Professional Documents
Culture Documents
SKIZOFRENIA (F20)
Disusun Oleh:
Haryati
11 777 055
Pembimbing:
dr. Nyoman Sumiati, Sp.KJ
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Haryati
NIM : 11 777 055
Judul Laporan Kasus : Skizofrenia (F20)
1
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Al-Khairaat Palu
BAB I
PENDAHULUAN
2
kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan
dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek
abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme.
Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya
tidak terganggu.2
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki
biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis
biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan
setelah umur 40 tahun jarang terjadi.3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, shizein yang berarti terpisah
atau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif,
dan gangguan dalam hubungan interpersonal. 3,4
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan
mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
3
realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan komunikasi sosial yang
nyata. Sering terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien
dan dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan
laboratorium.3,4
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom
dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.5
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering
mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya.
Menurut Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah
belah, adanya keretakan atau disharmoni atara proses pikir, perasaan, dan
perbuatan.4
B. Epidemiologi
John McGrath PhD dari Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland,
Wacol, Australia, dalam simposium bertema Psychosis Round the World, yang
membahas data terbaru epidemiologi skizofrenia, memberikan presentasi
sistematik untuk memandang kejadian skizofrenia. Ia mengatakan, kejadian
skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Dikarenakan pada wanita ada
hormon estrogen yang melindungi wanita dari sejumlah penyakit termasuk
skizofrenia. Kejadian tahunan berjumlah 15,2% per 100.000 penduduk, kejadian
pada imigran dibanding penduduk asli sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih
besar dibandingkan wanita. Di indonesia, menurut dr.Irmasyah, hampir 70%
mereka yang dirawat di bagian psikiatri karena skizofrenia. Angka di masyarakat
4
berkisar 1-2% dari seluruh penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup
mereka.1,2
C. Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak
dulu. Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan
patogenesisnya masih minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang
mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain:3,4
Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur.
Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%;
bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila
kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur
(heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur (monozigot) 61-86%. 3,4
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak. 3,4
Neurokimia
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
overaktivitas pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan
bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat
menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama
antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan
memblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2.3,4
D. Gambaran Klinis
Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan
mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama
(bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran
5
penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau
mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat lebih jelas
oleh orang lain. Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak
berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh.3,4
Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-samar sehingga kadang-kadang
tidak dapat dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang
tidak dapat dikoreksi. Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami
kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat
mempertahankan inteligensia yang mendekati normal, sebagian besar performa uji
kognitifnya buruk. Pasien dapat menderita anhedonia yaitu ketidakmampuan
merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteorisasi yaitu perburukan yang
terjadi secara berangsur-angsur. 3,4
Gejala Positif dan Negatif
Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi
afek mendatar atau menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking,
kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara
sosial.3,4
Gangguan Pikiran
- Gangguan proses pikir
Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering
tidak dapat dimengerti oleh orang lain dan terlihat tidak logis. Tanda-
tandanya adalah:3,4
1. Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut seolah
dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan
sehingga membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi
misalnya di pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak
koheren.
2. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus
mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang
tidak relevan.
6
3. Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka
mungkin mengandung arti simbolik)
4. Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan
kalimat) dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya
dengan topik lain. Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi.
5. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan
bunyi kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.
6. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja
diucapkan oleh seseorang.
7. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat
buruk kemampuan berpikir abstraknya.
8. Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin
pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat
sedikit ide yang disampaikan (miskin isi pembicaraan).
- Gangguan isi pikir 3,4
1. Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak sesuai dengan
fakta dan kepercayaan tersebut mungkin aneh atau bisa pula tidak
aneh tetapi sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankan meskipun telah
diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengkoreksinya. Waham sering
ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang
spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia
semakin sering ditemui waham disorganisasi atau waham tidak sistematis:
a. Waham kejar
b. Waham kebesaran
c. Waham rujukan
d. Waham penyiaran pikiran
e. Waham penyisipan pikiran
Gangguan Persepsi
- Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran
tetapi bisa juga berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan.
Halusinasi pendengaran dapat pula berupa komentar tentang pasien
atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut
dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah langsung ditujukan
kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering diterima
7
pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan
kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri
berbicara keras. Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada
fase awal skizofrenia.3,4
- Ilusi dan depersonalisasi
Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu
adanya misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi
yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu
adanya perasaan asing terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia
terlihat tidak nyata.3,4
E. Diagnosis
Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar
dan khas, dan adanya afek yang tidak wajar atau tumpul. Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi
simptom skizofrenia dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat
secara bersama-sama untuk diagnosis. Cara diagnosis pasien skizofrenia menurut
PPGDJ III antara lain; 5
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):5
a. Thought echo: isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal)
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
b. Waham dikendalikan (delusion of control). waham dipengaruhi (delusion of
influence), atau "passivity", yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau
pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations)
khusus; persepsi delusional;
8
c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku
pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian rubuh;
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak
wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas
keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan "manusia super"
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain);
Atau paling sedikit gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas
dalam kurun waktu satu bulan atau lebih;5
a. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas. Apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over valued
ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan terus-menerus;
b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor;
d. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodo (apatis), pembicaraan
yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
e. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan
gejala tersebut tetapi yang lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau
tidak) harus didiagnosis pertama kali sebagai gangguan psikosis fungsional.5
9
F. Klasifikasi Skizofrenia
a. Skizofrenia Paranoid 4,5
PPDGJ III DSM-IV
Pedoman Diagnostik : Tipe skizofrenia yang memenuhi
1. Memenuhi kriteria umum kriteria berikut:
1. Preokupasi terhadap satu atau lebih
diagnostik skizofrenia
2. Gejala tambahan : waham atau halusinasi auditorik
Halusinasi dan atau waham harus yang sering
menonjol : 2. Tidak ada hal berikut ini yang
a) Suara-suara halusinasi yang prominen: bicara kacau, perilaku
mengancam pasien atau memberi kacau atau katatonik, atau afek
perintah, atau halusinasi auditorik datar atau tidak sesuai
tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
b) Halusinasi pembauan atau
pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan
tubuh, halusinasi visual mungkin
ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap
jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi
(delusion of influence), atau
Passivity (delusion of passivity),
dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
d) Gangguan afektif, dorongan
kehendak dan pembicaraan, serta
10
gejala katatonik secara relatif tidak
nyata / menonjol.
11
dan tidak wajar (inappropiate),
sering disertai oleh cekikikan
(giggling) atau perasaan puas diri
(self satisfied), senyum sendiri
(self absorbed smilling) atau oleh
sikap, tinggi hati (lofty manner),
tertawa menyeringai ( grimaces),
mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks),
keluahan hipokondriakal, dan
ungkapan kata yang diulang
ulang (reiterated phrase).
c) Proses pikir mengalami
disorganisasi dan pembicaraan
tak menentu (rambling) serta
inkoheren.
5. Gangguan afektif dan dorongan
kehendak, serta gangguan proses
pikir umumnya menonjol
halusinasi atau waham mungkin
ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and
fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang
bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita
memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless)
dan tanpa maksud ( empty of
puspose) adanya suatu preokupasi
12
yang dangkal dan bersifat dibuat
buat terhadap agama, filsafat
dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami
jalan pikiran pasien.
13
terhadap semua perintah atau 3.Ekolalia atau ekopraksia
4.Mutisme
upaya untuk menggerakkan,
atau pergerakan kearah yang
berlawanan);
e) Rigiditas (mempertahankan
posisi tubuhyang kaku untuk
melawan upaya menggerakan
dirinya);
f) Fleksibilitas cerea/waxy
flexibility (mempertahankan
anggota gerak dan tubuh dalam
posisi yang dapat dibentuk dari
luar); dan
g) Gejala gejala lain seperti
command automatism
(kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan
pengulangan kata - kata serta
kalimat kalimat.
3. Pada pasien yang tidak
komunikatif dengan manifestasi
perilaku dan gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia
mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai
tentang adanya gejala gejala
lain. Penting untuk diperhatikan
bahwa gejala gejala katatonik
bukan petunjuk untuk diagnosis
skizofrenia. Gejala katatonik
dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau
14
alkohol dan obat obatan, serta
dapat juga terjadi pada
gangguan afektif.
15
penyakit/gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi
yang dapat menjelaskan disabilitas
negatif tersebut.
G. Terapi
Terapi Farmakologis
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
16
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa
jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik
yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50
tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 2 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini,
yaitu antipsikotik konvensional dan newer atypical antipsycotics.3,4
a. Antipsikotik Konvensional 3,4
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek
samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)
2. Mellaril (thioridazine)
3. Navane (thiothixene)
4. Prolixin (fluphenazine)
5. Stelazine (trifluoperazine)
6. Thorazine (chlorpromazine)
7. Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting)
dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan
secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada
newer atypic antipsycotic.3,4
17
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic
yang tersedia, antara lain :3,4
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzepine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-
pasien dengan Skizofrenia.3,4
Non-Medika Mentosa
- Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling
percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis
tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-
menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu,
jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang
dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan
klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan
permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat
dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan
wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu
kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya,
terapis dapat meningkatkan tes realitas. 3,4
- Hospitalization
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan dasar. 3,4
- ECT
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang
dilakukan di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini
diperkenalkan oleh Ugo Cerleti (1887-1963). Mekanisme penyembuhan
18
penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang
digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga
penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang
digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi
pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik
atau tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik.3,4
H. Prognosis
Ciri untuk mempertimbangkan prognosis baik hingga buruk pada skizofrenia4
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Awitan lambat Awitan muda
Ada faktor presipitasi yang Tidak ada faktor presipitasi
Awitan insidius
jelas
Riwayat sosial, seksual dan
Awitan akut
Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid buruk
Perilaku autistik, menarik diri
pekerjaan pramorbit baik
Lajang, cerai, atau
Gangguan mood
Menikah menjanda/duda
Riwayat keluarga dengan Riwayat keluarga dengan
gangguan mood skizofrenia
Sistem pendukung baik Sistem pendukung buruk
Gejala positif Gejala negatif
Tanda dan gejala neurologis
Riwayat trauma perinatal
Tanpa remisidalam 3 tahun
Berulang kali relaps
Riwayat melakukan tindakan
penyerangan
KESIMPULAN
19
antara lain genetik, neurokimia. Pada Skizofrenia terdapat gejala positif dan gejala
negatif. Gejala positif mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi
afek mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking,
kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial.
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik
mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-
dopamin. Mengingat belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia
tidak bisa dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian
dini penting, terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan pengobatan
dini, bila telah didiagnosis dapat membuat penderita normal kembali, serta
mencegah terjadinya gejala skizofrenia berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
20
3. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku
ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.h.170-94.
4. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock
BJ, Sadock VA. Kaplan & sadocks concise textbook of clinical psychiatry.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.147-75.
5. Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia, edisi 3, Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
21