You are on page 1of 81

PENGANTAR ILMU PATOLOGI KLINIK

Oleh : dr Hj. Darmawaty R SpPK (K)

Ilmu Patologi klinik adalah Ilmu Kedokteran bidang para klinik yang
merupakan jembatan antara bidang preklinik dan bidang klinik. Karena ini
sering dimasukkan dalam golongan yang klinik, dan diberi berbagai nama,
misalnya: Klinik Pathology (Amerika), Laboratorium Medicine (Inggris),
Klinische Diagnostik (Belanda). Ilmu ini mempelajari keadaan patologik yang
berhubungan denganklinik, antara lain apa yang disebut keadaan patologik
tersebut, mengapa keadaan patologik itu terjadi dan bagaimana menentukan
keadaan patologik tersebut,
Untuk mengetahui apa dan mengapa darl keadaan patologlk
diperlukan pengetahuan teori, sedang untuk mengetahui bagaimana'
menentukan keadaan patologik "tersebut diperlukanpengetahuan praktek.
Untuk terakhir inilah diperlukan laboratorium Patologi Kllnik.
Kegunaan ilmu ini ialah untuk membantu rnenentukan dlagnosis suatu
penyakit dengan memeriksa bahan darisi sakit di laboratorium Patologi
Klinik.
Patologi Klinik dibagi dalam seksi-seksi yaitu:
1. Hematologi yang mempelajari keadaan patologik dari pemeriksaan
darah, imunologi dan hal-hal yang berhubungan dengan transfusi darah.
2. Kimia klinik atau sering disebut kliniks kimia.
Chemical Pathology atau Clinical Biochemistry yang mempelajari
keadaan patologik secara kimiawi.
Mikrobiologi klinik atau Clinical Microbiology yang mempelajari sebagian
dari mikrobiologi yang langsung digunakan untuk keperluan klinik.
3. Organologi yang mempelajari keadaan patologik dari organ tubuh
misalnya, hati, ginjal dan kelenjar endorin.
Laboratorium patologi Klinik adalah laboratorium yang digunakan untuk
menentukan keadaan patologi dari bahan-bahan yang dipergunakan oleh
dari si sakit misalnya darah, urine, liquor.
Syarat laboratorium patologi Klinik adalah:
1. Adanya Staf
Staf ini terdiri dari orang-orang yang berpengetahuan dan berpengalaman
dalam bidang patologi klinik, tenaga tehnisi dan tenaga
administrasi.Sebagai pemimpin biasanya seorang yang berpengalaman
dalam bidang manajemen, seorang ahli patologi klinik, seorang dokter
atau seorang sarjana yang mengerti tentang patologi klinik. Stafnya dapat
terdiri dari:
a. Dokter ahli, dokter umum.
b. Sarjana Farmasi, Kimia, Insinyur dan lain-lainnya.
c. Analis Kimia dan Mikrobiologi
d. Laboran-Laboran
e. Petugas-petugas lain misalnya:
- Tenaga administrasi
- Tenaga tehnisi
- Pembersih ruangan
- Pembersih alat-alat dan sebagainya.

2. Adanya Laboratorium
Laboratorium terdiri dari ruang yang bersih, terang, ventilasi cukup
dan dilengkapi dengan:
a. Air leding, listrik dan gas yang baik
b. Mebel-mebel seperti meja, bangku, lemari dan lain-lainnya sesuai
dengan keperluan.
c. Alat-Alat
- Alat pemeriksaan misalnya colorimeter pH meter, spectrophotometer
- Alat gelas
- Alat pembantu seperti pendingin, pengeram, oven
- Buku teks, buku pedoman, buku hasil pemeriksaan dan majalah-
majalah sesuai dengan keperluan.
Besar kecilnya laboratorium Patologi Klinik adalah tergantung kepada
keperluan.Laboratorium yang melayani Puskesmas cukup satu ruangan
yang memenuhi sebagian persyaratan di atas.Sedangkan laboratorium
yang melayani rumah sakit seharusnya memenuhi persyaratan di atas.

3. Adanya prosedur kerja yang teratur


Ketergantungan prosedur kerja ini penting untuk tugas suatu
laboratorium patologi Klinik misalnya:
a. Untuk penemuan pemeriksaan baru
- Perlu didiskusikan antar staf
- Diadakan percobaan-percobaan sampai ada hasil yang dapat
diperoleh;
- Lalu ditawarkan kepada klinisi
b. Untuk prosedur pemeriksaan
- Siapa yang boleh mengirim bahan atau penderita, biasanya
pengiriman haruslah oleh dokter, oleh karena itu suatu
pemeriksaan laboratorium dimaksud untuk membantu dokter
dalam menegakkan suatu diagnose atas untuk mengikuti
perjalanan penyakit.
- Apa dan bagaimana bahan tersebut harus dikirimkan.
- Bagaimana prosedurnya di laboratorium Patologi Klinik misalnya
lewat administrasi penyiapan bahan, diperiksa, interpretasi oleh
dokter di laboratorium diarsipkan dan hasil dikembalikan kepada
dokter yang mengirim pasien.
c. Untuk mendapatkan hasil-hasil pemeriksaan yang baik perlu
diperhatikan beberapa petunjuk seperti:
- Bahan-bahan yang akan diperiksa (sampel) apakah memenuhi
persyaratan yang diperlukan untuk pemeriksaan yang diminta.
- Alat-alat yang akan dipergunakan apakah cukup baik untuk
memperoleh ketepatan (accuracy) dan ketelitian (precition) dari
hasil pemeriksaan.
- Metode apa yang dipakai untuk memperoleh ketepatan dan
ketelitian di samping mengingat kondisi setempat.
- Kemampuan para petugas untuk mendapatkan ketelitian yang
cukup.

4. Hubungan kerja
Dengan memperhatikan prosedur kerja di atas, akan terjadilah
hubungan kerja teratur antara laboratorium patologi klinik, R.S. dokter dan
masyarakat. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan
timbulnya bahaya tertentu di laboratorium dan bagaimana cara
pencegahannya atau penanggulangannya. Bahaya tersebut antara lain:
a. Keracunan
b. Kebakaran atau ledakan
c. Terbakar dan tersiram cairan panas
d. Lecet
e. Infeksi baik oleh bakteri, virus ataupun parasit
f. Gigitan binatang percobaan
g. Radiasi
Penatalaksanaan bahaya-bahaya yang mungkin terjadi di
laboratorium misalnya:
a. Bila bahan-bahan keras / racun mengenai kulit, cuci dengan air dan
sabun.
b. Bila mengenai saluran pernapasan (inhalasi) misalnya chloroform,
bahan anaesthesi, penderita dipindahkan ke tempat segar, mungkin
perlu melakukan hiperventilasi.

c. Bila keracunan peroral, tindakan tergantung jenis racun/bahan yang


tertelan misalnya: H2SO4, HCl, NaOH dan lain-lain, segera minum
air/susu sebanyak mungkin (sekurang-kurangnya 100 x bahan yang
diiminum).
Bila ada antidote segera berikan misalnya:
- Keracunan HCl dan asam oksalat, berikan 10 ml Calcium gluconat
10%
- Keracunan basa (KOH, NaOH, NH4OH), beri air jeruk atau asam cuka
1 %.
Bila ada keraguan-raguan keracunan bahan yang belum jelas usahakan
mengencerkan racun tersebut dengan air misalnya dengan disiram atau
diminum sesuai keperluan.

5. Cara Pemeriksaan
Banyak cara pemeriksaan dilakukan di laboratorium.
Pemeriksaanmikroskopik bertujuan untuk melihat morfologi yang
diperiksa dengan cara pembesaran. Pemeriksaan kimia bertujuan
membuktikan sesuatu dengan reaksi kimia yang hasilnya dapat kualitatif,
semikuantitatif dan kuantitatif.Pemeriksaan serologi imunologi bertujuan
membuktikan keadaan patologik pada umumnya berdasarkan reaksi
antigen dengan antibody.

SELAMAT BELAJAR

HEMATOLOGI
Oleh : dr.Hj. Darmawaty R SpPK(K)
Susunan Darah
Darah terdiri dari komponen cair (plasma) dan komponen selular
(eritrosit, lekosit dan trombosit).Plasma terdiri dari 92% air dan 7 9 %
terdiri dari zat padat.
Protein : - Albumin
- Globulin
- Fibrinogen
1. Unsur anorganik : Na, Ca, K, P, Fe, I
2. Unsur Organik : N. P. N (Non protein nitrogen)
- Urea - Asam amino
- Asam Urat - Lemak Netral
- Xantin - Fosfolipid
- Kreatinin - Cholesterol
- Enzim-Enzim: - Glukosa
- Amilase
- Protease
- Lipase
Bila darah dibiarkan membeku selama beberapa jam (biasanya 2
jam) terpisahkan menjadi 2 bagian yaitu bagian bekuan darah dan
bagian cairan yang kekuning-kekuningan disebut serum. Bila darah
dicampur dengan antikoagulansia dan kemudian dipusingkan maka
darah terpisah atas 2 bagian yaitu bagian yang mengendap terutama
terdiri dari atas sel-sel dan bagian supernatan yang berwarna
kekuning-kuningan disebut plasma.
Serum: plasma fibrininogen dan factor-faktor pembekuan protein.
Plasma: 53% albumin -Dibentukdalam hati
- Peranan utama mengatur tek koloid osmotic,
pH, keseimbangan elektrolit, transport ion-ion
logam, asam lemak, steroid, hormone, obat-
obatan.
43 % globulin -Dibentuk dalam hati dan jaringan limfosit
(limfosil, sel plasma)
- Peranannya dalam pembentukan antibody
dan protrombin

HEMOPOESIS
Hemopoesis ialah proses pembentukan sel-sel darah di dalam badan.
Di kenal sel darah perifer dan sel sumsum tulang.Sel sumsum tulang.Sel
darah perifer terdiri dari seri lekosit, eristrosit, trombosit.Lekosit bergranula
disebut granulosit, sedang yang tak bergranula ialah limfosit, monosit dan
plasmosit.
Teori hemopoesis:
1. Teori Monophyletik (maximow)
Menurut teori ini semua sel-sel darah berasal dari satu sel asal
atau stemcell yang sifatnya pluripotensial yaitu membentuk semua sel-
sel darah.
2. Teori Poliphyletik (Sabin)
Menurut teori ini sel-sel darah berasal dari banyak sel asal
misalnya:
a. Eritrosit dari eritroblast
b. Granulosit dari myeloblast
c. Monosit dari monoblast
d. Plasmosit dari plasmoblast
e. Trombosit dari megakaryoblast
f. Limfosit dari limfoblast
Kedua teori tersebut dianggap benar dan ini dibuktikan oleh Till C.S.
ditemukan pada tikus koloni sel-sel yang bersifat pluripotensial dan pada
system lymfatika ditemukan sel asal dari limfosit.Dengan demikian
dibedakan dari stem-cell.
a. CFU Cell
Colony forming Unit Cell ini dapat berkembang dan berdiferensiasi
hingga terjadi:
- Seri Eritrosit
- Seri Granulosit
- Seri Monosit
- Seri Trombosit
b. Limfosit
Golongan ini dapat berdifferensiasi menjadi:
- Seri timosit
- Seri limfosit
- Plasma sel (plasmosit)
Hemopoesis dimulai sejak foetus berada dalam kandungan yaitu
mulai sejak saat terjadinya saccus vitellinus dan sebelum terjadi organ-organ
yang lain. Ada 3 fase hemopoesis yaitu:
1. Fase Mesoblastik
Sel-sel darah primitive dibentuk dalam saccus vitellinus.Sel-sel
darah di sini masih serupa dan merupakan sel asal.Ini berlangsung pada
bulan pertama sampai kedua dalam kandungan.
2. Fase Hepato Spleno Lympo, Myeloid
Sel-sel darah dibuat di dalam kapiler, lien, kel limfe dan sumsum
tulang.Di samping sel asal atau stem cell, sudah terjadi differensiasi
menjadi eritrosit, megakaryosit, granulosit, limfosit, monosit dan
plasmosit.Ini berlangsung pada waktu foetus berumur 1 bulan sampai
dengan 9 10 bulan.
3. Fase Myeloid
Sel-sel darah dibuat oleh sumsum tulang merah dan terus
berlangsung sejak foetus berumur 4 bulan sampai orang itu
meninggal.Terbentuk sel-sel dan differensiasi menjadi bermacam-macam
sel darah dari yang muda sampai yang tua.Pada akhir masa fetal sampai
masa 6 7 minggu postnatal, pusat-pusat pembentukan darah terjadi di
sumsum tulang yang terdapat pada tulang-tulang panjang (femur,
humerus) dan tulang-tulang pipih (scapula, pelvis, sternum,
vertebra).Sedangkan pada masa dewasa hanya tulang-tulang pipih
membentuk sel-sel darah karena itu sumsum tulang pipih membentuk sel-
sel darah oleh karena itu sumsum tulang pipih disebut sumsum
merah.Tulang panjang hanya berisi lemak kecuali bagian proksimal
tulang sumsum dan femur hingga sumsum tulang panjang disebut
sumsum kuning.Jadi setelah bayi dilahirkan, hemopoesis hanya di dalam
sumsum tulang merah dan system limfatik.Namun demikian diorgan-
organ lain misalnya lien, hati, kelenjar getah bening dan thymus dan inilah
yang disebut hematopoesis ekstra medular.
Pada masa orang dewasa dan dalam keadaan yang normal hepar
dan limpa tidak aktif tetapi pada keadaan-keadaan darurat (proses
hemolitik yang hebat) hepar limpa aktif kembali dengan membentuk sel-
sel darah.Kelenjar tymus hanya aktif pada masa anak-anak dan biasanya
tidak berfungsi lagi setelah masa akil balik.
Morfologi sel-sel darah dari yang muda sampai yang tua pada
umumnya adalah sebagai berikut:
1. Bentuk
Sel muda bentuknya bulat dan makin tua bentuknya bervariasi
2. Ukuran
Sel muda ukurannya lebih besar dari pada sel tua
3. Warna
Sel muda cytoplasmanya biru, makin tua merah ortochromatik.Granula
dalam cytoplasma sel muda tidak ada dan pada sel tua biasanya ada
granula dan berdifferensiasi.Sel muda cytoplasmanya merah dan
makin tua intinya makin ungu.
Nomenklatur sel-sel darah pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Sel termuda diberi nama menurut jenis ditambah akhiran blast,
misalnya: mono + blast.
2. Sel sesudah itu diberi nama dengan awalan pro nama jenis dan
akhiran sit misalnya : pro mono sit.
3. Sel tertua diberinama sesuai jenisnya misalnya monosit limfosit.
Dalam keadaan patologik morfologi sel-sel darah menyimpang dari keadaan
normal. Misalnya pada seri eritrosit dapat berubah menjadi seri makrositer,
megalositer atau mikrositer
Sel eritrosit yang mature di darah tepi normal tidak mempunyai inti.
Adanya sel eritrosit yang berinti di darah tepi selalu merupakan keadaan
patologik dan biasanya disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan
(proses hemolitik).
Untuk mengetahui morfologi, nomenklatur dan kelainannya lebih lanjut
harap melihat di dalam Digga (Atlas of Hematology) dan Slides selama
perkuliahan.
a. Menyebutkan cara penyimpanan dan pengiriman contoh bahan untuk
pem. Hematologi
b. Memilih antikoagulansia yang sesuai dengan jenis pem. yang
dilakukan.
c. Menjelaskan syarat-syarat antikoagulansia yang baik.
d. Menyatakan perbandingan antikoagulansia dengan darah yang
dipakai.

CARA-CARA PENGAMBILAN DARAH


Oleh : dr.Hj. Darmawaty R SpPK(K)
Untuk kebutuhan pemeriksaan hematologi, darah dapat diperoleh
dengan dua cara:
1. Dengan mendapatkan darah kapiler
2. Dengan mengambil darah vena
Cara yang pertama yaitu pengambilan darah kapiler dilakukan bila
jumlah darah yang dibutuhkan sedikit saja, misalnya untuk penentuan kadar
Hb dan hitung jumlah sel-sel darah. Sedangkan bila dibutuhkan jumlah darah
yang lebih banyak, lebih baik diambil darah vena.
1. Pengambilan Darah Kapiler
Tempat yang dipilih untuk pengambilan darah kapiler ialah ujung
jari 3, atau 4 dari tangan atau cuping telinga.Pada anak atau bayi
biasanya diambil pada jari kaki atau tumit.
Diperhatikan sebelum penusukan dimulai keadaan setempat perlu
diperiksa dengan seksama adanya bekas-bekas luka, keradangan,
dermatitis atau udema, sebaiknya jangan ditusuk di tempat
tersebut.Penusukan pada ujung jari sebaiknya dilakukan pada sisi
samping.Cuping telinga biasanya tak begitu nyeri seperti pada ujung jari
dan penusukan harus dilakukan pada sisinya.Perlu diperhatikan di sini
bahwa perdarahan bila terjadi pada tempat ini sukar dihentikan, oleh
karena itu bila sudah diduga penderita mempunyai penyakit perdarahan
lebih baik penusukan tidak dilakukan pada cuping telinga.
Penderita yang takut harus ditenangkan dengan memberi
penjelasan-penjelasan mengenai apa yang akan dilakukan dan apa
maksudnya. Biasanya bila ini diberikan dengan simpatik dan baik, rasa
takut penderita akan berkurang dan segera menunjukkan kerja samanya.
Alat yang digunakan untuk penusukan kulit ialah penusuk darah.
Bentuk bermacam-macam, tetapi yang terbaik ialah disposable lancet
.Alat ini harus tajam dan steril.
Cara:
a. Tempat yang akan ditusuk harus didesinfeksi dahulu dengan alkohol
70% lalu dikeringkan dengan kapas yang bersih.
b. Kulit setempat ditegangkan dengan memijatnya antara 2 jari.
c. Penusukan dilakukan dengan gerakan cepat dan tepat sehingga
terjadi luka yang dalamnya kira-kira 3 mm
d. Tetesan darah pertama harus dihapus dengan kapas yang bersih dan
kering, karena mungkin bercampur dengan alkohol.
e. Tetesan darah yang keluar selanjutnya dapat dipergunakan

2. Pengambilan Darah Vena


Teknik pengambilan darah vena sebenarnya tidak sukar, tetapi
bahaya yang dapat terjadi bila tidak dikerjakan dengan hati-hati dan
seksama jauh lebih besar dari pada pengambilan darah kapiler.
Pada umumnya semua vena yang cukup besar dan letaknya
superficial dapat dipergunakan untuk pengambilan darah.Tetapi pada
praktek yang sering digunakan ialah vena difossa Cubiti.Pada anak-anak
kecil atau pada bayi, bila perlu dapat diambil dari vena jugularis eksterna,
vena femoralis bahkan dari sinus sagitalis superior.
Alat-alat yang dipakai:
a. Semprit dan Jarum
Besarnya semprit yang digunakan tergantung dari kebutuhan,
sedangkan jarum yang biasanya digunakan ialah No.1 atau 2 (ukuran
Eropa) atau Gage 18 21 (ukuran USA).Pada anak-anak kecil atau
bayi dapat digunakan jarum yang lebih kecil berhubung dengan
kecilnya vena.Semprit dan jarum ini keduanya harus bersih, kering
dan steril lagi pula ujungnya harus lurus dan tajam.
Di Negara-negara yang telah maju dewasa ini banyak digunakan
semprit dan jarum yang hanya digunakan satu kali (disposable) alat-
alat semacam ini tersedia dalam bungkusan-bungkusan yang bersih,
kering dan steril. Alat lain yang digunakan untuk pengambilan darah
ialah: vacutainer. Alat ini terdiri atas tabung gelas atau plastic khusus
dengan tutupnya dari karet dan di dalamnya hampa udara (vacuum
container).
b. Tourniquete
Sebagai ganti tourniquet dapat digunakan pembendung dari
tensi atau selang karet yang lunak.
c. Botol untuk penampungan darah
Botol-botol ini harus bersih, kering dan mempunyai tutup dari
karet (jangan digunakan tutup kapas atau kertas saring dan
semacamnya). Volume tidak boleh terlalu besar untuk sedikit jumlah
darah yg akan ditampung.Botol-botol yang berisi antikuagulan harus
dibedakan dengan botol tanpa antikoagulan.
Perhatian:
a. Seperti pada pengambilan darah kapiler, tempat yang akan digunakan
untuk pengambilan darah harus diperiksa dengan seksama.
b. Pada umumnya vena yang baik untuk pengambilan darah ialah vena
yang cukup besar, letaknya superficial dan terfiksasi.
c. Pada orang yang gemuk, vena yang letaknya agak dalam, dapat
ditentukan dengan palpasi.
d. Vena-vena kecil yang terlihat sebagai garis-garis biru biasanya sukar
digunakan.
e. Untuk memudahkan penusukan, tekanan darah dalam vena ini dapat
dinaikkan dengan mengadakan pembendungan pada bagian
proksimal dari vena tersebut dan bila diambil dari v, mediana cubiti hal
itu dibantu pula dengan menyuruh penderita mengepal dan membuka
tangannya berulang-ulang.
f. Pembendungan vena tak boleh dilakukan terlalu lama karena hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi setempat.
g. Bila letak vena tidak dapat ditentukan karena terletak agak dalam,
usaha untuk mengambil darah dengan coba-coba adalah perbuatan
terlarang.
h. Penderita yang takut akan penusukan vena ini harus ditenangkan
seperti pada pengambilan darah kapiler.
i. Sebelum penusukan dimulai torak dari semprit harus dimasukkan
rapat sampai berhimpit pada ujung depannya.
Cara:
a. Pengambilan dari V Mediana Cubiti
Tourniquete dipasang pada lengan atas
Tempat yang akanditusuk didesinfeksi dengan alkohol 70% atau
diseinfektan lain.
Tempat tersebut dikeringkan dengan menghapus sepotong kapas
atau kasa steril.
Vena difiksasi dengan menegangkan kulit pada bagian distal dari
vena tersebut dengan pertolongan ibu jari kita.
Dengan lubang jarum yang menghadap ke atas, vena ditusuk
pelan-pelan. Bila ujung jarum telah masuk ke dalam vena maka
akan dirasakan tekanan yang sekonyong-konyong mengurang.
Vena yang besar dapat ditusuk langsung sedangkan pada vena
yang agak kecil lebih baik jarum dimasukkan dulu diantara kulit
dan vena lalu vena ditembus
Bila berhasil segera akan terlihat darah memasuki semprit dan
pengambilan dilanjutkan dengan menarik toraknya pelan-pelan
sampai didapatkan jumlah yang diinginkan.
Tourniquete dilepaskan
Sepotong kapas steril ditempatkan pada tempat penusukan lalu
jarumnya dikeluarkan pelan-pelan. Lengan penderita di lipat
selama beberapa saat (1 sampai 2 menit).
Jarum dilepas dari semprit lalu darah dimasukkan ke dalam botol
penampung yang telah disediakan. Sebaiknya darah dialirkan
melalui pinggir/dinding botol.
Bila menggunakan antikoagulan, segera darah ini dikocok pelan-
pelan supaya bercampur rata dan tidak membeku.
b. Pengambilan dengan vacutainer
Prinsipnya sama dengan yang tersebut di atas, karena vakum, maka
bila jarum telah masuk vena, darah akan mengalir sendiri masuk ke
dalam vacutainer.

Antikoagulan Dan Kegunaannya


Antikoaguan ialah zat yang mencegah terjadinya pembekuan darah,
jenisnya bermacam-macam antara lain:
1. Wintrobes Oxalat (WO); campuran ammonium dan kalium oxalate,
dipakai dalam bentuk kristalnya. 0,2 cc W.O, untuk 2 cc darah.
Antikoagulan ini baik oleh karena tidak menyebabkan:
a. Perubahan bentuk sel-sel, hingga baik untuk pemeriksaan sediaan
apusdarah tepi.
b. Pengenceran darah, jadi baik dipakai untuk pemeriksaan RBC, WBC,
Trombocyt, LED, dan Hm.
2. EDTA (Etilen Diamine Tetra Acetat), zat ini mengikat calcium darah,
sifatnya hampir sama dengan W.O.
1 cc 10% EDTA untuk 5 cc darah atau 1 mg EDTA dalam bentuk kering
untuk 1 cc darah.
3. Natrium Citrat 3,8%
Untuk pemeriksaan hematologik: 0,4 cc Natrium Citrat 3,8 % dengan 1,6
cc darah vena guna pemeriksaan LED Westergreen. Juga dipakai pada
DTD (Dinas Transfusi Darah) karena relatif tidak toksis dan dikeluarkan
melalui ginjal: (0,1 cc Na, citrat 3,8 % untuk 1,8 cc darah).
4. A.C.D (Acid Citrat Dextrose)
A.C.D ini dipakai untuk mengawetkan darah, dipakai pada
DTD 1 cc ACD dengan cc darah.
5. Heparin, bersifat sebagai antithrombin
Heparin ini mahal, 0,1 cc dengan kekuatan 1000 unit 100 cc darah
Disamping itu ada antikoagulan yang lain misalnya:
Kalium Oksalat, Kcl/NaCl, tapi kurang baik jadi jarang dipakai. Syarat-syarat
antikoagulan yang baik:
1. Tidak menyebabkan pengenceran
2. Tidak menyebabkan perubahan bentuk sel-sel
3. Tidak menyebabkan hemolisa
Pengambilan darah untuk pemeriksaan Hematologik. Untuk pemeriksaan
hematologik dapat dipakai:
1. Darah kapiler
2. Darah vena - Oxalated
- Non Oxalated
Darah kapiler dapat diambil pada:
1. Ujung jari ke 3 dan 4
2. Cuping telinga
3. Tumit / ibu jari kaki pada bayi
Darah vena dapat diambil dari:
1. Vena mediana cubiti

PEMERIKSAAN DARAH RUTIN


Oleh : dr.Hj.Darmawaty R SpPK(K)

Yang termasuk pemeriksaan darah rutin yakni :


1. LED (laju endap darah)
2. Hemoglobin (Hb)
3. jumlah lekosit
4. Jumlah eritrosit
5. apusan darah tepi

LAJU ENDAP DARAH ( LED ) :


Nama lain dari LED adalah :
-BBS : Blood Bezinking Snelheid
-BSR : Blood Sedimentation Rate
-BSE : Blood Sedimentation Erythrocyte
LED ialah kecepatan pengendapan RBC dari darah yang diperiksa
yang dinyatakan dalam mm/1 jam.Penentuan LED dapat menurut
Westergreen atau Wintrobe.
LED Westegreen:
1. 0,4 cc Na citrate 3,8% dicampur dengan 1,6 cc darah vena
2. Dengan pipet Westergreen kita isap darah tadi sampai angka nol.
3. Kemudian dipasang pada raknya secara tegak lurus
4. Dicatat waktunya, kemudian dibaca sedudah 1 jam
Nilai normal:
0 9 mm / jam I
0 15 mm / jam I
LED Cara Wintrobe
1. 1 cc darah dicampurkan dengan 0,1 cc WO
2. Isi tabung Wintrobe dengan darah tersebut, dengan pipet kapiler sampai
angka 0
3. Letakkan secara tegak lurus pada raknya
4. Baca sesudah 1 jam
Nilai Normal:
0 9 mm / jam I
0 20 mm / jam I
Faktor-faktor yang mempengaruhi LED:
1.Plasma : Globulin & fibrinogen mempercepat LED, albumin,
Lecitin & Cholesterol memperlambat LED
2. RBC :Bila jumlah sedikit (anaeni) LED cepat turun, bila
jumlahnya banyak (polycythaemia). LED lambat turunnya.
3. Besar RBC :
- Makrositer : LED cepat turun
- Sperositer : LED cepat turun
- Mikrositer : LED lambat turun
4. Bentuk RBC : Sickle cell, LED lambat turun
5. Temperatur : Makin tinggi temperature makin cepat turunnya
6. Letak pipet : Kalau miring cepat turun.
7. Penampang tabung : Makin besar diameter makin cepat turun.

Interpretasi dan Kegunaan LED:


LED adalah pemeriksaan yang tidak specific, hingga LED normal tidak
memberi jaminan bahwa tidak ada penyakit, sedang kalau LED tidak normal
mendorong kita mencari penyakitnya. LED dapat:
1. Membantu diagnose
2. Differensial Diagnose
3. Follow up

Hematokrit
Hm ialah volume RBC yang dipisahkan dan ditempatkan dari plasma
dengan jelan memutarnya dalam suatu tabung khusus dalam waktu dan
kecepatan tertentu dan nilainya dinyatakan dalam %.
Penentuan Hm merupakan metode yang diteliti dan sederhana
dibandingkan dengan penentuan Hb dan HE di dalam mengukur derajat
anemia tau polisitemi, karena itu banyak digunakan sebagai skeening umum.
Hm sering disebut:
VPRC : Volume Packed Red Cell
VPC : Volume Packed Cell.
Penentuan Hm biasa secara:
Makro dengan Wintrobe
Mikro dengan pipet kapiler
Penentuan Hm secara makro:
Tabung Wintrobe yang telah diisi darah seperti pada penentuan LED
Wintrobe atau yang sudah dipakai untuk penentuan LED Wintrobe diputar
dengan 3000 rpm selama jam.
Catatlah tinggi volume RBC yang telah dimanfaatkan dengan melihat
skala yang terdapat sebelah kanan tabung. (angka 0 didasar tabung
angka 10 di atas) kemudian angka 10 umpama: dibaca 4 maka Hm =
45% Nilai normal:
40 54 %
37 47 %
Penentuan Hm cara Mikro:
Untuk ini dipakai tabung kapiler, tabung ini ada yang sudah berisi
heparin, ada juga yang belum berisi apa-apa.Untuk tabung yang sudah yang
sudah berisi heparin, dipakai darah yang tidak tercampur dengan
anticoagulant, untuk tabung yang belum berisi apa-apa dipakai darah
oksalat. Dengan daya kapilaritetnya darah akan masuk ke dalam tabung,
kemudian ujungnya ditutup dengan alat kampus, diputar pada centrifugs
khusus selama 10 menit. Pemeriksaan Hm cara makro dan mikro tentu ada
kebaikan dan kekurangannya (lihat Wintrobe).

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Hm


Sesudah pemeriksaan Hm secara Wintrobe kita perhatikan pula:
- Plasma layer
- Buffyoat: Lapisan ini normal tingginya - 1 cm, ini sesuai dengan 5000
10.000 lecocyt /mm3 (Buffyoat ini mengandung leucocyt dan thromocyt).
Kalau leucocyt meninggi maka lapisan buffy coat juga tebal umpamanya
pada leukemia acuta.
Plasma Layer:
Normal : Kuning Muda
Merah : Berarti ada Hemolisa
Putih : Hypereholeaterolamia
Keruh : Multiple Myloma
Kuning Coklat : Hyperbilirubinaemia/hypercaroteinemia
Plasma layer secara kasar dapat dipakai untuk penentuan derajat icterus
normal icterus index 4 7 I.U.

Hemoglobin (Hb)
Hb adalah suatu gabungan antara Hemo dan Globin (, Globin)
yang mempunyai berat molekul 67.000,0 Heme yang merupakan 4% dari
berat Hb, adalah struktur porphyrin dengan inti Fe. Heme menentukan
derajat konsentrasi Hb dan kadar Hb menentukan derajat kemerahan
eritrosit. Bentuk eritrosit yang bikonkaf memberikan gambaran kepada kita
bahwa pada bagian sentralnya mengandung bagian perifer.

Macam-Macam Hb
Tidak kurang dari 14 macam Hb pada manusia telah dikenal dan
dipelajari mendalam dengan bantuan elektroforsis. Macam-macam Hb
disebut dengan memberikan symbol huruf-huruf besar (alphabet) misalnya
HbA, Hb C, Hb D, Hb F, Hb G, Hb H, Hb I, Hb S dan lain-lain.
1. Hb A
Disebut juga Hb dewasa (normal adult hemoglobin), mulai diproduksi
pada umur 5 atau 6 bulan kehamilan (intrauterine).Konsentrasi mencapai
99 % pada 6 bulan pertama sesudah kehamilan. Hb A akan
menggantikan Hb fetus (Hb F) sebelum tahun kedua dari kehamilan.
2. Hb F
Disebut juga Hb fetus (fetal hemoglobin).Fb F mulai ditemukan dalam
darah fetum pada minggu ke 20 dari kehamilan.Pada neonates Hb P
masih terdapat kira-kira 55 85 % kemudian perlahan-perlahan
berkurang.Pada waktu bayi berumur 2 tahun, Hb F itu tinggal sedikit
sekali.Hb F resisten (tahan) terhadap alkali sehingga dapat dengan
mudah dipisahkan dari Hb A.

Penentuan Kadar Hb
Kadar Hb dapat ditentukan secara kolorimetrik, gasometrik, fisik
(metode berat jenis) dan kimia.
1. Cara Kolorimetrik
Cara ini dapat dilakukan secara visual atau secara fotoelektrik. Pada cara
ini Hb diubah menjadi:
a. Oxy Hb : Tallquiat
b. Acid Hematin : Sahli
c. Alkali Hematin
d. Firiden Hemokrogen
e. Cynmeth Hb : Drabkin

2. Cara Gasometrik
Dengan cara ini ditentukan kapasitas O 2 dari darah, umpama menurut V.
Slyke.
3. Cara Physis : Metode B. D
Darah (1 tetes) diteteskan ke dalam macam-macam larutan CuSO 4 dilihat
di mata darah melayang.Cara ini kasar, hanya dilakukan pada
pemeriksaan massal.
4. Cara Kimia
Methemoglobin terbentuk karena Hb diubah dari Ferre ke Ferri oleh Ferri
Cyanida. Met Hb dnegan K Chanida membentuk cyan met Hb yang dapat
diukur pada 550 spektrophotometer.
Harga normal Hb dan Interpretasinya:
Menilai kadar Hb sangat tergantung dari alat/caranya. Berdasarkan
ini maka harus diikutsertakan alat yang dipakai misalnya: 12 gr % Shali,
Erke, Sianmeth dan lain-lain. Pula umur penderita harus disebutkan oleh
karena kadar Hb juga tergantung umur, misalnya: neonati kasar Hb: 20
22 gr % Harga normal kadar Hb untuk orang dewasa:
Laki-Laki : 14 15 gr %
Wanita : 12 16 gr %
Kalau kadar Hb kurang dari normal, keadaan ini disebut Hypochromemia.
Kalau kadar Hb lebih dari normal disebut Hyperchromemia, misalnya
pada polycytemia.

Eritrosit
Eritrosit yang beredar dalam darah perifer sudah tidak berinti lagi,
umurnya 100 120 hari. Eristrosit mengandung:
a. 65 % air
b. 33 % Hb
c. 2 % zat-zat lain seperti Na+, K+, Cl, H+ dan lain-lain.
Eritrosit dewasa tidak mengandung mitochondria, energy didapat dari
glikolisis anaereb.

Macam-Macam Kamar Hitung dan Cara Pemeriksaannya


Dikenal macam-macam kamar hitung antara lain: K. H. Burker, K. H.
Inproved Neubauer dan K. H. Fuchs Rosenthal (akandijelaskan pada kuliah).
Cara menghitung eritrosit bias dilakukan dengan:
1. Kamar hitung (I.M atau Burker)
2. Cell counter (cara Electronik)
Jumlah Eritrasit dan Ipterpretasinya

Menentukan jumlah eritrosit penting untuk mengetahui adanya


kelainan-kelainan dalam tubuh misalnya: anemia atau poly-cythemia.Untuk
ini kita harus mengetahui harga normal jumlah eritrosit.
Laki-Laki Dewasa : 4,5 6,0 Juta / mm3
Wanita Dewasa : 4,0 5,5 Juta / mm3
Neonati (umur: 1 3 minggu) : 5,0
6,0 Juta/mm3, ini akan menurun terus
sampai umur 1 tahun kira-kira: 4,2
juta/mm3. Sesudah umur 1 tahun
jumlahnya mulai naik lagi sampai
seperti pada orang dewasa.
Wanita hamil sedikit menurun : 3,0 - 5,0 juta /mm3
Jika jumlah eritrosit lebih dari normal disebut Poly-Themia jika jumlah
eritrosit kurang dari normal disebut OlyGocythemia. (cligocythemia umumnya
kita katakana ANEMIA).
Cara menghitung eritrosit dengan kamar hitung diterangkan pada
kuliah dan dapat dilihat pada buku Penuntun Praktikum I, Lab. Patologi
Klinik. Dengan cara ini kesalahan sekitar 10 % (tepatnya: 9,8%) karena
kesalahan yang besar, jumlah eritrosit kurang dipakai pada pemeriksaan
rutin. Kesalahan dapat disebabkan karena kesalahan dapat disebabkan
karena tehnik.Cara lain untuk menghitung eritrosit ialah dengan cell-ounter
(cara Electronic kesalahan kira-kira 3,6 %). Coulter counter /Elektronik
Cell-Counter bisa dipakai untuk menghitung eritrosit, lekosit dan
thrombosit.Tetapi harganya cukup mahal.

Jumlah Lekosit dan Interpretasinya


Untuk menghitung jumlah lekosit dapat dipakai Kamar Hitung Burker
atau IN. juga dapat dipakai Cell-Counter. Dengan kamar hitung akan
diterangkan pada kuliah dan dapat dilihat pada buku Penuntun Praktikum I.
Lab. Patologi Klinik.
Jumlah Lekosit Normal : 4.000 10.000 / mm3
Kalau kurang dari normal : Lekopenia
Kalau lebih dari norma : Lekositosis
Lekositosis: - Ringan : sampai 20.000 / mm3
- Sedang : sampai 30.000 / mm3
- Berat : sampai 50.000 / mm3
- Berat Sekali : lebih 50.000 / mm3

SELAMAT BELAJAR

SEDIAAN APUS DARAH TEPI


OLEH : DR.Hj. Darmawaty R SpPK (K)

A. Arti dan Kegunaan


Sediaan apus mengandung arti adanya sesuatu bahan yang
diapuskan Bahan itu dihapuskan di atas sebuah kaca tipis sehingga dapat
diperiksa di bawah mikroskop. Bahan yang akan diperiksa dapat berupa
darah atau sumsum tulang. Untuk membuat sebuah sediaan apus
diperlukan 2 buah kaca objek, sebuah kaca untuk tempat apusan dan
kaca yang lain sebagai perata.
Dari sediaan apus, seorang pemeriksa bias memperoleh sejumlah
ini formasi. Di samping informasi mengenai keadaan eristrosit, sediaan
apus juga memberikan informasi tentang keadaan lekosit dan trombosit.
Kadang-kadang parasit dapat ditemukan tanpa sengaja dalam
pemeriksaan sedian apus. Bentuk anemua berdasarkan morfologi
eristrosit hanya dapati dipastikan eristrosit. Sediaan apus dapat pula di
samping pemeriksaan indeks-indeks eristrosit. Sediaan apus dapat pula
dipakai mengkonfirmasi hasil pemeriksaan hematologik lainnya, misalnya
jumlah sel-sel darah, kadar hemoglobin, resistensi osmotik.
Dengan demikian, dapat dikata pemeriksaan sediaan apus darah
tapi dapat membantu para dokter/ klinisi menegakkan diagnose, mencari
penyebab penyakit sehingga dapat mengarahkan bentuk perawatan dan
pengobatannya.

B. Persiapan dan Cara Membuat


Kaca objek yang akan dipakai harus benar-benar kering, bersih
dan bebas lemak. Untuk membersihkan kaca objek yang masih baru
cukup dengan mencucinya di dalam campuran alcohol-ether dalam
perbandingan yang sama, sedang kaca objek yang kotor (bekas paksi)
memerlukan proses pembersihan yang lama. Mula-mula kaca objek
tersebut direndam dalam larutan Kalium/natrium bikromat selama 24 jam.
Setelah itu dicuci dengan air kran, dibilas dengan akuades kemudian
disimpan dalam alcohol 95 % atau 100 x.
Bila akan dipakai, baca objek dikeringkan dan dibersihkan dengan
kain halus. Untuk sebuah sediaan diperlukan 2 buah kaca objek, kaca
objek yang satu (A) dipakai sebagai kaca sediaan yaitu tempat tetes
darah diletakkan, sedang kaca objek yang lain (B) sebagai kaca perata.
Kedua dari salah satu ujung kaca objek B sebaiknya dipatahkan
sedikit sehingga leher sisinya berselisih 1,K 4 mm dari lebar si kaca objek
A.
Setetes darah, sebaiknya berukuran 2-3 mm, diletakkan pada kaca
objek A kira-kira 1-2 cm dari salah satu ujung. Kaca objek B diletakkan di
depan dimundurkan perlahan-lahan sehingga sudut 30 0 dengan kaca
objek A, kemudian dimundurkan perlahan-lahan sehingga menyentuh
tetes darah. Tetes darah akan melebar sepanjang garis temu dari kedua
kaca objek. Kaca objek B kemudian di dorong ke depan dengan dorongan
yang cepat, tetap dan tidak ragu-ragu/kaku.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, pembuatan sediaan apus ini
memerlukan latihan-latihan.
Sudut yang dibentuk oleh kedua kaca objek, demikian juga
gerakan dorong pada kaca objek B, harus diperhatikan. Sudut yang lebih
dari 300 atau gerakan mendorong terlalu cepat akan menyebabkan
sediaan menjadi tebal. Jika sudut kurang dari 30 0 atau dorongan terlalu
pelan maka sediaan yang diperoleh menjadi tipis.Gerakan mendorong
yang ragu-ragu dapat menghasilkan sediaan yang tidak rata atau
bergelombang.
Sisi dari kaca objek perata harus benar-benar rata, bila tidak akan
dihasilkan sediaan yang ujungnya tak rata ber gerigi. Pada bagian yang
bergerigi ini sering terkumpul lekosit.
Cara membuat sediaan apus yang salah dapat mempengaruhi
distribusi sel-sel. Pada sediaan apus yang baik akan terlihat distribusi sel-
sel sebagai berikut:
1. Di bagian pangkal apusan (head) tampak sebagian besar eritrosit
terletak bersusun / tumpang-tindih
2. Di bagian tengah (body) hanya sebagian eristrosit yang tumpang
tindih.
3. Di bagian ujung (tail) sebagian besar eritrosit letaknya terpisah satu
sama lain.
4. Lekosit dijumpai dari bagian pangkal sampai bagian ujung, biasanya
ada kecenderungan limfosit terkumpul di bagian tengah apusan
sedang monosit dan segmen terkumpul di tepid an bagian ujung.
Makin tipis sediaan yang dibuat makin besar proporsi sel-sel
segmen di bagian ujung.Sediaan yang terlalu tebal menyebabkan
pengecetan lebih sukar, sel-sel lekosit tampak lebih kecil sehingga
menyukarkan identifikasi sel.
Sediaan apus darah yang baik harus memenhuhi criteria sebagai
berikut:
1. Panjang sediaan apus kira-kira 3 4 sm, jika pangkal apusan terletak
1-2 cm dari ujung maka panjang apusan melampaui panjang kaca
objek.
2. Di bagian tepi apusan ada daerah bebas (free magins) yaitu bagian
kaca sediaan yang tidak terolen apusan darah.
3. Sediaan/apusan tampak rata, tidak bergerlombang atau
bergelombang.
4. Makin ke ujung sediaan/apusan makin menjadi tipis.
C. Pengecatan Sediaan Apus Darah Tepi
Pada dasarnya, zat warna asam akan bereaksi dengan komponen
sel yang alkalis dan zat warna alkalis akan mewarnai komponen sel yang
asam. Sitoplasma dan hemoglobin bersifat alkalis sehingga akan menarik
zat warna asam (eosin). Sebaliknya, DNA pada inti dan RNA-sitoplasmik
akan mengikat zat warna alkalis oleh karena keduanya bersifat asam.
Dikenal banyak macam pengertian sediaan apus darah,
pengecatan yang umum dipakai ialah pengecetan menurut Wright dan
Giemsa. Kedua pengecetan ini sudah diperoleh dalam bentuk siap-pakai
(ready for-use).Persiapan dan prosedur pengecetan Wright dan Giemsa
dapat dibaca dalam Buku Penuntun Praktikum.

D. Memeriksa Sediaan Apus Darah di Bawah Mikroskop


Sediaan yang telah diwarnai dan dikeringkan telah siap untuk
pemeriksaan. Langkah pertama adalah menilai hasil pengecetan itu,
criteria pengecetan yang baik adalah:
1. Pengecetan cukup tipis
2. Warna pengecetan tidak terlalu gelap atau terlalu pucat,
3. Warna lekosit tampak kontrak terhadap sekitarnya
4. Granula di dalam sel tampak jelas.
Pemeriksaan sediaan apus di bawah mikroskop dimulai dengan
menggunakan lensa pembesaran lemah (okuler 10 x dan objektif 10 x)
untuk memperoleh kesan umum hasil pengecetan dan untuk memilih
bagian.
SELAMAT BELAJAR

PEGANGAN KULIAH
ANEMIA

Anemia bukanlah suatu diagnose tetapi hanya tanda objektif adanya


suatu penyakit, ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, kuantitas
hemoglobin dan volume padat eritrosit per seratus milliliter darah
(hematokrit) yang kurang dari normal.
Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah atau
etiologi.Didasarkan pad gambaran eritrosit pada sediaan apus darah tapi
yang diwarnaoi dan indeks-indeksnya, maka klasifikasi menurut morfologi
eritrosit adalah sebagai berikut:
1. Anemia Normositik Nomokrom (MCV dan MCHC Normal)
Penyebab:
a. Kehilangan darah akut
b. Gangguan hemolitik
c. Penyakit kronik termasuk infeksi
d. Gangguan endokrin
e. Gangguan ginjal
f. Kegagalan sumsum tulang
g. Penyakit infiltrasi metastatic pada sumsum tulang
h. Volum plasma berlebihan (pregnancy, overhydration)
i. Hipoplasia sumsum tulang

2. Anemia Makrositik Normokrom (MC7 lebih dari normal, MCHC


normal)
A. Megaloblastik, diakibatkan oleh:
Gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti
pada defisiensi vitamin B12 dan / atau asam folat.
Obat kemoterapi pada kanker, antikonvalsan, oral contraceptive,
sebab bahan obat yang digunakan mengganggu metabolism sel.
B. Non-Megaloblastik
Akselrasi critropotesis, misalnya:
- Respon terhadap perdarahan
- Pada anemia homolitik
Pertambahan luas permukaan membrane, misalnya pada penyakit
hati.
Penyebab tidak jelas, misalnya miksedema.

3. Anemia Mikrositik Normokrom (MCV kurang dari normal, MCHC


normal.
Misalnya: pada penyakit inflamasi, neoplastik.

4. Anemia Mikrositik Hipokrom (MCV kurang dari normal)


Misalnya pada anemia defisiensi besi, sideroblastik, talasemia.
Klasifikasi Anemia menurut Etiologinya:
1. Kehilangan Darah (Posthemoragik)
a. Akut : Akibat trauma atau tukak
b. Kronik : Hemoroid, menstruasi, polip pada kolon, neoplastik

2. Destruksi Eritrosit yang Berlebihan (Hemolitik)


a. Faktor Ekstrakorpuskuler
Antibodi
- Respon iscimum, misalnya pada transfuse darah yang tidak
cocok.
- Respon autoimun, dapat timbul tanpa sebab yang diketahui
Infeksi : Malaria
Penjeratan dan penghancuran eritrosit oleh limpa, misalnya pada
hipersplenisme
Obat-obatan (Kinidin, sulfonamide, alfa metildepa, L-dopa), bahan
kimia dan fisis, misalnya luka bakar berat, khususnya jika kapiler
pecah.
Penyakit lain: limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus
eritematosus.
b. Penyakit Intrakorpuskuler
Herediter
- Hemoglobinopati, misalnya penyakit sel sabit;
- Gangguan sintesis globin, misalnya talanemia
- Gangguan membrane eritrosit, misalnya eferositosis herediter
- Defisiensi enzim, misalnya defisiensi glukosa 6 fosfat
dehindrogenase (G6PD).
Akuisita
- Paraxysmal nocturnal hemoglobinuria
- Intoksikasi Fb
3. Pembentukan Eritrosit Berkurang atau Terganggu (Diseritropolesis)
a. Defisiensi substansi esensial:
Besi, asam folat, vitamin B12
Protein
Mungkin vitamin C dan lain-lain
b. Infiltrasi pada sumsum tulang:
Leukemia, limfoma
Karsinoma, sarcoma
Multiple myeloma
Mielofibrosis
c. Gangguan endoktrin
Miksedema (myxoedema)
Addisonian adrenal insufficiency
Fituitary adrenal hipertiroidisme
d. Penyakit ginjal kronik
e. Penyakit hati kronik / sirosis hati
4. Penyakit inflamasi kronik
a. Infeksi
b. Bukan infeksi penyakit kolagen, penyakit granuloma tosus.
5. Defisiensi Eritroblast
a. Atrofit sumsum tulang: anemia aplastik, obat, bahan kimia beracun,
penyinaran.
b. Isolated eritroblastopenis (Pure red cell aplasia).

ANEMIA DESPISIENSI BESI


Secara fisiologik, kebetulan besi akan meningkat pada bayi (terutama
yang premature), anak pada masa pertumbuhan, wanita selama masa
reproduksi karena kehilangan darah waktu menstruasi atau kebutuhan besi
yang meningkat selama mengandung.
1. Intake besi tidak cukup
a. Diet kurang besi: ditemukan pada bayi yang hanya diberi diet susu
sampai 12 24 bulan dan pada individu yang kebiasaan makannya
hanya sayur-sayuran.
b. Terhambatnya absorpsi besi yaitu pada:
Gangguan lambung: - Ulkus peptikum
- Setelah gastrektomi
- Achklorhydria
Gangguan Intestinum
2. Kehilangan Besi
a. Setelah perdarahan kronik misalnya:
- Varieses aspirin
- Perdarahan polip pada saluran cerna
- Neoplasma
- Ankilostomiasis
- Kolitis Ulserosa
- Hemoroid
3. Menstruasi yang berlebihan
4. Setelah hemoglonurin.
Sumber makanan yang banyak mengadung besi adalah:
Hati
Telur
Daging
Bayam
Ginjal
Buah-buahan, apricots, peaches apples, grapes, raisine
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3-
5 gr besi, di dalam darah terdapat 0,3 mg besi/ml. hampir 2/3 terdapat dalam
hemoglobin yang dilepaskan pada proses penuaan dan kematian eritrosit,
besi kemudian diangkut transerin plasma ke sumsum tulang untuk
eritropoiesis. Sepertiga lainnya disimpan di hati limpa dan sumsum tulang
sebagai ferritin dan hemosiderin untuk kebutuhan lebih lanjut.Sisanya, dalam
jumlah kecil sekali, terdapat dalam mioglobin (otot), dalam enzim-enzim hem
dan dalam plasma.Walaupun diet rata-rata mengandung 10-20 mg besi,
hanya sekitar 5 10 % yang diserap.Dalam hal persediaan berkurang, besi
dari diet tersebut diserap lebih banyak.Besi dari makanan diubah di dalam
lambung dan duodenum menjadi besi ferro. Dari duodenum dan bagian
proksimal jejunum besi diserap ke darah kemudian diangkut oleh transferring
plasma ke sumsum tulang sintesisa hemoglobin, atau ke jaringan
penyimpanan:

STAGES OF IRON DEFICIENCY


R.E Iron Hypochromin
Stage Plasma Iron Anemia Other Features
stores Microcytosis
Normal Normal Normal None None -
Prelatent Increased iron
Reduced Normal None None
deficiency absorption
Latent deficiency Absent Reduced None Usually None Insroased PEP
Early Iron Mild to In Some Cell
Absent Reduced -
defanemia moderate Indiucen normal
Late Iron def. Severe
Epithelial
Anemia Absent Reduced Severe Reduced MCV,
damage
MCHC

FEB : Free Erythrocyte Protoporpyrin


RE : Reticuloendothelial
Pemeriksaan Laboratorium Anemuai Defisiensi Besi:
1. MCV, MCH, MCHC kurang dari normal
Morfologik: Anemia mikrositik hipokrom
2. Sediaan apus darah tepi:
Banyak eritrosit dengan diameter kurang dari normal, daerah pucat di
tengah sel (akromia sectrol) lebih luas. Banyak terlihat aritrosit yang
hipokros, anulosit, tear drop cells, elliptosit dan beberapa eritrosit
polikromatik.
3. Jumlah retikulosit normal atau sedikit bertambah
4. Jumlah lekosit biasanya normal tetapi pada penderita yang tidak diobati
dalam jangka waktu yang lama dapat dijumpai kenaikan ringan pada
jumlah absolute lekosit.
5. Trombosit biasanya bertambah
6. Lain-Lain:
a. Fe serum kurang dari normal
b. Total Iron Binding Capacity (TIBC) biasanya meninggi tetapi bisa
normal atau menurun. Bila TIBC kurang dari normal ada
kecenderungan ditemukan juga hipoalbuminemia.
c. Saturasi transferring selalu kurang dari 16 %
mg dl

Rumus: Saturasi Transferrin = x 100
Fe serum

d. Di faeces dapat ditemukan adanya darah samar. Darah samar bisa
disebabkan oleh ankilostoniasis atau perdarahan kronik oleh sebab
lain.
e. Di Urin: darah samar yang kronik dapat disebabkan oleh batu urat,
kelainan factor perdarahan dan sebab lain.

ANEMIA DEFISIENSI ASAM FOLAT


Anemia deficiensi asam folat menurut morfologi eritrosit merupakan
anemia megaloblastik (lihat klasifikasi).Anemia makrositik ditandai dengan
penambahan ukuran besarnya eritrosit dan biasanya hemoglobin dalam tiap
sel meningkat sebanding dengan besarnya sel. Pada anemia makrositik
yang khas dijumpai MCV dan MCH lebih dari normal sedang MCHC tetap
normal.
Umumnya makrosit pada anemia makrositik mempunyai dinding yang
lebih tebal dari sel normal.Penambahan tebal sel ini menyebabkan tidak
tampaknya akromia sentral dari makrosit bila dilihat di bawah mikroskop
sehingga menimbulkan pemakaian yang salah dari istilah hiperkom.Pada
anemia makrositik, banyaknya hemoglobin dalam satu makrosit (MCH)
bertambah sebanding dengan besarnya sel tetapi konsentrasi yang dihitung
(MCHC) tetap dalam batas normal.

Patofisiologi
Defisiensi asam folat mengganggu sintesa DNA, karena sintesa RNA
dan protein berlangsung terus maka terjadi ketidakseimbangan dalam
pertumbuhan eritrosit di mana komponen sitoplasma, terutama hemoglobin,
disintesa dalam jumlah banyak selama pemisahan sel tertinda. Penyebab
defisiensi asam folat:
A. Diet yang kurang asam folat: hal ini banyak dijumpai di daerah tropis dan
sering ditemuka di klinik. Factor-faktor yang mempengaruhin diet semcam
ini adalah:
1. Pencandu Alkohol
2. Penyakit Kronik
3. Umur Tua
4. Gangguan Mental
5. Food Faddism
6. Kemiskinan
B. Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan dan bayi, juga pada
hipertiroidisme, keganasan dan sorosis hati.
C. Malabsorpsi folat:
1. Karena kerja antagonistic dari obat misalnya anti-konvulasan dan
kontraseptif oral:
- Fenibarbita
- Dilantin
- Pirimidone
2. Karena penyakit, celiac pada anak, steatorrihoe idiopatik pada orang
dewasa, dan seriawan tropic. Pada sariawan tropic, yang merupakan
penyakit endemik di Indonesia, lesi bias dijumpai di seluruh bagian
dari usus kecil.

D. Reseksi Intestin yang Ekstensif dan Reseksi Jejunum


Metabolisme Asam Folat
1. Kebutuhan minimal asam folat kira-kira 50 mg setiap hari, di dapat
dari makanan yang mengandung hati, ginjal dan sayuran berdaun
hijau yang segar. Dalam diet rata-rata tersedia asam folat lebih dari
jumlah yang dibutuhkan tetapi hanya bila diet disiapkan dari jumlah
yang dibutuhkan tetapi hanya bila diet disiapkan dengan semestinya,
misalnya pada pemasakan yang lama dengan banyak air asam folat
dapat hilang sebanyak 50 90 %.
2. Folat diserap dari duodenum dan jejunum bagian proksimal, terikat
pada protein plasma secara lemah dan disimpan di dalam hati. Tanpa
adanya intake folat, persediaan folat akan habis dalam 2 sampai 4
bulan.
Pemeriksaan laboratorium Anemia defisiensi folat:
1. MCV dan MCH lebih dari normal sedang MCHC tetap normal.
2. Lekosit berkurang atau jumlahnya normal.
Bila anemia lebih berat, lekosit makin kurang dan ditemukan
netropenia absolute.
3. Jumlah trombosit kurang dari normal, waktu perdarahan memanjang.
4. Sediaan apus darah tapi:
Dua tanda penting adalah adanya makroovalositosis dan
hipersegmentasi.
- Eritrosit : Kebanyakan makrosit dengan
bentuk oval (makro ovalositosis), akromia sentral
kecil / sempit atau tidak ada. Ukuran sel-sel tak sama
(anisositosis). Variasi bentuk lainnya adalah hand
mirror cell, bacophilic stippling, diffusely
polychrowantophilic cells. Pada anemia yang lanjut
bias dijumpai Orthochromic, polychromatophylic atau
basophilic normoblasts, Howell-Jolly Body dan
Cabots ring.
- Lokosit : Hipersegmentasi netrofil (lobi inti
lebih dari 5 bisa 6 10.
- Trombosit : Berukuran besar (giant plateleta).
5. Makroretikulosit cenderung lebih bulat.
6. Pemeriksaan lain: Kadar asam folat serum menurun.
ANEMIA HEMOLITIK

Anemia hemolitik merupakan suatu keadaan di mana kecepatan


destruksi eritrosit meningkat tanpa meningkatnya kesanggupan sumsum
tulang untuk bereaksi terhadap adanya anemia.
Penyebab:
1. Herediter
a. Defek pada membrane eritrosit
- Sferositosis herediter
- Elliptositosis herediter
- Stosmtositosis herediter dan sebagainya.
b. Defek pada struktur globin dan sintesanya
- Penyakit sel sabit (Sickle cell disease)
- Thalassemia major
- Homoglobinopati lainnya
c. Defisiensi enzim yang berperan dalam Pentosa Phosphate Pathway
dan pada metabolism gluthation, misalnya defisiensi G6PD.
d. Defesiensi enzim glikolitik dari eritrosit, misalnya defisiensi pyruvate
kinase.
e. Defisiensi enzim yang lain, misalnya defesiensi ATP Ase.
2. Akuisita
a. Anemia imunohemolitik
- Transfusi darah yang incompatible (tak sesuai)
- Hemolytic Disease of the Newborn (HDN)
- Anemia hemolitik autoinum karena antibody bereaksi panas,
misalnya Systemic Lupus Erythematosus (SLE), limfosarkoma,
leukemia limfositik kronik, dan keganasan lainnya.
- Anemia hemolitik autoimun karena antibody bereaksi dingin
misalnya Cold hemagglutinin disease, Paroxysmal cold
hemoglobinuria.
b. Anemia hemoglitik traumatic dan mikroangiopatik, misalnya:
- Pada prosthetic valse dan kelainan jantung lainnya.
- Hemolytic Uremic Syndrome.
- Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP)
- Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
c. Infectious Agents
- Protozoa: Malaria, Toxoplasmosis, Leishmaniasis.
- Bakteri: Kolera, Tifoid, Infeksi Clo
d. Zat Kimia, obat dan racun: misalnya sulfonamide, fenasetin.
e. Physical agent misalnya trauma termal
f. Hipofosfatemia
3. Lekositosis netrofilik dan trombositosis terutama pada anemia hemolitik
akut.
4. Pemeriksaan untuk Diagnosis Diferensial
a. Sediaan apus darah tepi:
Tanda khas untuk sferositosis ialah ditemukannya banyak sferosit,
pada talesemia dijumpai sel-sel target dst. Hemolisis karena trauma
pada eritrosit dan penyakit mikroangiopatik memperlihatkan adanya
schistocytosis, helmet cells dan fragment-fragment eritrosit.
b. Tes Fragilitas Osmotik
Pada sferositosis sel-sel mempunyai fregilitas oemotik yang meninggi,
artinya sel mudah pecah / sangat fragil. Dengan kata lain ketahanan
(resistensi) sel berkurang. Sebaiknya sel-sel pada talasemia, anemi
sel sabit, leptosistosis dan sel-sel target bersifat lebih tahan (resistant)
atau kurang fragil sehingga tak mudah pecah: dengan demikian sel-
sel tersebut dikatakan mempunyai fragilitas osmotic yang rencah atau
resistensi (globuler) nya meninggi.

ANEMIA APLASTIK

Anemia aplastik adalah keadaan di mana anemia ditemukan bersama


lekopeni dan trombisitopeni akibat hipoplasi atau aplasi sumsum tulang yang
bukan disebabkan oleh proses infiltrasi, pergantian dan supresi terhadap
jaringan hemopoietik aktif.
Penyebab:
1. Akuisita
a. Bahan kimia dan fisik misalnya benzene, ionizing radiation dan obat-
obatan.
b. Infeksi : Virus tertentu (hepatitis, dengue), mycobacterium
c. Idiopatik: chloamphenicol, arsen organic quinacrine, anti konvulsan,
emas.
2. Familial: Fanconis constitusional pancytopenia.
Benzena menghambat sel-sel sumsum tulang untuk mensintesa RNA dan
DNA.Anemia karena obat-obatan dikatakan berdasarkan sensivitas
individu.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Anemi, lekopeni dan trombositopeni
2. Apusan darah tepi: Eritrosit normositik normokrom, umumnya tak
ditemukan polikromatofili, stippling dan eritrosit berinti.
3. Retikulosit kurang dari normal
4. Spur cell anemia pada penyakit hati.
5. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH)
Ada bagian lain yang didasarkan pada lokasi dari penyebab hemolisis,
yaitu:
1. Penyebab terletak di dalam eritrosit (Intrakorpuskuler)
2. Penyebab terletak di luar eritrosit (ekstrakouskuler).
Umumnya, anemia yang disebabkan oleh factor intrakorpuskuler danpat
digolongkan pada anemia hemolitik herediter; yang disebabkan oleh factor
ekstrakorpuskuler tergolong anemia hemolitik akuistitas (dengan beberapa
pengecualian).
Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobinemia
Jika eritrosit mengalami destruksi intravaskuler, juga jika destruksi
ekstravaskuler berlangsung demikian cepat sehingga melapaui
kesanggupan RES (reticulcendothelial System), maka hemoglobin
dilepaskan ke plasma.
a. Plasma kemerah-merahan bila Hb lebih dari 0,05 gr/dl
b. Hb lebih dari 0,1 gr / dl dapat diukur langsung dengan metode
sianmethemoglobin.
c. Pada kebanyakan anemia hemolitik herediter ditemukan konsentrasi
Hb yang normal (kurang dari 0,001 gr/dl).
2. Haptoglobin (Hp) tidak ditemukan dalam plasma:
Pada saat Hb terlepas ke dalam plasma, Hb akan diikat oleh Hp
kemudian kompleks Hb-Hp akan disingkirkan oleh hepatosit. Oleh karena
kompensasi peningkatan sintesa haptoglobin tidak ada maka haptoglobin
cenderung menghilang dari plasma.
Hp plasma dapat diukur secara elektroforetik atau kromatografi.
3. Hemoglonuria:
Jika Hb melampaui Hb binding capacity maka Hb dapat dijumpai
uriene.Warna urine menjadi merah muda dan coklat.Pemeriksaan adanya
Hb dalam urine dapat dilakukan dengan benar atau reaksi ortotoluidin
(Occult test atau hemostix).

4. Retikulositosis
Pada anemia hemolitik kronik dan beberapa saat setelah serangan akut,
umumnya eritropoiesis meningkat yang ditandai dengan adanya
retikulositosis.Pada sediaan/apuan darah tepi yang diwarnai, bila ada
retikulositosis, dijumpai polikromatofilia dan fine stippling.Retikulosi
berukuran lebih besar dari pada ritrosit normal, dank arena pelepasannya
dari sumsum tulang percepat, maka terdapat keadaan marositosis
(kecuali pada sperositosis herediter dan penyakit sel sabit sebab defek
intruksi cenderung menghasilkan mikrosit).

ANEMIA POSTHEMORAGIK
Anemia posthemoragik terdiri dari bentuk dan kronik.Disebutkan
anemia posthemoragik kronik jika terjadi kehilangan darah dalam jumlah
kecil, dalam waktu lama dan persediaan besi terganggu. Gambaran darah
sama dengan pada anemia defisiensi besi. Anemia posthemoragik akut
adalah anemia yang disebabkan karena kehilangan darah dalam jumlah
besar di mana persediaan besi masih cukup.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Anemi
Volume Plasma dan massa eritrosik berkurang sebanding segera setelah
perdarahan sedang hematokritik tetap. Tiga sampai lima hari kemudian,
setelah restorasi volume oleh masuknya cairan yang mengandung
elektrolit dan protein, dijumpai anemia normasitik normokron.
Retikulosit meningkat dan mencapai maksimum dalam 6 11 hari. Tanda
regenerasi eritrosit yang lain: polikromatofili, makrositosis dan MCV makin
meningkat.
2. Trombosit
Segera setelah perdarahan, jumlahnya berkurang; kira-kira 1 jam setelah
perdarahan berhenti jumlahnya bertambah dan mencapai puncaknya.
3. Lekosit
2 5 jam sesudah perdarahan terhenti terjadi lekositosis.

JENIS LEKOSIT DAN MORPOLOGINYA


Untuk mempelajari mikroskopi jenis-jenis lekosit dibutuhkan sediaan
apus darah yang telah diwarnai dengan baik. Di bawah mikroskop, pertama-
tama dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan lensa objektif 10 x (LPK)
untuk mencari lapang-pandang yang baik yang mengandung banyak lekosit
dan tersebar merata.Setelah itu, dilakukan pemeriksaan hitung jenis dengan
memakai lensa objektif 40 x (LPB) dengan lensa ini biasanya morfologi
masing-masing lekosit dapat dikenal. Lensa objektif 100x dipakai jika akan
dipelajari lebih terperinci suatu sel, misalnya mempelajari adanya kelainan
intrasel yang dicurigai. Lekosit dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Lekosit bergranula
- Eosinofil
- Basofil
- Netrofil
2. Lekosit tidak bergranula
- Limfosit
- Monosit
- Plasmosit / sel plasma / plasma cell

Jenis Ukuran Inti Sitoplasma


Eosinofil 10 15 Letaknya di sentral / eksentrik: Relatif besar / luas; warna
Mikron berbentuk; segmen dengan 2 kemerahan / oksifil / eosinofil
3 lobi; warna kebiruan / agak tak ada perinuclear zone;
pucat; kromatin kasar; ada granula banyak, bulat sama
membrane inti: tak ada nukleoli besar, warna orange-
kemerahan, kadang-kadang
mengkilap (bronze)
Basofil 8 14 Mikron Letaknya disentral / eksentrik; Luasnya sedang; warna oksifil;
bentuknya tak jelas karena perinuclear zone tak ada;
tertutup oleh granula-granula; granula sedikit atau banyak,
warna kebiruan; kromatin bentuk kasar / tak sama besar;
kasar; ada membrane inti; tak warna biru-tua/biru-gelap
ada nukle oli.
Netrofil 10 15 Letaknya di sentral / eksentrik; Rekatif lebih luas; warna
batang Mikron bentuk batang, lebih 1/3 oksifil, tak ada perinu clear
panjang inti; warna biru zone; granula bias oksifil,
keunguan; kromatin kasar basofil atau netrofil.
bergerombol; ada membrane
inti; tak ada bukleoli.
Netrofil 10 15 Mikron Letaknya di sentral / eksentrik; Relatif lebih luas; warna oksifil;
Segmen bersegmen dengan 2-3 lobi; tak ada perinu clear zone;
warna biru pucat keunguan, granula halus, tersebar, warna
kromain kasar lebih kompak; ungu.
ada membrane inti; tak ada
nucleoli.
Limfosit 7 15 Letak eksentrik; bentuk Relatif sempit: warna basofil;
Mikron; ada bulat/oval dan relative besar; perinuclear zone biasanya tak
limfosit kecil warna biru-gelap; kromatin ada; granula tak ada, kalau
liumfosit sedang kompak memadat; membrane ada disebut granula azurofil
dan limfosit inti kurang jelas; nucleoli tak
besar ada
Monosit 10 22 Letaknya eksentrik; bentuk Relatif besar, kadang-kadang
Mikron macam-macam misalnya mirip ada pseudopodia; warna biru-
otak (brain-like) kromatin pucat, tak ada perinnuclear
tersusun lebih kasar; zone tak ada; kadang-kadang
membrane inti halus, tak ada ada granula azurofil
nucleoli
Sel plasma 8 20 Mikron Letak eksentrik; bentuk Luasnya sedang; daerah
bulat/oval; warna keunguan; perinuklear tampak berbuih
kromatin retikuler seperti: jari- oksifil, makin ke kutub yang
jari sepeda; membrane inti tak menghadap inti bercat kebiru-
jelas; nucleoli tak ada biruan; perinuclear zone ada;
tak ada granula.

* Netrofil dalam darah juga perifer ada 2 jenis yaitu netrofil batan; (disebut
juga band atau non-filement neutrophil) dan netrofil segmen atau lekosit
(polymorphonuclear)
HITUNG JENIS LEKOSIT DAN INTERPRETASINYA

Untuk membuat hitung jenis (hitung diferensial) juga dibutuhkan


sediaan apus yang telah diwarnai kemudian diperiksa di bawah mikroskop
dengan cara-cara tertentu (akan dijelaskan dalam kuliah).
Nilai-nilai normal hitung jenis lekosit adalah sebagai berikut:
1. Eosinofil :13%
2. Basofil :01%
3. Netrofil :
- Batang :26%
- Segmen : 50 70 %
4. Limfosit : 20 40 %
5. Monosit :28%
Hitung jenis sebenarnya menghitung jumlah relatif masing-masing
jenis lekosit.Bila ditinjau jumlah absolutnya maka nilai-nilai di atas bervariasi
karena jumlah lekosit normal antara 4.000 10.000 / mm 3. Nilai absolute
masing-masing jenis lekosit menurut Schilling adalah:
Rata-Rata Variasi
(Per mm3) (Per mm3)
Eosinofil 200 40 300
Basofil 30 0 100
Netrofil Batang 300 80 600
Netrofil Segmen 4000 2000 7000
Limfosit 2000 800 4000
Monosit 300 80 800

Kelainan jumlah masing-masing jenis lekosit dapat berupa peninggian


atau penurunan dari nilai normalnya dan dapat dijumpai pada berbagai
keadaan klinik. Peninggian nilai-nilai hitung jenis bias disertai atau tanpa
peninggian jumlah lekosit. Dengan demikian, bisa dijumpai adanya
limfositosis relative atau monositosis absolute dan sebagainya.
Kelainan jumlah lekosit adalah sebagai berikut:
1. Netrofilia
a. Ialah jumlah netrofil lebih dari normal
b. Dijumpai misalnya pada:
- Infeksi akut (Penumonia, meningitis dan lain-lain)
- Infeksi local di mana terjadi penimbuhan nanah
- Intoksikasi (zat kimia, uremia dan lain-lain)

2. Eosinofilia
a. Ialah jumlah eosinofil lebih dari normal
b. Dapat dijumpai pada:
- Alergi (asthma bronchiale, urticaria dll)
- Penyakit parasit (schistosomiasis, trichinosis dll)
- Sesudah penyinaran
- Penyakit Hodgkin, periarteritis nodosa dll
3. Basofilia
a. Ialah jumlah basofil lebih dari normal
b. Dapat dijumpai pada:
- Infeksi virus (smallpox, chickenpox, dll)
- Sesudah spelenektomi pada anemi hemolitik kronik (kadang-
kadang)
4. Limfositosis
a. Ialah jumlah limfosit lebih dari normal
b. Dapat dijumpai pada:
- Infeksi akut misalnya pertussis, hepatitis, mononucleosis
infeksiosa.
- Infeksi menahun misalnya tbc, syphilis congenital/sekunder
- Bayi dan anak-anak

5. Monositosis
a. Ialah jumlah monosit lebih dari normal
b. Dapat dijumpai pada:
- Infeksi basil (tbc. endokarditis subakut, dll)
- Infeksi protozoa (malaria, disentri amuba kronik)
- Hodgkins disease dan lain-lain
6. Eosinopenia
a. Ialah jumlah eosinofil kurang dari normal
b. Dapat dijumpai
- Pemberian hormon / obat-obatan misalnya kortikosteroid,
adrenalin, ephedrine, insulin.
- Stress: emosi, operasi, trauma dingin.
- Gangguan endoktrin misalnya penyakit cushing
- Lain-lain: anemia aplastik, disseminated Lupus Erythematosus.
7. Basofilopenia
a. Ialah keadaan di mana tidak ada basofil
b. Dapat disebabkan oleh allergi, hipertiroidisme, infark miokard,
pemberian kortikosteroid yang lama, penyakit cushing.
8. Limfopenia
a. Ialah jumlah limfosit kurang dari normal
b. Penyebabnya: pansitopenia, pemberian adrenokortikosteroid, penyakit
jantung.
9. Netropenia
a. Ialah jumlah netrofil kurang dari normal
b. Netropenia yang berat disebut juga agranulositosis, yaitu keadaan di
mana tidak dijumpai granulosit di dalam darah tepi. Penyebabnya,
seperti pada lekopenia, terutama: Leukemia akut, obat (Largactil,
pyramidon), anemia aplastik, netropenia hipersplenik, dan idiopatik.
Hipersplenisme
Hipersplenisme adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya satu
atau lebih dari gejala Netropenia / Anemia / Trombositopenia, hasil dari
hiperaktivitas limpa yang disebabkan oleh pembesaran limpa yang
menahun.Pembesaran limpa disebut Splenomegali.
Kausa Hipersplenisme:
1. Primer (tak diketahui) : sangat jarang
2. Sekunder (asimptomatik)
a. Hipertensi portal dengan pembesaran limpa
b. Limfoma maligna, karsinoma
c. Rheumatoid arthritis
d. Infeksi: hepatitis CBE, luas, malaria
e. Anemia hemolitik menahun
f. Thalassemia major
g. Leukemia limfoid menahun
Untuk menetapkan hipersplenisma, perlu dipenuhi kriteria yang
berikut:
1. Gambaran darah dengan anemia, Neutropenia dan Trombositopenia
tunggal atau kombinasi.
2. Gambaran sumsum tulang: Normoseluler atau hiperselular.
3. Splenomegali
4. Sesudah splenektomi, gambaran darah jadi normal.
PEDOMAN KULIAH

JARINGAN HEMATOPOIETIK SUMSUM TULANG

Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopeiesis hanya terbatas


pada tulang-tulang vertebrata, costa, sternum, pelvis, scapula, cranium dan
bagian ujung proksimal dari tulang-tulang humerus dan femur. Selain
jaringan hematopoietik.Bagian isi dari sumsum tulang diisi oleh jaringan
lemak.Dalam hal ini terjadi peninggian fungsi hematopoletik yang
berlangsung lama, bagian sumsum yang aktif dalam hematopoisis bisa
berekspansi kea rah perifer.
Hematopoiesis aktif pada bayi dan anak, dibandingkan dengan orang
dewasa, berlangsung di bagian yang lebih distal dari ekstremitas. Berat rata-
rata sumsum tulang kira-kira 3,4 4,9 % berat badan (pada orang
dewasa), atau kira-kira 1,600 3,700 gram, berat ini lebih kurang sama
dengan berat hati.

SERI SEL-SEL DARAH DALAM SUMSUM TULANG

Menurut Wintrobe, dalam keadaan normal seri sel-sel darah dalam


sumsum tulang dapat diperinci sebagai berikut:
1. Seri Netrofilik, jumlah total rata-rata 40,2 65 % (53,6%)
a. Myeloblast 0,2 1,5 % (0,9 %)
b. Promyelocyte 2,1 4,1 % (3,3 %)
c. Myelocyte 8,2 5,7 % (12,7 %)
d. Metamyelocyte 9,6 14,6 % (15,9 %)
e. Batang 9,5 13,3 % (12,4 %)
f. Segmen 6,0 12,0 % (7,4 %)
2. Seri Eosinofilik, jumlah total rata-rata 1,2 5,3 % (3,1 %).
a. Myelocyte 0,2 1,3 % (0,8 %)
b. Metamyelocyte 0,4 2,2 % (1,4 %)
c. Batang 0,2 2,4 % (0,9 %)
d. Segmen 0,6 1,4 % (0,5 %)
3. Basofilik dan Mast Cell , 0 0,2 % (krg dari 0,1 %)
4. Seri Eritrositik, jumlah total 16,4 35,8 % (25,6 %)
a. Pronormoblast 0,2 1,3 % (0,6 %)
b. Basophilic normoblast 0,5 2,4 % (1,4 %)
c. Polychromatophilic normoblast 17,9 29,2 % (21,6 %)
d. Erythrochromatic normoblast 0,4 4,6 % (2,0 %)
5. Limfosit 11,3 23,2 % (16,2 %)
6. Plasma cell 0,4 0,8 % (1,3 %)
7. Sel reticulum 0 0,9 % (0,3 %)
8. Megakariosit 0 0,4 % kurang dari 0,1 %)
9. M:E(myeloid : erithroid) Ratio 1,5 3,5 % (2,3 %)
Morfologi sel-sel tersebut (lihat gambar terlampir) akan diterangkan
dalam kuliah. Pemeriksaan atau identifikasi sel-sel sebaiknya dilaksanakan
pada apusan dari bahan-bahan yang diambil dari aspirasi sumsum
tulang.Untuk hitung differensial dari sumsum tulang, harus dihitung sedikit-
dikitnya 300 500 sel berinti.
Dalam sumsum tulang, selain dijumpai sel-sel hematopoietic, juga
bisa didapatkan sel-sel non-hemotopoietik yaitu reticulum, osteoblast,
osteoclast dan sel Schwann.

INDIKASI ASPIRASI SUMSUM TULANG


Aspirasi sumsum tulang terasa sangat penting terutama untuk
melengkapi data-data dari reaksi jaringan hematopoietic yang kadang-
kadang, dirasa kurang sempurna jika hanya terdapat data hasil pemeriksaan
darah tepi saja. Kelainan-kelainan yang memerlukan pemeriksaan sumsum
tulang misalnya:
a. Anemia megaloblastik - Netropenia
b. Anemia Mikrostik hipokrom - Leukemia
c. Anemia hemolitik - Trombositopenia
d. Anemia normositik normokrom - Gangguan imunoglobulin

Gambaran Sumsum Tulang pada Anemi Megaloblastik


1. Gambaran sumsum tulang seluler dan biasanya hiperplastik, dengan
eritrosit muda yang predominan.
2. Megaloblast yang khas ditandai oleh ukurannya yang sangat besar dan
kromatis (terutama) yang teratur tersusun seperti jala (sieve-like).
3. Perubahan morfologik ini terdapat pada semua stadia dari perkembangan
eritrosit, terdapat promegaloblast dan 3 stadia megaloblast yaitu
megaloblast yang basofilik, polikromatofilik dan artokromatik.
4. Mengidentifikasi orthochromic megaloblast adalah penting sebab sel
pada anemia megaloblast sangat berbeda dengan sel pada sumsum
tulang normal. Megabloslast ortokromik mempunyai sitoplasma warna
ungu (matang) dan inti kemerahan (belum matang) sebagai akibat dari
perubahan megaloblastik. Dengan demikian, terlihat proses pematangan
yang tak seimbang antara inti dan sitoplasma; keadaan ini disebut
nuclear-cytoplasma dissociation atau nuclear-cytoplasmic asychrositik.
5. Suatu gambaran mitosis ditemukan pada seri eritrositik
6. Bisa disertai dengan lekopoiesis yang abnormal. Dalam hal ini dapat
dijumpai lekosit yang sangat besar (mencapai 20 30 makro meter),
terutama pada stadium metamielosit yang disebut giant metamyelocyte.
Di samping itu, terdapat banyak lekosit yang hipersegment
(makropolisit/macropolycyte).

PEGANGAN KULIAH
LEUKEMIA
1. Defenisi
Leukemia adalah penyakit sistemik yang bersifat fatal, yang
ditandai dengan proliferasi maligna dari sel-sel darah dalam sum-sum
tulang dan kelenjar limfe, serta infiltrasi sel-sel tersebut ke jaringan tubuh
lainnya.

2. Etiologi
Kausa yang pasti dari leukemia belum diketahui, dikatakan bahwa
faktor-faktor yang turut berpengaruh atas terjadinya leukemia adalah:
a. Radiasi
b. Zat kimia terutama benzene
c. Penyakit infeksi (diketahui pasti bahwa infeksi virus pada binatang
dapat menyebabkan leukemia).
d. Factor genetic

3. Klasifikasi
a. Berdasarkan perlangsungan penyakit:
- Leukemia akut
- Leukemia kronik
b. Berdasarkan jumlah lekosit dan adanya bentuk-bentuk abnormal
dalam darah perifer:
- Leukemia Leukemik : Jumlah
lekosit jauh lebih tinggi dari nilai normal
disertai adanya lekosit muda dalam
darah perifer.
- Leukemia Anleukemik : Jumlah
lekosit lebih rendah atau dalam batas
normal disertai adanya lekosit muda
dalam darah perifer.
- Leukemia Aleukemik : Jumlah
lekosit sedikit lebih tinggi atau dalam
batas normal atau lebih rendah dari
normal, dan tidak disertai adanya lekosit
muda dalam darah perifer.
c. Berdasarkan tempat asal dari sel yang mengalami proliferasi:
- Leukemia Myeloid : Semua jenis
leukemia di mana sel yang berproliferasi
dihasilkan di sumsum tulang.
- Leukemia Limfoid : Semua jenis
leukemia dimana sel yang berproliferasi
dibentuk di jaringan limfoid.
d. Berdasarkan jenis sel yang predominan dalam darah perifer dan
stadium kematangannya:
- Leukemia mieloblastik / leukemia mieloblastik promielositik: ialah
leukemia mieloblast dan promielosit.
- Leukemia limfoblastik: adalah leukemia limfoid akut dengan
predominasi dari limfosit.
- Leukemia monositik akut : secara morfologik terbagi atas
predominasi dari monoblast dan promonosit.
- Leukemia mielositik (granulositik): ialah leukemia myeloid kronik
dan dapat dibagi atas (1) leukemia netrofilik, (2) leukemia
eosinofilik dan (3) leukemia basofilik.
- Leukemia limfositik: ialah leukemia limfoid kronik dengan
predominasi dari limfosit.
- Leukemia monositik kronik : secara morfologik dibagi atas (1) tipe
naegeli (leukemia mielo-monositik kronik) dengan predominasi
monosit dan mielosit, dan (2) tipe schelling dengan predominasi
monosit.

4. Leukemia Akut
Leukemia myeloid akut, leukemia limfoid akut dan leukemia
monositik akut mempunyai banyak persamaan dalam manifestasi
kliniknya sehingga sering sukar dibedakan.

LEUKEMIA MYELOID AKUT


Leukemia myeloid akut disebut juga Acuta Non Lymphocytic
Leukemia (= ANLL) dan, sesuai rumusan French American British
Cooperative Group (FAB), dikenal ada 5 macam:
Klasifikasi (Menurut FAB)
M1 : Leukemia mieloblastik tanpa maturasi diferensiasi. Hampir semua sel
terdiri dari mieloblast yang mengandung sedikit atau tidak ada
granula, Auer rod (batang auer) tidak selalu ada. Granula-granula
tersebut dapat terlihat dengan pewarnaan wright atau May-Grunwald-
Giemsa.Inti berbentuk bulat dengan kromatin halus dan 3 5 nukleoli.
M2 : Leukemia mieloblastik disertai maturasi. Lebih dari 50% sel berinti
dalam sumsum tulang terdiri dari mieloblast dan promielosit.
Sel granulosit dewasa sering memberi tanda-tanda dysplasia yaitu
berkurangnya granulasi dalam sitoplasma dan berkurangnya lobulasi /
segmentasi inti (pseudo Pelger Huet) dapat disertai kelainan sel
eritrosit dan megakariosit.
M3 : Leukemia promielositik hipergranuler. Kebanyakan dari sel terdiri dari
stadium promielosit abnormal, berukuran besar sitoplasma sel berisi
granula yang jelas, batang Auer sering berada dalam kelompok.
M4 : Leukemia Mielomonositik
Sel dari myeloid dan seri monosit berproliferasi disertai
differensiasi.Baik sel promonosit dan monosit maupun sel mieloblast
dan promielosit, masing-masing mencapai jumlah lebih dari 320 %
dari sel berinti.
Inti sel monositoid tidak rata dan mengandung nucleoli
besar.Sitoplasma sel tersebut mempunyai banyak pseudopodia serta
mengandung mikrofilamen dalam kelompok dan granula disertai halo.
M 5 : Leukemia Monositik
Dibagi dalam 2 golongan, diferensiasi lemah yaitu monoblastik dan
diferesiasi baik yaitu monositik.Pada tipe monoblastik sel leukemik
terdiri dari monoblast dan pada tipe monositik terdiri dari monoblast,
promonosit dan monosit.Kadang-kadang sel promonosit mengandung
banyak Auer.
M 6 : Eritro Leukemia
Kriteria untuk eritro-leukemia berdasarkan hasil pemeriksaan sumsum
tulang: terdapat mieloblast > 30 % disertai eritroblast (eritrosit berinti)
50 %, atau eritroblast hanya 30 % jika sepertiganya mempunyai
morfologi bizar. Batang auer dapat terlihat pada mieloblast dan
promielosit (yang ganas). Sumsum tulang yang hanya memenuhi
kriteria kelainan eritroblast seperti di atas tetapi mieloblast < 30 %
disebut anemia refrakter dengan blast yang berkelebihan yang oleh
Woodruff dkk (1981) disebutkan Erithroid RAEB (Refractory Anemia
With Excess of Blast).

Pemeriksaan Darah Perifer


1. Lekosit
a. Biasanya ditemukan lekositosis
b. Pada fase awal, jumlah lekosit pada sebagian besar kasus mencapai
20.000 50.000 / mm3 sedang pada sebagian kecil jumlahnya bisa
dalam batas normal. Kadang-kadang dijumpai jumlah sampai
500.000/mm3 atau lebih.
2. Hitung Jenis
Mieloblast meninggi (sampai 30%), promielosit meninggi, mielosit dan
metamielosit berkurang, batang dan segmen meninggi. Jika diperhatikan,
bahwa bentuk muda dan bentuk tua banyak sekali sedang bentuk
antaranya (mielosit dan metamielosit) maka seolah-olah ada
kekosongan pada hitung jenis, hal ini disebut hiatus leukemikus yang
dipandang sebagai ciri khas dari leukemia myeloid akut. Kadang-kadang
diperlukan peroxidase staining yang ditandai dengan adanya granula
pada sel-sel tersebut.
3. Hematokrit
Biasanya berkurang dari nilai normal
4. Hemoglobin
Umumnya kurang dari nilai normal
5. Eritrosit
a. Jumlahnya biasanya berkurang
b. Tipe terdapat anisositosis dan poikilositosis
c. Bila ada regenerasi aktif, dijumpai polikromasia dan retikulositosis.
d. Biasanya dijumpai eritrosit muda (berinti) dalam darah perifer.
6. Trombosit
a. Umumnya kurang dari normal, dapat mencapai 10.000 sampai
100.000/mm3
b. Bentuknya sering ireguler dan abnormal

Pemeriksaan Sumsum Tulang


1. Pada semua bentuk leukemia gambaran sumsum tulang umumnya
menunjukkan hiperplastik yang difus.
2. M : E ratio lebih dari normal
3. Banyak bentuk sel muda sedang bentuk yang lebih tua (mielosit dan
metamielosit) kurang.
4. Lihat juga keterangan dalam klasifikasi ANEL.

LEUKEMIA LIMFOID AKUT

Leukemia limfoid akut disebut juga Acute Lymphoblastic Leukemia


(ALL) dan oleh FAB dibedakan 3 golongan yaitu (1) L1 ALL, dijumpai pada
anak-anak 85 %, prognose baik, (2) L2 ALL, pada anak kira-kira 14%,
progose jelek, sering relapse, dan (3) L3 ALL, pada anak kira-kira 1 %,
prognose paling jelek.
Klasifikasi (Menurut F A B)
a. L1 ALL : Sel limfoid kecil, kebanyakan berukuran 8
10 m (mikro meter). Rasio inti sitoplasma tinggi. Populasi sel
agak homogen dengan sedikit variasi dalam ukuran, kromatin
inti biasanya halus. Pola kromatin dapat berbeda-beda tetapi
biasanya halus. Pola kromatin dapat berbeda-beda tetapi
umumnya bersifat homogen. Bentuk inti reguler, walaupun
beberapa indentasi dapat timbul. Nukleoli tidak tampak atau
tidak jelas. Sitoplasma hanya sedikit yang bersifat basofil
ringan atau sedang dan mempunyai sedikit vakuol.
b.L2 ALL : Sel berukuran besar (10 14 um) dan
populasi sel bersifat heterogen. Pola kromatin berbeda-beda,
juga pada kasus yang sama. Bentuk inti tidak rata dengan
sobekan (cleft), lekukan dan identasi. Nucleoli biasanya ada
dengan prominensi yang berbeda-beda. Besarnya sitoplasma
dan sifat basofilia berbeda-beda.
c. L3 ALL : Sel berukuran besar dan populasi sel
bersifat homogen ratio inti-sitoplasma tinggi. Inti bulat dan rata
dengan pola kromatin yang padat disertai butir-butir halus,
nukleoli jelas dan multiple. Jumlah sitoplasma sedang, bersifat
biru-tua dengan vakuol yang jelas dan banyak, mengandung
zat lipoid (minyak red-0 : positif). Morfologi sel L3 ALL
menyerupai sel pada fase leukemik dari limfoma Burkitt.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada umumnya sama, jumlah lekosit bisa mencapai 500.000 / mm3
pada hitung jenis tampak limfoblast sebagai sel yang predominan yang bisa
mencapai 50 90 %, hiatus leukemikus tidak dijumpai. Semua seri limfositif
dengan pewarnaan peroksidase memperlihatkan reaksi negatif

LEUKEMIA MONOSITIK AKUT


Sel yang predominan adalah monoblast dan promonosit. Pemeriksaan
laboratorium lain boleh dikatakan sama.

LEUKEMIA KRONIK
A. Leukemia Mieloid Kronik
Pemeriksaan Darah Perifer
1. Lekosit : Jumlah lekosit umumnya 100.000
300.000 / mm3, kadang-kadang hanya 1000 / mm3
atau kurang, tetapi ada juga yang lebih dari 1 juta /
mm3.
2.Hitung Jenis: Sel yang predominan adalah bentuk
yang lebih tua yaitu mielosit, metamielosit, batang dan
segmen. Mieloblast dan promielosit bisa dijumpai
tetapi dalam jumlah sedikit saja. Di samping itu, dapat
dijumpai eosinofil dan basofil dengan jumlah yang
biasanya lebih tinggi dari normal.
3. Hematokrit : Kurang dari normal
4. Hemoglobin : Umumnya kurang dari normal
(7 9 gr %) tetapi bisa lebih rendah.
5. Eritrosit : - Jumlah eritrosit biasanya kurang dari normal.
- Jumlah retikulosit biasanya normal atau sedikit
meninggi
- Tipe anemia umumnya normasitik normokronik;
dalam hal ini anemi disebabkan oleh perdarahan
atau berkurangnnya eritropoiesis akibat infiltrasi sel-
sel leukemik pada sum-sum tulang.
6. Trombosit : Pada stadium permulaan jumlahnya
lebih dari normal, kadang-kadang lebih dari 1 juta
mm3; tetapi pada stadium lanjut terdapat
trombositopeni apabila sumsum tulang sudah mulai
terdesak oleh sel-sel leukemik.

B. Leukemia Monositik Kronik


Pemeriksaan Laboratorium
1. Eritrosit : Hematokrit dan Hemoglobin menunjukkan
anemia normositik atau makrositik yang hamper selalu
ditemukan pada penderita.
2. Lekosit : - Pada stadium permulaan anemia
tadi disertai oleh lekopeni yang kemudian disusul oleh
trombositopeni.
- Granulosit biasanya berkurang
- Monisit bertambah jumlahnya
Jika penyakit menjadi progresif maka terjadi lekotosis di
mana seri monosit meningkat jumlahnya.Akhirnya
ditemukan gambaran leukemia monositik cronik tipe
schilling dengan predominasi sel monosit dan tipe
Naegeli dengan sel-sel monosit imatur mieloblast dan
mielosit.
Reaksi Leukoemoid
Ialah suatu keadaan di mana tubuh bereaksi terhadap berbagai
sebab dan menghasilkan gambaran darah perifer yang menyerupai
leukemia.
Perbedaan jenis sel berproliferasi dikenal macam-macam reaksi
leukemoid (RL) yaitu (1) RL micloid, (2) RL limfoid dan (3) RL
monositik.Bentuk (1) dan (2) adalah yang sering ditemukan.
Reaksi Leukemoid LImfoid dapat dijumpai pada:
1. Infeksi Berat : Typus abdominalis,
pneumonia, difteri, tuberculosis miliaris,
endokarditis lenta.
2. Intoksikasi : Benzel, Hg, combostic berat ecclampsia.
3. Proses maligna : Metastase karsinoma,
multiple nyelona, penyakit Hodgkin.
Reaksi Leukemoid Limfoid dijumpai pada:
Penyakit infeksi yang menyebabkan limfositosis, misalnya pertusis,
varicella, mononucleosis infeksiosa, infectious lymphocytosis.

PERBEDAAN ANTARA LEUKEMIA DAN REAKSI LEUKEMOID

DARAH PERIFER LEUKEMIA REAKSI LEUKEMOID


LEKOSIT:
Jumlah Lekositosis, biasa sangat Lekositosis, jarang di atas
tinggi 50.000 / mm3
Bentuk Sel Tidak khas Khas
Bentuk muda yang banyak Bentuk dewasa yang
banyak
Socienofil Biasanya ada T ak ada
ERITROSIT:
Anemia Sering ada dan berat Bila ada tidak berat
Sifatnya progresif Sifatnya sementara
Mel Polikromatefil Sel Polikromatofil banyak
Trombosit Sering disertai Trombositopeni tidak berat
tromositopeni, bersifat (bila ada), bersifat
progresif sementara
Leucocyte Alkaline Kadarnya sangat rendah Kadarnya tinggi
Phosphatase

Pemeriksaan Laboratorium untuk Menunjang Diagnose Leukemia


1. Hitung lekosit 6. Kadar homatokrit
2. Hitung jenis lekosit 7. Hitung trombosit
3. Hitung critrosit 8. Hamogran
4. Hitung retikulosit 9. Pemeriksaan sumsum tulang
5. Kadar hemoglobin 10. Kadar leucocyte Alkaline Phosphates (LAP)

Preleukemia
Adalah suatu sindroma yang ditemukan beberapa bulan bahkan
beberapa tahun sebelum penyakit leukemia menjadi manifest, di mana
penderita menunjukkan gambaran penyakit yang sangat mirip dengan
leukemia myeloid akut (kadang-kadang leukemia limfoid akut), tidak
didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang memastikan diagnose
leukemia.
Klinik
1. Umumnya ditemukan pada usia lanjut tetapi bisa pada semua usia mulai
dari bayi.
2. Gejala, perlangsungan penyakit dan survival time tidak berbeda dengan
leukemia mieloli akut.

Pemeriksaan Laboratorium
1. Sesudah 3 bulan sampai 2 tahun, gambaran sumsum tulang akan
berubah menjadi leukemia.
2. Kelainan paling konstan yang ditemukan adalah anisositosis,
poikilositosis, ada eritrosit muda (berinti) dalam darah perifer).
3. Sumsum tulang biasanya normal, bahkan hiposeluler, dengan gangguan
maturasi.

PEGANGAN KULIAH
TROMBOSIT

1. Morfologi dan Asal-Usulnya


Pada sediaan apus yang diwarnai dengan pengecetan wrightatau
Giemsa, trombosit tampak berbentuk bulat atau lonjong dengan
sitoplasma hialin yang berwarna biru-muda. Di dalam sitoplasma kadang-
kadang terlihat adanya granula azurofil.Granula ini bisa memadat di
bagian tengah sehingga seolah-olah tampak sebagai inti.Kadang-kadang
dijumpai trombosit yang kelihatan seperti batang.
Trombosit mempunyai diameter antara 2 4 um; dengan
menggunakan mikroskop electron dapat diukur tebal trombosit yaitu
berkisar 0,5 1,0 um.
Dalam megakariopoiesis.Megakarioblast di dalam sumsum tulang
berkembang menjadi promegakariosit dan megakariosit.Di bagian darah
tepi dari sitoplasma megakariosit dapat dilihat adanya pembentukan
trombosit. Dalam proses pembentukan ini sitoplasma megakariosit yang
berisi trombosit-trombosit menjulur keluar membentuk pseudopodi.
Pseudopodi kemudian akan terlepas dari sitoplasma induknya dan masuk
peredaran darah membawa trombosit. Di samping pembentukan
pseudopodi, sitoplasma megakariosit mungkin juga mengalami
fragmentasi dan melepaskan trombosit yang dikandungnya.

2. Distribusi dan Kelangsungan Hidupnya


Trombosit yang terbentuk dan terlepas ke dalam sirkulasi darah,
1/3 jumlahnya akan berada di limpa sedang 2/3 lainnya tetap mengikuti
peredaran darah.
Kelangsungan hidup trombosit berkisar antara 9 12 hari. Setelah
itu, trombosit yang tidak lagi berfungsi, demikian pula trombosit yang
mengalami kerusakan, akan dihancurkan oleh limpa.
3. Fungsi Trombosit
Peranan trombosit yang paling penting ialah dalam proses
hemostatis. Di tempat terjadinya luka, trombosit akan melakukan adhesi
dan agregasi untuk menyumbat dinding pembuluh darah yang robek.
Pada waktu adhesi, trombosit mengeluarkan zat-zat yang akan dipakai
dalam usaha menghentikan darah yaitu:
a. Serotonin (= 5 Hidroksitriptamin / 5 HT) yang akan menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah di daerah lain.
b. ADP berfungsi mempercepat agregasi sehingga defek (celah) pada
dinding pembuluh darah dapat ditutup.
c. Faktor trombosit (platelet factoral), diantaranya adalah PF-3 yang
dipakai dalam fase awal proses pembekuan darah.
Fungsi yang lain masih merupakan hipotese, meliputi (1)
memelihara integritas pembuluh darah dan (2) sebagai fagosit yang akan
menelan berbagai partikel asing.

4. Kelainan Trombosit
Kelainan atau gangguan pada trombosit dapat menyebabkan
diathesis hemogragik yaitu keadaan di mana seseorang mempunyai
kecenderungan mengalami perdarahan. Kelainan pada trombosit dapat
bersifat:
a. Kuantitatif : Jumlah trombosit lebih atau kurang dari nilai normal.
Jumlah yang lebih dari nilai normal disebut trombositosis sedang
jumlah yang kurang disebut trombositopeni.
b. Kualitatif : Jumlah trombosit normal tetapi tidak berfungsi baik; dengan
kata lain trombosit mempunyai kualitas yang jelek. Sering hal ini
disebut trombastenia.
Trombositosis dapat bersifat primer yang dijumpai pada penderita
dengan kelainan-kelainan mieloproliferatif seperti idiopathic
thrombocythemia, polycythemia vera, leukemia granulositik kronik,
mielofibrosis dan leukemia megakariositik. Trombositosis sekunder
ditemukan menyertai perdarahan akut, trauma (fraktur tulang dan
pembedahan), infeksi, penyakit inflamatorik (arthritis rematoid, demam
rematik dll).Penyakit keganasan (Hodgkin, karsinoma), kelainan pada
limpa (thrombosis vena, atrofi limpa, postsplenektomi) dan lain-
lain.Disamping hal yang patologik, trombositosis dapat juga terjadi pada
keadaan fisiologik yaitu pada kegiatan fisik yang berat atau pada orang
yang tinggal di pegunungan (high altitude) dan pada pemberian adrenalin.
Trombositopenia dapat terjadi karena 3 hal, yaitu:
a. Berkurangnya produksi, misalnya :
- Berkurangnya massamegakariosit akibat radiasi, bahan racun.
- Trombopoiesis yang tak efektif seperti pada familial
thrombocytopenia, erythroleukemia dan anemia megaloblastik.
b. Meningkatnya destruksi atau konsumsi trombosit, misalnya pada:
- Giant hemangioma, disseminated intravascular coagulation (DIC),
trombotic thrombositopeni purpura (TTP).
- Proses imunologik seperti idiopathic thrombocytopenic purpura
(ITP), purpura trombositopeni karena obat, purpura pasca
transfuse, SLE, penyakit limfoproliferatif dan lain-lain
c. Distribusi abnormal dari trombosit yaitu pada keadaan yang
menyebabkan pembesaran limpa massif seperti bendungan limpa,
limfoma maligna dan sebagainya. Dalam hal demikian, sebanyak 85
% dari masa trombosit terperangkap di dalam limpa yang membesar
itu.

Hemostasis dan Pembekuan Darah


Hemostatis adalah peristiwa berhentinya suatu perdarahan di mana
darah tidak lagi keluar dari defek / luka pada dinding pembuluh darah. Dalam
proses ini berlangsung interaksi antara dinding pembuluh darah, trombosit
dan factor-faktor pembeku darah yang ada di dalam plasma.
Endotel, yang tersusun tumpang tindih melapisi bagian dalam
pembuluh darah, merupakan penyekat yang utuh yang menjaga komponen
makromolekul plasma, eritrosit dan trombosit tetap berada di dalam
pembuluh plasma. Dalam hal terjadi defek / luka, beberapa peristiwa
berlangsung hampir bersamaan yaitu:
1. Vasokonstriksi pembuluh yang terjadi secara reflex dan singkat.
2. Trombosit yang keluar akan melekat baik pada struktur-struktur
subendotelial maupun pada dinding pembuluh yang tidak lagi utuh.
Pendekatan ini disebut adhesi dan menyebabkan berubahnya bentuk
trombosit dan pelepasan sejumlah zat (release reaction) antara lain 5
HT, katekolamin, ADP, PF 3
3. Katekolamine dan 5 HT yang terlepas menimbulkan vasokonstriksi.
4. ADP memacu terjadinya perlekatan antar-trombosit yaitu trombosit saling
melekatkan diri satu sama lainnya. Pendekatan ini disebut agregasi.
Agregat berfungsi penyumbat defek/luka.
5. PF 3 akan memacu interaksi factor-faktor pembeku darah dalam tahap
awal proses pembekuan sistem intrinsik.
6. Jaringan yang terluka melepaskan tromboplastin jaringan yang
merupakan salah satu factor pembeku darah dalam sistem ekstrinsik.
7. Factor XII yang terikut keluar bersama plasma mengalami kontak aktivasi
dengan struktur di luar pembuluh dan memacu langkah pertama proses
pembekuan darah system intrinsik.
Vasokonstriksi dan agregat trombosit adalah usaha awal dari tubuh
untuk menutup kebocoran pembuluh tetapi penyumbatan ini masih lemah
dan hanya bersifat temporer (primary Hemostatic plug). Penguatan
sumbatan primer ini diperoleh dalam proses pembekuan darah yaitu setelah
terbentuknya fibrin.
Proses pembekuan darah merupakan rangkaian peristiwa/reaksi
fisika-kimia yang mengubah darah dari bentuk cair menjadi bekuan fibrin
yang padat. Keseluruhan proses pembekuan darah dapat dibagi dalam 3
fase: (1) fase I sebagai fase pembentukan tromboplastin, (2) fase II yaitu
fase perubahan protrombin menjadi trombin dan (3) Fase III adalah fase
dibentuknya fibrin dari fibrinogen.
Fase I
Dalam fase ini berlangsung 2 sistem pembekuan darah yaitu sistem
intrinsik dan sistem ekstrinsik. Sistem intrinsik dipacu oleh adanya kontak
aktivasi antara F XII dan permukaan asing (kolagen atau struktur lainnya)
yang mengubah F XII dari bentuk inaktif menjadi bentuk aktif (F XIIa). Factor
XIIa kemudian mengubah factor XI in aktif menjadi F XIa yang berperan pada
proses perubahan factor IX menjadi F IXa. Pengaktifan F IX memerlukan ion
kalsium. Dalam tahap yang berikut terjadi interaksi antara F IXa, PF-3, F VIII
dan Ca++ yang menghasilkan suatu kompleks aktif yang akan mengubah
factor X menjadi Xa.
Dalam sistem ekstrinsik berlangsung reaksi tunggal.Kerusakan
jaringan (oleh luka) menghasilkan substansi yang dikenal sebagai tissue
factor atau disebut juga tromboplastin jaringan. Tissue factor kemudian
bereaksi dengan F VIII membentuk suatu kompleks yang juga
akanmengaktifkan FX menjadi F Xa. Pendapat lain menyebutkan bahwa
tissue factor mengaktifkan F VII menjadi F VIIa.
Kedua kompleks aktif yang terbentuk dalam system intrinsic dan
ekstrinsik (disebut juga jalur reaksi intrinsic dan ekstrinsik) membentuk
jalur reaksi bersama (common pathway) dalam nama F X oleh kedua
kompleks aktif itu dan oleh adanya Ca ++, diubah menjadi F Xa. Bersama F V,
PF-3 dan Ca++, factor Xa membentuk suatu kompleks yang dikenal sebagai
tromboplastin definitive. Tromboplastin ini yang kelak mengubah protrombin
menjadi thrombin.Ada yang menyebut tromboplastin definitive ini sebagai
protrombinase.

Fase II
Aktivitas protrombin, setelah melalui pembentukan produk-produk
antara yang sifatnya proteolitik, menghasilkan thrombin yang akan
melakukan beberapa aktivitas antara lain mengubah fibrinogen menjadi
fibrin. Dalam jumlah yang kecil thrombin turut memperkuat pembentukan
tromboplastin / protrombinase di system intrinsik; dengan demikian, aktivitas
F V dan F VIII menjadi lebih diringkaskan. Di samping itu, thrombin berperan
sebagai inductor yang kuat bagi proses pelepasan (release reaction) dari
trombosit yang antara lain mengeluarkan PF-3. Telah disebutkan di atas, PF-
3 diperlukan pada beberapa tempat reaksi di jalur-reaksi intrinsic dan jalur-
reaksi bersama.

Fase III
Thrombin yang terbentuk dalam fase II mengubah fibrinogen menjadi
fibrin monomer (fibrin M) yang segera mengalami polimerisasi menjadi fibrin
polymer.Fibrin-fibrin polymer ini berada dalam ikatan non-kovalen yang
lemah dan mudah dilepaskan oleh urea 5 M sehingga melarut.Oleh sebab itu
fibrin polymer disebut juga soluble fibrin polymer (fibrin Ps).Fibrin Ps
kemudian diubah menjadi fibrin polymer yang tak melarut (fibrin Pi) yang
prosesnya dikatalisa oleh F XIIIa.
Fibrin pi adalah produk akhir dari keseluruhan proses pembekuan
darah. Fibrin ini terbentuk pada dan diantara kerangka agregat trombosit
yang telah terbentuk sebelumnya. Fibrin kemudian akan mengerut sehingga
gumpalan trombosit seolah-olah diikat dan dipadatkan. Dengan demikian,
sumbatan primer yang tadinya dibentuk oleh agregat trombosit menjadi lebih
kokoh (irreversible platelet fibrin clot).

FAKTOR-FAKTOR PEMBEKU DARAH

Sebagian besar dari faktor-faktor pembeku darah yang telah dikenal


diberi bernomor dengan angka Romawi menurut urutan penemuannya yaitu
factor (F) I s/d XIII. Beberapa faktor lainnya, yang dikenal belakangan disebut
sesuai nama penemunya.
FI = Fibrinogen
a. Merupakan suatu glikoprotein dengan berat molekul (BM) sekitar
340.000KD dibuat di sel-sel hati.
b. Kadar di dalam plasma antara 180 400 mg/dl dengan waktu-paruh 77-
108 jam.

F II = Protrombin
a. Merupakan glikoprotein dengan BM 68.000 72.000 KD
b. Dibuat di hati, proses pembentukannya memerlukan vitamin K.
c. Kadar dalam plasma antara 10 15 mg / dl dengan waktu paruh 68 jam

F III = Tromboplastin, Tissue Faktor


Merupakan suatu lipoprotein yang dapat dijumpai di semua jaringan
terutama otak.

F IV = Ion Kalsium
Dibutuhkan dalam setiap fase dari proses pembekuan

F V = Proakselerin
a. Merupakan glikoprotein dengan BM lebih dari 300.000.KD
b. Dibuat di hati dan mempunyai waktu paruh 12 36 jam
c. Bersifat sangat labil,. Aktivitasnya cepat menghilang pada suhu 4 0C
d. Disebut juga Labile factor, Accelerin globulin factor (AcGF).
F VI = Accelerin
Merupakan bentuk perubahan dari F V setelah dipengaruhi oleh F X dan
ion kalsium

F VII = Proconvertin
a. Merupakan glikoprotein dengan BM 63.000 KD
b. Dibuat di hati dan memerlukan vitamin K
c. Bersifat stabil dan waktu-paruhnya singkat yaitu 4 6 jam
d. Nama lain: Stable factor, serum prothrombin conversion accelerator
(SPCA), autoprothrombin I.

F VIII = Antihemophilic Factor (AHF)


a. Merupakan glikoprotein dengan BM 1.100.000 KD
b. Diduga di buat di dalam sel-sel endotel, mempunyai waktu paruh 9 15
jam
c. Nama lain: antihemophilic globulin (AHG), platelet cofactor I.

F IX = Plasma Thomboplastin Component (PTC)


a. Merupakan glikoprotein dengan BM 72.000 KD
b. Dibuat di parenkim hati dan memerlukan vitamin K
c. Kadar dalam plasma kurang dari 10 mikrogram (ug) / ml
d. Bersifat stabil dan waktu-paruhnya 20 - 30 jam
e. Nama lain: Christmas Factor, Autoprothombin II

F X = Stuart Factor
a. Merupakan glikoprotein dengan BM 55.000
b. Dibuat di hati dan memerlukan vitamin K
c. Bersifat stabil dan waktu paruhnya 32 48 jam
d. Nama lain: Autoprothrombin III, thrombokinase

F XI = Plasma Thromboplastin Antecedent (PTA)


a. Merupakan glikoprotein dengan BM 164.000
b. Diduga pembuatannya di hati
c. Waktu paruh 48 84 jam
d. Nama lain: Antihemophilic factor C

F XII = Hageman factor, Contact Factor


a. Merupakan glikoprotein dengan BM 80.000
b. Kadar dalam plasma 27 40 ug / ml dan waktu paruhnya 52 60 jam

F XIII = Fibrin Stabilizing Factor (FSF)


a. Merupakan glikoprotein dengan BM 320.000
b. Bersifat relative labil dan mempunyai waktu - paruh 4 7 hari
c. Nama lain: Fibrinase, Laki lorand factor
Di samping factor pembeku darah di atas, dikenal pula beberapa
factor yang tidak diberi nomor dengan angka Romawi yaitu:
1. Fletcher Factor
Factor ini identik dengan prekallikrein yakni suatu glikopratoin
dengan BM 108.000.oleh F XIIIa prekallikrein diaktifkan menjadi kallikrein.
Kallikrein merupakan umpan-balik positif yang mempercepat proses
aktivitas factor XII.
2. Williams Factor
Factor ini merupakan suatu glikoprotein yang dikenal sebagai
kininogen dengan BM yang tinggi (HMW) kininogen*). HMW kinogen
dibutuhkan sebagai kofaktor yang lebih menyempurnakan proses aktivitas
F XII, juga sebagai kofaktor dalam proses aktivitas prekallikrein oleh F
XIIa.
William factor disebut juga Fitzgerald factor, Flaujeac factor atau
Washington factor.
3. Von Willebrand Factor (vWF)
vWF adalah bagian (subunit) dari F VIII yang memiliki suatu
aktivitas yang dibutuhkan oleh trombosit dalam proses adhesi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium berkaitan trombosit dan pembekuan darah
bertujuan melokalisasi kelainan yang menyebabkan perdarahan yaitu
mencari apakah kelainan terletak pada trombosit.Pada pembuluh darah atau
pada factor-faktor pembeku darah. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
antara lain:
1. Mendeteksi adanya kelainan pada pembuluh darah dan trombosit:
a. Masa perdarahan
b. Hitung jumlah trombosit
c. Retraksi bekuan
d. Pemeriksaan fungsi trombosit meliputi pemeriksaan fungsi adhesi dan
fungsi agregasinya.
2. Mendeteksi adanya kelainan pada factor-faktor pembeku darah
a. Masa pembekuan
b. Masa protrombin
c. Masa tromboplastin parsial
d. Thromboplastin Generation Time
e. Penetapan kadar factor-faktor pembeku darah, dan sebagainya
Prosedur kerja dari sebagian pemeriksaan di atas dapat dilihat dalam
buku penuntun Praktikum. Pemeriksaan lainnya akan dijelaskan di kuliah.

DIATESIS HEMORAGIK
Diatesis hemoragik adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh
adanya kecenderungan pada individu mengalami perdarahan.Dalam
perdarahan yang berlangsung normal, usaha tubuh penghentian perdarahan
berlangsung melalui mekanisme hemostasis dan pembekuan darah yang
telah diuraikan sebelumnya. Kelainan yang terjadi pada trombosit, pembuluh
darah atau factor pembekuan darah akan menyebabkan perdarahan sukar
berhenti atau berlangsung lama. Kecurigaan terhadap kemungkinan adanya
diathesis hemoragik timbul bila pada individu terjadi perdarahan spontan,
perdarahan hebat hanya oleh trauma kecil, perdarahan yang sukar berhenti
pada waktu operasi atau ekstraksi gigi. Diatesisi hemoragik dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Karena adanya defek ekstravaskuler dan defek vaskuler
1. Atrofi jaringan elastic misalnya pada purpura senilis
2. Kulit yang fragil misalnya pada pemberian steroid atau pada sindrom
cushing.
3. Defisiensi vitamin c misalnya pada penyakit scurvy
4. Purpura allergic (sindrom Henoch-Schonlein)
5. Telangiektasi hemoragik herediter
6. Lain-lain: berbagai penyakit kronik yang menimbulkan kelainan pada
pembuluh darah, misalnya infeksi dan penyakit hati.
B. Karena adanya Defek Intravaskuler
1. Defek pada Trombosit
a. Kuantitatif : sudah dibicarakan
b. Kualitatif : Sudah dibicarakan
2. Defek pada factor pembeku darah
a. Defisiensi factor XII
b. Defisiensi factor XI = Christmas disease, hemofili C
c. Defisiensi factor X = stuart disease
d. Defisiensi factor IX = Hemofili B
e. Defisiensi factor VIII = Hemofili A, hemofili klasik
f. Defisiensi factor VIII
g. Defisiensi factor II
h. Defisiensi factor I = afibrinogenemi/ disfibrinogenemi congenital,
dan hipofibrinogenemi.
3. Defek pada mekanisme fibrinolisis (dibicarakan kemudian)
4. Defek campuran
a. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
b. Penyakit hati dan gastrointestinal
c. Lain-lain: adanya antikoagulan dalam sirkulasi, transfuse darah
massif.

Intrinsic system ekstrinsik system

HMWK
X11 --------- X11a
Kalikrein !
XI------------Xia
!
IX-------------------IXa + VII
Ca 2 ! Ca
! PL
X-----------------Xa
! Ca2+
! PL
!
Protrombin ---------------- Trombin
Fibrinogen ---- Fibrin
!
XIII-------------------XIIIa-------------Stabil fibrin clot
Ca 2+

Uraian lebih lanjut mengenai diathesis hemoragik akan dibiacarakan


di kuliah.

PEGANGAN KULIAH

ANTIGEN DAN ANTIBODI

Suatu substansi yang mampu merangsang tubuh membentuk zat anti


jika substansi itu dimasukkan ke dalam tubuh disebut sebagai antigen.Zat
anti yang dihasilkan tubuh akibat perangsangan antigen disebut antibody.
Antibody ini secara spesifik akan bereaksi dengan antigen tadi.
Dalam imunohematologi dikenal kurang lebih 300 macam antigen
yang terdapat di permukaan eritrosit dan disebut sebagai
aglutinogen.Antibody terhadap aglutionogen disebut agglutinin.Reaksi
antibody dan antigen dapat menimbulkan terjadinya (1) aglutinasi, (2)
hemolisis atau (3) sensitisasi pada eritrosit.
Berbagai aglutinogen yang telah dikenal dapat dikelompokkan
menjadi sejumlah system golongan darah. Sebagai contoh, dalam system
golongan darah A B O dikenal aglutinogen A dan B; demikian juga pada
system golongan darah rhesus dikenal aglutinogen D, C, c, E dan e. kini
telah diketahui ada kira-kira 19 siste golongan darah, 15 di antaranya yang
dikenal baik ialah system golongan darah:
1. A BO 6. Kell 11. Yt
2. MNSs 7. Lewis 12. Ii
3. P 8. Duffy 13. Xg
4. Rhesus 9. Kidd 14. Domrook
5. Lutheran 10. Diego 15. Colton

Di bidang klinik dan transfusi, sistem golongan darah yang penting


adalah system ABO dan Rhesus (Major Groups). Sistem yang lain kurang
penting oleh karena:
1. Memiliki antigen yang lemah
2. Insidens / distribusi antigen sangat kurang dan hanya dijumpai pad
sekelompok orang tertentu.
3. Antibodi timbul setelah seorang mendapat transfuse berulang.
4. Reaksi atigen antibody berlangsung pada suhu optimum yang rendah
(kurang dari 370C).
Suatu antigen mungkin hanya dapat dijumpai pada beberapa individu
tertentu atau pada sekelompok keluarga.Antigen ini disebut private
antigen.Jika antigen terdapat pada semua orang maka antigen itu disebut
public antigen.
SISTEM GOLONGAN DARAH A - B - O

1. Antigen dan Anto Bodi


Pada manusia dapat dibedakan 2 jenis antigen yaitu antigen A dan
Atigen B. seseorang mungkin memiliki salah satu dari kedua antigen itu
(A atau B), atau memiliki keduanya (A dan B), atau sama sekali tidak
memiliki antigen A/B. Golongan darah manusia diberi nama sesuai
dengan jenis antigen tadi. Dengan demikiandikenal 4 macam golongan
darah yaitu golongan darah A, golongan darah B, golongan darah AB dan
golongan darah O. O merupakan symbol dari kata kosong sebab pada
golongan darah O tidak dijumpai bersama-sama antigen A dan antigen
A atau antigen B dan anti B (lihat bagan di bawah ini).

Golongan Darah Antigen Antibodi


A
A Anti - B
B
B Anti - A
AB
A dan B nihil
O
Nihil Anti - A

dan

Anti - B

2. Genotipe dan Fenotipe


Pewarisan genetika dari system A B O diatur oleh 3 jenis gen
yaitu A, gen B dan gen O. gen A bertugas mengawasi pembetukan
antigen A sedang gen B mengatur pembentukan antigen B. gen O
merupakan gen yang amorf yang tidak mempengaruhi dasar
pembentukan antigen. Pewarisan gen-gen berlangsung menurut Hukum
Mandel yang sederhana sehingga seorang anak akan memperoleh satu
gen dari ayahnya dan satu gen dari ibunya.
Gen A, B dan O adalah allel sehingga bila pada salah satu
kromosom, terdapat gen A (misalnya) maka pada posisi yang identik
dalam kromosom yang lain dapat ditempati oleh gen B atau O. dalam hal
ayah mewariskan gen A dan ibu mewariskan gen B maka anak mereka
akan mempunyai genotype AB. Pada anak ini, oleh pengaruh kedua gen
yang diwarisinya, akan terbentuk antigen A dan antigen B. dengan
demikian, anak mewarisi gen O dari kedua orangtuanya maka genotype
anak adalah oo. Pada genotype ini gen O yang amorf tidak membentuk
antigen sehingga pada anak didapatkan golongan darah O.
Pada genotipe AO hanya antigen A yang dapat dibentuk sehingga
anak memiliki golongan darah A, demikian juga pad agenotipe AA, anak
yang mempunyai golongan darah A disebut juga mempunyai fenotipe A.
untuk fenotipe yang sama dapat dijumpai genotipe yang berbeda. Dengan
jalan yang sama, anak bergolongan darah B dikatakan mempunyai
fenotipe B dengan genotipe BB atau BO.

3. Antigen H dan Bombay Blood Type


Pembentukan jantigen-antigen A dan B dipermukaan critrosit
berasal dari bahan dasar yang sama (precursor substance). Oleh
pengaruh suatu gen, yang disebut gen H, bahan dasar ini diubah menjadi
antigen H. dari antigen H ini akan dibentuk antigen A atau anti gen B yang
prosesnya diawasi oleh gen A dan gen B. Gen O, karena sifatnya yang
amorf. Tak dapat mengubah antigen H menjadi suatu antigen yang amorf,
tak dapat mengubah antigen H menjadi suatu antigen baru sehingga
pada eritrosit tidak dijumpai antigen selain antigen H. Pada orang
bergolongan darah O tidak dijumpai antigen A atau B tetapi dapat
dijumpai antigen H.
Genotipe dari H bisa HH atau Hh. Gen H bersifat dominan
terhadap gen H. Dengan demikian, baik HH atau Hh dapat menghasilkan
antigen H sedang hh tidak menghasilkan antigen H. dari ayah dengan
genotipe Hh dan ibu, juga dengan genotipe Hh, ada kemungkinan
keduanya mewariskan genotipe hh pada anak. Pewarisan gen H tidak
bergantung / berkaitan dengan pewarisan gen A dan gen B. oleh sebab
itu pada anak dengan genotipe hh, walaupun ada gen A dan gen B, tidak
terbentuk antigen A dan antigen B sebab ketiadaan antigen H. anak
dengan genotipe hh ini akan tampak mempunyai fenotipe golongan darah
O. golongan darah O yang demikian, yaitu yang tidak mempunyai antigen
H, disebut Bombay Blood Type atau disingkat OH.

4. Subgroup ABO (A1 / A2BO)


Terhadap anti A, antigen A tidak selalu memberikan reaksi yang
sama kuat, antigen A yang kuat disebut antigen A1 dan yang lemah
disebut antigen A2. Antigen A1 menghasilkan aglutinasi sempurna
terhadap antigen A, dan anti A1 sedang A2 tidak bereaksi terhadap
anti A1.Terhadap anti A, antigen A2 dapat memberikan aglutinasi kuat
atau lemah. Setelah antigen A1 dan A2 ditemukan lagi antigen A lemah
lainnya (A3, Ax, Am) tetapi kurang penting.
Dengan adanya kedua macam antigen A maka pada system
golongan darah A B O dikenaL 6 golongan darah yang mempunyai
antigen dan antibody sebagai berikut:
Gol. Darah Antigen Antibodi
A1B A, A1, B -
A2B A, B -
A1 A, A1 Anti B
A2 A Anti B
B B Anti A, Anti A1
O - Anti A, Anti A1, Anti - B

Genotipe dan fenotipe masing-masing golongan darah di atas


dapat disusun sebagai berikut:
Gol. Darah Genotipe Fenotipe
A1 A1A1/A1A2/A10 A1
A2 A2A2 / A20 A2
B BB / BO B
A1B A1B A1B
A2B A2B A2B
O OO O

Variant-variant lemah dari antigen B juga telah dikenal tetapi hal ini
sangat jarang dijumpai:

Aspek Klinik
1. Dalam Hal Transfusi
Untuk mencegah reaksi transfuse perlu diperhatikan compatibility
(keserasian) antara golongan darah donor (pemberi darah) dan golongan
darah recipient (Penerima darah).
2. Hemolytic Disease of The Newborn (HDN)
HDN terjadi karena adanya incompatibility antara golongan darah
anak dan golongan darah ibu. Sistem imunitas ibu yang bergolongan
darah O dapat dirangsang membentuk anti A atau anti B bila eritrosit
dari anak dengan golongan darah B atau A berhasil masuk ke peredaran
darah ibu.

SISTEM GOLONGAN DARAH RHESUS

Antigen dan Antibodi


Landsteriner dan Wiener menemukan suatu antibody dalam serum
kelinci dan marmot setelah binatang ini disuntikan eritrosit dari kera macacus
Rhesus.Antibody ini tidak saja menggumpalkan eritrosit dari individu-individu
bergolongan darah 0 (85 %).Wiener selanjutnya penanamkan antibody
tersebut sebagai anti-rhesis.Terhadap anti-Rhesus dibedakan 2 jenis eritrosit
sehingga dikenal 2 macam golongan darah system rhesus.Golongan darah
yang eritrositnya diaglutinasi oleh anti-Rhesus.Golongan darah Rhesus
positif dan yang tidak diaglutinasi disebut golongan darah Rhesus
negative.Fischer menanamkan anti-Rhesus itu sebagai anti-D.antigen yang
merangsang pembentukan anti-D disebut antigen D dan pembentukan
antigen D diawasi oleh gen-D.
Setelah antigen D dan anti-D, ditemukan lagi antigen-antigen C, c, E
dan e yang dapat merangsang terbentuknya antibody yang sesuai (Anti-C,
anti-c, anti-E dan anti-e).pembentukan antigen-antigen di atas diberi nama
sesuai antigennya yaitu gen-gen C, c, E dan e.

Genotipe dan Fenotipe


Pewarisan genetik dari sistem Rhesus, menurut teori Fisher, diatur
oleh 3 pasang gen yang letaknya berdekatan dalam kromosom. Ketiga gen
itu merupakan 1 unit / kompleks gen yang tidak saling terikat dalam proses
pewarisan. Urutan posisi (lokus) ketiga gen tersebut dalam 1 kromoson
memungkinkan 8 variasi kompleks gen yaitu CDE, CDe, cDe, cDE, CdE, cdE
dan cde (lihat bagan di bawah).
Rh + Rh
D

C c C c

E e E e E e E e

CDE CDe cDE cDe CdE Cde cdE cde

Oleh karena pada individu ada sepasang kromosion maka dari ke-8
kombinasi (genotipe) itu dapat diperoleh 36 kemungkinan genotipe (akan
dijelaskan di kuliah).
Wiener mengemukakan teori yang berbeda. Dikatakan bahwa pada
lokus di kromoson terdapat 1 gen yang akan mempengaruhi pembentukan 1
aglutinogen. Aglutinogen ini dapat dikenal melalui factor-faktor darah (blood
factors) yang menyusunnya.Satu aglutinogen dapat memiliki 2 3 blood
factors.Gen-gen disebutnya R0, R1, R2, Rz, r, r, r dan ry. faktor-faktor darah
disebut sebagai Rho, rh, rh, hr dan hr.
Genotipe menurut Wiener dibandingkan dengan genotipe menurut
Fisher adalah sebagai berikut:
Gen
Aglutinogen Faktor-Darah
Fisher Wiener
cDe R0 Rho Rho, hr, hr
CDe R1 Rh1 Rho, rh, hr
cDE R2 Rh2 Rho, hr, rh
CDE Rz Rhz Rho, rh, rh
Cde r rh hr, hr
Cde r rh hr, hr
cdE r rh hr, hr
CdE r rhy hr, hr

Aspek Klinik
HDN dapat terjadi pada bayi dengan Rhesus positif yang lahir dari ibu
bergolongan darah Rhesus negative.Eritrosit bayi yang berhasil masuk ke
peredaran darah ibu merangsang imunitas ibu membentuk anti-D.anti-D
dapat menghemolisis eritrosit bayi.

REAKSI SILANG (CROSS MATCHING)


Reaksi silang adalah pemeriksaan darah yang dilakukan terhadap
darah donor dan recipient untuk mengetahui apakah darah donor cocok atau
tidak dengan darah recipient. Sebagai tiadakan penjagaan sebaiknya reaksi
silang selalu dilakukan sebelum transfuse darah dijalankan.
Cara Pemeriksaan
1. Menggunakan kaca Objek
a. Siapkan kaca objek kemudian tandai pada salah satu ujungnya
dengan huruf EP+ SD (Eritrosit Penderita + Serum donor). Pada ujung
lainnya ditandai dengan SP + ED (serum penderita + Eritrosit donor).
b. Teteskan pada EP + SD 1 tetes suspense eritrosit penderita dan 1
tetes serum donor sedang pada SP + ED ditetesi 1 tetes serum
penderita dan 1 tetes eritrosit donor.
c. Goyang kaca objek perlahan-lahan dan perhatikan ada tidaknya
aglutinasi.
d. Interpretsi
- Aglutinasi positif menunjukkan bahwa darah donor tidak cocok
(incompatible) untuk di transfusikan ke resipient.
- Uraian lebih lanjut disajikan di kuliah
e. Reaksi antara eritrosit penderita dengan serum donor disebut minor
cross dan reaksi antara erum penderita dengan eritrosit donor disebut
major cross.
2. Menggunakan tabung reaksi:
a. Siapkan 2 tabung reaksi dan tandai EP + SD dan SP + ED
b. Pada tabung Ep + SD masukkan 0,25 ml asuspensi eritrosit penderita
dan 0,1 ml serum donor, kemudian tambahkan 0,15 ml larutan
albumin.
c. Pada tabung SP + ED masukkan 0,1 ml serum penderita 0,05 ml
suspense eritrosit donor dan 0,15 ml larutan albumin.
d. Kocok isi tabung kemudian inkubasikan selama 5 menit pada 37 0C
e. Perhatikan ada-tidaknya aglutinasi
f. Interpretasi: seperti pada butir 1 di atas

TES COOMB
Tes ini disebut juga tes antihuman globulin dan merupakan tes yang
paling peka untuk mendeteksi adanya sensitisasi pada eritrosit. Teknik
pemeriksaan dapat dilakukan secara langsung dan tak langsung (Direct &
Indirect Antihuman Globulin Test)

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH


Penetapan Golongan Darah A B C
1. Menggunakan kaca Objek
a. Siapkan serum anti-A dan anti-B, kaca objek, pipet tetes.
b. Dibuat 2 lingkaran pada kaca objek dan ditandai A dan B
c. Pada lingkaran A diberikan 1 tetes anti-A dan pada lingkaran B
diberikan 1 tetes anti-B
d. Pada kedua lingkaran diberikan lagi masing-masing 1 tetes darah
(sebaiknya suspense eritrosit) yang akan diperiksa.
e. Letakkan kaca objek pada suatu alas yang rata berwarna putih
kemudian digoyang perlahan-lahan.
f. Perhatikan ada tidaknya Aglutinasi secara makroskopik, kalau
diperiksa secara mikroskopik.
g. Interpretasi:
Anti-A Anti-B Gol. Darah
+ - A
- + B
+ + AB
- - O
+ = ada aglutinasi
- = tak ada aglutinasi
2. Menggunakan Tabung Reaksi
a. Pada prinsipnya sama dengan cara di atas (akan dijelaskan di kuliah)

Penetapan Golongan Darah Rhesus


1. Siapkan serum anti-D, suspense eritrosit 2%, tabung reaksi, waterbath
370C, pipet Pasteur dan sentrifus.
2. Ke dalam tabung reaksi masukkan 1 bagian serum anti-D dan 2 bagian
suspense eritrosit yang diperiksa.
3. Campur isi tabung, inkubasi pada suhu 37 0C selama 5 menit kemudian
sentrifus selama 1 menit pada 1000 rpm.
4. Sedimen eritrosit dikocok secara cermat kemudian perhatikan ada-
tidaknya aglutinasi.
5. Jika hasil tes negative, pemeriksaan perlu dilanjutkan
a. Cuci sedimen 3 kali dengan NaCl, kemudian Nacl dibuang dan
tambahkan 2 bagian serum antiglobulin.
b. Kocok isi tabung, sentrifus, kemudian pisahkan sedimen dan
perhatikan secara makroskopik ada-tidaknya aglutinasi.

Tes Coomb Cara Langsung


Tes dilakukan pada sel penderita untuk melihat apakah anda ada
antibody atau komplemen yang telah melekat pada sel. Cara:
1. Siapkan suspense sel 5% dalam Nacl, masukkan 2 tetes ke tabung
reaksi.
2. Cuci 4 kali dengan Nacl kemudian buang Nacl
3. Tambahkan sejumlah serum antoglobulin sesuai petunjuk pabrik
pembuatnya
4. Sentrifus kemudian lihat ada-tidaknya anglutinasi.

Tes Coom Cara Tak Langsung


Tes ini dilakukan pada serum penderita yang dilakukan bersama sel
eritrosit lain (bukan sel penderita) untuk mengetahui apakah serum penderita
mengandung antibody terhadap sel tadi. Cara:
1. 2 tetes serum penderita dan 1 tetes suspense eritrosi 5% diinkubasikan
bersama pada suhu 370C
2. Tambahkan 2 tetes larutan albumin bovin 22 % kemudian inkubasikan
pada 370C selama 30 menit.
3. Sentrifus isi tabung dan lihat ada-tidaknya aglutinasi.
4. Dapat juga campuran sel-serum tadi dicuci dengan NaCl kemudian
diteruskan seperti pada cara langsung.

TRANSFUSI DARAH
Transfuse darah adalah proses pemindahan darah dari seorang yang
sehat kepada seorang yang memerlukannya. Di samping untuk menambah
kemampuan mengangkat zat asam, transfuse juga bertujuan menambah
jumlah darah yang kurang dalam peredarannya. Berkat kemajuan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi pelaksanaan transfuse darah kini lebih diarahkan
kepada peningkatan daya-guna dan hasil-guna. Oleh sebab itu, dikenal
transfuse darah-lengkap (whole blood) dan transfuse komponen darah.
Darah seorang donor dapat dipisah-pisahkan menjadi plasma dan
komponen-komponen darah (eritrosit, lekosit dan trombosit). Penderita yang
hanya memerlukan plasma akan diberi plasma dan penderita yang hanya
membutuhkan eritrosit akan diberikan eritrosit. Demikian juga dengan
penderita yang hanya memerlukan lekosit atau trombosit.Oleh sebab itu,
darah yang disumbangkan oleh seorang donor dapat dimanfaatkan oleh
banyak penderita.
Indikasi Dasar
Transfuse darah tidak selalu aman dan sebaiknya dipandang sebagai
tindakan yang bisa mengandung risiko. Risiko yang ringan dapat diatasi
tetapi risiko yang berat mungkin berakibat fatal. Oleh sebab itu transfuse
harus berdasarkan indikasi. Ada 3 indikasi dasar yaitu:
1. Meningkatkan volume darah bila terjadi hipovolemia yang mengancam
integritas sirkulasi darah.
2. Meningkatkan kemampuan darah untuk mengangkat zat asam guna
mencegah hipoksemia berat dalam jaringan.
3. Untuk men supply factor-faktor pembeku darah penderita dengan
kelainan perdarahan.

Pemilihan Donor
Orang yang ingin menyumbangkan darah memerlukan persyaratan
tertentu. Untuk itu ia perlu menjalani pemeriksaan-pemeriksaan berikut:
1. Wawancara / Anemnesa:
Calon donor perlu ditanyakan apakah pernah menderita penyakit tertentu
(malaria, hepatitis dll) apakah pernah dan telah berapa kali
menyumbangkan darah, dan hal-hal lain berkaitan dengan identitasnya
(nama, alamat, umur dsb). Factor usia perlu diperhatikan. Mereka yang
berusia di antara 18-60 tahun dipandang cakap untuk menjadi donor.
2. Pemeriksaan Fisik
Calon donor harus berbadan sehat, tidak menderita suatu penyakit, berat
badan sekurang-kurangnya 50 Kg dan suhu badan antara 36,5 37,5 0C
3. Pemeriksaan Laboratorium
Calon donor tak boleh anemic, dibuktikan dengan pemeriksaan kadar Hb.
Batas minimum kadar Hb ialah 12.5 gm% (wanita) atau 13,5 gm% (pria).
Pemeriksaan golongan darah dilakukan untuk menyesuaikannya
dengan golongan darah penderita.Setelah syarat-syarat dipenuhi, dilakukan
pengambilan darah donor. Darah yang diperoleh dapat segera dipakai untuk
transfuse atau disimpan dulu dengan cara menyimpan tertutup.
Pengambilan Darah
Pengambilan darah harus dilakukan dengan memperhatikan sterilitas.
Alat-alat yang diperlukan disiapkan yaitu tensimeter, wadah penampung
yang berisi antikoagen, alcohol 70%, tincture yodium 3% dan kapas. Cara:
1. Baringkan penderita dan lakukan desifeksi daerah cubiti dengan tincture
yodium 3% dan alkhol 70 %.
2. Pasang tensimeter pada tekanan 40 mmHg
3. Hubungkan jarum dengan selang yang terdapat pada wadah. Kemudian
masukkan jarum pada vena mediana cubiti.
4. Selama darah mengalir ke dalam wadah, digoyangkan perlahan-lahan
supaya darah bercampur baik dengan antikoagulan.
5. Setelah memperoleh volume darah yang dibutuhkan, lepaskan manset,
cabut jarum kemudian tutuplah luka bekas jarum dengan sebentuk kapas.
6. Sisa darah pada selang ditampung dalam wadah tersendiri dan dipakai
untuk tes reaksi silang.

Penyimpanan Darah
Sebagai wadah, botol kaca tidak dipakai lagi, kini dipakai botol-botol
plastik karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu:
1. Lebih mudah untuk dibawah
2. Tak mudah pecah
3. Lebih muda penyimpanan
4. Lebih cepat mencapai suhu lemari-dingin (freezer)
5. Merupakan system yang tertutup ketat sehingga tidak kontak dengan
udara luar.
6. Pemisahan plasma dan komponen darah lainnya lebih mudah dilakukan.
Darah yang telah diperoleh disimpan pada suhu antara 2-6 0C,
sebaiknya digunakan lemari pendingin khusus yang dilengkapi dengan
pencatat suhu otomatis, kipas, alarm dan berpintu dua (double door).
Untuk mencegah atau memperlambat perubahan-perubahan yang
dapat terjadi pada darah simpan maka darah dibubuhkan bahan
antikoagulan antara lain Acid-Citrate-Dextrose. Selama penyimpanan darah
perlu diperhatikan beberapa hal: (1) darah jangan sering dikeluarkan
masukkan, (2) pintu lemari pendingin jangan sering dibuka, (3) jangan
memasukkan gelas berisi kopi atau the yang panas.

Donor O Dangerous
Dahulu dianggap bahwa pemberian darah golongan O tidak
mengandung risiko sehingga darah O disebut sebagai donor universal.
Seorang yang menerima transfuse darah O berulangkali dapat memiliki anti-
A dan anti B yang cukup tinggi. Dengan demikian, pada suatu ketika dapat
terjadi reaksi transfusi pada resipien. Oleh sebab itu patokan dasar untuk
transfuse adalah bahwa golongan darah resipien dan donor harus benar-
benar ABO Compatible. Pemberian darah O hanya dilakukan dalam situasi
yang mendesak setelah dilakukan pemeriksaan titer anti-A dan anti-B.darah
lengkap (whole Blood) dapat diberikan jika titer kurang dari 1: 64 sedang
eritrosit yang telah dicuci diberikan jika titernya lebih dari 1:64.

Reaksi-Reaksi Transfusi
Secara ringkas reaksi-reaksi transfuse dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Reaksi hemolitik: ditandai dengan adanya destruksi aritrosit
hemoglobinuria dan ikterus. Reaksi dapat bersifat akut atau delayed.
2. Reaksi Non-Hemolitik
a. Allergi: disebabkan oleh allergen yang dipindahkan dari donor ke
recipient.
b. Febris : disebabkan karena pembuatan antikoagulan yang tidak steril,
atau karena reaksi antibody terhadap lekosit dan trombosit.
c. kontaminasi bakteri: karena pengambilan darah yang tidak
memperhatikan sterilitas, atau karena darah terlalu lama disimpan pad
suhu kamar.
d. Overloading: karena pemberian darah yang massif dalam waktu
singkat.
e. cardiac arrest terjadi karena pemberian darah yang masih
dingin/baru dikeluarkan dari lemari-pendingin, asidosis, intoksikasi
kalium.
3. Penularan penyakit: misalnya hepatitis, Luas malaria
Gejala yang timbul pada penderita dengan reaksi ke ketiak berupa:
a. Rasa panas sepanjang vena lengan menjalar ke ketiak.
b. Nyeri pinggang
c. Merasa tertekan di dada
d. Sakit kepala, menggigil, diikuti dengan naiknya suhu tubuh dan
flushing face.
e. Pemeriksaan laboratorium: ditemukan Hb bebas dalam plasma juga
methemalbumin, hiperbilirubinemia dan Hb-uria.
Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan:
1. Hentikan transfuse, berikan pengobatan yang perlu (infuse, diuretic).
2. Cari sebab-sebab yang muingkin menimbulkan hemolisis: ABO group.

SOAL UJIAN MATA KULIAH HEMATOLOGI II.


TANGGAL : 21 NOPEMBER 2011.
TINGKAT II SMESTER GANJIL.
KELOMPOK A / B.

N AM A : ---------------------------------------------------.
NOMER ABSEN : -------------------------------.
------------------------------------------------------------------------------------------------------.
Berilah Tanda silang pada jawaban yang paling benar.
1.

You might also like