You are on page 1of 13

TRADITIONAL KNOWLEDGE DAN ADAPTASI

MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI


PERUBAHAN IKLIM

Disusun oleh:
Dany Poltak Marisi (P052160241)
Nunik Iriyanti Ramadhan (P052160441)
Ida Bagus Made Baskara (P052160531)

PROGRAM STUDI
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
DAFTAR ISI

1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
2 PEMBAHASAN 2
3 SIMPULAN DAN SARAN 10
Simpulan 10
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Iklim Adalah kondisi rata-rata suhu, curah hujan, tekanan udara, dan angin dalam
jangka waktu antara 30-100 tahun (Suparmoko,2008). Dengan kata lain, iklim adalah
pola cuaca . iklim dipengaruhi oleh 5 komponen yaitu atmosfer, lautan, cryosfer, dan
geosfer. Gas Rumah kaca (GRK) adalahgas yang memanaskan permukaan bumi dan dan
bagian bawah dari atmosfer. Salah satu jenis GRK adalah karbon dioksida (CO2) yang
secara alami oleh aktivitas manusia dan gunung-gunung berapi. GRK berperan penting
terhadap peristiwa efek rumah kaca (ERK). Energi dan radiasi sinar matahri mengenai
bumi, kemudian sebagian dipantulkan kembali mempenetrasikan atmosfer dan sebagian
menghangatkan permukaan bumi. Radiasi sinar infra merah dikeluarkan oleh bumi,
sehingga akan mendinginkan suhu bumi. Tetapi sebagian dari sinar infra merah itu
terperangkap oleh gas rumah kaca di dalam atmosfer yang bertidak sebagai
selimut,sehingga membuat bumi tetap hangat/panas dan ini merupakan efek rumah kaca.
ERK membuat bumi layak ditempati manusia
Namun dewasa ini, banyak aktivitas manusia yang menyebabkan peningkatan
GRK di udara, seperti industry dan transportasi. Akibatnya suhu rata-rata permukaan
bumi meningkat. Peristiwa ini disebut pemanasan global. Meningkatnya suhu rata-rata
bumi mengakibatkan perubahan unsur-unsur iklim sehingga terjadilah perubahan iklim.
Perubahan iklim terjadi perlahan tetapi pasti. Sebagian besar wilayah bumi menjadi
semakin panas dan sebagian lainnya semakin dingin. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri
adalah bahwa pada abad 20, temepratur rata-rata bumi naik 0,4-0,8 C. Kenaikan ini
diduga akan terus berlangsung, dan pada tahun 2100 temepratur rata-rata global akan
menjadi 1,4 - 5,8 lebih hangat (Tompkins, 2002).
Jika emisi GRK tidak dikurangi dan distabilkan maka keadaan akan semakin
parah. Banyak dampak yang ditimbulkan dari adanya perubahan iklim terhadap
kehidupan manusia, baik dampak secara ekologi, ekonomi, dan sosial. Contohnya seperti
bencana banjir, tanah longsor, penyebaran wabah penyakit, dll. Oleh karena itu mau tidak
mau manusia harus berusaha untuk melakukan penekanan peningkatan gas emisi rumah
kaca. Kearifan lokal dalam masyarakat sangat membantu untuk melakukan pengurangan
emisi GRK. Karena melalui kearifan lokal, masyarakat akan patuh untuk menaati
peraturan tersebut. Banyak kearifan lokal dalam masyarakat terutama di Indonesia yang
mennganjurkan untuk melakukan kehidupan yang selaras dengan alam. Manusia pun
sudah harus beradaptasi dengan keadaan dengan adanya perubahan iklim ini. Harus ada
perubahan perilaku dan aktivitas dari manusia agar emisi GRK tidak semakin meningkat.
Pengurangan emisi GRK dapat dilakukan dengan pengurangan penggunaan bahan bakar
fosil, ekploitasi alam yang berlebihan tanpa memprhitungkan kelestarian di masa yang
akan datang, dan melakukan perbaikan kondisi lingkungan.

1.2 TUJUAN

1. Mengetahui traditional knowledge dalam masyarakt untuk menghadapi perubahan iklim.


2. Mengetahui adaptasi masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim
PEMBAHASAN

2.1 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM

Banyak dampak yang ditimbulkan dari adanya perubahan iklim dalam masyarat.
Pengaruh perubahan iklim dalam pembangunan ekonomi dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung. Memiliki pengaruh langsung ketika aktifitas ekonomi tersebut banyak bergantung pada
iklim dan cuaca seperti pertanian tadah hujan dan aktifitas nelayan di laut. Dan pengaruh tidak
langsung terjadi ketika bencana akibat perubahan iklim itu menyebabkan terganggunya aktifitas
ekonomi.

Sektor pertanian akhir-akhir ini petani mulai mengeluh akan ketidakjelasannya musim
tanam dan musim panen dikarenakan faktor iklim yang sulit diprediksi, musim kemarau yang
kadang datang lebih awal atau musim hujan yang melewati batas normal menjadi penyebab.
Bahkan banjir dan kekeringan di sejumlah wilayah menjadi penyebab gagal panen, sehingga
bertambah lagi bencana bagi petani akibat perubahan iklim yang terjadi.

Bukan hanya petani saja ternyata yang mendapatkan efek langsung dari perubahan iklim.
Dari sektor kelautan dan peikanan nelayan juga mengalami hal yang demikian, pendapatan ikan
mereka menurun lantaran ikan-ikan semakin menjauh dari tepi laut yang sudah semakin panas
sehingga ikan-ikan mencari habitat yang lebih dalam. Jika ingin mendapatkan ikan yang lebih
banyak mereka harus menambah biaya berlayar.

Hal ini tidak saja meningkatkan biaya produksi, tetapi juga bahkan dapat menyebabkan
kelangkaan. Apabila kita mengaitkannya saja dengan salah satu logika ekonomi, apabila
penawaran menurun sementara permintaan tetap atau bahkan meningkat akan menyebabkan
harga komoditas naik, dan itu yang terjadi dengan harga beras serta harga ikan yang terus
mengalami kenaikan. Terutama di saat-saat cuaca sedang meningkat.

Di sektor kehutanan, perubahan iklim terjadinya pergantian beberapa spesies flora dan
fauna. Kenaikan suhu akan menjadi faktor penyeleksi alam, dimana spesies yang mampu
beradaptasi akan bertahan dan, bahkan kemungkinan akan berkembang biak dengan pesat.
Sedangkan spesies yang tidak mampu beradaptasi, akan mengalami kepunahan. Adanya
kebakaran hutan yang terjadi merupakan akibat dari peningkatan suhu disekitar hutan.
Pembakaran yang dilakukan oleh aktivitas manusia untuk pembukaan lahan kian memperparah
keadaan. Selain itu, kebakaran hutan menyebabkan punahnya berbagai keanekaragaman hayati.
Anggaran negara akan semakin bertambah untuk menanggulangi kerusakan hutan yang sudah
terjadi.

2.2 TRADITIONAL KNOWLEDGE DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM


Indonesia sangat rawan terkena dampak perubahan iklim karena di wilayah pedesaan
dihuni oleh mayoritas masyarakat petani, di kawasan pesisir didominasi oleh nelayan hingga
kawasan perbukitan ditempati oleh masyarakat peladang. Masyarakat tersebut memiliki
kerawanan besar baik jiwa maupun aspek ekonomi apabila terjadi bencana alam maupun dampak
perubahan iklim. Dengan demikian, upaya adaptif perlu diberikan porsi yang lebih besar bagi
kelompok masyarakat tersebut.

Upaya adaptasi perubahan iklim tidak akan berjalan baik apabila kelompok masyarakat
yang menjadi target untuk rencana aksi tidak ditempatkan sebagai subyek. Upaya menjaring
permasalahan agar aksi adaptasi nasional dapat efektif dan tidak lepas harus melibatkan profesi
rentan atau masyarakat lokal yang hidup di kawasan yang rawan terkena dampak perubahan
iklim. Isu perubahan iklim terkadang terlalu ilmiah untuk dipahami masyarakat pada umumnya.
Maka membangun kesadaran akan dampak perubahan iklim perlu menggunakan cara-cara yang
sederhana yaitu menggali potensi kearifan lokal.

Sudah terlalu lama, kearifan lokal dianggap hanya sekedar mitos bahkan tidak
ditempatkan sama selayaknya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap memiliki nilai
kebenaran, sementara kearifan lokal dianggap hanya suatu hal yang terjadi secara kebetulan.
Sebaliknya para ilmuwan lokal tidak berupaya mempopulerkan kearifan lokal.
Selayaknya, ilmuwan perlu untuk menggali kearifan lokal sebagai upaya untuk berkomunikasi
dan memahami filofosi yang dijunjung oleh masyarakat lokal. Karena itu perlu upaya untuk
mendokumentasikan kearifan lokal yang tersebar di seluruh nusantara. (Wulansari, 2015)
Masyarakat adat merupakan kontributor terkecil pada perubahan iklim, namun merekalah
yang pertama menderita karena dampak-dampaknya. Musim kering yang
berkepanjangan, badai dan topan yang lebih menghancurkan, es yang mencair, banjir,
peningkatan permukaan air laut, peningkatan penyebaran dan keganasan penyakitpenyakit
menular, di antaranya, telah mempengaruhi cara hidup, kesehatan, mata
pencaharian, tanah, sumber daya dan wilayah mereka secara mengkhawatirkan.
Menghadapi semua ini, masyarakat adat telah dipaksa untuk beradaptasi, menggunakan
pengetahuan tradisional, inovasi dan praktik mereka, dengan menyesuaikan diri terhadap
kondisi-kondisi yang berubah secara sangat cepat ini. Di bawah ini sejumlah studi kasus
dan contoh langkah-langkah adaptasi inovatif dalam wilayah-wilayah yang berbeda yang
terdokumentasi, memakai pengetahuan tradisional mereka, dalam menghadapi
perubahan iklim (SUNPII,2007)

2.3 MEKANISME ADAPTASI MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN


IKLIM

Adaptasi perubahan iklim dapat diartikan sebagai bentuk response penyesuaian yang
dilakukan untuk mengatasi dampak perubahan iklim baik yang memperingan perusakan maupun
mengeksploitasi peluang-peluang yang menguntungkan sebagai reaksi terhadap iklim yang
sedang terjadi atau yang akan terjadi yang terkait dengan perubahan (UNISDR, UNDP, 2012).
Adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan proses yang terjadi secara alamiah yang
dilakukan oleh manusia dan makhluk hidup lain dalam habitat dan ekosistemnya sebagai sebuah
reaksi atas perubahan yang terjadi. Menurut definisi UNDP yang dikutip UNEP (2008), adaptasi
adalah a process by which strategies aiming to moderate, cope with, and take advantage of the
consequences of climate events are enhanced, developed and implemented. Di dalam laporan
tersebut juga menyertakan 4 prinsip dalam proses adaptasi perubahan iklim yaitu; menempatkan
adaptasi dalam konteks pembangunan, membangun pengalaman beradaptasi untuk
mengantisipasi variabilitas perubahan iklim, memahami bahwa adaptasi berlangsung dalam level
yang berbeda, terkhusus di level lokal dan memahami bahwa adaptasi adalah proses yang terus
berjalan.
Lebih lanjut, menurut UNEP (2008), untuk mencapai tujuan dari adaptasi di atas, perlu
langkah-langkah strategies sehingga tepat sasaran dan meminimalkan kerugian dari perubahan
iklim. Langkah-langkah adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut meliputi:

1. Mendapatkan orang dan pihak yang tepat untuk terlibat dalam proses partisipatif. Hal ini
didasari pada adaptasi perubahan iklim yang yang harus dilakukan secara terintegrasi
dalam rencana dan program pembangunan. Dengan demikian, orang dan pihak yang
terlibat; misalnya pemerintah, industri, masyarakat adat, masyarakat pesisir, NGOs; perlu
duduk bersama membicarakan langkah-langkah yang ditempuh untuk beradaptasi dengan
perubahan iklim dan menghasilkan keputusan melalui proses yang konprehensif.

2. Mengidentifikasi kerentanan, meliputi risiko saat ini dan risiko potensial yang mungkin
ditimbulkan. Setelah menentukan orang dan pihak terkait, langkah berikutnya adalah
mengidentifikasi risiko dan ancaman perubahan iklim, baik risiko saat ini maupun risiko
jangka panjang.

3. Penilaian kapasitas adaptasi. Hal ini berkaitan dengan properti yang dimiliki oleh pihak-
pihak terkait dalam proses adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.
Penilaian kapasitas adaptasi ini penting untuk mengurangi risiko akibat perubahan iklim.

4. Mengidentifikasi pilihan-pilihan adaptasi. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi


pilihan-pilihan adaptasi yang mungkin dilakukan berdasarkan analisis risiko dan
penilaian kapasitas adaptasi.

5. Mengevaluasi pilihan. Jika pilihan-pilihan adaptasi sudah teridentifikasi, maka opsi-opsi


tersebut perlu dipilih berdasarkan efektivitas, kemudahan dalam implementasi,
penerimaan dari masyarakat lokal, dukungan dari ahli dan dampak sosial yang
ditimbulkan.

6. Implementasi. Tahap implementasi adalah tahap pelaksanaan pilihan adaptasi yang telah
diputuskan untuk diambil dalam menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.
7. Monitor dan mengevaluasi adaptasi. Tahap terakhir adalah monitor pelaksanaan
implementasi dan melakukan evaluasi atas pilihan adaptasi. Karena proses adaptasi
adalah proses yang terus berjalan, dipenuhi dengan variabilitas dan cost yang ditimbulkan
sulit untuk diperhitungkan/diprediksi, maka monitor dan evaluasi pilihan adaptasi perlu
dilakukan.

Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dan bahari yang
sangat melimpah serta produksi di sektor pertanian yang tinggi. Namun, kekayaan tersebut saat
ini menghadapi tantangan dengan adanya perubahan iklim yang mengancam para petani, nelayan
dan masyarakat yang tinggal di daerah yang rawan bencana, seperti mereka yang tinggal di
pesisir dan pulau-pulau kecil, sebab mata pencaharian mereka tergantung pada sektor pertanian
dan perikanan yang peka terhadap iklim. Hal ini karena perubahan iklim telah mengakibatkan
terjadinya perubahan cuaca dan musim dan naiknya permukaan air laut sehingga memberikan
ancaman bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup. Jika tidak segera diantisipasi,
sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengandalkan aktivitas penghidupan dari sektor-
sektor yang rentan terhadap iklim seperti pertanian dan perikanan akan sangat terpukul dan
merasakan dampak perubahan iklim yang signifikan.

Biaya yang ditimbulkan atas perubahan iklim memang belum bisa dikalkulasikan secara
tepat. Namun yang pasti, melihat fakta-fakta perubahan iklim yang sudah nyata dan dampaknya
yang mulai dirasakan, perlu segera diambil tindakan beradaptasi dengan perubahan iklim.
Mengingat dampak perubahan iklim yang sudah nyata, misalnya kejadian cuaca yang lebih
ekstrem, kenaikan permukaan air laut, kenaikan suhu air laut dan kenaikan suhu udara,
pemerintah bersama dengan segenap pihak terkait perlu segera bertindak untuk meminimalkan
dampak yang ditimbulkan atau bencana yang mungkin terjadi.

Dengan memerhatikan sektor-sektor yang potensial terkena dampak perubahan iklim, ada
beberapa hal yang perlu segera dilakukan untuk beradaptasi. Sesuai dengan kerangka adaptasi
yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, cara, metode dan opsi adaptasi perlu
diimplementasikan dan diintegrasikan dengan rencana pembangunan, dengan tujuan melindungi
dan masyarakat yang terkena dampak langsung perubahan iklim. Oleh karena itu, menyadari
Indonesia rentan terhadap dampak perubahan iklim, pemerintah lantas menyusun Rencana Aksi
Nasional untuk Adaptasi Perubahan Iklim. Upaya-upaya adaptasi tersebut berguna sebagai dasar
pembuatan rencana antisipasi, mulai dari penyebarluasan informasi, tindakan dan penanganan,
hingga pelibatan masyarakat.

Tindakan adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim dapat berupa:

1. Reaktif : menanggapi kondisi yang telah berubah


2. Antisipatif : perencanaan untuk perubahan iklim sebelum dampak diamati atau terjadi

Tindakan adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim dalam berbagai bidang yang dilakukan
masyarakat di Indonesia yaitu:

A. Adaptasi Perubahan Iklim Dalam Bidang Pertanian


Tindakan Reaktif /Responsif yaitu berupa :
Pengendalian erosi
Konstruksi bendungan untuk irigasi
Perubahan penggunaan dan aplikasi pupuk
Pengenalan jenis tanaman baru
Pemeliharaan kesuburan tanah
Perubahaan waktu penanaman dan panen
Peralihan ke tanaman yang berbeda
Program pendidikan dan penyebaran informasi tentang konservasi dan manajemen
tanah dan air
Tindakan Proaktif/Antisipatif yaitu berupa :
Pengembangan jenis tanaman yang toleran/resistan (terhadap kekeringan, garam,
serangga/hama)
Litbang
Manajemen tanah dan air
Diversifikasi dan intensifikasi tanaman pangan dan perkebunan
Kebijakan, Insentif pajak/subsidi, pasar bebas
Pengembangan sistem peringatan dini

B. Adaptasi Perubahan Iklim Dalam Bidang Sumber Daya Air


Tindakan Reaktif /Responsif yaitu berupa :
Perlindungan sumber daya air tanah
Perbaikan manajemen dan pemeliharaan sistem penyediaan air yang ada
Perlindungan daerah tangkapan air
Perbaikan penyediaan air
Air tanah, penampungan air hujan dan desalinasi
Tindakan Proaktif/Antisipatif yaitu berupa :
Penggunaan air yang lebih baik dari air yang didaur ulang
Konservasi daerah tangkapan air
Perbaikan sistem manajemen air
Reformasi kebijakan air termasuk kebijakan harga dan irigasi
Pengembangan pengendalian banjir dan pengawasan kekeringan

C. Adaptasi Perubahan Iklim Dalam Bidang Kehutanan


Tindakan Reaktif /Responsif yaitu berupa :
Perbaikan sistem manajemen, termasuk pengaturan deforestasi, reforestasi dan
aforestasi
Promosi agroforesty untuk meningkatkan produk dan jasa kehutanan
Pengembangan/perbaikan rencana manajemen kebakaran hutan
Perbaikan penyimpanan karbon oleh hutan
Tindakan Proaktif/Antisipatif yaitu berupa :
Penciptaan taman/reservasi, cagar alam, dan koridor keanekaragaman hayati
Identifikasi/pengembangan spesies yang resisten terhadap perubahan iklim
Kajian yang lebih baik akan kerentanan ekosistem
Pengawasan spesies
Pengembangan dan pemeliharaan bank bibit tanaman
Sistem peringatan dini kebakaran hutan

D. Adaptasi Perubahan Iklim Dalam Bidang Pesisi/Bahari


Tindakan Reaktif /Responsif yaitu berupa :
Pelindungan infrastruktur ekonomi
Penyadaran publik untuk meningkatkan perlindungan ekosistem pesisir dan laut
Pembuatan dinding laut dan penguatan pantai
Perlindungan dan konservasi terumbu karang, mangrove, rumput laut, dan vegetasi
pinggir pantai
Tindakan Proaktif/Antisipatif yaitu berupa :
Manajemen zona pesisir yang terintegrasi
Perencanaan dan penentuan zona pesisir yang lebih baik
Pengembangan peraturan untuk perlindungan pesisir
Penelitian dan pengawasan pesisir dan ekosistem pesisir
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, Arief. 2013. Adaptasi Petani Terhadap Perubahan Iklim. Jakarta.

UNISDR, UNDP, 2012: Disaster Risk Reduction and Climate Change Adaptation in the Pacific:
An Institutional and Policy Analysis. Suva, Fiji: UNISDR, UNDP, 76pp
UNISDR. 2006. Changing perceptions and practices in risk management:Climate Field Schools.
UNISDR INFORMS. (2): 2006

Suparmoko, M. 2008.konomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (Suatu Pendekatan Teoritis).
Yogyakarta; BPFE.

Secretariat of the United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues, Climate


Change: An
Overview, November 2007

Tompkins, Heather. Climate Change and Extreme Weather Events: Is There Connection. 2002,
http://222.cicero.uio.no/media/1862.pdf

You might also like