kematian akibat penyakit jantung, kanker, diabetes, atau penyakit pernafasan
kronis
Indikator ini didefinisikan sebagai persentase dari orang usia 30 tahun yang akan meninggal
sebelum ulang tahun ke-70 akibat penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, atau penyakit
pernapasan kronis, dengan asumsi bahwa orang tersebut akan mengalami tingkat kematian
saat ini di setiap usia dan tidak akan mati dari penyebab lainnya dari kematian (misalnya,

id
cedera atau HIV / AIDS). Indikator yang spesifik ini tidak tersedia sehingga diproksi menjadi

o.
beberapa indikator, di antarannya;

Indikator 3.4.1.(a) Persentase merokok pada penduduk usia <=18 tahun .g


ps
Merokok merupakan faktor risiko bersama terhadap penyakit
Sekitar 1 dari 10 remaja
jantung, diabetes, kanker dan penyakit pernapasan kronis. Perokok
berumur 16-18 tahun
.b

usia pemula (dibawah 18 tahun) mempunyai probabilitas lebih


adalah perokok pada tahun
tinggi untuk terkena penyakit tidak menular (PTM) utama tersebut
2015
w

diatas, dengan demikian akan meningkatkan angka kesakitan,


kecacatan dan kematian prematur (umur 30-70 tahun). Kategori
w

merokok di sini adalah yang tiap hari dan kadang-kadang. Menurut data Susenas 2015, remaja
/w

umur 10-18 tahun yang merokok mencapai 3,73 persen. Perokok remaja mayoritas pada umur
16-18 tahun atau setara dengan level pendidikan SMA/SMK dan perokok juga dominan pada
:/

remaja laki-laki.
tp

Gambar 3.8 Persentase merokok pada penduduk usia <=18 tahun, 2015
ht

Nasional 3,73
Perempuan 0,16
Kelamin
Jenis

Laki-laki 7,13
16-18 tahun 10,67
Kelompok
Umur

13-15 tahun 1,62


10-12 tahun 0,11
Perdesaan 4,03
Wilayah

Perkotaan 3,42

Sumber: Susenas, BPS

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 51


Indikator 3.4.1.(b) Prevalensi tekanan darah tinggi
Prevalensi tekanan darah tinggi (hipertensi) di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 25,8
persen (1 diantara 4 penduduk umur 18 tahun lebih menyandang hipertensi), meskipun
sudah mengalami penurunan dari tahun 2007. Penduduk perempuan yang mengidap
hipertensi lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Apabila hipertensi tidak dikelola sesuai standar
dan terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain stroke, jantung, gagal
ginjal dan lain-lain yang akan meningkatkan kecacatan, kematian premature dan pembiayaan
kesehatan serta meningkatkan beban ekonomi negara.
tujuan 3

Gambar 3.9 Prevalensi tekanan darah tinggi, 2007 dan 2013


31,3 31,9 28,8 31,7
25,8
22,8 1 diantara 4 penduduk
umur 18 tahun lebih
menyandang hipertensi
pada tahun 2013

id
o.
Laki-laki Perempuan Nasional

Sumber:
2007
Hipertensi, Infodatin Kemenkes RI
2013
.g
ps
.b

Indikator 3.4.1.(c) Prevalensi Obesitas pada penduduk umur >18 tahun


Prevalensi obesitas di Indonesia menurut Riskesdas terus meningkat baik pada dewasa maupun
w

anak-anak. Pada penduduk umur 19 tahun ke atas, kasus obesitas meningkat dari 21,7 persen
w

pada tahun 2007 menjadi 28,9 persen di tahun 2013. Sebagaimana hipertensi, obesitas banyak
/w

terjadi pada penduduk perempuan dibandingkan penduduk laki-laki. Dampak Obesitas adalah
meningkatnya probabilitas terkena penyakit diabetes, jantung, stroke, kanker, osteoartrtis,
gangguan pernapasan, depresi maupun kematian mendadak (Obstructive Sleeping Apneu).
:/

Apabila tidak dikendalikan meningkatkan kejadian PTM, meningkatkan kecacatan, kematian


tp

premature dan pembiayaan kesehatan serta meningkatkan beban ekonomi negara.


ht

Gambar 3.10 prevalensi obesitas pada penduduk umur >18 tahun, 2015
32,9
28,9
26,9
19,7 21,7 Kasus obesitas lebih banyak
16,3 terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki

Laki-laki Perempuan Nasional

2007 2013
Sumber: Riskesdas, Kemenkes RI

52 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Target 3.5 memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat, termasuk
penyalahgunaan narkotika dan penggunaan alkohol yang membahayakan

Indikator 3.5.1 Cakupan intervensi pengobatan (farmakologi, psikososial, rehabilitasi dan


layanan pasca intervensi) bagi gangguan penyalahgunaan zat
Indikator ini tidak dapat disediakan sesuai dengan indikator global, sehingga digunakan
indikator nasional sebagai proksi yang sesuai dengan target nasional (RPJMN 2015-2019). Ada
enam yang dijadikan indikator proksi, yaitu;
Indikator 3.5.1 (a) Jumlah penyalahguna narkotika dan pengguna alkohol yang

tujuan 3
merugikan, yang mengakses layanan rehabilitasi medis
Indikator 3.5.1 (b) Jumlah yang menyelesaikan program rehabilitasi medis
Indikator 3.5.1 (c) Jumlah yang mengakses layanan pasca rehabilitasi
Indikator 3.5.1 (d) Jumlah korban penyalahgunaan NAPZA yang mendapatkan
rehabilitasi sosial di dalam panti sesuai standar pelayanan

id
Indikator 3.5.1 (e) Jumlah Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA
yang telah dikembangkan/ dibantu

o.
Indikator 3.5.1 (f ) Prevalensi penyalahgunaan narkoba

.g
Sumber dan penanggung jawab data diperoleh dari Badan Narkotika Nasional dan
Kementerian Sosial, serta di Kementerian Kesehatan. Indikator tersebut belum bisa disajikan
ps
dalam publikasi ini karena belum dikompilasi.
.b

Indikator 3.5.2. Konsumsi alkohol (liter per kapita) oleh penduduk usia 15 tahun ke atas dalam
w

satu terakhir
w

Jumlah minuman keras/beralkohol (liter per kapita 15 tahun keatas) yang dikonsumsi oleh
Penduduk umur 15 tahun adalah perbandingan antara jumlah minuman keras/beralkohol
/w

(liter) yang dikonsumsi penduduk umur 15 tahun dalam setahun terakhir dengan jumlah
penduduk umur 15 tahun dinyatakan dalam liter per kapita. Minuman mengandung alkohol
:/

meliputi bir dan minuman keras lainnya seperti anggur, vodka, dan sebagainya.
tp

Indikator ini digunakan sebagai pendekatan untuk melihat penggunaan berbahaya dari
ht

alkohol yang dapat memicu tindak kriminalitas. Sumber yang dapat digunakan untuk
memenuhi indikator ini berasal dari susenas modul konsumsi dan pengeluaran, pada
konsumsi per kapita minuman keras seminggu yang lalu. Namun pertanyaan di dalam modul
susenas ditujukan pada kumulatif seluruh anggota rumah tangga yang mengkonsumsi
minuman keras, tanpa melihat kriteria umur. Sebagai proksi, digunakan konsumsi alkohol per
kapita yang didasarkan pada data rumah tangga dengan asumsi yang mengkonsumsi adalah
mereka yang berumur 15 tahun ke atas.

Gambar 3.11 Rata-Rata Konsumsi Alkohol Per Kapita Setahun (liter), 2015 dan 2016
0,365 Rata-rata konsumsi alkohol
0,261
di Indonesia mencapai 0,26
liter per kapita di tahun
2016
2015 2016
Sumber: Susenas, BPS

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 53


Data Susenas menyebutkan bahwa rata-rata konsumsi alkohol di Indonesia mencapai 0,26
liter per kapita di tahun 2016. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, konsumsi alkohol
ini mengalami penurunan. Jumlah konsumsi alkohol tersebut menurut penelitian Center
for Policy Studies (CIPS) masih tergolong sangat rendah dibandingkan dengan negara lain.
Meskipun tingkat konsumsi alkohol di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan
negara lain, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus untuk melindungi remaja dari
konsumsi minuman beralkohol. Kepada pelaku usaha baik produsen, retail dan seluruh
elemen masyarakat juga diberi kesempatan untuk ikut melakukan aksi nyata melalui edukasi
dan peran serta pengawasan.
tujuan 3

Target 3.6 Pada tahun 2020, mengurangi separuh kematian global dan cedera dari
kecelakaan jalan lalu lintas

Indikator 3.6.1 Angka kematian akibat cedera fatal kecelakaan lalu lintas

id
Data/Indikator ini tidak tersedia di target nasional (RPJMN 2015-2019) atau Renstra Kemenkes.
Target 3.6 diterima dan indikator 3.6.1 diterima, namun masih perlu dikembangkan pada

o.
Rencana Aksi Nasional (RAN)

Target 3.7
.g
Pada tahun 2030, menjamin akses universal terhadap layanan kesehatan
ps
seksual dan reproduksi, termasuk keluarga berencana, informasi dan
pendidikan, dan integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program
.b

nasional
w
w

Indikator 3.7.1 Proporsi pasangan usia subur (15-49 tahun) yang memiliki kebutuhan KB dan
menggunakan alat kontrasepsi metode modern
/w

Gambar 3.12 Proporsi pasangan usia subur (15-49 tahun) yang memiliki kebutuhan KB dan
:/

menggunakan alat kontrasepsi metode modern, 1991-2012


tp

65
ht

60 Selama periode tahun 1991-


61,4 61,9
60,3 2012 pasangan usia subur yang
55
57,4 terpenuhi kebutuhan pelayanan
50 54,7
KB selalu meningkat
45 49,7

40
1991 1994 1997 2002-2003 2007 2012
Sumber: SDKI

Indikator ini berguna untuk mengukur perbaikan kesehatan ibu melalui pengaturan
kelahiran. Indikator ini juga digunakan sebagai proksi untuk mengukur akses terhadap
pelayanan reproduksi kesehatan yang sangat esensial. Alat kontrasepsi metode modern
terdiri dari sterilisasi perempuan, sterilisasi pria, pil, spiral/IUD, suntik KB, susuk KB, kondom,
metode amenore laktasi (MAL). Menurut SDKI, proporsi pasangan usia subur (15-49 tahun)
yang memiliki kebutuhan KB dan menggunakan alat kontrasepsi metode modern pada

54 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


tahun 2012 baru mencapai sekitar 62 persen (Gambar 3.12). Berarti masih ada sekitar 38
persen pasangan usia subur yang belum terpenuhi kebutuhan kontrasepsinya. Namun jika
dilihat perkembangannya, sejak tahun 1991 sampai dengan 2012 pasangan usia subur yang
terpenuhi kebutuhan pelayanan KB selalu meningkat. Untuk memenuhi target 3.7 terkait akses
universal terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk KB ini, dibutuhkan
peran pemerintah untuk mewujudkannya, terutama dalam hal penyediaan alat kontrasepsi
dan kemudahan masyarakat dalam mengaksesnya.

Indikator 3.7.2 Angka kelahiran pada perempuan usia 15-19 tahun (AGE SPECIFIC FERTILITY

tujuan 3
RATE/ASFR)
Fertilitas remaja merupakan isu penting dari segi kesehatan
dan sosial karena berhubungan dengan tingkat kesakitan serta Angka kelahiran pada perempuan
kematian ibu dan anak. Ibu yang berumur remaja, terutama usia 15-19 tahun (ASFR) di tahun
di bawah umur 18 tahun, lebih berpeluang untuk mengalami 2015 sudah memenuhi target
masalah pada bayinya atau bahkan mengalami kematian kinerja sasaran strategis BKKBN

id
yang berkaitan dengan persalinan dibandingkan dengan tahun 2015-2019

o.
wanita yang lebih tua. Melahirkan pada umur muda juga
mengurangi kesempatan mereka untuk melanjutkan pendidikan atau mendapat pekerjaan.
.g
Indikator ini diperlukan untuk memantau besarnya masalah kelahiran remaja. Semakin tinggi
angka kelahiran remaja maka akan semakin tinggi resiko kematian ibu melahirkan dan bayi
ps
baru lahir. Berdasarkan data Sensus Penduduk (SP) dan SUPAS, angka kelahiran pada remaja
umur 15-19 tahun mengalami penurunan dari 44 pada tahun 2000 menjadi 40 per 1000
.b

remaja umur 15-19 tahun pada tahun 2015. Jika melihat indikator kinerja sasaran strategis
BKKBN tahun 2015-2019, maka ASFR sebanyak 40 ini sudah melampaui target 46 per 1000
w

remaja umur 15-19 tahun di tahun 2015.


w

Gambar 3.13 Angka Kelahiran pada perempuan usia 15-19 tahun (ASFR), 2000-2015
/w

44
:/

41
tp

40
ht

2000 2010 2015


Sumber: Sensus Penduduk dan SUPAS

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 55


Target 3.8 Mencapai cakupan kesehatan universal, termasuk perlindungan resiko
keuangan, akses terhadap pelayanan kesehatan dasar yang baik, dan akses
terhadap obat-obatan dan vaksin dasar yang aman, efektif, berkualitas, dan
terjangkau bagi semua orang

Indikator 3.8.1 Cakupan pelayanan kesehatan esensial (didefinisikan sebagai rata-rata cakupan
intervensi yang dapat dilacak termasuk reproduksi, ibu, bayi baru lahir, dan
kesehatan anak, penyakit menular, penyakit tidak menular, kapasitas layanan
tujuan 3

serta akses untuk penduduk secara umum dan penduduk kurang beruntung)
Indikator ini diproksi dengan indikator 3.8.1(a) unmeet need pelayanan kesehatan (indikator
nasional) sesuai dengan target nasional RPJMN 2015-2019 yaitu meningkatnya perlindungan
finansial serta meningkatnya pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan dan sumber daya
kesehatan. Unmeet need pelayanan kesehatan merupakan proksi untuk melihat cakupan

id
penduduk yang seharusnya berobat ketika sakit, namun pada kenyataannya tidak berobat.
Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti; tidak punya biaya berobat, tidak punya

o.
biaya transportasi, tidak ada sarana transportasi, atau karena waktu tunggu pelayanan yang
lama sehingga berat hati untuk berobat
Gambar 3.14 UNMEET NEED pelayanan kesehatan, 2011-2015 .g
ps
75+
7,29 75+
70-74
.b

6,33
Perdesaan 5,74 70-74
65-68 5,81
w

5,09 65-68
Wilayah

60-64
w

60-64
55-59 5,23
/w

5,73 55-59
Perkotaan 4,34
50-54 4,56
50-54
:/

4,24
45-49
tp

45-49
Kelompok Umur

Kelompok Umur

40-44 6,14
5,97 40-44
ht

Perempuan 35-39 4,87


5,00 35-39
Jenis Kelamin

30-34 4,49
30-34
25-29 6,39 25-29
6,08
Laki-laki 20-24 5,20
5,36 20-24
15-19 4,83
15-19
10-14
6,26 10-14
6,03
Indonesia

5-9
5,04 5-9
0-4 5,18
4,66 0-4
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00
2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Susenas KOR, BPS 2011 2012 2013 2014 2015

56 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Menurut data Susenas, penduduk yang mengalami keluhan
kesehatan dan terganggu aktivitasnya tetapi tidak berobat Penduduk berumur 70 tahun ke
jalan pada periode tahun 2011-2015 cenderung menurun atas lebih banyak yang belum
dari 6,26 persen menjadi 4,66 persen. Hal ini menandakan mengobati keluhan kesehatannya
beberapa alasan yang menjadi kendala penduduk untuk
berobat mulai berkurang. Namun jika dilihat menurut wilayah, penduduk perdesaan masih
lebih banyak yang belum mengobati keluhan kesehatannya dibandingkan penduduk
perkotaan. Jika dilihat menurut kelompok umur, penduduk yang belum mengobati keluhan
kesehatannya paling banyak pada kelompok umur 75 tahun ke atas. Persentase penduduk

tujuan 3
yang berobat terus menurun seiring dengan urutan kelompok umur dari kelompok umur
75 tahun ke atas hingga kelompok umur 20-24 tahun, baru terlihat meningkat lagi pada
kelompok umur kurang dari 20 tahun (Gambar 3.14).

Target 3.9 Pada tahun 2030, secara signifikan mengurangi jumlah kematian dan kesakitan

id
akibat bahan kimia berbahaya, serta polusi dan kontaminasi udara, air, dan
tanah

o.
Target 3.9 ini terdiri dari tiga indikator, yaitu indikator 3.9.1 Angka kematian akibat tangga
.g
dan polusi udara ambien, indikator 3.9.2 Angka kematian akibat air tidak aman, sanitasi tidak
aman, dan tidak higienis, serta indikator 3.9.3 Angka kematian akibat keracunan yang tidak
ps
disengaja. Indikator 3.9.1 dan indikator 3.9.2 belum bisa disediakan datanya di Indonesia dan
belum ada dalam target nasional (RPJMN 2015-2019), sehingga menjadi indikator global yang
.b

harus dikembangkan.
w

Untuk indikator 3.9.3 juga belum dapat disediakan datanya, sehingga untuk memenuhi
ketersedian datanya didekati dengan indikator nasional, yaitu angka kematian akibat
w

keracunan. Indikator ini digunakan untuk melihat kecenderungan angka kematian akibat
/w

keracunan dan penyebabnya. Dengan demikian dapat disusun kebijakan, program dan
kegiatan pencegahan yang lebih baik.
:/

Angka kematian akibat keracunan dirumuskan menjadi jumlah kematian akibat keracunan
tp

dibagi dengan jumlah kematian seluruhnya dikalikan dengan 100 persen. Sumber data dapat
diperoleh dari Balitbang melalui Sample Registrasion System (SRS), Kementerian Kesehatan.
ht

Untuk penyajian publikasi saat ini indikator 3.9.3 belum dapat disajikan karena belum
dikompilasi.

Target 3.a Memperkuat pelaksanaan THE FRAMEWORK CONVENTION WHO di seluruh negara
sebagai langkah yang tepat

Indikator 3.a.1 Persentase Merokok pada Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas


Kriteria merokok yang dimaksudkan adalah merokok tembakau
Sekitar satu dari dua laki-laki
setiap hari selama sebulan terakhir dan rokok yang dihisap
berumur 15 tahun ke atas adalah
meliputi tembakau maupun cerutu. Indikator ini merupakan
perokok.
proxy untuk memonitor pelaksanaan Framework Convention on
Tobacco Control (FCTC) WHO di Indonesia, di mana prevalensi
tinggi penduduk yang merokok dapat berisiko terhadap kondisi kesehatan masyarakat.
Menurut data Susenas 2015, sekitar 27 persen penduduk Indonesia berumur 15 tahun ke atas

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 57


setiap hari merokok. Sekitar satu dari dua laki-laki berumur 15 tahun ke atas adalah perokok.
Penduduk yang merokok tersebar di semua kelompok umur. Lebih dari 30 persen perokok
tersebar di kelompok umur 25-29 tahun hingga kelompok umur 45-49 tahun. Penduduk
perdesaan lebih banyak yang merokok dibandingkan penduduk daerah perkotaan. Ada
lima provinsi dengan penduduk yang merokok lebih dari 30 persen, yaitu Sumetera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, dan Banten.
Gambar 3.15 Persentase merokok pada penduduk umur 15 tahun Menurut Klasifikasi Wilayah dan
Jenis Kelamin, 2015
tujuan 3

Jenis Kelamin

Perempuan 1,05

Laki-laki 53,43

Perdesaan 29,10

id
Wilayah

Perkotaan 25,38

o.
Total

27,20
.g
ps
Sumber: Susenas, BPS

Gambar 3.16 Persentase merokok pada penduduk umur 15 tahun Menurut kelompok Umur, 2015
.b

8,64
w

20-24 25,50
31,12
w

30-34 32,34
/w

32,73
Kelompok Umur

40-44 31,39
30,77
:/

50-54 29,84
tp

29,82
60-64 27,95
ht

23,88
70-74 20,49
16,21
Total 27,20
Sumber: Susenas, BPS

58 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Target 3.b Mendukung penelitian dan pengembangan vaksin dan obat penyakit menular
maupun tidak menular yang sangat berpengaruh terhadap negara-negara
berkembang, menyediakan akses obat dan vaksin dasar yang terjangkau,
sesuai Doha Declaration tentang TRIPS Agreement menegaskan hak negara
berkembang untuk menggunakan secara penuh ketentuan-ketentuan dalam
Kesepakatan atas Aspek-Aspek terkait Perdagangan pada Hak Properti
Intelektual terkait keleluasaan untuk melindungi kesehatan masyarakat, dan
pada khususnya, menyediakan akses obat bagi semua orang.

tujuan 3
Indikator 3.b.1 Proporsi populasi dengan akses ke obat-obatan dan vaksin yang terjangkau
secara berkelanjutan
Indikator ini didekati dengan Indikator 3.b.1 (a) Persentase ketersediaan obat dan
vaksin di Puskesmas sesuai dengan target nasional (RPJMN 2015-2019) yaitu memastikan

id
ketersediaan obat dan mutu obat dan makanan. Penanggungjawab data ada di Kementerian
Kesehatan melalui Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) dan/atau Laporan Rutin

o.
Program.

.g
Jumlah puskesmas dengan kecukupan ketersediaan obat dan vaksin esensial dinyatakan
dalam persentase. Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk
ps
pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang
diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. Batasan atau
.b

standar kecukupan mengacu pada daftar obat esensial nasional puskesmas tahun 2013 yang
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 312/MENKES/SK/IX/2013.
w
w

Obat sebagai salah satu indikator yang dipantau ketersediaannya merupakan obat indikator
untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat yang mendukung pelaksanaan program kesehatan.
/w

Untuk itu obat yang digunakan dalam program yang telah memenuhi kriteria obat esensial
dicantumkan dalam DOEN.Jumlah item obat dan vaksin yang dipantau adalah 144 item yang
:/

terdiri dari 135 item obat dan 9 item vaksin untuk imunisasi dasar.
tp
ht

Target 3.c Meningkatkan pembiayaan kesehatan dan pengadaan, pengembangan,


pelatihan, dan penyimpanan tenaga kesehatan secara bermakna di negara-
negara berkembang, khususnya negara-negara kurang berkembang

Indikator 3.c.1 Kepadatan dan Distribusi Tenaga Kesehatan


Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga
kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan,
tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknis biomedika,
tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lain (UU Kesehatan No.36 Tahun 2014).
Indikator ini dapat digunakan sebagai landasan perencanaan untuk pengembangan dan
pemetaan tenaga kesehatan khususnya di daerah terpencil.

Berbicara mengenai pelayanan kesehatan berkaitan dengan sumber daya kesehatan. Sumber
daya kesehatan yang baik harus sesuai dengan jumlah penduduk, status kesehatan penduduk
dan ketersediaan sumber daya kesehatan. Menurut Badan PPSDM Kesehatan Kementerian
Kesehatan, masih terjadi ketimpanganpelayan kesehatan, kepadatan dan distribusi tenaga

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 59


kesehatan, sehingga berpengaruh pada tidak meratanya pelayanan kesehatan. Normalnya,
sebagai contoh setiap 100.000 penduduk terdapat 40 dokter atau setiap 100.000 penduduk
terdapat 11 dokter gigi. Hanya satu provinsi yang sudah standar normal dalam distribusi
dokter umum dan dokter gigi, yaitu Provinsi DI Yogyakarta.
Tabel 3.1 Kepadatan dan distribusi tenaga kesehatan (dalam 100.000 penduduk), 2016
DOKTER DOKTER PERAWAT BIDAN FARMASI KESEHATAN KESEHATAN GIZI AHLI TEKNOLOGI PEKARYA
NAMA PROVINSI UMUM GIGI MASYARAKAT LINGKUNGAN LABORATORIUM
MEDIK
ACEH 31 6 168 124 23 63 17 15 13 0
tujuan 3

SUMATERA UTARA 24 7 72 63 11 21 4 8 5 1
SUMATERA BARAT 20 8 114 83 18 15 7 9 11 2
RIAU 17 5 88 68 15 8 4 5 6 2
JAMBI 19 5 110 73 17 34 11 6 11 2
SUMATERA SELATAN 15 3 113 87 13 22 8 6 7 6
BENGKULU 20 5 144 133 14 34 8 10 11 3

id
LAMPUNG 14 3 51 31 6 15 5 3 5 1
KEPULAUAN BANGKA 25 6 180 68 20 23 16 10 13 2

o.
BELITUNG
KEPULAUAN RIAU 28 7 125 52 12 16 5 6 7 2
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
26
11
9
4
115
48
21
21
26
7
4
4
.g 2
2
4
2
8
4
6
2
ps
JAWA TENGAH 15 4 90 39 13 10 4 5 7 1
DI YOGYAKARTA 40 11 135 33 33 6 9 9 15 2
.b

JAWA TIMUR 12 4 70 38 10 3 3 4 5 4
BANTEN 12 4 68 42 11 5 2 3 5 1
w

BALI 28 7 101 44 10 22 8 8 7 5
w

NUSA TENGGARA BARAT 12 3 82 37 9 5 8 9 6 1


NUSA TENGGARA TIMUR 13 3 96 37 12 17 11 8 8 3
/w

KALIMANTAN BARAT 14 3 90 41 12 11 6 8 10 4
KALIMANTAN TENGAH 21 4 156 57 15 26 9 15 10 2
:/

KALIMANTAN SELATAN 18 4 100 47 13 21 7 10 8 3


tp

KALIMANTAN TIMUR 25 7 187 65 21 6 6 7 11 1


KALIMANTAN UTARA 32 8 211 73 19 33 6 9 9 7
ht

SULAWESI UTARA 39 4 142 33 18 15 13 14 1 2


SULAWESI TENGAH 18 4 142 49 20 48 11 6 4 1
SULAWESI SELATAN 17 7 131 54 16 18 8 10 9 3
SULAWESI TENGGARA 16 5 111 44 16 41 18 19 5 0
GORONTALO 22 4 96 64 20 29 17 21 3 3
SULAWESI BARAT 13 5 138 95 13 12 9 8 6 1
MALUKU 19 5 157 48 12 20 16 18 3 1
MALUKU UTARA 21 4 159 110 18 52 7 19 6 3
PAPUA BARAT 25 5 166 52 18 33 12 12 10 1
PAPUA 24 4 127 37 13 35 9 12 9 1
Sumber: Informasi SDM Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI

60 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Target 3.d Memperkuat kapasitas semua negara, khususnya negara-negara berkembang
dalam hal peringatan dini, pengurangan risiko dan manajemen risiko kesehatan
nasional dan global

Indikator 3.d.1 Peraturan kesehatan internasional-terkait kemampuan dan kesiapsiagaan


dalam menghadapi darurat kesehatan.
Indikator ini masih belum tersedia data serta proksinya. Di dalam target nasional (RPJMN
2015-2019) juga belum ada.

tujuan 3
id
o.
.g
ps
.b
w
w
/w
:/
tp
ht

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 61


ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 4
ps
14 5
.b
w
w

13 menjamin kualitas pendidikan 6


/w

yang inklusif dan merata serta


meningkatkan kesempatan belajar
:/

sepanjang hayat untuk semua


tp

12 7
ht

11 8
10 9
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 4
Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata Serta
Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat Untuk Semua

T
ujuan 4 bertujuan untuk menjamin dan memastikan bahwa semua orang memiliki
akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan memiliki kesempatan belajar yang
merata selama hidupnya. Tujuan ini berfokus pada perolehan keterampilan dasar dan
tinggi di semua jenjang pendidikan; akses yang lebih besar dan lebih adil terhadap pendidikan

tujuan 4
berkualitas di semua jenjang, termasuk pendidikan teknis dan kejuruan; dan pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk berfungsi dan berkontribusi dengan baik
dalam kehidupan sosial.

id
Target 4.1 Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua anak perempuan dan laki-laki

o.
menyelesaikan SD-SMP tanpa dipungut biaya, setara, dan berkualitas, yang
.g
mengarah pada capaian pembelajaran yang relevan dan efektif
ps
Indikator 4.1.1 Proporsi anak-anak dan remaja: (a) pada kelas 4, (b) tingkat akhir SD/kelas 6, (c)
tingkat akhir SMP/kelas 9 yang mencapai standar kemampuan minimum dalam: (i)
.b

membaca, (ii) matematika


w

Indikator ini dihitung sebagai jumlah anak-anak dan orang muda di akhir pendidikan SD atau
menengah, mencapai atau melebihi tingkat kemahiran minimum (membaca dan berhitung),
w

dinyatakan sebagai persentase dari semua anak-anak dan orang muda di akhir tingkat
/w

pendidikan primer atau tingkat pendidikan menengah. Indikator ini juga dapat digunakan
sebagai pemantauan mutu pendidikan karena merupakan ukuran langsung dari hasil belajar
:/

yang dicapai dalam dua bidang studi pada akhir tingkat pendidikan yang relevan. Data untuk
indikator ini dapat diperoleh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun karena
tp

data belum diperoleh, data yang disajikan adalah data untuk indikator nasional sebagai
ht

indikator proksi.

Indikator 4.1.1.(a) Persentase SD/MI berakreditasi minimal B dan indikator 4.1.1(b) Persentase SMP/
MTs berakreditasi minimal B
Pada tahun 2015, sekitar 84 persen SD/MI dan sekitar 79 persen SMP/
Sebagian besar SD/MI an
MTS sudah berakreditasi A atau B. Namun persentase SMP/MTS yang
SMP/MTS berakreditasi berakreditasi minimal B masih sedikit di bawah persentase SD/MI.
minimal B Dengan demikian, pembinaan SMP/MTS perlu lebih diperhatikan.
Hal ini dilakukan untuk menghasilkan fasilitas pendidikan dasar
yang berkualitas, sehingga tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan peningkatan
mutu serta daya saing bangsa dapat tercapai.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 65


Gambar 4.1 Persentase SD/MI dan SMP/MTS berakreditasi minimal B, 2015
84,41
79,89

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian


SD/MI SMP/MTSRepublik Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
tujuan 4

Sumber: Badan Akredetasi Nasional Sekolah/Madrasah

Indikator 4.1.1.(d) Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI/sederajat

id
Selama tahun 2011-2015, APK SD/MI/sederajat meningkat
Penyerapan penduduk usia secara konsisten. Bahkan APK SD/MI/sederajat ini melebihi

o.
sekolah pada jenjang SD/MI/
angka seratus, yaitu sebesar 110,5 persen pada tahun 2015.
sederajat sudah baik Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penduduk yang bukan
berusia sekolah dasar (7-12 tahun) yang sedang menempuh .g
ps
pendidikan di jenjang SD/MI/sederajat. Dari situ terlihat bahwa kapasitas sistem pendidikan
dasar sudah cukup untuk menampung siswanya. Tidak hanya itu, ketimpangan APK SD/MI/
.b

sederajat antar daerah tempat tinggal dan antar jenis kelamin tidak terlihat secara siginifikan.
Dengan demikian, akses menempuh pendidikan dasar bagi semua penduduk cenderung
w

sama dan merata.


w

Gambar 4.2 Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI/sederajat, 2011-2015


/w

112,53
110,88 110,5
109,84 110,09
:/

109,37 108,87
108,31 108,72 108,35
107,8 108,19 107,71
tp

107,21
106,6
105,27 104,55 104,1 104,33
ht

103,27 103,29
103,51 102,57
101,8
101,5

Perkotaan Perdesaan Laki-laki Perempuan


Klasifikasi Wilayah Jenis Kelamin Total
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2011 Kriminal
data yang disajikan diperoleh dari Statistik 2012 2013 2014 2015
2014, BPS
Sumber: Susenas KOR, BPS

66 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Indikator 4.1.1.(g) Rata-rata lama sekolah penduduk umur 15 tahun
Kualitas penduduk dalam hal mengenyam pendidikan formal dapat terlihat dari capaian
rata-rata lama sekolah. Selama tahun 2011-2015, capaian rata-rata lama sekolah di Indonesia
meningkat setiap tahunnya, tetapi peningkatan tersebut cukup lambat. Pada tahun 2015,
jenjang pendidikan yang rata-rata pernah/sedang diduduki penduduk Indonesia sekitar
kelas 8 atau 9. Kemudian, jenjang pendidikan yang pernah/sedang diduduki laki-laki dan
perempuan tidak berbeda jauh, yaitu masih di level SMP.

Gambar 4.3 Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun dan ke atas, 2011-2015

9,61
8,69 8,32

tujuan 4
7,96
9,14 9,46 6,98
8,29 8,61 8,23
7,41 7,85 7,85
6,52 6,94
9,33 8,49

id
7,7 8,09
6,81

o.
9,32 6,7 8,45 7,61 8,03

Perkotaan
Klasifikasi Wilayah
Perdesaan Laki-laki
.g
Jenis Kelamin
Perempuan
Total
ps
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2011 Kriminal
data yang disajikan diperoleh dari Statistik 20122014, BPS
2013 2014 2015
.b

Sumber: Susenas KOR, BPS


w

Akan tetapi, ketimpangan rata-rata lama sekolah ini terlihat antar


w

daerah tempat tinggal. Pada tahun 2015, jenjang pendidikan Ketimpangan capaian pendidikan
yang pernah/sedang diduduki penduduk daerah perkotaan dalam rata-rata lama sekolah
/w

adalah kelas 9 atau kelas 10. Di sisi lain, jenjang pendidikan terlihat jelas antar daerah tempat
yang pernah/sedang diduduki penduduk daerah perkotaan tinggal
:/

adalah kelas 6 atau kelas 7. Hal ini menunjukkan kesempatan


tp

belajar mengenyam pendidikan formal antar daerah tempat tinggal tidak merata. Dengan
demikian, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih untuk pendidikan di perdesaan agar
ht

tercapai target TPB yaitu menjamin pendidikan yang setara.

Target 4.2 Pada Tahun 2030, menjamin bahwa semua anak perempuan dan laki-laki memiliki
akses terhadap perkembangan dan pengasuhan anak usia dini, pengasuhan,
pendidikan pra-sekolah dasar yang berkualitas, sehingga mereka siap untuk
menempuh pendidikan dasar

Indikator 4.2.1 Proporsi anak usia di bawah 5 tahun yang berkembang dengan baik dalam bidang
kesehatan, pembelajaran, dan psikososial, menurut jenis kelamin
Perkembangan balita dalam bidang kesehatan, pembelajaran, dan psikosial sangat
penting untuk diperhatikan. Indikator ini merupakan ukuran perkembangan, kompetensi,
pengetahuan, dan kesiapan anak untuk masuk ke pendidikan dasar. Namun demikian,
data untuk indikator ini belum ada di Indonesia. Dengan demikian indikator ini merupakan
indikator global yang perlu dikembangkan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 67


Indikator 4.2.2 Tingkat partisipasi dalam pembelajaran yang teroganisir (satu tahun sebelum
usia sekolah dasar), menurut jenis kelamin
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan partisipasi dalam pembelajaran sebelum usia sekolah dasar, indikator
ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK) anak yang
mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD).

Indikator 4.2.2.(a) Angka Partisipasi Kasar (APK) anak yang mengikuti pendidikan anak usia dini
(PAUD)
APK PAUD ini merupakan indikator yang paling sederhana dalam mengukur kapasitas
tujuan 4

sistem pendidikan usia dini dalam menampung penduduk usia dini. Meski persentase APK
PAUD selama tahun 2011-2015 terus meningkat, anak usia sekolah yang berusia 3-6 tahun
dan mengikuti PAUD masih belum begitu banyak di Indonesia. Anak yang mengikuti PAUD
cenderung lebih tinggi pada anak perempuan. Jika ditinjau menurut daerah tempat tinggal,

id
anak yang tinggal di perkotaan cenderung lebih tinggi untuk mengikuti PAUD.

o.
Gambar 4.4 APK Anak 3-6 Tahun yang Mengikuti PAUD Menurut Klasifikasi Wilayah dan Jenis Kelamin,
2011-2015
35,28
.g
ps
29,31
Anak usia 3-6 tahun yang
Total

27,55
26,72 mengikuti PAUD belum begitu
.b

24,50
besar, cenderung lebih tinggi
36,28
29,97 pada anak perempuan dan
w

Perempuan 28,21 anak yang tinggal di perkotaan


27,39
Jenis Kelamin

25,31
/w

34,32
28,67
Laki-laki 26,92
26,08
:/

23,75
tp

31,51
25,25
Perdesaan 23,41
Klasifikasi Wilayah

ht

22,43
20,70
39,23
33,53
Perkotaan 31,93
31,11
28,53

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan2015
diperoleh 2014
dari Statistik2013 2012 BPS 2011
Kriminal 2014,
Sumber: Susenas KOR, BPS

Seperti yang telah diketahui, pendidikan anak usia dini memiliki fungsi mengembangkan
aspek perkembangan anak, seperti perkembangan kognitif, bahasa, fisik, sosial, dan emosional.
Rendahnya partisipasi PAUD tersebut menunjukkan pengasuhan anak usia dini yang kurang
berkualitas dan dapat menyebabkan tidak siapnya anak dalam menempuh pendidikan dasar.
Oleh karena itu, pemerintah perlu bekerja lebih keras lagi untuk meningkatkan partisipasi
PAUD dengan membangun fasilitas pendidikan PAUD dan meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan anak usia dini.

68 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Target 4.3 Pada tahun 2030, menjamin akses yang sama bagi semua perempuan dan laki-
laki, terhadap pendidikan teknik, kejuruan dan pendidikan tinggi, termasuk
universitas, yang terjangkau dan berkualitas

Indikator 4.3.1 Tingkat partisipasi remaja dan dewasa dalam pendidikan dan pelatihan formal
dan non formal dalam 12 bulan terakhir, menurut jenis kelamin
Indikator ini merupakan ukuran akses pendidikan dan pelatihan dalam jangka waktu tertentu
bagi penduduk remaja dan dewasa. Idealnya, penyajian indikator ini dibedakan berdasarkan
jenis program seperti TVRT, pendidikan tinggi, pendidikan orang dewasa, dan pendidikan
lainnya baik formal maupun non formal. Namun, karena ketersediaan data di Indonesia,
indikator global ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu (1) Angka Partisipasi Kasar

tujuan 4
(APK) SMA/SMK/MA/sederajat; dan (2) Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi
(PT).

id
Gambar 4.5 Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA/ sederajat, 2011-2015

o.
78,02
74,26
Total

.g 66,61
68,80
64,90
ps
79,77 Partisipasi kasar untuk
74,50
Perempuan 67,21 tingkat SMA/sederajat
.b

69,09
Jenis Kelamin

65,92 meningkat perlahan,


dengan kecenderungan
w

76,40
74,03 yang lebih tinggi untuk
Laki-laki 66,03
w

68,52 anak perempuan dan


63,94 anak yang tinggal di
/w

70,23 perkotaan
69,02
Perdesaan 60,33
Klasifikasi Wilayah

:/

60,32
55,73
tp

85,46
79,20
ht

Perkotaan 72,58
76,72
73,46

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2015 dari 2014
data yang disajikan diperoleh 2013 2014,2012
Statistik Kriminal BPS 2011
Sumber: Susenas KOR, BPS

Indikator 4.3.1.(a) Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA/ sederajat


Indikator ini mengukur kemudahan akses bagi penduduk terutama remaja usia sekolah
dalam menempuh pendidikan di tingkat SMA/SMK/MA/sederajat. Selama tahun 2011-2015,
APK SMA/sederajat cenderung meningkat, bahkan peningkatan yang signifikan terjadi pada
wilayah perdesaan, yaitu dari 55,73 persen di tahun 2011 menjadi 70,23 persen di tahun
2015. Namun angka tersebut masih berada di bawah angka untuk wilayah perkotaan, dimana
APK SMA/sederajat di wilayah perkotaan pada tahun 2015 sebesar 85,46 persen. Di sisi lain,
perbedaan APK SMA/sederajat antar jenis kelamin tidak terlampau jauh, bahkan APK untuk
perempuan lebih tinggi. Pada tahun 2015, APK SMA/sederajat sebesar 76,40 persen untuk

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 69


laki-laki dan 79,77 persen untuk perempuan. Besaran kedua angka yang tidak signifikan
berbeda tersebut akan menjamin tercapainya target akses yang sama bagi semua perempuan
dan laki-laki terhadap pendidikan yang berkualitas di tahun 2030.

Indikator 4.3.1.(b) Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT)


Selama tahun 2011-2014, APK Perguruan Tinggi terus meningkat, tetapi angka tersebut
mengalami penurunan dari 25,76 persen di tahun 2014 menjadi 20,89 persen pada tahun
2015 dan angka tersebut pun sangat rendah. Penurunan dan rendahnya APK perguruan
tinggi tersebut menunjukkan berkurangnya kemudahan bagi penduduk untuk mengakses
pendidikan tinggi. Padahal tujuan pembangunan berkelanjutan memiliki program untuk
terus meningkatkan kesempatan belajar, salah satunya di pendidikan tinggi. Oleh karena itu,
tujuan 4

pemerintah perlu mengupayakan peningkatan akses di universitas dan perguruan tinggi.

Gambar 4.6 Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT), 2011-2015

id
20,89
25,76 Partisipasi bersekolah di

o.
Total

23,06
18,85 Perguruan Tinggi di Indonesia
18,06
22,63 .g
26,30
masih rendah,
kecenderungan yang lebih
dengan
ps
Perempuan 23,66 tinggi pada penduduk
19,63
Jenis Kelamin

18,02 perempuan dan penduduk


.b

19,20 yang tinggal di perkotaan


25,24
Laki-laki 22,47
w

18,09
18,08
w

10,66
17,12
/w

Perdesaan 14,72
Klasifikasi Wilayah

10,38
9,31
:/

29,36
tp

32,73
Perkotaan 29,88
26,08
25,50
ht

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2015 dari Statistik
data yang disajikan diperoleh 2014 Kriminal
20132014,2012
BPS 2011
Sumber: Susenas KOR, BPS

Kemudian, APK Perguruan Tinggi di wilayah perdesaan masih sangat jauh tertinggal
dibandingkan di wilayah perkotaan. Pada tahun 2015, APK Perguruan Tinggi di perkotaan
sebesar 29,36 persen, sedangkan APK Perguruan Tinggi di perdesaan hanya sebesar 10,66
persen. Hal tersebut menunjukkan adanya ketimpangan pembangunan dalam pendidikan
tinggi. Kondisi ini juga menandakan belum terjaminnya kualitas pendidikan yang merata.
Di sisi lain, capaian APK Perguruan Tinggi antara laki-laki dengan perempuan tidak jauh
berbeda. Pada tahun 2015, APK Perguruan Tinggi laki-laki sebesar 19,20 persen sedangkan
APK Perguruan Tinggi perempuan sebesar 22,63 persen. Meski perbedaan tersebut tidak jauh
berbeda, akses perguruan tinggi untuk laki-laki harus ditingkatkan lebih cepat agar mencapai
target terjaminnya akses yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam memperoleh
pendidikan yang berkualitas.

70 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Target 4.4 Pada tahun 2030, meningkatkan secara signifikan jumlah pemuda dan orang
dewasa yang memiliki keterampilan yang relevan, termasuk keterampilan
teknik dan kejuruan, untuk pekerjaan, pekerjaan yang layak dan kewirausahaan

Indikator 4.4.1 Proporsi remaja/dewasa dengan keterampilan teknologi informasi dan


komputer (TIK)
Keterampilan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK)
menentukan penggunaan yang efektif dari produk- Sebagian remaja memiliki keterampilan
produk teknologi. Selama tahun 2011-2015, teknologi teknologi informasi dan komunikasi,
yang ada terus digunakan secara efektif dan ditunjukkan dengan kecenderungan yang lebih tinggi
dengan terus meningkatnya proporsi remaja dengan pada remaja di perkotaan dan sedikit

tujuan 4
keterampilan TIK. Pada tahun 2015, sekitar setengah dari lebih tinggi pada remaja perempuan
remaja di Indonesia memiliki keterampilan TIK. Kemudian,
berdasarkan jenis kelamin, proporsi keterampilan TIK tidak jauh berbeda antara laki-laki

id
dan perempuan. Akan tetapi, ketimpangan keterampilan TIK terlihat dari sisi daerah tempat
tinggal. Pada tahun 2015, sekitar 66 persen remaja di perkotaan memiliki keterampilan TIK

o.
sedangkan di perdesaan, hanya sekitar 35 persen yang memiliki keterampilan TIK. Kurangnya
keterampilan TIK pada penduduk perdesaan dapat menjadi hambatan mereka untuk
mengembangkan pekerjaannya. .g
ps
Gambar 4.7 Proporsi remaja (15-24 tahun) Gambar 4.8 Proporsi dewasa (15-59 tahun)
dengan keterampilan teknologi dengan keterampilan teknologi
.b

informasi dan komputer (TIK), 2011- informasi dan komputer (TIK), 2011-
2015
w

2015
w

32,22 14,82
36,79 17,29
Total

Total
/w

38,21 18,28
42,34 20,95
51,83 27,04
:/

31,66 12,76
36,22 14,99
tp

Perempuan 37,64 Perempuan 15,99


42,44 18,59
Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
ht

52,09 24,48
32,75 16,87
37,35 19,57
Laki-laki 38,77 Laki-laki 20,54
42,24 23,30
51,59 29,57
16,95 6,27
20,94 7,84
Perdesaan 23,34 Perdesaan 8,92
Klasifikasi Wilayah

Klasifikasi Wilayah

26,79 10,61
35,56 14,88
45,92 22,93
51,03 26,24
Perkotaan 51,29 Perkotaan 27,09
55,85 30,67
66,33 38,39

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2011
data 2012 diperoleh
yang disajikan 2013dari Statistik
2014 Kriminal
20152014, BPS 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Susenas KOR, BPS

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 71


Tidak jauh berbeda tren dengan penduduk remaja, tren
Baru sedikit penduduk dewasa yang
proprosi penduduk dewasa dengan keterampilan TIK juga
memiliki keterampilan teknologi
terus meningkat selama tahun 2011-2015. Akan tetapi,
informasi dan komunikasi, dengan
proporsi dewasa dengan keterampilan TIK masih jauh
kecenderungan yang lebih tinggi pada
dibawah proporsi remaja, yaitu hanya mencapai 27,04
dewasa di perkotaan dan pada dewasa
persen di tahun 2015. Kemudian, rendahnya keterampilan
laki-laki TIK pada penduduk dewasa ini sangat terlihat di wilayah
perdesaan, yang hanya sebesar 14,88 persen di tahun
2015. Rendahnya keterampilan TIK pada orang dewasa
tentu dapat sangat merugikan mereka sendiri karena tidak dapat memanfaatkan potensi
teknologi dalam memperoleh informasi dan komunikasi. Dengan demikian, penduduk
dewasa akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak atau mengembangkan
tujuan 4

kewirausahaannya.

Target 4.5 Pada tahun 2030, menghilangkan disparitas gender dalam pendidikan, dan

id
menjamin akses yang sama untuk semua tingkat pendidikan dan pelatihan

o.
kejuruan, bagi masyarakat rentan termasuk penyandang cacat, masyarakat
penduduk asli, dan anak-anak dalam kondisi rentan
.g
ps
Indikator 4.5.1 Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan/laki-laki di (1) SD/MI/sederajat;
(2) SMP/MTs/sederajat; (3) SMA/SMK/MA/sederajat; dan Rasio Angka Partisipasi
.b

Kasar (APK) (4) Perguruan Tinggi perempuan/laki-laki


w

Gambar 4.9 Rasio APM perempuan/laki-laki SD-SMA dan Rasio APK Perguruan Tinggi perempuan/
w

laki-laki, 2015
/w

124,37
115,37 117,87
102,90 106,05 104,45 102,77 103,52 103,45
:/

100,43 100,23 100,33


tp
ht
Perkotaan

Perkotaan

Perkotaan

Perkotaan
Perkotaan+Perdesaan

Perkotaan+Perdesaan

Perkotaan+Perdesaan

Perkotaan+Perdesaan
Perdesaan

Perdesaan

Perdesaan

Perdesaan

Rasio APM SD/MI/sederajat Rasio APM SMP/MTs/sederajat Rasio APM Rasio APK PT
SMA/SMK/MA/sederajat
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Susenas KOR, BPS

72 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi
Partisipasi bersekolah siswa
Kasar (APK) ini merupakan indikator kesempatan memperoleh
perempuan lebih tinggi pendidikan antara perempuan dan laki-laki. Pada tahun 2015,
dibandingkan siswa laki-laki
rasio APM perempuan/laki-laki di jenjang SD, SMP, dan SMA
dari jenjang SD, SMP, SMA,
serta rasio APK perguruan tinggi perempuan/laki-laki bernilai
dan Perguruan Tinggi di atas 100 persen, yang berarti bahwa partisipasi perempuan
lebih tinggi dibandingkan laki-laki di semua jenjang. Pemikiran
dahulu yang beranggapan kaum perempuan tidak perlu menempuh pendidikan sudah
mulai memudar. Hal tersebut dibuktikan dengan lebih tingginya partisipasi pendidikan kaum
perempuan dibandingkan dengan laki-laki, terlebih untuk rasio APK Perguruan Tinggi yang
mencapai 117,87 persen.

tujuan 4
Berdasarkan evaluasi MDGs, pencapaian indikator ini pun sudah tercapai. Pada MDGs, target
di tahun 2015, rasio perempuan/laki-laki untuk SD/MI sebesar 100,40 persen, untuk SMP/
MTs sebesar 104,52 persen, dan untuk SMA/SMK/MA sebesar 104,44 persen. Akan tetapi,

id
capaian indikator rasio APM perempuan/laki-laki di perguruan tinggi masih perlu kerja keras
lagi karena capaian yang masih jauh dibawah target 2015 yang sebesar 122,14 persen. Oleh

o.
karena itu, untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan perlu diupayakan lebih
dalam akses pendidikan tinggi. Dengan demikian, kesetaraan dan keadilan gender di bidang
.g
pendidikan akan tercapai dan dapat menghilangkan disparitas gender dalam pendidikan.
ps

Target 4.6 Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua remaja dan proporsi kelompok dewasa
.b

tertentu, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kemampuan literasi dan


numerasi
w
w

Indikator 4.6.1 Persentase remaja/dewasa pada kelompok usia tertentu, paling tidak mahir/
/w

mampu pada level tertentu dalam keterampilan (i) membaca dan (ii) menghitung,
menurut jenis kelamin
:/

Indikator ini adalah ukuran langsung dari tingkat keterampilan penduduk remaja dan dewasa
tp

pada dua hal, yaitu membaca dan menghitung. Akan tetapi, karena keterbatasan ketersediaan
data, indikator global ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu (1) Persentase angka
ht

melek aksara penduduk umur 15 tahun; dan (2) Persentase angka melek aksara
penduduk umur 15-24 tahun dan umur 15-59 tahun.

Indikator 4.6.1.(a) Persentase Angka Melek Aksara (Angka Melek Huruf/AMH) penduduk usia di atas
15 tahun
Selama tahun 2011-2015, persentase angka melek aksara (Angka
Persentase penduduk yang
Melek Huruf/AMH) penduduk usia 15 tahun terus meningkat.
melek aksara cenderung Peningkatan ini menunjukkan semakin efektifnya sistem
lebih tinggi di perkotaan dan
pendidikan dasar dan semakin majunya pembangunan sosial
laki-laki dan ekonomi. Akan tetapi, ketimpangan kemampuan literasi dan
numerasi ini cukup terlihat di antar klasifikasi wilayah dan jenis
kelamin. Pada tahun 2015, persentase AMH penduduk usia di atas 15 tahun sebesar 97,11
persen untuk perkotaan dan 93,34 persen untuk perdesaan. Kemudian persentase AMH
penduduk di atas 15 tahun yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 97,43 persen dan yang
berjenis kelamin perempuan sebesar 92,91 persen.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 73


Gambar 4.10 Persentase Angka Melek Aksara (AMH) penduduk usia di atas 15 tahun, 2011-2015

92,44
92,97
Total

93,92
95,12
95,22

89,10
89,84
Perempuan 91,12
92,88
Jenis Kelamin

92,91

95,68
96,01
tujuan 4

Laki-laki 96,63
97,27
97,43

89,51
90,27

id
Perdesaan 91,40
Klasifikasi Wilayah

93,45
93,34

o.
95,39
95,69
Perkotaan
.g 96,47
96,79
97,11
ps
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2011
data yang disajikan diperoleh dari Statistik2012 2013BPS 2014 2015
Kriminal 2014,
.b

Sumber: Susenas KOR, BPS


w
w

Dengan demikian, pemerintah perlu terus berupaya agar tercapainya tujuan pembangunan
berkelanjutan yang menjamin bahwa semua remaja dan dewasa baik laki-laki maupun
/w

perempuan memiliki kemampuan literasi dan numerasi di tahun 2030. Target pemerintah
terkait AMH ini pun tercantum dalam RPJMN, di mana target AMH di tahun 2019 adalah 97,5
:/

persen. Upaya peningkatan AMH yang konsisten terutama peningkatan yang lebih cepat
tp

di perkotaan dan perempuan, target TPB di tahun 2030 dan RPJMN di tahun 2019 optimis
tercapai.
ht

Indikator 4.6.1.(b) Persentase Angka Melek Aksara (AMH) penduduk usia 15-24 tahun dan usia 15-59
tahun
Pada tahun 2015, Angka Melek Huruf penduduk hampir
Kecenderungan kemampuan mendekati 100 persen. Angka tersebut menandakan hampir
semua remaja di Indonesia memiliki kemampuan baca tulis. Tidak
melek huruf lebih besar pada
kelompok remaja (15-24 hanya itu, gambar 4.11 menunjukkan tidak adanya ketimpangan
tahun) kemampuan baca tulis berdasarkan daerah tempat tinggal dan
jenis kelamin. Dari evaluasi capaian MDGs pun, AMH penduduk
usia 15-24 tahun dan rasio melek huruf perempuan terhadap
laki-laki pada kelompok usia 15-24 tahun sudah tercapai. Dengan demikian, target TPB pada
tahun 2030 juga optimis tercapai pada kelompok remaja.

74 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Gambar 4.11 Persentase AMH penduduk usia 15-24 tahun dan usia 15-59 tahun, 2015

Total 97,71

15-59 tahun Perdesaan 96,32


Perkotaan 99,01

Perempuan 96,96
Laki-laki 98,46

Total 99,67
15-24 tahun

Perdesaan 99,36

tujuan 4
Perkotaan 99,95

Perempuan 99,64
Catatan: Laki-laki
Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. 99,70
Oleh karena itu,

id
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Susenas KOR, BPS

o.
.g
Sedikit berbeda dengan kelompok remaja, angka melek huruf pada penduduk kelompok
dewasa (15-59 tahun) masih belum terlalu dekat dengan 100 persen. Bahkan ketimpangan
ps
kemampuan baca tulis antar daerah tempat tinggal dan antar jenis kelamin masih cukup tinggi.
Dari situ terlihat bahwa keefektifan pendidikan dasar bagi penduduk dewasa masih kurang.
.b

Dengan demikian, demi tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan dalam kemampuan


literasi dan numerasi, pemangku kebijakan harus menyediakan fasilitas pendidikan dasar bagi
w

penduduk usia dewasa terutama di perdesaan dan bagi kaum perempuan.


w
/w

Target 4.7 Pada tahun 2030, menjamin semua peserta didik memperoleh pengetahuan
dan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan pembangunan
:/

berkelanjutan, termasuk antara lain, melalui pendidikan untuk


tp

pembangunan berkelanjutan dan gaya hidup yang berkelanjutan, hak asasi


manusia, kesetaraan gender, promosi budaya damai dan non-kekerasan,
ht

kewarganegaraan global dan penghargaan terhadap keanekaragaman budaya


dan kontribusi budaya terhadap pembangunan berkelanjutan

Indikator 4.7.1 Pengarusutamaan pada semua jenjang pendidikan, (i) pendidikan kewargaan
dunia, (ii) pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan termasuk kesetaraan
gender dan hak asasi manusia pada (a) kebijakan pendidikan nasional, (b)
kurikulum, (c) pendidikan guru, (d) penilaian siswa
Indikator ini merupakan indikator yang belum ada metadanya secara global. Untuk di
Indonesia, juga belum ada indikator proksi dan indikator ini adalah indikator global yang
harus dikembangkan di Indonesia.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 75


Target 4.a Membangun dan meningkatkan fasilitas pendidikan yang ramah anak, ramah
penyandang cacat dan gender, serta menyediakan lingkungan belajar yang
aman, anti kekerasan, inklusif dan efektif bagi semua

Indikator 4.a.1 Proporsi sekolah dengan akses ke: (a) listrik (b) internet untuk tujuan
pengajaran, (c) komputer untuk tujuan pengajaran, (d) infrastruktur dan
materi memadai bagi siswa disabilitas, (e) air minum layak, (f) fasilitas sanitasi
dasar per jenis kelamin, (g) fasilitas cuci tangan (terdiri air, sanitasi, dan
higienis bagi semua (WASH)
Indikator ini mengukur akses di sekolah-sekolah untuk memasukkan layanan dasar yang
tujuan 4

diperlukan untuk memastikan lingkungan belajar yang aman dan efektif untuk semua siswa.
Indikator ini disajikan menurut tiap fasilitas atau layanan dasar di setiap jenjang pendidikan.
Data untuk indikator ini dapat diperoleh dari Data Pokok Pendidikan, Pusat Data dan Statistik

id
Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

o.
Target 4.b Pada tahun 2020, secara signifikan memperluas secara global, jumlah
.g
beasiswa bagi negara berkembang, khususnya negara kurang berkembang,
negara berkembang pulau kecil, dan negara-negara Afrika, untuk mendaftar
ps
di pendidikan tinggi, termasuk pelatihan kejuruan, teknologi informasi dan
komunikasi, program teknik, program rekayasa dan ilmiah, di negara maju dan
.b

negara berkembang lainnya


w

Indikator 4.b.1 Jumlah bantuan resmi Pemerintah Indonesia kepada Mahasiswa Asing Penerima
w

Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang


/w

Indikator ini merupakan jumlah mahasiswa asing yang menerima bantuan beasiswa pendidikan
:/

dari Pemerintah Indonesia dalam bentuk Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (BKNB)
dan dinyatakan dalam orang. Tujuan dari indikator ini, antara lain memperkuat hubungan
tp

dan kerjasama Internasional Indonesia dengan negara sahabat, mempromosikan pendidikan


dan pemahaman Bahasa Indonesia, Seni dan Budaya, serta memajukan kerjasama di bidang
ht

pendidikan Indonesia dengan negara sahabat. Data untuk indikator ini dapat diperoleh dari
Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
Kementerian Luar Negeri.

Target 4.c Pada tahun 2030, Secara signifikan meningkatkan pasokan guru yang
berkualitas, termasuk melalui kerjasama internasional dalam pelatihan
guru di negara berkembang, terutama negara kurang berkembang, dan negara
berkembang kepulauan kecil

Indikator 4.c.1 Persentase guru TK, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang bersertifikat pendidik
Peningkatan kompetensi guru yang terlihat cukup
Kompetensi guru di jenjang SD, SMP, SMA dan SMA,
signifikan ada pada tingkat pendidikan taman
serta SLB sudah cukup baik, tetapi kompetensi
kanak-kanak dan sekolah dasar. Pada sekolah
guru TK masih banyak yang belum cukup baik
dasar, persentase guru kualifikasi minimal S1 ada

76 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


sebesar 52,97 persen di tahun 2011/2012 dan menanjak tajam menjadi 80,33 persen di tahun
2015/2016. Pada Taman Kanak-Kanak, persentase guru kualifikasi minimal S1 ada sebesar
28,53 persen di tahun 2012/2013 dan meningkat menjadi 48,93 persen di tahun 2014/2015.
Kemudian, persentase guru kualifikasi minimal S1 untuk jenjang SMP, SMA dan SMK, serta SLB
sudah ada sekitar 80 hingga 95 persen pada tahun 2015/2016.
Gambar 4.12 Persentase Guru Kualifikasi Minimal Gambar 4.13 Persentase Guru Kualifikasi
S1 Pada Taman Kanak-Kanak, Minimal S1 Pada Sekolah Luar Biasa,
2012/2013-2014/2015 2014/2015-2015/2016
48,93
77,20 82,69
40,17

tujuan 4
28,53

id
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan

o.
dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh
2012/2013
karena itu, data2013/2014 2014/2015
yang disajikan diperoleh dari 2014/2015 2015/2016
karena itu, data yang disajikan diperoleh dari
Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Publikasi Statistik Pendidikan Anak Usia Dini .g Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Publikasi Statistik Sekolah Luar Biasa
ps
2012/2013-2014/2015, Kemendikbud 2014/2015 dan 2015/2016, Kemendikbud

Gambar 4.14 Persentase Guru Kualifikasi Minimal S1 Pada SD, SMP, SMA dan SMK, Tahun 2010/2011 -
.b

2015/2016
w

300 88,39 94,22


w

91,85 89,54
91,98
250
/w

200 91,36 84,38 86,83


84,59 84,66
:/

150
81,03 79,21 80,33
100 64,86
tp

52,97
50
ht

0
2011/2012 2012/2013 2013/2014 2014/2015 2015/2016

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkanSD dari Kepolisian


SMPRepublik Indonesia.
SMA dan SMK
Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Publikasi Statistik Sekolah SD, SMP, SMA dan SMK 2011/2012-2015/2016, Kemendikbud

Meski demikan, kompetensi guru di taman kanak-kanak perlu mendapat perhatian lagi,
karena tidak sampai setengah gurunya berpendidikan minimal S1. Padahal kompetensi guru
yang baik tentu memengaruhi proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Apalagi usia dini
anak adalah usia emas bagi seseorang dalam memperoleh pendidikan, sehingga mereka
membutuhkan tenaga pendidik yang berkualitas. Peningkatan kompetensi guru ini juga akan
mendukung tercapainya target TPB pada tahun 2030, yaitu meningkatkan pasokan guru yang
berkualitas.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 77


ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 5
ps
14 4
.b
w
w

13 mencapai kesetaraan gender dan 6


/w

memberdayakan kaum perempuan


:/
tp

12 7
ht

11 8
10 9
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 5
Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan
Kaum Perempuan

T
ujuan ini memiliki maksud untuk meningkatkan pemberdayaan kaum perempuan
untuk mengembangkan bakat dan potensinya sehingga mereka memiliki kesempatan
yang sama dengan kaum laki-laki. Hal ini berarti, segala bentuk diskriminasi dan
kekerasan kaum perempuan harus dihilangkan, termasuk kekerasan seksual, kekerasan
oleh pasangan, perkawinan anak, sunat perempuan, dan yang lainnya. Dengan begitu,
kaum perempuan memiliki kesempatan untuk mendapatkan kesehatan seksual dan hak
bereproduksi. Selain itu, pembangunan yang adil dan berkelanjutan ini juga harus menjamin

tujuan 5
akses perempuan ke sumber daya produktif dan hak partisipasi yang setara dengan laki-laki

id
dalam kehidupan politik, ekonomi, bermasyarakat, serta memiliki hak membuat keputusan

o.
dalam bidang publik dan swasta.

Target 5.1 .g
Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan dsdsdsdsd
ps
di manapun
.b

Indikator 5.1.1 Jumlah kebijakan yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan
w

Hukum nasional responsif gender adalah sistem atau peraturan hukum yang berlaku di
Indonesia yang berpihak pada kesetaraan gender terhadap akses, partisipasi, manfaat,
w

kontrol terhadap sumber daya dan pembangunan. Hukum nasional yang ditinjau meliputi
/w

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Instruksi Presiden, dan Peraturan


Menteri (KemenPPPA). Perhitungan indikator ini dilakukan dengan cara menjumlahkan
:/

peraturan/kebijakan responsif gender yang harmonis baik antar peraturan horizontal maupun
antar peraturan vertikal. Data Indonesia untuk indikator ini dapat diperoleh dari KPPPA,
tp

KemenHukHam, Kemdagri, Komnas Perempuan, dan Bappenas.


ht

Target 5.2 Menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap kaum perempuan di ruang
publik dan pribadi, termasuk perdagangan orang dan eksploitasi seksual,
serta berbagai jenis eksploitasi lainnya

Indikator 5.2.1 Proporsi perempuan dewasa dan anak perempuan (umur 15-64 tahun) mengalami
kekerasan (fisik, seksual, atau emosional) oleh pasangan atau mantan pasangan
dalam 12 bulan terakhir
Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum. Kekerasan dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kekerasan
emosional. Kekerasan terhadap perempuan ini penting diperhatikan, karena akan timbulnya
masalah kesehatan moral, masalah masyarakat, serta gerakan dan tindakan perempuan

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 81


yang terbatas. Di Indonesia, data untuk indikator ini dapat diperoleh dari BPS melalui Survei
Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN). Namun, SPHPN ini baru dilaksanakan tahun
2016, sehingga data belum dapat disajikan. Untuk mengukur Target 5.2 didekati dengan
indikator nasional yang sesuai dengan target nasional (RPJMN 2015-2019), yaitu prevalensi
kasus kekerasan terhadap anak perempuan.

indikator 5.2.1.(a) Prevalensi kasus kekerasan terhadap anak perempuan


Gambar 5.1 Prevalensi kasus kekerasan terhadap anak perempuan, 2013

23,47 Satu dari empat anak


perempuan (13-17 tahun)
tujuan 5

mengalami kekerasan.

id
76,53

o.
Catatan: Ya ini belum
Data untuk indikator Tidak didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,

Sumber:
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Survei Kekerasan Terhadap Anak (SKtA), Kementerian Sosial .g
ps
Perlindungan anak dalam segala aspek merupakan bagian dari kegiatan pembangunan
.b

nasional, apalagi bila dikaitkan dengan isu gender. Pada tahun 2013, prevalensi kasus kekerasan
terhadap anak perempuan sebesar 23,47 persen. Angka tersebut harus terus ditekan agar
w

dapat tercapainya target pembangunan berkelanjutan dalam menghapuskan segala bentuk


kekerasan terhadap kaum perempuan, terutama terhadap anak. Hal ini dikarenakan anak
w

adalah generasi penerus bangsa yang potensial sehingga perkembangan fisik, emosional,
/w

dan moralitasnya perlu dijaga.


:/

Indikator 5.2.2 Proporsi perempuan dewasa dan anak perempuan (umur 15-64 tahun) mengalami
tp

kekerasan seksual oleh orang lain selain pasangan dalam 12 bulan terakhir
ht

Kekerasan seksual didefinisikan sebagai perilaku seksual yang berbahaya atau tidak diinginkan
yang dikenakan pada seseorang. Ini termasuk tindakan hubungan seksual yang kasar,
keterlibatan paksa dalam tindakan seksual, melakukan tindakan seksual tanpa persetujuan,
pelecehan seksual, dll. Indikator ini dapat menggambarkan insiden dan prevalensi kekerasan
seksual terhadap perempuan, sehingga data tersebut dapat dijadikan acuan dalam mengambil
kebijakan pencegahan yang efektif dan tepat sasaran. Di Indonesia, data untuk indikator ini
dapat diperoleh dari BPS melalui Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN).
Namun, SPHPN ini baru dilaksanakan tahun 2016, sehingga data belum dapat disajikan.

82 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Target 5.3 Menghapuskan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan usia anak,
perkawinan pernikahan dini dan paksa, serta sunat perempuan

Indikator 5.3.1 Persentase wanita umur 20-24 tahun yang berstatus kawin atau berstatus hidup
bersama sebelum berusia 15 tahun dan sebelum berusia 18 tahun

Gambar 5.2 Persentase wanita umur 20-24 tahun yang berstatus kawin atau berstatus hidup
bersama, 2011-2015
13,24 13,46 12,94 12,90
11,56
Perkawinan usia dini berkurang
secara perlahan

tujuan 5
id
1,29 1,09 0,98 0,94 0,57 Menikah sebelum usia 15 tahun

o.
Catatan: Data untuk Menikah sebelum usia 18 tahun
2011 indikator2012
ini belum didapatkan
2013 dari Kepolisian
2014 Republik2015Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Susenas KOR, BPS
.g
ps
Praktik perkawinan dini di Indonesia masih ada, meski demikian persentase wanita umur
.b

20-24 tahun yang menikah sebelum usia 15 tahun atau 18 tahun perlahan menurun selama
tahun 2011-2015. Persentase wanita 20-24 tahun yang menikah sebelum usia 15 tahun pun
w

tidak mencapai satu persen di tahun 2015. Akan tetapi persentase wanita 20-24 tahun yang
menikah sebelum 18 tahun masih ada sekitar 12 persen. Oleh karena itu, angka ini perlu
w

terus ditekan agar praktik perkawinan dini dapat dihapuskan. Hal ini dikarenakan pernikahan
/w

dini dapat memberikan resiko bagi kesehatan perempuan, memicu kekerasan seksual, dan
pelanggaran HAM. Selain itu pernikahan dini juga merupakan salah satu penyebab angka
:/

fertilitas tinggi.
tp

Indikator 5.3.2 Persentase anak perempuan dan perempuan berusia 15-49 tahun yang telah
ht

menjalani FGM/C, menurut kelompok umur


Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C) atau sunat perempuan adalah pelanggaran
terhadap hak asasi perempuan. FGM/C dianggap sebagai salah satu bentuk kekerasan
terhadap perempuan dan akan merugikan kesehatan mereka baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Oleh karena itu, FGM/C dilarang oleh sejumlah perjanjian dan
konvensi internasional termasuk Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Namun, data untuk
indikator ini belum tersedia di Indonesia, sehingga indikator global ini perlu dikembangkan
di Indonesia.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 83


Target 5.4 Mengenali dan menghargai pekerjaan mengasuh dan pekerjaan rumah tangga
yang tidak dibayar melalui penyediaan pelayanan publik, infrastruktur dan
kebijakan perlindungan sosial, dan peningkatan tanggung jawab bersama
dalam rumah tangga dan keluarga yang tepat secara nasional

Indikator 5.4.1 Proporsi waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah tangga dan perawatan,
berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, dan lokasi
Indikator ini mengukur waktu yang dihabiskan oleh kaum perempuan untuk pekerjaan
yang tidak dibayar. Pekerjaan tidak dibayar tersebut adalah pekerjaan dan perawatan
rumah tangga, seperti pekerjaan produksi atau penyediaan jasa untuk konsumsi sendiri
dan pekerjaan sukarela untuk kepentingan masyarakat, lingkungan, dan orang-orang
selain keluarga. Padahal pekerjaan yang tidak dibayar tersebut erat dengan kemiskinan dan
kesejahteraan sosial yang kurang dan pekerjaan tersebut identik dengan kaum perempuan.
tujuan 5

Namun, data untuk indikator ini belum tersedia di Indonesia, sehingga indikator global ini

id
perlu dikembangkan.

o.
Target 5.5 Menjamin partisipasi penuh dan efektif, dan kesempatan yang sama bagi
.g
perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam
ps
kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat
.b

Indikator 5.5.1 Proporsi kursi yang diduduki perempuan di parlemen tingkat pusat dan daerah
(DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota)
w
w

Gambar 5.3 Persentase Kursi yang Diduduki Gambar 5.4 Persentase Kursi yang Diduduki
/w

Perempuan di Dewan Perwakilan Perempuan di Dewan Perwakilan


Rakyat (DPR), 1999-2014 Rakyat Daerah (DPRD), 2009 dan 2014
:/

17,86 17,32
26,52 25,76
tp

11,82
ht

8,80

Catatan: Data untuk indikator


1999 2004 ini belum didapatkan 2014
2009 dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2009 2014
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Statistik Indonesia 2011 dan 2016, BPS

Peran perempuan dalam pengambilan keputusan publik harus


Keterwakilan perempuan
mulai diperhitungkan, karena dapat menjadi sudut pandang
dalam anggota dewan dalam menyejahterakan kaum perempuan. Selama tahun 1999-
menurun selama tahun2009, keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
2009-2014 mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu dari 8,80 persen
di tahun 1999 menjadi 17,86 persen di tahun 2009. Akan tetapi
persentase perempuan dalam anggota DPR menurun di tahun 2014, menjadi 17,32 persen.

84 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Begitupun untuk anggota DPRD, kursi DPRD yang diduduki perempuan menurun dari 26,52
persen pada tahun 2009 menjadi 25,76 persen di tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan partisipasi politik perempuan dalam menetapkan kebijakan publik berkurang.
Dengan demikian, keterwakilan perempuan yang berkurang dikhawatirkan menghasilkan
keputusan yang tidak responsif, inklusif, partisipatif dan representatif di setiap tingkatan,
terutama bagi kaum perempuan.

Indikator 5.5.2 Proporsi perempuan yang berada di posisi managerial


Proporsi perempuan di posisi kepemimpinan di sejumlah area seperti pemerintah di tingkat
eksekutif, legislatif, peradilan dan penegak hukum, serta perusahaan milik publik atau swasta.
Jabatan manajer menurut Klasifikasi Baku Jabatan Indonesia (KBJI) 2014 BPS meliputi:
Pimpinan Eksekutif, Pejabat Tinggi Pemerintah dan Pejabat Pembuat Peraturan Perundang-
undangan (kode 11); Manajer Administrasi dan Komersial (kode 12); Manajer Produksi dan

tujuan 5
Pelayanan Khusus (kode 13); dan Manajer Jasa Perhotelan, Perdagangan, dan Jasa Lainnya
(kode 14).

id
o.
Gambar 5.5 Distribusi Jabatan Manager Menurut Jenis Kelamin, 2016

.g
ps
24,17% Satu dari empat tenaga
manager adalah perempuan
.b

75,83%
w
w

Catatan: Data untuk indikatorLaki-Laki


ini belum didapatkan
Perempuandari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
/w

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2016, BPS


:/

Pada tahun 2016, sekitar 24 persen jabatan manager diduduki oleh perempuan. Indikator
tp

ini merupakan komponen dari Indeks Pemberdayaan Gender. Terdapatnya perempuan yang
ht

menduduki posisi manager menunjukkan bahwa perempuan dapat berpartisipasi penuh


dan mendapat kesempatan yang untuk kepemimpinan pada semua level pengambilan
keputusan dalam kehidupan ekonomi. Namun, angka tersebut harus terus ditingkatkan untuk
mencapai target terjaminnya partisipasi penuh dan efektif, dan kesempatan yang sama bagi
perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan
politik, ekonomi, dan masyarakat.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 85


Target 5.6 Menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi, dan
hak reproduksi seperti yang telah disepakati sesuai dengan PROGRAMME OF
ACTION OF THE INTERNATIONAL CONFERENCE ON POPULATION AND DEVELOPMENT AND
THE BEIJING PLATFORM serta dokumen-dokumen hasil review dari konferensi-
konferensi tersebut.

Indikator 5.6.1 Proporsi perempuan umur 15-49 tahun yang membuat keputusan sendiri terkait
hubungan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan layanan kesehatan reproduksi
Perhitungan dalam indikator ini mengkomputasikan tiga pertanyaan yang diajukan kepada
perempuan, yaitu (1) mengatakan tidak kepada suami atau pasangan untuk melakukan
hubungan seksual, (2) membuat keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi, dan (3)
membuat keputusan untuk memperoleh pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi untuk
dirinya sendiri. Indikator ini menggambarkan kewenangan dan kemampuan perempuan
tujuan 5

untuk membuat keputusan dalam mengontrol kelahiran, keinginan untuk melahirkan dan

id
pelayanan kesehatan yang digunakan berpengaruh pada status perempuan dalam rumah

o.
tangga, gambaran terhadap dirinya sendiri (self image) dan kemampuan perempuan dalam
memberdayakan diri sendiri. Data untuk indikator ini dapat diperoleh dari Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
.g
ps
Indikator 5.6.1.(a) UNMET NEED KB (Kebutuhan Keluarga Berencana/KB yang tidak terpenuhi)
.b

Gambar 5.6 UNMET NEED KB (Kebutuhan Keluarga Berencana/KB yang tidak terpenuhi), 1994-2012
w

16 15,3
w

15
/w

13,6
14 13,2 13,1
Pelayanan akan kebutuhan KB
13
:/

11,4 terus membaik


12
tp

11
10
ht

Catatan: 1994indikator1997
Data untuk ini belum2002-2003
didapatkan dari2007 2012 Indonesia. Oleh karena itu,
Kepolisian Republik
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Publikasi Demographic and Health Survey 1994-2012

Unmet need KB adalah proporsi pasangan usia subur (PUS) dalam status kawin yang
tidak menggunakan alat kontrasepsi meskipun mereka menyatakan ingin menunda atau
menjarangkan anak. Selama tahun 1994-2012, angka unmet need KB terus menurun hingga
11,4 persen. Semakin rendahnya angka unmet need KB ini menjelaskan bahwa pelayanan
KB telah memenuhi kebutuhan masyarakat. Terus menurunnya angka ini juga memberikan
optimisme tercapainya target tujuan pembangunan berkelanjutan dalam menjamin akses
universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi.

86 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Indikator 5.6.1(b) Pengetahuan dan pemahaman Pasangan Usia Subur (PUS) tentang metode
kontrasepsi modern
Gambar 5.7 Persentase Pasangan Usia Subur (PUS) yang Memiliki Pengetahuan dan Pemahaman
tentang metode kontrasepsi modern, 1994-2012
100 98,9
98,5 98,3
99 Pengetahuan Pasangan Usia
98 96,9 Subur tentang metode Keluarga
97 96,1 Berencana sudah tinggi
96
95
94
Catatan: Data untuk1994
indikator ini1997
belum didapatkan
2002-2003 dari Kepolisian
2007 Republik
2012Indonesia. Oleh karena itu,

tujuan 5
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS

id
Sumber: Publikasi Demographic and Health Survey 1994-2012

o.
Penggunaan alat/cara kontrasepsi yang efektif sangat bergantung pada pengetahuan yang
dimiliki oleh suatu pasangan. Selama tahun 1994-2012, pengetahuan dan pemahaman
.g
Pasangan Usia Subur (PUS) tentang metode kontrasepsi modern terus meningkat, hingga
ps
hampir 99 persen. Hal ini menandakan besarnya pengetahuan pasangan tentang cara
pembatasan kelahiran dan keluarga berencana (KB). Kondisi ini tentu akan mendukung
.b

keberhasilan program keluarga berencana yang terus menjadi perhatian pemerintah.


Tingginya pengetahuan pasangan akan alat/cara kontrasepsi juga menjelaskan terjaminnya
w

akses bagi semua orang terhadap kesehatan seksual dan reproduksi.


w

Indikator 5.6.2 Undang-undang atau Peraturan Pemerintah (PP) yang menjamin perempuan umur
/w

15-49 tahun untuk mendapatkan pelayanan, informasi dan pendidikan terkait


:/

kesehatan seksual dan reproduksi


tp

Indikator ini bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak kesehatan reproduksi setiap
orang yang diperoleh melalui pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan dapat
ht

dipertanggungjawabkan. Indikator ini juga dapat menjadi ukuran terjaminnya kesehatan


ibu dalam usia reproduksi agar mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas
serta mengurangi angka kematian ibu. Pelayanan kesehatan ibu dilakukan sedini mungkin
dimulai dari masa remaja sesuai dengan perkembangan mental dan fisik (PP No. 61 tahun
2014 tentang Kesehatan Reproduksi).

Data indikator ini dapat disajikan dengan mengidentifikasi ada tidaknya peraturan/
perundang-undangannya (UU, PP, Permen, Perda) terkait yang tertera pada definisi pada level
pusat dan mengidentifikasi ada tidaknya peraturan pelaksanaanya dalam bentuk Pergub,
Perbup/perwali pada level daerah. Sumber yang dapat digunakan dalam perolehan data
antara lain, KemenHukHam, BKKBN, Kemenkes, KPPPA, dan Kemendikbud.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 87


Target 5.a Melakukan reformasi untuk memberi hak yang sama kepada perempuan
terhadap sumber daya ekonomi, serta akses terhadap kepemilikan dan kontrol
atas tanah dan bentuk kepemilikan lain, jasa keuangan, warisan dan sumber
daya alam, sesuai dengan hukum nasional

Indikator 5.a.1 Proporsi penduduk yang memiliki hak tanah pertanian; (2) Proporsi perempuan
pemilik atau yang memiliki hak lahan pertanian, menurut jenis kepemilikan
Indikator ini dibagi menjadi dua bagian yaitu (a) mengukur jumlah orang dengan kepemilikan
hak atas tanah di antara total penduduk pertanian, dan (b) memfokuskan pada kesetaraan
gender dengan mengukur jumlah perempuan dalam kepemilikan hak atas tanah pertanian.
Indikator ini memantau kepemilikan hak atas tanah dan memberikan gambaran yang jelas
tentang kesenjangan sosial antar gender dalam kepemilikan/penguasaan tanah. Namun
demikian, indikator ini belum tersedia di Indonesia, sehingga menjadi indikator global yang
tujuan 5

perlu dikembangkan.

id
o.
Indikator 5.a.2 Proporsi negara dengan kerangka hukum (termasuk hukum adat) yang menjamin
persamaan hak perempuan untuk kepemilikan tanah dan/atau hak kontrol
Indikator memonitor reformasi yang memberikan hak yang sama bagi perempuan terhadap .g
ps
sumber daya ekonomi, serta akses ke kepemilikan dan kontrol atas tanah. Lebih khusus,
indikator memungkinkan untuk memantau perkembangan kesetaraan gender melalui
adopsi langkah-langkah khusus perempuan untuk melindungi hak-hak bagi perempuan atas
.b

kepemilikan tanah. Ukuran ini juga memberikan indikasi adanya upaya pemerintah untuk
w

bergerak ke arah kesetaraan gender dalam penguasaan lahan. Namun demikian, indikator ini
belum tersedia di Indonesia, sehingga menjadi indikator global perlu dikembangkan.
w
/w

Target 5.b Meningkatkan penggunaan teknologi yang memampukan,khususnya teknologi


informasi dan komunikasi untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan
:/
tp

Indikator 5.b.1 Proporsi individu (5 Tahun ke Atas) yang memiliki telepon genggam, menurut jenis
ht

kelamin, 2015
Gambar 5.8 Proporsi individu (5 Tahun ke Atas) yang memiliki telepon genggam menurut jenis kelamin
(persen), 2015
100 90,49 90,03 89,19 86,92
78,79 81,47 Proporsi perempuan yang
74,31
80 82,27 menggunakan telepon
64,00
82,22 55,57 genggam lebih rendah
75,27
60 70,10 44,42 dibandingkan laki-laki
63,00
54,45 34,96
40 31,64 39,22 48,04 23,60
37,08 13,18
20 5,22 6,06 30,97
23,47
17,30 Laki-Laki
0 10,88
5,75
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu, Perempuan
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Susenas KOR, BPS

88 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Pada tahun 2015, proporsi perempuan yang memiliki telepon genggam lebih rendah
dibandingkan proporsi laki-laki, yaitu sebesar 50,38 persen untuk perempuan dan 63,41
persen untuk laki-laki (Susenas KOR, BPS). Kemudian, jika ditinjau berdasarkan kelompok
umur, pola antara perempuan dan laki-laki sedikit berbeda. Proposi penduduk laki-laki yang
memiliki telepon genggam terus meningkat hingga kelompok umur 20-24 tahun, kemudian
menurun pada kelompok umur 25-29 tahun. Di sisi lain, proporsi perempuan yang memiliki
telepon genggam meningkat hanya sampai kelompok umur 15-19 tahun kemudian menurun
pada kelompok umur 20-24 tahun dan seterusnya. Secara umum, puncak kepemilikan telepon
genggam penduduk laki-laki berada pada kelompok umur 20-24 tahun sampai dengan 30-34
tahun, sedangkan perempuan berada pada kelompok umur 15-19 tahun sampai dengan 20-
24 tahun.

Hal tersebut menunjukkan akses perempuan terhadap komunikasi dan informasi melalui
jaringan bergerak (mobile) Fixed Wireless Access dan seluler menurun pada umur 20-24 tahun.

tujuan 5
Padahal penggunaaan teknologi pada kaum perempuan dapat meningkatkan pemberdayaan

id
perempuan. Apalagi, usia 20-24 tahun merupakan usia dimana kaum perempuan dapat
berkarya dengan mandiri. Menurunnya proporsi kepemilikan telepon genggam ini dapat

o.
dikarenakan masih terbatasnya hak perempuan dalam menggapai teknologi. Oleh karena
itu, pemerintah perlu terus memantau kemudahan akses teknologi yang memampukan bagi
kaum perempuan. .g
ps

Target 5.c Mengadopsi dan memperkuat kebijakan yang baik dan perundang-undangan
.b

yang berlaku untuk peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan kaum


perempuan di semua tingkatan
w
w

Indikator 5.c.1 Ketersediaan sistem untuk melacak dan membuat alokasi umum untuk
/w

kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan


Sistem pelacakan alokasi anggaran dan pengeluaran merupakan hal yang penting dan utama
:/

untuk menghilangkan kesenjangan antar gender. Kurangnya investasi dalam kesetaraan


tp

gender dan pemberdayaan perempuan telah memperlambat pembangunan dan memberikan


dampak pembangunan yang tidak merata. Oleh karena itu, pembiayaan yang memadai harus
ht

menjadi perhatian penting terutama dalam pelaksanaan hukum dan kebijakan yang responsif
terhadap gender. Namun, indikator ini belum tersedia di Indonesia, sehingga indikator global
ini perlu dikembangkan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 89


ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 6
ps
14 4
.b
w
w

13 menjamin ketersediaan serta 5


/w

pengelolaan air bersih dan sanitasi


yang berkelanjutan untuk semua
:/
tp

12 7
ht

11 8
10 9
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 6
Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan
Sanitasi yang Berkelanjutan untuk Semua
Target 6.1 Pada tahun 2030, mencapai akses universal dan merata terhadap air minum
yang aman dan terjangkau bagi semua

Indikator 6.1.1.(a) Proporsi populasi yang memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak
dan berkelanjutan
Air minum layak dan bersih adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran),
keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan
sumur terlindung, sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10 meter dari

id
pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. Tidak termasuk
air kemasan, air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tanki, air sumur dan mata air

tujuan 6
o.
tidak terlindung.

.g
Indikator ini mengukur persentase penduduk perkotaan dan perdesaan yang mengakses
pelayanan dasar untuk air minum yang aman, seperti yang didefinisikan oleh Joint Monitoring
ps
Programme (Program Pemantauan Gabungan) WHO/UNICEF. Indikator ini menjelaskan
keadaan air minum yang lebih rinci dibandingkan indikator air minum dasar yang telah
.b

dirancang sebelumnya dengan menggabungkan penilaian terhadap kualitas dan keamanan


air yang digunakan masyarakat. Dalam laporan ini indikator air minum aman belum bisa
w

disajikan karena masalah ketersediaan data. Sebagai proksi digunakan indikator air minum
w

layak.
/w

Selama tahun 2011-2015, persentase rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses air
minum yang layak terus meningkat. Secara agregat (perkotaan+perdesaan), persentase rumah
:/

tangga yang memiliki akses air minum yang layak meningkat setiap tahunnya, yaitu dari 63,95
tp
ht

Gambar 6.1 persentase rumah tangga menurut tipe daerah dan sumber air minum layak1),, 2011-2015

70,97
2015 60,58
81,30 Pada tahun 2015, persentase
68,38
2014 56,57 rumah tangga di Indonesia
80,27
67,93 yang memiliki akses air
2013 56,68
79,3 minum layak sebesar 70,97
64,87 persen. Rumah tangga di
2012 53,12
76,87 daerah perkotaan lebih
63,95 banyak dibandingkan rumah
2011 52,31
75,81
tangga di daerah perdesaan.
Indonesia Desa Kota

Catatan :1) Indikator air minum layak mulai tahun 2011 menggunakan rumus baru yaitu air minum layak sudah mencakup air minum utama dan air
mandi/cuci. Sedangkan sebelum tahun 2011 menggunakan rumus lama yaitu hanya air minum utama merupakan data backasting.
Sumber : http//www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1548

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 93


persen pada tahun 2011 menjadi 70,97 persen pada tahun 2015. Dengan peningkatan yang
konsisten, target SDGs untuk memberikan kemudahan bagi seluruh penduduk dan menjamin
akses perumahan dengan pelayanan dasar yang layak pada tahun 2030 juga optimis akan
tercapai.

Kemudian, selama periode yang sama, untuk daerah perkotaan persentase rumah tangga
yang memiliki akses air minum layak meningkat setiap tahunnya. Daerah perkotaan di
Indonesia menunjukkan kondisi perumahan dengan pelayanan dasar yang lebih layak.
Pada tahun 2015, persentase rumah tangga dengan akses air minum layak sudah mencapai
81,30 persen dan sudah melebihi target MDGs yaitu sebesar 75,29 persen pada tahun 2015.
Dengan demikian, upaya pemerintah untuk memenuhi pelayanan air minum yang aman bagi
penduduk perkotaan sudah tepat dan telah mencapai target MDGs. Tingginya persentase
rumah tangga dengan akses air minum yang layak juga memberikan optimisme tercapainya
target SDGs dengan tetap mengupayakan mempertahankan dan meningkatkan pelayanan
dasar untuk air minum yang aman bagi rumah tangga perkotaan. Tinggal akses sumber air

id
minum layak untuk penduduk perdesaan yang masih perlu mendapat perhatian khusus dari
pemerintah.
tujuan 6

o.
Indikator 6.1.1.(b) Kapasitas prasarana air baku untuk melayani rumah tangga, perkotaan dan
industri dan penyediaan air baku untuk 60 pulau pulau .g
ps
Air Baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut
yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai Air Baku untuk Air Minum. (PP No. 122/2015
.b

tentang Sistem Penyediaan Air Minum).


w

Kapasitas prasarana air baku adalah kapasitas debit rata-rata prasarana air baku yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, perkotaan, industri, serta pulau-pulau.
w
/w

Manfaat indikator ini digunakan untuk memantau kapasitas pelayanan penyediaan air baku
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, perkotaan, industri dan pulau-pulau, sehingga
:/

terwujud pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas. Indikator ini belum tersedia
datanya dan akan dikembangkan lebih lanjut.
tp
ht

Target 6.2 Pada tahun 2030, mencapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang
memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air besar
di tempat sembarang, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum
perempuan, serta kelompok masyarakat rentan.

Indikator 6.2.1.(a) Proporsi Populasi Yang Memiliki Fasilitas Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air
Proporsi populasi yang memiliki fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air adalah perbandingan
antara banyaknya penduduk dan rumah tangga yang memiliki kebiasaan mencuci tangan
menggunakan sabun dengan jumlah penduduk dan rumah tangga seluruhnya, dinyatakan
dalam persentase.

Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Menurut penelitian, perilaku mencuci tangan
pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan
dengan cara lainnya untuk mengurangi risiko penularan penyakit.

94 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Data yang diukur menggunakan variabel kombinasi antara perilaku cuci tangan dan
ketersediaan sarana prasarana cuci tangan dengan sabun dan air. Hal ini dimaksudkan agar
variabel yang diukur dapat secara tepat menggambarkan kondisi populasi yang memiliki
fasilitas cuci tangan disertai dengan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan air, sehingga
lebih tepat sasaran.

Peningkatan fasilitas sanitasi, akses air bersih, dan sabun sangat penting. Mempromosikan
mencuci tangan dengan sabun merupakan upaya yang dinilai paling efektif dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat. Membuat masyarakat untuk mencuci tangan dengan
sabun setelah menggunakan kamar kecil atau sebelum makan, memerlukan perubahan
perilaku.

Setiap rumah tangga tersebut disarankan untuk memiliki tempat khusus untuk mencuci
tangan serta tersedianya air dan bahan pembersih untuk mencuci tangan. Pentingnya fasilitas
mencuci tangan dikarenakan mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun merupakan
salah satu perilaku hidup dan sehat yang harus dipraktikkan dalam rumah tangga.

id

tujuan 6
o.
Gambar 6.2 persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang mencuci tangan dengan air dan
.g
sabun menurut aktivitas yang mengharuskan cuci tangan dan tipe daerah, 2013
ps
42,37
Setelah Bermain di Tanah 40,67
44,04
Pada tahun 2013, kesadaran
.b

34,17
Setelah Memegang Hewan 33,59
34,73 akan kebersihan bagi
w

Sebelum Makan atau Menyuapi Anak


37,78
30,93 penduduk 10 tahun ke atas
44,49
yang mencuci tangan dengan
w

28,09
Sesudah Menceboki Bayi 24,92
31,2 air bersih dan sabun setelah
/w

Sesudah Buang Air Besar/Kecil


65,83 beraktivitas buang air besar/
56,91
74,57 kecil sebanyak 65,83 persen.
:/

0 10 20 30 40 50 60 70 80
tp

Kota + Desa Perdesaan Perkotaan

Sumber : Statistik Kesehatan, 2013


ht

Pada gambar 6.2. terlihat bahwa penduduk berumur 10 tahun ke atas yang mencuci tangan
dengan air dan sabun pada tahun 2013, sesudah buang air besar/kecil mencapai 65,83 persen,
kemudian sesudah menceboki bayi 28,09 persen, sebelum makan atau menyuapi anak 37,78
persen, setelah memegang hewan 34,17 persen, dan setelah bermain di tanah sebesar 42,37
persen. Kebiasaan mencuci tangan harus dibangun mulai dari tempat tinggal.

Jika dilihat menurut wilayah, penduduk perkotaan lebih gemar mencuci tangan dibandingkan
penduduk perdesan di semua kegiatan. Penduduk perempuan rata-rata lebih menyadari
pentingnya mencuci tangan di setiap kegiatan dibandingkan penduduk laki-laki, kecuali
aktivitas setelah memegang hewan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 95


Gambar 6.3 persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang mencuci tangan dengan air dan
sabun menurut aktivitas yang mengharuskan cuci tangan dan jenis kelamin, 2013
41,79
Setelah Bermain di Tanah
42,59
Aktivitas mencuci tangan
34,09
Setelah Memegang Hewan
34,24 dengan air bersih dan sabun
Sebelum Makan atau Menyuapi 41,36 didominasi oleh penduduk
Anak 34,21 perempuan yang tercatat
Sesudah Menceboki Bayi
34,11 sebanyak 69,13 persen pada
22,1
tahun 2013.
69,13
Sesudah Buang Air Besar/Kecil
62,54

Perempuan Laki-laki

Sumber : Statistik Kesehatan, 2013

id
tujuan 6

o.
Indikator 6.2.1.(b) Proporsi populasi penduduk yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi
layak dan berkelanjutan .g
ps
Fasilitas sanitasi layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan, antara lain
klosetnya menggunakan leher angsa atau plengsengan dengan tutup, tempat pembuangan
.b

akhir tinjanya menggunakan tanki septik (septic tank) atau Sistem Pengolahan Air Limbah
(SPAL), dan fasilitas sanitasi tersebut digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama
w

dengan rumah tangga lain tertentu.


w

Sanitasi layak dan berkelanjutan meliputi 5 (lima) kriteria yaitu (1) stop buang air besar
/w

sembarangan; (2) cuci tangan pakai sabun; (3) pengelolaan air minum dan makanan rumah
tangga; (4) pengelolaan sampah rumah tangga dengan aman; dan (5) pengelolaan limbah
:/

cair rumah tangga dengan aman.


tp

Proporsi populasi yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak dan berkelanjutan
adalah perbandingan rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak
ht

dengan rumah tangga seluruhnya, dinyatakan dalam persentase.

Indikator ini digunakan untuk mengukur penduduk atau rumah tangga yang memiliki akses
terhadap layanan sanitasi layak baik yang ada di perkotaan maupun di perdesaan. Indikator
ini menggambarkan tingkat kesejahteraan rakyat dari aspek kesehatan.

Selama tahun 2011-2015, persentase rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses sanitasi
layak mengalami peningkatan. Angka persentase rumah tangga dengan sanitasi layak
mencapai 62,14 persen pada tahun 2015. Dengan peningkatan yang konsisten tiap tahun,
target SDGs untuk memberikan akses sanitasi dan kesehatan yang mudah dan merata bagi
seluruh penduduk pada tahun 2030 optimis akan tercapai.

Pada periode yang sama, persentase rumah tangga daerah perkotaan yang memiliki sanitasi
layak meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2015, persentase rumah tangga dengan akses
sanitasi layak sudah mencapai 76,36 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa proporsi rumah
tangga dengan akses sanitasi layak sesuai target MDGs sebesar 76,82 persen pada tahun

96 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Gambar 6.4 persentase rumah tangga menurut tipe daerah dan sanitasi layak, 2009-2015
62,14
2015 47,84
76,36 Rumah tangga di Indonesia
2014 45,6
61,08 pada tahun 2015 yang
76,66 memiliki akses sanitasi layak
60,55
2013 44,8 mencapai 62,14 persen, rumah
76,48
57,89 tangga yang memiliki akses
2012 42,91
73,2 sanitasi layak di perkotaan
2011 39,04
55,69 lebih tinggi dibandingkan di
72,66
daerah perdesaan.
Indonesia Desa Kota

Sumber : https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1550

id

tujuan 6
o.
2015 belum sepenuhnya tercapai. Dengan upaya yang terus menerus dalam meningkatkan
pelayanan akses sanitasi yang layak, target SDGs optimal akan tercapai. .g
ps
Rumah tangga di daerah perdesaan yang memiliki sanitasi layak lebih sedikit dibanding rumah
tangga di perkotaan. Dalam perkembangannya selama tahun 2011-2015 persentasenya
.b

meningkat setiap tahun dari 39,04 persen menjadi 47,84 persen. Masih banyaknya rumah
tangga yang belum memiliki akses sanitasi layak mengharuskan pemerintah untuk
w

memberikan perhatian khusus atas pelayanan sanitasi tersebut terkait dengan target MDGs
w

yang harus mencapai 55,55 persen pada tahun 2015. Dengan demikian, pemerintah masih
harus kerja keras untuk mencapai target SDGs pada tahun 2030, yaitu tercapainya akses
/w

sanitasi dan kesehatan yang mudah dan merata bagi seluruh penduduk.
:/

Indikator 6.2.1.(c) Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan sanitasi total berbasis masyarakat
tp

(STBM)
ht

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk mengubah perilaku
higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. STBM meliputi
5 (lima) kriteria yaitu (1) stop buang air besar sembarangan; (2) cuci tangan pakai sabun; (3)
pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga; (4) pengelolaan sampah rumah tangga
dengan aman; dan (5) pengelolaan limbah cair rumah tangga dengan aman.

Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu
komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi
menyebarkan penyakit.

Cuci Tangan Pakai Sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang
mengalir dan sabun.

Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga adalah melakukan kegiatan mengelola
air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari
sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip higiene
sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 97


Pengamanan Sampah Rumah Tangga adalah melakukan kegiatan pengolahan sampah di
rumah tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang, dan mendaur
ulang.

Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga adalah melakukan kegiatan pengolahan limbah
cair di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang
memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang
mampu memutus mata rantai penularan penyakit.

Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM adalah banyaknya desa/kelurahan yang


melaksanakan STBM guna mendukung peningkatan akses terhadap sanitasi dan kebersihan
yang memadai dan merata bagi semua, dan terutama upaya menghentikan praktik BABS.

Indikator ini digunakan untuk memantau pelaksanaan STBM di desa/kelurahan untuk


mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

id
tujuan 6

o.
Indikator 6.2.1.(d) Jumlah kota/kab yang terbangun infrastruktur air limbah dengan system
terpusat skala kota, kawasan dan komunal.
.g
Sistem pengelolaan air limbah terpusat adalah sistem pengelolaan air limbah dengan
jangkauan pelayanan minimal 10 rumah tangga.
ps

Sistem air limbah skala permukiman adalah sebuah sistem pelayanan sanitasi yang melayani
.b

sekelompok rumah tangga, memiliki jaringan pipa tersier, dan unit pengolahan air limbah.
w

Sistem air limbah skala kawasan adalah sebuah sistem pelayanan sanitasi yang melayani
komplek perumahan dan komplek perkantoran, memiliki jaringan pipa sekunder, dan unit
w

pengolahan air limbah.


/w

Sistem air limbah skala kota adalah sebuah sistem pelayanan sanitasi yang melayani wilayah
:/

luas dalam kota, memiliki jaringan pipa lengkap (pipa primer, sekunder dan tersier) dan unit
pengolahan air limbah.
tp

Jumlah kota/kabupaten yang terbangun infrastruktur air limbah adalah banyaknya kota/
ht

kabupaten yang telah membangun infrastruktur air limbah sistem terpusat skala kota,
kawasan, dan komunal.

Indikator ini digunakan untuk memantau pengelolaan air limbah skala kota sehingga
meningkatkan pelayanan sanitasi kota secara menyeluruh.

98 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia


Target 6.3 Pada tahun 2030, meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi,
menghilangkan dumping dan meminimalkan pelepasan material dan bahan
kimia berbahaya, mengurangi separuh proporsi air limbah yang tidak diolah,
dan meningkatkan daur ulang serta penggunaan kembali barang daur ulang
yang aman secara global

Indikator 6.3.1(a) Kualitas pengelolaan Lumpur tinja perkotaan dan pembangunan Instalasi
Pengelolaan Tinja (IPLT)
Lumpur tinja adalah limbah cair yang dihasilkan oleh manusia (tinja). Sementara instalasi
pengelolaan lumpur tinja (IPLT) adalah instalasi pengelolaan lumpur tinja rumah tangga.

Jumlah kota/kabupaten yang ditingkatkan kualitas pengelolaan lumpur tinja perkotaan dan
dilakukan pembangunan IPLT adalah banyaknya kota/kabupaten yang ditingkatkan kualitas
pengelolaan lumpur tinja perkotaan melalui pembangunan IPLT.

id

tujuan 6
Indikator ini digunakan untuk memantau peningkatan kota atau kabupaten yang telah

o.
terlayani IPLT sehingga tidak mencemari lingkungan dan kesehatan masyarakat dapat
terpelihara.
.g
Indikator ini digunakan untuk memantau perubahan kualitas air pada 15 danau prioritas dari
ps
waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh berbagai kegiatan yang bisa mencemarinya.
.b

Indikator 6.3.2.(a) Kualitas air danau


w

Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualias air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi
w

alamiahnya (PP No. 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalaian Pencemaran
/w

Air).
:/

Air permukaan termasuk air sungai dan danau dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
manusia seperti: sumber air minum, perumahan, irigasi, peternakan, perikanan pembangkit
tp

listrik, transportasi, dan sebagai tempat rekreasi.


ht

Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air tawar atau air asin
yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan.

Ada 7 (tujuh) parameter yang digunakan dalam menghitung indeks kualitas air (IKA), yang
total suspended solid atau
dianggap mewakili kondisi riil kualitas air spermukaan yaitu: TSS (total
zat padat tersuspensi); DO (dissolved oxygen atau oksigen terlarut); BOD (biochemical oxygen
demand atau kebutuhan oksigen biokimiawi); COD (chemical oxygen demand atau kebutuhan
total phosfat
oksigen kimiawi) T-P (total phosfat); fecal coli dan total coli.

Kualitas air danau adalah meningkatnya 7 (tujuh) parameter indeks kualitas air (IKA) pada 15
danau prioritas.

Indikator ini digunakan untuk memantau perubahan kualitas air pada 15 danau prioritas dari
waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh berbagai kegiatan yang bisa mencemarinya.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 99


Indikator 6.3.2.(b) Kualitas air sungai sebagai sumber air baku
Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualias air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi
alamiahnya. (PP No. 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalaian Pencemaran
Air).

Air Baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut
yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai Air Baku untuk Air Minum (PP No. 122/2015
tentang Sistem Penyediaan Air

Ada 7 (tujuh) parameter yang digunakan dalam menghitung indeks kualitas air (IKA), yang
dianggap mewakili kondisi riil kualitas air sungai yaitu: TSS; DO; BOD; COD; T-P; fecal coli dan
total coli.

Kualitas air sungai sebagai air baku adalah meningkatnya indeks kualitas air (IKA) sungai
sehingga memenuhi baku mutu rata-rata air sungai kelas II.

id
tujuan 6

Indikator ini digunakan untuk memantau perubahan kualitas air sungai dari waktu ke waktu

o.
yang dipengaruhi oleh berbagai kegiatan yang bisa mencemarinya, sekaligus menjadi dasar
perhitungan Indeks Kualitas Air (IKA).
.g
ps
Target 6.4 Pada tahun 2030, secara bermakna meningkatkan efisiensi penggunaan air di
semua sektor, dan menjamin keberlanjutan penggunaan dan pasokan air tawar
.b

untuk mengatasi kelangkaan air, dan secara bermakna mengurangi jumlah


w

orang yang menderita akibat kelangkaan air


w

Indikator 6.4.1.(a) Pengendalian penegakan hukum bagi penggunaan air tanah yang berlebihan,
/w

percepatan penyediaan dan pengelolaan air baku kawasan perekonomian, dan


:/

penerapan kebijakan pengenaan tarif air industri yang kompetitif.


Guna menjamin ketahanan air untuk mendukung ketahanan nasional dilakukan melalui arah
tp

kebijakan pembangunan untuk ketahanan air, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan air
ht

untuk kebutuhan sosial dan ekonomi produktif. Pemenuhan kebutuhan air untuk kebutuhan
sosial dan ekonomi produktif dilakukan antara lain melalui pengendalian dan penegakan
hukum bagi penggunaan air tanah yang berlebihan diiringi percepatan penyediaan dan
pengelolaan air baku kawasan perekonomian, dan penerapan kebijakan pengenaan tarif air
industri yang kompetitif.

Pengendalian dan penegakan hukum bagi penggunaan air tanah yang berlebihan adalah
upaya menjamin ketahanan air sebagai upaya pemenuhan kebutuhan air untuk kebutuhan
sosial dan ekonomi produktif, yang diikuti percepatan penyediaan dan pengelolaan air
baku kawasan perekonomian, dan penerapan kebijakan pengenaan tarif air industri yang
kompetitif.

Indikator ini digunakan untuk mendorong upaya menjamin ketahanan air untuk mendukung
ketahanan nasional yang dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan air untuk kebutuhan
sosial dan ekonomi produktif melalui upaya mengurangi penggunaan sumber daya air secara
berlebihan dan tidak terkendali.

100 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 6.4.1(b) Insentif penghematan air pertanian/perkebunan dan industri serta
pengembangan konsep pemanfaatan air limbah yang aman untuk pertanian.
Guna menjamin ketahanan air untuk mendukung ketahanan nasional dilakukan melalui arah
kebijakan pembangunan untuk ketahanan air, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan air
untuk kebutuhan sosial dan ekonomi produktif. Pemenuhan kebutuhan air untuk kebutuhan
sosial dan ekonomi produktif dilakukan antara lain melalui pemberian insentif penghematan
air pertanian/perkebunan dan industri termasuk penerapan prinsip reduce, mengembangkan
reuse dan recycle; serta pengembangan konsep pemanfaatan air limbah yang aman untuk
pertanian (safe use of wastewater in agriculture).

Insentif penghematan air pertanian/perkebunan dan industri, serta pengembangan konsep


pemanfatan air limbah yang aman untuk pertanian adalah upaya pemberian dukungan
regulasi dan fasilitasi dalam pemanfaatan sumber daya air secara efisien dan efektif untuk
berbagai sektor pembangunan, termasuk dalam penerapan prinsip reduce, mengembangkan
reuse dan recycle; serta pengembangan konsep pemanfaatan air limbah yang aman untuk

id
pertanian (safe use of wastewater in agriculture). Indikator ini digunakan untuk mendorong

tujuan 6
upaya menjamin ketahanan air untuk mendukung ketahanan nasional melalui upaya

o.
pemberian dukungan regulasi dan fasilitasi dalam pemanfaatan sumber daya air secara
efisien dan efektif untuk berbagai sektor pembangunan.
.g
ps
Target 6.5 Pada tahun 2030, menerapkan pengelolaan sumber daya air terpadu di semua
tingkatan, termasuk melalui kerjasama lintas batas yang tepat
.b
w

Indikator 6.5.1.(a) Jumlah rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) yang
diinternalisasi ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
w

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
/w

dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas
:/

di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
tp

yang masih terpengaruh aktifitas daratan (PP no. 37/2012 tentang Pengelolaan DAS).
ht

Jumlah Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (RPDAST) yang diinternalisasi ke
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah banyaknya rencana pengelolaan DAS yang
masuk dalam kebijakan dan srategi pemanfaatan ruang wilayah baik berdasarkan wilayah
administratif, fungsi, kegiatan dan nilai strategis kawasan (dalam mendukung Wilayah Sungai).

Indikator ini digunakan untuk memantau adanya RTRW yang selaras dengan rencana
pengelolaan DAS secara terpadu dalam mendukung pelindungan fungsi DAS terhadap
dampak negatif akibat pemanfaatan ruang wilayah yang tidak terkendali.

DAS sebagai penampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut, maka dilakukan upaya rehabilitasi terhadap lahan potensial kritis yang
kondisinya masih baik. Untuk mencapai keadaan yang diinginkan dilakukan melalui upaya
konservasi tanah. Teknologi konservasi tanah diterapkan melalui bangunan konservasi
dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan dan dapat diterima masyarakat, yang
terdiri dari; Dam Pengendali, Dam Penahan, Embung Air dan Sumur resapan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 101
Gambar 6.5 jumlah pembangunan dam pengendali dan dam penahan, tahun 2011-2015

826

1.921

211 645
541 474
134 158 407
43

2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015
Dam Pengendali Dam Penahan

Sumber: Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015

id
tujuan 6

o.
Dam pengendali adalah bendungan kecil yang dapat
Pembangunan Dam Pengendali
.g
menampung air (tidak lolos air), dengan konstruksi urugan
ps
meningkat hingga tahun 2015
tanah dengan lapisan atau konstruksi beton(tipe busur) untuk
tercatat sebanyak 1.372 unit,
mengendalikan erosi dan banjir. Manfaat dam pengendali
.b

sedangkan Dam Penahan antara lain dapat mengendalikan endapan aliran air yang
tercatat sebanyak 3.988 unit.
ada dipermukaan tanah yang berasal dari daerah tangkapan
w

air di bagian hulunya dan berfungsi sebagai sumber air bagi


w

masyarakat dan irigasi. Pembangunan dam pengendali sejak


tahun 2011 sampai dengan 2015 telah dilaksanakan sebanyak 1.372 unit. Pembangunan
/w

Dam Penahan selama periode 5 tahun terakhir sejak tahun 2011 sampai dengan 2015 telak
dilaksanakan sebanyak 3.988.
:/
tp

168
ht

Gambar1316.6 Jumlah Pembangunan


133 Embung Air dan Sumur Serapan, Tahun 2011-2015 3.443
124

168
1.641
1.482
131 133 1.095 1.120
124

2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014 2015

Embung Air Sumur Serapan


Sumber: Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015

2011 2012 2013 2014

102 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Embung air adalah bangunan penampung air berbentuk kolam
Pembangunan Embung air yang berfungsi menanmpung air hujan atau air limpasan pada
lahan tadah hujan yang berguna sebagai sumber air pada saat
sebanyak 556 unit (2014) dan
musim kemarau. Pembangunan embung air hingga tahun 2014
sumur resapan sebanyak 3.443
unit (2015) telah dibangu n sebanyak 556 unit embung air. Begaitu halnya
dengan pembangunan sumur resapan air pada tahun 2015
sebanyak 3.443 unit, sehingga pada periode 2011 2015 telah
dibangunan sebanyak 8.781 unit sumur resapan.

Indikator 6.5.1.(b) Jumlah stasiun hidrologi dan klimatologi yang dilakukan updating dan
revitalisasi
Stasiun hidrologi adalah suatu tempat/lokasi peralatan hidrologi yang dibangun melalui
tahapan survei dan perencanaan jaringan hidrologi yang berfungsi sebagai pemantau
karakteristik hidrologi.

id
Stasiun klimatologi adalah suatu/lokasi yang dibangun untuk melakukan pengukuran secara

tujuan 6
o.
kontinyu dan meliputi periode waktu yang lama (minimal 10 tahunan). Pengamatan utama
yang dilakukan stasiun klimatologi meliputi unsur curah hujan, suhu udara, arah dan laju
.g
angin, kelembaban, tinggi dasar awan, banglash, durasi penyinaran matahari dan suhu tanah.
ps
Jumlah stasiun hidrologi dan klimatologi yang dilakukan updating dan revitalisasi adalah
stasiun hidrologi dan klimatologi yang mengalami pembaharuan dan pengembangan baik
.b

pada alat pengukuran yang digunakan maupun sarana dan prasarananya.

Indikator ini digunakan untuk memantau dan mendorong pihak terkait untuk melakukan
w

updating dan revitalisasi sarana dan prasarana stasiun hidrologi dan klimatologi sehingga
w

kegiatan pengukuran data hidrologi dan klimatologi dapat dilakukan secara kontinyu.
/w

Indikator 6.5.1.(c) Jumlah jaringan informasi sumber daya air yang dibentuk
:/

Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. (UU. No.
tp

7/2004 tentang Sumber Daya Air).


ht

Sistem informasi sumber daya air merupakan jaringan informasi sumber daya air yang tersebar
dan dikelola oleh berbagai intitusi yang meliputi informasi mengenai kondisi hidrologis,
hidrometeorologis, hidrogeologis, kebjakan sumber daya air, prasarana sumber daya air,
teknologi sumber daya air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan
sosial ekonomi, budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air (UU. No. 7/2004).

Jumlah jaringan informasi sumber daya air yang dibentuk adalah banyaknya jaringan informasi
terpadu yang dibentuk untuk menggabungkan informasi hidrologis, hidrometeorologis,
hidrogeologis, kebjakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber daya
air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, hingga kegiatan sosial ekonomi, budaya
masyarakat yang terkait dengan sumber daya air.

Indikator ini digunakan untuk memantau jumlah jaringan sumber daya air guna mendukung
pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan
dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk
kemakmuran rakyat.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 103
Indikator 6.5.1.(d) Jumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang meningkat jumlah mata airnya dan
jumlah DAS yang memiliki Memorandum of Understanding (MoU) lintas negara.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas
di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktifitas daratan (PP no. 37/2008 tentang Pengelolaan DAS).

DAS lintas negara adalah suatu wilayah DAS yang secara geogafis melintasi batas antar negara.

Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) adalah kesepakatan di antara


pihak untuk berunding dalam rangka membuat perjanjian di kemudian hari, apabila hal-hal
yang belum pasti telah dapat dipastikan.

Indikator ini digunakan untuk memantau jumlah DAS yang ditingkatkan kesehatannya

id
melalui upaya peningkatan jumlah mata air dan pengelolaan terpadu berdasarka MoU untuk
DAS lintas negara.
tujuan 6

o.
Indikator 6.5.1.(e) Jumlah DAS yang dipulihkan kesehatannya melalui pengembangan hutan serta
peningkatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) .g
ps
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun
oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan
.b

menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan (PP. No. 6/2007
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan).
w

Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan
w

untuk memberdayakan masyarakat (PP. No. 6/2007).


/w

Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa
:/

dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. (PP. No. 6/2007).


tp

Hutan Adat (HA) adalah hutan yang berada didalam wilayah masyarakat hukum adat (Permen
LHK No. P.32/MENLHK-SEKJEN/2015 tentang Hutan Hak).
ht

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta
produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. (PP No. 91/2014 tentang
Penataaan Usahaan Hasil Hutan Bukan Kayu yang Berasal dari Hutan Negara).

Jumlah DAS yang dipulihkan kesehatannya melalui pengembangan hutan serta peningkatan
HHBK adalah banyaknya DAS yang dipulihkan kesehatannya melalui pengembangan HTR,
HKm, HD, HA dan HR serta peningkatan HHBK.

Indikator ini digunakan untuk mendorong pemulihan kesehatan DAS melalui pengembangan
Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakat (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Adat
dan Hutan Rakyat (HR) serta peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dengan tetap
mempertahankan kelestarian dan fungsi sumber daya air DAS.

104 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 6.5.1.(f) Jumlah wilayah sungai (WS) yang memiliki partisipasi masyarakat dalam sumber
daya air di daerah sungai dan danau.
Wilayah sungai (WS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau
daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 Km2 (dua ribu kilo meter persegi) (PP No.38/2011 tentang Sungai).

Masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia, baik sebagai orang perseorangan, kelompok
orang, masyarakat adat, badan usaha, maupun yang berhimpun dalam suatu lembaga atau
organisasi kemasyarakatan (PP No.38/2011).

Daerah tangkapan air danau adalah luasan lahan yang mengelilingi danau dan dibatasi oleh
tepi sempadan danau sampai dengan punggung bukit pemisah aliran air (Permen PU & PR No.
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sepadan Sungai dan Garis Sepadan Danau).

Jumlah wilayah sungai yang memiliki partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daerah

id
tangkapan sungai dan danau adalah banyaknya WS yang pengelolaannya melibatkan
partisipasi masyarakat sejak perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengevaluasian,

tujuan 6
o.
pendayagunaan hingga upaya pengendalian daya rusak airnya.

.g
Indikator ini digunakan untuk mendukung pola pengelolaan sumber daya air dengan
melibatkan partisipasi masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
ps
mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.
.b

Indikator 6.5.1.(g) Jumlah DAS Prioritas yang meningkat jumlah mata airnya melalui konservasi
w

sumber daya air di daerah hulu DAS serta sumur serapan


w

Guna menjamin ketahanan air untuk mendukung ketahanan nasional dilakukan melalui arah
/w

kebijakan pembangunan untuk ketahanan air, antara lain melalui penataan kelembagaan
sumber daya air.
:/

Penataan kelembagaan sumber daya air dilakukan melalui upaya: (1) Mensinergikan
tp

pengaturan kewenangan dan tanggung jawab di semua tingkat pemerintahan beserta


seluruh pemangku kepentingan serta menjalankannya secara konsisten; (2) Meningkatkan
ht

kemampuan komunikasi, kerjasama, dan koordinasi antarlembaga serta antar-wadah


koordinasi pengelolaan sumber daya air yang telah terbentuk; dan (3) Meningkatkan kapasitas
kelembagaan pengelolaan sumber daya air.

Kapasitas kelembagaan pengelolaan sumber daya air adalah upaya menjamin ketahanan
air melalui upaya harmonisasi pengaturan kewenangan dan tanggung jawab; peningkatan
kemampuan komunikasi, kerjasama, dan koordinasi antarlembaga serta antar-wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air yang telah terbentuk; dan upaya peningkatan
kapasitas kelembagaan pengelolaan sumber daya air.

Indikator ini digunakan untuk mendorong upaya menjamin ketahanan air untuk mendukung
ketahanan nasional yang dilakukan melalui penataan kelembagaan sumber daya air.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 105
Indikator 6.5.1.(h) Jumlah DAS prioritas yang dipulihkan kesehatannya melalui pembangunan
embung dam pengendali, dam penahan skala kecil dan menengah
DAS prioritas yang memiliki lahan kritis perlu dilakukan upaya rehabilitasi antara lain melalui
upaya konservasi tanah. Teknologi konservasi tanah diterapkan melalui bangunan konservasi
tanah yang dalam pelaksanaannya diarahkan untuk menerapkan teknologi yang ramah
lingkungan dan dapat diterima masyarakat, terdapat di lokasi serta tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan.

Bangunan teknik konservasi tanah antara lain adalah sumur resapan yang merupakan
salah satu rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa
sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai
tempat menampung air hujan yang jatuh dari atas atap rumah atau daerah kedap air dan
meresapkannya ke dalam tanah.

Jumlah DAS prioritas yang meningkat jumlah mata airnya melalui konservasi sumber daya air

id
di daerah hulu DAS serta sumur resapan adalah banyaknya DAS yang diupayakan meningkat
jumlah mata airnya melalui konservasi sumber daya air serta pembangunan sumur resapan.
tujuan 6

o.
Indikator ini digunakan untuk memantau DAS prioritas yang meningkat jumlah mata airnya
.g
melalui penerapan teknologi yang ramah lingkungan dan dapat diterima masyarakat, serta
tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
ps

Indikator 6.5.2.(a) Jumlah cekungan lintas batas yang memiliki penataan kelembagaan sumber
.b

daya air
w

Dalam laporan ini indikator jumlah cekungan lintas batas belum bisa disajikan karena masalah
w

ketersediaan data.
/w

Target 6.6 Pada tahun 2020, melindungi dan merestorasi ekosistem terkait sumber daya
:/

air, termasuk pegunungan, hutan, lahan basah, sungai, air tanah dan danau
tp

Indikator 6.6.1.(a) jumlah danau yang ditingkatkan kualitas airnya


ht

Danau prioritas adalah danau yang memiliki kondisi ekosistem yang semakin terancam akibat
kerusakan dan pencemaran lingkungan pada daerah tangkapan air (DTA) hingga perairan
danaunya.

Kebijakan penyelamatan danau diprioritaskan pada 15 danau di Indonesia yaitu Danau Toba,
Danau Maninjau, Danau Singkarak, Danau Kerinci, Danau Tondano, Danau Limboto, Danau
Poso, Danau Tempe, Danau Matano, Danau Mahakam (Semayang, Jempang, Melintang),
Danau Sentarum, Danau Sentani, Rawa Danau, Danau Batur, dan Danau Rawa Pening.

Ada 7 (tujuh) parameter yang digunakan dalam menghitung indeks kualitas air (IKA), yang
dianggap mewakili kondisi riil kualitas air spermukaan yaitu: TSS; DO; BOD; COD; T-P; fecal coli
dan total coli.

Jumlah danau yang ditingkatkan kualitas airnya adalah banyaknya danau yang meningkat
meningkat kualitas 7 (tujuh) parameter indeks kualitas air (IKA) pada 15 danau prioritas.

106 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator ini digunakan untuk memantau perubahan kualitas air pada 15 danau prioritas dari
waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh berbagai kegiatan yang bisa mencemarinya.

Indikator 6.6.1.(b) Jumlah danau yang pendangkalannya kurang dari 1%.


Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air tawar atau air asin
yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan.

Sedimentasi jumlah material tanah berupa kadar lumpur dalam air oleh aliran air sungai
yang berasal dari proses erosi di daerah hulu, yang diendapkan pada suatu daerah di hilir
dimana kecepatan pengendapan butir-butir material suspensi telah lebih kecil dari kecepatan
angkutnya (Permenhut No. P.4/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Reklamasi Hutan)

Jumlah danau yang pendangkalannya kurang dari 1% adalah banyaknya danau yang
mengalami pendangkalan kurang dari 1% akibat sedimentasi.

id
Indikator ini digunakan untuk memantau dan mendorong perbaikan danau dan ekosistemnya
melalui penurunan laju sedimentasi sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

tujuan 6
o.
Indikator 6.6.1.(c) Jumlah danau yang menurun tingkat erosinya
.g
Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air tawar atau air asin
ps
yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan.

Erosi adalah proses pengelupasan dan pemindahan partikel-partikel tanah atau batuan akibat
.b

energi kinetis berupa air, salju, dan angin (Permenhut No. P.4/Menhut-II/2011).
w

Jumlah danau yang menurun tingkat erosinya adalah banyaknya danau yang mengalami
w

penurunan proses pengelupasan dan pemindahan partikel-partikel tanah atau batuan akibat
energi kinetis.
/w

Indikator ini digunakan untuk memantau dan mendorong perbaikan danau dan ekosistemnya
:/

melalui penurunan erosinya sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.


tp

Indikator 6.6.1.(d) Luas lahan kritis dalam KPH yang direhabilitasi


ht

Lahan kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang telah menurun
fungsinya sebagai unsur produksi dan media pengatur tata air daerah aliran sungai (DAS)
(Permenhut No. P.9/menhut-II/2013 tentang Tata cara pelaksanaan, kegiatan pendukung dan
pemberian insentif kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan).
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok
dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari (Permenhut No.P.6/Menhut-
II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan).
Kesatuan Pengelolaan Hutan terdiri atas Kesatuan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).
Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) adalah KPH yang luas wilayahnya seluruhnya
atau didominasi oleh kawasan hutan konservasi.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau
didominasi oleh kawasan hutan lindung.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 107
Gambar 6.7 Perkembangan Kegiatan Rehabilitasi, Tahun 2011-2015

557.375
Rehabilitasi lahan kritis terus
407.503
460.212 digalakkan hingga tahun 2013
400.608
masih tersisa sebanyak 24.196
558.411
ribu Ha, yang pada tahun 2006
402.003 408.536
460.696 189.218
terdapat 30.197 ribu Ha lahan
203.151 kritis.
100.743 100.987 105.656 26.162 10.508

2011 2012 2013 2014 2015


Rehabilitasi Hutan Rehabilitasi Lahan Rehabilitasi Lahan/Hutan rakyat

Sumber: Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015

id
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau
tujuan 6

o.
didominasi oleh kawasan hutan produksi.

Luas lahan kritis dalam KPH yang direhabilitasi adalah jumlah luas lahan kritis dalam KPH yang
direhabilitasi untuk mengembalikan unsur produksi dan media pengatur tata air daerah aliran
.g
ps
sungainya.

Indikator ini digunakan untuk memantau pemulihan lahan kritis yang berada dalam KPH
.b

untuk mendukung pemulihan fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara,
w

pengatur iklim mikro dan retensi karbon. Luas lahan kritis di Indonesia mengalami penurunan
dari 30.179 Ha pada tahun 2006 menjadi 24.196 Ha pada tahun 2013. Penurunan ini terkait
w

dengan kegiatan rahabilitas lahan.


/w

Kegiatan rehabilitasi hutan kurun waktu 2001-2015 mencakup 344.056 Ha, dan kegiatan
rehabilitas hutan untuk tahun 2015 sebanyak 10.508 Ha. Kegiatan rehabilitasi untuk lahan
:/

dilaksanakan melalui kegiatan penanaman pohon/reboisasi lahan sangat kritis di luar kawasan
tp

hutan, dimana selama kurun waktu 2011-2015 telah dilaksanakan seluas 2.032.797 Ha, dan
realisasi tahun 2015 seluas 203.151 Ha. Untuk rehabilitasi lahan/hutan rakyat selama periode
ht

tersebut mencapai 2.014.916 Ha, sedangkan untuk tahun 2015 adalah seluas 189.218 Ha.

Gambar 6.8 Luas Lahan Kritis, Tahun 2006, 2011, 2013 (000 Ha)

30.197
27.295 Rehabilitasi Hutan pada tahun
24.196
2015 10.508 Ha, Rehabilitasi
Lahan sebanyak 203.151 Ha
dan rahabilitasi hutan rakyat
tercatat sebesar 189.218 Ha.

2006 2011 2013

Sumber: Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015

108 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 6.6.1.(e) Jumlah DAS prioritas yang dilindungi mata airnya dan dipulihkan kesehatannya
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas
di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktifitas daratan (PP no. 37/2008 tentang Pengelolaan DAS).

Menurut RPJMN 2015-2019, DAS prioritas Indonesia terdiri atas 15 DAS yaitu Citarum, Ciliwung,
Cisadane, Serayu, Solo, Brantas, Asahan Toba, Siak, Musi, Way Sekampung, Way Seputih, DAS
Moyo; di Kalimantan, DAS Kapuas, DAS Jeneberang dan Saddang.

Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas,
ataupun di bawah permukaan tanah (PP No. 42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air).

Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan, serta keberlanjutan
keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan

id
kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu sekarang

tujuan 6
o.
maupun generasi yang akan datang (PP No. 42/2008).

Target 6.a .g
Pada tahun 2030, memperluas kerjasama dan dukungan internasional dalam
ps
hal pembangunan kapasitas bagi negara-negara berkembang, dalam program
dan kegiatan terkait air dan sanitasi, termasuk pemanenan air, desalinasi,
.b

efisiensi air, pengolahan air limbah, daur ulang dan teknologi daur ulang
w

Target 6.b Mendukung dan memperkuat partisipasi masyarakat lokal dalam meningkatkan
w

pengelolaan air dan sanitasi


/w

Indikator 6.b.1 Proporsi unit pemerintah lokal yang menerbitkan dan melaksanakan kebijakan
:/

dan prosedur terkait partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air dan sanitasi
tp

Indikator ini didasarkan pada data yang sudah dikumpulkan oleh UN-Water GLAAS, di tingkat
nasional, berdasarkan undang-undang atau kebijakan untuk partisipasi oleh pengguna
ht

layanan. Indikator ini juga akan membangun data yang dikumpulkan untuk Status of
Integrated Water Resources Management (IWRM) pelaporan di SDG target 6.5, khususnya
pada keberadaan struktur pemangku kepentingan formal yang didirikan di tingkat sub-
DAS. Karena di atas, dipertimbangkan bahwa indikator ini akan berkembang dan akan lebih
berkualitas selama periode SDGs, fokus pada sanitasi, air dan kebersihan pertama minum dan
kemudian memperluas pengelolaan sumber daya air.

Mendefinisikan prosedur dalam kebijakan atau hukum untuk partisipasi masyarakat lokal
sangat penting untuk memastikan kebutuhan semua masyarakat terpenuhi, termasuk
kepemilikan paling rentan dan juga mendorong skema yang pada gilirannya berkontribusi
terhadap keberlanjutan mereka.

Indikator ini belum tersedia di Indonesia, sehingga indikator global perlu dikembangkan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 109
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 7
ps
14 4
.b
w
w

13 menjamin akses energi yang 5


/w

terjangkau, andal, berkelanjutan dan


modern untuk semua
:/
tp

12 6
ht

11 8
10 9
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 7
Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal, Berkelanjutan
dan Modern Untuk Semua
Target 7.1 Pada Tahun 2030, menjamin akses universal layanan energi yang terjangkau,
andal dan modern

Perencanaan energi perlu dilakukan supaya dapat menjamin ketersediaan energi dengan
harga yang terjangkau untuk jangka panjang. Kebutuhan energi masyarakat akan terus
tumbuh seiring pertumbuhan penduduk, pertambahan sarana transportasi seperti kereta api
dan angkutan masal Mass Rapid Transit
Transit/MRT (BPPT, 2014).

id
Indikator 7.1. Rasio elektrifikasi
Indikator ini digunakan untuk mengetahui jumlah rumah tangga yang sudah mendapatkan

o.
akses listrik. Akses ke energi yang terjangkau, dapat diandalkan dan berkelanjutan sangat
penting untuk mencapai banyak Pembangunan Berkelanjutan dari pengentasan kemiskinan

tujuan 7
.g
melalui kemajuan dalam kesehatan, pendidikan, pasokan air dan industrialisasi untuk mitigasi
perubahan iklim.
ps

Rasio elektrifikasi dan elastisitas kebutuhan listrik untuk periode 2015-2024 mengikuti Rencana
.b

Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT. PLN (Persero). Rasio elektrifikasi diasumsikan
akan mencapai 100% tahun 2030 dan pertumbuhan kebutuhan listrik disesuaikan. Rasio
w

elektrifikasi di Indonesia menunjukkan tren yang terus meningkat. Pada tahun 2011 rasio
w

elektrifikasi tercatat sebesar 72,95 persen dan meningkat menjadi 88,30 persen pada tahun
2015.
/w
:/
tp

Gambar 7.1 rASIO ELEKTRIFIKASI, TAHUN 2011 - 2015


ht

Rasio Elektrifikasi, Tahun 2011-2015


100
Rasio elektrifikasi terus
80 meningkat tiap tahunnya,
88,30
80,51 84,35 dari 72,95 persen pada tahun
60 72,95 76,56
2011 menjadi sebesar 88,30
40 persen pada tahun 2015.

20

0
2011 2012 2013 2014 2015

Sumber : Statistik Ketenagalistrikan 2015, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 113
Indikator 7.1.1.(a) Konsumsi listrik per kapita
Indikator ini digunakan untuk mengetahui rata-rata konsumsi energi listrik per orang.
Konsumsi Listrik per kapita (Kwh/Kapita) didefinisikan sebagai total penggunaan energi listrik
dibagi dengan jumlah penduduk. Berdasarkan data yang tersedia, kebutuhan tenaga listrik
terus meningkat yang tentunya sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Konsumi
listrik per kapita yang setiap tahun terus meningkat. Tahun 2011, konsumsi listrik per kapita
tercatat sebesar 0,74 megawhatt, dan meningkat pada tahun 2105 menjadi 0,91 MWh.

Gambar 7.2 KONSUMSI LISTRIK PER KAPITA, TAHUN 2011 - 2015


1,00

0,90
0,91 Konsumsi listrik perkapita
0,80 0,88
0,84 pada tahun 2015 sebesar 0,91

id
0,70 0,79 megawhatt, meningkat sejak
0,74
tahun 2011 yang tercatat

o.
0,60
sebesar 0,74 megawatt.
0,50
.g
tujuan 7

0,40
ps
0,30
2011 2012 2013 2014 2015
.b

Sumber : Statistik Ketenagalistrikan 2015, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
w
w
/w

Indikator 7.1.2.(a) Jumlah sambungan jaringan gas untuk rumah tangga


:/

Jumlah sambungan jaringan gas untuk rumah tangga (Sambungan Rumah (SR)) didefinisikan
tp

sebagai banyaknya jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga. Jumlah sambungan
jaringan gas untuk rumah tangga merupakan indikator dalam program prioritas nasional
ht

yaitu berupa pembangunan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga yang bertujuan
untuk diversifikasi energi, pengurangan subsidi, penyediaan energi bersih serta program
komplementer konversi minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) guna percepatan
pengurangan penggunaan minyak bumi. Melalui program ini, masyarakat diharapkan
mendapatkan bahan bakar yang lebih bersih dan aman.

Indikator 7.1.2.(b) Rasio penggunaan gas rumah tangga


Rasio penggunaan gas rumah tangga dihitung sebagai perbandingan antara jumlah rumah
tangga yang menggunakan gas terhadap total rumah tangga. Indikator ini digunakan untuk
melihat proporsi rumah tangga yang sudah memanfaatkan penggunaan gas sebagai bahan
bakar untuk memasak yang lebih bersih dan aman.

114 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 7.2. Pada tahun 2030, meningkat secara substansial pangsa energi terbarukan
dalam bauran energi global

Indikator 7.2.1 Bauran energi terbarukan


Indikator ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar proporsi penggunaan energi
terbarukan terhadap energi total. Ada beberapa istilah yang perlu dikektahui sebelum
membahas tentang energi terbarukan antara lain;

Energi final: energi yang langsung dapat dikonsumsi oleh pengguna akhir (PP No. 79 Tahun
2014 tentang Kebijakan Energi Nasional).

Energi terbarukan : energi yang berasal dari sumber energi terbarukan antara lain berasal
dari panas bumi, angina, bioenergi, sinar matahari, aliran dan air terjun, serta gerakan dan
perbedaan suhu lapisan laut.

id
Bauran energi terbarukan (%); persentase antara total konsumsi final energi terbarukan

o.
terhadap total konsumsi energi final.

tujuan 7
.g
Di Indonesia, indikator ini diukur dengan indikator proporsi supply energi terbarukan terhadap
total supply energi primer yang disediakan oleh Kementerian ESDM. Energi terbarukan yang
ps
diukur yaitu hydropower (tenaga air), geothermal (panas bumi), dan biomassa. Hydropower
(tenaga air) adalah energi potensial dari air yang mengalir. Energi ini dihitung sebagai input
.b

daya untuk menghasilkan listrik dan terdiri dari bendungan, aliran sungai, mini hydro dan
micro hydro. Jumlah energi hidro yang dibutuhkan setara dengan energi fosil yang diperlukan
w

untuk menghasilkan listrik. Geothermal (panas bumi) adalah salah satu jenis energi yang
w

dihasilkan dari magma di dalam bumi dalam daerah vulkanik. Tekanan panas dan uap tinggi
yang dipancarkan dapat dimanfaatkan untuk menekan turbin uap di Pembangkit Listrik
/w

Tenaga Panas Bumi atau dimanfaatkan secara langsung untuk pengeringan produk pertanian.
Biomassa adalah jenis bahan bakar berbasis bahan organik terbarukan. Jenis-jenis biomassa
:/

antara lain kayu bakar (kayu dan limbah kayu), limbah pertanian (sekam padi, jerami, daun-
tp

daun palem, batok kelapa, dll), limbah padat perkotaan, dan limbah industri.
ht

Gambar 7.3 Proporsi Supply Biomassa, 2009-2013


25,00
21,71
19,29 18,64
20,00 17,92 17,67 Selama periode 2009-2013
proporsi supply biomassa
15,00
terus menurun dari 21,71
10,00 persen (2009) jadi 17,67
persen (2013). Secara
5,00
2,20
3,10
2,06 2,06 2,64 umum pemanfaatan energi
1,26 1,08 1,00 0,97 0,94
terbarukan masih relatif kecil.
0,00
2009 2010 2011 2012 2013

Biomassa Geothermal Hydropower

Sumber : Handbook of Energi & Economic Statistics of Indonesia 2014, Kementerian ESDM

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 115
Gambar 7.3 menggambarkan proporsi penyediaan energi terbarukan biomassa terhadap total
penyediaan energi primer lebih tinggi dibandingkan hydropower dan geothermal. Selama
periode 2009-2013 proporsi supply biomassa menurun. Hal serupa juga terjadi pada proporsi
supply geothermal. Potensi energi terbarukan seperti tenaga air, panas bumi, dan biomassa
jumlahnya cukup memadai namun tersebar. Secara umum, pemanfaatan energi terbarukan
masih relatif kecil. Hal ini disebabkan antara lain tingginya biaya investasi, birokrasi, insentif
atau subsidi, dan harga jual produk akhir energi terbarukan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan energi fosil, kurangnya pengetahuan dalam mengadaptasi fasilitas energi bersih,
serta potensi sumber daya energi baru dan terbarukan pada umunya kecil dan tersebar (BPPT,
2014). Kebijakan pemerintah untuk mendukung peningkatan proporsi energi terbarukan
harus dioptimalkan. Jika tidak, target 7.2 akan semakin sulit dicapai. Penghapusan subsidi
BBM secara bertahap dan kebijakan feed-in tariffs (FIT) pada sektor listrik diharapkan akan
berdampak pada berkembangnya pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Indonesia
(Kementerian ESDM, 2014).

id
Target 7.3 Pada tahun 2030, melakukan perbaikan efisiensi energi di tingkat global

o.
sebanyak dua kali lipat

.g
tujuan 7

Indikator 7.3.1 Intensitas energi primer


ps
Indikator ini digunakan untuk mengidentifikasi seberapa banyak energi yang digunakan untuk
menghasilkan satu unit output ekonomi. Intensitas energi primer merupakan proksi untuk
.b

mengukur seberapa efisien perekonomian dapat memanfaatkan energi untuk menghasilkan


output. Semakin rendah rasio dari intensitas energi primer maka semakin sedikit energi yang
w

dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output. Definisi terkait dengan energi primer dan
w

intensitas energi primer adalah sebagai berikut;


/w

Energi primer : energi yang diberikan oleh alam dan belum mengalami proses pengolahan
lebih lanjut. (PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional).
:/

Intensitas energi primer (setara Barel Minyak (SBM) per milliard rupiah); jumlah total pasokan
tp

energi primer per unit produk domestik bruto.


ht

Target 7.A Pada tahun 2030, memperkuat kerjasama internasional untuk memfasilitas
akses pada teknologi dan riset energi bersih, termasuk energi terbarukan,
efisiensi energi, canggih, teknologi bahan bakar fosil lebih bersih, dan
mempromosikan investasi di bidang infrastruktur energi dan teknologi energi
bersih

Indikator 7.A.1 Termobilisasikan dana per tahun (US $) mulai tahun 2020 akuntabel menuju
komitmen US $100 Miliar

116 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 7.B Pada tahun 2030, memperluas infrastruktur dan meningkatkan teknologi
untuk penyediaan layanan energi modern dan berkelanjutan bagi semua
negara-negara berkembang, khususnya negara kurang berkembang, negara
berkembang pulau kecil dan negara berkembang

Indikator 7.B.1 Proporsi nilai investasi efisiensi energi terhadap PDB dan jumlah transfer
dana investasi luar negeri langsung (FDI) untuk infrastruktur dan teknologi
pelayanan pembangunan berkelanjutan

Indikator ini belum tersedia di Indonesia, sehingga indikator global perlu dikembangkan.

id
o.

tujuan 7
.g
ps
.b
w
w
/w
:/
tp
ht

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 117
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 8
ps
14 4
.b
w
w

13 meningkatkan pertumbuhan ekonomi 5


/w

yang inklusif dan berkelanjutan,


kesempatan kerja yang produktif dan
:/

menyeluruh, serta pekerjaan yang


layak untuk semua
tp

12 6
ht

11 7
10 9
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 8
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan
Berkelanjutan, Kesempatan Kerja yang Produktif dan
Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk Semua

P
ertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif merupakan prasyarat untuk
pembangunan berkelanjutan, yang dapat berkontribusi untuk meningkatkan mata
pencaharian bagi orang-orang di seluruh wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat
menciptakan kesempatan kerja baru dan lebih baik dan memberikan jaminan ekonomi yang
lebih besar untuk semua. Selain itu, pertumbuhan yang cepat dapat membantu mengurangi
kesenjangan upah sehingga dapt mengurangi kesenjangan yang mencolok antara kaya dan

id
miskin.

o.
Target 8.1 Mempertahankan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi
.g
nasional dan, khususnya, setidaknya 7 persen pertumbuhan produk domestik
ps
bruto per tahun di negara kurang berkembang

tujuan 8
.b

Indikator 8.1.1 Laju pertumbuhan PDB per kapita


w

Gambar 8.1 Laju pertumbuhan PDB per Kapita (Persen), 2011-2015


w

5,0 4,65 4,55 Pertumbuhan ekonomi


/w

4,5 4,12 Indonesia sebesar 3,44 persen


pada tahun 2015 masih jauh
:/

4,0 3,63 dari memenuhi target 7 persen


3,44
tp

3,5 pertumbuhan PDB di negara-


negara berkembang
ht

3,0
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia.
2011 2012 2013 2014 2015
Oleh karena itu, data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: BPS

Pada periode 2011-2015, laju pertumbuhan PDB riil per kapita Indonesia menunjukkan
adanya tren penurunan. Pada tahun 2011 laju pertumbuhan PDB riil per kapita mencapai 4,65
persen dan secara bertahap setiap tahunnya terus mengalami penurunan. Hingga tahun 2015
tercatat laju pertumbuhan PDB riil per kapita Indonesia hanya mencapai 3,44 persen. Angka
tersebut hanya setengah dari target minimal 7 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
masih perlu kerja keras untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
dan inklusif.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 121
Indikator 8.1.1.(a) PDB per kapita
Gambar 8.2 PDB per kapita Menurut Harga Berlaku (Juta Rupiah), 2011-2015
45,18
41,90
38,37 PDB per kapita Indonesia selalu
32,36 35,11
menunjukkan peningkatan
setiap tahunnya hingga
mencapai 45,18 juta per kapita
pada tahun 2015

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia.
2011 itu, data2012
Oleh karena yang disajikan2013
diperoleh dari2014 20152014, BPS
Statistik Kriminal
Sumber: BPS

id
Salah satu ukuran yang paling dapat diandalkan untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu
negara yaitu pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita yang yang meningkat dapat

o.
menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Berdasarkan data BPS,
PDB per kapita Indonesia menunjukan kenaikan dalam lima tahun terakhir. PDB per kapita
masyarakat Indonesia atas dasar harga berlaku pada 2011 mencapai Rp 32,36 juta. Setahun
kemudian naik mencapai Rp 35,11 juta per orang. Data terakhir mencatatkan bahwa pada
.g
ps
tujuan 8

tahun 2015 PDB per kapita masyarakat Indonesia mencapai Rp 45,18 juta per tahun.
.b

Target 8.2 Mencapai tingkat produktivitas ekonomi yang lebih tinggi, melalui diversifikasi,
w

peningkatan dan inovasi teknologi, termasuk melalui fokus pada sektor yang
w

memberi nilai tambah tinggi dan padat karya


/w

Indikator 8.2.1 Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja/tingkat pertumbuhan PDB riil per orang
:/

bekerja per tahun


tp

Gambar 8.3 Laju Pertumbuhan PDB per Tenaga Kerja per Tahun (Persen), 2011-2015
ht

8,0 6,95
7,0
6,0
5,32 Laju pertumbuhan PDB
4,62
5,0 per tenaga kerja per tahun
4,0 di Indonesia mengalami
3,0 kecenderungan penurunan
2,0 3,31
selama periode 2011-2015
1,0
0,0 1,23
Catatan: Data untuk
2011indikator2012
ini belum didapatkan
2013 dari2014 Kepolisian Republik
2015 Indonesia.
Oleh karena itu, data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: BPS

Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja (r) adalah rata-rata laju pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) per tenaga kerja dalam periode waktu tertentu. Indikator ini digunakan
untuk melihat pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dalam menghasilkan nilai tambah
ekonomi. Selama tahun 2011-2015 produktivitas tenaga kerja di Indonesia menunjukkan

122 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
adanya pertumbuhan, walaupun tingkat pertumbuhannya berfluktuasi dan cenderung
menurun.

Target 8.3 Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung kegiatan produktif,


penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan
mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah,
termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan

Indikator 8.3.1 Proporsi lapangan kerja informal sektor non-pertanian, berdasarkan jenis
kelamin
Pekerja informal di sektor non-pertanian adalah penduduk yang bekerja di sektor non
pertanian dengan status pekerjaan berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/
pekerja keluarga, pekerja bebas. Proporsi pekerja informal di sektor non-pertanian dapat

id
diperoleh dengan membagi jumlah penduduk yang bekerja informal di sektor non-pertanian,
dengan jumlah keseluruhan penduduk bekerja di sektor non pertanian dikali 100 persen.

o.
Indikator ini digunakan untuk mendorong kebijakan yang berorientasi pembangunan
yang mendukung aktivitas produktif, penciptaan lapangan kerja yang baik, kewirausahaan,
.g
kreativitas dan inovasi, dan mendorong pembentukan dan pertumbuhan usaha mikro, kecil
dan menengah, termasuk melalui akses terhadap layanan pendanaan/permodalan. Semakin
ps

tujuan 8
menurunnya indikator ini menunjukkan bahwa terjadi pembentukan dan pertumbuhan
usaha mikro, kecil dan menengah yang mampu menampung dan menyediakan lapangan
.b

kerja yang lebih terlindungi (secure). Secara total, terjadi peningkatan pekerja informal di
sektor non pertanian yaitu dari 29,11 persen pada tahun 2015 menjadi 29,34 persen pada
w

tahun 2016. Menurut jenis kelaminnya terlihat bahwa pekerja perempuan lebih banyak yang
w

berkecimpung di lapangan pekerjaan informal sektor non pertanian dibandingkan laki-laki


/w

yaitu 29,34 persen berbanding 29,11 persen.


:/

Gambar 8.4 Proporsi Pekerja Informal Sektor Non-Pertanian Menurut Jenis Kelamin, 2015 dan 2016
tp

32,67 33,37
27,01 26,83 29,11 29,34
Pada tahun 2016, pekerja
ht

perempuan lebih banyak


berkecimpung di lapangan
kerja informal sektor non
pertanian dibandingkan laki-
Laki-laki Perempuan Total
laki
Catatan: Data untuk indikator ini belum 2015
didapatkan2016
dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh
karena itu, data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Sakernas Agustus 2015 dan 2016, BPS

Indikator 8.3.1.(a) Persentase tenaga kerja formal


Pekerja formal dan informal dapat diidentifikasi secara sederhana berdasarkan status
pekerjaannya. Pekerja formal mencakup penduduk yang bekerja dengan status berusaha
dibantu buruh tetap dan status sebagai buruh karyawan. Sementara yang lainnya dapat
dikatakan sebagai pekerja informal. Berdasarkan hal tersebut, menurut data BPS pada Agustus
2016 penduduk yang bekerja pada kegiatan formal sebesar 42,40 persen dan yang bekerja

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 123
pada kegiatan informal sebesar 57,60 persen. Bila dibandingkan dengan kondisi Agustus 2015
persentase pekerja formal mengalami kenaikan dari 42,24 persen menjadi 42,40 persen pada
Agustus 2016.
Gambar 8.5 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Kegiatan Formal/Informal, 2014-2016

59,81 59,38 57,94 57,75 58,29 57,60 Kurang dari separuh penduduk
yang bekerja merupakan
pekerja di sektor formal
40,19 40,62 42,06 42,25 41,71 42,40

Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus


2014 2015 2016
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperolehFormal
dari Statistik Informal
Kriminal 2014, BPS

id
Sumber: BPS

o.
Dilihat berdasarkan jenis kelamin, persentase penduduk laki-
laki yang bekerja pada kegiatan formal lebih tinggi daripada
Persentase pekerja laki-laki
penduduk perempuan. Pada tahun 2016 penduduk laki-laki
di sektor formal lebih tinggi
.g
ps
yang bekerja di kegiatan formal sebesar 45,05 persen, sedangkan
daripada pekerja perempuan
tujuan 8

penduduk perempuan sebesar 38,16 persen. Begitu juga halnya


.b

jika dilihat dari komposisi penduduk yang bekerja di kegiatan


formal. Penduduk laki-laki mendominasi pekerja formal dengan persentase sebesar 65,45
w

persen dan sisanya sebesar 34,55 persen merupakan pekerja formal perempuan.
w

Gambar 8.6 Persentase Penduduk Bekerja Gambar 8.7 Komposisi Pekerja Formal Menurut
/w

Menurut Kegiatan Formal/Informal, Jenis Kelamin, 2016


2016
:/

61,84
tp

54,95 57,60
45,05 42,40 Perempuan
38,16
ht

34,55%
Laki-Laki
65,45%

Laki-Laki Perempuan Total


Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh
Formal dari Statistik
InformalKriminal 2014, BPS
Sumber: BPS

Indikator 8.3.1.(b) Proporsi lapangan kerja informal sektor pertanian berdasarkan jenis kelamin
Sektor pertanian merupakan sektor/lapangan pekerjaan yang masih banyak menyerap tenaga
kerja di Indonesia. Banyak pekerja khususnya di daerah perdesaan yang menggantungkan
pekerjaannya pada sektor ini. Sebagian besar dari pekerja di sektor pertanian merupakan
pekerja informal. Bila dibandingkan dengan total tenaga kerja, pekerja informal di sektor
pertanian pada tahun 2016 mencapai 28,26 persen atau mengalami penurunan dari tahun
2015 yang sebesar 28,64 persen. Menurut daerah tempat tinggal menunjukkan bahwa

124 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
di perdesaan pekerja informal di sektor pertanian memang mendominasi karena sektor
pertanian menjadi tumpuan utama penduduk di perdesaan dalam mencari pendapatan.
Berbeda dengan di perkotaan yang pekerja informalnya berada pada sektor non pertanian.
Lebih jauh lagi jika dilihat dari jenis kelamin menunjukkan bahwa antara pekerja laki-laki
dan pekerja perempuan, mempunyai persentase yang hampir sama atau hanya memiliki
perbedaan yang sedikit yaitu 28,12 persen berbanding 28,47 persen pada tahun 2016.
Gambar 8.8 Proporsi Lapangan Kerja Informal Sektor Pertanian Menurut Klasifikasi Tempat
Tinggal, 2015
50,20 47,89
Pekerja informal sektor
28,64 28,26 pertanian lebih kentara
8,46 10,08 di perdesaan daripada di
perkotaan
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

id
2015 2016

o.
Gambar 8.9 Proporsi Lapangan Kerja Informal Sektor Pertanian Menurut Jenis Kelamin, 2015

28,10 28,12 29,55 28,47 .g


28,64 28,26 Pekerja informal di sektor
ps
pertanian hampir seimbang

tujuan 8
antara pekerja laki-laki dan
.b

pekerja perempuan
w

Laki-laki Perempuan Total


Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
w

data yang disajikan diperoleh dari Statistik


2015 Kriminal
2016 2014, BPS
Sumber: BPS
/w
:/

Indikator 8.3.1.(c) Persentase akses UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) ke layanan keuangan
tp

Indikator ini digunakan untuk mengidentifikasi berapa banyak UMKM yang sudah
mendapatkan akses terhadap layanan keuangan formal. Layanan keuangan dalam bentuk
ht

layanan dari lembaga bank maupun badan usaha bukan bank yang langsung ataupun tidak
langsung menghimpun dana dari masyarakat, menanamkannya dalam bentuk aset keuangan
serta menyalurkannya untuk pembiayaan investasi baik berupa pinjaman maupun penyertaan
modal.

Target 8.4 Meningkatkan secara progresif, hingga 2030, efisiensi sumber daya global
dalam konsumsi dan produksi, serta usaha melepas kaitan pertumbuhan
ekonomi dari degradasi lingkungan, sesuai dengan the 10-Year Framework of
Programs on Sustainable Consumption and Production, dengan negara-negara
maju sebagai pengarah

Indikator 8.4.1 Jejak material (MATERIAL FOOTPRINT) yang dihitung selama tahun berjalan
Indikator ini dihitung untuk mengetahui jejak material selama tahun berjalan. Indikator ini
akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 125
Indikator 8.4.2 Konsumsi material domestik (DOMESTIC MATERIAL CONSUMPTION)
Indikator ini dihitung untuk mengetahui konsumsi material domestik pada waktu tertentu.
Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

Target 8.5 Pada tahun 2030, mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan
yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan
penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama
nilainya

Indikator 8.5.1 Upah rata-rata per jam pekerja


Upah rata-rata per jam kerja merupakan imbalan atau penghasilan rata-rata yang diperoleh
tiap jam baik berupa uang maupun barang dihitung dengan cara membagi upah baik uang
maupun barang yang diperoleh dalam sebulan dengan jumlah jam kerja biasanya dalam tiga

id
minggu dan jam kerja aktual seminggu yang lalu. Indikator ini menggambarkan kesetaraan
upah bagi pekerjaan yang mempunyai nilai yang sama guna mendukung pencapaian

o.
ketenagakerjaan secara penuh dan produktif dan pekerjaan yang baik bagi seluruh perempuan
dan laki-laki.
.g
ps
Indikator 8.5.2 Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur
tujuan 8

Tingkat pengangguran terbuka adalah persentase jumlah


Tingkat pengangguran terbuka
.b

pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Menurut BPS,


di perkotaan lebih tinggi
konsep pengangguran yaitu penduduk yang aktif mencari
w

daripada di perdesaan
pekerjaan, penduduk yang sedang mempersiapkan usaha/
w

pekerjaan baru, (penduduk yang tidak mencari pekerjaan


karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan serta kelompok penduduk yang tidak aktif
/w

mencari pekerjaan dengan alasan sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
:/

Gambar 8.10 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Jenis Kelamin (Persen), 2011-2016
tp

10
9
ht

8
7
6
5
4
3
2
1
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Laki-Laki 6,65 5,76 6,02 5,75 6,07 5,70
Perempuan 8,86 6,73 6,40 6,26 6,37 5,45
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
Total 7,48 6,13 6,17 5,94 6,18 5,61
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: BPS

126 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Gambar 8.11 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut daerah Tempat Tinggal (Persen), 2011-2016
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Perkotaan 9,38 7,74 7,31 7,12 7,31 6,60
Perdesaan 5,63 4,59 5,08 4,81 4,93 4,51
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
Total 7,48 6,13 6,17 5,94 6,18 5,61
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: BPS

id
o.
Selama kurun waktu 2011-2016 tingkat pengangguran terus
mengalami penurunan. Pada tahun 2011 tingkat pengangguran Tingkat pengangguran laki-
.g
terbuka sebesar 7,48 persen dan terus turun hingga 5,61 persen laki lebih rendah daripada
pada tahun 2016. Tingkat pengangguran terbuka (Agustus perempuan kecuali tahun 2016
ps
2016) di perkotaan (6,60 persen) secara umum terlihat lebih

tujuan 8
tinggi jika dibandingkan di daerah perdesaan (4,93 persen).
.b

Lebih tingginya TPT di daerah perkotaan menunjukkan bahwa lapangan kerja yang tersedia
di perkotaan belum mampu menyerap jumlah tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Hal ini
w

terkait dengan jumlah lapangan kerja yang terbatas dan adanya kecenderungan penyerapan
w

tenaga kerja dengan keahlian khusus. Berdasarkan jenis kelamin juga terlihat bahwa selama
kurun waktu 2011-2015 tingkat pengangguran penduduk laki-laki ternyata lebih rendah
/w

daripada penduduk perempuan, namun pada tahun 2016 mulai menunjukkan perubahan
yaitu tingkat pengangguran penduduk laki-laki lebih tinggi daripada penduduk perempuan
:/

yaitu 5,70 persen berbanding 5,45 persen.


tp

Indikator 8.5.2.(a) Persentase setengah pengangguran


ht

Gambar 8.12 Persentase Setengah Pengangguran Gambar 8.13 Persentase Setengah Pengangguran
Menurut Jenis Kelamin, 2016 Menurut Klasifikasi Daerah, 2016
9,82
7,19 7,10 7,15 7,15
4,74

Catatan: Laki-laki Perempuan


Data untuk indikator Laki-laki+
ini belum didapatkan
Perkotaan Perdesaan
dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
Perkotaan+
Perempuan
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS Perdesaan
Sumber: BPS

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 127
Pekerja setengah pengangguran adalah mereka yang bekerja di
Tingkat setengah bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu) dan masih
pengangguran laki-laki mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan (dahulu
lebih tinggi daripada disebut setengah pengangguran terpaksa). Persentase setengah
perempuan pengangguran didapatkan dari pembagian penduduk yang termasuk
dalam kategori setengah pengangguran dan angkatan kerja dikali
100 persen. Indikator ini bermanfaat untuk mengetahui proporsi
penduduk yang setengah pengangguran sebagai proksi tenaga kerja yang belum memiliki
produktivitas optimal. Hal ini dapat menjadi acuan pemerintah dalam rangka meningkatkan
tingkat utilisasi, kegunaan, dan produktivitas pekerja.

Dari hasil pengolahan data Sakernas menunjukkan adanya persentase


setengah pengangguran di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 7,15 Di perdesaan ternyata
persen dari seluruh penduduk yang bekerja. Berdasarkan jenis kelamin lebih banyak setengah
menunjukkan bahwa persentase pekerja setengah pengangguran penganggur daripada

id
laki-laki lebih besar daripada perempuan yaitu 7,19 persen di perkotaan
berbanding 7,10 persen. Sementara itu dilihat dari wilayah perkotaan

o.
dan perdesaan menunjukkan angka setengah pengangguran di
perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan.
.g
ps
Target 8.6 Pada tahun 2020, secara substansial mengurangi proporsi usia muda yang
tujuan 8

tidak bekerja, tidak menempuh pendidikan atau pelatihan


.b

Indikator 8.6.1 Persentase usia muda (15-24) yang sedang tidak sekolah, bekerja atau mengikuti
w

pelatihan (NEET)
w

NEET memberikan ukuran pemuda yang berada di luar sistem pendidikan, tidak dalam
/w

pelatihan dan tidak dalam pekerjaan, dan dengan demikian berfungsi sebagai ukuran lebih
luas dari pendatang muda pasar tenaga kerja potensial dari pengangguran kaum muda.
:/

Tingkat NEET tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran kaum muda bisa berarti
tp

bahwa sejumlah besar pemuda pekerja berkecil, atau tidak memiliki akses ke pendidikan atau
pelatihan. Tingkat NEET tinggi di antara perempuan dibandingkan dengan laki-laki sering
ht

indikasi ketidakseimbangan jender, dengan perempuan muda yang terlibat dalam pekerjaan
rumah tangga seperti mencuci pakaian, memasak, membersihkan dan merawat saudara.

Target 8.7 Mengambil tindakan cepat dan untuk memberantas kerja paksa, mengakhiri
perbudakan dan penjualan manusia, mengamankan larangan dan penghapusan
bentuk terburuk tenaga kerja anak, termasuk perekrutan dan penggunaan
tentara anak-anak, dan pada tahun 2025 mengakhiri tenaga kerja anak dalam
segala bentuknya

Indikator 8.7.1 Persentase dan jumlah anak usia 5-17 tahun, yang bekerja, dibedakan
berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur (dibedakan berdasarkan bentuk-
bentuk pekerjaan terburuk untuk anak)
Pekerja anak mencerminkan keterlibatan anak-anak dalam pekerjaan yang seharusnya
dilarang dan lebih umum, terlibat dalam jenis pekerjaan yang seharusnya dihilangkan secara

128 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
sosial dan moral yang tidak diinginkan. Kerangka pengukuran statistik untuk pekerja anak
ini disusun berdasarkan (i) usia anak; (ii) kegiatan produktif oleh anak, termasuk sifat dan
kondisi di mana ini dilakukan, dan durasi keterlibatan anak dalam kegiatan tersebut. Untuk
tujuan pengukuran statistik, pekerja anak mencakup semua orang yang berusia 5 sampai 17
tahun yang selama periode waktu tertentu, terlibat dalam satu atau lebih dari kategori berikut
kegiatan: (a) bentuk-bentuk terburuk pekerja anak, (b) bekerja di bawah usia minimum, dan
(c) layanan rumah tangga yang belum dibayar dan berbahaya, yang berlaku di mana batas
produksi umum digunakan sebagai kerangka pengukuran.

Target 8.8 Melindungi hak-hak tenaga kerja dan mempromosikan lingkungan kerja yang
aman dan terjamin bagi semua pekerja, termasuk pekerja migran, khususnya
pekerja migran perempuan, dan mereka yang bekerja dalam pekerjaan
berbahaya

id
Indikator 8.8.1 Tingkat frekuensi kecelakaan kerja fatal dan non-fatal, berdasarkan jenis

o.
kelamin, sektor pekerjaan dan status migran
Kecelakaan kerja mengacu pada setiap cedera, penyakit atau kematian akibat kecelakaan
.g
kerja, yang merupakan kejadian yang tak terduga dan tidak terencana, termasuk tindakan
kekerasan, yang timbul dari atau sehubungan dengan pekerjaan yang menghasilkan satu atau
ps

tujuan 8
lebih pekerja menimbulkan cedera pribadi , penyakit atau kematian. Kecelakaan kerja yang
fatal adalah hasil dari kecelakaan kerja di mana kematian terjadi dalam waktu satu tahun dari
.b

hari kecelakaan, sedangkan non-fatal kecelakaan kerja memerlukan hilangnya waktu kerja.
Tingkat frekuensi kecelakaan kerja fatal dan non-fatal dihitung sebagai jumlah kasus baru
w

kecelakaan kerja fatal dan non-fatal selama tahun referensi masing-masing, dibagi dengan
w

jumlah total jam kerja oleh pekerja di kelompok referensi selama tahun referensi, dikalikan
/w

dengan 1.000.000.

Waktu yang hilang akibat kecelakaan kerja mengacu pada jumlah total hari kalender selama
:/

orang-orang sementara lumpuh karena kecelakaan kerja tidak mampu bekerja, tidak termasuk
tp

hari kecelakaan itu, hingga maksimal satu tahun. keselamatan dan kesehatan kerja di tempat
kerja merupakan komponen penting dari pekerjaan yang layak. Tingkat frekuensi kecelakaan
ht

kerja fatal dan non-fatal dan waktu yang hilang karena kecelakaan kerja memberikan indikasi
sejauh mana pekerja terlindungi dari bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan dan
risiko, dan menyajikan informasi yang sangat penting untuk merencanakan langkah-langkah
preventive. Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

Indikator 8.8.1.(a) Jumlah perusahaan yang menerapkan norma K3


Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 merupakan segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Indikator ini digunakan sebagai
bentuk tindakan untuk melindungi dan memperhatikan keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja dan orang lain yang berada di dalam lingkungan tempat kerja dari potensi bahaya.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 129
Indikator 8.8.2 Peningkatan kepatuhan atas hak-hak pekerja (kebebasan berserikat dan
perundingan kolektif) berdasarkan sumber tekstual ILO dan peraturan
perundang-undangan negara terkait
Indikator ini digunakan untuk mengetahui kepatuhan atas hak-hak pekerja (kebebasan
berserikat dan perundingan kolektif ) berdasarkan ketentuan dari ILO dan peraturan
perundang-undangan negara terkait Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

Target 8.9 Pada tahun 2030, menyusun dan melaksanakan kebijakan untuk
mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja
dan mempromosikan budaya dan produk lokal

Indikator 8.9.1 Proporsi kontribusi pariwisata terhadap PDB


Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB nasional, yaitu persentase dari dampak yang

id
dihasilkan oleh sektor pariwisata, baik yang bersifat langsung maupun tak langsung, terhadap
nilai PDB nasional. Perhitungan indikator ini dilakukan oleh Kementerian Pariwisata bersama

o.
dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan dilaporkan sebagai cerminan keberhasilan pemasaran
pariwisata untuk meningkatkan kedatangan dan perjalanan wisatawan di Indonesia yang
berkualitas sehingga mampu meningkatkan PDB sektor pariwisata. Indikator kontribusi sektor .g
ps
pariwisata terhadap PDB nasional merupakan dukungan Kementerian Pariwisata terhadap
tujuan 8

peningkatan laju pertumbuhan ekonomi nasional untuk meningkatkan kesejahteraan


masyarakat. Semakin tinggi kontribusi PDB sektor pariwisata, semakin penting pula posisi
.b

sektor kepariwisataan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kontribusi


w

ini diupayakan seiring dengan penciptaan lingkungan sosial budaya yang berkualitas,
penciptaan rekreasi dan pemanfaatan waktu senggang yang berkualitas, serta peningkatan
w

kesejahteraan masyarakat melalui tingkat hidup yang berkualitas.


/w

Gambar 8.14 Proporsi Kontribusi Pariwisata Terhadap PDB (Persen), 2011-2015


:/

4,3 4,23
tp

4,2 Peranan sektor pariwisata


4,02 4,04 dalam pembentukan PDB
ht

4,1 4
3,96 semakin meningkat
4,0
3,9

Catatan:
3,8 Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2011
data yang disajikan 2012
diperoleh dari2013 20142014, BPS
Statistik Kriminal 2015
Sumber: Kementerian Pariwisata

Indikator kinerja untuk Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB nasional yang memiliki
target sebesar 4,00 persen terealisasi sebesar 4,23 persen dengan total nilai sebesar 461,36
triliun rupiah. Dengan demikian indikator kinerja ini melebihi dari target yang telah ditetapkan.
Realisasi kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB Nasional tahun 2015 ini meningkat 4,7
persen jika dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 4,04 persen dan jika dibanding dengan
realisasi tahun 2013 terjadi peningkatan sebesar 0,49 persen dari 4,02 persen tahun 2013
menjadi 4,04 persen pada tahun 2014. Hal ini mengindikasikan industri pariwisata dapat
dijadikan sebagai industri andalan yang dapat membangun perekonomian Indonesia.

130 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 8.9.1.(a) Jumlah wisatawan mancanegara
Selama tahun 2011-2015, jumlah wisatawan mancanegara ke
Selama lima tahun terakhir Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2011
terjadi peningkatan kunjungan
jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia
jumlah wisman mencapai 7,65 juta orang kemudian meningkat menjadi 8,04
juta orang hingga tahun 2015 yang mencapai 10,41 juta orang.
Capaian 2015 tersebut melampaui target yang telah ditentukan sebesar 10 juta orang atau
mengalami peningkatan sebesar 0,26 persen bila dibandingkan dengan capaian tahun 2014
sebanyak 9,44 juta orang. Jumlah kunjungan terbesar wisatawan mancanegara ke Indonesia
adalah Singapura sebanyak 1,52 juta orang wisman (14,60 persen), Tiongkok sebanyak 1,32
juta orang (12,73 persen),, Malaysia sebanyak 1,2 juta orang (11,53 persen), dan Australia
sebanyak 1,04 juta orang (9,95 persen).

Gambar 8.15 Jumlah Wisatawan Mancanegara Gambar 8.16 Distribusi Wisatawan Mancanegara
(Juta Orang), 2011-2015 Menurut Asal Negara (Juta Orang),

id
2015

o.
Singapura
15% Tiongkok
11
10 .g
29% Malaysia
Australia
ps
10,41
9 13%

tujuan 8
9,44 Eropa
8 8,8 Jepang
.b

7 8,04 2% Korea Selatan


7,65 3% 11%
6
w

3% India
5 5%
10% Amerika Serikat
w

2011 2012 2013 2014 2015 9%


Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
Lainnya
/w

data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS


Sumber: Kementerian Pariwisata
:/
tp

Indikator 8.9.1.(b) Jumlah kunjungan wisatawan nusantara


ht

Jumlah perjalanan wisatawan nusantara sangat berpengaruh terhadap potensi pendapatan


negara dan penciptaan kesejahteraan bagi masyarakat setempat dimana destinasi berada.
Wisatawan Nusantara adalah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan dalam
wilayah geografis Indonesia secara sukarela kurang dari 6 (enam) bulan dan bukan untuk
tujuan bersekolah atau bekerja (memperoleh upah/gaji), serta sifat perjalanannya bukan
rutin, dengan kriteria : Mereka yang melakukan perjalanan ke obyek wisata komersial tidak
memandang apakah menginap atau tidak menginap di hotel/penginapan komersial ataupun
perjalanannya lebih kurang dari 100 km (PP); Mereka yang melakukan perjalanan bukan ke
objek wisata komersial tetapi menginap di hotel /penginapan komersial, walaupun jarak
perjalanannya kurang dari 100 km (PP); dan Mereka yang melakukan perjalanan bukan ke
objek wisata komersial tetapi menginap di hotel dan tidak menginap di hotel/penginapan
komersial tetapi jarak perjalanannya lebih dari 100 km. Data jumlah wisatawan nusantara
diperoleh dari hasil Survei Rumah Tangga (Modul Perjalanan) yang dilakukan sejalan dengan
pelaksanaan SUSENAS.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 131
Gambar 8.17 Jumlah Kunjungan Perjalanan Wisatawan Nusantara (Juta
Orang), 2011-2015
260
255 Peranan sektor pariwisata
250 255,05 dalam pembentukan PDB
245 250,04 251,2 semakin meningkat
240 245,29
235
230 236,75
225
Catatan: Data untuk indikator
2011 ini belum
2012didapatkan 2013dari Kepolisian
2014 Republik2015
Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Kementerian Pariwisata

id
Sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 Jumlah perjalanan wisatawan nusantara
selalu mengalami peningkatan, peningkatan terendah berada pada tahun 2014 sebesar

o.
0,46 persen sedangkan peningkatan tertinggi pada tahun 2012 sebesar 3,61 persen. Jika
dibandingkan antara tahun 2014 dan 2015, jumlah perjalanan wisatawan nusantara pada
tahun 2014 mencapai 250,00 juta orang dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 255,05 juta
orang. Pencapaian jumlah perjalanan wisatawan nusantara (wisnus) yang pada tahun 2015
.g
ps
tujuan 8

tersebut ternyata juga telah melampaui dengan apa yang sudah ditargetkan sebesar 255 juta
perjalanan (100,01 persen). Pencapaian ini didorong adanya beberapa liburan ganda dan
.b

liburan nasional. Selain itu faktor lain yang mendukung adalah munculnya kelas menengah
baru, pertumbuhan telekomunikasi yang cukup pesat serta teknologi informasi, dan semakin
w

banyaknya konektivitas penghubung antar pulau melalui angkutan udara.


w
/w

Indikator 8.9.1.(c) Jumlah devisa sektor pariwisata


:/

Gambar 8.18 Jumlah devisa sektor pariwisata (miliar USD), 2011-2015


tp

14
11,90
11,17
ht

12
10,05 Pemasukan devisa negara
10 9,12 dari sektor pariwisata
8,55
semakin meningkat
8

6
Catatan: Data untuk2011
indikator ini2012 2013 dari Kepolisian
belum didapatkan 2014 Republik
2015Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: BPS

Jumlah penerimaan devisa dipengaruhi oleh jumlah serta pengeluaran wisatawan


mancanegara di Indonesia. Dalam mengembangkan kepariwisataan nasional, peningkatan
jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia diupayakan sejalan dengan peningkatan jumlah
pengeluaran wisatawan mancanegara di Indonesia, sehingga penerimaan devisa negara dari
kegiatan kepariwisataan pun meningkat. Jumlah penerimaan devisa dari sektor pariwisata
selama tahun 2011-2015 selalu menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2011 devisa yang

132 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
masuk ke negara mencapai 8,55 miliar USD dan meningkat hingga tahun 2015 mencapai
11,9 miliar atau sekitar 163 triliun rupiah. Jumlah penerimaan devisa wisatawan mancanegara
pada tahun 2015 tersebut telah melebihi target pencapaian devisa sebesar 113,2 persen
dari target yang ditetapkan (144 triliun rupiah). Bila dibandingkan dengan penerimaan
devisa tahun 2014 dapat dikatakan bahwa devisa yang masuk ke negara pada tahun 2015
meningkat sebesar 730 juta USD. Peningkatan penerimaan devisa di tahun 2015 tidak saja
bersumber dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dari 9,44 juta di tahun 2014 dan
menjadi 10,41 juta di tahun 2015, tetapi bersumber dari peningkatan rata-rata pengeluaran
per kunjungan dari 1.183,43 USD di tahun 2014, menjadi 1.190 USD di tahun 2015. Dengan
kata lain, peningkatan kuantitas devisa kepariwisataan diikuti dengan peningkatan kualitas
pengeluaran wisatawan.

Indikator 8.9.2 Jumlah pekerja pada industri pariwisata dalam proporsi terhadap total pekerja
Pariwisata merupakan sektor yang memberikan dampak yang luas bagi sektor-sektor lainnya,
termasuk terhadap penyerapan tenaga kerja baik itu tenaga kerja langsung (direct), tenaga

id
kerja tidak langsung (indirect), maupun tenaga kerja ikutan (induce) di sektor pariwisata.

o.
Jumlah tenaga kerja langsung, tidak langsung, dan ikutan sektor pariwisata dihitung dari total
tenaga kerja yang terserap di sektor-sektor perekonomian akibat adanya aktivitas pariwisata,
.g
baik langsung, tidak langsung, maupun ikutan. Penciptaan lapangan pekerjaan sudah dimulai
sejak wisatawan akan berangkat (tenaga kerja jasa perjalanan wisata), tiba di bandara (tenaga
ps

tujuan 8
kerja pengangkutan), dan ketika melakukan aktivitas perjalanan wisata (pemandu wisata dan
penginapan).
.b

Gambar 8.19 Kontribusi Pekerja1) pada Industri Pariwisata dalam Proporsi Terhadap Total
w

Pekerja (Persen)
w

11
10
/w

10,59
9 Sektor pariwisata mampu
menyerap tenaga kerja
:/

8 9,00
8,46 8,52 sekitar 10,59 persen
7
tp

7,75
6
ht

5
2011 2012 2013 2014 2015
Catatan: Tenaga kerja langsung (direct), tenaga kerja tidak langsung (indirect), maupun tenaga kerja ikutan (induce)
1)

di sektor pariwisata
Gambar 8.20 Jumlah Tenaga Kerja Langsung, Tidak Langsung dan Ikutan Sektor Pariwisata (Juta Orang)
12,16
10,32 Jumlah tenaga kerja yang
9,61
terserap mencapai 12,16
juta orang

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2013 2014 2015
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Kementerian Pariwisata

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 133
Selama periode 2011-2015, proporsi tenaga kerja pada sektor industri pariwisata terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2011 sendiri sektor pariwisata mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
7,75 persen dan meningkat menjadi 8,46 persen pada tahun 2012 hingga tahun 2015 menjadi
sekitar 10,59 persen. Menurut jumlah tenaga kerja, capaian jumlah tenaga kerja langsung, tidak
langsung dan ikutan sektor pariwisata di tahun 2015 melebihi target yang ditetapkan, dari target
11,3 juta orang tercapai sebesar 12,16 juta orang atau sebesar 107,6 persen. Jika dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya, capaian jumlah tenaga kerja langsung, tidak langsung dan
ikutan sektor pariwisata terus mengalami kenaikan. Perbandingan capaian dari tahun 2013
sampai dengan tahun 2015 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa realisasi pada tahun 2015
sebesar 12.16 juta orang meningkat sebesar 11.16 persen jika dibandingkan dengan realisasi
tahun 2014 sebesar 10.32 juta orang dan realisasi pada tahun 2014 meningkat sebesar 9.32
persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2013 sebesar 9.61 juta orang.

Target 8.10 Memperkuat kapasitas lembaga keuangan domestik untuk mendorong dan

id
memperluas akses terhadap perbankan, asuransi dan jasa keuangan bagi
semua

o.
Indikator 8.10.1 Jumlah kantor bank dan ATM per 100.000 jumlah orang dewasa
Indikator ini digunakan untuk mengetahui jumlah kantor bank dan ATM per 100 ribu
.g
ps
penduduk dewasa (berusia 15 tahun ke atas). Anjungan Tunai Mandiri (ATM) itu sendiri
tujuan 8

merupakan mesin dengan sistem komputer yang diaktifkan dengan menggunakan kartu
.b

magnetik bank yang berkode atau bersandi. Kegunaan mesin ATM ini membuat nasabah
dapat menabung, mengambil uang tunai, mentransfer dana antar-rekening, dan transaksi
w

rutin lainnya. Sementara itu, pengertian kantor bank adalah sebagai seluruh jaringan/unit
kantor bank yang tercatat dapat memberikan layanan keuangan kepada nasabah (melakukan
w

kegiatan operasional) dan terpisah secara fisik dengan kantor utamanya, antara lain meliputi:
/w

Kantor Cabang (KC), Kantor Cabang Pembantu (KCP), Kantor Kas, Unit Usaha Syariah, Kas
Mobil, Payment Point
Point, Agency
Agency, dan Deposit Taking Company (DTC). Sedangkan yang dimaksud
:/

dengan jaringan kantor adalah Jaringan Kantor Bank sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
tp

Bank Indonesia mengenai Bank Umum dan ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Umum
Syariah.
ht

Tabel 8.1 Jumlah Kantor Bank, Jumlah Penduduk Dewasa, dan Jumlah Kantor Bank per
100.000 Orang Dewasa
INDIKATOR 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah Kantor bank 13.837 24.580 26.894 28.780 30.181 32.963
Jumlah orang dewasa (ribu orang) 170.381 173.447 176.524 179.582 182.608 185.604
Jumlah kantor bank per 100.000 jumlah orang dewasa 8,12 14,17 15,24 16,03 16,53 17,76
Sumber: Statistik Indonesia, BPS

Hingga tahun 2015 jumlah kantor


Selama kurun waktu 2010-2015 terjadi peningkatan jumlah
bank mencapai 32.963 kantor yang
kantor bank di Indonesia. Pada tahun 2010 jumlah kantor
tersebar di seluruh Indonesiabank mencapai 13.837 kantor dan meningkat lebih dari dua
kali lipat menjadi 32.963 kantor. Seiring dengan hal tersebut,
rasio jumlah kantor bank terhadap 100 ribu penduduk dewasa juga mengalami peningkatan
yaitu tahun 2010 sebanyak 8 kantor bank per 100 ribu penduduk dewasa dan meningkat
menjadi 17 kantor bank per 100 ribu penduduk dewasa.

134 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 8.10.1.(a) Rata-rata jarak lembaga keuangan (Bank Umum)
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur aksesibilitas penduduk terhadap
layanan keuangan formal yaitu rata-rata jarak lembaga keuangan (bank umum). Indikator ini
dihitung jarak rata-rata jarak lembaga keuangan (bank umum) dengan kantor desa.

Indikator 8.10.1.(b) Proporsi kredit UMKM terhadap total kredit


Kredit UMKM merupakan semua penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dalam rupiah dan valuta asing, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank pelapor dengan bank dan pihak ketiga bukan bank yang memenuhi kriteria usaha
sesuai undang-undang tentang UMKM yang berlaku. Kredit dengan penjaminan tertentu
merupakan bagian dari kredit UMKM. Kredit Dengan Penjaminan Tertentu adalah kredit/
pembiayaan atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan debitur yang dijamin oleh Perusahaan
Penjamin dengan kriteria tertentu, sebagaimana Program Pemerintah mengenai Kredit Usaha

id
Rakyat (KUR).

o.
Indikator proporsi Kredit UMKM terhadap total kredit ini diperoleh dengan membagi jumlah
kredit UMKM dengan total kredit dikali dengan 100 persen. Indikator ini digunakan sebagai
proksi keterjangkauan UMKM terhadap akses pembiayaan. .g
ps
Gambar 8.21 Posisi Kredit Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Bank Umum (Triliun Rp), 2011-2016

tujuan 8
900
.b

800
w

700
600
w

Kredit usaha untuk


500
UMKM di bank umum
/w

400
menunjukkan peningkatan
setiap tahunnya 300
:/

200
tp

100
0
ht

2011 2012 2013 2014 2015 2016*


Mikro 88,02 97,18 118,77 140,27 164,87 178,51
Kecil 146,53 164,27 187,73 201,98 215,92 236,30
Menengah 223,61 264,95 303,53 329,47 359,01 367,09
Total UMKM 458,16 526,40 610,03 671,72 739,80 781,91

Catatan: * Kondisi sampai dengan September 2016


Sumber: SEKI, Bank Indonesia

Selama kurun waktu 2011-2016 posisi nilai kredit usaha untuk UMKM menunjukkan adanya
peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 jumlah kredit yang telah disalurkan ke UMKM
mencapai 458,16 triliun rupiah dan meningkat terus sampai tahun 2016 menjadi 781,91 triliun
rupiah. Usaha Menengah mendapat nilai kredit usaha terbesar bila dibandingkan dengan
usaha mikro dan kecil. Hampir separuh dari total kredit untuk UMKM disalurkan ke usaha
menengah ini dan sisanya dialokasikan ke usaha mikro dan kecil.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 135
Indikator 8.10.2 Proporsi kepemilikan rekening bank orang dewasa (18 tahun dan lebih) atau
lembaga keuangan lain atau dengan pelayanan jasa keuangan bergerak
Rekening merupakan pencatatan sistematis dalam lembaran buku besar mengenai perubahan
nilai dari segala harta atau pemilikan, pendapatan, pengeluaran, dan utang subjek tertentu
yang dibuat dari waktu ke waktu; apabila seseorang disebutkan mempunyai akun pada bank,
account). Indikator
account
berarti orang tersebut mempunyai simpanan atau utang di bank; akun (account).
yang dapat digunakan untuk melihat kepemilikian rekening atau akses masyarakat terhadap
lembaga keuangan perbankan yaitu proporsi kepemilikan rekening bank orang dewasa (15
tahun atau lebih) atau lembaga keuangan lain atau dengan pelayanan jasa keuangan bergerak
. indikator ini diperoleh dengan membagi jumlah orang yang memiliki rekening bank dibagi
jumlah orang dewasa kemudian dikali 100 persen.

Target 8.A Meningkatkan bantuan untuk mendukung perdagangan bagi negara


berkembang, terutama negara kurang berkembang, termasuk melalui the

id
ENHANCED INTEGRATED FRAMEWORK FOR TRADE-RELATED TECHNICAL ASSISTANCE bagi

o.
negara kurang berkembang

Indikator 8.A.1 Bantuan untuk komitmen perdagangan dan pencairan pendanaan.g


ps
Total bantuan pembangunan resmi (ODA) pengeluaran yang memenuhi syarat sebagai bantuan
tujuan 8

perdagangan. Data dinyatakan dalam dolar AS pada kurs rata-rata tahunan. Dasar Pemikiran
dan interpretasi ODA adalah ukuran diterima pengembangan kerjasama internasional.
.b

Dalam hal ini menangkap bantuan dalam mendukung proyek-proyek dan program untuk
w

meningkatkan kapasitas perdagangan dan produksi negara-negara berkembang. Indikator


ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.
w
/w

Target 8.B Pada tahun 2020, mengembangkan dan mengoperasionalkan strategi global
untuk ketenagakerjaan pemuda dan menerapkan THE GLOBAL JOBS PACT OF THE
:/

INTERNATIONAL LABOUR ORGANIZATION


tp
ht

Indikator 8.B.1 Total pengeluaran pemerintah dalam program perlindungan sosial dan
ketenagakerjaan dalam proporsi terhadap anggaran nasional dan PDB
Indikator ini merupakan pengeluaran publik total dalam perlindungan sosial dan program
kerja dinyatakan sebagai persentase dari anggaran nasional dan Produk Domestik Bruto
(PDB). Hal ini juga termasuk tingkat cakupan perundingan bersama, yang dihitung sebagai
persentase karyawan yang gaji dan kondisi kerja yang ditentukan oleh satu atau lebih
kesepakatan bersama. Sebuah kesepakatan tawar-menawar kolektif mengacu pada semua
perjanjian secara tertulis mengenai kondisi kerja dan syarat kerja yang disepakati antara
majikan, sekelompok pengusaha atau satu atau lebih organisasi pengusaha, di satu sisi, dan
satu atau lebih pekerja perwakilan organisasi, pada yang lain (ILO Collective Agreements
Recommendation, 1951).

Total pengeluaran publik dalam program perlindungan dan kerja sosial mensintesis
redistributif dan kerja upaya promosi publik secara keseluruhan. Menghitung sebagai
persentase dari anggaran nasional dan PDB memungkinkan untuk analisis tempat relatif
dalam perekonomian nasional secara keseluruhan. Kolektif tingkat cakupan perundingan

136 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
memberikan ukuran dari jangkauan perjanjian perundingan bersama dan, dengan demikian,
dapat membantu dalam menilai dan memantau perkembangan hubungan industrial.
Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs

Indikator 8.B.1.(a) Jumlah peserta Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan


Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN adalah program negara yang bertujuan
untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui
program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak
apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan,
karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut,
atau pensiun. Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kematian (JKm). Indikator yang
digunakan untuk mengetahui jumlah peserta Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan

id
sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial yaitu jumlah peserta program jaminan sosial

o.
bidang ketenagakerjaan.

Selama tahun 2014-2015 jumlah peserta aktif di BPJS


Ketenagakerjaan mengalami kenaikan baik untuk peserta dari Jumlah .g
peserta BPJS
ps
perusahaan maupun dari peserta tenaga kerja. Pada tahun 2014 Ketenagakerjaan mengalami

tujuan 8
peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 216.593 perusahaan kenaikan
.b

dan 16.791.397 tenaga kerja. Selanjutnya, sampai dengan 31


Desember 2015, sebanyak 296.791 perusahaan terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan
w

dengan jumlah tenaga kerja aktif yang terlindungi oleh jaminan sosial sebanyak 19.275.061
yaitu dari kelompok peserta Penerima Upah sebanyak 18.988.996 tenaga kerja dan Bukan
w

Penerima Upah sebanyak 286.065 tenaga kerja.


/w

Tabel 8.2 Kepesertaan Perusahaan & Tenaga Kerja Aktif sebagai Peserta BPJS
Ketenagakerjaan, 2014 dan 2015
:/
tp

INDIKATOR 2010 2011


Jumlah Perusahaan Aktif 216.593 296.791
ht

Jumlah TK Aktif Penerima Upah 16.100.961 18.988.996


Jumlah TK Aktif Bukan Penerima Upah 690.436 286.065
Jumlah TK Aktif 16.791.397 19.275.061
Sumber: BPJS Ketenagakerjaan

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 137
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 9
ps
14 4
.b
w
w

13 membangun infrastruktur yang 5


/w

tangguh, meningkatkan industri


inklusif dan berkelanjutan, serta
:/

mendorong inovasi
tp

12 6
ht

11 7
10 8
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 9
Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan
industri Inklusif dan Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi

P
embangunan Berkelanjutan Tujuan 9 mengandung tiga aspek penting dari
pembangunan berkelanjutan yaitu: infrastruktur, industrialisasi dan inovasi.
Infrastruktur menyediakan fasilitas fisik dasar yang penting untuk bisnis dan
masyarakat; industrialisasi mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan
kerja sehingga mengurangi ketimpangan pendapatan; dan inovasi memperluas kemampuan
teknologi sektor industri dan mengarah pada pengembangan keterampilan baru.

id
Target 9.1 Mengembangkan infrastruktur yang berkualitas, andal, berkelanjutan dan
tangguh, termasuk infrastruktur regional dan lintas batas, untuk mendukung

o.
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, dengan fokus pada akses
yang terjangkau dan merata bagi semua. .g
ps
Indikator 9.1.1 Populasi penduduk desa yang tinggal dalam jarak 2 km terhadap jalan yang
layak
.b

Indikator ini dihitung untuk mengetahui jumlah penduduk yang tinggal berada di

tujuan 9
dalam jarak paling jauh 2 km dari jalan yang kondisinya layak. Ini untuk mengetahui
w

akses penduduk terhadap jalan yang layak. Indikator ini akan dikembangkan pada
w

RAN TPB/SDGs.
/w

Indikator 9.1.1.(a) Kondisi mantap jalan nasional


:/

Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 menegaskan tiga


tp

Capaian kemantapan
peran jalan, yaitu : 1. Sebagai bagian dari prasarana
jalan nasional semakin
transportasi mempunyai peran penting dalam ekonomi,
ht

meningkat setiap tahunnya


sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan dan
hingga mencapai lebih dari
lingkungan hidup serta wajib dipergunakan untuk
36 ribu km.
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; 2. Sebagai
prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat
nadi kehidupan masyarakat bangsa dan negara; 3. Sebagai satu kesatuan sistem
jaringan jalan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia.
Menurut statusnya, jalan dibagi berdasarkan pembinaannya yaitu jalan nasional,
jalan provinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota, dan Jalan Desa. Jalan Nasional itu sendiri
merupakan jalan Arteri dan Jalan Kolektor dalam Sistem Jaringan Jalan Primer.
Jalan ini menghubungkan ibukota provinsi, jalan strategis nasional, serta jalan tol.
Tanggung jawab pembinaannya berada pada Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal
Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat).

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 141
Gambar 9.1 Capaian Kemantapan Jalan Nasional (Km), 2010-2014
40.000
35.000
30.000
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
2010 2011 2012 2013 2014
Mantap 31.726,46 33.833,72 35.030,77 35.850,44 36234,47
Tidak mantap 6.838,26 4.736,11 3.538,97 2.719,38 2335,26
Sumber: Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015

id
Jika dilihat dari kemantapannya, maka jalan yang dikatakan dalam kondisi mantap
adalah jalan yang dalam kondisi baik dan sedang. Sementara jalan tidak mantap

o.
terdiri dari rusak ringan dan rusak berat. Jalan nasional dalam kondisi mantap di hasil
survei dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat pada Semester 2
Tahun 2014 sepanjang 36.234,57 km atau 93,95 persen dan dalam kondisi tidak
.g
ps
mantap sepanjang 2.335,26 km atau 6,05 persen.
.b

Gambar 9.2 Persentase Panjang Jalan Nasional dalam Kondisi Mantap, 2010-2014
tujuan 9

96
w

94
Panjang jalan nasional yang
92
/w

93,95
92,95 dalam kategori kondisi
90
90,82 mantap telah mencapai 93,95
:/

88
persen pada tahun 2014 dan
86
tp

87,72 mengalami kenaikan setiap


84
tahunnya
ht

82
80 82,27
78
76
2010 2011 2012 2013 2014
Sumber: Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015

Secara umum, perkembangan jalan nasional dari tahun ke tahun menunjukkan


peningkatan yang baik sesuai dengan target program yang telah dicanangkan.
Persentase kemantapan jalan nasional mengalami peningkatan dari tahun 2010
yang sebesar 82,27 persen menjadi 93,95 persen di tahun 2014. Dengan kondisi ini
diharapkan dapat mendorong konektivitas yang semakin baik di sektor transportasi.

142 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 9.1.1.(b) Panjang pembangunan jalan tol
Jalan tol atau disebut jalan bebas hambatan adalah jalan
Hingga tahun 2014 panjang
yang masuknya dikendalikan secara penuh, tidak ada
jalan tol yang sudah beroperasi
persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik
sebesar 949 km
jalan dan median, serta paling sedikit memiliki 2 (dua)
lajur setiap arah dengan lebar lajur minimal 3,5 m. Jalan
tol merupakan jalan umum yang menjadi bagian sistem jaringan jalan dan sebagai
jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol.

Gambar 9.3 Progres Pembangunan Panjang Jalan Gambar 9.4 Persentase Panjang Jalan
Tol di Indonesia (Km) Tahun 2014 Tol yang Beroperasi Menurut
Operatornya (Km) Tahun 2014
1000

id
900
800

o.
700
600
500
.g 398,67
ps
949,00 905,15
400 480,56
300
.b

tujuan 9
200
w

100 233,84
40,57
w

0
Beroperasi Penandatanganan Dalam Proses Persiapan Tender Dioperasikan Oleh PT Jasa Marga
/w

Perjanjian Konsensi Tender Dioperasikan Oleh Investor Swasta


(PPJT)
:/

Sumber: Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015
tp

Pemerintah akan melakukan pembangunan jalan tol dengan tiga metode pendanaan,
ht

yaitu pembiayaan penuh oleh swasta, pembiayaan oleh pemerintah dan swasta,
dan pembiayaan pembangunan oleh pemerintah dengan operasional oleh swasta.
Dengan terbukanya peluang investasi bagi sektor swasta dalam pembangunan
infrastruktur jalan tol dapat mengisi keterbatasan dana pemerintah di satu sisi dan
membawa manfaat untuk berinvestasi dari pendapatan tol. Selain itu, manfaat yang
dirasakan masyarakat selaku pengguna jalan berupa penghematan biaya operasi
kendaraan pengguna jalan tol, penghematan waktu tempuh dan peningkatan
kenyamanan bagi pengguna jalan tol maupun non tol karena perpindahan sebagian
kendaraan ke jalan tol. Manfaat lain bagi pemerintah adalah pengembangan wilayah
serta peningkatan ekonomi sebagai hasil dari pengalihan alokasi dana pembangunan
dan pemeliharaan infrastruktur dari kota besar, pada umumnya, ke daerah yang
belum berkembang.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 143
Sampai tahun 2014 jalan tol yang beroperasi di Indonesia
PT Jasa Marga mengoperasikan
ada sebanyak 33 ruas dengan panjang 949 km. Jalan tol
jalan tol sepanjang 480,56 km.
tersebut berada di empat pulau besar, yaitu Sumatera,
Jawa, Bali dan Sulawesi. Dari jumlah tersebut, sepanjang
550,33 km dioperasikan oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk. dan 398,67 km lainnya oleh
perusahaan swasta lain.
Ada pula ruas-ruas jalan tol dimana Pemerintah telah menandatangani Perjanjian
Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) dengan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Jalan tol PPJT
tersebut ada dalam tahap desain dan/atau pengadaan tanah dan/atau konstruksi.
Jalan tol yang dalam tahap penandatanganan PPJT tersebut ada sebanyak 25 ruas
dengan panjang 905,15 km. Sementara itu jalan tol yang masih dalam proses tender
sepanjang 40,57 km dan persiapan tender sepanjang 233,84 km.

id
Indikator 9.1.1.(c) Panjang jalur kereta api

o.
Sampai tahun 2014 jaringan jalan rel kereta api di Indonesia Total panjang jaringan
baru berada di Pulau Sumatera, Jawa, dan Madura. Total rel kereta api di Indonesia
panjang jaringan jalan rel kereta api sebesar 8.357 km
yang terdiri dari jaringan jalan rel yang masih beroperasi
.g mencapai 8.357 km.
ps
sepanjang 5.200 km dan yang tidak beroperasi sepanjang
3.157 km.
.b
tujuan 9

Gambar 9.5 Panjang Jaringan Jalan Rel Kereta Api di Gambar 9.6 Panjang Jaringan Jalan Rel
Indonesia (Km) Tahun 2015 Kereta Api yang Beroperasi
w

di Sumatera dan Jawa Tahun


/w

10000 2015
8000
:/

6000 Sumatera;
tp

8357 1392; 26,77%


4000
ht

5200
2000 3157 Jawa; 3808;
73,23%
0
Beroperasi Tidak Total
beroperasi
Sumber: Buku Informasi Transportasi 2015

Sebagian besar panjang jaringan jalan rel kereta api yang


Sebagian besar jaringan
beroperasi di Indonesia berada di Pulau Jawa yaitu sebesar
rel kereta api di Indonesia
73,23 persen (3.808 km) sedangkan di Pulau Sumatera sebesar
berada di Pulau Jawa.
26,77 persen (1.392 km). Sementara itu, dari seluruh panjang
jaringan jalan rel kereta api yang tidak beroperasi, sekitar 2.685
km berada di Pulau Jawa dan Madura sementara sisanya sekitar 472 km berada di
Pulau Sumatera. Mengingat peranan jaringan jalan rel kereta api yang cukup penting,

144 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
maka pemerintah sudah memulai menambah pembangunan jaringan jalan rel kereta
api tidak hanya di Pulau Jawa dan Sumatera tetapi juga di Pulau Sulawesi yang sudah
dimulai sejak tahun 2015 dan rencananya di tahun mendatang di Pulau Kalimantan.

Indikator 9.1.2 Jumlah penumpang dan volume pengangkutan, menurut jenis transportasi
Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs

Indikator 9.1.2.(a) Jumlah bandara


Bandar udara adalah kawasan di daratan dan/atau Bandara-bandara di Indonesia
perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagian besar merupakan
sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas bandara domestik yang hanya
landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan melayani jalur penerbangan
tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, domestik.

id
yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan

o.
fasilitas penunjang lainnya. Hingga tahun 2013 jumlah bandar udara di Indonesia
.g
sebanyak 237 bandar udara yang terdiri dari 28 bandar udara internasional dan 209
bandar udara domestik. Sementara itu berdasarkan hierarki bandar udara, terdapat
ps
sekitar 35 bandar udara merupakan bandar udara pengumpul dan 202 bandar udara
pengumpan.
.b

tujuan 9
Gambar 9.7 Jumlah Bandara di Indonesia Menurut Gambar 9.8 Jumlah Bandara di Indonesia
w

Penggunaan Bandar Udara Tahun 2013 Menurut Hierarki Bandar


w

Udara Tahun 2013


/w

250 237 250


209 202
:/

200 200
tp

150 150
ht

100 100

50 28 50 16
13 6

0 0
Internasional Domestik Total Pengumpul Pengumpul Pengumpul Pengumpan
Skala Primer Skala Sekunder Skala Tersier
Sumber: Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional

Bandar udara pengumpul itu sendiri merupakan Hanya sekitar 35 bandara yang
bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan mampu melayani jumlah penumpang
yang luas dari berbagai bandar udara yang melayani lebih dari atau sama dengan 500 ribu
penumpang dan/atau kargo dalam jumlah besar per tahun.
dan mempengaruhi perkembangan ekonomi secara
nasional atau berbagai provinsi. Sedangkan bandar

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 145
udara pengumpan merupakan bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan
dan mempengaruhi perkembangan ekonomi lokal, dan sebagai bandar udara tujuan
atau bandar udara penunjang dari bandar udara pengumpul.
Dari jenis bandara pengumpul tersebut terdiri dari 13 pengumpul skala primer,
6 pengumpul skala sekunder dan 16 pengumpul skala tersier. Ada Bandar udara
pengumpul skala primer mampu melayani penumpang lebih besar atau sama
dengan 5 juta orang per tahun, pengumpul skala sekunder melayani penumpang
lebih besar atau sama dengan 1 juta orang dan lebih kecil dari 5 juta orang per tahun,
dan pengumpul skala tersier melayani penumpang lebih besar atau sama dengan
500 ribu orang dan lebih kecil dari 1 juta orang per tahun.

Indikator 9.1.2.(b) Jumlah dermaga penyeberangan


Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dan daratan dan

id
Dinas perhubungan mendominasi
perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu
dalam pengoperasian pelabuhan

o.
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
penyeberangan.
ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal
bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau
bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
.g
ps
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi. Pelabuhan Penyeberangan itu sendiri
.b
tujuan 9

pelabuhan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan penyeberangan.


w

Gambar 9.9 Perkembangan Jumlah Pelabuhan Gambar 9.10 Jumlah Pelabuhan


w

Penyeberangan di Indonesia, 2008-2014 Penyeberangan di Indonesia


/w

Menurut Jenis Pengoperasian


Tahun 2014
:/

140
250 117
tp

210 210 120


200 175 175 183 184
173 100
ht

150 80
60 54
100
35
40
50
20 4
0 0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 214 PT. ASDP Dinas UPT Ditjen Dalam Proses
Perhubungan Perhubungan Pembangunan
Darat
Sumber: Perhubungan Darat dalam Angka 2014

Selama tahun 2008-2014 jumlah pelabuhan penyeberangan Indonesia menunjukkan


adanya peningkatan dari 175 pelabuhan penyeberangan pada tahun 2008
kemudian meningkat menjadi 183 pelabuhan pada tahun 2013. Hingga tahun
2014 tercatat sejumlah 210 pelabuhan penyeberangan yang beroperasi di wilayah

146 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indonesia. Sebgian besar pelabuhan penyeberangan dioperasikan oleh pemerintah
yaitu dinas perhubungan, PT ASDP atau UPT Dirjen Perhubungan Darat. Dinas
perhubungan merupakan operator yang paling banyak mengoperasikan pelabuhan
penyeberangan yaitu sejumlah 117 pelabuhan diikuti oleh PT ASDP sebanyak 35
pelabuhan penyeberangan.

Indikator 9.1.2.(c) Jumlah pelabuhan strategis


Gambar 9.11 Perkembangan Jumlah Pelabuhan di Indonesia, 2011-2015
2000
1739
1574 1652
1495
1500 1351 Selama tahun 2011 hingga 2014
tercatat adanya kenaikan jumlah

id
1000 pelabuhan

o.
500

0 .g
ps
2011 2012 2013 2014 2015*
Catatan: * Data sementara
.b

Sumber: Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015

tujuan 9
w

Pelabuhan sebagai prasarana angkutan laut yang sangat vital dalam penyelenggaraan
trasnportasi laut dalam rangka naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang
w

dari kapal. Hingga tahun 2014 keberadaan pelabuhan laut di Indonesia mencapai
/w

1739 pelabuhan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan bila dibandingkan dengan
tahun 2011 yang berjumlah 1495 pelabuhan. Ini juga menunjukkan bahwa selama 3
:/

tahun pemerintah sudah giat membangun pelabuhan sebanyak 244 pelabuhan.


tp

Gambar 9.12 Jumlah Pelabuhan di Indonesia Menurut Jenis Pengelola Tahun 2014 dan 2015
ht

700
574 574 574
600
480 480
500 Sebagian besar pelabuhan
400 merupakan TUKS dan terminal
300 khusus
186
200 111 111
100
0
PT Pelindo UPT Terminal TUKS
Khusus
2014 2015*
Catatan: * Data sementara
Sumber: Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 147
Pada tahun 2014 sendiri pelabuhan diselenggarakan oleh PT Pelindo dan UPT. Namun
ada juga pelabuhan yang merupakan jenis pelabuhan terminal khusus dan TUKS
(Terminal Untuk Kepentingan Sendiri). Tercatat sebanyak 574 pelabuhan merupakan
jenis TUKS dan 480 pelabuhan merupakan terminal khusus.

Target 9.2 Mempromosikan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan, dan pada tahun
2030, secara signifikan meningkatkan proporsi industri dalam lapangan kerja
dan produk domestik bruto, sejalan dengan kondisi nasional, dan meningkatkan
dua kali lipat proporsinya di negara kurang berkembang.
Indikator 9.2.1 Proporsi nilai tambah sektor industri manufaktur terhadap PDB dan perkapita
Sektor industri merupakan salah satu sektor yang sangat Proporsi nilai tambah
penting dan sebagai sektor yang menyumbang paling besar sektor industri terus

id
dalam pembentukan PDB nasional. Kontribusi sektor industri mengalami penurunan.
dalam pembentukan PDB menjadi yang teratas diikuti

o.
oleh sektor pertanian. Namun, kontribusi sektor industri
menunjukkan adanya penurunan dari tahun 2010 hingga tahun 2016. Pada tahun
2010 proporsi nilai tambah sektor industri terhadap PDB sebesar 22,04 persen, .g
ps
kemudian mengalami penurunan hingga 21,03 persen pada tahun 2013. Penurunan
terus berlanjut setiap tahunnya hingga tahun 2016 menjadi sekitar 19,90 persen.
.b
tujuan 9

Gambar 9.13 Proporsi Nilai Tambah Sektor Gambar 9.14 Proporsi Nilai Tambah Sektor
w

Industri Manufaktur terhadap PDB, Industri Manufaktur Perkapita,


w

2010-2016 2010-2016
/w

22,5 22,04 10 9,42


21,87 8,80
9
:/

22,0 8,07
21,45 7,53
8 7,29
tp

21,5 7,04
21,03 21,01 7 6,34
20,84
21,0
ht

6
Juta Rupiah
persen

20,5 5
19,9
20,0 4
3
19,5
2
19,0 1
18,5 0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*
Catatan: * Data sampai Triwulan III 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik

Berbeda dengan kontribusi sektor industri yang


Nilai tambah sektor industri per
mengalami penurunan, nilai tambah sektor industri
kapita justru terus mengalami
per kapita justru mengalami peningkatan. Tercatat
peningkatan.
dari tahun 2010 nilai tambah sektor industri per kapita

148 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
sebesar Rp 6,34 juta per tahun. Dua tahun berikutnya pada tahun 2012 mengalami
kenaikan sebesar Rp1,09 juta menjadi Rp 7,53 juta per tahun. Peningkatan terus
terjadi setiap tahunnya hingga tahun 2015 yang mencapai Rp 9,42 juta per tahun. Hal
ini menunjukkan bahwa sektor industri mengalami perkembangan yang baik selama
lima tahun terakhir.

Indikator 9.2.1.(a) Laju pertumbuhan PDB industri manufaktur


Laju pertumbuhan PDB industri manufatur digunakan untuk mengetahui apakah
terjadi kenaikan/penurunan dari nilai tambah industri manufaktur pada periode
waktu tertentu dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada kurun waktu
2011-2016 terlihat bahwa laju pertumbuhan nilai tambah industri manufatur
cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2011 pertumbuhan nilai tambah
industri manufaktur sebesar 6,26 persen, kemudian menurun hingga 4,37 persen

id
pada tahun 2012. Selanjutnya memasuki triwulan III tahun 2016 pertumbuhan
industri manufaktur mengalami peningkatan hingga ke level 4,56 persen.

o.
Gambar 9.15 Laju Pertumbuhan PDB Industri Manufaktur, 2011-2016
.g
ps
7,0
.b

6,5 6,26

tujuan 9
Sektor industri tetap
w

6,0 5,62 mengalami pertumbuhan


w

5,5 setiap tahunnya meskipun


pertumbuhannya melambat.
/w

5,0 4,61 4,56


4,37 4,25
4,5
:/
tp

4,0
2011 2012 2013 2014 2015 2016*
ht

Catatan: * Data sampai Triwulan III 2016


Sumber: Badan Pusat Statistik

Indikator 9.2.2 Proporsi tenaga kerja pada sektor industri manufaktur


Sektor industri manufaktur merupakan lapangan pekerjaan yang cukup banyak
menyerap tenaga kerja setelah sektor pertanian; sektor perdagangan, rumah makan
dan jasa akomodasi; dan sektor jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan. Sektor
industri manukfatur mampu menyerap tenaga kerja lebih dari dua belas persen setiap
tahunnya. Pada kurun waktu waktu 2010-2016 penyerapan tenaga kerja pada sektor
industri manufaktur cenderung mengalami sedikit peningkatan. Sektor ini mampu
menyerap tenaga kerja sebesar 12,78 persen pada tahun 2010 dan mengalami
kenaikan hingga tahun 2012 menjadi 13,88 persen. Namun, kenaikan tersebut tidak
berlanjut hingga tahun 2016. Justru terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja
sektor industri manufaktur pada tahun 2016 menjadi 13,12 persen.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 149
Gambar 9.16 Proporsi Tenaga Kerja pada Sektor Industri Manufaktur, 2010-2016

13,88 Sektor industri manufaktur


14 13,54 mampu menyerap tenaga
13,27 13,31 13,29
13,12 kerja di Indonesia sebesar
12,78 13,12 persen pada tahun
2016.

12
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik

id
o.
Target 9.3 Meningkatkan akses industri dan perusahaan skala kecil, khususnya di negara
.g
berkembang, terhadap jasa keuangan, termasuk kredit terjangkau, dan
mengintegrasikan ke dalam rantai nilai dan pasar.
ps

Indikator 9.3.1 Proporsi nilai tambah industri kecil terhadap total nilai tambah industri
.b

Industri Kecil merupakan usaha industri pengolahan yang mempunyai tenaga


tujuan 9

kerja 5 sampai dengan 19 orang, termasuk pemilik dan pekerja keluarga. Tentunya
w

industri dalam skala kecil juga mempunyai peran dalam pembentukan nilai tambah
w

sektor industri. Untuk mengetahui seberapa besar peranan industri skala kecil ini
/w

menggunakan proporsi nilai tambah yang dihasilkan industri kecil terhadap total
nilai tambah sektor industri. Perhitungannya diperoleh dengan membagi nilai
:/

tambah industri kecil dibagi dengan total nilai tambah industri kecil dikalikan dengan
tp

100 persen. Indikator ini digunakan untuk mengetahui kontribusi dari industri kecil
terhadap kontribusi nilai tambah ekonomi.
ht

Gambar 9.17 Proporsi Nilai Tambah Industri Kecil terhadap Total Nilai Tambah Industri
6,28
6,0
Selama periode 2010-
5,0 4,36
3,93 3,74 2015, proporsi nilai
4,0 tambah industri kecil
3,0 2,14 terhadap nilai tambah
2,0 sektor industri tertinggi
1,09
tahun 2013 sebesa 6,28
1,0
persen.
0,0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik

150 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Pada kurun waktu waktu 2010-2015 proporsi nilai tambah industri kecil terhadap
total nilai tambah industri cenderung mengalami peningkatan. Sektor ini mampu
memberikan kontribusi terhadap nilai tambah sektor industri sebesar 2,14 persen
pada tahun 2010, walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun 2011
menjadi 1,09 persen, kontribusi industri kecil mengalami kenaikan selama dua
tahun berikutnya hingga tahun 2013 hingga menjadi 6,28 persen. Namun, kenaikan
tersebut tidak berlanjut dua tahun kemudian. Pada tahun 2016 terjadi penurunan
kontribusi industri kecil menjadi 3,74 persen.

Indikator 9.3.2 Proporsi industri kecil dengan pinjaman atau kredit


Indikator jumlah industri kecil menerima jasa keuangan disajikan dalam persentase
dari jumlah total industri kecil. Industri kecil memiliki akses terbatas ke layanan
keuangan, sedangkan kebutuhan mereka untuk pinjaman sangat penting. Indikator

id
ini menunjukkan seberapa luas lembaga keuangan yang melayani industri kecil.
Indikator ini bersama-sama dengan yang disarankan indikator 1 mencerminkan

o.
pesan utama target 9.3 yang bermaksud untuk menyeimbangkan kontribusi industri
kecil untuk akses mereka ke layanan keuangan. Indikator ini akan dikembangkan
pada RAN TPB/SDGs. .g
ps

Target 9.4 Pada tahun 2030, meningkatkan infrastruktur dan retrofit industri agar
.b

dapat berkelanjutan, dengan peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya

tujuan 9
w

dan adopsi yang lebih baik dari teknologi dan proses industri bersih dan ramah
lingkungan, yang dilaksanakan semua negara sesuai kemampuan masing-
w

masing.
/w

Indikator 9.4.1 Rasio Emisi CO2/Emisi Gas Rumah Kaca dengan nilai tambah sektor industri
:/

Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas yang terkandung dalam atmosfer baik alami
tp

maupun antropogenik yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah.


Emisi Gas Rumah Kaca adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area dalam jangka
ht

waktu tertentu. Rasio Emisi CO2/Emisi Gas Rumah Kaca dengan Nilai Tambah Sektor
Industri diperoleh dengan cara membagi tingkat Emisi CO2 dengan nilai tambah
sektor industri.
Indikator ini digunakan untuk mengukur nilai tambah sektor industri dengan tingkat
emisi yang dihasilkan.

Indikator 9.4.1.(a) Persentase Perubahan Emisi CO2/Emisi Gas Rumah Kaca


Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas yang terkandung dalam atmosfer baik alami
maupun antropogenik yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah.
Emisi Gas Rumah Kaca adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area dalam
jangka waktu tertentu.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 151
Tingkat Emisi (Juta Ton) diperoleh dengan cara mengalikan Data aktifitas dengan
Faktor Emisi. Data aktifitas (AD) adalah besaran kuantitatif kegiatan manusia
yang melepas Emisi Gas Rumah Kaca, sedangkan Faktor Emisi adalah faktor yang
menunjukkan intensitas emisi per unit aktivitas yang bergantung kepada berbagai
parameter terkait proses kimia yang terjadi.
Persentase Perubahan Emisi CO2/Emisi Gas Rumah Kaca diperoleh dengan cara
mengurangi tingkat emisi pada tahun ke - t terhadap tingkat emisi pada tahun ke
t-1 (tahun sebelumnya), dibagi dengan tingkat emisi pada tahun ke t-1, dikalikan
dengan 100 persen.
Indikator ini digunakan untuk mengetahui hasil kinerja dari program pengurangan
emisi CO2.

id
Target 9.5 Memperkuat riset ilmiah, meningkatkan kapabilitas teknologi sektor industri
di semua negara, terutama negara-negara berkembang, termasuk pada tahun

o.
2030, mendorong inovasi dan secara substansial meningkatkan jumlah pekerja
.g
penelitian dan pengembangan per 1 juta orang dan meningkatkan pembelanjaan
publik dan swasta untuk penelitian dan pengembangan.
ps

Indikator 9.5.1 Proporsi anggaran riset pemerintah terhadap PDB


.b

Riset terbagi menjadi dua kegiatan yaitu penelitian dan pengembangan. Penelitian
tujuan 9

adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis
w

untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan


w

pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/


/w

atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan
ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara
:/

pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan


tp

memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya
untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi
ht

yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.


Proporsi anggaran riset pemerintah terhadap PDB diperoleh dengan cara membagi
jumlah anggaran untuk riset pemerintah dengan PDB dikalikan dengan 100 persen.
Indikator ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar dana yang dialokasikan
untuk pengembangan riset dan memperkuat daya dukung ilmu pengetahuan
dan teknologi bagi keperluan mempercepat pencapaian tujuan negara, serta
meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan
negara di tingkat internasional.

Indikator 9.5.2 Jumlah peneliti (ekuivalen penuh waktu) per satu juta penduduk
Indikator ini digunakan untuk mengetahui jumlah peneliti per satu juta penduduk di
suatu wilayah. Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

152 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 9.A Memfasilitasi pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan tangguh di
negara berkembang, melalui peningkatan keuangan, teknologi dan dukungan
teknis bagi negara-negara Afrika, negara-negara kurang berkembang, negara-
negara berkembang terkurung daratan dan negara-negara pulau kecil.
Indikator 9.A.1 Total dukungan resmi internasional (bantuan resmi pembangunan ditambah
aliran bantuan resmi biaya) untuk infrastruktur
Indikator ini digunakan untuk mengetahui jumlah dukungan resmi internasional
untuk infrastruktur. Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

Target 9.B Mendukung pengembangan teknologi domestic, riset dan inovasi di negara-
negara berkembang, termasuk dengan memastikan lingkungan kebijakan
yang kondusif, antara lain untuk diversifikasi industry dan peningkatan nilai

id
tambah komoditas.

o.
Indikator 9.B.1 Proporsi nilai tambah teknologi menengah dan tinggi terhadap total nilai
tambah
.g
Indikator ini digunakan untuk mengetahui proporsi nilai tambah teknologi menengah
ps
dan tinggi terhadap total nilai tambah. Indikator ini akan dikembangkan pada RAN
TPB/SDGs.
.b

tujuan 9
w

Target 9.C Secara signifikan meningkatkan akses terhadap teknologi informasi dan
komunikasi, dan mengusahakan penyediaan akses universasl dan terjangkau
w

Internet di negara-negara kurang berkembang pada tahun 2020.


/w

Indikator 9.C.1 Proporsi penduduk yang terlayani mobile broadband


:/

Akses bergerak pitalebar (mobile broadband) adalah akses yang berkecepatan 2


tp

Mbps untuk akses tetap (fixed) dan 1 Mbps untuk akses


Persentase penduduk bergerak (mobile), sedangkan kecepatan akses tulang
ht

yang memiliki telepon punggung (backbone) mencapai orde ratusan Gbps.


seluler di perkotaan lebih Proporsi penduduk yang terlayani mobile broadband
tinggi daripada penduduk diperoleh dengan cara membagi jumlah rumah terlayani
di perdesaan. mobile broadband dibagi dengan jumlah total penduduk
dikalikan dengan 100 persen.
Indikator ini digunakan untuk keterjangkauan jumlah penduduk yang mendapatkan
akses atau terlayani fasilitas mobile broadband serta sebagai sarana untuk mendorong
pengembangan kemampuan masyarakat dalam menggunakan TIK.

Indikator 9.C.1.(a) Proporsi individu yang menggunakan telepon genggam


Tingkat akses masyarakat terhadap komunikasi dan informasi melalui jaringan
bergerak (mobile) Fixed Wireless Access dan seluler dapat diketahui dengan indikator
proporsi individu yang menggunakan telepon genggam/telepon seluler, termasuk

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 153
Gambar 9.18 Persentase Penduduk Berumur 5 Gambar 9.19 Persentase Penduduk Berumur 5
Tahun ke Atas yang Menguasai/ Tahun ke Atas yang Menguasai/
Memiliki Telepon Seluler (HP)/ Memiliki Telepon Seluler (HP)/
Nirkabel dalam 3 Bulan Terakhir Nirkabel dalam 3 Bulan Terakhir
menurut Daerah Tempat Tinggal, menurut Jenis Kelamin, 2015 dan
2015 dan 2016 2016
80 80
66,2667,03 63,4164,43
70 70
56,9258,30 56,9258,30
60 60 50,3852,13
47,3849,04
50 50
40 40
30 30
20 20

id
10 10
0 0

o.
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+
Perdesaan Perempuan
2015 2016
Sumber:
2015 2016
Susenas, Badan Pusat Statistik
.g
ps

smartphone. Pada tahun 2015 penduduk berumur 5 tahun ke atas yang menguasai/
.b

memiliki telepon seluler (hp)/nirkabel dalam 3 bulan terakhir sebesar 56,92 persen.
tujuan 9

Kemudian persentase ini meningkat menjadi 58,30 persen. Hal ini menunjukkan
w

bahwa akses masyarakat untuk berkomunikasi semakin meningkat.


w

Berdasarkan daerah tempat tinggal, persentase


/w

Penduduk laki-laki relatif


penduduk yang memiliki telepon seluler di perkotaan
lebih banyak memiliki
ternyata lebih banyak daripada di perdesaan. Tercatat
:/

telepon seluler daripada


pada tahun 2016 sebanyak 67,03 persen penduduk
tp

penduduk perempuan. memiliki telepon seluler, sedangkan di perdesaan baru


mencapai 49,04 persen atau belum mencapai separuh
ht

dari jumlah penduduk di perdesaan. Sementara itu, dilihat berdasarkan jenis kelamin,
persentase penduduk laki-laki yang memiliki telepon seluler juga lebih tinggi
daripada penduduk perempuan dengan persentase masing-masing sebesar 64,43
persen dan 52,13 persen.

Indikator 9.C.1.(b) Proporsi individu yang menggunakan Internet


Internet menjadi alat yang penting bagi publik untuk mengakses informasi, yang juga
relevan dengan keterbukaan fundamental terhadap informasi. Selain itu, internet
juga dapat menjadi indikator kunci yang digunakan oleh pengambil kebijakan
untuk mengukur pembangunan masyarakat bidang informasi dan pertumbuhan
isi internet. Indikator yang digunakan sebagai proksi keterjangkauan penduduk
terhadap penggunaan internet untuk mengukur pembangunan masyarakat di
bidang teknologi informasi dan perkembangan masyarakat digital yaitu proporsi

154 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
individu yang mengakses internet. Indikator ini dapat
Persentase penduduk diperoleh dengan membagi jumlah penduduk usia 5 tahun
yang mengakses internet ke atas yang mengakses internet dengan jumlah penduduk
di perkotaan lebih tinggi dikalikan dengan 100 persen. Penggunaan internet di sini
daripada penduduk di termasuk dalam mengakses media sosial seperti facebook,
perdesaan. twitter, BBM, whatsapp.
Pada tahun 2016 persentase penduduk berumur 5 tahun ke atas yang mengakses
internet dalam 3 bulan terakhir sebesar 25,37 persen atau mengalami peningkatan
meningkat dari tahun 2015 yang sebesar 21,98 persen. Berdasarkan daerah tempat
tinggal, persentase penduduk di perkotaan ternyata lebih banyak yang mengakses
internet daripada di perdesaan. Tercatat pada tahun 2016
sebanyak 35,86 persen penduduk mengakses internet, Penduduk laki-laki relatif
sedangkan di perdesaan sebesar14,23 persen. Sementara lebih banyak mengakses

id
itu, dilihat berdasarkan jenis kelamin, persentase penduduk internet daripada
laki-laki yang mengakses internet lebih tinggi daripada penduduk perempuan.

o.
penduduk perempuan (27,20 persen berbanding 23,52
persen).
.g
ps
Gambar 9.20 Persentase Penduduk Berumur 5 Gambar 9.21 Persentase Penduduk Berumur 5
Tahun ke Atas yang Mengakses Tahun ke Atas yang Mengakses
.b

tujuan 9
Internet (Termasuk Facebook, Internet (Termasuk Facebook,
w

Twitter, BBM, Whatsapp) dalam 3 Twitter, BBM, Whatsapp) dalam


Bulan Terakhir menurut Daerah 3 Bulan Terakhir menurut Jenis
w

Tempat Tinggal, 2015 dan 2016 Kelamin, 2015 dan 2016


/w

40 35,86 40
32,04
:/

35 35
25,37 27,20 25,37
tp

30 30 23,69 23,52
21,98 21,98
25 25 20,25
ht

20 14,23 20
11,70
15 15
10 10
5 5
0 0
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+
Perdesaan Perempuan
2015 2016 2015 2016
Sumber: Susenas, Badan Pusat Statistik

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 155
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 10
ps
14 4
.b
w
w

13 mengurangi kesenjangan intra- dan 5


/w

antarnegara
:/
tp

12 6
ht

11 7
9 8
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 10
Mengurangi Kesenjangan Intra-Dan Antarnegara

T
ujuan 10 yaitu untuk mengurangi kesenjangan pendapatan, berdasarkan jenis
kelamin, usia, cacat, ras, kelas, etnis, agama dan kesempatan-baik di dalam dan antar
negara. Para pemimpin dunia mengakui kontribusi positif dari migrasi internasional
untuk pertumbuhan yang inklusif dan pembangunan berkelanjutan, serta mengakui bahwa
hal tersebut menuntut respon yang koheren dan komprehensif. Oleh karena itu, perlu
berkomitmen untuk bekerja sama secara internasional untuk memastikan migrasi yang aman,
tertib dan teratur. Tujuan 10 ini juga membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan
representasi dari negara-negara berkembang dalam pengambilan keputusan global dan
bantuan pembangunan.

id
Target 10.1 Pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan mempertahankan pertumbuhan

o.
pendapatan penduduk yang berada dibawah 40% dari populasi pada tingkat
yang lebih tinggi dari rata-rata nasional .g
ps
Indikator 10.1.1 Koefisien gini
Salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan adalah Gini Tingkat ketimpangan
.b

Ratio. Nilai gini ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini pengeluaran penduduk
w

Ratio menunjukkan semakin tinggi ketimpangan yang terjadi. Gini Indonesia pada Maret

tujuan 10
Ratio pada tahun 2010 tercatat sebesar 0,378 dan terus meningkat 2016 menurun
w

hingga pada Maret 2013 mencapai 0,413. Namun peningkatan


/w

tersebut tidak terus terjadi memasuki 2014. Pada Maret 2014 Gini
Ratio justru mengalami penurunan yaitu menjadi sebesar 0,406. penurunan ini terus terjadi
:/

setiap tahun hingga Maret 2016 mencapai 0,397. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerataan
pengeluaran di Indonesia mengalami perbaikan.
tp

Gambar 10.1 Koefisien Gini, 2010-2016


ht

0,500
0,450
0,400
0,350
0,300
0,250
0,200
0,150
0,100
0,050
0,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Perkotaan 0,382 0,422 0,425 0,431 0,428 0,428 0,410
Perdesaan 0,315 0,340 0,330 0,320 0,319 0,334 0,327
Perkotaan+Perdesaan 0,378 0,410 0,410 0,413 0,406 0,408 0,397

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan


Sumber: BPS

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 159
Berdasarkan klasifikasi daerah tempat tinggal, secara umum tingkat ketimpangan pendapatan
di daerah perdesaan lebih baik daripada di daerah perkotaan. Terlihat bahwa Gini Ratio di
daerah perdesaan lebih rendah daripada di daerah perkotaan. Gini Ratio di daerah perkotaan
pada Maret 2016 adalah sebesar 0,410 atau mengalami penurunan sebesar 0,018 poin
dibanding Gini Ratio Maret 2015 dan Maret 2014 yang sebesar 0,428. Sementara Gini Ratio di
daerah perdesaan pada Maret 2016 sebesar 0,327 menurun 0,007 poin dibanding Gini Ratio
Maret 2015 yang sebesar 0,334 tetapi naik 0,008 poin dibanding Gini Ratio Maret 2014 yang
sebesar 0,319.

Indikator 10.1.1.(a) Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional
Program penurunan kemiskinan yang dijalankan pemerintah mulai menunjukkan tanda-
tanda keberhasilannya. Terlihat dalam beberapa tahun terakhir dari tahun 2010 sampai
2016 terjadi penurunan tingkat kemiskinan yang cukup berarti. Hingga Maret 2016, jumlah
penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,01 juta orang (10,86 persen), berkurang sebesar
0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2015 yang sebesar 28,59 juta orang

id
(11,22 persen). Berdasarkan klasifikasi daerah tempat tinggal, persentase penduduk miskin

o.
di daerah perkotaan pada Maret 2015 sebesar 8,29 persen, turun menjadi 7,79 persen pada
Maret 2016. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun dari 14,21
persen pada Maret 2015 menjadi 14,11 persen pada Maret 2016. .g
ps
Gambar 10.2 Persentase Penduduk Miskin, 2010-2016

18 16,56
.b

15,72 15,10
16 14,28 14,17 14,21 14,11
13,33
w

14 12,49 11,96
Selama enam tahun terakhir
11,36
tujuan 10

11,25 11,22 10,86 terjadi penurunan tingkat


w

12 9,87
9,23 8,79 8,42
kemiskinan yang cukup
8,34
/w

10 8,29 7,79 berarti


8
:/

6
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
tp

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan


ht

Sumber: BPS

Indikator 10.1.1.(b) Jumlah daerah tertinggal yang terentaskan


Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah
Tertinggal Tahun 2015-2019 yang dimaksud dengan daerah tertinggal adalah daerah
kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan
daerah lain dalam skala nasional. Suatu daerah ditetapkan sebagai Daerah Tertinggal
berdasarkan kriteria: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
kemampuan keuangan daerah, aksesibiltas, dan karakteristik daerah.

Menurut PP tersebut pemerintah menetapkan sekitar 122 daerah/kabupaten yang termasuk


ke dalam kelompok daerah tertinggal. Sebagian besar daerah tertinggal tersebut berada di
wilayah Kawasan Timur Indonesia terutama di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Sementara
itu masih terdapat 6 daerah/kabupaten di Pulau Jawa yang termasuk daerah tertinggal yaitu
4 di Jawa Timur dan 2 di Banten.

160 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Gambar 10.3 Jumlah Daerah/Kabupaten Tertinggal, 2015

Sumatera 13
Jawa dan Bali 6
KBI 19 Pemerintah telah menetapkan
Kalimantan 12 sebanyak 122 daerah/kabupaten
Sulawesi 18 tertinggal tahun 2015-2019
Nusa Tenggara 26
Maluku 14
Papua 33
KTI 103
Indonesia 122

Sumber: Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015

id
Indikator 10.1.1.(c) Jumlah desa tertinggal

o.
Desa tertinggal yaitu desa yang belum terpenuhi aspek kebutuhan sosial dasar, infrastruktur
dasar, sarana dasar, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan
.g
nilai Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang dihitung oleh Bappenas dan BPS, secara nasional
ps
pada tahun 2014 terdapat setidaknya sekitar 20.432 desa yang dikategorikan sebagai desa
tertinggal. Dengan kata lain masih terdapat sekitar 27,22 persen dari total desa yang sebanyak
74.093 desa yang masuk ke dalam kategori desa tertinggal.
.b

Sebagian besar desa tertinggal berada di wilayah Kawasan


w

Sebaran desa tertinggal Timur Indonesia seperti di Maluku dan Papua. Bahkan di Papua

tujuan 10
w

terbanyak berada di wilayah mempunyai jumlah desa tertinggal yang paling banyak bila
/w

Papua sekitar 91 persen atau dibandingkan dengan pulau lainnya. Total terdapat sekitar
6.139 desa 6.139 desa termasuk ke dalam kategori desa tertinggal atau
:/

sekitar 91,00 persen dari seluruh desa yang ada di Pulau Papua
(6.746 desa).
tp

Gambar 10.4 Persentase Desa Tertinggal Tahun 2014


ht

80000 100
70000 90
80
60000
70
50000
Desa

60
Persen

40000 50
30000 40
30
20000
20
10000 10
0 0
Jawa dan Nusa
Sumatera Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Indonesia
Bali Tenggara
Total Desa 22910 23117 6486 8635 3945 2254 6746 74093
Persentase Desa Tertinggal 26,11 2,56 37,80 23,89 40,10 60,60 91,00 27,22

Sumber: Indeks Pembangunan Desa 2014, Bappenas dan BPS

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 161
Indikator 10.1.1.(d) Jumlah Desa Mandiri
Kebalikan dari desa tertinggal, desa mandiri merupakan
Tingkat pembangunan desa desa yang telah terpenuhi aspek kebutuhan sosial dasar,
yang cukup baik berada di Pulau infrastruktur dasar, sarana dasar, pelayanan umum, dan
Jawa dengan menempatkan penyelenggaraan pemerintahan desa, serta kelembagaan desa
sekitar 9,70 persen desa sebagai yang berkelanjutan. Berdasarkan data IPD, terdapat hanya
desa mandiri sekitar 2.898 desa dari total 74.093 desa di Indonesia yang
termasuk ke dalam kategori desa mandiri (3,92 persen).

Pulau Jawa menjadi pulau yang paling banyak terdapat desa mandiri sebanyak 9,70 persen
dari total 23.117 desa. Sementara itu, desa mandiri paling sedikit terdapat di Pulau Sulawesi,
Maluku, dan Papua yang persentase desa mandirinya kurang dari satu perden dari total desa
yang dimilikinya.

Gambar 10.5 Persentase Desa Mandiri Tahun 2014

id
80000 12
70000

o.
10
60000
8
50000
.g
Desa

Persen
40000 6
ps
30000
4
20000
.b

2
10000
w

0 0
Jawa dan Nusa
Sumatera Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Indonesia
tujuan 10

Bali Tenggara
w

Total Desa 22910 23117 6486 86,35 3945 2254 6746 74093
/w

Persentase Desa Mandiri 1,97 9,70 1,15 0,77 1,12 0,80 0,09 3,92
:/

Sumber: Indeks Pembangunan Desa 2014, Bappenas dan BPS


tp

Indikator 10.1.1.(e) Rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal


ht

Gambar 10.6 Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tertinggal, 2010-2016


6,8
6,52
6,6
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di
6,30 6,28
6,4 kabupaten tertinggal pada tahun
6,17
6,2 2015 di atas angka pertumbuhan
5,96 nasional
6,0
5,8
2011 2012 2013 2014 2015
Catatan: Dihitung dengan rata-rata dari keseluruhan pertumbuhan ekonomi di kabupaten tertinggal
Sumber: Indeks Pembangunan Desa 2014, Bappenas dan BPS

162 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Selama lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal selalu mendekati
angka enam persen, bahkan pada tahun 2016 mencapai 6,52 persen. Rata-rata pertumbuhan
ekonomi ini berada di atas angka nasional yang sebesar 4,79 persen. Dilihat dari kecendrungannya,
dari tahun 2011-2014 menunjukkan terjadinya penurunan angka pertumbuhan ekonomi. Pada
tahun 2011 rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 6,30 persen, namun tahun demi tahun
berikutnya selalu menunjukkan penurunan. Hingga tahun 2014 angka pertumbuhan ekonomi di
daerah tertinggal bahkan di bawah enam persen tepatnya 5,96 persen. Penurunan pertumbuhan
ekonomi tidak berlanjut pada tahun 2015. Justru mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi
hingga 6,52 persen.

Indikator 10.1.1.(f) Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal


Gambar 10.7 Rata-Rata Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Tertinggal, 2015

id
Miskin

o.
21% Rata-rata persentase penduduk
miskin di kabupaten tertinggal

Tidak Miskin
.g
mencapai 21 persen
ps
79%
.b

Catatan: Dihitung dengan rata-rata dari keseluruhan pertumbuhan ekonomi di kabupaten tertinggal
w

Sumber: BPS

tujuan 10
w

Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan
/w

dibawah garis kemiskinan. Secara nasional pada tahun 2015 persentase penduduk miskin
di Indonesia mencapai sekitar 11,22 persen. Namun, bila dilihat hanya pada daerah atau
:/

kabupaten yang termasuk kategori tertinggal tercatat rata-rata persentase penduduk miskin
tp

lebih dari 20 persen. Hal ini tentunya menjadi perhatian pemerintah agar tingkat kemiskinan
di daerah tertinggal dapat terus diturunkan agar kemiskinan tidak semakin meningkat.
ht

Target 10.2 Pada tahun 2030, memberdayakan dan meningkatkan inklusi sosial, ekonomi
dan politik bagi semua, terlepas dari usia, jenis kelamin, difabilitas, ras, suku,
asal, agama atau kemampuan ekonomi atau status lainnya.

Indikator 10.2.1 Proporsi populasi dengan median pendapatan di bawah 50 persen, terpilah oleh
kelompok usia, jenis kelamin dan para penyandang difabilitas
Indikator ini digunakan untuk melihat proporsi penduduk dengan median pendapatannya
di bawah 50 persen. Indikator ini dapat diagregasikan menurut kelompok usia, jenis kelamin,
dan penyandang difabilitas.

Indikator ini merupakan ukuran kemiskinan pendapatan relatif di tingkat nasional. Ini
mengukur bagaimana individu yang jauh dari standar rata-rata hidup. Orang yang hidup
dalam kemiskinan relatif sering mengalami berbagai bentuk lain dari kerugian sosial dan

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 163
ekonomi melalui pengangguran, perumahan yang buruk, perawatan kesehatan yang tidak
memadai dan hambatan dalam mengakses pendidikan dan kegiatan ekonomi, sosial, politik
dan budaya, yang dapat hasil dari stigmatisasi sosial.

Indikator ini diusulkan untuk memantau target berikut: 1.2 (Pada tahun 2030, mengurangi
setidaknya setengah proporsi laki-laki, perempuan dan anak-anak dari semua usia, yang hidup
dalam kemiskinan di semua dimensi, sesuai dengan definisi nasional), 1.3 (Menerapkan secara
nasional sistem dan upaya perlindungan sosial yang tepat bagi semua, termasuk kelompok
yang paling miskin, dan pada tahun 2030 mencapai cakupan substansial bagi kelompok
miskin dan rentan), 5.1 (Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan
di mana pun), 10.1 (Pada tahun 2030, secara progresif mencapai dan mempertahankan
pertumbuhan pendapatan penduduk yang berada dibawah 40% dari populasi pada tingkat
yang lebih tinggi dari rata-rata nasional), 10.2 (10.2 Pada tahun 2030, memberdayakan
dan meningkatkan inklusi sosial, ekonomi dan politik bagi semua, terlepas dari usia, jenis
kelamin, difabilitas, ras, suku, asal, agama atau kemampuan ekonomi atau status lainnya.),

id
10.3 (Menjamin kesempatan yang sama dan mengurangi kesenjangan hasil, termasuk
dengan menghapus hukum, kebijakan dan praktik yang diskriminatif, dan mempromosikan

o.
legislasi, kebijakan dan tindakan yang tepat terkait legislasi dan kebijakan tersebut), serta 10.4
(Mengadopsi kebijakan, terutama kebijakan fiskal, upah dan perlindungan sosial, serta secara
.g
progresif mencapai kesetaraan yang lebih besar.). Indikator ini akan dikembangkan pada RAN
TPB/SDGs.
ps
.b

Target 10.3 Menjamin kesempatan yang sama dan mengurangi kesenjangan hasil, termasuk
dengan menghapus hukum, kebijakan dan praktik yang diskriminatif, dan
w

mempromosikan legislasi, kebijakan dan tindakan yang tepat terkait legislasi


tujuan 10

dan kebijakan tersebut.


/w

Indikator 10.3.1 Proporsi penduduk yang melaporkan merasa didiskriminasikan atau dilecehkan
:/

dalam kurun 12 bulan terakhir atas dasar larangan diskriminasi sesuai hukum
tp

internasional Hak Asasi Manusia


Hukum hak asasi manusia internasional melarang diskriminasi terhadap kelompok penduduk
ht

atas dasar karakteristik tertentu atau alasan. Alasan diskriminasi yang dilarang di bawah hukum
hak asasi manusia internasional, seperti yang termaktub dalam 1948 Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia dan kemudian dilanjutkan oleh mekanisme HAM internasional, termasuk etnis,
jenis kelamin, usia, pendapatan, lokasi geografis, difabel, agama, migrasi, status sipil, orientasi
seksual dan identitas gender. Sementara beberapa alasan umum berlaku untuk semua negara
dan mengikuti definisi standar seperti jenis kelamin, usia atau difabel, beberapa kategori
khusus seperti etnis, lokasi geografis dan agama akan bervariasi sesuai dengan kondisi suatu
negara dan dapat ditentukan melalui proses partisipatif di tingkat nasional.

Indikator ini dihitung sebagai persentase orang yang telah melaporkan secara pribadi merasa
didiskriminasikan atau dilecehkan dalam 12 bulan terakhir sesuai yang diatur dalam hak asasi
manusia internasional. Indikator ini memberikan ukuran seberapa baik hukum dan kebijakan
non-diskriminatif yang diterapkan dalam praktek, dari perspektif penduduk. Hal ini didasarkan
pada pengalaman pribadi bukan persepsi dari pengalaman orang lain yang memungkinkan
seseorang akan terpengaruh oleh stereotip.

164 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator ini diusulkan untuk memantau target berikut: 10.2 (Pada tahun 2030, memberdayakan
dan meningkatkan inklusi sosial, ekonomi dan politik bagi semua, terlepas dari usia, jenis
kelamin, difabilitas, ras, suku, asal, agama atau kemampuan ekonomi atau status lainnya.),
10.3 (Menjamin kesempatan yang sama dan mengurangi kesenjangan hasil, termasuk dengan
menghapus hukum, kebijakan dan praktik yang diskriminatif, dan mempromosikan legislasi,
kebijakan dan tindakan yang tepat terkait legislasi dan kebijakan tersebut.), 16.3 (Menggalakkan
(kedaulatan) aturan hukum di tingkat nasional dan internasional dan menjamin akses yang
sama terhadap keadilan bagi semua.), 16b (Menggalakkan dan menegakkan undang-undang
dan kebijakan yang tidak diskriminatif untuk pembangunan berkelanjutan). Indikator ini akan
dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

Indikator 10.3.1.(a) Indeks Kebebasan Sipil


Indeks Kebebasan Sipil Indonesia pada tahun 2015 mencapai angka 80,30 dalam skala 0
sampai 100. Angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar 82,62. Bila
dibandingkan selama periode 2009-2015 terlihat bahwa indeks kebebasan sipil memiliki

id
kecenderungan yang menurun.

o.
Gambar 10.8 Perkembangan Indeks Kebebasan Sipil di Indonesia, 2009-2015
90 86,97 .g
ps
85 82,53 82,62 Secara umum dari tahun 2009
80,79 80,30
79,00 sampai 2015 indeks kebebasan
.b

80 77,94 sipil Indonesia dalam


kecenderungan yang menurun.
w

75

tujuan 10
w

70
/w

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015


Sumber: Berita Resmi Statistik 2 No. 73/08/Th. XIX, 03 Agustus 2016, BPS
:/
tp

Bila dikategorikan ke dalam klasifikasi tingkat kebebasan sipil baik (indeks > 80), sedang
(indeks 60 80), dan buruk (indeks < 60), maka dapat dilihat bahwa indeks kebebasan
ht

sipil pada tahun 2009 sampai 2011 sudah mencapai kategori baik, namun pada 2012 dan
2013 menurun menjadi kategori sedang. Kemudian dua tahun terakhir pengukuran indeks
kebebasan sipil meningkat kembali mencapi kategori baik.

Indikator 10.3.1.(b) Jumlah penanganan pengaduan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. (UU No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia).

Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi
manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 165
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil
dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Diskriminasi ras dan etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan,
atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau
pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. (UU No. 40
Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis)

Indikator ini untuk mengetahui penanganan pengaduan pelanggaran HAM. Indikator ini
bermanfaat untuk mendorong langkah rekomendatif dan korektif negara untuk pemajuan
hak asasi manusia khususnya pencegahan dan penanganan pelanggaran hak asasi manusia.

Indikator 10.3.1.(c) Jumlah penanganan pengaduan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) perempuan
terutama kekerasan terhadap perempuan

id
Hak Asasi Perempuan adalah hak untuk bebas dari kekerasan dan diskriminasi atas dasar ras,
etnis, jenis kelamin, agama/keyakinan, orientasi politik, kelas dan pekerjaan, dll terutama

o.
berbasis gender.

.g
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin
yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara
ps
fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan-tindakan semacam itu, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan
.b

umum atau dalam kehidupan pribadi. (Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap
Perempuan, 20 Desember 1993)
w
tujuan 10

Kekerasan terhadap perempuan mencakup tetapi tidak terbatas pada hal sebagai berikut:
1. Tindak kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis terjadi dalam keluarga, termasuk
/w

pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan kanak-kanak dalam rumah


tangga, kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin, perkosaan dalam perkawinan,
:/

pengrusakan alat kelamin perempuan, dan praktik-praktik tradisional lain yang


tp

berbahaya terhadap perempuan, kekerasan di luar hubungan suami istri, dan kekerasan
yang berhubungan dengan eksploitasi;
ht

2. Kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas,
termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual di
tempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya, perdagangan
perempuan dan pelacuran paksa;
3. Kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh
Negara, di manapun terjadinya.

Kekerasan terhadap perempuan mencakup tetapi tidak terbatas pada kekerasan fisik, psikis,
seksual, ekonomi baik di ranah personal/privat/domestik, publik/komunitas, negara.

Indikator ini untuk mengetahui penanganan pengaduan pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) perempuan terutama kekerasan terhadap perempuan. Indikator ini bermanfaat sebagai
dasar untuk mendorong langkah rekomendatif dan korektif negara untuk pemajuan hak asasi
perempuan khususnya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan.

166 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 10.3.1.(d) Jumlah kebijakan yang diskriminatif dalam 12 bulan lalu berdasarkan
pelarangan diskriminasi menurut hukum HAM Internasional
Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan
pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status
sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan,
penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam
bidang politikm ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.

Kebijakan yang diskriminatif adalah kebijakan yang memuat unsur pembatasan, pembedaan,
pengucilan dan/atau pengabaian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada
pembedaan atas dasar apapun, termasuk agama, suku, ras, etnis, kelompok, golongan,
status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pada
pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan

id
HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang

o.
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.

.g
Diskriminasi ras dan etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan,
atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau
ps
pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya (UU No. 40
.b

Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis).

Indikator ini untuk melihat bagaimana hukum dan kebijakan diskriminatif yang dihasilkan
w

tujuan 10
oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dan sebagai acuan untuk pembatalan maupun
w

reformasi kebijakan agar menjamin hak asasi perempuan.


/w

Target 10.4 Mengadopsi kebijakan, terutama kebijakan fiskal, upah dan perlindungan
:/

sosial, serta secara progresif mencapai kesetaraan yang lebih besar.


tp
ht

Indikator 10.4.1 Proporsi upah dan subsidi perlindungan sosial dari pemberi kerja terhadap PDB
Indikator ini digunakan untuk mengetahui proporsi upah dan subsidi perlindungan sosial dari
pemberi kerja terhadap PDB. Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

Indikator 10.4.1.(a) Persentase rencana anggaran untuk belanja fungsi perlindungan sosial
pemerintah pusat
Dalam kurun waktu 20122015, realisasi anggaran pada fungsi
Dalam kurun waktu 2012-2016
perlindungan sosial secara nominal mengalami pertumbuhan
terjadi peningkatan persentase
rata-rata sebesar 60,1 persen per tahun, yaitu dari Rp5,08
belanja perlindungan sosial
triliun pada tahun 2012 meningkat menjadi Rp20,87 triliun
hingga mencapai 11,54 persen.
pada tahun 2015. Sementara itu, persentase anggaran fungsi
perlindungan sosial dalam periode tersebut juga mengalami
peningkatan, yaitu dari sebesar 0,50 persen pada tahun 2012 menjadi sebesar 1,76 persen
pada tahun 2015.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 167
Gambar 10.9 Nilai Belanja Fungsi Perlindungan Sosial Pemerintah Pusat dan Persentase terhadap
Belanja Pemerintah Pusat, 2012-2017

180,00 14
160,00 12
140,00
10
120,00
Triliun rupiah

100,00 8

Persen
80,00 6
60,00
4
40,00
20,00 2

id
0,00 0
2012 2013 2014 2015 2016 2017

o.
Nilai (triliun rupiah) 5,08 17,11 13,07 20,87 150,84 158,48
Persentase 0,50 1,50 1,09
.g
1,76 11,54 12,09
ps
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2017, Kementerian Keuangan
.b

Pencapaian fungsi perlindungan sosial dalam periode 20122015 secara umum ditunjukkan
melalui: (1) pelaksanaan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) tahun 2013, program
w

simpanan keluarga sejahtera melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) pada tahun 2015. BLSM
tujuan 10

atau KKS merupakan program pemerintah untuk membantu masyarakat miskin dan tidak
mampu agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya serta mencegah penurunan taraf
/w

kesejahteraan akibat kesulitan ekonomi dan peningkatan cakupan penerima bantuan tunai
bersyarat atau Program Keluarga Harapan (PKH) bagi masyarakat miskin dan rentan.
:/

Sementara itu, anggaran pada fungsi perlindungan sosial dalam APBNP tahun 2016
tp

dialokasikan sebesar Rp150,84 triliun, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp129,97
ht

triliun atau 622,8 persen dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya. Kemudian pada
RAPBN 2017 anggaran pada fungsi perlindungan sosial meningkat kembali menjadi Rp158,48
triliun. Secara persentase, anggaran perlindungan sosial juga meningkat dari 1,76 persen
pada tahun 2014 menjadi 11,54 persen pada tahun 2016, kemudian meningkat kembali pada
RAPBN 2017 yang sebesar 12,09 persen.

Target 10.5 Memperbaiki regulasi dan pengawasan pasar dan lembaga keuangan global,
dan memperkuat pelaksanaan regulasinya.

Indikator 10.5.1 FINANCIAL SOUNDNESS INDICATOR


Indikator ini digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan. Indikator ini akan
dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

168 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 10.6 Memastikan peningkatan representasi dan suara bagi negara berkembang
dalam pengambilan keputusan di lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan
internasional global, untuk membentuk kelembagaan yang lebih efektif,
kredibel, akuntabel dan terlegitimasi.

Indikator 10.6.1 Proporsi anggota dan hak suara negara-negara berkembang di organisasi
internasional
Indikator ini digunakan untuk mengetahui proporsi anggota dan hak suara negara-negara
berkembang di organisasi internasional. Indikator ini diusulkan untuk memantau target
berikut: 10.6 (Memastikan peningkatan representasi dan suara bagi negara berkembang dalam
pengambilan keputusan di lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan internasional global,
untuk membentuk kelembagaan yang lebih efektif, kredibel, akuntabel dan terlegitimasi.),
16.3 (Menggalakkan kedaulatan aturan hukum di tingkat nasional dan internasional dan
menjamin akses yang sama terhadap keadilan bagi semua.), 16.8 (partisipasi negara-negara

id
berkembang di lembaga-lembaga pemerintahan global), 17.10 (Menggalakkan sistem
perdagangan multilateral yang universal, berbasis aturan, terbuka, tidak diskriminatif dan

o.
adil di bawah the World Trade Organization termasuk melalui kesimpulan dari kesepakatan di
bawah Doha Development Agenda.).
.g
ps
PBB didasarkan pada prinsip persamaan kedaulatan dari semua negara-negara anggota
(Pasal 2, Piagam PBB). Hak suara di organisasi internasional, terutama mereka yang di bawah
naungan sistem PBB, harus menghormati prinsip ini. Indikator ini bertujuan untuk mengukur
.b

sejauh mana negara-negara menikmati perwakilan yang sama di organisasi internasional.


w

Indikator ini dihitung sebagai jumlah hak suara yang dialokasikan untuk negara-negara

tujuan 10
w

berkembang, dibagi dengan jumlah total hak suara di organisasi internasional, dikalikan
dengan 100. Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.
/w
:/

Target 10.7 Memfasilitasi migrasi dan mobilitas manusia yang teratur, aman, berkala
tp

dan bertanggung jawab, termasuk melalui penerapan kebijakan migrasi yang


terencana dan terkelola dengan baik.
ht

Indikator 10.7.1 Proporsi biaya rekrutmen yang ditanggung pekerja terhadap pendapatan
tahunan di negara tujuan
Indikator ini digunakan untuk mengetahui proporsi biaya rekrutmen yang ditanggung
pekerja terhadap pendapatan tahunan di negara tujuan. Indikator ini akan dikembangkan
pada RAN TPB/SDGs.

Indikator 10.7.1 memfasilitasi migrasi dan mobilitas orang dengan tertib, aman, teratur dan
bertanggung jawab, termasuk melalui pelaksanaan kebijakan migrasi yang direncanakan dan
dikelola dengan baik.

Pekerja migran sering membayar agen perekrutan sebesar upah beberapa bulan. Ini
bertentangan dengan komitmen Konvensi Agen Tenaga Kerja Swasta ILO untuk menghapuskan
biaya tersebut. Biaya ini tidak proporsional mempengaruhi pekerja berpenghasilan rendah,
berketerampilan rendah dari negara-negara berpenghasilan rendah. Dengan mengurangi

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 169
perekrutan biaya pendapatan disposable pekerja berpenghasilan rendah meningkat dan
kesenjangan berkurang dengan memungkinkan orang yang dinyatakan tidak mampu untuk
mencari pekerjaan di luar negeri untuk melakukannya tanpa berakhir di jeratan hutang.

Indikator 10.7.2.(a) Jumlah dokumen kerjasama ketenagakerjaan dan perlindungan pekerja migran
antara negara RI dengan negara tujuan penempatan
Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disingkat TKI adalah setiap warga negara Indonesia
yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu
tertentu dengan menerima upah. (Permennaker No. 22 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri). Untuk menjamin
perlindungan TKI di negara tujuan penempatan, diperlukan adanya kerjasama antara
Indonesia dengan negara tujuan penempatan, khususnya mengenai perlindungan TKI.

Indikator ini dapat menunjukkan jumlah kerjasama Indonesia dengan negara tujuan
penempatan, dalam rangka melindungi TKI.

id
o.
Indikator 10.7.2 ini dapat menunjukkan banyaknya pelayanan yang sudah dilakukan kepada
tenaga kerja luar negeri yang sedang mempersiapkan diri dalam rangka
berangkat ke negara tujuan penempatan .g
ps
Indikator 10.7.2.(b) Jumlah fasilitasi pelayanan penempatan TKLN berdasarkan okupasi
.b

Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat
dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses
w

perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan


tujuan 10

pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara penempatan, dan pemulangan dari


negara penempatan. (Permennaker No. 22 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penempatan Dan
/w

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri).


:/

Target 10.A Menerapkan prinsip perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang,
tp

khususnya negara yang kurang berkembang, sesuai dengan kesepakatan WORLD


ht

TRADE ORGANIZATION

Indikator 10.A.1 Besaran nilai tarif yang diberlakukan untuk mengimpor dari negara kurang
berkembang/berkembang dengan tarif nol persen
Indikator ini digunakan untuk mengetahui nilai tarif yang diberlakukan untuk mengimpor
dari negara kurang berkembang/berkembang dengan tarif nol persen. Indikator ini akan
dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

170 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 10.B Mendorong bantuan pembangunan dan arus keuangan yang resmi, termasuk
investasi asing secara langsung, ke negara-negara yang paling membutuhkan,
terutama negara kurang berkembang, negara-negara Afrika, negara
berkembang pulau kecil dan negara terkurung daratan, sesuai dengan rencana
dan program nasional mereka.

Indikator 10.B.1 Total aliran sumberdaya yang masuk untuk pembangunan, terpilah berdasarkan
negara-negara penerima dan donor serta jenis aliran (misalnya, bantuan
pembangunan resmi, investasi asing langsung, serta aliran yang lain)
Indikator ini digunakan untuk mengetahui jumlah aliran sumberdaya yang masuk untuk
pembangunan, terpilah berdasarkan negara-negara penerima dan donor serta jenis aliran
(misalnya, bantuan pembangunan resmi, investasi asing langsung, serta aliran yang lain).
Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

id
Indikator 10.B.1.(a) Peningkatan kegiatan saling berbagi pengetahuan dalam kerangka Kerjasama

o.
Selatan-Selatan dan Triangular
.g
Indikator ini digunakan untuk mengetahui kegiatan yang saling berbagi pengetahuan dalam
kerangka kerjasam Selatan-Selatan dan Triangulau. Indikator ini akan dikembangkan pada
ps
RAN TPB/SDGs.
.b

Target 10.C Memperbesar pemanfaatan jasa keuangan bagi pekerja.


w

tujuan 10
w

Indikator 10.C.1 Proporsi biaya remitansi dari jumlah yang dikirimkan


/w

Indikator ini digunakan untuk mengetahui berapa besar proporsi biaya pengiriman remitansi
dari jumlah yang disetorkan. Target pada tahun 2030 yaitu mengurangi kurang dari 3 persen
:/

biaya transaksi pengiriman uang migran dan menghilangkan koridor remittance dengan
tp

biaya yang lebih tinggi dari 5 persen. Pengiriman uang merupakan sumber pendapatan
pribadi yang penting bagi keluarga migran. Mereka menguntungkan masyarakat yang lebih
ht

luas dan meningkatkan pembangunan manusia dari rumah tangga migran. Indikator ini akan
dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

Indikator 10.C.1.(a) Biaya pengiriman remitansi


Indikator ini digunakan untuk mengetahui berapa besar biaya pengiriman remitansi yang
telah dikeluarkan. Indikator ini akan dikembangkan pada RAN TPB/SDGs.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 171
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 11
ps
14 4
.b
w
w

13 menjadikan kota dan pemukiman 5


/w

inklusif, aman, tangguh dan


berkelanjutan
:/
tp

12 6
ht

10 7
9 8
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 11
Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh, dan
Berkelanjutan

S
aat ini, lebih dari setengah populasi dunia tinggal di kota. Pada tahun 2030, diproyeksikan
bahwa 6 dari 10 orang merupakan penduduk kota. Meskipun banyak tantangan
perencanaan, kota menawarkan ekonomi yang lebih efisien dari skala pada berbagai
tingkatan, termasuk penyediaan barang, jasa dan transportasi. Dengan suara, perencanaan
dan manajemen risiko-informasi, kota bisa menjadi inkubator untuk inovasi, pertumbuhan,
dan driver dari pembangunan berkelanjutan.

id
Target 11.1 Pada tahun 2030, menjamin akses bagi semua terhadap perumahan yang layak,
aman, terjangkau, termasuk penataan kawasan kumuh, serta akses terhadap

o.
pelayanan dasar perkotaan.

Indikator 11.1.1
.g
Proporsi populasi penduduk perkotaan yang tinggal di daerah kumuh, permukiman
ps
liar atau rumah yang tidak layak
Kesenjangan tata ruang/spasial umumnya dinyatakan sebagai pemisahan kelompok populasi
.b

tertentu, yang menyerupai kemiskinan serta kondisi hidup yang tidak memadai. Selain itu,
w

urbanisasi yang cepat, jika tidak dikelola dengan baik, akan menyebabkan permukiman
yang kumuh, liar dan tidak layak serta kemiskinan. Oleh karena itu, dalam rangka untuk
w

mempertajam kebijakan itu perlu untuk mengidentifikasi dan menghitung daerah kumuh di
/w

perkotaan. Sebuah kota yang makmur dan inklusif mampu mengurangi kesenjangan spasial.

tujuan 11
Indikator ini merupakan indikator global yang digunakan sebagai bagian dari MDGs dan di
:/

City Prosperity Initiative (CPI). Indikator global ini masih perlu untuk dikembangkan. Untuk
tp

memenuhinya didekati dengan indikator nasional sebagai proksi yaitu jumlah rumah tangga
yang memiliki akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau.
ht

Indikator 11.1.1.(a) Jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap hunian yang layak dan
terjangkau
Rumah layak huni merupakan indikator komposit dari beberapa indikator yaitu air minum
layak, sanitasi layak, kecukupan luas lantai bangunan, dan kualitas perumahan (jenis atap
terluas, jenis dinding terluas, jenis lantai terluas, dan sumber penerangan). Dari ketujuh
indikator pembentuk layak huni tersebut, rumah tangga dikategorikan menempati rumah
layak huni jika terdapat maksimum dua indikator pembentuk yang kurang baik. Sementara itu
jika terdapat tiga indikator pembentuk kurang baik maka dikategorikan rumah rawan layak
huni. Indikator rumah layak huni dapat berguna untuk mengetahui tingkat kesejahteraan
masyarakat dengan indikasi terpenuhinya kebutuhan dasar perumahan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 175
Gambar 11.1 Persentase Rumah Tangga yang Menempati Rumah Layak Huni Menurut Tipe Daerah,
2013-2015
100 97,65
93,78 94,43
95 92,8
Rumah tangga yang tinggal
90 88,26 87,92 di rumah layak huni semakin
86,99
meningkat
85 82,13
80,27
80

75
2013 2014 2015

id
Catatan: Data untuk indikator
Perkotaan ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik
Perdesaan Indonesia. Oleh karena itu,
Perkotaan+Perdesaan
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS

o.
Sumber: Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan, BPS

Selama kurun waktu tahun 2013-2015, rumah tangga yang menempati rumah layak huni .g
ps
mengalami peningkatan. Secara nasional, rumah tangga yang tinggal di rumah layak huni
mencapai 86,99 persen pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 92,80 persen pada tahun
.b

2015. Peningkatan tersebut juga terjadi di daerah perkotaan dan perdesaan. Hingga tahun
2015, rumah tangga di daerah perdesaan yang menempati rumah layak huni relatif lebih
w

sedikit dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Hal ini tentunya diperlukan adanya upaya
dalam perbaikan dan penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat di perdesaan.
w
/w
tujuan 11

Target 11.2 Pada tahun 2030, menyediakan akses terhadap sistem transportasi yang aman,
:/

terjangkau, mudah diakses dan berkelanjutan untuk semua, meningkatkan


keselamatan lalu lintas, terutama dengan memperluas jangkauan
tp

transportasi umum, dengan memberi perhatian khusus pada kebutuhan mereka


ht

yang berada dalam situasi rentan, perempuan, anak, penyandang difabilitas


dan orang tua

Indikator 11.2.1 Proporsi populasi yang mendapatkan akses yang nyaman pada transportasi
publik, terpilah menurut jenis kelamin, kelompok usia, dan penyandang
disabilitas
Indikator ini digunakan untuk mengetahui proporsi populasi yang mendapatkan akses yang
nyaman pada transportasi publik. Dapat diagregasikan menurut jenis kelamin, kelompok
usia, dan penyandang disabilitas. Indikator ini merupakan indikator global yang perlu
dikembangkan, sehingga untuk memenuhinya didekati dengan indikator nasional sebagai
proksi yaitu persentase pengguna moda transportasi umum di perkotaan.

176 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 11.2.1.(a) Persentase pengguna moda transportasi umum di perkotaan
Persentase pengguna moda transportasi umum di perkotaan adalah banyaknya orang
yang menggunkan kendaraan bermotor umum di perkotaan di bandingkan dengan jumlah
penduduk di perkotaan. Indikator ini digunakan untuk memantau peningkatan penduduk
kota yang menggunakan moda transportasi umum, untuk mendukung terwujudnya lalulintas
dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, serta nyaman dan
efisien.

Data mengenai persentase pengguna moda transportasi umum


Masyarakat yang menggunakan di perkotaan diperoleh dari publikasi Indikator Perilaku Peduli
kendaraan umum masih rendah Lingkungan Hidup 2014 BPS. Namun data indiaktor berikut
belum dapat dipisahkan antara daerah perkotaan dan perdesaan.
Gambar 11.2 Persentase Rumah Tangga dengan Angkutan Utama yang Biasa Digunakan Menuju ke
Tempat Bekerja dan Sekolah Tahun 2014

id
o.
.g
ps

Bekerja Sekolah
.b

Tanpa Kendaraan 48,14 44,99


Mobil 3,01 0,37
w

Sepeda 5,03 1,38


w

Kendaraaan Umum 4,69 7,99


/w

tujuan 11
Becak/dokar 0,85 0,31
Kereta Api 0,04 0,00
:/

Sepeda Motor 37,02 44,18


tp

Catatan: Lainnya
Data untuk indikator ini belum didapatkan dari1,21Kepolisian Republik Indonesia.
0,78Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
ht

Sumber: Indikator Perilaku Peduli Lingkungan Hidup 2014, BPS

Bagi rumahtangga transportasi merupakan sarana dalam menunjang aktivitas sehari-


hari seperti kegiatan bekerja, sekolah, maupun dalam mengurus rumah tangga. Terkait
penggunaan kendaraan bermotor untuk menunjang kegiatan bekerja dan sekolah,
penggunaan kendaraan umum lebih rendah dibandingkan kendaraan pribadi. Penggunaan
kendaraan umum (kendaraan umum rute tertentu dan kendaraan umum tanpa rute tertentu)
sebagai alat transportasi penunjang kegiatan bekerja hanya 4,69 persen, sedangkan yang
menggunakan kendaraan bermotor pribadi (sepeda motor dan mobil pribadi) sebanyak
40,03 persen. Hal ini juga berlaku bagi pengguna kendaraan bermotor untuk menunjang
kegiatan sekolah, dimana pengguna kendaraan bermotor pribadi lebih banyak dibandingkan
pengguna kendaraan umum, yaitu 44,55 persen pengguna kendaraan pribadi dan 7,99 persen
pengguna kendaraan umum.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 177
Target 11.3 Pada tahun 2030, memperkuat urbanisasi yang inklusif dan berkelanjutan
serta kapasitas partisipasi, perencanaan penanganan permukiman yang
berkelanjutan dan terintegrasi di semua negara.

Indikator 11.3.1 Rasio laju peningkatan konsumsi tanah dengan laju pertumbuhan penduduk
Indikator ini digunakan untuk mengetahui rasio laju peningkatan konsumsi tanah dengan laju
pertumbuhan penduduk. Indikator ini merupakan indikator global yang perlu dikembangkan.
Untuk memenuhi indikator ini, diproksi dengan indikator nasional yaitu jumlah Metropolitan
baru di luar Jawa sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN).

Indikator 11.3.1.(b) Jumlah Metropolitan baru di luar Jawa sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan
yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya
yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan

id
prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-

o.
kurangnnya 1 juta jiwa (PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional). Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) adalah Kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skala internasional, nasional atau beberapa provinsi (PP No. 26/2008).
.g
ps
Jumlah Metropolitan baru di luar Jawa sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan
perkotaan terpadu dengn sistem jaringan wilayah yang terintegrasi yang berada di luar Jawa
.b

yang juga memiliki fungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa
provinsi. Indikator ini digunakan untuk memantau perkembangan kawasan metropolitan
w

baru di luar Jawa sehingga dapat memantau laju penggunaan lahan di luar Jawa.
w

Gambar 11.3 Jumlah Metropolitan Baru di Luar Jawa sebagai Pusat Kegiatan Nasional, 2014 dan
/w

2015-2019
tujuan 11

2+5
:/

Dalam RPJMN 2015-2019 ditetapkan


tp

usulan 5 kawasan yang dijadikan


kawasan metropolitan baru di luar
ht

2
Pulau Jawa sebagai PKN

Catatan: Data untuk indikator


Baselineini2014
belum didapatkan dari Kepolisian
RPJMN Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2015-2019
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: RPJMN 2015-2019, Bappenas
RP

Dalam RPJMN 2015-2019, jumlah metropolitan baru di luar Pulau Jawa pada tahun
2014 sebanyak 2 kawasan (baseline). Sasaran pembangunan tahun 2015-2019 terdapat
pembangunan 5 Kawasan Metropolitan baru di luar Pulau Jawa Bali sebagai Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi
bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Jawa. Kelima
kawasan tersebut yaitu:
a. Kawasan Perkotaan Patungraya Agung Meliputi Kota Palembang, Kab. Banyuasin
(Kec. Betung), Kab. Ogan Ilir (Ibu Kota Kabupaten Indralaya), Kab. Ogan Komering
Ilir (Ibu Kota Kabupaten Kayu Agung);

178 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
b. Kawasan Perkotaan Palapa Meliputi Kota Padang, Kab. Padang Pariaman (Kec.
Lubuk Alung-La) , Kota Pariaman;
c. Kawasan Perkotaan Banjarbakula Meliputi Kota Banjarmasin, Kab. Banjarbaru,
Kab. Banjar, Kab. Baritokuala, Kab. Tanah Laut;
d. Kawasan Perkotaan Bimindo Meliputi Kota Bitung, Kab.Minahasa Utara, Kota
Manado;
e. Kawasan Perkotaan Mataram Raya Meliputi Kota Mataram, Kab.Lombok Barat,
Kab. Lombok Tengah.

Indikator 11.3.2 Proporsi kota dengan struktur partisipasi langsung masyarakat sipil dalam
perencanaan dan manajemen kota yang berlangsung secara teratur dan
demokratis
Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui proporsi kota dengan struktur partisipasi
langsung masyarakat sipil dalam perencanaan dan manajemen kota yang berlangsung secara
teratur dan demokratis. Indikator ini merupakan indikator global yang perlu dikembangkan.

id
Ada dua indikator nasional yang disajikan sebagai proksi yaitu jumlah institusi (swasta, ormas,
organisasi profesi) yang berperan secara aktif dalam Forum Dialog Perencanaan Pembangunan

o.
Kota Berkelanjutan; dan jumlah lembaga pembiayaan infrastruktur perkotaan. Namun, kedua
.g
indikator tersebut juga belum ditemukan datanya sehingga belum dapat disajikan.
ps
Target 11.4 Mempromosikan dan menjaga warisan budaya dunia dan warisan alam dunia.
.b
w

Indikator 11.4.1 Jumlah belanja (publik dan swasta) per kapita yang diperuntukan untuk
w

preservasi, perlindungan, konservasi pada semua warisan budaya dan alam,


/w

tujuan 11
menurut jenis warisan (budaya, alam, terpadu, destinasi pusat warisan dunia),
tingkat pemerintahan (nasional dan sub nasional), jenis belanja (belanja
:/

operasional atau intervensi), dan tipe pembiayaan swasta (donasi non tunai,
tp

swasta non profit, sponsor)


ht

Persentase anggaran yang disediakan untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya
dan alam. Indikator ini merupakan bagian dari anggaran yang didedikasikan untuk
pengamanan tersebut, perlindungan warisan alam budaya nasional termasuk situs warisan
dunia. Melindungi dan menjaga warisan budaya dan alam dunia membutuhkan investasi
publik di tingkat yang berbeda dari pemerintah termasuk di tingkat nasional dan daerah.
Indikator ini akan memungkinkan wawasan apakah negara mempertahankan, memperluas
atau mengurangi upaya mereka untuk menjaga warisan alam budaya mereka. Indikator ini
merupakan indikator global yang perlu dikembangkan. Indikator nasional yang digunakan
sebagai proksi adalah jumlah kota pusaka di kawasan perkotaan metropolitan, kota besar,
kota sedang dan kota kecil. Namun, indikator ini juga belum ditemukan sehingga data belum
dapat disajikan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 179
Target 11.5 Pada tahun 2030, secara signifikan mengurangi jumlah kematian dan jumlah
orang terdampak, dan secara substansial mengurangi kerugian ekonomi
relatif terhadap PDB global yang disebabkan oleh bencana, dengan fokus
melindungi orang miskin dan orang-orang dalam situasi rentan

Indikator 11.5.1 Jumlah korban meninggal, hilang dan terkena dampak bencana per 100.000
orang
Indikator ini digunakan untuk memantau jumlah korban meninggal,
Pada tahun 2015 jumlah hilang dan terkena dampak akibat bencana dari waktu ke waktu
korban bencana alam untuk mengevaluasi capaian implementasi kebijakan dan strategi
mengalami penurunan pengurangan risiko bencana. Selain korban meninggal dan hilang, ada
dibanding tahun 2014 yang sebagai korban terdampak yaitu korban terdampak langsung
yang terdiri atas korban terluka/sakit dan pengungsi.

id
Gambar 11.4 Jumlah Korban Manusia yang Diakibatkan Bencana Alam, 2011-2015

o.
.g
ps
.b

2011 2012 2013 2014 2015


Meninggal 360 282 468 550 216
w

Luka-Luka 692 1203 3410 2104 368


w

Hilang 69 38 44 72 43
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
/w

data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS


tujuan 11

Sumber: RPJMN 2015-2019, Bappenas


RP
:/
tp

Selama beberapa tahun terakhir jumlah korban bencana alam mengalami fluktuasi mengingat
banyaknya kejadian bencana alam yang terjadi setiap tahunnya berbeda-beda. Pada tahun
ht

2011 korban bencana alam yang meninggal sebanyak 360 orang, hilang 69 orang, dan luka-
luka sebanyak 692 orang. Angka ini meningkat cukup tajam pada tahun 2013 yaitu menjadi
468 orang meninggal, 44 orang dinyatakan hilang dan 3.410 orang mengalami luka-luka.
Namun seiring dengan meredanya kejadian bencana alam dan upaya pencegahan terjadinya
korban bencana alam yang baik dari pemerintah, maka pada tahun 2015 jumlah korban
terdampak bencana alam menurun menjadi 216 orang meninggal, 43 dinyatakan hilang dan
368 orang mengalami luka-luka.

Indikator 11.5.1.(a) Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI)


Indeks Risiko Bencana adalah indikator nasional sebagai proksi indikator global 11.5.1 yang
merupakan indeks yang menunjukkan tingkat risiko bencana tiap-tiap kabupaten/kota di
Indonesia sesuai dengan bahaya (hazard) yang dimiliki dan gabungan dari bahaya (multi
hazard) tersebut (Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) Tahun 2013, BNPB). Indeks Risiko
Bencana Indonesia dapat digunakan untuk memberikan gambaran perbandingan tingkat
risiko dari suatu daerah dibandingkan dengan daerah yang lain. Berdasarkan tingkat risiko ini

180 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
dapat digunakan oleh berbagai pihak untuk melakukan analisis sebagai dasar dari kebijakan
kelembagaan, pendanaan, perencanaan, statistik dan operasionalisasi penanggulangan
bencana.

Gambar 11.5 Jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota Menurut Tingkat Risiko Bencana, 2011 dan 2013

Tinggi Sedang Rendah Total Tinggi Sedang Rendah Total


2011 2013
Provinsi 27 6 0 33 26 7 0 33
Catatan: Data untuk indikator ini belum396
Kabupaten/Kota didapatkan 77 dari Kepolisian
21 Republik
494 Indonesia.
322 Oleh karena0 itu, 496
174
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS

id
Sumber: RPJMN 2015-2019, Bappenas
RP

o.
Pada tahun 2013 masih banyak wilayah di Indonesia yang termasuk Pada tahun 2015 jumlah

.g
ke dalam wilayah dengan tingkat risiko tinggi. Berdasarkan IRBI yang korban bencana alam
dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengalami penurunan
ps
sebanyak 26 dari 33 provinsi serta 322 dari 496 kabupaten/kota dibanding tahun 2014
merupakan wilayah dengan tingkat risiko bencana tinggi. Walaupun
.b

demikian jumlah wilayah tersebut berkurang dari tahun 2011.


Namun wilayah yang dulunya memiliki risiko bencana rendah, pada tahun 2013 sudah tidak
w

ada lagi. Hal ini yang harus diperhatikan oleh pemerintah dan seluruh elemen masyarakat
agar meningkatkan tingkat kewaspadaanya terhadap bencana.
w
/w

tujuan 11
Indikator 11.5.2 Jumlah kerugian ekonomi langsung akibat bencana
Kerugian ekonomi langsung akibat bencana adalah kerugian materi yang diakibatkan oleh
:/

bencana sehingga menyebabkan kebutuhan dasar dalam kehidupan sosial, ekonomi dan
tp

pemerintah. Indikator ini akan memonitor kerugian fisik langsung dalam konteks ekonomi.
Data disaster loss sangat terpengaruhi oleh insiden katastropik yang berskala besar, yang
ht

merepresentasikan outlier yang penting. Data indikator ini belum ditemukan sehingga belum
dapat disajikan.

Target 11.6 Pada tahun 2030, mengurangi dampak lingkungan perkotaan per kapita yang
merugikan, termasuk dengan memberi perhatian khusus pada kualitas udara,
termasuk penanganan sampah kota.

Indikator 11.6.1 Proporsi limbah padat perkotaan yang dikumpulkan secara teratur dengan
pemrosesan akhir yang baik terhadap total limbah padat perkotaan yang
dihasilkan oleh suatu kota
Daur ulang dan menggunakan kembali sampah adalah cara untuk mengurangi jumlah
sampah yang harus dibuang di tempat pembuangan sampah. Sebuah kota yang makmur
berusaha untuk mendaur ulang sebagian besar sampah untuk meningkatkan umur dari
tempat pembuangan sampah dan keuntungan limbah padat sebanyak mungkin.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 181
Tingkat daur ulang adalah tonase daur ulang dari sampah kota dibagi dengan total limbah
yang timbul. Daur ulang termasuk daur ulang material, kompos dan pencernaan anaerobik.
Sampah kota terdiri untuk sebagian besar sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga, tetapi
juga dapat mencakup limbah serupa yang dihasilkan oleh usaha kecil dan lembaga-lembaga
publik dan dikumpulkan oleh pemerintah kota. Indikator proporsi limbah padat perkotaan
yang dikumpulkan secara teratur dengan pemrosesan akhir yang baik terhadap total limbah
padat perkotaan yang dihasilkan oleh suatu kota merupakan indikator global yang perlu
dikembangkan. Sebagai proksi digunakan indikator nasional yaitu persentase sampah
perkotaan yang tertangani.

Indikator 11.6.1.(a) Persentase sampah perkotaan yang tertangani


Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018, Pengelolaan sampah adalah kegiatan
yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan: pembatasan timbulan sampah,
pendaur ulang sampah, pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan

id
sampah meliputi: pemilahan dalam bentuk pengelompokkan dan pemisahan jenis sampah,

o.
pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, pengangkutan
dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah
sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan
.g
ps
akhir, pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik komposisi dan jumlah sampah, dan/
atau pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengambilan sampah dan/atau residu hasil
.b

pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.


w

Indikator persentase sampah perkotaan yang tertangani adalah persentase jumlah


sampah perkotaan yang ditangani dibandingkan dengan jumlah sampah perkotaan secara
w

keseluruhan. Indikator ini digunakan untuk meningkatkan jumlah penanganan sampah


/w

perkotaan dalam mengurangi dampak lingkungan dan mendukung peningkatan kesehatan


tujuan 11

masyarakat dan kualitas lingkungan kota.


:/

Gambar 11.6 Perkiraan Produksi Sampah dan Volume Sampah Terangkut (ribu meter kubik), serta
tp

Persentase Sampah yang Tertanggulangi di 34 Ibu Kota Provinsi di Indonesia, 2014 dan 2015
ht

80 82
70 80
Ribu meter kubik per hari

60 78
50 76
74
Persen

40
72
30 70
20 68
10 66
0 64
2014* 2015**
Perkiraan produksi sampah 68,64 50,45
Volume sampah terangkut 48,59 40,82
Persentase tertanggulangi 70,79 80,91
Catatan : *Tahun 2014 tidak termasuk Tanjung Selor dan Jayapura
** Tahun 2015 tidak termasuk Palembang, DKI Jakarta, Mataram, dan Jayapura
Sumber : Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2016, BPS

182 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Selama tahun 2014-2015, produksi sampah per hari di 34 ibu kota provinsi di Indonesia
mengalami penurunan yaitu dari 68,64 ribu meter kubik pada tahun 2014 menjadi 50,45 ribu
meter kubik. Produksi sampah yang cukup tinggi terjadi di Pulau Jawa, antara lain Jakarta,
Surabaya, dan Semarang, sedangkan di luar Pulau Jawa, antara lain Medan, Denpasar, Makassar,
dan Manokwari. Produksi sampah yang tinggi bila tidak disertai dengan penanggulangan yang
baik akan menimbulkan polusi. Penganggulangan sampah juga menunjukkan perkembangan
yang baik dengan perentase sampah yang tertanggulangi mengalami peningkatan yaitu dari
70,79 persen menjadi 80,91 persen.

Indikator 11.6.2 Rata-rata tahunan materi partikulat halus (PM 2,5 dan PM 10) di Perkotaan
(dibobotkan jumlah penduduk)
Indikator ini digunakan untuk mengetahui rata-rata tahunan materi partikulat halus (PM 2,5
dan PM 10) di Perkotaan. Indikator ini merupakan indikator global yang perlu dikembangkan.

id
Target 11.7 Pada tahun 2030, menyediakan ruang publik dan ruang terbuka hijau yang

o.
aman, inklusif dan mudah dijangkau terutama untuk perempuan dan anak,
manula dan penyandang difabilitas
.g
Indikator 11.7.1 Proporsi ruang terbuka perkotaan untuk semua, menurut kelompok usia, jenis
ps
kelamin dan penyandang disabilitas
.b

Ruang publik adalah tanah milik publik dan tersedia untuk digunakan oleh publik. Ruang
publik mencakup berbagai lingkungan termasuk untuk jalan, trotoar, taman, taman, kawasan
w

konservasi. Setiap ruang publik memiliki fitur spasial, bersejarah, lingkungan, sosial dan
w

ekonomi sendiri. Indikator proporsi ruang terbuka perkotaan merupakan indikator global
yang perlu dikembangkan. Sebagai proksi digunakan indikator nasional yang digunakan
/w

tujuan 11
sebagai proksi adalah jumlah kota hijau yang menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan
perkotaan metropolitan dan kota sedang. Namun, indikator ini juga belum dapat disajikan
:/

karena delum ditemukan datanya.


tp

Indikator 11.7.2 Proporsi orang yang menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual menurut
ht

jenis kelamin, usia, status disabilitas, dan tempat kejadian (12 bulan terakhir)
Indikator ini digunakan untuk mengetahui proporsi orang yang menjadi korban kekerasan
atau pelecehan seksual. Indikator ini dapat diagregasikan menurut jenis kelamin, usia, status
disabilitas, dan tempat kejadian (12 bulan terakhir). Indikator ini juga merupakan indikator
global yang perlu dikembangkan, sehingga didekati dengan indikator proksi yaitu persentase
korban kekerasan dalam 12 bulan terakhir yang melaporkan kepada polisi.

Indikator 11.7.2.(a) Persentase korban kekerasan dalam 12 bulan terakhir yang melaporkan
kepada polisi
Korban kejahatan adalah seseorang yang diri atau harta bendanya selama setahun terakhir
mengalami atau terkena tindak kejahatan atau usaha/percobaan tindak kejahatan. Korban
perbuatan santet, guna-guna atau jimat-jimat tidak termasuk sebagai korban kejahatan.
Tindak kejahatan yang dimaksud adalah semua tindakan kejahatan dan pelanggaran yang
dapat diancam dengan hukuman berdasarkan KUHP yang mengenai diri pribadi seseorang

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 183
dan harta bendanya, misalnya penipuan, pencurian, pencurian dengan kekerasan (termasuk
penodongan, perampokan), penganiayaan, pelecehan seksual (termasuk perkosaan,
pencabulan), dan lainnya seperti penculikan, pemerasan, dan sebagainya.

Indikator ini digunakan untuk memantau dan mendorong pengurangan tingkat kekerasan
yang terjadi pada masyarakat sehingga memberikan rasa aman dan bebas dari segala bentuk
kekerasan.

Gambar 11.7 Persentase Korban Kejahatan dalam 12 Bulan Terakhir yang Melaporkan Kepada
Polisi, 2015
23,77 22,04
19,96 19,13 18,73 Penduduk laki-laki yang
15,08 16,39 menjadi korban kejahatan
14,05
11,73 lebih aktif melaporkan
kasus kejahatan dibanding
perempuan

id
o.
Laki-Laki Perempuan Laki_Laki+Perempuan
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan
Perkotaan Perdesaandari Kepolisian .g
Republik Indonesia. Oleh karena itu,
Perkotaan+Perdesaan
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
ps
Sumber: Susenas, Maret 2015
.b

Pada tahun 2015 korban kejahatan yang melaporkan kepada pihak kepolisian sebesar 18,73
w

persen. Laporan ke pihak kepolisian lebih banyak dilakukan oleh korban kejahatan di daerah
perkotaan dibandingkan di perdesaan. Berdasarkan jenis kelamin, ternyata korban kejahatan
w

dari penduduk laki-laki lebih banyak yang melaporkan daripada korban kejahatan dari
/w

penduduk perempuan.
tujuan 11

:/

Target 11.A Mendukung hubungan ekonomi, sosial, dan lingkungan antara urban, pinggiran
tp

kota, dan perdesaan dengan memperkuat perencanaan pembangunan nasional


ht

dan daerah.

Indikator 11.A.1 Proporsi penduduk yang tinggal di kota yang melaksanakan perencanaan
regional dan kota terintegrasi dengan proyeksi populasi dan kebutuhan sumber
daya
Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui proporsi penduduk yang tinggal di kota
yang melaksanakan perencanaan regional dan kota terintegrasi dengan proyeksi populasi dan
kebutuhan sumber daya. Indikator ini merupakan indikator global yang perlu dikembangkan.

184 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 11.B Pada tahun 2020, meningkatkan secara substansial jumlah kota dan
permukiman yang mengadopsi dan mengimplementasi kebijakan dan
perencanaan yang terintegrasi tentang penyertaan, efisiensi sumber daya,
mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, ketahanan terhadap bencana,
serta mengembangkan dan mengimplementasikan penanganan holistik risiko
bencana di semua lini, sesuai dengan THE SENDAI FRAMEWORK FOR DISASTER RISK
REDUCTION 2015-2030.

Indikator 11.B.1 Proporsi pemerintah kota yang memiliki dokumen strategi pengurangan risiko
bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dokumen strategi pengurangan risiko bencana

id
(PRB) tingkat daerah adalah dokumen yang berisi strategi dan/atau rencana aksi pencegahan
bencana untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan

o.
masyarakat dalam menghadapi bencana, termasuk rencana aksi adaptasi perubahan
iklim. Dokumen strategi PRB daerah setidaknya tercantum dalam dokumen Rencana
.g
Penanggulangan Bencana Daerah (RPBD), Rencana Aksi Daerah PRB (RAD PRB), serta Rencana
Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim (RAD API).
ps

Indikator ini digunakan untuk memantau pemerintah kota yang telah mempunyai RPBD dan
.b

RAD API sehingga menjamin terselenggaranya penanggulagan bencana secara terencana,


terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. Data indikator ini belum ditemukan sehingga belum
w

dapat disajikan.
w
/w

Indikator 11.B.2 Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat nasional dan daerah

tujuan 11
Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat nasional dan daerah adalah
:/

dokumen yang berisi strategi dan/atau rencana aksi pencegahan bencana tingkat nasional
tp

dan daerah untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menghadapi bencana, termasuk rencana aksi adaptasi perubahan iklim.
ht

Dokumen strategi PRB setidaknya tercantum dalam dokumen Kebijakan dan Strategi
Penanggulangan Bencana (Jakstra PB); Rencana Penanggulangan Bencana Nasional dan
Daerah (Renas PB, RPBD), Rencana Aksi Nasional dan Daerah PRB (RAN PRB, RAD PRB), serta
Rencana Aksi Nasional dan Daerah, Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API, RAD API).

Indikator ini digunakan untuk memantau ketersediaan kebijakan, strategi, dan rencana aksi
PRB yang dituangkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, serta parapihak lainnya ke
dalam strategi PRB tingkat nasional dan daerah (provinsi/kabupaten/kota) guna menjamin
PRB secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. Data indikator ini belum
ditemukan sehingga belum dapat disajikan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 185
Target 11.C Memberikan dukungan kepada negara-negara kurang berkembang, melalui
bantuan keuangan dan teknis, dalam membangun bangunan yang berkelanjutan
dan tangguh, dengan memfaatkan bahan lokal.

Indikator 11.C.1 Proporsi dukungan finansial kepada negara kurang berkembang (LDCs) yang
dialokasikan pada konstruksi dan perbaikan dengan sumberdaya yang efisien,
berkelanjutan dan berketahanan dengan memanfaatkan bahan local
Indikator ini digunakan untuk mengetahui dukungan finansial kepada negara kurang
berkembang (LDCs) yang dialokasikan pada konstruksi dan perbaikan dengan sumberdaya
yang efisien, berkelanjutan dan berketahanan dengan memanfaatkan bahan local. Indikator
ini merupakan indikator global yang perlu dikembangkan.

id
o.
.g
ps
.b
w
w
/w
tujuan 11

:/
tp
ht

186 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 12
ps
14 4
.b
w
w

13 menjamin pola dan konsumsi yang 5


/w

berkelanjutan
:/
tp

11 6
ht

10 7
9 8
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
TUJUAN 12
MENJAMIN POLA PRODUKSI DAN KONSUMSI YANG BERKELANJUTAN

Target 12.1 Melaksanakan THE 10-YEAR FRAMEWORK OF PROGRAMMES ON SUSTAINABLE


CONSUMPTION AND PRODUCTION PATTERNS, dengan semua negara mengambil
tindakan, dipimpin negara maju, dengan mempertimbangkan pembangunan dan
kapasitas negara berkembang

Indikator 12.1.1 Jumlah kolaborasi tematik QUICKWINS PROGRAM


Kolaborasi tematik quickwins program adalah dokumen rencana aksi berbagai pihak dalam
mendukung keberhasilan prinsip keberkelanjutan pada sektor/tema tertentu, yang meliputi

id
perilaku ramah lingkungan, minimum waste, pemanfaatan sesuai daya dukung fisik dan

o.
memperhatikan keseimbangan ekologis. Saat ini telah dikembangkan kolaborasi tematik
yang terdiri atas :
.g
a. ekolabel dan pengadaan publik hijau (ecolabel and green public procurement)
b. industri hijau (green industry),
ps
c. bangunan ramah lingkungan (green building),
d. pariwisata ramah lingkungan (green tourism), dan
.b

e. pengelolaan limbah dan sampah (waste management).


w

Manfaat dari dokumen ini menunjukkan adanya kebijakan dan strategi, serta rencana aksi yang
w

melibatkan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas kehidupan dalam berbagai sektor
guna mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan yang meliputi perilaku ramah
/w

lingkungan, minimum waste, pemanfaatan sesuai daya dukung fisik dan memperhatikan
keseimbangan ekologis. Data untuk indikator ini belum tersedia di Indonesia.
:/

tujuan 12
tp

Target 12.2 Pada Tahun 2030, mencapai pengelolaan berkelanjutan dan pemanfaatan
ht

sumber daya alam secara efisien

Indikator 12.2.1 Jejak material (MATERIAL FOOTPRINT)


Jejak bahan konsumsi merupakan jumlah bahan utama yang dibutuhkan untuk melayani
permintaan akhir suatu negara dan dapat diartikan sebagai indikator untuk standar materi
hidup/tingkat kapitalisasi ekonomi. Per-kapita MF menjelaskan penggunaan bahan rata-rata
untuk permintaan akhir.

Domestic Material Consumption (DMC) dan Material Footprint (MF) merupakan suatu kombinasi
karena mereka menutupi dua aspek ekonomi, produksi dan konsumsi. DMC adalah jumlah
sebenarnya bahan dalam perekonomian, MF jumlah virtual yang diperlukan di seluruh
rantai pasokan secara keseluruhan untuk layanan permintaan akhir. Sebuah negara bisa
memiliki DMC yang sangat tinggi karena memiliki sektor produksi primer yang besar untuk
ekspor. Atau sebaliknya suatu negara bisa memiliki DMC yang sangat rendah karena telah
outsourcing sebagian besar proses industri bahan intensif untuk negara-negara lain. Jejak
bahan mengoreksi untuk kedua fenomena.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 189
Indikator 12.2.2 Konsumsi material domestik (DOMESTIC MATERIAL CONSUMPTION)
Konsumsi material domestik menyajikan jumlah bahan yang digunakan dalam perekonomian
nasional, menyajikan jumlah material yang perlu ditangani dalam ekonomi, yang baik
ditambahkan ke saham bahan bangunan dan infrastruktur transportasi atau digunakan
untuk bahan bakar ekonomi sebagai throughput yang material. Konsumsi material domestik
menggambarkan dimensi fisik dari proses ekonomi dan interaksi. Hal ini juga dapat diartikan
sebagai setara limbah jangka panjang. Sedangkan konsumsi material domestik per kapita
menggambarkan tingkat rata-rata penggunaan bahan dalam indikator ekonomi tekanan
lingkungan.

Target 12.3 Pada tahun 2030, mengurangi hingga setengahnya limbah pangan per kapita
global di tingkat ritel dan konsumen dan mengurangi kehilangan makanan
sepanjang rantai produksi dan pasokan termasuk kehilangan saat pasca panen

id
Indikator 12.3.1 Indeks kehilangan makanan global

o.
Indikator indeks kehilangan makanan global ini mengukur totalitas kerugian yang terjadi dari
waktu di mana produksi produk pertanian dicatat hingga mencapai konsumen akhir sebagai
.g
makanan. Sementara dihitung secara kuantitas, kemudian diubah menjadi pasokan energi
makanan (dalam kkal) per kapita yang memungkinkan agregasi konsisten dan kemudian
ps
diindeks.
.b

Indikator ini disusun setiap tahun untuk 177 negara dimana neraca bahan makanan dihasilkan.
Komparabilitas indikator akan dihitung atas dasar definisi standar dan metodologi umum
w

untuk setiap negara di setiap tahun. Namun, akurasi perkiraan akan berbeda-beda di negara-
w

negara sebagai akibat dari perbedaan dalam ketersediaan dan kualitas sumber data.
/w

Target 12.4 Pada tahun 2020 mencapai pengelolaan bahan kimia dan semua jenis limbah
:/

yang ramah lingkungan, di sepanjang siklus hidupnya, sesuai kerangka kerja


tujuan 12

tp

internasional yang disepakati dan secara signifikan mengurangi pencemaran


bahan kimia dan limbah tersebut ke udara, air, dan tanah untuk meminimalkan
ht

dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan lingkungan

Indikator 12.4.1 Jumlah pihak untuk kesepakatan lingkungan multilateral internasional tentang
bahan kimia dan limbah berbahaya untuk memenuhi komitmen dan kewajiban
mereka dalam transmisi informasi yang diperlukan oleh masing-masing
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan jumlah pihak untuk kesepakatan lingkungan multilateral tentang bahan
kimia dan limbah berbahaya untuk memenuhi komitmen dan kewajiban mereka dalam
transmisi informasi yang diperlukan, indikator ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu
jumlah peserta PROPER yang mencapai minimal ranking biru.

190 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 12.4.1(a) Jumlah peserta PROPER yang mencapai minimal ranking biru
PROPER bertujuan mendorong perusahaan agar menerapkan sistem yang baik dalam
pengelolaan lingkungan. Jika sistem yang dimiliki perusahaan sudah baik, maka perusahaan
dapat meningkatkan efisiensi absolut dalam pengurangan limbah. Setelah mempunyai data
absolut, maka perusahaan dapat membandingkan hasil absolut yang diperoleh dengan hasil
absolut perusahaan lain (benchmarking). Hal ini berguna untuk mengetahui posisi perusahaan,
apakah sudah paling efisien atau belum. Dari situ diharapkan akan muncul inovasi-inovasi
untuk melakukan perbaikan yang lebih lagi. Memperhatikan kelestarian lingkungan ternyata
dapat digunakan sebagai faktor pendorong bagi perusahaan untuk melakukan inovasi,
menciptakan nilai-nilai dan membangun keuntungan kompetitif.

PROPER dikembangkan dengan beberapa prinsip dasar, antara lain peserta PROPER bersifat
selektif, yaitu diperuntukkan bagi industri yang menimbulkan dampak besar dan meluas
terhadap lingkungan dan mereka peduli dengan citra atau reputasi perusahaannya. Karena itu,
pendekatan strategi yang dipilih PROPER adalah memanfaatkan peran serta masyarakat dan

id
pengaruh pasar untuk memberikan tekanan kepada industri agar meningkatkan kinerjanya
dalam pengelolaan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat dan pengaruh tekanan pasar

o.
dilakukan dengan penyebaran informasi yang kredibel, sehingga dapat menciptakan naik
atau turunnya citra perusahaan atau jatuh bangunnya reputasi suatu perusahaan/industri.
.g
Informasi mengenai kinerja perusahaan, dikomunikasikan dengan menggunakan simbol
ps
warna untuk memudahkan penyerapan informasi oleh masyarakat. Berikut ini beberapa
simbol warna yang diberikan sesuai dengan penilaian peringkat kinerja usaha/atau kegiatan
dalam mengelola lingkungan.
.b
w

Gambar 12.1 Trend Ketaatan PROPER 2010-2015


w
/w
:/

tujuan 12
tp
ht

2010-2011 2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015


Emas 5 12 12 9 12
Hijau 106 119 113 121 108
Catatan : *Tahun 2014Biru 603Tanjung Selor805
tidak termasuk dan Jayapura 1099 1224 1406
** Tahun 2015 tidak termasuk Palembang, DKI Jakarta, Mataram, dan Jayapura
Sumber : Publikasi PROPER 2015

Emas diberikan kepada usaha dan/atau kegiatan yang telah


Peserta PROPER minimal
secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan dalam
rangking biru selalu meningkat
proses produksi atau jasa, serta melaksanakan bisnis yang
tiap tahunnya
beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. Hijau
adalah untuk usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan
pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance)
melalui pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan dan mereka telah memanfaatkan
sumber daya secara efisien serta melaksanakan tanggung jawab sosial dengan baik. Biru

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 191
adalah untuk usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan,
yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundang undangan yang
berlaku.Dari grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah perusahaan yang taat PROPER dari
tahun 2010-2011 hingga 2014-2015 selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Ini
menujukkan bahwa dengan semakin efisiennya pemanfaatan sumberdaya, maka PROPER
mendorong perusahaan untuk menyisihkan sebagian sumberdaya tersebut untuk masyarakat
sekitarnya dengan program-program pemberdayaan masyarakat.

Indikator 12.4.2 Timbulan limbah berbahaya per kapita, proporsi limbah berbahaya yang
terkelola menurut jenis penanganannya.
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan timbulan limbah berbahaya per kapita, proporsi limbah berbahaya yang
terkelola menurut jenis penanganannya, indikator ini diproksikan dengan indikator nasional,
yaitu jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yeng terkelola dan proporsi

id
limbah B3 yang diolah sesuai peraturan perundangan.

o.
Indikator 12.4.2.(a) Jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yeng terkelola dan proporsi
limbah B3 yang diolah sesuai peraturan perundangan.
Diperoleh data limbah dari hasil pemantauan pengelolaan limbah B3 tahun 2015 sejumlah
.g
ps
125.540.827,76 ton dari 269 perusahaan di sektor Pertambangan, Energi dan Migas (PEM),
sektor Manufaktur, sektor Agro Industri serta sektor Prasarana dan Jasa. Dari total limbah B3
.b

yang dihasilkan diperoleh data limbah yang dikelola sebanyak 99,77 persen dan limbah B3
yang tidak dikelola sejumlah 0,23 persen. Limbah B3 yang tidak dikelola tersebut disebabkan
w

adanya limbah B3 yang dikelola tanpa izin, diserahkan ke pihak ketiga tidak berizin dan di
w

dumping tanpa izin (open dumping).


/w

Gambar 12.2 Limbah B3 Dikelola dan Tidak Dikelola Gambar 12.3 Jumlah Limbah B3 Dikelola Per
Dir.PKPLB3 2015 Sektor Dir.PKPLB3 2015
:/
tujuan 12

1% 2%
tp

0,23%
ht

25%

99,77%
72%

Dikelola Tidak Dikelola PEM Prasarana Jasa


Catatan : *Tahun 2014 tidak termasuk Tanjung Selor dan Jayapura Manufaktur Agro Industri
** Tahun 2015 tidak termasuk Palembang, DKI Jakarta, Mataram, dan Jayapura
Sumber : Laporan Kegiatan PKPLB3 2015, KLHK

Dari grafik di atas menggambarkan total pengelolaan limbah


Tahun 2015 pengelolaan B3 dari sektor Pertambangan, Energi dan Migas menghasilkan
limbah sektor PEM terbesar limbah B3 dengan persentase dominan 71,17 persen. Limbah
B3 yang dominan adalah tailing yang dihasilkan dari kegiatan
pertambangan emas dan tembaga.

192 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 12.5 Pada tahun 2030, secara substansial mengurangi produksi limbah melalui
pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali

Indikator 12.5.1 Tingkat daur ulang Nasional, ton bahan daur ulang
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan tingkat daur ulang nasional, ton bahan daur ulang, indikator ini diproksikan
dengan indikator nasional, yaitu jumlah timbulan sampah yang didaur ulang.

Indikator 12.5.1.(a) Jumlah timbulan sampah yang didaur ulang


Jumlah timbulan sampah yang didaur ulang merupakan jumlah timbulan sisa kegiatan sehari-
hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (sampah rumah tangga, sampah
sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik) yang melalui upaya pengurangan,
pembatasan dan pemanfaatan kembali. Jumlah timbulan yang didaur ulang dihitung dari
berbagai tempat daur ulang termasuk dari unit recycle center (pusat daur ulang) skala kota

id
yang sudah beroperasi.

o.
Indikator ini akan digunakan untuk memantau pengelolaan sampah yang didaur ulang

.g
guna mengurangi, membatasi dan memanfaatkan kembali timbulan sampah, sebagai upaya
penerapan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan.
ps

Target 12.6 Mendorong perusahaan, terutama perusahaan besar dan transnasional, untuk
.b

mengadopsi praktek-praktek berkelanjutan dan mengintegrasikan informasi


w

keberlanjutan dalam siklus pelaporan mereka


w

Indikator 12.6.1 Jumlah perusahaan yang mempublikasi laporan keberlanjutannya


/w

Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan jumlah perusahaan yang mempublikasi laporan keberlanjutannya, indikator
:/

ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu jumlah perusahaan yang menerapkan

tujuan 12
tp

sertifikasi SNI ISO 14001.


ht

Indikator 12.6.1(a) Jumlah perusahaan yang menerapkan sertifikasi SNI ISO 14001
Jumlah perusahaan yang menerapkan sertifikasi SNI ISO 14001 adalah jumlah perusahaan
yang mengembangkan dan menerapkan kebijakan dan mengelola aspek lingkungan
berdasarkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) yang mengacu pada standar nasional dan
internasional.

Indikator ini digunakan untuk memantau dan mendorong perusahaan guna mengembangkan
dan menerapkan kebijakan dan pengelolaan aspek lingkungan berdasarkan SNI ISO14001
yang dapat mendukung pengelolaan perusahaan secara ramah lingkungan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 193
Target 12.7 Meningkatkat praktek pengadaan publik yang berkelanjutan, sesuai dengan
kebijakan dan prioritas nasional

Indikator 12.7.1 Jumlah negara yang menerapkan kebijakan pengadaan publik dan rencana aksi
yang berkelanjutan
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan jumlah negara yang menerapkan kebijakan pengadaan publik dan rencana
aksi yang berkelanjutan, indikator ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu jumlah
produk ramah lingkungan yang teregister.

Indikator 12.7.1.(a) Jumlah produk ramah lingkungan yang teregister


Jumlah produk ramah lingkungan yang teregister adalah jumlah produk barang/jasa publik
yang melalui pengadaan barang/jasa publik ramah lingkungan yang teregister (green

id
public procurement
procurement, GPP) untuk memperoleh produk barang/jasa ramah lingkungan yang
bermanfaat kepada lembaga/institusi/perusahaan dan masyarakat serta manfaat ekonomi,

o.
dengan dampak lingkungan yang minimal. Indikator ini digunakan untuk memantau dan
mendorong lembaga/institusi/perusahaan dan masyarakat untuk melaksanakan pengadaan
green public procurement
barang/jasa publik ramah lingkungan yang teregister (green .g
procurement, GPP) yang
dapat menghasilkan produk produk barang/jasa ramah lingkungan yang bermanfaat secara
ps
ekonomi, dengan dampak lingkungan yang minimal.
.b

Target 12.8 Pada tahun 2030, menjamin bahwa masyarakat di mana pun memiliki informasi
w

yang relevan dan kesadaran terhadap pembangunan berkelanjutan dan gaya


w

hidup yang selaras dengan alam


/w

Indikator 12.8.1 Sejauh mana (i) pendidikan kewarganegaraan global dan (ii) pendidikan
:/

untuk pembangunan berkelanjutan (termasuk pendidikan perubahan iklim)


tujuan 12

tp

diarusutamakan dalam (a) kebijakan pendidikan nasional (b) kurikulum (c)


pendidikan guru & (d) penilaian siswa.
ht

Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan sejauh mana (i) pendidikan kewarganegaraan global dan (ii) pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan (termasuk pendidikan perubahan iklim) diarusutamakan
dalam (a) kebijakan pendidikan nasional (b) kurikulum (c) pendidikan guru & (d) penilaian
siswa, indikator ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu jumlah fasilitas publik yang
menerapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan teregister.

Indikator 12.8.1.(a) umlah fasilitas publik yang menerapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan
teregister
Jumlah fasilitas publik yang menerapkan Standar Pelayanan Masyarakat (SPM) dan teregister
adalah jumlah fasilitas publik yang menyediakan layanan bagi masyarakat meliputi sarana,
informasi, edukasi dan apresiasi dengan fokus konten efisiensi pengelolaan sumber daya
(energi, air dan material) dan pelaksanaan pengelolaan sampah.

194 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator ini digunakan untuk memantau dan mendorong peningkatan jumlah fasilitas publik
yang menerapkan SPM dan teregister sehingga memberikan manfaat peningkatan kualitas
lingkungan hidup di tingkat tapak bagi seluruh masyarakat melalui penyediaan sarana dan
perubahan perilaku baik bagi pengelola fasilitas publik maupun pengguna fasilitas publik.

id
o.
.g
ps
.b
w
w
/w
:/

tujuan 12
tp
ht

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 195
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 13
ps
14 4
.b
w
w

12 mengambil tindakan cepat untuk 5


/w

mengatasi perubahan iklim dan


dampaknya
:/
tp

11 6
ht

10 7
9 8
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
TUJUAN 13
MENGAMBIL TINDAKAN CEPAT UNTUK MENGATASI PERUBAHAN IKLIM
DAN DAMPAKNYA

Target 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim
dan bencana alam di semua negara

Indikator 13.1.1 Dokumen Kajian Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tingkat nasional dan daerah
Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat nasional dan daerah merupakan
dokumen yang berisi strategi dan/atau rencana aksi pencegahan bencana untuk mengurangi

id
ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi
bencana, termasuk rencana aksi adaptasi perubahan iklim. Dokumen strategi PRB setidaknya

o.
tercantum dalam dokumen Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Bencana (Jakstra PB);
Rencana Penanggulangan Bencana Nasional dan Daerah (Renas PB, RPBD), Rencana Aksi
.g
Nasional dan Daerah PRB (RAN PRB, RAD PRB), serta Rencana Aksi Nasional dan Daerah
ps
Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API, RAD API).

Indikator ini digunakan untuk memantau ketersediaan kebijakan, strategi, dan rencana aksi
.b

PRB yang dituangkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, serta parapihak lainnya ke
dalam strategi PRB tingkat nasional dan daerah (provinsi/kabupaten/kota) guna menjamin
w

PRB secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.


w
/w

Indikator 13.1.2 Jumlah korban meninggal, hilang dan terkena dampak bencana per 100.000
orang
:/

Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam


tp

Korban terkena dampak yang


dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
menderita cenderung paling
yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun

tujuan 13
ht

tinggi. faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban


jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Dari data yang diperoleh dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), jumlah korban meninggal dunia akibat bencana pada tahun 2016 mencapai 369 jiwa.
Sedangkan jumlah korban hilang atau tidak diketahui keberadaannya setelah terjadi bencana
mencapai 109 jiwa.
Tabel 13.1 Jumlah Korban Meninggal, Hilang, dan Terkena Dampak Bencana per 100.000 Orang
TERKENA DAMPAK
TAHUN MENINGGAL HILANG
TERLUKA MENDERITA MENGUNGSI
2012 399 114 1.528 826.753 142.238
2013 721 128 3.612 3.386.955 511.431
2014 769 229 2.348 1.967.167 865.720
2015 320 125 463 1.043.677 184.258
2016 369 109 457 2.139.124 282.038
Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia, BNPB

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 199
Jumlah korban terdampak merupakan jumlah orang atau sekelompok orang yang menderita
akibat dampak buruk bencana, seperti kerusakan, kerugian harta benda, namun masih
dapat menempati tempat tinggalnya. Korban terdampak yang dihitung merupakan korban
terdampak langsung yang terdiri atas korban terluka/sakit dan pengungsi. Pada tahun 2016,
jumlah korban yang terluka mencapai 457 jiwa dan yang menderita sebanyak 2.139.124 jiwa.
Sementara yang mengungsi sebanyak 282.038 jiwa.

Target 13.2 Mengintegrasikan tindakan antisipasi perubahan iklim ke dalam kebijakan,


strategi dan perencanaan nasional

Indikator 13.2.1 Dokumen BIENNIAL UPDATE REPORT (BUR)


Dokumen Biennial Update Report (BUR) yaitu dokumen yang berisi tentang pemutakhiran
inventarisasi gas rumah kaca nasional termasuk laporan dan informasi aksi mitigasi nasional
serta kebutuhan dan dukungannya. Ketersediaan dokumen ini menunjukkan adanya

id
kebijakan dan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta capaian Indonesia dalam

o.
menangani perubahan iklim yang dikomunikasikan ke tingkat internasional.

Indikator 13.2.1.(a) Dokumen pelaporan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) .g
ps
Gas Rumah Kaca (GRK) yaitu gas yang terkandung dalam atmosfer baik alami maupun
antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah. Rencana
Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK (RAN-GRK) merupakan dokumen rencana kerja untuk
.b

pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung menurunkan emisi
w

gas rumah kaca sesuai dengan target pembangunan nasional. Sedangkan Rencana Aksi
Daerah Penurunan Emisi GRK (RAD-GRK) adalah dokumen rencana kerja untuk pelaksanaan
w

berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung menurunkan emisi gas rumah
/w

kaca sesuai dengan target pembangunan daerah.

Laporan penurunan emisi GRK tahunan adalah dokumen pelaporan penurunan emisi GRK
:/

tahunan melalui kegiatan yang dijalankan berdasarkan RAN GRK dan RAD GRK untuk lima
tp

sektor prioritas yaitu kehutanan dan lahan gambut, pertanian, energi dan transportasi, industri,
serta limbah. Ketersediaan dokumen ini menunjukkan adanya rencana aksi di tingkat pusat
ht
tujuan 13

dan daerah untuk mendukung penurunan emisi GRK, terutama untuk lima sektor prioritas
yaitu kehutanan dan lahan gambut, pertanian, energi dan transportasi, industri, serta limbah.

Target 13.3 Meningkatkan pendidikan, penumbuhan kesadaran, serta kapasitas manusia


dan kelembagaan terkait mitigasi, adaptasi, pengurangan dampak dan
peringatan dini perubahan ikim

Indikator 13.3.1 Jumlah negara yang telah mengintegrasikan mitigasi, adaptasi, pengurangan
dampak dan peringatan dini ke dalam kurikulum sekolah dasar, sekolah
menengah dan perguruan tinggi
Indikator 13.3.1 ini telah diusulkan dan telah diterima karena sejalan dengan RPJMN 2015-
2019 yaitu melaksanakan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan tentang adaptasi perubahan
iklim, pembentukan forum/jejaring/aliasi/pokja adaptasi perubahan iklim, dan peningkatan
peran aktif Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan dalam

200 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
adaptasi perubahan iklim dan capaian sasaran kebijakan Pemerintah mengenai perubahan
iklim. Namun untuk pengumpulan datanya belum tersedia secara reguler.

Indikator 13.3.2 Jumlah negara yang telah mengkomunikasikan penguatan kapasitas


kelembagaan, system individu untuk melaksanakan adaptasi mitigasi dan
transfer teknologi, serta kegiatan pembangunan
Untuk Indikator 13.3.2, dari data Susenas Modul Ketahanan Sosial 2014, diperoleh data
tentang persentase rumah tangga yang mengetahui tanda-tanda dan peringatan untuk
mengatasi bencana alam di lingkungan tempat tinggal. Secara nasional sebanyak 9,71 persen
rumah tangga mengetahui tanda-tanda dan peringatan untuk mengatasi bencana alam,
sementara 90,29 persen rumah tangga belum mengetahuinya.

Hasil Susenas juga memperlihatkan bahwa rumah tangga


Masih harus kerja keras untuk
yang pernah mengikuti pelatihan simulasi penyelamatan
memberikan pelatihan simulasi

id
bencana alam baru sekitar 1,2 persen, selebihnya yaitu 98,8
penyelamatan bencana alam
persen rumah tangga belum pernah mengikuti pelatihan

o.
simulasi tersebut.

Gambar 13.1 persentase rumah tangga yang


mengetahui tanda-tanda dan
.g
Gambar 13.2 Persentase rumah tangga yang
mengikuti pelatihan simulasi dan
ps
peringatan untuk mengatasi penyelamatan bencana alam, 2014
bencana alam di lingkungan tempat
.b

tinggal, 2014
w

9,71
w

1,2
/w
:/

98,8
90,29 Ya
Ya
tp

Tidak Tidak

tujuan 13
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
ht

data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS


Sumber: Susenas Modul Ketahanan Sosial 2014, BPS

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 201
Target 13.a. Melaksanakan komitmen negara maju pada THE UNITED NATIONS FRAMEWORK
CONVENTION ON CLIMATE CHANGE untuk tujuan mobilisasi dana bersama
sebesar 100 miliar dolar Amerika per tahun pada tahun 2020 dari semua
sumber untuk mengatasi kebutuhan negara berkembang dalam konteks
aksi mitigasi yang bermanfaat dan transparansi dalam pelaksanaannya
dan mengoperasionalisasi secara penuh THE GREEN CLIMATE FUND melalui
kapitalisasi dana tersebut sesegera mungkin

Indikator 13.a.1 Mobilisasi sejumlah dana (USD) per tahun mulai tahun 2010 secara akuntabel
mencapai komitmen sebesar 100 milyar USD
Metadata untuk Indikator global 13.a.1 ini belum tersedia. Indikator global ini juga tidak
tersedia di Indonesia sehingga termasuk indikator yang perlu untuk dikembangkan.

id
Target 13.b Menggalakkan mekanisme untuk meningkatkan kapasitas perencanaan

o.
dan pengelolaan yang efektif terkait perubahan iklim di negara kurang
berkembang, negara berkembang pulau kecil, termasuk fokus pada perempuan,
pemuda, serta masyarakat lokal dan marjinal .g
ps
Indikator 13.b.1 Jumlah negara-negara kurang berkembang dan negara berkembang kepulauan
.b

kecil yang menerima dukungan khusus dan sejumlah dukungan, termasuk


keuangan, teknologi dan peningkatan kapasitas, untuk mekanisme peningkatan
w

kapasitas dalam perencanaan dan pengelolaan yang efektif terkait perubahan


w

iklim, termasuk fokus pada perempuan, generasi muda serta masyarakat lokal
/w

dan marjinal
Perubahan iklim yang semakin jelas terjadi membuat kebutuhan akan pelayanan iklim
:/

dituntut lebih efektif. Pelayanan iklim tersebut terkait dengan aksi terhadap iklim dan capaian
tp

tujuan pembangunan berkelanjutan. Indikator global ini tidak tersedia di Indonesia sehingga
termasuk indikator yang perlu untuk dikembangkan.
ht
tujuan 13

202 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
17 1
16 2

id
15 3

o.
.g
tujuan 14
ps
13 4
.b
w
w

12 melestarikan dan memanfaatkan 5


/w

secara berkelanjutan sumber daya


kelautan dan samudera untuk
:/

pembangunan berkelanjutan
tp

11 6
ht

10 7
9 8
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
TUJUAN 14
Melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya
kelautan dan samudera untuk PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN

Target 14.1 Pada tahun 2025, mencegah dan secara signifikan mengurangi semua jenis
pencemaran laut, khususnya dari kegiatan berbasis lahan, termasuk sampah
laut dan polusi nutrisi

Indikator 14.1.1 Indeks eutrofikasi pesisir (ICEP) dan kepadatan sampah plastik terapung
Beberapa indikator yang diusulkan yang relevan dengan target 14.1 antara lain :

id
a. Klorofil akonsentrasi sebagai indikator biomassa fitoplankton;
b. Lokasi dan frekuensi ganggang

o.
c. Pemilihan prioritas bahan kimia termasuk POPs dan logam berat;
d. Kuantifikasi dan klasifikasi pantai kumuh,
.g
e. Indikator yang terkait dengan pengelolaan pencemaran laut dan sampah plastik
ps
terapung.
.b

Target 14.2 Pada tahun 2020, mengelola dan melindungi ekosistem laut dan pesisir
secara berkelanjutan untuk menghindari dampak buruk yang signifikan,
w

termasuk dengan memperkuat ketahanannya, dan melakukan restorasi untuk


w

mewujudkan lautan yang sehat dan produktif


/w

Indikator 14.2.1 Proporsi Zona Ekonomi Eksklusif nasional yang dikelola menggunakan
:/

pendekatan berbasis ekosistem


tp

Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan proporsi Zona Ekonomi Eksklusif nasional yang dikelola menggunakan
ht

pendekatan berbasis ekosistem, indikator ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu
terkelolanya 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP) secara berkelanjutan. tujuan 14

Indikator 14.2.1.(b) Terkelolanya 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP) secara berkelanjutan


Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia merupakan wilayah pengelolaan
perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan
pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan,
laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Pengelolaan WPP
bertujuan untuk mewujudkan konservasi dan pemanfaatan kekayaan laut dan pesisir secara
berkelanjutan guna mewujudkan lautan yang sehat dan produktif.

Data yang ditemukan dalam indikator ini adalah luas kawasan konservasi perairan (KKP) yang
dikelola secara berkelanjutan. Tahun 2015 yang masih menggunakan data semester satu
menunjukkan bahwa luas kawasan konservasi perairannya kurang lebih 16,40 juta ha. Jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami peningkatan hampir dua kali lipat.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 205
Gambar 14.1 Luas Kawasan konservasi Perairan (KKP) yang Dikelola secara berkelanjutan (juta
ha), 2011-2015
16,4

7,8 Tahun 2015 hampir dua kali


lipat luas KKP yang dikelola
3,64
2,54 2,5

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena yang
2011 2012 2013 2014
disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
2015*
Catatan: *Data Semester I Tahun 2015
Sumber: Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2015, KKP

id
Target 14.3 Meminimalisasi dan mengatasi dampak pengasaman laut, termasuk melalui

o.
kerjasama ilmiah yang lebih baik di semua tingkatan

.g
Indikator 14.3.1 Rata-rata keasaman laut (pH) yang diukur pada jaringan stasiun sampling yang
ps
disetujui dan memadai
Metadata untuk Indikator rata-rata keasaman laut (pH) yang diukur pada jaringan stasiun
.b

sampling yang disetujui dan memadai ini belum tersedia. Indikator global ini juga tidak
tersedia di Indonesia sehingga indikator ini perlu untuk dikembangkan.
w
w

Target 14.4 Pada tahun 2020, secara efektif mengatur pemanenan dan menghentikan
/w

penangkapan ikan yang berlebihan, penangkapan ikan ilegal dan praktek


penangkapan ikan yang merusak, serta melaksanakan rencana pengelolaan
:/

berbasis ilmu pengetahuan, untuk memulihkan persediaan ikan secara


tp

layak dalam waktu yang paling singkat yang memungkinkan, setidaknya ke


ht

tingkat yang dapat memproduksi hasil maksimum yang berkelanjutan sesuai


karakteristik biologisnya
tujuan 14

Indikator 14.4.1 Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman
Perbandingan antara jumlah total hasil tangkapan dalam satu tahun terhadap jumlah
tangkapan yang diperbolehkan dalam tahun yang sama merupakan proporsi tangkapan ikan
yang berada dalam batasan biologis aman. Penghitungan proporsi tangkapan ini dinyatakan
dalam persentase.

Jumlah total hasil tangkapan ikan dari laut adalah penjumlahan dari produksi ikan dari seluruh
provinsi. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 80 persen dari jumlah tangkapan
maximum sustainable yield MSY). Data MSY ini diperoleh dari Komisi Nasional
lestari (maximum
Pengkajian Ikan. Batasan biologis aman adalah proporsi tangkapan ikan < 100 persen.
Indikator ini digunakan untuk memantau kelestarian sumberdaya ikan dan kelangsungan
usaha penangkapan ikan.

206 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Data yang ditemukan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, MYS sebesar 6,4 juta ton per
tahun dan JTB 5,12 juta ton per tahun. Sementara itu proporsi tangkapan ikan yang berada
dalam batasan biologi yang aman, yang bersumber dari Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan
Berkelanjutan, pada tahun 2015 sebesar 127,34 atau meningkat dari tahun sebelumnya
(126,56).

Gambar 14.2 Proporsi Tangkapan Ikan yang Berada dalam Batasan Biologis yang Aman,
2011-2015
126,56 127,34
119,53
113,87
Kesadaran mulai meningkat dalam
111,52 penangkapan ikan dalam batasan
biologi yang aman

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2011 2012 2013 2014 2015

id
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2015, KKP

o.
Target 14.5
.g
Pada tahun 2020, melestarikan setidaknya 10 persen dari wilayah pesisir dan
laut, konsisten dengan hukum nasional dan internasional dan berdasarkan
ps
informasi ilmiah terbaik yang tersedia
.b

Indikator 14.5.1 Jumlah kawasan konservasi perairan


w

Jumlah kawasan konservasi perairan adalah luas keseluruhan kawasan konservasi perairan
teritorial pada periode waktu tertentu, dinyatakan dalam ha. Indikator ini digunakan
w

untuk memantau kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan dalam rangka menjaga
/w

keseimbangan lingkungan hidup, keanekaragaman hayati, dan ekosistem perairan serta


tersedianya pengelolaan kawasan konservasi secara optimal dan berkelanjutan.
:/
tp

Gambar 14.3 Luas Kawasan Konservasi Perairan, 2015


7 265 777
ht

Kawasan konservasi tujuan 14


4 043 541 perairan daerah tahun
3 355 353 2015 adalah yang
terluas
1 541 040
491 248 445 630
5 678 154 480

Taman Nasional Laut Taman Wisata Alam Laut


Suaka Margasatwa Laut Cagar Alam Laut
Taman Nasional Perairan Suaka Alam Perairan
Catatan: Taman
Data Wisata
untuk indikator
Perairanini belum didapatkan dari Kepolisian Republik
KawasanIndonesia.
KonversiOleh karenaDaerah
Perairan itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2015, KKP

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 207
Pada tahun 2015 luas kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia
terbagi dua pengeloalaannya. Taman Nasional Laut, Taman Wisata Alam Laut, Suaka
Margasatwa Laut, dan Cagar Alam Laut dikelola oleh Kementerian Kehutanan. Sementara KKP
dan Pemda mengelola kawasan konservasi Taman Nasionan Perairan, Suaka Alam Perairan,
Taman Wisata Perairan dan kawasan Konservasi Perairan Daerah. Dari jumlah total kawasan
konservasi 17.302.747,78 ha, kawasan konservasi perairan daerah merupakan kawasan yang
terluas.

Target 14.6 Pada tahun 2020, melarang bentuk-bentuk subsidi perikanan tertentu
yang berkontribusi terhadap kelebihan kapasitas dan penangkapan ikan
berlebihan, menghilangkan subsidi yang berkontribusi terhadap penangkapan
ikan ilegal, yang tidak dilaporkan & tidak diatur & menahan jenis subsidi baru,
dengan mengakui bahwa perlakuan khusus & berbeda yang tepat & efektif
untuk negara berkembang & negara kurang berkembang harus menjadi bagian

id
integral dari negosiasi subsidi perikanan pada THE WORLD TRADE ORGANIZATION

o.
Indikator 14.6.1 Kemajuan negara-negara di tingkat pelaksanaan instrumen internasional yang
.g
bertujuan untuk memerangi penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan dan
ps
tidak diatur (IUU FISHING)
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
.b

menggambarkan kemajuan negara-negara di tingkat pelaksanaan instrumen internasional


yang bertujuan untuk memerangi penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan dan tidak
w

diatur (IUU Fishing), indikator ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu persentase
w

kepatuhan pelaku usaha.


/w

Indikator 14.6.1.(a) Persentase kepatuhan pelaku usaha


:/

Menurut International Plan of Action to prevent, Deter and Elimination IUU Fisihing (IPOA-IUU
Fishing), kegiatan yang dianggap sebagai Illegal Fishing adalah sebagai berikut:
tp

a. Kegiatan perikanan yang dilakukan oleh orang atau kapal asing di dalam wilayah
ht

hukum suatu negara, tanpa persetujuan dari negara yang bersangkutan dan/atau
bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Kegiatan perikanan yang dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu
tujuan 14

negara yang menjadi anggota dari satu organisasi pengelolaan perikanan regional,
akan tetapi kegiatan perikanan tersebut dilakukan melalui cara yang bertentangan
dengan pengelolaan dan konservasi yang diadopsi oleh organisasi tersebut.
c. Kegiatan perikanan yang bertentangan dengan hukum nasional atau kewajiban
internasioanal, termasuk kewajiban negara-negara yang menjadi anggota
organisasi pengelolaan perikanan regional.

Pengertian dari pelaku usaha itu sendiri adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi (UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
Sedangkan yang dimaksud dengan persentase kepatuhan pelaku usaha yaitu banyaknya

208 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
perikanan dan kelautan dibandingkan dengan jumlah pelaku usaha secara keseluruhan.

Indikator ini digunakan untuk memantau jumlah kepatuhan pelaku usaha perikanan kelautan
terhadap peraturan perundangan yang berlaku sehingga kegiatan IUU Fishing dapat dicegah.
Metadata untuk indikator ini tidak tersedia.

Target 14.7 Pada tahun 2030, meningkatkan manfaat ekonomi bagi negara berkembang
kepulauan kecil dan negara kurang berkembang dari pemanfaatan
berkelanjutan sumber daya laut, termasuk melalui pengelolaan perikanan,
budidaya air dan pariwisata yang berkelanjutan

Indikator 14.7.1 Perikanan berkelanjutan sebagai presentase dari PDB pada negara-negara

id
berkembang kepulauan kecil, negara-negara kurang berkembang dan semua
negara

o.
Metadata untuk indikator global perikanan berkelanjutan sebagai presentase dari PDB pada
.g
negara-negara berkembang kepulauan kecil, negara-negara kurang berkembang dan semua
negara tidak tersedia, sehingga indikator global ini perlu untuk dikembangkan.
ps
.b

Target 14.a Meningkatkan pengetahuan ilmiah, mengembangkan kapasitas penelitian dan


alih teknologi kelautan, dengan mempertimbangkan THE INTERGOVERNMENTAL
w

OCEANOGRAPHIC COMMISSION CRITERIA AND GUIDELINES tentang Alih Teknologi


w

Kelautan, untuk meningkatkan kesehatan laut dan meningkatkan kontribusi


/w

keanekaragaman hayati laut untuk pembangunan negara berkembang,


khususnya negara berkembang kepulauan kecil dan negara kurang berkembang
:/
tp

Indikator 14.a.1 Proporsi dari total anggaran penelitian yang dialokasikan untuk penelitian di
bidang teknologi kelautan
ht

Metadata untuk indikator proporsi dari total anggaran penelitian yang dialokasikan untuk
penelitian di bidang teknologi kelautan ini tidak tersedia. Indikator ini belum ada di Indonesia tujuan 14
sehingga indikator global ini perlu dikembangkan.

Target 14.b Menyediakan akses untuk buruh nelayan skala kecil terhadap sumber daya
laut dan pasar

Indikator 14.b.1 Ketersediaan kerangka hukum/regulasi/kebijakan/kelembagaan yang


mengakui dan melindungi hak akses untuk perikanan skala kecil
Kegiatan usaha perikanan, khususnya perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Indonesia,
sebagian besar dilakukan oleh Nelayan Kecil dan Pembudidaya-Ikan Kecil. Nelayan Kecil dan
Pembudidaya-Ikan Kecil sebagai salah satu tulang punggung dalam mencukupi kebutuhan pangan
dan bahan baku industri perlu diberdayakan melalui pemberian kemudahan dalam menjalankan
usahanya agar mampu mandiri dan berkembang untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 209
Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran
paling besar 5 (lima) gross ton (GT) (PP Nomor 50/2015 tentang Pemberdayaan Nelayan
Kecil dan Pembudidaya-Ikan Kecil). Pembudidaya-Ikan Kecil adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari (PP Nomor 50/2015).

Kerangka hukum/regulasi/kebijakan/kelembagaan yang mengakui dan melindungi hak


akses untuk perikanan skala kecil adalah kebijakan dan peraturan perundangan-undangan
yang memiliki muatan untuk melindungi hak akses nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil
terhadap sumber daya laut dan pasar.

Ketersediaan kerangka hukum/regulasi/kebijakan/kelembagaan yang mengakui dan


melindungi hak akses untuk perikanan skala kecil menunjukkan adanya keberpihakan
pemerintah dalam melindungi hak akses nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil terhadap
sumber daya laut dan pasar sebagai lahan mata pencaharianya untuk memenuhi kebutuhan

id
hidup sehari-hari.

o.
Indikator 14.b.1.(a) Jumlah provinsi dengan peningkatan akses pendanaan usaha nelayan
.g
Pemberdayaan Nelayan Kecil dan Pembudidaya-Ikan Kecil adalah upaya untuk meningkatkan
ps
kemampuan Nelayan Kecil dan Pembudidaya-Ikan Kecil untuk melaksanakan kegiatannya
yang lebih baik (PP No. 50/2015 tentang Pemberdayaan Nelayan Kecil dan Pembudidaya Ikan
Kecil). Jumlah peningkatan akses pendanaan usaha nelayan adalah peningkatan bantuan
.b

pembiayaan dan pemodalan Nelayan Kecil dan Pembudidaya Ikan-Kecil guna mewujudkan:
w

(1) kemandirian, (2) peningkatan usaha, (3) peningkatan kemampuan dan kapasitas, (4)
menjamin akses terhadap sumber daya ikan dan lingkungannya, teknologi, permodalan,
w

sarana prasarana produksi, dan pemasaran, dan (5) peningkatan penumbuh kembangan KUB
/w

dan Pokdakan.

Kelompok Usaha Bersama Kecil yang selanjutnya disingkat KUB adalah badan usaha yang
:/

dibentuk oleh Nelayan Kecil berdasarkan hasil kesepakatan atau musyawarah seluruh anggota
tp

yang dilandasi oleh keinginan bersama untuk berusaha bersama dan dipertanggungjawabkan
secara bersama guna meningkatkan pendapatan anggota. Kelompok Pembudidaya-Ikan Kecil
ht

yang selanjutnya disebut Pokdakan adalah badan usaha yang dibentuk oleh Pembudidaya-
Ikan Kecil berdasarkan hasil kesepakatan atau musyawarah seluruh anggota yang dilandasi
tujuan 14

oleh keinginan bersama untuk berusaha bersama dan dipertanggungjawabkan secara


bersama guna meningkatkan pendapatan anggota.

Jadi yang dimaksud dengan jumlah provinsi dengan peningkatan akses pendanaan usaha
nelayan adalah banyaknya provinsi yang telah melakukan upaya pemberdayaan Nelayan
Kecil dan Pembudidaya-Ikan Kecil terkait peningkatan akses pendanaan usaha.

Indikator ini digunakan untuk memantau dan mengukur peningkatan akses pendanaan
bagi usaha nelayan kecil guna mewujudkan (1) kemandirian, (2) peningkatan usaha, (3)
peningkatan kemampuan dan kapasitas, (4) menjamin akses terhadap sumber daya ikan dan
lingkungannya, teknologi, permodalan, sarana prasarana produksi, dan pemasaran, dan (5)
peningkatan penumbuh kembangan KUB dan Pokdakan.

210 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 14.c Meningkatkan pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan lautan dan sumber
dayanya dengan menerapkan hukum internasional yang tercermin dalam THE
UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA, yang menyediakan kerangka
hukum untuk pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan lautan dan sumber
dayanya, seperti yang tercantum dalam ayat 158 dari THE FUTURE WE WANT

Indikator 14.c.1 Tersedianya kerangka kebijakan dan instrumen terkait pelaksanaan UNCLOS
Indikator ini menyampaikan kepada sejumlah negara yang telah meratifikasi ILO Maritim
Labour Convention (MLC) tahun 2006 bahwa Konvensi perjanjian internasional ILO mengikat
secara hukum baik dari pemerintah, pengusaha dan pekerja. Menetapkan prinsip-prinsip
dasar dan hak-hak pekerja di tempat kerja. MLC merupakan instrumen tunggal yang koheren
untuk mewujudkan sejauh mungkin pekerja memenuhi aspek standar tenaga kerja maritim
internasional, serta prinsip-prinsip dasar yang dapat ditemukan dalam konvensi buruh

id
internasional lainnya. Indikator ini digunakan untuk memantau nelayan kecil yang mendapat
perlindungan hukum.

o.
.g
ps
.b
w
w
/w
:/
tp
ht

tujuan 14

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 211
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
16 2

id
14 3

o.
.g
tujuan 15
ps
13 4
.b
w
w

melindungi, merestorasi dan meningkatkan


12 pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, 5
/w

mengelola hutan secara lestari, menghentikkan


penggurunan, memulihkan degradasi
:/

lahan, serta menghentikan kehilangan


keanekaragaman hayati
tp

11 6
ht

10 7
9 8
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
TUJUAN 15
MELINDUNGI, MERESTORASI DAN MENINGKATKAN PEMANFAATAN
BERKELANJUTAN EKOSISTEM DARATAN, MENGELOLA HUTAN SECARA
LESTARI, MENGHENTIKAN PENGGURUNAN, MEMULIHKAN DEGRADASI
LAHAN, SERTA MENGHENTIKAN KEHILANGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Target 15.1 Pada tahun 2020, menjamin pelestarian, restorasi dan pemanfaatan
berkelanjutan dari ekosistem daratan dan perairan darat serta jasa
lingkungannya, khususnya ekosistem hutan, lahan basah, pegunungan dan

id
lahan kering, sejalan dengan kewajiban berdasarkan perjanjian internasional

o.
Indikator 15.1.1 Kawasan hutan sebagai persentase dari total luas lahan
.g
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan kawasan hutan sebagai persentase dari total luas lahan, indikator ini
ps
diproksikan dengan indikator nasional, yaitu proporsi tutupan hutan terhadap luas lahan
keseluruhan.
.b
w

Indikator 15.1.1.(a)Proporsi tutupan hutan terhadap luas lahan keseluruhan


w

Penutupan lahan yaitu kondisi permukaan bumi yang menggambarkan penutupan lahan
dan vegetasi. Penafsiran untuk penutupan lahan dibagi ke dalam dua klasifikasi utama yaitu
/w

Areal Berhutan dan Areal Tidak Berhutan, yang kemudian masing-masing diklasifikasikan lagi
secara lebih detail. Areal Behutan dibagi menjadi Hutan Primer, Hutan Sekunder dan Hutan
:/

Tanaman.
tp

Gambar 15.1 Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan, 2013 dan 2014
ht

98.072,7
96.490,8

91.427,5 Penutupan lahan dalam kawasan


89.768,1 hutan 2014 meningkat 1,85 persen
tujuan 15

untuk areal tidak berhutan

2013 2014
Catatan: Data untuk
Areal indikator
Berhutanini belum Areal
didapatkan
Tidakdari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
Berhutan
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Publikasi Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 215
Pada tahun 2013, penutupan lahan dalam kawasan hutan berdasarkan hasil penafsiran Citra
Satelit Landsat 8 OLI ditafsir sebesar 98.072,7 juta ha (52,21 persen) untuk areal berhutan
dan 89.768,9 juta ha (47,79 persen) untuk areal tidak berhutan. Sementara tahun 2014,
berdasarkan hasil penafsiran Citra Satelit Landsat 7 ETM+ ditafsir sebesar 96.490,8 juta ha
(51,35 persen) untuk areal berhutan dan 91.427,5 juta ha (48,65 persen) untuk areal tidak
berhutan.

Indikator 15.1.2 Proporsi situs penting keanekaragaman hayati daratan dan perairan darat
dalam kawasan lindung, berdasarkan jenis ekosistemnya
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya. Indikator ini belum tersedia
di Indonesia, sehingga Indikator global ini perlu untuk dikembangkan.

Target 15.2 Pada tahun 2020, meningkatkan pelaksanaan pengelolaan semua jenis hutan
secara berkelanjutan, menghentikan deforestasi, merestorasi hutan yang

id
terdegradasi dan meningkatkan secara signifikan aforestasi dan reforestasi

o.
secara global
.g
Indikator 15.2.1 Proporsi lahan yang terdegradasi terhadap luas lahan keseluruhan
ps
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan poporsi lahan yang terdegradasi terhadap luas lahan keseluruhan, indikator
.b

ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu luas kawasan konservasi terdegradasi
yang dipulihkan kondisi ekosistemnya.
w
w

Indikator 15.2.1.(a) Luas kawasan konservasi terdegradasi yang dipulihkan kondisi ekosistemnya
/w

Hutan konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (UU No. 41/1999
:/

tentang Kehutanan). Kawasan hutan konservasi dibedakan menjadi kawasan suaka alam
(KSA), kawasan pelestarian alam (KPA) dan taman buru (TB).
tp

Degradasi hutan adalah perubahan yang terjadi pada hutan yang mengakibatkan kerugian
ht

atau dampak negatif pada struktur lahan hutan sehingga kemampuan lahan hutan untuk
memproduksi hasil hutan menjadi menurun. Luas kawasan konservasi terdegradasi yang
dipulihkan kondisi ekosistemnya adalah luas kawasan hutan konservasi yang dipulihkan
ekosistemnya sehingga kemampuan untuk memproduksi hasil hutan menjadi pulih kembali.
tujuan 15

Indikator ini digunakan untuk memantau peningkatan kawasan konservasi terdegradasi


yang telah dipulihkan kondisi ekosistemnya, sehingga kemampuan untuk memproduksi hasil
hutan menjadi pulih kembali.

Indikator 15.2.1.(b) Luas usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekositem
Untuk memenuhi Indikator 15.2.1(b), data yang ditemukan hanya perkembangan jumlah Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA). Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) adalah izin usaha yang diberikan untuk
memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui
kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran.

216 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Gambar 15.2 Perkembangan Luas Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan
Alam (juta ha)
23,41 23,66

21,08
Selama periode 2012-2015
20,18 mengalami penurunan luas
19,86
IUPHHK-HA per tahunnya

Catatan: Data untuk


2011indikator2012ini belum didapatkan
2013 dari Kepolisian
2014 Republik2015Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Publikasi Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015

id
Jika dilihat perkembangan IUPHHK-HA dari tahun 2012 hingga 2015 luasnya selalu mengalami
penurunan setiap tahunnya seiring dengan menurunnya jumlah unit manajemen pemegang

o.
IUPHHK-HA. Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 277 unit manajemen pemegang IUPHHK-HA
dengan luas lahan 23,7 juta ha. Hingga tahun 2015 menurut data dari publikasi Statistik
.g
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tecatat ada sebanyak 269 unit manajemen
ps
pemegang IUPHHK-HA dengan luas lahan 19,9 juta ha.
.b

Target 15.3 Pada tahun 2020, menghentikan penggurunan, memulihkan lahan dan tanah
kritis, termasuk lahan yang terkena penggurunan, kekeringan dan banjir, dan
w

berusaha mencapai dunia yang bebas dari lahan terdegradasi


w
/w

Indikator 15.3.1 Proporsi lahan yang terdegradasi terhadap luas lahan keseluruhan
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
:/

menggambarkan poporsi lahan yang terdegradasi terhadap luas lahan keseluruhan, indikator
tp

ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu proporsi luas lahan kritis yang direhabilitasi
terhadap luas lahan keseluruhan.
ht

Indikator 15.3.1.(a) Proporsi luas lahan kritis yang direhabilitasi terhadap luas lahan keseluruhan
Lahan kritis yaitu lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang telah menurun
fungsinya sebagai unsur produksi dan media pengatur tata air daerah aliran sungai (DAS)
tujuan 15

(Permenhut No. P.9/menhut-II/2013 tentang tata cara pelaksanaan, kegiatan pendukung dan
pemberian insentif kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan). Sedangkan rehabilitasi hutan dan
lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan
dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 217
Gambar 15.3 Perkembangan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (ha), 2011-2015

664 067
489 442 509 523
449 630 Kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan mengalami puncaknya pada
214 150 tahun 2013

Catatan: Data 2011 2012ini belum2013


untuk indikator didapatkan2014 2015Republik Indonesia. Oleh karena itu,
dari Kepolisian
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Publikasi Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015

id
Data yang ditemukan untuk memenuhi indikator 15.3.1(a) adalah Kegiatan Rehabilitasi Hutan
dan Lahan. Kegiatan rehabilitas hutan dan lahan yang sudah dilakukan selama tahun 2011

o.
sampai dengan 2015 adalah 2.326.812 ha, sedangkan tahun 2015 adalah seluas 214.150 ha.
Jika dilihat perkembangannya dalam periode yang sama, kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan mengalami puncaknya pada tahun 2013, namun sebaliknya pada tahun 2015. .g
ps

Target 15.4 Pada tahun 2030, menjamin pelestarian ekosistem pegunungan, termasuk
.b

keanekaragaman hayatinya, untuk meningkatkan kapasitasnya memberikan


w

manfaat yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan


w

Indikator 15.4.1 Situs penting keanekaragaman hayati pegunungan dalam kawasan lindung
/w

Kontribusi dari situs keanekaragaman hayati pegunungan signifikan terhadap


keanekaragaman hayati pegunungan dalam kawasan lindung secara global. Konsep kawasan
:/

lindung, seperti yang didefinisikan oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam
tp

(IUCN), adalah ruang geografis, yang berdedikasi dan dikelola melalui hukum atau cara lain
yang efektif, untuk mencapai konservasi jangka panjang dari alam yang terkait dengan jasa
ht

ekosistem dan nilai-nilai budaya. Berbagai manajemen utamanya tertuju pada konservasi,
restorasi, dan pemanfaatan berkelanjutan. Indikator ini belum tersedia di Indonesia, sehingga
indikator global ini perlu dikembangkan.

Indikator 15.4.2 Indeks tutupan hijau pegunungan


tujuan 15

Ada korelasi langsung antara tutupan hijau pegunungan dengan kondisi kesehatan, sehingga
perlu dilakukan pemantauan perubahan gunung vegetasi dari waktu ke waktu untuk
mengukur status konservasi ekosistem pegunungan. Secara khusus, indeks tutupan hijau
pegunungan dapat memberikan informasi tentang tutupan hutan dan kayu, yang umumnya
terkait dengan eksploitasi hutan, pengambilan kayu, koleksi bahan bakar kayu. Indikator ini
belum tersedia di Indonesia, sehingga indikator global ini dapat dikembangkan menggunakan
dataset yang ada Global Land Cover (GLC).

218 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 15.5 Melakukan tindakan cepat dan signifikan untuk mengurangi degradasi habitat
alami, menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati, dan, pada tahun
2020, melindungi dan mencegah lenyapnya spesies yang terancam punah

Indikator 15.5.1 Persentase populasi 25 jenis satwa terancam punah prioritas


Dalam upaya peningkatan efektivitas pengelolaan hutan konservasi dan upaya konservasi
keanekaragaman hayati salah satu sasaran program/indikator kinerja program 70 STATISTIK
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2015 adalah usaha peningkatan
persentase peningkatan populasi dua puluh lima (25) jenis satwa terancam punah prioritas
sebesar 10 persen pada tahun 2019. Berdasarkan SK Dirjen KSDAE No. SK.180/IV-KKH/2015,
25 jenis satwa tersebut adalah harimau sumatera, gajah sumatera, badak, owa, elang, jalak
bali, komodo, banteng, orangutan, kakatua, bekantan, babirusa, anoa, maleo, macan tutul
jawa, rusa bawean, cendrawasih, surili, tarsius, monyet hitam sulawesi, julang sumba, kasturi
tengkuk-ungu, penyu, kanguru pohon dan celepuk rinjani.

id
Tabel 15.1 Rekapitulasi Peningkatan Populasi Satwa Terancam Punah Prioritas, Tahun 2015

o.
NO. JENIS SATWA BASELINE JUMLAH PERUBAHAN (EKOR)
(1) (2) (3) (4)
1 Harimau Sumatera 58 .g 14
ps
2 Gajah Sumatera 84 6
3 Badak 70 5
4 Banteng 45 0
.b

5 Owa 21 4
w

6 Orangutan 143 -41


7 Bekantan 455 3
w

8 Komodo 6 16
/w

9 Jalak Bali 7 1
10 Maleo 446 548
:/

11 Babi Rusa 39 -6
tp

12 Anoa 59 -26
13 Elang 11 0
ht

14 Tarsius 82 4
15 Monyet Hitam Sulawesi 31 3
Sumber: Publikasi Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015

Pada tabel 15.1 disajikan rekapitulasi peningkatan populasi


tujuan 15

satwa terancam punah prioritas tahun 2015 yang terdiri Tahun 2015 Jenis satwa maleo
dari 15 satwa. Dari 15 jenis satwa terancam punah prioritas, mengalami peningkatan jumlah
berdasarkan data populasi yang diperoleh pada tahun 2015, populasi terbesar dari baseline
terdapat 10 satwa yang mengalami peningkatan jumlah
populasi dari baseline yaitu harimau sumatera, badak, owa, bekantan, komodo, jalak bali,
maleo, tarsius, dan monyet hitam sulawesi. Satwa dengan jumlah populasi tetap sebanyak 2
satwa yaitu banteng dan elang, sedangkan yang mengalami penurunan populasi sebanyak 3
satwa yaitu gajah sumatera, orangutan, babirusa dan anoa.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 219
Target 15.6 Meningkatkan pembagian keuntungan yang adil dan merata dari pemanfaatan
sumber daya genetik, dan meningkatkan akses yang tepat terhadap sumber
daya tersebut, sesuai kesepakatan internasional

Indikator 15.6.1 Tersedianya kerangka legislasi, administrasi dan kebijakan untuk memastikan
pembagian keuntungan yang adil dan merata dari pemanfaatan sumber daya
genetika
Indikator ini digunakan untuk mengukur ketersediaan kebijakan untuk memastikan
pembagian keuntungan yang adil dan merata dari pemanfaatan sumber daya genetika, yang
dituangkan oleh pemerintah dalam bentuk regulasi. Indikator ini belum tersedia di Indonesia,
sehingga indikator global ini dapat dikembangkan.

Target 15.7 Melakukan tindakan cepat untuk mengakhiri perburuan dan perdagangan

id
jenis flora dan fauna yang dilindungi serta mengatasi permintaan dan pasokan
produk hidupan liar secara ilegal

o.
.g
Indikator 15.7.1 Proporsi hidupan liar dari hasil perburuan atau perdagangan gelap
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
ps
menggambarkan poporsi hidupan liar dari hasil perburuan atau perdagangan gelap, indikator
ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu persentase penyelesaian tindak pidana
.b

lingkungan hidup sampai dengan P21 dari jumlah kasus yang terjadi.
w

Indikator 15.7.1.(a) Persentase penyelesaian tindak pidana lingkungan hidup sampai dengan P21
w

dari jumlah kasus yang terjadi


/w

Sengketa lingkungan hidup merupakan perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup
:/

(UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Tindak pidana
tp

lingkungan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh orang dan/atau badan usaha
dana/atau korporasi yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.
ht

Persentase penyelesaian tindak pidana lingkungan hidup sampai dengan P21 dari
jumlah kasus yang terjadi adalah perbandingan jumlah penyelesain kasus tindak pidana
lingkungan hidup sampai pada pemberitahuan bahwa hasil penyelidikan kasus telah selesai
terhadap jumlah kasus tindak pidana lingkungan hidup yang terjadi.
tujuan 15

Pelaksanaan kegiatan penegakan hukum pidana lingkungan hidup selama tahun 2015 ini
telah menangani sebanyak 141. Tindak pidana lingkungan hidup sampai dengan P21 pada
tahun 2015 sudah diselesaikan sebanyak 118 kasus atau 83,69 persen dari jumlah kasus yang
terjadi.

220 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Gambar 15.4 Penyelesaian Tindak Pidana Lingkungan Hidup sampai dengan P21 (persen), 2015

16%

Tindak pidana lingkungan hidup


84%
sampai dengan P21 tahun 2015
sudah mencapai 84 persen
Tindak Pidana sampai P21
Catatan: Data untuk Tindak
indikatorPidana
ini belum
tidak didapatkan
sampai P21dari Kepolisian Republik
Indonesia. Oleh karena itu, data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Publikasi Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015

Pelaksanaan penegakan hukum lingkungan hidup dan Peredaran tumbuhan dan satwa liar
kehutanan tahun 2015 terbagi dalam lima tipologi yaitu: (TSL) ilegal merupakan tindak pidana
pembalakan liar, perambahan hutan, peredaran tumbuhan lingkungan hidup dan kehutanan

id
dan satwa liar (TSL) ilegal, pencemaran lingkungan dan tertinggi selama tahun 2015

o.
kebakaran hutan & lahan. Kasus yang paling banyak terjadi
adalah peredaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) ilegal
.g
mencapai 49 kasus (35 persen). Sedangkan untuk kasus pidana pembalakan liar mencapai
43 kasus atau sekitar 31 persen. Tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan yang paling
ps
sedikit terjadi adalah kebakaran hutan dan lahan, dimana selama tahun 2015 sebanyak 5
kasus (5 persen).
.b

Gambar 15.5 Tipologi Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan (persen), 2015
w

6 5 pembalakan liar,
w

31
perambahan hutan,
/w

35
peredaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) ilegal,
26 pencemaran lingkungan dan
:/

kebakaran hutan & lahan


tp

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
ht

Sumber: Publikasi Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015

Target 15.8 Pada tahun 2020, memperkenalkan langkah-langkah untuk mencegah


masuknya dan secara signifikan mengurangi dampak dari jenis asing invasif
tujuan 15

pada ekosistem darat dan air, serta mengendalikan atau memberantas jenis
asing invasif prioritas

Indikator 15.8.1 Proporsi negara yang mengadopsi legislasi nasional yang relevan dan memadai
dalam pencegahan atau pengendalian jenis asing invasive (JAI)
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan Proporsi negara yang mengadopsi legislasi nasional yang relevan dan
memadai dalam pencegahan atau pengendalian jenis asing invasive (JAI), indikator ini
diproksikan dengan indikator nasional, yaitu rumusan kebijakan dan rekomendasi
karantina hewan dan tumbuhan, serta keamanan hayati hewani dan nabati.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 221
Indikator 15.8.1.(a) Rumusan kebijakan dan rekomendasi karantina hewan dan tumbuhan, serta
keamanan hayati hewani dan nabati
Kebijakan dan rekomendasi karantina hewan dan tumbuhan, serta keamanan hayati hewani
dan nabati adalah tersedianya regulasi, kebijakan, strategi dan prosedur untuk mencegah
masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme
pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau
keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Indikator ini digunakan untuk mendorong pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan
penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar
negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah
negara Republik Indonesia. Data indikator ini belum dapat disajikan karena belum ditemukan.

Target 15.9 Pada tahun 2020, mengintegrasikan nilai-nilai ekosistem dan keanekaragaman

id
hayati kedalam perencanaan nasional dan daerah, proses pembangunan,
strategi dan penganggaran pengurangan kemiskinan

o.
.g
Indikator 15.9.1 Kemajuan pencapaian target nasional yang ditetapkan sesuai dengan Target 2
Keanekaragaman Hayati Aichi dari Rencana Strategis Keanekaragaman Hayati
ps
2011-2020
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
.b

menggambarkan Kemajuan pencapaian target nasional yang ditetapkan sesuai dengan


w

Target 2 Keanekaragaman Hayati Aichi dari Rencana Strategis Keanekaragaman Hayati


2011-2020, indikator ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu nilai pemanfaatan
w

keanekaragaman hayati untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, daya saing nasional


/w

dan kesejahteraan masyarakat.


:/

Indikator 15.9.1.(a) Nilai pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk mendukung pertumbuhan


tp

ekonomi, daya saing nasional dan kesejahteraan masyarakat


Indikator ini digunakan untuk mengetahui nilai ekonomi kontribusi keanekaragaman hayati
ht

dalam berbagai sektor pembangunan, terutama sektor pembangunan yang memanfaatkan


kekayaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Data indikator yang bersumber dari
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) ini belum berhasil ditemukan,
sehingga belum dapat disajikan.
tujuan 15

Target 15.a Memobilisasi dan meningkatkan sumber daya keuangan secara signifikan dari
semua sumber untuk melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati
dan ekosistem secara berkelanjutan

Indikator 15.a.1. Bantuan pembangunan dan pengeluaran pemerintah untuk konservasi dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya. Indikator ini belum tersedia
di Indonesia, sehingga Indikator global ini perlu untuk dikembangkan.

222 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 15.b Memobilisasi sumber daya penting dari semua sumber dan pada semua
tingkatan untuk membiayai pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan
memberikan insentif yang memadai bagi negara berkembang untuk memajukan
pengelolaannya, termasuk untuk pelestarian dan reforestasi

Indikator 15.b.1 Bantuan pembangunan dan pengeluaran pemerintah untuk konservasi dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan
Total bantuan pembangunan resmi (ODA) yaitu jumlah dari pengembangan kerjasama
internasional, dalamhal ini menangkap bantuan dukungan dari proyek kehutanan dan
program di negara-negara berkembang. Sumber dan pengumpulan data dikumpulkan
oleh Komite Bantuan Pembangunan (DAC) dari Organisasi untuk Ekonomi Co-operation and
Development dari pengembalian yang diajukan oleh negara-negara anggota dan pemberi
bantuan lainnya. Data umumnya diperoleh pada tingkat aktivitas, dan termasuk berbagai
parameter, sehingga bisa dipisahkan oleh penyedia dan negara penerima; menurut jenis

id
pembiayaan, dan menurut jenis sumber daya yang disediakan. Indikator ini adalah indikator
global yang belum ada metadatanya. Indikator ini belum tersedia di Indonesia, sehingga

o.
indikator global ini perlu untuk dikembangkan.

Target 15.c
.g
Meningkatkan dukungan global dalam upaya memerangi perburuan dan
ps
perdagangan jenis yang dilindungi, termasuk dengan meningkatkan kapasitas
.b

masyarakat lokal mengejar peluang mata pencaharian yang berkelanjutan


w

Indikator 15.c.1 Proporsi satwa liar dari hasil perburuan dan perdagangan gelap
w

Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan proporsi satwa liar dari hasil perburuan dan perdagangan gelap, indikator
/w

ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu persentase penyelesaian tindak pidana
lingkungan hidup sampai dengan P21 dari jumlah kasus yang terjadi.
:/
tp

Indikator 15.c.1.(a) Persentase penyelesaian tindak pidana lingkungan hidup sampai dengan P21
ht

dari jumlah kasus yang terjadi


Penjelasan tentang indikator ini sudah dipaparkan pada indikator 15.7.1(a), karena sama
nama indikatornya.
tujuan 15

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 223
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
17 1
15 2

id
14 3

o.
.g
tujuan 16
ps
13 4
.b
w
w

menguatkan masyarakat yang inklusif


12 dan damai untuk pembangunan 5
/w

berkelanjutan, menyediakan akses


keadilan untuk semua, dan membangun
:/

kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan


inklusif di semua tingkatan
tp

11 6
ht

10 7
9 8
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 16
Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk
Pembangunan Berkelanjutan, Menyediakan Akses Keadilan
untuk Semua, dan Membangun Kelembagaan yang Efektif,
Akuntabel, dan Inklusif di semua Tingkatan

Pada tujuan 16, pembangunan yang berkelanjutan agenda 2030 bertujuan untuk melahirkan
masyarakat yang inklusif dan damai didasarkan dengan penghormatan terhadap Hak Asasi
Manusia, peraturan hukum, tata pemerintahan yang baik di semua tingkat, serta lembaga
yang transparan, efektif, dan akuntabel. Namun masih banyak negara yang menghadapi

id
kekerasan dan konflik bersenjata terus menerus, keberadaan lembaga publik yang lemah,
tidak adanya akses terhadap informasi dan keadilan, serta kurang terjaminnya kebebasan

o.
dasar lainnya. Tantangan dalam memantau kebijakan ini adalah sulitnya memperoleh data
mengenai kekerasan terhadap anak-anak dan kelompok rentan lainnya, dan akses terhadap
keadilan dan akses publik terhadap informasi. .g
ps

Target 16.1 Secara signifikan mengurangi segala bentuk kekerasan dan angka kematian
.b

terkait dimana pun.


w

Indikator 16.1.1 Angka korban kejahatan pembunuhan per 100.000 penduduk


w
/w

Gambar 16.1 Jumlah Kejahatan Terhadap Nyawa/Pembunuhan, 2011-2015


1.491
:/

1.467 1.456
Angka korban kejahatan
tp

1.386
pembunuhan meningkat di
1.277 tahun 2015
ht

2011 2012 2013 2014 2015


Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Statistik Kriminal 2014 dan 2016, BPS
tujuan 16

Pembunuhan adalah bentuk kekerasan yang paling ekstrim dan menyebabkan kematian
terhadap korban. Selama tahun 2011-2014, angka korban kejahatan terus mengalami
penurunan. Dari 100.000 penduduk di Indonesia, sebanyak 1.467 diantaranya adalah korban
kejahatan pembunuhan di tahun 2011, dan menurun menjadi 1.277 di tahun 2014. Penurunan
angka korban kejahatan pembunuhan tersebut menunjukkan meningkatnya keamanan di
Indonesia selama tahun tersebut. Akan tetapi, di tahun 2015, jumlah pembunuhan meningkat
cukup signifikan menjadi 1.491 kasus, dan menandakan bahwa tingkat keamanan berkurang

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 227
pada tahun 2015. Padahal, lemahnya keamanan dari tindak kekerasan dan adanya ancaman di
lingkungan akan menghambat pembangunan di bidang sosial dan ekonomi.

Indikator 16.1.2 Kematian disebabkan konflik per 100.000 penduduk terpilah berdasarkan jenis
kelamin, umur, dan penyebab kematian
Kematian yang disebabkan oleh konflik merujuk pada tindakan agresif antara beberapa pihak
yang langsung terkait dengan pertempuran, seperti pertikaian antar suku. Dalam pengertian
yang lebih luas, kematian akibat konflik diartikan dengan kematian akibat kejahatan perang,
seperti menargetkan pada penduduk sipil. Kematian akibat konflik juga termasuk kematian
akibat segala bentuk ranjau termasuk dari lokasi bekas ranjau yang masih aktif maupun
dianggap tidak aktif.

Indikator 16.1.3 Proporsi penduduk yang mengalami kekerasan secara fisik, psikologi atau
seksual dalam 12 bulan terakhir

id
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk

o.
menggambarkan proporsi penduduk yang mengalami kekerasan, indikator ini diproksikan
dengan indikator nasional, yaitu proporsi penduduk yang menjadi korban kejahatan
dalam 12 bulan terakhir. .g
ps
Indikator 16.1.3.(a) Proporsi penduduk yang menjadi korban kejahatan dalam 12 bulan terakhir
.b

Persentase penduduk yang menjadi korban kejahatan selama tahun 2012-2015 cukup fluktuatif.
Meski demikian, persentase tersebut hanya berada di kisaran satu persen, yang berarti dari
w

100 penduduk di Indonesia, satu diantaranya pernah menjadi korban kejahatan. Korban
kejahatan yang dimaksud dalam indikator ini adalah seseorang yang diri atau harta bendanya
w

mengalami atau terkena tindak kejahatan. Tindak kejahatan yang termasuk berdasarkan
/w

Susenas tahun 2012-2014 yaitu pencurian, perampokan, pembunuhan, penipuan, perkosaan,


dan lainnya. Untuk Susenas tahun 2015, tindak kejahatan yaitu pencurian, penganiayaan,
:/

pencurian dengan kekerasan, pelecehan seksual, lainnya.


tp

Gambar 16.2 Proporsi penduduk yang menjadi korban kejahatan dalam 12 bulan terakhir menurut
ht

klasifikasi wilayah dan jenis kelamin, 2012-2015


1,36
1,221,27 1,27 1,24 1,30
1,16 1,16
1,02 0,991,061,00
0,84
0,89 0,83
0,76 0,78 0,730,75
0,69
tujuan 16

Perkotaan Perdesaan Laki-laki Perempuan


Klasifikasi Wilayah Jenis Kelamin Total
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
20122014, BPS
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2013 2014 2015
Sumber: Publikasi Statistik Kesejahteraan Rakyat 2012-2015, BPS

228 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Kecenderungan tindak kejahatan lebih besar terjadi di wilayah
Penduduk perkotaan dan laki-
perkotaan. Pada tahun 2015, persentase penduduk perkotaan
laki lebih cenderung menjadi
yang menjadi korban kejahatan sebesar 1,16 persen, sedangkan
korban kejahatan di perdesaan sebesar 0,83 persen. Di sisi lain, kecenderungan
laki-laki menjadi korban kejahatan hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan perempuan. Pada tahun 2015, penduduk laki-laki yang menjadi korban
kejahatan ada sebesar 1,30 persen, sedangkan penduduk perempuan hanya 0,69 persen. Oleh
karena itu, untuk mencapai kehidupan bermasyarakat yang damai, pencegahan kejahatan
dan pengamanan lingkungan perlu ditingkatkan terutama di wilayah perkotaan.

Indikator 16.1.4 Proporsi penduduk yang merasa aman berjalan sendirian di area tempat tinggalnya
Gambar 16.3 Proporsi penduduk yang merasa aman berjalan sendirian di area tempat tinggalnya
menurut klasifikasi wilayah, 2014

id
74,25
Penduduk desa merasa

o.
73,57 lebih aman berjalan sendiri
dibanding penduduk kota
72,88 .g
ps
.b

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan


Perkotaan Perdesaandari Kepolisian TotalRepublik Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
w

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014, BPS


w

Perasaan aman untuk berjalan sendirian di lingkungan tempat tinggal baik pada siang hari
/w

maupun pada malam hari adalah salah satu indikator keamanan dan ketertiban lingkungan.
Pada tahun 2014, sebesar 73,57 persen penduduk Indonesia merasa aman berjalan sendirian
:/

di area tempat tinggalnya. Bahkan penduduk di perdesaan yang merasa aman berjalan sendiri
tp

lebih besar dibandingkan penduduk di perkotaaan, yaitu sebesar 74,25 persen untuk perdesaan
dan 72,88 persen untuk perkotaan. Dengan demikian, keamanan di daerah perkotaan perlu
ht

diperhatikan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Target 16.2 Menghentikan perlakuan kejam, eksploitasi, perdagangan, dan segala bentuk
kekerasan dan penyiksaan terhadap anak.

Indikator 16.2.1 Proporsi anak umur 1-17 tahun yang mengalami hukuman fisik dan/atau tekanan
tujuan 16

psikologis dari pengasuh dalam sebulan terakhir


Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
menggambarkan proporsi penduduk yang mengalami kekerasan, indikator ini diproksikan
dengan indikator nasional, yaitu proporsi rumah tangga yang memiliki anak umur 1-14
tahun yang mengalami hukuman fisik dan/atau agresi psikologis dari pengasuh dalam
setahun terakhir dan prevalensi kekerasan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 229
Indikator 16.2.1.(a) Proporsi rumah tangga yang memiliki anak umur 1-14 tahun yang mengalami
hukuman fisik dan/atau agresi psikologis dari pengasuh dalam setahun terakhir
Setiap anak berhak mendapat perlindungan dari segala macam kekerasan, eksploitasi,
dan penyiksaan terutama dari pengasuhnya. Anak adalah seseorang yang belum berusia
18 tahun. Namun, karena ketersediaan data, indikator yang disajikan adalah hukuman
fisik atau disagregasi psikologis pada anak usia 1-14 tahun. Akan tetapi, indikator ini akan
dipertimbangkan disediakan untuk anak umur 1-17 tahun. Kemudian, yang termasuk
hukuman fisik adalah mendorong/mengguncang badan; mencubit atau menjewer;
menampar, memukul, menjambak atau menendang. Sementara yang termasuk hukuman
agresi psikologis yaitu memanggil bodoh, pemalas, tidak sayang lagi, tidak berguna atau
sebutan lain yang sejenis; dan membentak atau menakuti.
Gambar 16.4 Proporsi rumah tangga yang memiliki anak umur 1-14 tahun yang mengalami hukuman
fisik dan atau agresi psikologis dari pengasuh dalam sebulan terakhir

id
57,51

o.
54,98
Lebih dari setengah rumah
52,3 tangga memiliki anak umur
.g 1-14 tahun yang mengalami
hukuman fisik atau agregasi
ps
psikologis
.b

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan


Perkotaan Perdesaandari Kepolisian Republik
Total Indonesia. Oleh
karena itu, data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
w

Sumber: Susenas Modul Hansos 2014, BPS


w

Pada tahun 2014, sekitar 55 persen rumah tangga memiliki anak yang mengalami hukuman
/w

fisik dan atau agregasi psikologis dari pengasuh dalam sebulan terakhir. Selanjutnya,
kecenderungan hukuman fisik dan agregasi psikologis terhadap anak lebih besar di daerah
:/

perdesaan dibandingkan di daerah perkotaan.


tp

Indikator 16.2.2 Angka korban perdagangan manusia yang per 100,000 penduduk menurut jenis
ht

kelamin, kelompok umur dan jenis eksploitasi


Perdagangan manusia adalah salah satu bentuk eksploitasi dan merupakan pelanggaran yang
sangat berat bagi hak asasi manusia, martabat, dan inklusi masyarakat. Perdagangan orang
didefinisikan sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan
orang, dengan cara ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan,
penculikan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi kerentanan atau pemberian
atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mencapai persetujuan dari orang
tujuan 16

lain, untuk tujuan eksploitasi. Indikator ini diharapkan mampu mendeteksi adanya korban
perdagangan manusia. Dengan begitu, kesadaran untuk menghapus eksploitasi dalam
perdagangan manusia dapat dimulai dengan memberikan langkah-langkah pencegahan
perdagangan manusia. Namun, indikator ini belum bisa disediakan di Indonesia.

230 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 16.2.3 Proporsi perempuan dan laki-laki muda umur 18-29 tahun yang mengalami
kekerasan seksual sebelum umur 18 tahun
Indikator ini menangkap salah satu bentuk kekerasan yang paling parah terhadap anak,
tetapi tidak menggambarkan kekerasan dalam semua bentuk. Indikator ini belum tersedia di
Indonesia, sehingga indikator diproksikan dengan proporsi perempuan dan laki-laki muda
umur 18-24 tahun yang mengalami kekerasan seksual sebelum umur 18 tahun.

Indikator 16.2.3.(a) Proporsi perempuan dan laki-laki muda umur 18-24 tahun yang mengalami
kekerasan seksual sebelum umur 18 tahun
Kekerasan seksual yang dimaksud dalam indikator ini ada 2 hal, yaitu (1) Pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga tersebut; dan (2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain. Indikator ini dapat menggambarkan salah satu
bentuk kekerasan terhadap anak yang paling ekstrim. Indikator ini juga diindikasikan sebagai

id
indikator proksi yang mencerminkan aspek kunci perubahan dalam rangka mencapai target
penghapusan VAC (Violence Against Children).

o.
Target 16.3 .g
Menggalakan (kedaulatan) aturan hukum di tingkat nasional dan internasional
ps
dan menjamin akses yang sama terhadap keadilan bagi semua.
.b

Indikator 16.3.1 Proporsi korban kekerasan dalam 12 bulan lalu yang melaporkan kepada pihak
berwajib atau pihak berwenang yang diakui dalam mekanisme resolusi konflik
w

Pelaporan korban kekerasan kepada pihak berwenang merupakan langkah bagi korban
w

untuk mencari keadilan. Pihak berwenang yang dimaksud antara lain polisi, jaksa, atau
otoritas lainnya yang berkompetensi untuk menyelidiki kejahatan tertentu (seperti korupsi
/w

atau penipuan). Di sisi lain, pihak berwenang yang diakui dalam mekanisme resolusi konflik
termasuk berbagai lembaga yang berperan dalam peradilan informal atau penyelesaian
:/

sengketa, dan diakui oleh otoritas negara. Namun, karena ketersediaan data di Indonesia,
tp

indikator global ini diproksikan dengan tiga indikator nasional, yaitu (1) Proporsi korban
kekerasan dalam 12 bulan terakhir yang melaporkan kepada polisi; (2) Jumlah orang
ht

atau kelompok masyarakat miskin yang memperoleh bantuan hukum litigasi dan non
litigasi; dan (3) Jumlah pelayanan peradilan bagi masyarakat miskin melalui sidang di
luar gedung pengadilan, pembebasan biaya perkara, dan Pos Layanan Hukum.

Indikator 16.3.1.(a) Proporsi korban kekerasan dalam 12 bulan terakhir yang melaporkan kepada
polisi
tujuan 16

Korban kekerasan adalah seseorang yang mengalami atau


Akses keadilan bagi korban
usaha/percobaan tindak kejahatan dengan kekerasan. Yang
kekerasan kepada pihak termasuk tindak kekerasan pada Susenas 2011-2014 adalah
berwenang meningkat tajampencurian dengan perampokan, pembunuhan, dan perkosaan,
di tahun 2015 dan yang termasuk tindak kekerasan pada Susenas 2015 adalah
penganiayaan, pencurian dengan kekerasan, dan pelecehan
seksual. Selama tahun 2011-2015, proporsi korban kekerasan
dalam 12 bulan terakhir yang melaporkan kepada polisi cenderung terus meningkat dari
19,53 persen di tahun 2011 menjadi 43,58 persen di tahun 2015. Fakta tersebut menunjukkan

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 231
adanya kemudahan akses keadilan yang dicari oleh korban dari pihak berwenang. Selain itu,
peningkatan proporsi tersebut juga menandakan meningkatnya kepercayaan dan kesadaran
masyarakat terhadap lembaga berwenang untuk menyelesaikan permasalahan hukumnya.

Gambar 16.5 Proporsi Korban Kekerasan dalam 12 Bulan Terakhir yang Melaporkan Kepada Polisi
Menurut Jenis Kelamin, 2011-2015
46,8
43,58
38,88

27,17 25,37 26,28


24,47 23,07
21,7
19,6 19,5 19,53
15,4 14,33
13,35

id
o.
Laki-laki Perempuan Total
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan
2011 dari2012 Kepolisian2013 .g
Republik Indonesia.
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
2014 Oleh 2015karena itu,
ps
Sumber: Susenas KOR, BPS
.b

Akan tetapi, kesadaran perempuan yang menjadi korban kekerasan untuk melapor kepada
polisi lebih rendah dibandingkan laki-laki. Di tahun 2015, proporsi perempuan korban
w

kekerasan yang melaporkan kepada polisi hanya sebesar 38,88 persen, sedangkan laki-
w

laki korban kekerasan yang melapor polisi ada sebesar 46,8 persen. Kondisi tersebut
mengindikasikan adanya ketidakbebasan kaum perempuan dalam melaporkan kejadian
/w

kekerasan yang dialami, seperti kekerasan dalam rumah tangga.


:/

Indikator 16.3.2 Proporsi tahanan terhadap seluruh jumlah tahanan dan narapidana
tp

Gambar 16.6 Proporsi tahanan terhadap seluruh jumlah tahanan dan narapidana, 2011-2016
ht

37,00 36,40
36,00 Sepertiga pelaku kriminalitas
35,00 yang ditangani oleh sistem
peradilan masih berstatus
34,00
sebagai tahanan
tujuan 16

32,40 32,56 32,39


33,00 32,06 32,11
32,00
31,00
30,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia.
(November)Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Sistem Database Permasyarakatan, Direktorat Jenderal Permasyarakatan Kemenhukham RI

232 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Tahanan adalah seseorang tersangka atau terdakwa yang ditahan selama proses penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang peradilan dan ditempatkan di dalam Rumah Tahanan
(Rutan). Di sisi lain, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Proporsi tahanan terhadap seluruh jumlah tahanan dan
narapidana di tahun 2011 sebesar 36,40 persen, kemudian menurun menjadi 32,06 persen
di tahun 2012. Hal tersebut menunjukkan adanya efisiensi dari sistem peradilan dalam
menentukan bersalah atau tidaknya seseorang hingga dapat dibuktikan. Penurunan proporsi
tersebut juga menandakan perhatian bagi peradilan dalam pencarian sumber daya, efisiensi
biaya, dan psikologis keluarga tersangka.

Target 16.4 Pada tahun 2030 secara signifikan mengurangi penggelapan uang maupun
senjata, menguatkan pemulihan dan pengembalian aset curian dan memerangi
segala bentuk kejahatan yang terorganisasi

id
Indikator 16.4.1 Total nilai penggelapan uang masuk dan keluar negeri (dalam US$)

o.
Penggelapan uang masuk dan keluar negeri didefinisikan sebagai uang yang ditransfer,
diperoleh, atau dimanfaatkan melalui cara-cara terlarang. Uang gelap tersebut termasuk
.g
didalamnya uang atau instrumen yang diperoleh melalui kegiatan ilegal, seperti hasil
kejahatan, termasuk korupsi, penggelapan pajak, dan penggelapan bea perdagangan.
ps
Indikator ini mengukur aspek penting dalam pencapaian target mengurangi penggelapan
uang. Namun, Indonesia belum bisa menyediakan data untuk indikator ini.
.b

Indikator 16.4.2 Proporsi senjata api dan senjata ringan yang terdaftar dan terlacak, yang
w

sesuai dengan standar internasional dan ketentuan hukum


w

Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global.
/w

Target 16.5 Secara substansial mengurangi korupsi dan penyuapan dalam segala
:/

bentuknya.
tp
ht

Indikator 16.5.1 Proporsi penduduk yang memiliki paling tidak satu kontak hubungan dengan
petugas, yang membayar suap kepada petugas atau diminta untuk menyuap
petugas tersebut dalam 12 bulan terakhir
Suap adalah keuntungan yang tidak semestinya (dapat berupa uang, hadiah, atau pelayanan)
yang diminta/ditawarkan oleh/untuk pejabat publik sebagai pertukaran perlakuan khusus.
Suap adalah salah satu bentuk korupsi yang menggambarkan aksesibilitas yang tidak sama
ke layanan publik dan fungsi yang tidak benar dari ekonomi. Korupsi dapat menghilangkan
tujuan 16

kepercayaan publik di pemerintah dan aturan hukum, serta berdampak negatif pada proses
demokrasi dan keadilan. Indikator pengukuran pengalaman suap ini merupakan tolok ukur
untuk memantau kemajuan dalam memerangi korupsi. Namun, ketersedian data indikator
ini belum ada di Indonesia, sehingga diproksikan dengan indikator Indeks Perilaku Anti
Korupsi (IPAK).

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 233
Indikator 16.5.1.(a) Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK)
Gambar 16.7 Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK), 2012-2015
3,63
3,61
3,59 Tingkat tidak permisif
masyarakat terhadap perilaku
3,55 korupsi cenderung sama
selama periode 2013-2015

Catatan: Data untuk


2012indikator ini belum
2013 didapatkan 2014
dari Kepolisian Republik
2015 Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Berita Resmi Statistik 2016, BPS

id
Perilaku anti korupsi adalah tindakan menolak/tidak permisif terhadap segala perilaku baik
yang secara langsung merupakan korupsi, maupun perilaku yang menjadi akar atau kebiasaan

o.
pelanggengan perilaku korupsi di masyarakat yang terjadi di keluarga, komunitas, maupun
publik. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) yang berskala 0-5 adalah salah satu ukuran tingkat
permisif masyarakat terhadap perilaku korupsi. Selama periode 2013-2015, IPAK di Indonesia .g
cenderung stabil, yaitu sekitar 3,5 atau 3,6. IPAK yang stabil dan agak sedikit menurun tersebut
ps
dapat mempersulit pencapaian target SDGS (zero tolerance) dan target RPJMN (sebesar 4,0 di
tahun 2019). Padahal budaya zero tolerance terhadap perilaku terinternalisasi dalam setiap
.b

individu ditunjukkan dengan IPAK yang tinggi. Oleh karena itu, pendidikan dan budaya anti
korupsi perlu digalakan guna mencapai pencegahan korupsi di masyarakat.
w
w

Indikator 16.5.2 Proporsi pelaku usaha yang paling tidak memiliki kontak dengan petugas
/w

pemerintah dan yang membayar suap kepada seorang petugas, atau diminta
untuk membayar suap oleh petugas-petugas, selama 12 bulan terakhir
:/

Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
tp

mengukur pandangan pelaku usaha terhadap korupsi, indikator ini diproksikan dengan
indikator nasional, yaitu Corruption Perception Index (CPI).
ht

Indikator 16.5.2.(a) CORRUPTION PERCEPTION INDEX (CPI)


Corruption Perception Index (CPI) merupakan indeks komposit (skor rentang 0-100) yang
mengukur persepsi pelaku usaha dan pakar terhadap korupsi di sektor publik, yaitu korupsi
yang dilakukan oleh pegawai negeri, penyelenggara negara dan politisi. CPI Indonesia
meningkat dari skor 32 pada tahun 2012 menjadi skor 36 pada tahun 2015. Peningkatan
tujuan 16

tersebut menunjukkan persepsi pengamat atau pakar di Indonesia yang beranggapan


bahwa korupsi sektor publik di Indonesia terus berkurang. Dengan terhapusnya korupsi di
sektor publik dipercaya akan memperbaiki tata kelola pelayanan publik dan memperlancar
pembangunan berkelanjutan. Secara, global peringkat CPI Indonesia ini pun naik dari posisi
ke-107 dari 175 negara pada tahun 2014 menjadi posisi ke-88 dari 168 negara pada tahun
2015.

234 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Gambar 16.8 CORRUPTION PERCEPTION INDEX (CPI), 2012-2015

38
36
36
34 Skor CPI yang meningkat
34 konsisten membawa
32 32
32 optimisme dalam
pemberantasan korupsi
30
Catatan: 2012
Data untuk 2013 didapatkan2014
indikator ini belum dari Kepolisian 2015
Republik Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: International, Indonesia
Transparency International

id
Target 16.6 Mengembangkan lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan di semua

o.
tingkat.

.g
Indikator 16.6.1 Proporsi pengeluaran utama pemerintah terhadap anggaran yang disetujui.
ps
Gambar 16.9. Proporsi pengeluaran utama pemerintah terhadap anggaran yang disetujui
.b

Kinerja pemerintah dalam


penyerapan anggaran hampir
w

sesuai dengan yang telah


w

98,80% direncanakan
/w

a untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu, data yang disajikan
:/

oleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS


Sumber: Buku II Nota Keuangan beserta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2016 dan Buku II
tp

Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2016
ht

Pengeluaran utama pemerintah adalah realisasi belanja negara, dan belanja negara adalah
kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri
atas belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah dan dana desa. Hampir terserapnya
semua anggaran yang mencapai 98,80 persen menunjukkan bahwa kinerja pemerintah dan
program-program yang telah direncanakan berjalan dengan efektif. Selain itu, besarnya
persentase tersebut juga menandakan bentuk pertanggungjawaban dan transparansi
pemakaian anggaran kepada publik.
tujuan 16

Indikator 16.6.2 Proporsi penduduk yang puas terhadap pengalaman terakhir atas layanan
publik
Indikator ini dihitung sebagai jumlah penduduk yang menjawab bahwa mereka puas atau
sangat puas dengan pengalaman terakhir dalam mengakses pelayanan publik dibagi dengan
jumlah penduduk. Akses pelayanan publik tersebut dapat berupa kesehatan, pendidikan,
air dan sanitasi, serta pelayanan oleh polisi dan sistem peradilan. Pelayanan publik harus
responsif terhadap kebutuhan penduduk agar efektif dan akuntabel. Namun, indikator ini

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 235
belum tersedia di Indonesia, sehingga indikator diproksikan dengan indikator nasional, yaitu
persentase kepatuhan pelaksanaan UU pelayanan Publik Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah (Provinsi/ Kabupaten/Kota).

Indikator 16.6.2.(a) Persentase Kepatuhan pelaksanaan UU Pelayanan Publik Kementerian/Lembaga


dan Pemerintah Daerah (Provinsi/ Kabupaten/Kota)
Penyelenggaraan pelayanan publik menjadi suatu perhatian
Kepatuhan pelayanan publik
bagi Ombudsman RI sebagaimana amanat Undang-Undang
di kementerian paling baik
Nomor 25 Tahun 2009. Kepatuhan diamati dari ketampakan
dibandingkan lembaga dan
fisik (tangibles) dari kewajiban penyelenggara pelayanan publik
pemerintahan di setiap unit pelayanan publik, wawancara, dan analisa hasil
kuesioner. Penilaian kepatuhan dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu zona merah (kepatuhan rendah), zona kuning (kepatuhan sedang), dan zona hijau
(kepatuhan tinggi).

id
o.
Gambar 16.10 Persentase Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah Menurut Penilaian Kepatuhan
Pelaksanaan UU Pelayanan Publik, 2013 dan 2014

22 14,7
5,9 .g 13,7
ps
28 30,1

60,4 56,4 28,8


58,8
.b

55,9 27,3
50
w

78
w

31,2 57,5
30,6 42,6
/w

29,4 35,3
22
9 12,4
:/

2013 2014 2013 2014 2013 2014 2013 2014


tp

Kementerian Lembaga Pemerintah Provinsi Pemerintah Kab/Kota


ht

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
Zona Hijau (Kepatuhan Tinggi) Zona Kuning (Kepatuhan Sedang)
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Zona Merah (Kepatuhan Rendah)
Sumber: LAKIP 2014 OMBUDSMAN RI

Selama tahun 2013-2014, pelayanan publik di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah


membaik. Performa pelayanan publik di kementerian meningkat paling tajam, yaitu dari
persentase yang berada pada zona hijau sebesar 22 persen di tahun 2013 menjadi 78 persen
tujuan 16

di tahun 2014. Di sisi lain, pelayanan publik di pemerintah provinsi masih harus mendapat
perhatian khusus. Di tahun 2014, persentase pemerintah provinsi yang berada pada zona
merah ada sebesar 30,1 persen dan paling tinggi dibandingkan kementerian/lembaga dan
pemerintah Kabupaten/Kota. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian penyelenggara
pelayanan publik, pemerintah provinsi belum sepenuhnya memenuhi hak-hak masyarakat
dalam memperoleh kejelasan pelayanan, kepastian waktu dan biaya pelayanan, akurasi
pelayanan, keamanan pelayanan, pertanggungjawaban pelayanan, kemudahan akses
layanan, profesionalitas, dan kenyamanan pelayanan.

236 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 16.7 Menjamin pengambilan keputusan yang responsif, inklusif, partisipatif dan
representatif di setiap tingkatan.

Indikator 16.7.1 Proporsi jabatan (menurut kelompok jenis kelamin, umur, orang difabel
dan kelompok masyarakat) di lembaga publik (DPR/DPRD, pelayanan publik,
peradilan) dibanding distribusi nasional
Indikator ini dihitung sebagai jumlah posisi jabatan di lembaga publik yang diduduki oleh
kelompok tertentu dibagi dengan total posisi tersebut. Ukuran ini dapat menggambarkan
terjaminnya pengambilan keputusan yang responsif, inklusif, partisipatif, dan representatif,
karena adanya keragaman perwakilan di semua tingkat lembaga publik. Indikator ini diproksi
dengan dua indikator nasional, yaitu persentase keterwakilan perempuan di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan persentase
keterwakilan perempuan sebagai pengambilan keputusan di lembaga eksekutif (Eselon
I dan II).

id
o.
Indikator 16.7.1.(a) Persentase keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
.g
ps
Gambar 16.11 Persentase Anggota Dewan Gambar 16.12 Persentase Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) yang Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
.b

Berjenis Kelamin Perempuan, 1999- yang Berjenis Kelamin Perempuan,


2014 2009 DAN 2014
w

26,52 25,76
w

17,86 17,32
/w

11,82
8,80
:/
tp
ht

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
1999 2004 2009 2014 2009 2014
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Statistik Indonesia 2016, BPS

Peran perempuan dalam pengambilan keputusan publik harus


Keterwakilan perempuan dalam
mulai diperhitungkan, karena dapat menjadi sudut pandang
anggota dewan menurun selama
periode 2009-2014 dalam menyejahterakan kaum perempuan. Selama tahun
1999-2009, keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan
tujuan 16

Rakyat (DPR) mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu


dari 8,80 persen di tahun 1999 menjadi 17,86 persen di tahun 2009. Akan tetapi persentase
perempuan dalam anggota DPR menurun di tahun 2014, menjadi 17,32 persen. Begitupun
untuk anggota DPRD, anggota DPRD yang berjenis kelamin perempuan menurun dari 26,52
persen pada tahun 2009 menjadi 25,76 persen di tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan partisipasi politik perempuan dalam menetapkan kebijakan publik berkurang.
Dengan demikian, keterwakilan perempuan yang berkurang dikhawatirkan menghasilkan
keputusan yang tidak responsif, inklusif, partisipatif dan representatif di setiap tingkatan,
terutama bagi kaum perempuan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 237
Indikator 16.7.2 Proporsi penduduk yang percaya pada pengambilan keputusan yang inklusif dan
responsif menurut jenis kelamin, umur, difabilitas dan kelompok masyarakat
Indikator ini adalah indikator global yang belum ada metadatanya secara global. Untuk
mengukur pengambilan keputusan yang inklusif dan responsif, indikator ini diproksikan
dengan tiga indikator nasional, yaitu Indeks Lembaga Demokrasi, Indeks Kebebasan Sipil,
dan Indeks Hak-hak Politik.

Indikator 16.7.2.(a) Indeks Lembaga Demokrasi


Indeks Lembaga Demokrasi adalah salah satu aspek pengukuran Indeks Demokrasi Indonesia.
Aspek Lembaga Demokrasi dioperasionalkan ke dalam sejumlah variabel, antara lain (1)
Pemilihan Umum (Pemilu) yang bebas dan adil; (2) Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD); (3) Peran partai politik; (4) Peran birokrasi pemerintah daerah; dan (5) Peradilan yang
Independen. Indeks ini berada pada skala 0-100 dan dikelompokkan menjadi tiga kategori:
yakni baik (indeks > 80), sedang (indeks 6080), dan buruk (indeks < 60).

id
Gambar 16.13 Indeks Lembaga Demokrasi, 2011-2015

o.
79
77 74,72
75,81 .g Capaian kinerja lembaga
demokrasi berada pada
ps
75 72,74 kategori sedang
73
.b

71 69,28
w

69 66,87
67
w

65
/w

Catatan: Data untuk


2011indikator2012
ini belum didapatkan
2013 dari2014 Kepolisian Republik
2015 Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Oktober 2016, BPS
:/
tp

Selama tahun 2012-2015, indeks lembaga demokrasi ini meningkat dari tahun ke tahun, mulai
69,28 di tahun 2012 menjadi 75,81 di tahun 2014. Akan tetapi, skor indeks ini menurun menjadi
ht

66,87 di tahun 2015. Penurunan ini disebabkan penerapan dua indikator baru komponen dari
variabel Peran Birokrasi Pemerintah Daerah, sebagai langkah penyempurnaan agar lebih
sensitif pada situasi lapangan yang terkini. Meski secara skor, indeks lembaga demokratif
cukup fluktuatif, Aspek Lembaga Demokrasi merupakan aspek yang secara kategori stabil.
Kinerja lembaga demokrasi yang termasuk di dalamnya yakni penyelenggara pemilu yang
bebas dan adil, peran DPRD, peran partai politik, birokrasi pemerintah daerah, peradilan yang
independen berada pada kategori sedang selama 2011-2015.
tujuan 16

Indikator 16.7.2.(b) Indeks Kebebasan Sipil


Indeks Kebebasan Sipil adalah indeks yang terdapat pada Indeks Demokrasi Indonesia
(IDI) yang merupakan salah satu aspek dalam pengukuran IDI. Aspek Kebebasan Sipil telah
diturunkan ke dalam sejumlah variabel sebagai berikut (1) Kebebasan berkumpul dan
berserikat; (2) Kebebasan berpendapat; (3) Kebebasan berkeyakinan; dan (4) Kebebasan dari
diskriminasi. Pengkategorian indeks ini terbagi menjadi tiga kategori, yaitu baik (indeks > 80),
sedang (indeks 6080), dan buruk (indeks < 60).

238 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Gambar 16.14 Indeks Kebebasan Sipil, 2011-2015
85
82,62 Capaian aspek kebebasan sipil
83 telah mencapai kategori baik
80,79
81 80,30
79,00
79 77,94

77

75
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2011 2012 2013 2014 2015
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Oktober 2016, BPS

id
Tren indeks kebebasan sipil dari tahun 2011 ke tahun 2015 cukup fluktuatif. Meski di tahun

o.
2012 indeks kebebasan sipil menurun, namun kembali meningkat dari 77,94 di tahun 2012
menjadi 82,62 di tahun 2014. Namun, indeks kebebasan sipil kembali menurun menjadi
.g
80,30 di tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa kebebasan individu dan kelompok dalam
berkumpul dan berserikat, berpendapat, berkeyakinan, dan kebebasan dari diksriminasi
ps
berkurang. Meski demikian, aspek kebebasan sipil ini telah mencapai kategori baik selama
dua tahun terakhir.
.b

Indikator 16.7.2.(c) Indeks Hak-hak Politik


w

Indeks Hak-hak Politik adalah indeks yang terdapat pada Indeks Demokrasi Indonesia (IDI)
w

yang merupakan salah satu aspek dalam pengukuran IDI yang mengangkat hak politik
/w

sebagai indikator demokrasi politik yang cukup lengkap. Hak-hak Politik adalah hak memilih
dan dipilih serta Partisipasi Politik Dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan. Terdapat
:/

dua variabel utama dalam pengukuran aspek Hak-hak Politik, yaitu (1) Hal memilih dan dipilih;
dan (2) Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan.
tp
ht

Gambar 16.15 Indeks Hak-hak Politik, 2011-2015


80
75 70,63 Perubahan capaian aspek hak-
70 63,72 hak politik terjadi pada tahun
65 2014 yang menembus kategori
60 sedang
55
47,54 46,33 46,25
tujuan 16

50
45
40
35
Catatan: Data untuk
2011indikator2012
ini belum didapatkan
2013 dari2014 Kepolisian Republik
2015 Indonesia. Oleh karena itu,
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Oktober 2016, BPS

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 239
Selama tahun 2011-2013, indeks hak-hak politik masih sangat rendah, yaitu sekitar 46-
48 persen dan berada pada kategori buruk. Namun demikian, indeks ini mangalami
peningkatan menjadi 63,72 di tahun 2014 dan masih terus naik hingga 70,63 di tahun 2015.
Pada dua tahun tersebut aspek hak-hak politik berada pada kategori sedang. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa partisipasi warga negara dalam menggunakan hak pilihnya dan ikut
dipilih serta partisipasi dalam pengambilan keputusan dan pengawasan pembangunan
semakin meningkat. Terus miningkatnya indeks hak-hak politik ini akan sangat mendukung
pencapaian target SDGs dalam menjamin pengambilan keputusan yang partisipatif di setiap
tingkatan.

Target 16.8. Perluasan dan penguatan partisipasi negara-negara berkembang di dalam


lembaga gavernansi global

Indikator 16.8.1 Proporsi keanggotaan dan hak pengambilan keputusan dari negara-negara

id
berkembang di organisasi internasional

o.
Representasi dan partisipasi dari negara-negara berkembang di organisasi internasional,
termasuk lembaga-lembaga keuangan internasional, masih sangat rendah. Indikator ini
mengukur keterwakilan negara-negara berkembang di organisasi internasional. Akan tetapi
indikator ini tidak bisa disediakan secara nasional di Indonesia.
.g
ps

Target 16.9 Pada tahun 2030, memberikan identitas yang sah bagi semua, termasuk
.b

pencatatan kelahiran.
w
w

Indikator 16.9.1 Proporsi anak umur di bawah 5 tahun yang kelahirannya dicatat oleh lembaga
/w

pencatatan sipil
Selama tahun 2013-2015, persentase anak balita yang memiliki akta kelahiran terus meningkat
:/

meski peningkatannya cukup lambat, yaitu dari 68,51 persen di tahun 2013 menjadi 72,65
tp

persen di tahun 2015. Meningkatnya kepemilikan akta kelahiran menunjukkan kesadaran


masyarakat dalam melaporkan kelahiran kepada instansi pelaksana setempat. Dengan
ht

adanya akta kelahiran tersebut merupakan pengakuan anak di hadapan hukum, melindungi
hak-haknya, dan memastikan bahwa kelalaian dalam hak ini tidak terjadi.
Gambar 16.16 Persentase Anak Berumur 0-4 Tahun yang Memiliki Akta Kelahiran Menurut Klasifikasi
Wilayah dan Jenis Kelamin, 2013-2015
77,45 78,97 79,99
68,45 71,46 72,71 68,57 70,99 72,59 68,51 71,23 72,65
59,85 63,7165,46
tujuan 16

Perkotaan Perdesaan Laki-laki Perempuan


Klasifikasi Wilayah Jenis Kelamin Total
Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2013 2014 2015
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Statistik Kesejahteraan Rakyat 2013-2015 dan Susenas KOR, BPS

240 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Peningkatan kepemilikan akta kelahiran pun terjadi pada setiap
Pencatatan kelahiran di disagregasi baik klasifikasi wilayah maupun jenis kelamin.
pedesaan masih lebih rendah
Berdasarkan jenis kelamin, pada tahun 2015, persentase balita
dibandingkan di perkotaanperempuan yang memiliki akta kelahiran hampir tidak berbeda
dengan balita laki-laki, yaitu sebesar 72,71 persen untuk laki-
laki dan 72,59 persen untuk perempuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa jenis kelamin
tidak memengaruhi kepemilikan akta kelahiran. Di sisi lain, persentase balita perdeseaan
yang memiliki akta jauh di bawah persentase balita perkotaan yang memiliki akta kelahiran,
yaitu sebesar 65,46 persen untuk perdesaan dan 79,99 persen untuk perkotaan. Rendahnya
kepemilikan akta kelahiran di perdesaan dapat mengindikasikan rendahnya kesadaran
pelaporan kelahiran di wilayah tersebut atau sulitnya akses mendapatkan akta kelahiran.
Padahal dengan tidak adanya akta kelahiran tersebut, akan membuat sulitnya anak mendapat
jaminan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial lainnya.

Target 16.10 Menjamin akses publik terhadap informasi dan melindungi kebebasan

id
mendasar, sesuai dengan peraturan nasional dan kesepakatan internasional.

o.
Indikator 16.10.1 Jumlah kasus pembunuhan, penculikan dan penangkapan secara paksa,
.g
penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang terhadap jurnalis, awak media,
ps
serikat pekerja, dan pembela HAM dalam 12 bulan terakhir
Indikator ini dihitung sebagai jumlah kasus yang dilaporkan dari pembunuhan, penculikan
.b

dan penangkapan secara paksa, penyerangan dan penyiksaan terhadap wartawan, anggota
serikat buruh atau pembela hak asasi manusia. Ukuran ini dapat menggambarkan kebebasan
w

fundamental, termasuk kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak untuk menerima


w

informasi, dan kebebasan berkumpul dan berasosiasi secara damai. Namun, karena
/w

ketersediaan di Indonesia, indikator global ini diproksikan dengan dua indikator nasional,
yaitu jumlah penanganan pengaduan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan jumlah
penanganan pengaduan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) perempuan terutama
:/

kekerasan terhadap perempuan.


tp
ht

Indikator 16.10.1.(b) Jumlah penanganan pengaduan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
perempuan terutama kekerasan terhadap perempuan
Palanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) perempuan tidak Penanganan kekerasan
hanya terbatas pada kekerasan terhadap perempuan, tetapi terhadap perempuan terus
juga diskriminasi atas dasar ras, etnis, jenis kelamin, agama/ bertambah
keyakinan, orientasi politik, kelas dan pekerjaan, dan lainnya
yang berbasis gender. Salah satu data yang dapat ditemukan
tujuan 16

adalah jumlah penanganan kekerasan terhadap perempuan yang diperoleh dari Lembar
Fakta Catatan Tahunan (Catahu), Komnas Perempuan. Selama tahun 2013-2014, jumlah kasus
yang ditangani oleh lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan terus bertambah,
yaitu dari 279.760 kasus di tahun 2013 menjadi 321.752 kasus di tahun 2015. Meningkatnya
penanganan kekerasan bagi perempuan ini dapat berarti semakin besarnya kesadaran
perempuan untuk memajukan hak asasinya. Tidak hanya itu, data kasus kekerasan perempuan
dapat dijadikan dasar untuk mendorong langkah rekomendatif dan korektif negara untuk
menjamin dan melindungi kebebasan dasar bagi perempuan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 241
Gambar 16.17 Jumlah kasus yang ditangani oleh lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan,
2013-2015
321.752

293.220
279.760

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2013 2014 2015
data yang disajikan diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Lembar Fakta Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan

Indikator 16.10.2 Jumlah Negara yang mengadopsi dan melaksanakan konstitusi, statutori dan/
atau jaminan kebijakan untuk akses publik pada informasi

id
Indikator ini mengukur adanya konstitusi, hukum dan/atau kebijakan jaminan akses publik

o.
terhadap informasi yang dimiliki oleh suatu negara, sejauh mana nasional, dan mekanisme
pelaksanaan dari jaminan kebijakan negara. Pengukuran indikator ini sangat erat dengan
akses publik terhadap informasi, yang menggambarkan kebebasan mendasar dalam
berekspresi dan berserikat. Akan tetapi, karena keterbatasan tersedianya data di Indonesia,
.g
ps
indikator ini diproksikan dengan tiga indikator nasional, yaitu (1) Tersedianya Badan Publik
yang menjalankan kewajiban sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang
.b

Keterbukaan Informasi Publik; (2) Persentase penyelesaian sengketa informasi publik


melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litigasi; dan (3) Jumlah kepemilikan sertifikat
w

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) untuk mengukur kualitas PPID
w

dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
/w

undangan.
:/

Indikator 16.10.2.(a) Tersedianya Badan Publik yang menjalankan kewajiban sebagaimana diatur
tp

dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik


ht

Gambar 16.18 Persentase Badan Publik yang Melaksanakan Ketentuan Keterbukaan Informasi
Publik, 2014 dan 2015
49,14

Akses publik terhadap


informasi badan publik masih
48,85
tujuan 16

terbatas

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2014
data yang disajikan 2015BPS
diperoleh dari Statistik Kriminal 2014,
Sumber: Laporan Tahunan Sekretariat KIP 2015

242 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Badan publik, sebagai lembaga penyelanggaraan negara, harus melaksanakan Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik (KIP). KIP diukur
dengan indikator kewajiban mengumumkan informasi publik, kewajiban menyediakan
informasi publik, kewajiban mengelola dan kewajiban mendokumentasikan informasi publik,
serta kewajiban layanan informasi publik. Persentase Badan Publik yang melaksanakan
ketentuan KIP meningkat sangat lambat, yaitu dari 48,85 persen di tahun 2014 menjadi 49,14
persen di tahun 2015. Bahkan persentase tersebut masih cukup kecil, dimana tidak sampai
setengah dari Badan Publik yang melaksanakan keterbukaan KIP. Tidak hanya itu, angka
tersebut sangat jauh dengan target RPJMN yang mencapai 80 persen di tahun 2019. Hal
tersebut menandakan rendahnya tingkat kepatuhan Badan Publik terhadap pelaksanaan UU
KIP, sehingga masih belum terjaminnya akses informasi kepada masyarakat dan rendahnya
peran masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik.

Indikator 16.10.2.(b) Persentase penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau

id
ajudikasi non litigasi
Sengketa informasi publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna

o.
informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi
berdasarkan perundang-undangan. Kemudian, mediasi adalah penyelesaian sengketa
.g
informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi informasi. Di sisi lain,
ps
ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang
diputus oleh komisi informasi.
.b

Gambar 16.19 Persentase penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi
w

non litigasi, 2010-2015


w

90 81,30
/w

80
63,94
Hanya setengah sengketa
:/

70
56,38
informasi publik yang
tp

60 diselesaikan melalui mediasi


50 dan/atau ajudikasi non litigasi
ht

di tahun 2015
Catatan: 40Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia.
2010-2012
Oleh karena itu, data yang disajikan2014 2015
diperoleh dari Statistik Kriminal 2014, BPS
Sumber: Laporan Tahunan KIP 2013, 2014 dan Laporan Tahunan Sekretariat KIP Tahun 2015

Di tahun 2014, persentase penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau
ajudikasi non litigasi meningkat, yaitu dari 63,94 persen selama tahun 2010-2012 menjadi
tujuan 16

81,30 persen. Akan tetapi, persentase tersebut menurun cukup signifikan menjadi 56,38
persen di tahun 2015. Data tersebut menandakan belum terpenuhinya hak-hak pengguna
informasi publik disaat mendapat hambatan atau kegagalan yang sesuai dengan undang-
undang dalam memperoleh informasi publik. Kondisi ini tentunya dapat menghambat target
dalam menjamin akses publik terhadap informasi.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 243
Target 16.a Memperkuat lembaga-lembaga nasional yang relevan, termasuk melalui
kerjasama internasional, untuk membangun kapasitas di semua tingkatan,
khususnya di negara berkembang, untuk mencegah kekerasan serta memerangi
terorisme dan kejahatan.

Indikator 16.a.1 Tersedianya lembaga hak asasi manusia (HAM) nasional yang independen yang
sejalan dengan PARIS PRINCIPLES
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Indonesia telah memiliki lembaga HAM nasional yang independen yang sejalan dengan Paris
Principles, yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM

id
adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara lainnya yang
berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak

o.
asasi manusia.

Target 16.b Menggalakkan dan menegakkan undang-undang dan kebijakan yang tidak
.g
ps
diskriminatif untuk pembangunan berkelanjutan.
.b

Indikator 16.b.1 Proporsi penduduk yang melaporkan mengalami diskriminasi dan pelecehan
w

dalam 12 bulan lalu berdasarkan pada pelarangan diskriminasi menurut hukum


w

HAM Internasional
/w

Indikator ini dihitung sebagai persentase penduudk yang melaporkan telah mengalami
diskriminasi atau dilecehkan dalam 12 tahun terakhir. Indikator ini akan menggambarkan
:/

ukuran implementasi dari hukum dan kebijakan yang nondiskriminatif. Namun, indikator
tp

global ini tidak dapat disediakan di Indonesia, sehingga diproksikan dengan indikator
nasional, yaitu jumlah kebijakan yang diskriminatif dalam 12 bulan lalu berdasarkan
ht

pelarangan diskriminasi menurut hukum HAM Internasional.

Indikator 16.b.1.(a) Jumlah kebijakan yang diskriminatif dalam 12 bulan lalu berdasarkan
pelarangan diskriminasi menurut hukum HAM Internasional
Gambar 16.20 Jumlah penambahan kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, 2014 dan 2015
tujuan 16

31
23 Kasus baru kebijakan
diskriminatif meningkat
selama tahun 2014-2015

Catatan: Data untuk indikator ini belum didapatkan dari Kepolisian Republik Indonesia. Oleh karena itu,
2014
data yang disajikan 2015BPS
diperoleh dari Statistik Kriminal 2014,
Sumber: Catatan Tahunan, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

244 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Kebijakan yang diskriminatif adalah kebijakan yang memuat unsur pembatasan, pembedaan,
pengucilan dan/atau pengabaian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan
pada pembedaan atas dasar apapun. Indikator ini melihat adanya hukum dan kebijakan
diskriminatif yang dihasilkan oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dan sebagai acuan
untuk pembatalan maupun reformasi kebijakan. Komnas Perempuan mencatat jumlah
kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas yang dikeluarkan pemerintah daerah
meningkat dari 23 di tahun 2014 menjadi 31 di tahun 2015. Dengan demikian, total yang
didokumentasikan Komnas Perempuan sebanyak 389 kebijakan diskriminatif. Langkah untuk
menghilangkan dan timbulnya kembali kebijakan diskriminatif harus mendapat perhatian,
karena kebijakan yang tidak diskriminatif dapat mendukung pembangunan berkelanjutan.

id
o.
.g
ps
.b
w
w
/w
:/
tp
ht

tujuan 16

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 245
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
16 1
15 2

id
14 3

o.
.g
tujuan 17
ps
13 4
.b
w
w

12 5
/w

Menguatkan sarana pelaksanaan dan


merevitalisasi kemitraan global untuk
pembangunan berkelanjutan
:/
tp

11 6
ht

10 7
9 8
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Tujuan 17
Menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan
global untuk pembangunan berkelanjutan

P
ada tujuan 17, untuk mencapai target yang ambisius dari agenda 2030 membutuhkan
revitalisasi dan perbaikan kerjasama global yang memobilisasi semua sumber daya
alam yang tersedia mulai dari pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, sistem PBB
dan aktor-aktor lainnya. Untuk memenuhi target tersebut dilakukan dengan meningkatkan
dukungan untuk mengembangkan negara-negara, khususnya negara-negara terbelakang,
negara-negara berkembang daratan dan negara-negara berkembang pulau kecil yang
merupakan dasar untuk kemajuan adil bagi semua.

Target 17.1 Memperkuat mobilitas sumber daya domestik, termasuk melalui dukungan

id
internasional kepada negara berkembang untuk meningkatkan kapasitas

o.
lokal bagi pengumpulan pajak dan pendapatan lainnya

.g
Indikator 17.1.1 Total pendapatan pemerintah sebagai proporsi terhadap GDP menurut sumbernya
ps
Gambar 17.1 Total pendapatan pemerintah sebagai proporsi terhadap GDP harga berlaku menurut
sumbernya (persen), 2012-2014
.b

15,53 15,11 15,51


Pendapatan pemerintah
w

11,38 11,31 11,82 tertinggi bersumber dari


w

penerimaan pajak
/w

4,08 3,72 3,67


:/

0,07 0,07 0,02


tp

Total pendapatan Penerimaan pajak Penerimaan bukan pajak Hibah


ht

2012 2013 2014


Sumber: Kementerian Keuangan dikutip dari Publikasi Statistik Indonesia 2015, BPS

Total pendapatan pemerintah menurut sumbernya digunakan untuk memperkirakan


pendapatan negara dari berbagai macam sumber yang terdiri atas penerimaan pajak,
penerimaan bukan pajak, dan hibah untuk melaksanakan program, mendukung pembangunan
infrastruktur, barang dan jasa, juga untuk mendukung pengembangan sistem perpajakan dan
menunjukkan keberhasilan kerangka tata kelola. Proporsi pendapatan pemerintah selama
tahun 2012-2014 mengalami turun naik, dimana pada tahun 2013 mengalami penurunan
tujuan 17

sebesar 0,42 persen. Pendapatan pemerintah melalui penerimaan pajak merupakan yang
paling tinggi dibandingkan sumber pendapatan lainnya. Hal ini masih dapat dimaksimalkan
lagi mengingat semakin gencarnya program perpajakan seperti amnesti pajak yang
mulai diberlakukan pada tahun 2016 agar para wajib pajak membayar seluruh pajak yang
menjadi kewajibannya. Dengan semakin meningkatnya pendapatan pemerintah maka akan
memperkuat mobilitas sumber daya domestik dengan pendanaan dari domestik itu sendiri.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 249
Indikator 17.1.1.(a) Rasio penerimaan pajak terhadap PDB
Indikator ini mengukur persentase total pendapatan pemerintah
Kontribusi sumber pajak
yang berasal dari penerimaan pajak oleh negara dalam satu
terbesar berasal dari pajak
tahun terhadap PDB. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB
penghasilan
digunakan untuk memperkirakan pembiayaan domestik
untuk melaksanakan program, mendukung pembangunan
infrastruktur, barang dan jasa, juga untuk mendukung pengembangan sistem perpajakan dan
menunjukkan keberhasilan kerangka tata kelola.

Gambar 17.2 Rasio penerimaan pajak Gambar 17.3 Rasio penerimaan pajak menurut
terhadap PDB, 2012-2014 sumbernya terhadap PDB, 2012-2014

11,82 0,25
Pajak ekspor 0,17
0,20

id
11,38 0,33
11,31 Bea masuk 0,33

o.
0,34

.g
Pajak lainnya
0,09
0,05
0,05
ps
2012 2013 2014
1,10
Pajak cukai 1,14
.b

1,11

0,34
w

Pajak bumi dan bangunan 0,27


0,21
w

Pajak pertambahan nilai barang 3,92


/w

dan jasa serta penjualan atas 4,04


barang mewah 4,51
:/

5,36
Pajak penghasilan 5,32
tp

5,41
ht

2012 2013 2014

Sumber: Kementerian Keuangan dikutip dari Publikasi Statistik Indonesia 2015 (BPS)

Berdasarkan Gambar 17.2, pendapatan pemerintah melalui penerimaan pajak semakin


meningkat meskipun hanya meningkat sebesar 0,5 persen. Hal ini menunjukkan wajib pajak
sudah lebih baik dalam menunaikan kewajiban untuk membayar pajak walau belum semua.
Berdasarkan Gambar 17.3, pajak menurut sumbernya yang paling banyak menyumbangkan
pendapatan pemerintah adalah pajak penghasilan dimana sekitar 80-85 persen berasal dari
pajak nonmigas. Hal ini sebagai salah satu instrumen yang mencerminkan pertumbuhan
tujuan 17

kesejahteraan dan sisi kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, pertumbuhan ini cukup
tinggi, sehingga memberi harapan bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk terus berupaya
mencapai target penerimaan pajak. Berdasarkan data yang tersedia, pendapatan pemerintah
melalui penerimaan pajak masih dapat dimaksimalkan dengan berbagai program maupun
kebijakan-kebijakan yang mendukung para wajib pajak melaksanakan kewajibannya.

250 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 17.1.2 Proporsi anggaran domestik yang didanai oleh pajak domestik
Indikator ini bermanfaat untuk memperkirakan pendapatan negara dari berbagai macam
sumber baik pajak maupun bukan pajak dan juga hibah untuk melaksanakan program,
mendukung pembangunan infrastruktur, barang dan jasa, juga untuk mendukung
pengembangan sistem perpajakan dan menunjukkan keberhasilan kerangka tata kelola yang
dilihat dari domestik.
Gambar 17.4 Proporsi anggaran domestik yang didanai oleh pajak domestik, 2012-2014
92,02

89,72 Kerangka tata kelola dari segi


87,18
domestik membaik di tahun
2015

id
2012 2013 2014

o.
Sumber: Kementerian Keuangan

.g
Berdasarkan Gambar 17.4, total pajak yang terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan negara
ps
bukan pajak, dan hibah, dari tahun 2012-2014 hanya dapat menutupi belanja negara sebesar
87-92 persen. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pendapatan pemerintah masih belum
.b

dapat menutupi seluruh pengeluaran pemerintah sehingga terjadi defisit yang menyebabkan
pemerintah harus berutang kepada pihak lain. Dengan demikian, pemerintah sebaiknya
w

memaksimalkan pendapatan negara dengan berbagai cara ataupun memotong anggaran


belanja negara.
w
/w

Target 17.3 Memobilisasi tambahan sumber daya keuangan untuk negara berkembang dari
:/

berbagai macam sumber


tp

Indikator 17.3.2 Proporsi volume remitansi (dalam US dollar) terhadap total PDB
ht

Gambar 17.5. Kontribusi remitansi tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam PDB (dalam persen), 2011-2015

1,2

1,0 1,12
Kontribusi remitansi tenaga
0,96
0,8 kerja Indonesia (TKI) terus
0,83 meningkat
0,78 0,79
0,6
tujuan 17

0,4
2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: World Bank

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 251
Remitansi merupakan transfer uang yang dilakukan oleh pekerja asing (migran) ke penerima
negara asalnya. Remitansi merupakan sumber yang penting dalam dukungan keuangan yang
secara langsung meningkatkan pendapatan rumah tangga migran. Remitansi mendukung
investasi rumah tangga dalam kesehatan, pendidikan, dan usaha kecil rumah tangga (World
Bank, 2012). Migrasi melalui remitansi pada akhirnya akan memengaruhi kesejahteraan
Bank
keluarga migran dan pembangunan daerah asal.

Dari seluruh negara berkembang, Indonesia berada pada sepuluh peringkat teratas negara
penerima remitansi pada tahun 2015 (Migration And Remittances Factbook 2016 Third Edition,
World Bank Group). Berdasarkan data dari World Bank
Bank, remitansi yang diterima oleh Indonesia
dari tahun 2011 hingga tahun 2015 mengalami peningkatan, yaitu dari 6.924 juta dolar pada
tahun 2011 mencapai 9.659 juta dolar pada tahun 2015. Sejalan dengan kenaikan remitansi
yang diterima oleh Indonesia, kontribusi remitansi tenaga kerja Indonesia terhadap PDB juga
naik dari 0,78 persen menjadi 1,12 persen pada periode yang sama.

id
Target 17.4 Membantu negara berkembang untuk mendapatkan berkelanjutan utang jangka

o.
panjang melalui kebijakan-kebijakan yang terkoordinasi yang ditujukan untuk
membantu pembiayaan utang, keringanan utang dan restrukturisasi utang,
.g
yang sesuai, dan menyelesaikan utang luar negeri dari negara miskin yang
ps
berutang besar untuk mengurangi tekanan utang

Indikator 17.4.1 Proporsi pembayaran utang dan bunga (DEBT SERVICE) terhadap ekspor barang
.b

dan jasa
w

Debt Service Ratio (DSR) merupakan rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri
w

terhadap penerimaan transaksi berjalan. Bank Indonesia membagi DSR menjadi dua bagian,
yaitu DSR tier 1 dan DSR tier 2. Total pembayaran utang luar negeri (ULN) pada tier 1 meliputi
/w

pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang
jangka pendek. Metode ini mengacu pada perhitungan DSR World Bank.
:/
tp

Gambar 17.6 DEBT SERVICE RATIO Indonesia, 2011-2015


30
ht

23,95
25 20,53
17,28 18,43 Beban utang luar negeri di
20
12,48 Indonesia pada tahun 2015
15 lebih besar dibandingkan pada
10 tahun 2011
5
0
2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Statistik Utang Luar Negeri Indonesia, Bank Indonesia
tujuan 17

Rasio utang luar negeri (ULN) terhadap ekspor merupakan indikator yang digunakan untuk
melihat kesehatan fiskal Indonesia, dalam bentuk kemampuan Indonesia membayar utang
dan bunga. Indikator ini menunjukkan seberapa besar pendapatan ekspor negara digunakan
dalam pembayaran utang. Rasio pembayaran ULN terhadap ekspor Indonesia dari tahun 2011
hingga 2014 cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terjadi karena nilai
ekspor Indonesia yang terus mengalami penurunan dan kewajiban pembayaran ULN yang

252 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
semakin meningkat. Namun pada tahun 2015 terjadi penurunan rasio pembayaran utang dan
bunga terhadap ekspor menjadi 20,53 persen. Hal tersebut disebabkan karena menurunnya
jumlah pembayaran utang dan bunga Indonesia pada tahun 2015 dibandingkan tahun
sebelumnya.

Target 17.6 Meningkatkan kerjasama utara-selatan, selatan-selatan dan kerjasama


triangular secara regional dan internasional terkait dan akses terhadap
sains, teknologi dan inovasi, dan meningkatkan berbagai pengetahuan berdasar
kesepakatan timbal balik, termasuk melalui koordinasi yang lebih baik antara
mekanisme yang telah ada, khususnya di tingkat Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), dan melalui mekanisme fasilitas teknologi global

Indikator 17.6.1 Jumlah kesepakatan kerjasama dan program-program di bidang sains dan/atau

id
teknologi antar negara menurut tipe kerjasamanya
Indikator ini belum tersedia metadatanya secara global. Untuk menggambarkan kerja sama

o.
antar negara dalam bidang sains dan/atau teknologi, indikator ini diproksikan dengan
indikator nasional, yaitu peningkatan kegiatan saling berbagi pengetahuan dalam
.g
kerangka kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular. Namun, indikator proksi ini juga
ps
belum dapat disajikan.
.b

Indikator 17.6.2 Langganan BROADBAND internet tetap menurut tingkat kecepatannya


Internet telah menjadi alat yang semakin penting dalam memberikan akses ke informasi,
w

teknologi, inovasi, dan ilmu pengetahuan. Selain itu, internet juga dapat mendorong dan
w

meningkatkan kerja sama regional dan internasional. Akses internet dengan kecepatan
/w

tinggi dapat memastikan bahwa pengguna internet memperoleh kualitas dan fungsi
internet secara maksimal. Oleh karena itu, indikator ini menggambarkan jumlah langganan
broadband internet tetap. Indikator global ini diproksikan dengan tiga indikator nasional,
:/

yaitu (1) Jaringan tulang punggung serat optik nasional yang menghubungkan seluruh
tp

pulau besar dan kabupaten/kota; (2) Penetrasi akses tetap pitalebar (fixed broadband)
di perkotaan (20 mbps) dan di perdesaan (10 mbps); dan (3) Penetrasi akses bergerak
ht

pitalebar (mobile broadband) dengan kecepatan 1 Megabyte per second (Mbps) di


perkotaan dan di perdesaan. Namun ketiga indikator tersebut belum ditemukan sehingga
belum dapat disajikan.

Target 17.7 Mempromosikan pengembangan, transfer, diseminasi dan penyebaran


teknologi yang ramah lingkungan kepada negara-negara berkembang dengan
persyaratan yang menguntungkan, termasuk persyaratan konsesi dan
preferensi, yang disetujui secara timbal balik
tujuan 17

Indikator 17.7.1 Total jumlah dana yang disetujui untuk negara-negara berkembang untuk
mempromosikan pengembangan, transfer, mendiseminasikan dan menyebarkan
teknologi yang ramah lingkungan
Indikator ini belum tersedia metadatanya secara global. Oleh karena itu, indikator global perlu
dikembangkan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 253
Target 17.8 Mengoperasionalisasikan secara penuh bank teknologi dan sains, mekanisme
pembangunan kapasitas teknologi dan inovasi untuk negara kurang
berkembang pada tahun 2017 dan meningkatkan penggunaan teknologi yang
memampukan, khususnya teknologi informasi dan komunikasi

Indikator 17.8.1 Proporsi individu yang menggunakan internet


Internet menjadi alat yang penting bagi publik untuk mengakses
Pengguna internet mayoritas
informasi dan berkomunikasi, selain itu internet menjadi
pada kelompok umur 25 indikator dalam pengambilan kebijakan untuk pembangunan
tahun ke atas masyarakat khususnya pada bidang informasi dan komunikasi.
Dari sisi jenis kelamin, penduduk laki-laki yang menggunakan
internet memiliki persentase lebih besar dibandingkan penduduk perempuan, kemudian
pengguna internet baik berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan cenderung mengalami
peningkatan persentase setiap tahunnya secara konstan. Kemudian, dari sisi kelompok umur,

id
pengguna internet mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kelompok umur,
dimana sebagian besar pengguna berada pada kelompok umur produktif, khususnya pada

o.
umur 25 tahun keatas. Akan tetapi, ketimpangan akses internet antar daerah tempat tinggal
cukup tinggi.

Gambar. 17.7 Persentase Penduduk Usia 5 Tahun ke Gambar 17.8


.gPersentase Penduduk Usia 5 Tahun ke
ps
Atas yang Pernah Mengakses Internet Atas yang Pernah Mengakses Internet
dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Jenis dalam 3 Bulan Terakhir Menurut
.b

Kelamin tahun 2010 - 2015 Kelompok Umur tahun 2011 - 2015


w

5,08 37,67
38,43
w

6,31 25+ 40,47


Perdesaan 7,05 42,14
/w

8,37 44,62
Klasifikasi wilayah

11,7
22,59
:/

22,01
19,53 19-24 23,26
tp

23,04 22,83
23,32
Perkotaan 22,79
ht

25,84
32,04 18,23
17,25
16-18 17,5
15,95
5,08 13,64
6,31
Perempuan 7,05 14,32
8,37 14,21
13-15
Jenis Kelamin

11,7 13,16
13,06
12,14
19,53
23,04 7,19
Laki 22,79 8,1
tujuan 17

25,84
5-12 5,62
6,01
32,04 6,29

2011 2012 2013 2014 2015 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: Susenas KOR, BPS

254 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Di sisi lain, jika dilihat berdasarkan lokasi penggunaan internet, secara umum terjadi
pergerakan fluktuatif pada persentase pengguna internet menurut lokasi pada tahun 2011
hingga tahun 2014 khusususnya lokasi akses sekolah, kantor dan rumah sendiri. Di sisi
lain, jumlah pengguna akses internet pada warnet terjadi penurunan secara konsisten dan
signifikan selama periode 2011-2015.
Gambar 17.9 Persentase Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas yang Pernah Mengakses Internet dalam 3
Bulan Terakhir Menurut Lokasi tahun 2010 - 2015

53,64
Pengguna internet

39,65
39,41
34,66
di warnet menurun
31,32

secara konsisten dan


signifikan selama

22,69
21,97

21,70
20,36

19,83
19,59
19,01
18,65
17,93

17,66
17,61

periode 2011-2015
16,93
16,53
16,10
14,68

id
o.
Rumah Sendiri Kantor Sekolah Warnet

2011 2012 2013 2014 .g


2015
ps
Sumber: Badan Pusat Stastistik

Penurunan persentase pengguna internet yang berlokasi di warnet diiringi dengan naiknya
.b

persentase penguna internet yang berlokasi di rumah sendiri. Oleh karena itu, dapat
w

disimpulkan bahwa seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi informasi
yang begitu cepat menyebabkan pengguna internet lebih memilih untuk mengakses internet
w

di rumahnya sendiri dibandingkan di warnet karena jauh lebih mudah dan aman.
/w

Target 17.9 Meningkatkan dukungan internasional untuk melaksanakan pembangunan


:/

kapasitas yang efektif dan sesuai target di negara berkembang untuk


tp

mendukung rencana nasional untuk melaksanakan seluruh tujuan


ht

pembangunan berkelanjutan, termasuk melalui kerjasama Utara-Selatan,


Selatan-Selatan dan Triangular

Indikator 17.9.1 Nilai dolar atas bantuan teknis dan pembiayaan (termasuk melalui kerjasama
Utara-Selatan, Selatan-Selatan dan triangular) yang dikomitmenkan untuk
negara-negara berkembang
Indikator global ini diproksikan dengan indikator nasional, yaitu jumlah negara yang
melakukan kerja sama dalam skema Selatan-selatan. Kerja Sama Selatan Selatan (KSS)
merupakan manifestasi kerja sama antarnegara berkembang yang didasarkan pada prinsip-
tujuan 17

prinsip antara lain, solidaritas, nonkondisionalitas, mutual benefit dan non-interference.


Sebagai negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
serta berbagai keunggulan dalam ekonomi dan politik internasional, Indonesia telah menjadi
bagian penting dalam kerja sama SelatanSelatan. Pada bulan September 2008, UNDP telah
mengalokasikan dana siap pakai sebesar US$ 3 juta untuk program Kerja sama SelatanSelatan
yang melibatkan Indonesia dan Sri Lanka sebagai negara pilot di Asia untuk mendorong kerja

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 255
sama regional di bidang tata pemerintahan daerah, partisipasi masyarakat, pembangunan
ekonomi lokal, serta peningkatan akses pelayanan sosial khususnya di bidang pendidikan dan
kesehatan. Kepercayaan yang diberikan kepada Indonesia sebagai negara pilot merupakan
bukti strategisnya posisi Indonesia dalam kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular.

Kerja sama Selatan-Selatan (KSS) perlu dikembangkan untuk saling membantu mewujudkan
kemandirian, mempercepat pembangunan, serta menguatkan solidaritas antar negara
berkembang. Bagi negara berkembang, mekanisme KSS dapat dijadikan alat untuk
meningkatkan posisi tawar dalam berhubungan dengan negara maju. Negara-negara
berkembang perlu secara aktif mengidentifikasi berbagai keunggulan pada masing-masing
negara untuk disinergikan sebagai kekuatan bersama. Target nasional yang ingin dicapai yaitu
menguatnya peran Indonesia dalam Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular pada tahun
2019 meningkat sebesar 25 persen.

Target 17.10 Menggalakkan sistem perdagangan multilateral yang universal, berbasis

id
aturan, terbuka, tidak diskriminatif dan adil di bawah THE WORLD TRADE

o.
ORGANIZATION termasuk melalui kesimpulan dari kesepakatan di bawah Doho
Development Agenda

Indikator 17.10.1 Rata-rata tarif terbobot dunia


.g
ps
Indikator global ini diproksikan dengan indikator nasional yaitu, rata-rata tarif terbobot
.b

di negara mitra Free Trade Agreement (FTA). Rata-rata tarif terbobot di Negara mitra FTA
adalah indikator yang menyediakan nilai custom duties levied oleh negara mitra FTA. Tarif
w

perdagangan secara rata-rata dengan negara mitra FTA (Australia, India, Jepang, Korea Selatan,
Selandia Baru dan Tiongkok) dihitung berdasarkan seluruh komoditas yang diperdagangkan
w

dan dibobot dengan sumbangan ekspor suatu komoditas terhadap ekspor total Indonesia
/w

kepada negara-negara tersebut.


:/

Dalam upaya meningkatkan peran perdagangan internasional bagi pertumbuhan ekonomi


nasional, pemerintah melakukan berbagai kerja sama perdagangan internasional guna
tp

menurunkan hambatan tarif dan non tarif yang diharapkan dapat meningkatkan keunggulan
komparatif produk nasional di pasar negara mitra. Pencapaian penurunan tarif sebagai
ht

hasil kerja sama perdagangan internasional dapat diukur indikator rata-rata tarif sederhana
maupun rata-rata tarif terbobot. Penurunan tarif impor di negara tujuan ekspor pada sektor
yang nilai ekspornya kecil tidak banyak berpengaruh terhadap pencapaian target penurunan
tarif impor di negara mitra, demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, indikator rata-rata tarif
terbobot lebih baik digunakan sebagai indikator pencapaian penurunan tarif dalam kerja sama
perdagangan internasional. Hal ini dimaksudkan untuk meningkakan konsentrasi permintaan
penurunan tarif di negara-negara dan di sektor-sektor yang masih memiliki hambatan tarif
yang tinggi.
tujuan 17

256 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Target 17.11 Secara signifikan meningkatkan ekspor dari negara berkembang, khususnya
dengan tujuan meningkatkan dua kali lipat proporsi negara kurang berkembang
dalam ekspor global

Indikator 17.11.1 Bagian negara-negara berkembang dan kurang berkembang pada ekspor global
Indikator ini memperhitungkan ekspor barang dan jasa ke seluruh dunia oleh negara
berkembang dan kurang berkembang, dan diukur dalam persentase atau dalam ribu dolar
US. Indikator ini sangat mencerminkan tujuan dalam target, yaitu meningkatkan ekspor dari
negara berkembang dan meningkatkan dua kali lipat proporsi negara kurang berkembang
dalam ekspor global. Indikator global ini diproksikan dengan indikator nasional, yakni ekspor
produk non migas.

Indikator 17.11.1.(a) Ekspor produk non-migas


Pertumbuhan ekspor produk non-migas Indonesia jika dibandingkan dengan target yang

id
telah ditetapkan RPJMN pada tahun 2019 yaitu sebesar 14,3 persen, terlihat bahwa tingkat

o.
pertumbuhan pada periode 5 tahun tersebut masih jauh dari harapan. Berdasarkan data
dari tahun 2011 hingga 2015, nilai ekspor nonmigas Indonesia terus mengalami penurunan,
.g
dibuktikan oleh tren pertumbuhannya yang negatif bahkan untuk tahun 2015 mengalami
penurunan yang sangat signifikan dari tahun sebelumnya yaitu turun sebesar 9,71 persen .
ps

Gambar 17.10 Pertumbuhan Ekspor Non-Migas Indonesia berdasarkan harga (Juta US$) (persen),
.b

2011-2015
30
w

25 24,88
w

20 Pertumbuhan Ekspor Non-


/w

15 Migas Indonesia pada tahun


10 2012-2015 menunjukan tren
:/

5 yang negatif
-2,04
tp

0 -2,64
-5 2011 2012 2013 2014 2015
ht

-10 -5,54 -9,71


-15
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Kemendagri (diolah)

Agar target pada tahun 2019 dapat tercapai diharapkan pemerintah dapat melakukan
kebijakan yang tepat agar pada tahun selanjutnya pertumbuhan ekspor non migas Indonesia
dapat meningkat, yaitu dengan cara melakukan berbagai program dan kebijakan seperti
peningkatan program promosi dagang di berbagai negara, kegiatan pengembangan produk
untuk peningkatan daya saing, penyediaan informasi pasar dan informasi produk, penyediaan
tujuan 17

pelayanan hubungan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ekspor.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 257
Target 17.12 Merealisasikan secara tepat waktu pelaksanaan dari bebas bea dan akses
kuota-pasar bebas tanpa batas waktu untuk semua negara-negara kurang
berkembang, yang konsisten dengan keputusan WTO, termasuk memastikan
bahwa penetapan aturan keaslian (RULES OF ORIGIN) dapat diterapkan untuk
impor dari negara-negara kurang berkembang tersebut adalah transparan
dan sederhana, dan kontribusi untuk memfasilitasi akses pasar

Indikator 17.12.1 Rata-rata tarif yang dihadapi oleh negara-negara berkembang, negara kurang
berkembang dan negara berkembang pulau kecil
Target yang ingin dicapai adalah diharapkan menguatnya peran Indonesia dalam kerjasama
global dan regional yang ditunjukkan oleh menurunnya jumlah hambatan rata-rata tarif
terbobot di negara mitra FTA dan non-tarif di negara-negara yang menjadi pasar ekspor
utama dan prospektif Indonesia. Penurunan tarif rata-rata di sektor kunci pertanian dapat

id
mewakili proksi dari tingkat komitmen negara maju untuk memperbaiki kondisi akses pasar.
Seperti yang dilakukan untuk MDG 8.7, istilah sektor kunci memiliki ditafsirkan sebagai

o.
sektor-sektor kepentingan tertentu untuk ekspor negara-negara berkembang. Daftar sektor
kunci yang digunakan oleh indikator MDG 8.7 (yaitu pertanian, tekstil dan pakaian) mungkin
harus ditinjau. .g
ps

Target 17.13 Meningkatkan stabilitas makroekonomi global, termasuk melalui koordinasi


.b

kebijakan dan keterpaduan kebijakan


w

Indikator 17.13.1 Tersedianya Dashboard makroekonomi


w

Peningkatan stabilitas makroekonomi global dapat dilihat melalui beberapa indikator, antara
/w

lain berdasarkan laju inflasi, nilai tukar Rupiah, atau berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB).

Gambar 17.11 Inflasi Umum di Indonesia, 2011-2016


:/

10
tp

8,38 8,36 Inflasi pada tahun 2015 dan


9
2016 mengalami penurunan
ht

8
setelah sebelumnya
7 mengalami peningkatan yang
6 cukup signifikan pada tahun
5 4,3 2013
3,79 3,35
4 3,02
3
2
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik
tujuan 17

Terlihat bahwa pada tahun 2015 inflasi umum di Indonesia berada pada angka 3,35
persen kemudian mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 3,02 persen. Angka ini
menunjukan bahwa perekonomian di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik
setelah sebelumnya pada tahun 2013 angka inflasi mengalami peningkatan yang cukup

258 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
signifikan yang disebabkan oleh berbagai permasalahan seperti naiknya harga bahan bakar
minyak(BBM) bersubsidi pada tahun tersebut.

Diharapkan penurunan angka inflasi seperti pada tahun 2015 dan 2016 dapat terus berlanjut
ataupun relatif stabil mengingat angka tersebut telah memenuhi target pemerintah yaitu
pada tahun 2019 target inflasi Indonesia sebesar 3,5 persen.
Gambar 17.12 Laju Pertumbuhan PDB (Seri 2010) (persen), 2014-2016
5,20 5,14
5,05 5,04 5,02
5,10
5,00 4,91 Laju Pertumbuhan PDB
5,04 5,02
4,90 4,79 menurut pengeluaran pada
4,80 4,73 4,7 4,71 tahun 2014-2016 mengalami
4,70 pergerakan yang fluktuatif
4,60

id
4,50
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV

o.
2014 2015 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik .g
ps
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai dari keseluruhan produksi barang dan jasa
pada suatu negara dengan rentang waktu tertentu. PDB menjadi salah satu indikator yang
.b

memperlihatkan kondisi prekonomian di suatu negara atau dengan kata lain PDB merupakan
alat pengukur dari pertumbuhan ekonomi suatu negara.
w
w

Berdasarkan Gambar 17.12 terlihat bahwa laju pertumbuhan PDB Indonesia menurut
pengeluaran pada tahun 2014-2016 mengalami pergerakan yang fluktuatif. Tahun 2014
/w

persentase PDB berada pada persentase tertinggi yaitu sebesar 5,14 persen untuk triwulan
pertama namun mengalami penurunan untuk tiga triwulan selanjutnya masing-masing
:/

pada triwulan II turun menjadi 5,04 persen dan menjadi 5,02 persen padatriwulan III dan IV.
tp

Kemudian penurunan persentase laju pertumbuhan PDB kembali mengalami penurunan pada
tahun 2015 dimana triwulan I berada pada angka 4,73 persen. Laju pertumbuhan mengalami
ht

peningkatan pada akhir tahun yaitu triwulan IV sebesar 4,79 persen dan peningkatan tersebut
terus berlanjut pada tahun 2016 dimana pada triwulan I laju pertumbuhan PDB menurut
pengeluaran menyentuh angka 5,05 persen. Dengan pergerakan laju PDB Indonesia yang
cenderung fluktuatif, untuk mencapai target (RPJMN) laju pertumbuhan nasional sebesar 8
persen pada tahun 2019 dibutuhkan usaha yang cukup keras agar target tersebut tercapai.
tujuan 17

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 259
Target 17.16 Meningkatkan kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan, dilengkapi
dengan kemitraan berbagai pemangku kepentingan yang memobilisasi dan
membagi pengetahuan, keahlian, teknologi dan sumber daya keuangan, untuk
mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di semua negara,
khususnya di negara berkembang

Indikator 17.16.1 Jumlah negara yang melaporkan perkembangan kerangka kerja monitoring
efektifitas pembangunan multi-stakeholder yang mendukung pencapaian tujuan
pembangunan berkelanjutan
Indikator ini disajikan sebagai jumlah agregat global negara. Kerangka yang termasuk dalam
indikator ini mengukur kualitas dan efektivitas hubungan antara mitra pembangunan. Semakin
baik hubungan antara semua mitra yang relevan, kemitraan global akan semakin baik dalam
mendukung pembangunan berkelanjutan. Indikator global ini diproksikan dengan indikator

id
nasional, yaitu meningkatnya kualitas kerja sama global untuk membangun saling
pengertian antar peradaban, dan perdamaian dunia, dan mengatasi masalah-masalah

o.
global yang mengancam umat manusia. Namun demikian, data indikator ini belum dapat
disajikan.
.g
ps
Target 17.17 Mendorong dan meningkatkan kerjasama pemerintah-swasta dan masyarakat
sipil yang efektif, berdasakan pengalaman dan bersumber pada strategi kerja
.b

sama
w

Indikator 17.17.1 Jumlah komitmen untuk kemitraan publik-swasta dan masyarakat sipil (dalam
w

US dollars)
/w

Indikator ini belum tersedia metadanya secara global. Untuk menggambarkan komitmen
pada kemitraan publik-swasta dan masyarakat sipil, indikator ini diproksikan dengan tiga
:/

indikator nasional, antara lain (1) Jumlah proyek yang ditawarkan untuk dilaksanakan
tp

dengan skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU); (2) Jumlah alokasi
pemerintah untuk penyiapan proyek Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU),
ht

transaksi proyek KPBU dan dukungan pemerintah; dan (3) Jumlah alokasi dana APBN
untuk penyiapan, transaksi, dan dukungan Pemerintah bagi proyek KPS.

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah/
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya
menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan risiko diantara para pihak.

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) bertujuan untuk :


tujuan 17

1. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan


Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta;
2. Mewujudkan Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran,
dan tepat waktu;
3. Menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat;

260 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
4. Mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima,
atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna;dan/
atau
5. Memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur melalui mekanisme pembayaran secara berkala oleh pemerintah kepada
Badan Usaha.

Target 17.18 Pada tahun 2030, meningkatkan ketersediaan data berkualitas tinggi, tepat
waktu dan dapat dipercaya

Indikator 17.18.1 Proporsi indikator pembangunan berkelanjutan yang dihasilkan di tingkat


nasional dengan keterpilahan data lengkap yang relevan dengan targetnya,
yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Fundamental dari Statistik Resmi
Kemampuan Kantor Statistik Nasional dan badan-badan lain dalam negara untuk melaporkan

id
keanekaragaman dalam indikator SDGs merupakan ukuran kapasitas dari badan tersebut.
Kapasitas tersebut semakin besar apabila lembaga atau badan statistik dapat menimbang

o.
kompleksitas atau disagregasi dari indikator tersebut. Indikator global ini diproksi dengan
empat indikator nasional, yaitu (1) Persentase konsumen yang merasa puas dengan
.g
kualitas data statistik; (2) Persentase konsumen yang selalu menjadikan data dan
informasi statistik BPS sebagai rujukan utama; (3) Jumlah metadata kegiatan statistik
ps
sektoral dan khusus yang dihimpun; dan (4) Jumlah publikasi/ laporan statistik yang
terbit tepat waktu.
.b
w

Indikator 17.18.1.(a) Persentase konsumen yang merasa puas dengan kualitas data statistik
w

Gambar 17.13 Persentase konsumen yang puas dengan kualitas data BPS, 2014
/w
:/

20%
tp

Puas Sebagian besar konsumen


ht

Tidak Puas puas dengan kualitas data BPS

80%

Catatan: Data kepuasan konsumen pada tahun 2015 tidak mencakup kepuasan konsumen akan kualitas
data BPS melainkan kepuasan konsumen terhadap layanan. Sedangkan pada tahun-tahun
sebelumnya, hasilnya berupa IKK dengan indikator yang memiliki beberapa perbedaan.
Sumber: Survei Kebutuhan Data 2014, BPS
tujuan 17

Kepuasan merupakan refleksi pengguna jasa setelah menggunakan jasa BPS sebagai penyedia
data. Gambar di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2014 sebesar 80 persen konsumen
data merasa puas dengan kualitas data BPS. Konsumen yang merasa puas dengan kualitas
data BPS ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan guna memberikan pelayanan publik yang
optimal. Dengan demikian diharapkan pada tahun 2030 BPS sudah mampu menyediakan
data yang berkualitas tinggi sesuai dengan target 17.18 dapat tercapai.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 261
Indikator 17.18.1.(b) Persentase konsumen yang selalu menjadikan data dan informasi statistik BPS
sebagai rujukan utama
Data dan informasi statistik BPS dimanfaatkan oleh pengguna untuk berbagai hal. Pada tahun
2015, sebesar 90,40 persen pengguna data memanfaatkan data BPS sebagai rujukan utama.
Semakin banyak pengguna menjadikan data dan informasi statistik BPS sebagai rujukan
utama maka dapat dikatakan BPS menyediakan data yang berkualitas, up to date, dan dapat
dipercaya.

Gambar 17.14 Persentase konsumen yang menjadikan data dan informasi statistik BPS sebagai rujukan
utama, 2015

10%
Sebagian besar konsumen
menjadikan data dan

id
Rujukan utama informasi statistik BPS sebagai
Bukan rujukan utama rujukan utama

o.
90%
.g
ps
Sumber: Hasil Survei Kebutuhan Data 2014, BPS
.b

Indikator 17.18.1.(c) Jumlah metadata kegiatan statistik sektoral dan khusus yang dihimpun
w

Jumlah metadata kegiatan statistik sektoral dan khusus bermanfaat untuk menunjang Sistem
w

Statistik Nasional. Pada tahun 2011 hingga 2014, jumlah metadata kegiatan statistik sektoral
dan khusus yang dihimpun oleh BPS terus mengalami peningkatan. Namun, pada tahun 2015
/w

terjadi penurunan menjadi 540 metadata. Penurunan ini menandakan bahwa kemampuan
BPS dalam menghimpun metadata kegiatan statistik dan sektoral berkurang dan dapat
:/

menghambat pembangunan berkelanjutan. Jika terjadi penurunan kegiatan statistik sektoral


tp

dan khusus yang dihimpun secara terus menerus pada tahun berikutnya, maka pencapaian
target 17.18 hanya sekedar impian.
ht

Gambar 17.15 Jumlah metadata kegiatan statistik sektoral dan khusus yang dihimpun, 2011-2015

702 705
Jumlah metadata kegiatan
540 statistik sektoral dan khusus
438 444
yang dihimpun menurun di
tahun 2015
tujuan 17

2011 2012 2013 2014 2015


Catatan: Data untuk indikator ini didapatkan dengan melihat jumlah yang ditampilkan pada metadata
sirusa per tahun.
Sumber: Sistem Informasi Rujukan Statistik, BPS

262 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 17.18.1.(d) Jumlah publikasi/ laporan statistik yang terbit tepat waktu
Gambar 17.16 Persentase publikasi/ laporan statistik yang terbit tepat waktu, tidak tepat waktu,
dan batal rilis tahun 2012-2016
0
2016 27,3
72,7
1,1
2015 34,3 Publikasi yang terbit tepat
64,6
1 waktu terus mengalami
2014 12,4
86,7 penurunan pada periode
0 2012-2015
2013 9,9
90,1
0,7
2012 7,8
91,5

batal terbit tidak tepat waktu tepat waktu

id
Sumber: Subdit Kompilasi dan Publikasi Statistik, BPS

o.
Kemampuan BPS untuk menghasilkan data dan informasi statistik dalam bentuk publikasi/

.g
laporan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dapat dilihat melalui evaluasi Advanced Release
Calendar (ARC) BPS. Hasil dari evaluasi ARC BPS menunjukkan bahwa selama periode 2012-
ps
2015, publikasi/laporan statistik yang terbit tepat waktu mengalami penurunan. Pada tahun
2016, persentase publikasi/laporan statistik yang terbit tepat waktu meningkat lagi dibanding
.b

dengan tahun sebelumnya. Meskipun peningkatannya belum mampu menyamai tahun 2012.
Jika peningkatan ini mampu dipertahankan oleh BPS, maka target 17.18 dapat tercapai.
w
w

Indikator 17.18.2 Tersedianya undang-undang statistik yang tunduk pada Prinsip-prinsip


Fundamental Statistik Resmi.
/w

Indikator ini belum tersedia metadanya secara global. Di Indonesia, kegiatan statistik telah
:/

diatur dalam Undang-undang No.16 Tahun 1997 tentang Statistik. Undang-undang tersebut
mengatur mengenai asas, arah, dan tujuan statistik, jenis statistik dan cara pengumpulan
tp

data, penyelenggaraan statistik, pengumuman dan penyebarluasan hasil statistik, koordinasi


ht

dan kerja sama penyelenggaraan statistik, hak dan kewajiban penyelenggara, petugas, serta
responden kegiatan statistik, kelembagaan, pembinaan, ketentuan pidana, dan yang lainnya.

Indikator 17.18.3 Jumlah negara dengan Perencanaan Statistik Nasional yang didanai dan
melaksanakan rencananya berdasar sumber pendanaan
Indikator ini belum tersedia metadanya secara global. Indikator ini diukur dengan indikator
nasional, yaitu persentase konsumen yang puas terhadap data BPS.

Indikator 17.18.3.(a) Persentase konsumen yang puas terhadap data BPS


tujuan 17

Indikator ini mencoba untuk melihat kemampuan lembaga statistik untuk menghasilkan data
dan informasi statistik yang cepat, murah, mudah diperoleh, dan dapat dipertanggungjawabkan
(reliabel). Hal ini guna menilai kualitas data statistik dan sebagai salah satu upaya peningkatan
kesadaran masyarakat akan arti dan kegunaan statistik. Penjelasan indikator ini sudah
dipaparkan pada indikator 17.18.1(a).

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 263
Target 17.19 Pada tahun 2030, mengandalkan inisiatif yang sudah ada untuk mengembangkan
pengukuran atas kemajuan pembangunan yang berkelanjutan yang melengkapi
Produk Domestik Bruto, dan mendukung pengembangan kapasitas statistik di
negara berkembang

Indikator 17.19.1 Nilai dolar atas semua sumber yang tersedia untuk penguatan kapasitas
statistik di negara-negara berkembang
Indikator ini belum tersedia metadatanya secara global. Untuk menggambarkan
ketersediaanya penguatan kapasitas statistik, indikator diukur dengan tiga indikator nasional,
yaitu (1) Jumlah pejabat fungsional statistisi dan pranata komputer pada Kementerian/
Lembaga; (2) Persentase Kementerian/Lembaga yang sudah memiliki Pejabat Fungsional
Statistisi dana tau Pranata Komputer; dan (3) Persentase terpenuhinya kebutuhan
Pejabat Fungsional Statistisi dan Pranata Komputer Kementerian/Lembaga.

id
Indikator 17.19.1.(a) Jumlah pejabat fungsional statistisi dan pranata komputer pada Kementerian/

o.
Lembaga
Pada akhir Juni 2016, jumlah pejabat fungsional statistisi di
Jumlah fungsional statistisi
.g
Kementerian/Lembaga lebih dari dua kali lipatnya jumlah
lebih banyak dibandingkan
ps
jumlah pranata komputerpranata komputer. Badan Pusat Statistik (BPS), sebagai Pembina
jabatan fungsional statistisi memiliki pejabat fungsional statistisi
terbanyak, yaitu sejumlah 3.672 orang. Di sisi lain, pranata
.b

komputer terbanyak terdapat di Kementerian Keuangan, yaitu sebanyak 302 orang. Indikator
w

ini mengukur kemampuan lembaga statistik (BPS) dalam melakukan pembinaan guna
meningkatkan jumlah dan kompetensi pejabat fungsional statistisi dan pranata komputer
w

pada Kementerian/Lembaga. Dengan demikian, pembinaan tersebut dapat menjadi langkah


/w

awal dalam mendukung pengembangan kapasitas statistik di negara berkembang.


Tabel 17.1 Jumlah Pranata Komputer dan Pejabat Fungsional Statistisi Berstatus Aktif Menurut
:/

Instansi per Akhir Juni 2016


tp

JUMLAH
NO NAMA INSTANSI
ht

PRANATA KOMPUTER FUNGSIONAL STATISTISI


(1) (2) (3) (4)
1 Badan Pusat Statistik 46 3672
2 Arsip Nasional RI 22 -
3 BAPETEN 1 -
4 BATAN 16 -
5 BKKBN 39 -
6 BNPB 12 -
7 BPKP 66 -
tujuan 17

8 Badan Kepegawaian Negara 99 2


9 Badan Informasi Geospasial - 1
10 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana - 6
Nasional
11 Badan Nasional Penanggulangan Bencana - 4
12 Bakosurtanal 5 -

264 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
lanjutan tabel Tabel 17.1
JUMLAH
NO NAMA INSTANSI
PRANATA KOMPUTER FUNGSIONAL STATISTISI
(1) (2) (3) (4)
13 BNP2TKI 2 -
14 Kementerian Agama 105 4
15 Kementerian Dalam Negeri 21 -
16 Kementerian Energi & SDM 15 -
17 Kementerian Hukum & HAM 20 -
18 Kementerian Kehutanan 45 -
19 Kementerian Kelautan dan Perikanan 4 -
20 Kementerian Kesehatan 56 -
21 Kementerian Keuangan 302 -
22 Kementerian Komunikasi dan Informatika 7 1

id
23 Kementerian Pekerjaan Umum 19 -
24 Kementerian Pemukim PRASWIL 4 -

o.
25 Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan 36 -
Tinggi
26
27
Kementerian Perdagangan
Kementerian Perhubungan
.g 26
62 1
-
ps
28 Kementerian Perindustrian 10 -
29 Kementerian Pertahanan 41 -
.b

30 Kementerian Pertanian 20 13
w

31 Kementerian Sosial 32 -
32 Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi 43 -
w

33 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 3 -


/w

34 LAPAN 10 -
35 LIPI 15 -
:/

36 Lembaga Ketahanan Nasional 6 -


tp

37 Mahkamah Agung 12 -
38 Mahkamah Konstitusi 10 -
ht

39 Perpustakaan Nasional RI 1 -
40 Sekretariat Jenderal DPR 18 -
41 Sekretariat Negara 6 -
42 Pemerintah Daerah Tingkat I/II 355 12
Catatan: Data untuk indikator ini didapatkan dengan meilihat jumlah yang ditampilkan
JUMLAH 1612pada metadata 3716
sirusa per tahun.
Sumber: Bagian Jabatan Fungsional, Badan Pusat Statistik

Indikator 17.19.2.(a). Jumlah pengunjung eksternal yang mengakses data dan informasi statistik
melalui WEBSITE
tujuan 17

Pengunjung yang dimaksud adalah sebuah alamat IP yang membuka website BPS dalam
satu waktu. Oleh karena itu apabila ada beberapa orang yang membuka web BPS tetapi
menggunakan satu perangkat yang sama, maka hanya dihitung sebagai satu pengunjung.
Pengunjung website BPS pada tahun 2016 cukup fluktuatif. Jumlah pengunjung tertinggi ada
pada bulan Oktober sebanyak 149.796 pengunjung, sedangkan jumlah pengunjung terendah
ada pada bulan Juli yaitu sebanyak 84.099 pengunjung.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 265
Gambar 17.17 Jumlah pengunjung WEBSITE BPS pada Januari Oktober 2016
149 796
140 293 138 537
129 259 130 659 134 339
121 502 123 074
106 823
Website BPS paling ramai
84 099 pengunjung pada Bulan
Oktober.

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt

id
Sumber: Badan Pusat Statistik

o.
Indikator 17.19.2.(b). Persentase konsumen yang puas terhadap akses data BPS
Akses data BPS yang dimaksud yaitu cara konsumen untuk mendapatkan data BPS, baik .g
ps
menggunakan web BPS, email, telepon, atau mengunjungi langsung. Kepuasan konsumen
terhadap akses data BPS merupakan indikator yang mendukung pengembangan kapasitas
statistik di Indonesia. Semakin mudah konsumen untuk mengakses data statistik, tentu
.b

perencanaan pembangunan semakin baik.


w

Gambar 17.18 Persentase kepuasan konsumen pada akses data BPS, 2013 - 2015
w

76,38%
/w

Konsumen data pada tahun


:/

73,65% 2013 2015 terhadap akses


73% data BPS cukup puas
tp
ht

2013 2014 2015


Sumber: Survei Kepuasan Konsumen, Badan Pusat Statistik

Survei Kepuasan Konsumen pada tahun 2013 hingga 2015 mengindikasikan bahwa
konsumen cukup puas terhadap akses data BPS. Konsumen yang puas terhadap akses data
BPS pada tahun 2013 sekitar 73 persen. Pada tahun selanjutnya, yaitu tahun 2014, persentase
tujuan 17

konsumen yang puas terhadap akses data BPS naik menjadi 76 persen. Namun pada tahun
2015, persentase konsumen yang puas terhadap akses data BPS turun menjadi 74 persen.
Meskipun mengalami fluktuatif, konsumen yang puas terhadap akses data BPS dapat
dikatakan baik karena persentasenya selalu di atas 70 persen.

266 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator 17.19.2.(c). Persentase konsumen yang menggunakan data BPS dalam perencanaan dan
evaluasi pembangunan nasional
Mayoritas konsumen yang menggunakan data BPS bertujuan untuk perencanaan. Selain itu,
persentase terbesar kedua adalah untuk monitoring dan evaluasi. Pada gambar di atas terlihat
bahwa sebanyak 36,3 persen konsumen data BPS pada tahun 2015 menggunakan data BPS
untuk tujuan perencanaan. Di sisi lain, konsumen yang menggunakan data BPS untuk tujuan
monitoring dan evaluasi sebanyak 27 persen.

Gambar 17.19 Persentase tujuan konsumen yang menggunakan data BPS tahun 2015

13,3%
27,0%
6,5% Mayoritas konsumen
7,6% menggunakan data

id
9,2% BPS untuk keperluan
perencanaan.

o.
36,3%

Penyebaran informasi/ jurnalistik .g


Tugas sekolah/ kuliah
ps
Skripsi/ Tesis/ Disertasi Penelitian
Perencanaan Monitoring dan evaluasi
.b

Sumber: Survei Kebutuhan Data, BPS


w
w
/w
:/
tp
ht

tujuan 17

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 267
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
tujuan pembangunan berkelanjutan

id
o.
menghapus mengakhiri KESEHATAN pendidikan kesetaraan akses air bersih
yang baik dan
kemiskinan kELAPARAN kesejahteraan
.g
bermutu gender dan sanitasi
ps
.b

ENERGI bersih pekerjaan layak infrastruktur, mengurangi kota dan komunitas konsumsi dan
dan pertumbuhan industri dan inovasi ketimpangan yang berkelanjutan produksi yang
dan terjangkau ekonomi bertanggung jawab
w
w
/w

penanganan menjaga ekosistem menjaga ekosistem perdamaian kemitraan untuk


perubahan laut darat keadilan dan mencapai tujuan
:/

kelembagaan yang kuat


iklim
tujuan global
tp

Untuk Pembangunan Berkelanjutan


ht
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
KESIAPAN DAERAH DALAM IMPLEMENTASI
TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

S
elain memotret kondisi awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang telah
dibahas sebelumnya, kiranya perlu juga melihat sekilas persiapan pelaksanaan TPB
di beberapa daerah terpilih dalam studi mendalam (indepth study). Beberapa aspek
yang perlu dilihat terkait dengan persiapan pelaksanaan TPB di daerah mencakup (i) rapat
pertemuan koordinasi antar stakeholder dan sosialisasi TPB di daerah, (ii) memetakan TPB
dengan Rencanan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan (iii) pemetaan
ketersediaan indikator TPB di daerah.

Untuk melihat sejauh mana persiapan pelaksanaan TPB di daerah, telah dilakukan studi
mendalam (indepth study) di beberapa provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta,

id
Sumatra Utara, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Berikut ringkasan hasil studi
mendalam terkait persiapan pelaksanaan TPB di daerah.

o.
.g
Pertemuan Koordinasi antar Stakeholder, Sosialisasi dan Persiapan Implementasi TPB di Dearah
ps
Pelaksanaan TPB di daerah tidak terlepas dari evaluasi dan capain MDGs di daerah. Pada
pelaksanaan MDGs, stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan MDGs sangat terbatas.
.b

Agar pencapaian TPB maksimal, pelaksanaan TPB harus melibatkan banyak pihak, dengan
pemerintah daerah sebagai motor penggerak pelaksanaannya. Oleh karena itu, informasi
w

tentang persiapan implementasi TPB di daerah perlu dilakukan. Berikut sejumlah persiapan
w

baik terkait pertemuan maupun sosialisasi TPB di beberapa provinsi tempat studi.
/w

Jawa Barat
:/

Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia memiliki
masalah kesehatan yang lebih kompleks. Beberapa indikator MDGs yang capaiannya masih
tp

jauh dari target adalah Kesehatan Ibu dan Anak, serta Kelestarian Lingkungan Hidup.
ht

Beberapa indikator lain juga belum tercapai targetnya tetapi mengarah pada kemajuan.
Kendala utama dalam pencapaian MDGs Jawa Barat di bidang kesehatan adalah masih
kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini tentunya menjadi
tantangan ketika TPB diimplementasikan di tingkat daerah.

Terkait dengan persiapan pelaksanaan TPB di Jawa Barat, sosialisasi tentang Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB) telah dilakukan. Sosialisasi diselenggarakan oleh Bappeda
Jawa Barat dengan nara sumber dari Bapenas, dengan peserta sejumlah SKPD, BPS, akademisi,
pengusaha, dan stakeholder lain. Beberapa universitas yang terlibat dalam persiapan TPB di
Jawa Barat antara lain UNPAD, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI). Sosialisasi TPB juga dilakukan sampai ke tingkat kabupaten/kota, dengan
harapan akan terjalin pemahaman yang sama dan terjalin koordinasi sesuai harapan.
penutup

Jawa Tengah
Pencapaian MDGs di Jawa Tengah termasuk cukup baik karena pernah mendapatkan
penghargaan/award, salah satunya karena monitoring yang dilakukan hingga triwulanan.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 269
Seperti halnya di beberapa provinsi lain, persoalan utama yang dihadapi pada saat
pelaksanaan MDGs adalah masalah data baik dari sisi sumber data maupun ketersediaan data.
Permasalahan ini tentunya juga akan menjadi tantangan dalam implementasi TPB di Jawa
Tengah.

Rapat koordinasi antar stakeholder untuk membahas persiapan implementasi TPB di Jawa
Tengah telah dilakukan, meskipun belum intensif. Koordinasi seluruh kegiatan terkait TPB,
seperti Forum Group Discussion (FGD) dan workshop dilakukan oleh Bappeda. Bappeda juga
telah melakukan sosialisasi dengan Kabupaten/Kota mengenai TPB. Sampai saat ini, baru tiga
kabupaten/kota yang dinilai bisa mandiri terkait pelaksanaan TPB ini.

Terkait dengan sosialisasi TPB di Jawa Tengah, Bappeda sudah menyusun roadmap rapat
sekaligus timeline dan realisasi capaian. Forum besar dengan mengundang kabupaten/kota
dan SKPD terkait sudah diagendakan untuk segera dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2017.
Untuk menunjang berbagai persiapan pelaksanaan TPB di Jawa Tengah dan memudahkan
koordinasi, akan dibentuk tim per pilar TPB di Jawa Tengah.

id
o.
DI Yogyakarta
Sesuai dengan Laporan Kinerja (LKj) Pemerintah Daerah DI Yogyakarta tahun 2015,
.g
pencapaian MDGs di Provinsi DI Yogyakarta menunjukkan pencapaian yang baik, walaupun
ps
tidak semua target indikator dapat dicapai. Pemerintah Daerah DIY dalam upaya mewujudkan
tercapainya target MDGs pada tahun 2015 telah menghasilkan prestasi di tingkat nasional.
DIY telah memperoleh tiga dari empat jenis penghargaan MDGs, yaitu Provinsi dengan
.b

Tingkat Pencapaian MDG Terbaik Tahun 2014 (Terbaik Ke-2), Provinsi dengan Pengentasan
w

Kemiskinan TerbaikTahun 2012-2014 (Terbaik Ke-3), dan Provinsi dengan Pencapaian Indikator
MDGs Terbanyak Tahun 2012-2014 (Terbaik Ke-2).
w

Dari 7 tujuan pembangunan dan 57 indikator sebagian besar telah dicapai pada tahun 2014
/w

dan 2015. Indikator di bidang pendidikan telah menunjukkan pencapaian yang baik, seperti
pencapaian angka melek huruf usia 15-25 tahun, rasio angka partisipasi murni baik perempuan
:/

dan laki-laki di jenjang pendidikan SD dan SMP. Di bidang kesehatan seperti prevalensi balita
tp

dengan berat badan rendah/ kekurangan gizi serta gizi buruk, telah mencapai target. Upaya
percepatan pencapaian target dan indikator MDGs DIY di akhr periode secara umum telah
ht

sesuai dengan target yang diharapkan meskipun masih menyisakan beberapa indikator yang
berstatus offtrack, yaitu kemiskinan, unmet need, Proporsi perempuan yang duduk di DPRD
dan CO2.

Permasalahan yang terjadi dalam penerapan MDGs mencakup adanya kesenjangan yang
cukup lebar dalam pencapaian MDGs antar kabupaten/ kota dan antar tingkat sosial ekonomi.
Pencapaian tingkat kemiskinan masih menjadi anomali bagi pelaksanaan pembangunan
daerah dimana DIY dengan capaian IPM yang tinggi dan indeks kebahagian terbaik namun
tingkat kemiskinan DIY berada pada rangking bawah di antara provinsi lainnya.

Kendala lain dalam implementasi MDGs yang ditemui adalah masalah ketersediaan data
yang tidak bisa didapatkan dari survei-survei BPS. Selama ini BPS sangat aktif membantu
menyediakan data terkait MDGs khususnya mengenai data-data indiaktor sosial yang
penutup

bersumber dari data survei utama seperti Susenas, Sakernas, SDKI, podes dan berbagai macam
survei lainnya atau sensus. Namun, untuk data-data yang bersifat sektoral yang diperoleh dari
dinas-dinas belum semua dapat diperoleh.

270 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Selama ini, pelaksanaan MDGs di DI Yogyakarta sudah berjalan baik kerjasama antara instansi
baik BPS, Bappeda, Dinas-dinas/SKPD cukup baik dengan pencapaian MDGs di DI Yogyakarta
menunjukkan pencapaian yang bagus. Penerapan MDGs menjadi bekal yang sangat berharga
dalam menghadapi era baru yakni TPB. Persiapan implementasi TPB sebenarnya sudah banyak
dilakukan oleh Bappeda. Pembicaraan awal TPB sudah lama diselenggarakan di Bappeda
sesaat setelah Bappenas pertama kali sosialisasi workshop TPB.

Terkait dengan persiapan yang telah dilakukan dalam menghadapi TPB ini, dari sisi
penganggaran, Bappeda DI Yogyakarta bahkan sudah menganggarkan untuk persiapan
TPB tahun 2016. Berbagai kegiatan rapat pertemuan telah dilakukan dengan mengundang
berbagai instansi dan ahli dalam kesepakatan pembahasan TPB. Kegiatan persiapan TPB akan
dianggarkan lagi awal tahun 2017 sambil menunggu indikator TPB final ditetapkan. Kegiatan
yang bersifat koordinasi, pertemuan dengan berbagai instansi dan BPS akan terus dilakukan
terutama menyangkut pembahasan ketersediaan data indikator TPB.

Secara khusus belum ada unit yang khusus menjadi koordinator penyelenggaran TPB. Dalam

id
pelaksanaan TPB, di internal BPS Provinsi DI Yogyakarta sudah beberapa kali membicarakan

o.
bersama unit kerja terkait, walaupun belum secara formal, unit yang akan menjadi
penanggung jawab pelaksanaan TPB ke depan adalah Bidang Neraca Wilayah dan Analisis.
.g
Selama ini dalam pembahasan TPB yang sudah beberapa kali disinggung dalam setiap
pertemuan di Bappeda maupun pertemuan lain yang melibatkan BPS dan dinas-dinas/SKPD.
ps
Sementara itu, di tingkat pemerintah daerah, Bappeda sudah membentuk unit khusus untuk
menangani TPB.
.b

Sumatera Utara
w

Pada periode pelaksanaan MDGs di Provinsi Sumatera Utara, kegiatan tersebut ditangani oleh
w

Bappeda Bidang Sosial Budaya, tetapi tidak ada bagian khusus ataupun pihak ketiga yang
/w

dijadikan sebagai sekretaris MDGs untuk daerah Sumatera Utara. Selain itu, BPS Sumatera
Utara merupakan salah satu anggota aktif Tim Pokja RAD MDGs Provinsi Sumatera Utara.
:/

Sumber data utama dalam matrik RAD MDGs Sumatera Utara bersumber dari BPS Provinsi
Sumatera Utara. BPS Provinsi Sumatera Utara juga sering menjadi narasumber terkait konsep
tp

indikator MDGS dan pencapaiannya. Di BPS, pelaksanaan MDGs menjadi tanggung jawab
ht

Seksi Statistik Kesra.

Tidak semua target dari MDGs di Sumatera Utara tercapai. Aspek yang tidak tercapai tersebut
antara lain: (1) kemiskinan, (2) asukan kalori, (3) HIV/Aids, (4) Angka Kematian Ibu, dan (5)
Air bersih di perdesaan. Kendala utama dari pelaksaan MDGs adalah ketersediaannya data.
Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah juga menjadi masalah dalam pelaksanaan
MDGs. Selain itu, pemahaman dari aparat Pemerintah belum lengkap, sinkronisasi antara
RPJMD dengan MDGs belum padu dan ini yang selalu menjadi alasan sehingga program
untuk mencapai target dalam MDGs menjadi lemah. Selain itu, terdapat beberapa pemerintah
kabupatan/kota yang pelaksanaan MDGs-nya masih perlu mendapat perhatian.

Kendala MDGs yang tersebut di atas tentunya menjadi pelajaran penting bagi pelaksanaan
TPB di Sumatera Utara, dan pelaksanaan TPB diyakini akan lebih baik daripada pelaksanaan
MDGs. Secara umum di Sumatera Utara pelaksanaan TPB belum sepenuhnya berjalan dengan
penutup

intensif. Untuk pelaksanaan TPB yang efektif, informasi seputar TPB telah diperoleh Bappeda
dari pemerintah atau sekretariat TPB Nasional.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 271
Persiapan yang sudah dilakukan pemerintah daerah dalam menyongsong pelaksanaan
TPB di daerah adalah Pemerintah daerah Sumatera Utara telah melakukan pengenalan
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan kepada SKPD provinsi. Kemudian Pemda setempat
telah melakukan FGD dengan pemerintah pusat/sekretariat TPB bagian Hukum. Pemda
Sumatera Utara juga telah melakukan pembinaan Kabupaten/Kota yang belum rampung
dalam pelaksanaan MDGs. Selain itu, pemerintah daerah dan BPS tentunya terus berusaha
mendapatkan informasi dan pemahaman yang lebih baik terkait TPB.

Selain itu, sosialisasi TPB juga telah dilakukan di Sumut, dengan tema Peran BPS Dalam
Penyiapan Indikator TPB di Sumatera Utara pada 5 Desember 2016. Penyelenggara pada
acara sosialisasi tersebut adala Bappeda Prov Sumut sebagai penyelenggara dan Bappenas,
Sekretariat TPB Pusat, dan BPS Sumut sebagai narasumber. Sosialisasi TPB ini telah melibatkan
banyak pihak sperti BPS, SKPD, filantropi, LSM dan lainnya. Dari informasi dan sosialisasi
tersebut, pemerintah daerah telah mengetahui perbedaaan antara MDGs dan TPB dan
mengetahui bahwa TPB terbagi menjadi 4 pilar (pilar sosial, lingkungan, ekonomi, dan tata

id
kelola), 17 tujuan, 69 target, dan 241 indikator. Namun informasi mengenai indikator TPB
belum diperoleh secara detil.

o.
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat
.g
Baik di Kalimantan Selatan maupun Kalimantan Barat, capaian MDGs cukup baik meskipun
ps
target untuk sejumlah indikator belum tercapai. Kendala utama adalah terkait dengan
ketersediaan data. Dalam pelaksanaan MDGs di BPS Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan
.b

Selatan, tidak ada unit kerja khusus yang mengangani MDGs. Dalam pengelolaan data
MDGs di BPS Kalimantan Barat, pengelolaan dilakukan oleh unit kerja dimana data indikator
w

tersebut berasal. Misal data-data sosial ditangani oleh bidang sosial. Sementara itu, di tingkat
pemerintah daerah, pengelolaan data dilakukan oleh Bappeda.
w
/w

Persiapan koordinasi secara khusus belum dilakukan di Kalimantan Selatan. Meskipun


demikian pertemuan secara informal membahas persiapan implementasi TPB telah
:/

dilakukan, khususnya antara BPS dan Bappeda. Sejauh ini ini belum dilakukan workshop
terkait SDGs di Kalimantan Selatan. Sebaliknya di Kalimantan Barat, TPB telah disinggung
tp

pada rapat koordinasi terkait dengan capaian MDGs dan persiapan menuju TPB. Sosialisasi
ht

TPB di Kalimantan Barat juga pernah dilakukan oleh Kementerian/Lembaga terkait yang juga
dihadiri LSM dan wartawan.

Memetakan TPB dengan Rencanan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Jawa Barat
Pemetaan awal TPB dengan RPJMD Jawa Barat telah dilakukan. Pemda bekerja sama dengan
instansi terkait telah mencoba melakukan perubahan penyesuaian RPJMD. Akan tetapi,
sejumlah program belum disusun terkait dengan implementasi TPB, karena masih menunggu
kepastian jenis indikator TPB yang sedang dirumuskan di tingkat pusat. Program daerah
terkait TPB yang sudah masuk dalam RPJMD antara lain sosialisasi TPB ke berbagai instansi
terkait, Green PDRB (PDRB yang ramah lingkungan), dan Penguatan sumber daya manusia
penutup

(SDM) yang bisa menerjemahkan dan menganalisis Indikator TPB.

272 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Jawa Tengah
Permasalahan utama dalam pemetaan TPB dengan RPJMD adalah karena periode RPJMD
yang sekarang sudah berjalan adalah RPJMD periode 2013-2018. Meskipun demikian sudah
dilakukan pemetaan awal terhadap sejumlah tujuan dalam TPB. Secara prinsip, TPB akan
diadopsi dalam RPJMD. Pada tahap awal, sejumlah indikator TPB sudah dipetakan dengan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang akan menangani. Pemetaan dilakukan melalui
kerjasama antara BPS dan Bappeda Provinsi Jawa Tengah.

Kendala dalam pemetaan TPB dengan RPJMD adalah masalah kepastian ketersediaan data
atau indikator TPB tertentu di tingkat daerah. Hasil pemetaan sementara yang dilakukan oleh
BPS terhadap indikators TPB dengan target RPJMD, misalnya, diperoleh beberapa hal antara
lain: indikator tertentu seperti pertumbuhan PDRB riil per orang yang bekerja belum pasti
tersedia dan adanya perbedaan sumber data di daerah yang berbeda dengan yang telah
dirumuskan di pusat. Sebagai informasi, indikator TPB yang tersedia sudah dipetakan semua
ke dalam RPJMD.

id
DI Yogyakarta

o.
Merujuk pada pengalaman dalam implementasi MDGs dimana dalam setiap penyusunan
.g
RPJMD, Bappeda memasukkan unsur MDGs dan melaporkan hasil kinerja MDGS dalam laporan
kinerja pembangunan daerah. Terkait dengan rencana implementasi TPB di Yogyakarta,
ps
Provinsi DI Yogyakarta telah mencoba memetakan indikator-indikator TPB ke dalam RPJMD.
Pemetaan indikator-indikator TPB untuk dimasukkan ke dalam RPJMD telah dilakukan oleh
.b

beberapa tenaga ahli dari universitas.


w

Sumatera Utara
w

TPB dan RPJMD adalah dua hal yang sama-sama memiliki tujuan dalam hal pembangunan.
/w

Namun, pemetaan kesesuaian TPB dengan RPJMD belum dilakukan di Sumatera Utara.
Hal tersebut dikarenakan RPJMD yang sekarang adalah untuk periode 2013-2018 dan
:/

RPJMD tersebut hanya telah disesuaikan dengan MDGs. Meski demikian, Pemda Sumut
tp

telah menyampaikan kepada 17 kabupaten/kota pada saat verifikasi draf RPJMD supaya
dicantumkan TPB tersebut.
ht

Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat


Pemetaan indikator TPB dengan RPJMD belum dilakukan di Provinsi Kalimantan Barat. Tetapi
pemetaan ketersediaan data untuk TPB sudah dilakukan oleh BPS Provinsi Kalimantan Barat.
Sebaliknya, di Provinsi Kalimantan Barat, pemetaan awal indikator TPB terhadap RPJMD telah
dilakukan. Dengan 17 goal, 169 target dan 241 indikator, tidak semua data tersedia di Provinsi
Kalimantan Barat. Pemetaan ketersediaan indikator TPB dan kesesuaian antara RPJMD dengan
tujuan dan target yang ada di SDGs telah dilakukan dengan melibarkan seluruh stakeholder.

Pemetaan Ketersediaan Indikator TPB di Daerah


Aspek ketersediaan data untuk indikator TPB menjadi sangat strategis dalam pelaksanaan TPB
penutup

di daerah. Untuk mengetahui sejauh mana ketersediaan data untuk indikator TPB di daerah
perlu dilakukan identifikasi ketersediaan datanya, baik yang tersedia di BPS maupun SKPD

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 273
yang ada. Hasil studi mendalam di provinsi terpilih terkait dengan ketersediaan data dan
usaha-usaha yang akan dilakukan daerah dapat dilaporkan sebagai berikut:

Jawa Barat
Pemetaan awal ketersediaan indikator TPB di Jawa Barat telah dilakukan. Data yang paling
banyak tersedia masih sebatas di pilar sosial, sedangkan data untuk pilar ekonomi sebagian
besar belum tersedia. Begitu halnya dengan data untuk mendukung pilar lingkungan juga
belum banyak yang tersedia dari dinas terkait. Untuk pilar lingkungan, beberapa data yang
mungkin bisa mendukung TPB yang telah tersedia antara lain data sampah, sanitasi, kawasan
hutan lindung, gas rumah kaca dan lingkungan hidup strategis.

Jawa Tengah
Tim internal BPS Provinsi Jawa tengah telah melakukan pemetaan indikator TPB yang ada
di BPS maupun di SKPD terkait, beserta jumlah indikator dari masing-masing sumber (BPS

id
dan SKPD). Hasil mapping telah dikirimkan ke Pemda melalui Bappeda dan ditindaklanjuti ke
SKPD-SKPD terkait. Sebagai sumber data indikator TPB, data dasar diambil dari BPS, sementara

o.
data sektoral diambil dari SKPD.

.g
Dari file pemetaan indikator TPB yang dikirim Bappeda ke SKPD-SKPD, baru setengah SKPD
yang memfollow up ke Bappeda dan memberikan datanya. Untuk ketersediaan data TPB,
ps
sejumlah data di bidang ekonomi dan lingkungan masih banyak yang belum tersedia atau
belum dikompilasi dari SKPD terkait.
.b
w

DI Yogyakarta
w

Kendala utama dalam implementasi MDGs adalah dalam hal penyediaan data. Selama ini
ketersediaan data yang berasal dari BPS khususnya yang berasal dari survei-survei atau sensus
/w

yang dihasilkan oleh BPS sudah cukup membantu dalam penyediaan data, namun untuk data-
data yang berasal dari SKPD masih belum memenuhi. Hal disebabkan tidak semua indikator
:/

tersedia sampai level provinsi ataupun sampai level kabupaten. Kalaupun ada data, data tidak
tp

up to date dan sudah tidak relevan dengan keadaan yang sekarang ini.
ht

Belajar dari pengalaman MDGs, maka dalam implementasi TPB di DI Yogyakarta BPS bersama
Bappeda, dan SKPD terus meningkatkan koordinasi yang baik demi pencapaian TPB. Data-
data diharapkan dapat dikumpulkan di Bappeda dan terus dilakukan update data. Selama ini
jika sejumlah pertemuan terkait persiapan implementasi TPB telah dilakukan yang melibatkan
BPS, Bappeda, SKPD dan stakeholder lain. Undangan pertemuan langsung ditandatangani
oleh Bappeda bahkan Gubernur untuk menjaga agar para undangan dari SKPD terus telibat
dan ikut pertemuan.

Kegiatan pemetaan indikator TPB telah dilakukan pada tahun 2015 dan 2016 ke SKPD dinas
dinas terkait berdasarkan indikator yang diperoleh dari Bappenas. Identifikasi awal indikator
TPB antara lain indikator sosial bisa dipenuhi BPS dan dari dinas pendidikan dan kesehatan,
indikator lingkungan dapat dipenuhi dari publikasi BLH Badan Lingkungan Hidup daerah,
data indikator ekonomi dari beberapa dinas seperti perindustrian, perdagangan, serta dari
penutup

dinas kehutanan tentang indikator kawasan hutan dari dinas kehutanan, dan masih banyak
lagi yang dapat disediakan.

274 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Indikator lingkungan hidup seperti pencemaran air, udara, tanah, kualitas air, kawasan
hutan memang tidak tersedia di BPS, namun dari publikasi yang diperoleh BPS dari Badan
Lingkungan Hidup Daerah dalam publikasi SLHD 2015 (Status Lingkungan Hidup Daerah
Provinsi DI Yogyakarta) beberapa indikator dapat diperoleh. Walalupun mungkin tidak semua
indikator lingkungan sama persis dengan indikator yang ditetapkan oleh TPB nantinya,
tapi setidaknya pada level provinsi sudah ada indikator yang dapat mendekati indikator
TPB nantinya. Pemetaan lanjutan terkait dengan ketersediaan data akan dilakukan dengan
mengundang semua lembaga instansi, BPS, dan meminta para pendapat tenaga ahli yang
ditunjuk. Hal ini dilakukan setelah indikator TPB final didapat dari Bappenas.

Sumatera Utara
Karena pelaksanaan TPB di Sumatera Utara baru sebatas sosialisasi, pelaksanaan ini belum
terfokus pada SKPD yang bertanggung jawab sebagai penyedia data. Akan tetapi, BPS akan
berupaya berperan dalam pelaksanaan TPB di daerah di waktu mendatang sesuai dengan
tupoksi BPS sebagai penyedia data statistisk resmi yang berkualitas. BPS Sumut akan berusaha

id
berperan aktif melalui Forum Pokja atau lainnya sebagai penyedia data dalam menentukan

o.
target awal dan ukuran pencapaian dalam setiap indikator TPB sesuai dengan ketersediaan
data yang ada di BPS. Meski demikian, BPS telah melakukan identifikasi awal ketersediaan
.g
indikator secara umum, dimana terdapat sekitar 70 indikator yang bisa dikumpulkan datanya.
ps
Di sisi lain, Badan Lingkungan Hidup (BLH) belum melakukan identifikasi ketersediaan data,
karena BLH belum ada kewenangan untuk menginventarisasi. Meski BLH telah mengikuti
.b

sosialisasi TPB yang diadakan pemerintah pusat, tetapi informasi yang dijelaskan masih
bersifat umum, tidak sampai ke penjelasan teknis terkait indikator-indikator di TPB. Untuk
w

bagian khusus yang akan menangani TPB belum ada, karena di provinsi akan ditetapkan
Peraturan Daerah SOTK, sehingga akan ada perubahan organisasi. Jadi di tahun 2017, akan
w

ditentukan bidang yang mengurusi TPB, namun sekarang, TPB masih ditangani di bidang
/w

program.
:/

Meski BLH Sumut belum melakukan Identifikasi ketersediaan data untuk mendukung TPB
belum dilakuakan secara khusus, indikator TPB yang dapat di peroleh di BLH Sumatera Utara
tp

dan sudah tercantum dalam Renja antara lain:


ht

1. Kualitas air danau,


2. Kualitas air sungai sebagai sumber air baku,
3. Jumlah danau yang ditingkatkan kualitas airnya.
4. Jumlah danau yang pendangkalannya kurang dari 1%,
5. Jumlah danau yang menurun tingkat erosinya,
6. Jumlah peserta PROPER yang mencapai minimal ranking BIRU,
7. Jumlah limbah B3 yang terkelola dan proporsi limbah B3 yang diolah sesuai peraturan
perundangan (sektor industri), dan
8. Jumlah timbulan sampah yang didaur ulang.

Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat


penutup

Identifikasi ketersediaan data untuk TPB di Provinsi Kalimantan Selatn belum sepenuhnya
dilakukan, tetapi secara umum diperoleh bahwa sebagian besar data untuk mendukung
TPB belum tersedia. Sebaliknya di Kalimantan Barat, identifikasi ketersediaan indikator TPB

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 275
telah dilakukan dengan melibatkan SKPD terkait di daerah. Bahkan pemetaan telah dilakukan
dengan mengidentifikasi ketersediaan data untuk TPB di masing-masing SKPD. Beberapa data
sudah tersedia, namun tidak sepenuhnya ada karena dalam pengumpulannya tidak setiap
tahun dilakukan. Beberapa SKPD yang bisa mendukung ketersediaan data untuk TPB antara
lain Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas lingkungan hidup, dan Dinas Pekerjaan Umum.

Rencana Kedepan dan Harapan

Jawa Barat
Pemerintah Jawa Barat akan segera mengintensifkan koordinasi antar stakeholder yang
terlibat dam pelaksanaan TPB. Penyusunan RAD kana dilakukan setelah ada petunjuk
penyusunan dari Pemerintah Pusat. Fokus kedepan adalah melakukan penyesuaian RPJMD
dengan mengadopsi TPB. Sistem One Data yang sudah dibangun Pemerintah Jawa Barat
juga akan dioptimalkan dalam pelaksanaan TPB khususnya dalam hal pengelolaan data dan

id
indicator TPB.

o.
Jawa Tengah
.g
Untuk tahun 2017, Bappeda Jawa Tengah telah menyiapkan dan menyusun anggaran terkait
TPB di Jawa Tengah, termasuk pembentukan Sekretariat TPB Provinsi di Bappeda. Selain itu,
ps
juga akan dibentuk tim menurut pilar TPB. Anggaran untuk rapat dan pokja juga telah disusun.
Pokja dibuat sesuai dengan pembidangan, misal pertanian dan perkebunan digabung.
.b

Sebagai tugas ke depan, Bappeda akan menyusun roadmap TPB.


w

Rencana implementasi TPB di jawa Tengah kedepannya akan didukung oleh website berupa
One Touch TPB yang prototype-nya sudah dibuat. Prototipe ini merupakan pengembangan
w

aplikasi capaian TPB di Jawa Tengah untuk decision maker sebagai sarana monitoring 17 goals
/w

TPB. Aplikasi ini rencananya nanti akan diinstalkan ke android para pengambil keputusan,
atau melalui playstore namun dengan log in tertentu yang hanya diberikan secara terbatas
:/

untuk decision maker.


tp

Pada aplikasi android One Touch TPB, terdapat tiga menu yaitu Dashboard, Analisis dan
Laporan, dan Forum Diskusi. Dashboard berisi highlight indikator, dengan peta dan grafik
ht

sebaran capaian indikator. Analisis dan laporan berisi analisis sederhana masing-masing
indikator. Forum diskusi sebagai media komunikasi tentang apa saja topik yang ingin dibahas
oleh pimpinan. Selain itu 17 Rencana Kerja Aksi (RKA) di tahun 2017 sudah selesai disusun dan
Rencana Aksi Daerah (RAD) akan dibuat menyusul setelah ada arahan dari pemerintah pusat.

Untuk rencana ke depan, SKPD bertanggungjawab terhadap data sektoral, sementara untuk
data makro menjadi tanggungjawab Bappeda. Data akan dikumpulkan menjadi satu big data
sebagai hasil kolaborasi SKPD dan pengelolaannya melalui web www.TPBjateng.com yang
telah dibangun dan sedang dipersiapkan untuk dilaunching oleh Gubernur Jawa Tengah.
Harapan BPS Provinsi Jawa tengah, TPB di Jawa Tengah dapat menjadi proyek percontohan,
dan yang paling utama adalah bagaimana menghasilkan satu data.
penutup

DI Yogyakarta
Rencana program kegiatan untuk mendukung pelaksanaan TPB sedang disusun. Pemerintah
daerah akan bekerja sama para ahli dari beberapa universitas dalam setiap perumusan

276 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
kegiatan. Rencananya akan ada beberapa ahli yang dikelompokkan dari 5 kelompok sektor
identifikasi TPB seperti dari UNY dan UMY dan universitas lain. Terkait dengan perencanaan
kegiatan, Pemda sudah menyiapkan anggarannya.

Dari sisi kelembagaan, akan dibuat unit khusus atau menunjuk unit kerja tertentu yang
menangani TPB. Untuk sementara di Bappeda, Bidang Sosial Budaya telah ditunjuk sebagai
coordinator dalam persiapan pelaksanaan TPB di DI Yogyakarta. Koordinasi antar institusi
(SKPD, BPS dan stakeholder lain) dan pemerintah kabupaten/kota akan terus dilakukan.
Pemda berharap BPS Provinsi DI Yogyakarta terus membantu Bappeda dalam mendukung
kegiatan TPB ini.

Beberapa harapan terkait dengan implemntasi TPB adalah adanya kejelasan konsep definisi
yang mudah dipahami oleh daerah mengenai indikator yang sudah ditetapkan serta diberikan
penjelasan pengumpulan indikatornya dan penghitungannya. Selain itu, pada awal tahun
2017, diharapkan indikator TPB dan Peraturan Presiden tentang TPB telah ditetapkan sehingga
dapat digunakan sebagai landasan dalam menyusun secara penuh RAD serta pembahasan

id
lebih intensif dengan SKPD dan BPS.

o.
Sumatera Utara
.g
Hal yang akan dilakukan Bappeda terkait rencana implementasi TPB di daerah adalah
ps
penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) dan workshop atau Rapat Koordinasi terkait TPB.
Untuk RAD, telah disusun tim penyusunan RAD. Bappeda berharap kesalahan MDGs yang
vakum selama 10 tahun karena belum rilisnya inpres akan terulang pada pelaksanaan
.b

TPB ini. Selain itu, strategi yang akan diambil oleh daerah dalam pelaksanaan TPB adalah
w

aspek dukungan yang terkait dengan anggaran untuk TPB, pemda Sumut telah melakukan
penganggaran.
w

Selain itu, dalam rangka membangun kapasitas di daerah terkait pelaksanaan TPB, program-
/w

program yang kemungkinan akan dilaksanakan adalah pemda Sumatera Utara akan
mengadakan pertemuan dengan SKPD untuk memperkenalkan indikator-indikator TPB pada
:/

awal tahun 2017. Dengan demikian, tiap-tiap SKPD mengetahui tanggung jawab yang sesuai
tp

dengan tupoksi masing-masing. Kemudian, sebagai salah satu SKPD, BLH belum ada rencana
atau program yang akan dilaksanakan karena semuanya masih menuggu Peraturan Presiden
ht

dan SKPD akan bekerja sesuai dengan regulasinya.

Adapun harapan pemerintah daerah Sumatera Utara terkait dengan rencana implementasi
TPB di Indonesia dari pemerintah pusat, antara lain:

Pemda Sumatera Utara berharap segera keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) mengenai
TPB. Hal tersebut dikarenakan Perpres adalah dasar atau payung hukum bagi pemda.
Dengan adanya perpres tersebut, pemda dapat menyusun Pokja sebagai basis pelaksanaan
tugas/implementasi TPB di daerah. Pokja tersebut diharapkan dapat menekan pemerintah
kabupaten/kota supaya mendukung pelaksanaan TPB. Selain itu, dengan adanya perpres
pemda juga tidak akan ragu-ragu dalam pelaksanaan target TPB, karena target RPJMN tersebut
adalah target TPB yang baku dan telah ditetapkan dalam perpres.
penutup

Pemerintah daerah berharap diberikan informasi mengenai kesepakatan, perkembangan,


atau notulensi dari diskusi/rapat yang dilaksanakan di pusat. dengan adanya notulen tersebut
diharapkan dapat menjadi dasar yang kuat bagi pemda dalam pelaksanaan TPB.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 277
Pemda mengharapkan adanya pelatihan atau bimbingan teknis untuk penyusunan matriks
TPB. Pemda masih belum mendapatkan informasi cara penyusunan matriks TPB tersebut dan
sama atau tidaknya dengan penyusunan matriks MDGs.

Target dan indikator lebih jelas agar penentuan benchmark dan evaluasi pencapaian lebih
jelas, supaya memastikan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota berperan secara aktif dan
intensif.

Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat


Beberapa kegiatan yang akan dilakukan di kedua provinsi tersebut adalah pembentukan
Sekretariat TPB dan Pokja yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Selain itu,
koordinasi antar instansi terkait juga akan diintensifkan serta menggalakkan kegiatan
sosialisasi di tahun 2017. Rapat koordinasi dengan melibatkan sejumlah pihak (stakeholder
terkait) juga akan terus dilakukan.

id
o.
.g
ps
.b
w
w
/w
:/
tp
ht
penutup

278 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
lampiran
PEMETAAN TPB DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
tujuan pembangunan berkelanjutan
menghapus mengakhiri KESEHATAN pendidikan kesetaraan akses air bersih
kemiskinan kELAPARAN yang baik dan bermutu gender dan sanitasi

id
kesejahteraan

o.
ENERGI bersih
dan terjangkau
pekerjaan layak
dan pertumbuhan
infrastruktur,
industri dan inovasi .g
mengurangi
ketimpangan
kota dan komunitas
yang berkelanjutan
konsumsi dan
produksi yang
bertanggung jawab
ps
ekonomi
.b
w

penanganan menjaga ekosistem menjaga ekosistem perdamaian kemitraan untuk


perubahan laut darat keadilan dan
kelembagaan yang kuat
mencapai tujuan
iklim
w

tujuan global
/w

Untuk Pembangunan Berkelanjutan


:/
tp

RPJMN 2015-2019
ht
ht
tp
:/
/w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Lampiran Pemetaan Tujuan SDGs dan Prioritas Pembangunan Nasional

NO. TUJUAN GLOBAL KEBIJAKAN RPJMN 2015 - 2019


1 Tanpa Kemiskinan a. Mengembangkan sistem perlindungan sosial yang komprehensif (Buku I Bab 6.3.3)
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat kurang mampu (Buku I,Bab 6.3.3)
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat miskin melalui
penyaluran tenaga kerja dan pengembangan kewirausahaan(Buku I, Bab 6.3.3)
2 Tanpa Kelaparan a. Pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan dengan peningkatan
produksi pangan pokok; (Buku I, Bab 6.7.1)
b. Stabilisasi harga bahan pangan; (Buku I, Bab 6.7.1)
c. Perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; (Buku I, Bab 6.7.1
d. Mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan; (Buku I, Bab 6.7.1)
e. Peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan terutama petani, nelayan, dan

id
pembudidaya ikan (Buku I, Bab 6.7.1)

o.
3 Kehidupan Sehat dan a. Akselerasi pemenuhan akses pelayanan kesehatan ibu, anak, remaja, dan lanjut usia yang
Sejahtera berkualitas; (Buku I, Bab 6.5.3)
b.
c.
.g
Mempercepat perbaikan gizi masyarakat; (Buku I, Bab 6.5.3)
Meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; (Buku I, Bab 6.5.3
ps
d. Memantapkan pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) bidang kesehatan;
(Buku I, Bab 6.5.3
.b

e. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas; (Buku I, Bab 6.5.3)
w

f. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas; (Buku I, Bab 6.5.3)
w

g. Meningkatkan ketersediaan, penyebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan;


(Buku I, Bab 6.5.3
/w

h. Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas farmasi dan alat


kesehatan; (Buku I, Bab 6.5.3)
:/

i. Meningkatkan pengawasan obat dan makanan; (Buku I, Bab 6.5.3)


tp

j. Meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. (Buku I, Bab 6.5.3)


ht

4 Pendidikan a. Melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun; (Buku I, Bab 6.5.2)


Berkualitas b. Melaksanakan wajib belajar 12 tahun dengan memperluas dan meningkatkan akses
pendidikan menengah yang berkualitas;
c. Meningkatkan akses terhadap layanan pendidikan dan pelatihan keterampilan;
d. Memperkuat jaminan kualitas (quality assurance) pelayanan pendidikan;
e. Memperkuat kurikulum dan pelaksanaannya;
f. Memperkuat sistem penilaian pendidikan yang komprehensif dan kredibel;
g. Meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru;
h. Meningkatkan pemerataan akses pendidikan tinggi;
i. Meningkatkan kualitas pendidikan tinggi;
LAmpiran

j. Meningkatkan relevansi dan daya saing pendidikan tinggi;


k. Meningkatkan tata kelola kelembagaan perguruan tinggi.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 281
NO. TUJUAN GLOBAL KEBIJAKAN RPJMN 2015 - 2019
5 Kesetaraan Gender a. Meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan;
(Buku I, Bab 6.2.2)
b. Menekankan peran perempuan di bidang politik;
c. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG)
6 Air Bersih dan Sanitasi a. Menjamin ketahanan air melalui peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan
Layak perilaku dalam pemanfaatan air minum dan pengelolaan sanitasi; (Buku I,hal 6-100)
b. Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang dilakukan di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat; (Buku I, hal 6-101)
c. Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan infrastruktur air minum dan sanitasi;
(Buku I, hal 6-102)
d. Pemeliharaan dan pemulihan sumber air dan ekosistemnya; (Buku I, Hal 6-158)
e. Pemenuhan kebutuhan dan jaminan kualitas air untuk kehidupan sehari-hari bagi

id
masyarakat; (Buku I, Hal 6-159)

o.
f. Pemenuhan kebutuhan air untuk kebutuhan sosial dan ekonomi produktif; (Buku I, Hal
6-160)
g. .g
Peningkatan ketangguhan masyarakat dalam mengurangi risiko daya rusak air termasuk
perubahan iklim; (Buku I, Hal 6-161)
ps
h. Peningkatan kapasitas kelembagaan, ketatalaksanaan, dan keterpaduan dalam
pengelolaan sumber daya air yang terpadu, efektif, efisien dan berkelanjutan, termasuk
.b

peningkatan ketersediaan dan kemudahan akses terhadap data dan informasi (Buku I,
Hal 6-162)
w

7 Energi Bersih dan a. Meningkatkan produksi energi primer; (Buku I, Bab 6.7.3)
w

Terjangkau b. Meningkatkan cadangan penyangga dan operasional energi; (Buku I, Bab 6.7.3)
/w

c. Meningkatkan peranan energi baru terbarukan dalam Bauran energi; (Buku I, Bab 6.7.3)
d. Meningkatkan aksesibilitas energi; (Buku I, Bab 6.7.3)
:/

e. Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi dan listrik; (Buku I, Bab 6.7.3)
tp

f. Memanfaatkan potensi sumber daya air untuk PLTA. (Buku I, Bab 6.7.3)
ht

8 Pekerjaan Layak a. Pembangunan destinasi pariwisata diarahkan untuk meningkatkan daya tarik daerah
dan Pertumbuhan tujuan wisata sehingga berdayasaing di dalam negeri dan di luar negeri; (Buku I, hal
Ekonomi 6-130)
b. Pemasaran pariwisata nasional; (Buku I, hal 6-131)
c. Pembangunan industri pariwisata; (Buku I, hal 6-131)
d. Pembangunan kelembagaan pariwisata; (Buku I, hal 6-131)
e. Meningkatkan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja; (Buku I, bab 6.6.10)
f. Memperbaiki iklim ketenagakerjaan dan menciptakan hubungan industrial; (Buku I, bab
6.6.10)
g. Kebijakan penguatan fungsi intermediasi keuangan; (Buku I, bab 6.7.6)
h. Kebijakan keuangan mikro inklusif; (Buku I, bab 6.7.6)
lampiran

i. Pengembangan dan optimalisasi peran lembaga keuangan bukan bank; (Buku I, bab
6.7.6)

282 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
NO. TUJUAN GLOBAL KEBIJAKAN RPJMN 2015 - 2019
j. Pembentukan lembaga keuangan khusus untuk pembiayaan prioritas pembangunan
(Buku I, bab 6.7.6)
9 Industri, Inovasi dan a. Peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam pembiayaan infrastruktur; (Buku I, Bab 6.6.4)
Infrastruktur b. Pengarusutamaan (mainstreaming) skema KPS dalam pembangunan infrastruktur; (Buku
I, Bab 6.6.4)
c. Implementasi prinsip Value for Money (VfM); (Buku I, Bab 6.6.4)
d. Pengembangan alternatif pembiayaan infrastruktur; (Buku I, Bab 6.6.4)
e. Peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan; (Buku I, Bab )
f. Peningkatan dukungan iptek bagi daya saing sektor produksi; (Buku I, Bab 6.6.7)
g. Peningkatan dukungan Iptek bagi keberlanjutan dan pemanfaatan sumber daya alam;
(Buku I, Bab 6.6.7)

id
h. Peningkatan dukungan bagi riset dan pengembangan dasar; (Buku I, Bab 6.6.7
i. Pembangunan taman tekno dan taman sains; (Buku I, Bab 6.6.7)

o.
j. Peningkatan agroindustri, hasil hutan dan kayu, perikanan, dan hasil tambang;
k.
l.
.g
Akselerasi pertumbuhan industri manufaktur; (Buku I, Bab 6.6.8)
Akselerasi pertumbuhan pariwisata; (Buku I, Bab 6.6.8)
ps
m. Akselerasi pertumbuhan ekonomi kreatif; serta (xiii) Peningkatan daya saing UMKM dan
koperasi(Buku I, Bab 6.6.8)
.b

10 Berkurangnya a. Menciptakan pertumbuhan inklusif; (Buku I, hal. 2.11 13)


w

Kesenjangan b. Memperbesar investasi padat kerja; (Buku I, hal. 2.11 13)


w

c. Memberikan perhatian khusus kepada usaha mikro; (Buku I, hal. 2.11 13)
/w

d. Menjamin perlindungan sosial bagi pekerja informal; (Buku I, hal. 2.11 13)
e. Meningkatkan dan memperluas pelayanan dasar bagi masyarakat kurang mampu; (Buku
:/

I, hal. 2.11 13)


tp

f. Memperluas ekonomi perdesaan dan mengembangkan sektor pertanian; (Buku I, hal.


2.11 13)
ht

g. Menjaga stabilitas harga dan menekan laju inflasi. (Buku I, hal. 2.11 13)
11 Kota dan Permukiman a. Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN); (Buku I, hal 6-43)
Berkelanjutan b. Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP); (Buku I, hal 6-43)
c. Pembangunan kota hijau dan berketahanan iklim dan bencana; (Buku I, hal 6-43)
d. Pengembangan kota cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi dan budaya lokal;
(Buku I, hal 6-43)
e. Peningkatan kapasitas tata kelola pembangunan perkotaan. (Buku I, hal 6-43)
12 Konsumsi dan a. Penerapan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan (Buku I, hal. 6-170)
Produksi yang
Bertanggung Jawab
13 Penanganan a. Mengurangi resiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah
LAmpiran

Perubahan Iklim daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana; (Buku I. hal.6-171)
b. Mengembangkan pembangunan rendah karbon dan adaptasi perubahan iklim; (Buku I.
hal. 6-174)

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 283
NO. TUJUAN GLOBAL KEBIJAKAN RPJMN 2015 - 2019
c. Meningkatkan akurasi dan kecepatan analisis serta penyam-paian informasi peringatan
dini (iklim dan bencana); (Buku I. hal. 6-174)
d. Menyediakan dan meningkatkan kualitas data dan informasi pendukung penanganan
perubahan iklim yang berkesinambungan; (Buku I. hal. 6-174)
e. Meningkatkan kecepatan dan akurasi data dan informasi Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (MKG) yang mudah diakses dan berkesinambungan(Buku I. hal. 6-174)
14 Ekosistem Lautan a. Percepatan pengembangan ekonomi kelautan; (Buku I. Hal. 6-176)
b. Meningkatkan dan mempertahankan kualitas, daya dukung dan kelestarian fungsi
lingkungan laut; (Buku I. Hal. 6-178)
c. Meningkatkan wawasan dan budaya bahari, serta penguatan peran SDM dan Iptek
Kelautan; (Buku I. Hal. 6-179)
d. Meningkatkan harkat dan taraf hidup nelayan dan masyarakat pesisir(Buku I. Hal. 6-179)

id
15 Ekosistem Daratan a. Meningkatkan kapasitas pengelola hutan konservasi dalam melindungi, mengawetkan

o.
ekosistem hutan, sumber daya jenis, dan sumber daya genetik; (Buku I, hal. 6-168)
b. Mempercepat kepastian status hukum kawasan hutan, meningkatkan keterbukaan data
.g
dan informasi sumber daya hutan, dan meningkatkan kualitas tata kelola di tingkat
tapak; (Buku I, hal. 6-169)
ps
c. Meningkatnya kualitas air, udara dan lahan/hutan, yang didukung oleh kapasitas
pengelolaan lingkungan yang kuat (Buku I, hal. 6-169)
.b

16 Perdamaian, Keadilan a. Meningkatkan peran kelembagaan demokrasi dan mendorong kemitraan lebih kuat
dan Kelembagaan antara pemerintah, swasta dan masyarakat sipil; (Buku I. Bab 6.2.1)
w

yang Tangguh b. Memperbaiki perundang-undangan bidang politik; (Buku I. Bab 6.2.1)


w

c. Penyempurnaan sistem manajemen dan pelaporan kinerja instansi pemerintah secara


/w

terintegrasi, kredibel, dan dapat diakses public; ; (Buku I. Bab 6.2.3)


d. enerapan e-government untuk mendukung bisnis proses pemerintah dan pembangunan
:/

yang sederhana, efesien dan transparan dan terintegrasi; (Buku I. Bab 6.2.3)
tp

e. Penerapan open government; (Buku I. Bab 6.2.3)


f. Restrukturisasi kelembagaan birokrasi pemerintah agar efektif, efisien dan sinergis;
ht

(Buku I. Bab 6.2.4)


g. Penerapan manajemen Apartur Sipil Negara (ASN) yang transparan, kompetitif dan
berbasis merit; (Buku I. Bab 6.2.4)
h. Peningkatan kualitas pelayanan publik; (Buku I. Bab 6.2.4)
i. Membangun keterbukaan informasi publik dan komunikasi publik; ; (Buku I. Bab 6.2.5)
j. Mendorong masyarakat untuk dapat mengakses informasi publik dan memanfaatkannya;
; (Buku I. Bab 6.2.5)
k. Meningkatkan kualitas penegakan hukum; ; (Buku I. Bab 6.4.1)
l. Melakukan harmonisasi dan evaluasi peraturan terkait HAM; (Buku I. hal.6-52)
m. Optimalisasi Bantuan Hukum dan Layanan Peradilan bagi Masyarakat; (Buku I. hal.6-54)
n. Penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak; (Buku I. hal.6-54)
lampiran

o. Harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang korupsi; (Buku I. Bab 6.4.2)


p. Penguatan kelembagaan dalam rangka pemberantasan korupsi; (Buku I. Bab 6.4.2

284 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
NO. TUJUAN GLOBAL KEBIJAKAN RPJMN 2015 - 2019
q. Meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan anti-korupsi; (Buku I. Bab 6.4.2
r. Meningkatkan pencegahan korupsi; (Buku I. Bab 6.4.2)
s. Memperkuat sistem perlindungan anak dan perempuan dari berbagai tindak kekerasan;
(Buku I. Bab 6.4.6)
t. Meningkatkan kapasitas kelembagaan perlindungan anak dan perempuan; (Buku I. Bab
6.4,6)
u. Peningkatan ketersediaan layanan bantuan hukum bagi kelompok marjinal (Buku I.
hal.6-63)
17 Kemitraan Untuk a. Menata kembali kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif; (Buku I. Bab
Mencapai Tujuan 6.1.1)
b. Meningkatkan peran Indonesia di tingkat global; (Buku I. Bab 6.1.6)
c. Meningkatkan peran Indonesia dalam kerja sama antara selatan dan triangular; (Buku I.

id
Bab 6.1.6)

o.
d. Peningkatan kualitas data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat dan tepat
sasaran; (Buku I. Bab 6.1.10)
e. .g
Mendorong pembangunan fixed/wireline broadband; (Bk I. Hal.6-93)
ps
f. Penguatan proses pengambilan keputusan kebijakan Kerjasama Pemerintah Swasta
(KPS); (Buku I. Hal.7-16)
.b

g. Peningkatan Iklim Investasi dan dan Iklim Usaha untuk meningkatkan efisiensi proses
perijinan bisnis; (Buku I. Hal.6-93)
w

h. Peningkatan investasi yang inklusif terutama dari investor domestik; (Buku I. Hal.6-107)
w

i. Meningkatkan kualitas data dan informasi statistik di bidang ekonomi; (Buku I. Bab
6.6.11)
/w

j. Reformasi penerimaan perpajakan yang komprehensif; (Buku I. Bab 6.7.7)


:/

k. Pencapaian sasaran inflasi dan penurunan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih
sehat serta kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya
tp

(Buku I. Bab 4.2.2)


ht

LAmpiran

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 285
id
o.
.g
ps
.b
w
w
/w
:/
tp
ht
lampiran

286 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2014. Hasil Survei Kebutuhan Data 2014. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Hasil Survei Kebutuhan Data 2015. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Indikator Perilaku Peduli Lingkungan Hidup 2014. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2015. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia Agustus 2015. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2015. Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2015. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia 2015. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Berita Resmi Statistik. Berbagai Edisi. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2016. Indikator Perumahan Dan Kesehatan Lingkungan 2015. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2016. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia Agustus 2016. Jakarta: BPS.

id
Badan Pusat Statistik. 2016. Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi. Jakarta:BPS.
Badan Pusat Statistik. 2016. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Oktober 2016. Jakarta: BPS.

o.
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Indonesia 2016. Jakarta: BPS.

.g
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2016. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2016. Jakarta: BPS.
ps
Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kemenkes, and ICF Internasional. 2013. Indonesia Demographic and Health Survey 2012. Jakarta,
Indonesia: BPS, BKKBN, Kemenkes, and ICF Internasional.
.b

Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kemenkes, dan Macro International Inc. 1992. Indonesia Demographic and Health Survey 1991.
Calverton, Maryland: CBS and MI.
w

Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kemenkes, dan Macro International Inc. 1995. Indonesia Demographic and Health Survey 1994.
w

Calverton, Maryland: BPS and MI.


/w

Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kemenkes, dan Macro Intemational Inc. 1998. Indonesia Demographic and Health Survey 1997.
Calverton, Maryland: CBS and MI.
:/

Badan Pusat Statistik dan Macro International. 2008. Indonesia Demographic and Health Survey 2007. Calverton, Maryland,
tp

USA: BPS and Macro International.


Badan Pusat Statistik dan ORC Macro. 2003. Indonesia Demographic and Health Survey 2002-2003. Calverton, Maryland, USA:
ht

BPS and ORC Macro.


Bank Indonesia. November 2016. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Bappenas. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Jakarta: Bappenas.
Bappenas. 2015. Executive Summary Fifteen Year MDGs Achievement in Indonesia (2000-2015). Jakarta: Bappenas.
Bappenas dan BPS. 2015. Indeks Pembangunan Desa 2014. Jakarta: Bappenas Dan BPS.
BKKBN. 2014. Kebijakan Program KB. Jakarta: Diakses melalui www.bkkbn.go.id
BPJS Ketenagakerjaan. 2013. Laporan Berkelanjutan 2016. Jakarta: BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan. 2014. Laporan Tahunan 2014. Jakarta: BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan. 2016. Resume Laporan Pengelolaan Program (Audited) 2015. Jakarta: BPJS Ketenagakerjaan.
BNPB. 2011. Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun 2011. Jakarta: BNPB.
DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2014. Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun 2013. Jakarta: BNPB.
Budiati, Indah, dkk. 2015. Kajian Indikator Lintas Sektor: Potret Awal Pembangunan Pasca MDGs, Sustainable Development Goals
(SDGs). Jakarta: BPS.
http://bansm.or.id/akreditasi/rekapitulasi diakses pada November 2016

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 287
http://bppsdmk.kemkes.go.id/info_sdmk/info/renbut.php diakses pada November 2016
http://www.bps.go.id/ diakses pada Desember 2016
http://data.worldbank.org/ diakses pada Desember 2016
http://dibi.bnpb.go.id/data-bencana/statistik di akses pada bulan desember 2016
http://komisiinformasi.go.id/ diakses pada November 2016
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly/year/2015/month/12 diakses pada Oktober 2016
http://unstats.un.org/ di akses pada bulan desember 2016
http://www.anggaran.depkeu.go.id/ diakses pada Desember 2016
http://www.komnasperempuan.go.id/ diakses pada November 2016
http://www.ombudsman.go.id/ diakses pada November 2016
http://www.ti.or.id/ diakses pada Oktober 2016
Iconesia. 2015. Laporan Survei Kepuasan Badan Pusat Statistik (BPS). Jakarta.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2015. Jakarta: Kementerian Kelautan dan

id
Perikanan.

o.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
.g
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kemenkes RI.
ps
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Buku Saku Pemantauan Status Gizi dan Indikator Kinerja Gizi Tahun 2015. Jakarta: Kemenkes
RI.
.b

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Keuangan. 2016. Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran
w

2017. Jakarta: Kementerian Keuangan.


w

Kementerian Keuangan. 2016. Informasi APBN 2016. Jakarta: Kementerian Keuangan.


Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Bank Indonesia. 2016. Statistik Utang Luar Negeri Indonesia. Jakarta.
/w

Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. 2015. Statistik Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tahun 2014.
:/

Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan.


Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. 2016. Laporan Kegiatan PKPLB3 2015. Jakarta: Kementerian Lingkungan
tp

Hidup Dan Kehutanan.


ht

Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. 2016. Statistik Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Tahun 2015.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan.
Kementerian Pariwisata. 2016. Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pariwisata Tahun 2015. Jakarta: Kementerian
Pariwisata.
Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat. 2016. Buku Informasi Statistik Kementerian Pekerjaan Umum Dan
Perumahan Rakyat Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat.
Kementerian Perhubungan. 2015. Perhubungan Darat Dalam Angka 2014. Jakarta: Kementerian Perhubungan.
Kementerian Perhubungan. 2016. Buku Informasi Transportasi 2015. Jakarta: Kementerian Perhubungan.
Kementerian Perhubungan. 2016. Statistik Perhubungan 2015 Buku I. Jakarta: Kementerian Perhubungan.
Kementerian Perhubungan. 2016. Statistik Perhubungan 2015 Buku II. Jakarta: Kementerian Perhubungan.
DAFTAR PUSTAKA

Nuraini, dkk. 2016. Profil Penduduk Indonesia Hasil Supas 2015. Jakarta: BPS.
Nuraini. 2011. Fertilitas Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: BPS.
Penny K. Lukito. MCP. Ph.D. 2013. Kebijakan Subsidi Untuk Pelayanan Air Minum Yang Berkeadilan Bagi Masyarakat Miskin Di
Perkotaan. Jurnal Perencanaan Pembangunan Vol. XIX no.1. Jakarta: Bappenas.

288 Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: Pm 69 Tahun 2013 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Hipertensi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Malaria. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan Analisis HIV AIDS. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
PSDP Kemendikbud. 2011. Statistik Sekolah Dasar 2011/2012. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2011. Statistik Sekolah Menengah Pertama 2011/2012. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2011. Statistik Sekolah Menengah Atas 2011/2012. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2011. Statistik Sekolah Menengah Kejuruan 2011/2012. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2012. Statistik Pendidikan Anak Usia Dini 2012/2013. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2012. Statistik Sekolah Dasar 2012/2013. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2012. Statistik Sekolah Menengah Pertama 2012/2013. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2012. Statistik Sekolah Menengah Atas 2012/2013. Jakarta: Setjen Kemendikbud.

id
PSDP Kemendikbud. 2012. Statistik Sekolah Menengah Kejuruan 2012/2013. Jakarta: Setjen Kemendikbud.

o.
PSDP Kemendikbud. 2014. Statistik Pendidikan Anak Usia Dini 2013/2014. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2014. Statistik Sekolah Dasar 2013/2014. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
.g
PSDP Kemendikbud. 2014. Statistik Sekolah Menengah Pertama 2013/2014. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
ps
PSDP Kemendikbud. 2014. Statistik Sekolah Menengah Atas 2013/2014. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2014. Statistik Sekolah Menengah Kejuruan 2013/2014. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
.b

PSDP Kemendikbud. 2015. Statistik Pendidikan Anak Usia Dini 2014/2015. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2015. Statistik Sekolah Dasar 2014/2015. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
w

PSDP Kemendikbud. 2015. Statistik Sekolah Menengah Pertama 2014/2015. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
w

PSDP Kemendikbud. 2015. Statistik Sekolah Menengah Atas 2014/2015. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
/w

PSDP Kemendikbud. 2015. Statistik Sekolah Menengah Kejuruan 2014/2015. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2015. Statistik Sekolah Luar Biasa 2014/2015. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
:/

PSDP Kemendikbud. 2016. Statistik Sekolah Dasar 2015/2016. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
tp

PSDP Kemendikbud. 2016. Statistik Sekolah Menengah Pertama 2015/2016. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
ht

PSDP Kemendikbud. 2016. Statistik Sekolah Menengah Atas 2015/2016. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2016. Statistik Sekolah Menengah Kejuruan 2015/2016. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
PSDP Kemendikbud. 2016. Statistik Sekolah Luar Biasa 2015/2016. Jakarta: Setjen Kemendikbud.
Sekretariat PROPER KLHK. 2015. PROPER 2015. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan.
Subdirektorat Statistik Politik dan Keamanan. 2014. Statistik Kriminal 2014. Jakarta: BPS.
Subdirektorat Statistik Politik dan Keamanan. 2016. Statistik Kriminal 2016. Jakarta: BPS.
Subdirektorat Statistik Rumah Tangga. 2013. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2012. Jakarta: BPS.
Subdirektorat Statistik Rumah Tangga. 2014. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2013. Jakarta: BPS.
Subdirektorat Statistik Rumah Tangga. 2015. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2014. Jakarta: BPS.
Subdirektorat Statistik Rumah Tangga. 2015. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2015. Jakarta: BPS.
DAFTAR PUSTAKA

Syafrudin, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.


United Nations. 2016. The Sustainable Development Goals Report 2016. New York: United Nations.
World Bank. 2015. Adjusting to a changing world. Washington: World Bank.
World Bank Group. 2016. Migration and Remittances Factbook 2016 Third Edition. Washington, DC: World Bank.

Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) di Indonesia 289
id
o.
DATA .g
ps
MENCERDASKAN BANGSA
.b
w
w
/w
:/
tp
ht

BADAN PUSAT STATISTIK


Jl. dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta 10710
Telp : (021) 3841195, 3842508, 3810291-4, Fax : (021) 3857046,
Email: bpshq@bps.go.id Homepage : http:/www.bps.go.id

You might also like