You are on page 1of 27

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT

F3 UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK


SERTA KELUARGA BERENCANA (KB)

Pelaksanaan SAFARI (KB implant dan IUD) pada Ibu Usia Subur
di Wilayah Cakupan Puskesmas Ngronggot

Oleh:
dr.Mokh. Syaifulloh Gondo Kusumo
dr. Abdillah Habib
dr. Rossy Yolanda Constanti
dr. Ida Ayu Praba Mahimadevi
dr. Sweety
dr. Nur Zakiah
dr. Alfiani Rosyida Arisanti

Pendamping:
dr. Danang Zulkifli

PUSKESMAS NGRONGGOT
DINAS KESEHATAN KABUPATEN NGANJUK
2017

BAB I

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan Reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak
diangkatnya materi tersebut dalam Konferensi Internasional tentang
Kependidikan dan Pembangunan (International Conference on Population
and Development, ICPD), di Kairo, Mesir, pada tahun 1994. Sekitar 180
negara berpartisipasi dalam Konferensi tersebut. Hal penting dalam
Konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan
pengendalian populasi dan penurunan fertilitas/keluarga berencana
menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi. (2008)
Kestabilan pertumbuhan penduduk akan dapat dicapai secara lebih
baik bila kebutuhan kesehatan reproduksi terpenuhi dan hak reproduksi
dihargai. Di tingkat internasional tersebut telah disepakati definisi
kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi,
serta fungsi dan prosesnya. Karenanya setiap individu mempunyai hak
untuk mengatur jumlah keluarganya, kapan mempunyai anak, dan
memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-cara kontrasepsi,
sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai. (2008)
Program Keluarga berencana (KB) di Indonesia termasuk yang
dianggap berhasil di tingkat internasional. Hal ini terlihat dari
kontribusinya terhadap penurunan pertumbuhan penduduk, sebagai
akibat dari penurunan angka kesuburan total (total fertility rate, TFR).
Menurut SDKI, TFR pada kurun waktu 1967-1970 menurun dari 5,6
menjadi hampir setengahnya dalam 25 tahun, yaitu 2.8 pada periode
1995-1997.
Cakupan pelayanan KB (contraceptive prevalence rate, CPR) pada
tahun 1987 adalah 48%, yang meningkat menjadi 57% pada tahun 1997.
dari proporsi tersebut 95% menggunakan cara kontrasepsi modern, yang

2
terdiri dari suntikan KB 21%, pil 15%, IUD 8%, implant 6%, tubektomi 3%,
vasektomi 0.1% dan kondom 1%.
Besarnya proporsi peserta KB yang menggunakan suntikan dan KB
pada masyarakat yang tingkat sosioekonominya belum memadai
memberikan risiko drop out KB yang cukup berarti. Proporsi drop out
peserta KB (discontinuation rate) menurut SDKI 1997 adalah 24%. Alasan
penghentian antara lain adalah 10% karna efek samping/alasan
kesehatan, 6% karena ingin hamil dan 3% karena kegagalan.
Data SDKI 1997 menunjukan pula bahwa perempuan berstatus kawin
yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran
berikutnya tetapi tidak menggunakan cara kontrasepsi (unmet need)
masih cukup tinggi yaitu 9%, yang terdiri dari 4% berkeinginan
menjarangkan kelahiran dan 5% ingin membatasi kelahiran. Angka ini
sudah menurun dibandingkan dengan tahun 1994 sebesar 11% dan pada
tahun 1991 sebesar 13%. Penyebab masih tingginya angka ini, antara lain
disebabkan minimnya kualitas informasi dan pelayanan KB, serta adanya
missed opportunity pelayanan KB ibu usia subur pasca-persalinan.
Puskesmas Ngronggot, sebagai salah satu stakeholder lini pertama
yang menangani masalah kesehatan masyarakat, ingin turut serta
meningkatkan opprtunity pelayanan KB kepada ibu usia subur, baik ibu
yang baru menjalani persalinan, maupun yang ingin menjarangkan
kelahiran berikutnya, melalui partisipasi aktif dalam program SAFARI.
Dimana program tersebut memfasilitasi pelayanan KB implant, serta
pemasangan IUD.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pelaksanaan pemasangan KB Implant dalam acara SAFARI yang
dilaksanakan di Puskesmas Ngronggot?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan kesehatan reproduksi masyarakat Indonesia pada umumnya, sesuai
dengan program Menteri Kesehatan berdasarkan ICPD 1994.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui pelaksanaan pemasangan KB Implant di Ngronggot yang dilaksanakan di
Puskesmas Ngronggot.

3
1.4 Manfaat
Program Safari diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan opportunity akses pelayanan KB dari tenaga kesehatan pada wanita
usia subur di wilayah Ngronggot.
2. Membantu keluarga, dan ibu-ibu, khususnya, untuk dapat mengatur jarak kelahiran
anak.
1.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Reproduksi


Kesehatan Reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya
materi tersebut dalam Konperensi Internasional tentang Kependidikan dan
Pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD), di
Kairo, Mesir, pada tahun 1994. Sekitar 180 negara berpartisipasi dalam Konferensi
tersebut. Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan
pradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan, pendekatan
pengendalian populasi dan penurunan fertilitas atau keluarga berencana, menjadi
pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi. Perubahan paradigma ini
menempatkan manusia menjadi subyek, berbeda dari sebelumnya yang menempatkan
manusia sebagai obyek.
Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan bahwa
Kesehatan Reproduksi mencakup lima komponen/program terkait, yaitu Program
Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, Program Keluarga Berencana, Program Kesehatan
Reproduksi Remaja, Program Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual
termasuk HIV/AIDS, dan Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut.
Pada saat ini, prioritas Kesehatan Reproduksi di Indonesia mencakup empat
komponen/program terkait yaitu Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir, Keluarga
Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, serta Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS. Pelayanan yang mencakup
empat komponen/program prioritas yang terkait ini disebut Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Esensial (PKRE). Jika PKRE ditambah dengan pelayanan yang diberikan
akan mencakup seluruh (lima) komponen Kesehatan Reproduksi, yang disebut
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK).
Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial/PKRE, dengan demikian
bertumpu pada pelayanan dari masing-masing program terkait yang sudah tersedia di
tingkat pelayanan dasar. Ini berarti bahwa Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Esensial bukan suatu program pelayanan yang baru maupun berdiri sendiri, tetapi
merupakan keterpaduan berbagai pelayanan dari program yang terkait itu, dengan
tujuan agar sasaran memperoleh semua pelayanan secara terpadu dan berkualitas,
termasuk dalam aspek komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Dalam kerangka
Kesehatan Reproduksi, maka pelayanan masing-masing program terkait akan

5
didasarkan pada kepentingan sasaran/konsumen sesuai dengan tahap dalam siklus
hidup.

2.2 Keluarga Berencana (KB)


2.2.1 Definisi
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari
mewujudkan Keluarga Berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga
yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,
bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam program
baru Keluarga Berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati
hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga, karena
keluarga merupakan salah satu di antara kelima mitra kependudukan yang sangat
mempengaruhi perwujudan penduduk yang berkualitas. Untuk mewujudkan hal tersebut,
Keluarga Berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan
utama.

2.2.2 Informasi dan Akses KB


Metode kontrasepsi memiliki banyak jenis, dengan karakter masing-masing yang
berbeda-beda. Pemberian informasi yang adekuat pada klien perlu dilakukan, sehingga klien
dapat memilih sendiri metode kontrasepsi yang sesuai untuk mereka. Informasi yang
diberikan meliputi pamahaman tentang efektivitas relatif dari metode kontrasepsi, cara kerja,
efek samping, manfaat, kerugian, gejala dan tanda yang perlu ditindak lanjuti di klinik atau

6
fasilitas kesehatan, kembalinya kesuburan, dan perlindungan terhadap Infeksi Menular
Seksual.
Efektivitas Relatif dari berbagai metode kontrasepsi yang tersedia seperti terlihat pada
tabel 2.1
Tabel 2.1
Kehamilan per 100 perempuan dalam 12
Tingkat bulan pertama pemakaian.
Metode Kontrasepsi
Efektivitas Dipakai secara tepat
Dipakai secara biasa
dan konsisten
Sangat efektif Implan 0.05 0.05
Vasektomi 0.15 0.1
Suntikan kombinasi 3 0.05
Suntikan DMPA/NET-EN 3 0.3
Tubektomi 0.5 0.5
AKDR CuT-380A 0.8 0.6
Pil Progesteron (masa laktasi) 1.0 0.5
Efektif dalam Metode Amenorea Laktasi 2 0.5
pemakaian Pil kontrasepsi kombinasi 8 0.3
biasa, sangat Pil Progesteron (bukan masa - 0.5
efektif jika laktasi)
dipakai secara
tepat dan
konsisten
Efektif jika Kondom pria 15 2
dipakai secara Senggama terputus 27 4
tepat dan Diafragma + Spermisida 29 18
konsisten KB alamiah 25 1-9
Kondom perempuan 21 5
Spermisida 29 18
Tanpa KB 85 85
Ket : 0-1: Sangat efektif
2-9: Efektif
>9: Kurang efektif

Semua jenis kontrasepsi selain kontrasepsi mantap (sterilisasi) dapat mengembalikan


kesuburan setelah kontrasepsi dilepas. Kesuburan dapat kembali segera, kecuali DMPA dan
NET-EN yang waktu rata-rata kembalinya kesuburan masing-masing adalah 10 bulan dan 6
bulan terhitung mulai suntikan terakhir.

2.2.3 Metode Kontrasepsi


Secara umum, pengelompokan kontrasepsi dibagi menjadi kontrasepsi hormonal, dan
kontrasepsi non hormonal. Dari kedua jenis tersebut, bercabang menjadi banyak jenis

7
kontrasepsi yang dapat menjadi pilihan alternatif, menyesuaikan situasi dan kondisi ibu.
Pilihan kontrasepsi tersebut diantaranya; Metode Amenore Laktasi (MAL), Keluarga
Berencana Alamiah (KBA) yang dibagi kembali menjadi beberapa jenis, Senggama terputus,
Metode Barrier, Kontrasepsi kombinasi, Kontrasepsi Progestin, Alat Kontrasepsi Dalam
rahim (AKDR), kontrasasepsi mantap.

Gambar 2.1 Metode-metode kontrasepsi

Metode Amenorea Laktasi (MAL)


Metode Amenorea Laktasi adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air
Susu Ibu (ASI) secara eksklusif. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila: ibu menyusui
secara penuh (lebih efektif jika pemberian >8x sehari, belum haid, umur bayi kurang dari 6
bulan. Metode ini efektif hingga 6 bulan, selanjutnya harus dilanjutkan dengan kontrasepsi
metode lain. MAL ini bekerja dengan cara menekan/menunda ovulasi.
Keuntungan dari metode ini, memiliki keefektivitasan yang tinggi (keberhasilan 98%
pada enam bulan pascapersalinan), segera efektif, tidak mengganggu senggama, tidak ada
efek samping secara sistemik, tidak perlu pengawasan medis, tidak perlu obat atau alat, dan
tidak perlu biaya. Selain itu, metode ini akan bermanfaat baik bagi bayi maupun bagi ibu.
Dari bayi, ia akan mendapatkan kekebalan pasif (mendapatkan antibodi perlindungan lewat
ASI), mendapatkan asupan gizi yang sempurna untuk tumbuh kembang bayi yang optimal,
terhindar dari paparan kontaminasi air, susu lain atau formula, atau alat minum yang
digunakan. Bagi ibu, metode ini bermanfaat mengurangi perdarahan pascapersalinan,
mengurangi resiko anemia, serta meningkatkan hubungan psikologis ibu-anak.
Namun, kekurangan dari metode ini diantaranya: perlu persiapan sejak perawatan
kehamilan, agar dapat segera menyusui dalam 30 menit pascapersalinan, efektivitas tinggi
hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6 bulan.

8
Keluarga Berencana Alamiah (KBA)
Untuk menggunakan Keluarga berencana ilmiah, Ibu harus belajar mengetahui kapan
masa suburnya berlangsung, dan pasangan secara sukarela menghindari senggama pada masa
subur.
Metode KBA memiliki beberapa macam metode, diantaranya Metode lendir serviks
atau lebih dikenal sebagai Metode Ovulasi Billing/MOB, Sistem kalender, dan Metode suhu
basal. MOB merupakan metode yang paling efektif dilakukan, dan telah ditetapkan dari
BKKBN pusat kepada BKKBN Provinsi bahwa MOB merupakan salah satu Metode KB
(mandiri).
Keuntungan dari metode ini diantaranya; dapat digunakan untuk menghindari atau
mencapai kehamilan, tidak ada resiko kesehatan yang berhubungan dengan kontrasepsi, tidak
ada efek samping sistemik, dan tanpa biaya. Selain itu, metode ini juga turut melibatkan
keikutsertaan suami dalam Keluarga Berencana, menambah pengetahuan tentang sistem
reproduksi pada suami istri, dan memungkinkan mengeratkan relasi/hubungan melalui
peningkatan komunikasi antara suami istri. Namun, metode ini mengharuskan bagi setiap
pasangan disiplin untuk mengikuti instruksi.
Wanita yang tidak sebaiknya menggunakan metode ini antara lain wanita yang dari
segi umur, paritas, atau masalah kesehatannya membuat kehamilan menjadi suatu kondisi
resiko tinggi, wanita yang belum haid (menyusui, segera setelah abortus), kecuali MOB,
wanita yang siklus haidnya tidak teratur, perempuan yang pasangannya tidak mau bekerja
sama (berpantang) selama waktu tertentu dalam siklus haid, dan wanita yang tidak suka
menyentuh daerah genitalianya.

Senggama Terputus
Merupakan metode keluarga berencana tradisional, dimana pria mengeluarkan alat
kelaminnya dari vagina sebelum mencapai ejakulasi. Metode ini efektif bila dilaksanakan
dengan benar, tidak mengganggu produksi ASI, dapat digunakan sebagai pendukung metode
KB lainnya, tidak memiliki efek samping, dapat digunakan setiap waktu, dantidak
membutuhkan biaya.
Kekurangan metode ini adalah bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan
senggama terputus setiap melaksanakannya (angka kegagalan 4-27 kehamilan per 100
perempuan/tahun), efektivitas akan jauh menurun apabila sperma dalam 24 jam sejak
ejakulasi masih melekat pada penis, dan hal ini dapat memutus kenikmatan dalam
berhubungan seksual, sehingga membutuhkan pengertian yang sangat dalam bagi pasangan.

9
Metode ini tidak dapat digunakan bagi pasangan yang merasa, suaminya mengalami
ejakulasi dini, suami sulit untuk melakukan senggama terputus, suami yang mengalami
kelainan fisik atau psikologis, pasangan yang kurang dapat berkomunikasi, dan pasangan
yang tidak bersedia melakukan senggama terputus.

Metode Barrier
Metode Barrier ini memiliki tiga macam metode, yaitu Kondom, Diafragma, dan
Spermisida. Kondom, merupakan selubung/sarung karet yang terbuat dari lateks, plastik, atau
bahan alami yang dipasang pada penis saat hubungan seksual. Kondom tidak hanya dapat
mencegah kehamilan, tapi juga dapat mencegah masuknya IMS termasuk HIV/AIDS.
Kondom dinilai cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan seksual.
Pada beberapa pasangan, pemakaian kondom tidak efektif karena tidak dipakai secara
konsisten.
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks (karet) yang
diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks. Difragma
memiliki beberapa jenis, flat spring (flat metal band), coil spring (coiled wire), arching spring
(kombinasi metal spring). Metode diafragma ini efektif apabila digunakan dengan benar,
tidak mengganggu produksi ASI, tidak mengganggu hubungan seksual karena telah terpasang
sampai 6 jam sebelumnya, tidak mengganggu kesehatan klien, dan tidak mempunyai
pengaruh sistemik. Keberhasilan metode ini sebagai kontrasepsi bergantung pada kepatuhan
mengikuti cara penggunaan, dan butuh motivasi yang berkesinambungan untuk
menggunakannya selama berhubungan seksual. Pada beberapa penggunam metode ini dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih, dan 6 jam pasca hubungan seksual, alat masih harus
berada di posisinya.
Spermisida adalah bahan kimia (biasanya non-oksinol-9) yang digunakan untuk
menon-aktifkan atau membunuh sperma, yang dikemas dalam bentuk : aerosol (busa), tablet
vaginal, suppositoria, atau dissolvable film, atau krim. Dilakukan dengan cara memasukkan
tablet, suppositoria, atau film ke dalam vagina, 10-15 menit sebelum berhubungan seksual.
Metode ini efektif seketika (busa dan krim), tidak mengganggu prosduksi ASI, bisa
digunakan sebagai pendukung metode lain, tidak mengganggu kesehatan klien, tidak
mempunyai pengaruh sistemik, mudah untuk digunakan, meningkatkan lubrikasi selama
hubungan seksual.

10
2.2.4 Penapisan Klien dan Pemilihan KB
Keadaan atau yang mempengaruhi persyaratan medis dalam penggunaan setiap metode
kontrasepsi yang tidak permanen dikelompokkan dalam 4 kategori:
1: Kondisi dimana tidak ada pembatasan apa pun dalam penggunaan metode
kontrasepsi.
2: Penggunaan kontrasepsi lebih besar manfaatnya dibandingkan denga resiko yang
diperkirakan akan terjadi
3: Resiko yang diperkirakan lebih besar daripada manfaat penggunaan kontrasepsi
4: Resiko akan terjadi bila metode kontrasepsi tersebut digunakan.
Kategori 1 dan 4 cukup jelas. Kategori 2 menunjukkan bahwa metode tersebut dapat
digunakan, tetapi memerlukan tindak lanjut yang seksama. Kategori 3 memerlukan penilaian
klinik dan akses terhadap pelayanan klinik yang baik. Seberapa besar masalah yang ada dan
ketersediaan serta penerimaan metode alternatif perlu dipertimbangkan. Dengan perkataan
lain, pada kategori 3, metode kontrasepsi tersebut tidak dianjurkan, kecuali ada cara lain yang
lebih sesuai. Perlu tindak lanjut yang ketat.
Khusus untuk kontrasepsi mantap (tubektomi dan vasektomi) digunakan klasifikasi lain,
yaitu:
A: Tidak ada alasan medis yang merupakan kontraindikasi dilakukannya kontrasepsi
mantap
B: Tindakan kontrasepsi mantap dapat dilakukan, tetapi dengan persiapan dan
kewaspadaan khusus
C: Sebaiknya tindakan kontrasepsi mantap ditunda sampai kondisi medis diperbaiki.
Sementara itu, berikan metode kontrasepsi lain.
D: Tindakan kontrasepsi mantap hanya dilakukan oleh tenaga yang sangat
berpengalaman, dan perlengkapan anestesi tersedia. Demikian pula fasilitas
penunjang lainnya. Diperlukan pula kemampuan untuk menentukan prosedur klinik
serta anestesi yang tepat.
Wanita usia 35 tahun memerlukan kontrasepsi yang aman dan efektif karena kelompok ini
akan mengalami peningkatan mortalitas dan morbiditas jika mereka hamil. Bukti terakhir
menunjukkan bahwa baik pil kombinasi maupun suntikan kombinasi dapat digunakan dengan
aman oleh klien berusia >35 tahun sampai masa menopause, jika tidak terdapat faktor resiko
lain. Kekhawatiran tentang resiko kanker mamma pada pemakaian kontrasepsi hormonal
sesudah usia 35 tahun, menurut penelitian terakhir tidak terbukti. Di samping terbukti
turunnya tingkat prevalensi kanker payudara di antara perempuan usia >35 tahun, kontrasepsi

11
juga menurunkan resiko kanker endometrium dan ovarium. Namun, wanita usia >35 tahun,
yang merokok sebaiknya tidak menggunakan pil kombinasi ataupun suntikan kombinasi.

Tabel 2.1 Cara Kontrasepsi perempuan usia >35 tahun


Metode Kontrasepsi Catatan
Pil kombinasi/Suntikan Sebaiknya tidak digunakan oleh perempuan >35 tahun yang
kombinasi perokok
Perokok berat (>20 batang/hari) jangan menggunakan pil/suntikan
kombinasi
Pil kombinasi dosis rendah dapat berfungsi sebagai terapi sulih
hormon pada masa, perimenopause.
Kontrasepsi progestin (implan, Dapat digunakan pada masa perimenopause (usia 40-50 tahun)
kontrasepsi suntikan progestin, Dapat digunakan oleh perempuan berusia >35 tahun dan perokok
kontrasepsi pil progestin) Implan dapat digunakan pada perempuan >35 tahun yang
menginginkan kontrasepsi jangka panjang, tetapi belum siap
untuk kontrasepsi mantap.
AKDR Dapat digunakan oleh perempuan >35 tahun yang tidak terpapar
pada infeksi saluran reproduksi dan IMS.
AKDR Cu dan Progestin
- Sangat efektif
- Tidak perlu tindak lanjut
- Efek jangka panjang (CuT-380A efektif sampai 10 tahun)
Kondom Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah infeksi
Saluran Reproduksi dan IMS (HBV, HIV/AIDS)
Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah kehamilan
Kontrasepsi mantap Sangat tepat untuk pasangan yang benar-benar tidak ingin
tambahan anak lagi.

Gambar 2.2 Gambaran umum pemilihan kontrasepsi secara rasional


2.3 KB Implant
2.3.1 Definisi

12
Susuk KB atau Implan adalah obat kontrasepsi yang berbentuk seperti tabung kecil
sebesar korek api. Di dalamnya mengandung hormon progesteron yang akan dikeluarkan
sedikit demi sedikit. Di Indonesia dikenal beberapa jenis implan, diantaranya: Implanon,
Indoplan, Sinoplan, dan Jadena. Masing-masing memiliki masa efektif, Norplan efektif 5
tahun, Jadena, Indoplan, atau implanon masa efektivitasnya sekitar 3 tahun.
Norplan terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan
diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel. Implanon terdiri dari 1 batang
putih lentur dengan panjang kira-kira 40mm dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-
Keto-desogestrel. Sementara Jadena dan Indoplan terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75
mg Levonogestrel.
2.3.2 Cara Kerja
KB implan ini bekerja dengan membuat lendir serviks menjadi lebih kental.
Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi. Selain itu,
KB hormonal implan ini dapat mengurangi transportasi sperma. Keefektifan KB jenis ini
dinilai sangat tinggi (kegagalan 0,2-1 kehamilan per 100 perempuan).
2.3.3 Keuntungan dan Kerugian
Ada beberapa keuntungan menggunakan Implan, diantaranya; daya guna yang sangat
tinggi, perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun), tingkat kesuburan cepat tinggi setelah
pencabutan, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam, bebas dari pengaruh estrogen, tidak
mengganggu senggama, tidak mengurangi ASI, dapat dicabut setiap saat sesuai dengan
kekebalan. Selain itu, implan bermanfaat dalam mengurangi rasa nyeri saat haid, mengurangi
jumlah darah haid, mengurangi anemia, melindungi terjadinya kanker endometrium,
menurunkan angka kejadian kelainan payudara jinak, melindungi dari beberapa penyebab
radang panggul, menurunkan angka kejadian endometriosis.
Keterbatasan pada metode ini, diantaranya, dapat menimbulkan perubahan pola haid
pada beberapa pasien, berupa perdarahan bercak (spotting), hipermenorea, atau meningkatnya
jumlah darah haid, serta amenorea. Dapat juga timbul keluhan berupa nyeri kepala,
peningkatan/penurunan berat badan, nyeri payudara, perasaan mual, pening/pusing kepala,
perubahan perasaan (mood) atau gelisah (nervousness). Selain itu, membutuhkan
pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan, efektivitasnya menurun bila menggunakan
obat-obatan tuberkulosis (rifampicin) atau obat epilepsi (fenitoin atau barbiturat), juga
dilaporkan adanya kehamilan ektopik yang tinggi (1,3 per 100.000 perempuan per tahun).
Metode ini juga tidak dapat memberikan efek proteksi terhadap infeksi menular seksual,
termasuk AIDS, dan tentunya tidak dapat dihentikan pemakaiannya sendiri sesuai keinginan,
karena harus dilakukan pencabutan ke klinik.

13
2.3.4 Pencegahan Infeksi
Adanya luka yang dibuat pada anggota tubuh, dapat meningkatkan resiko terjadinya
infeksi. Untuk meminimalisir resiko infeksi pada klien setelah pemasangan maupun
pencabutan implan, petugas klinis diharapkan dapat menjaga lingkungan. Beberapa hal yang
dapat dilakukan, diantaranya; (1) meminta klien untuk membersihkan dengan sabun area
yang akan dipasang implan, dan memastikan tidak ada busa sabun yang tersisa di lengan. (2)
petugas medis mencuci tangan sebelum memasang ataupun mencabut implan. (3)
Menggunakan kedua sarung tangan yang telah disterilkan, dan mengganti sarung tangan
setiap pergantian klien. (4) melakukan antiseptik di area yang akan dipasang implan.
Pembersihan dapat menggunakan forsep. (5) dekontaminasi alat, dan sarung tangan dalam
larutan klorin 0,5%.
2.3.5 Persiapan
Persiapan Klien
Wanita yang tidak diperbolehkan menggunakan implan, adalah wanita yang hamil
atau diduga hamil, wanita yang mengalami perdarahan pervaginam yang belum jelas
penyebabnya, wanita yang memiliki keluhan benjolan di payudara/ atau riwayat kanker
payudara, wanita yang tidak mampu menerima perubahan pola haid yang terjadi, wanita
dengan mioma uterus dan wanita yang memiliki gangguan toleransi glukosa.
Instruksi untuk Klien sebelum pemasangan, diberikan KIE: daerah insersi harus tetap
dibiarkan kering dan bersih selama 48 jam pertama, hal ini ditujukan untuk mencegah infeksi
pada luka insisi. Perlu juga dijelaskan mungkin terjadinya rasa sedikit perih, pembengkakan,
atau lebam pada daerah insisi, namun hal ini tidak perlu menjadi kekhawatiran bagi klien.
Pekerjaan ruti tetap dapat dilakukan, namun hindari adanya benturan, gesekan, atau
penekanan pada daerah insersi. Balutan penekan jangan dibuka selama 48 jam, sedang plester
dipertahankan hingga luka sembuh (biasanya 5 hari). Setelah luka sembuh, daerah tersebut
dapat disentuh dan disuci dengan tekanan yang wajar. Terakhir, apabila ditemukan adanya
tanda-tanda infeksi seperti demam, peradangan, atau bila rasa sakit menetap selama beberapa
hari, segera kembali ke klinik.

Tabel 2.3 Tabel Tilik Pemasangan Implan

14
Demi keamanan penapisan klien yang sebaiknya tidak dilakukan implan, dilakukan
anamnesa yang dapat menilik kelayakan pasien. Terkait hamil ataukah tidaknya pasien, berat
badan, keinginan kepemilikan anak dalam 3 tahun ke depan, dan lain-lain, yang tercantum
dalam tabel 2.5. Apabila seluruhnya TIDAK, dan tidak ada kecurigaan terhadap kehamilan,
klien dapat langsung dipasang implan. Apabila ada jawaban yang positif (YA), harus
dilakukan evaluasi lebih lanjut sebelum diputuskan untuk pemasangan implan.

Peralatan dan Instrumen untuk insersi


Alat dan instrumen yang dibutuhkan untuk melakukan pemasangan implan,
diantaranya; meja periksa untuk tempat berbaring pasien, alat penyangga lengan (tambahan),
batang implan dalam kantong, kain penutup steril (disinfeksi tingkat tinggi) serta mangkok
sebagai tempat meletakkan implan. Sarung tangan karet bebas bedak yang sudah steril (atau
didesinfeksi tingkat tinggi)
2.3.6 Pemasangan Kapsul
Langkah 1
Sebelum membuat insisi, sentuh tempat insisi dengan jarum atau scalpel (pisau bedah)
untuk memastikan obat anestesi telah bekerja. Langkah awal adalah memegang scapel
dengan sudut 45, kemudian membuat insisi dangkal hanya untuk sekedar menembus kulit.
Jangan membuat insisi yang panjang dan dalam.

Langkah 2
Trokar dipegang dengan ujung tajam menghadap ke atas. Ada dua tanda pada trokar,
tanda (1) dekat pangkal menunjukkan batas trokar dimasukkan ke bawah kulit sebelum
memasukkan setiap kapsul. Tanda (2) dekat ujung menunjukkan batsa trokar yang harus tetap
di bawah kulit setelah memasang setiap kapsul.
15
Gambar 2.4 Tanda pada Trokar.

Langkah 3
Dengan ujung yang tajam menghadap ke atas dan pendorong di dalamnya masukkan
ujung trokar melalui luka insisi dengan sudut kecil. Muali dari kiri atau kanan pada pola
seperti kipas, gerakkan trokar ke depan dan berhenti saat ujung tajam seluruhnya berada di
bawah kulit (2-3 mmdari akhir ujung tajam). Masukkan trokar jangan dengan paksaan. Jika
terdapat tahanan, coba dari sudut lainnya.
Langkah 4
Untuk meletakkan kapsul tepat di bawah kulit, angkat trokar ke atas, sehingga kulit
terangkat. Masukkan trokar perlahan-lahan dan hati-hati ke arah tanda (1) dekat pangkal.
Trokar harus cukup dangkal sehingga dapat diraba dari luar dengan jari. Trokar harus selalu
terlihat mengangkat kulit selama pemasangan. Masuknya trokar akan lancar bila berada di
bidang yang tepat di bawah kulit.

Langkah 5
Saat trokar masuk sampai tanda (1), cabut pendorong dari trokar.

Langkah 6

16
Masukkan kapsul pertama ke dalam trokar. Gunakan ibu jari dan telunjuk atau pinset
atau klem untuk mengambil kapsul dan memasukkan ke dalam trokar. Bila kapsul diambil
dengan tangan, pastikan sarung tangan tersebut bebas dari bedak atau partikel lain (untuk
mencegah kapsul jatuh pada waktu dimasukkan ke dalam trokar, letakkan satu tangan di
bawah kapsul untuk menangkap bila kapsul itu jatuh). Dorong kapsul sampai seluruhnya
masuk ke dalam trokar dan masukkan kembali pendorong.

Langkah 7
Gunakan pendorong untuk mendorong kapsul ke arah ujung trokar sampai terasa ada
tahanan. Tapi jangan mendorong dengan paksa. (Akan terasa tahanan pada saat sekitar
setengah bagian pendorong masuk ke dalam trokar).

Langkah 8

17
Pegang pendorong dengan erat di tempatnya dengan satu tangan untuk menstabilkan.
Tarik tabung trokar dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk ke arah luka insisi sampai
tanda (2) muncul di tepi luka insisi dan pangkalnya menyentuh pegangan pendorong. Hal
yang penting pada langkah ini adalah menjaga pendorong tetap di tempatnya dan tidak
mendorong kapsul ke jaringan.

Langkah 9
Saat pangkal trokar menyentuh pegangan pendorong, tanda (2) harus terlihat di tepi
luka insisi dan kapsul saat itu keluar dari trokar tepat di bawah kulit. Raba ujung kapsul
dengan jari untuk memastikan kapsul sudah keluar seluruhnya dari trokar.
Hal yang penting adalah kapsul bebas dari ujung trokar untuk menghindari
terpotongnya kapsul saat trokar digerakkan untuk memasangkan kapsul berikutnya.

Langkah 10
Tanpa mengeluarkan seluruh trokar, putar ujung dari trokar ke arah lateral kanan dan
kembalikan lagi ke posisi semula untuk memastikan kapsul pertama bebas.
Selanjutnya geser trokar sekitar 15-25 derajat. Untuk melakukan itu, mula-mula
fiksasi kapsul pertama dengan jari telunjuk dan masukkan kembali trokar pelan-pelan
sepanjang sisi jari telunjuk tersebut sampai tanda (1). Hal ini akan memastikan jarak yang
tepat antara kapsul dan mencegah trokar menusuk kapsul yang dipasang sebelumnya.

Bila tanda (1) sudah tercapai, masukkan kapsul berikutnya ke dalam trokar dan
lakukan seperti sebelumnya (langkah 5-9) sampai seluruh kapsul terpasang.

Langkah 11
Pada pemasangan kapsul berikutnya, untuk mengurangi resiko infeksi atau ekspulsi,
pastikan bahwa ujung kapsul yang terdekat kurang lebih 5 mm dari tepi luka insisi.

18
Langkah 12
Sebelum mencabut trokar, raba kapsul untuk memastikan semuanya telah terpasang.

Langkah 13
Ujung dari semua kapsul harus tidak ada pada tepi luka insisi (sekitar 5 mm). Bila
sebuah kapsul keluar atau terlalu dekat dengan luka insisi, harus dicabut dengan hati-hati dan
dipasang kembali di tempat yang tepat.

Langkah 14
Setelah kapsul terpasang semuanya dan posisi setiap kapsul sudah diperiksa,
keluarkan trokar pelan-pelan. Tekan tempat insisi dengan jari menggunakan kassa selama 1
menit untuk menghentikan perdarahan. Bersihkan tempat pemasangan dengan kassa
berantiseptik.

2.3.7 Edukasi Pasca Pemasangan


Menutup kedua luka insisi
Kedua tepi luka insisi direkatkan menggunakan band aid atau plester dengan kasa
steril untuk menutup luka insisi. Luka tidak perlu dijahit karena dapat menimbulkan jaringan
parut. Pembalutan tekanan pada luka ditujukan untuk hemostasis dan mengurangi memar
yang akan timbul. Amati klien kurang lebih 15-20 menit post insisi untuk melihat adanya
kemungkinan perdarahan dari luka insisi atau efek lain sebelum klien pulang. Pada rekam
medik dilakukan pencatatan lokasi pemasangan kapsul dan kejadian tidak umum yang terjadi
selama pemasangan, hal ini akan membantu tahapan evaluasi.
Klien tidak perlu kembali ke klinik, kecuali ada masalah kesehatan atau klien ingin
mencabut implan. Klien dianjurkan kembali ke klinik tempat implan dipasang bila ditemukan
: amenorea yang disertai nyeri perut bagian bawah, perdarahan yang banyak dari kemaluan,
rasa nyeri pada lengan, luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah, ekspulsi dari batang
implan, sakit kepala hebat atau penglihatan menjadi kabur, nyeri dada hebat, dan adanya
dugaan kehamilan.

Petunjuk Perawatan Luka


Klien perlu adanya KIE akan kemungkinan terjadinya memar, bengkak atau sakit di
daerah insisi selama beberapa hari, dan hal ini merupakan suatu hal yang normal, yang tidak
perlu menjadi beban pikiran kekhawatiran. Perlu diinformasikan pula bahwa luka harus
dijaga agar tetap kering, dan bersih selama minimal 48 jam. Karena kondisi basah pada luka

19
insisi dapat menimbulkan resiko infeksi. Pembalut tekan tidak sebaiknya dibuka hingga 48
jam kemudian, dan agar klien membiarkan band aid terpasang sampai luka sembuh
(umumnya 3-5 hari). Klien tidak memiliki pantangan untuk bekerja rutin, namun klien
sebaiknya menghindari benturan, luka, atau tekanan di daerah luka tersebut. Setelah luka
insisi sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan dibersihkan dengan tekanan normal. Bila
terjadi infeksi, obati dengan pengobatan yang sesuai untuk infeksi lokal. Namun bila terjadi
abses (dengan atau tanpa ekspulsi kapsul) perlu dilakukan pecabutan semua kapsul.

20
BAB 3
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

3.1 Petugas
Petugas pada kegiatan pelayanan KB-SAFARI ini diantaranya adalah:
1. Bidan di Poli KIA-KB dari Puskesmas Ngronggot
2. Dokter internship Puskesmas Ngronggot periode Oktober 2016 Februari 2017.

3.2 Lokasi
Kegiatan pelayanan KB-SAFARI ini dilaksanakan di Ruang serbaguna Puskesmas
Ngronggot, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk.

3.3 Waktu
Kegiatan pelayanan KB-SAFARI ini dilaksanakan setiap dua bulan sekali, SAFARI
dilakukan di bulan November, mulai pukul 08.00 11.30 WIB.

3.4 Peserta
Kegiatan pelayanan KB-SAFARI ini ditujukan untuk semua ibu usia subur yang telah
melahirkan, dan ibu usia subur yang berkeinginan menjarangkan kelahiran anak, di
wilayah cakupan Puskesmas Ngronggot.

3.5 Metode
Kegiatan pelayanan KB-SAFARI ini dilakukan dengan urutan acara dimulai dari
Registrasi, Anamnesa (pengisian data), Pelepasan Implant yang telah habis masa
pakainya, Pemasangan Implant yang baru.

21
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Kegiatan


4.1.1 Agenda Acara
KB SAFARI dilakukan di ruang serbaguna Puskesmas Ngronggot pada tanggal 21-22
november 2016, sejak pukul 08.00-11.30 WIB. Agenda didahului dengan proses registrasi
yang dilakukan oleh petugas dari puskesmas, yang sekaligus digunakan sebagai urutan
pemanggilan peserta. Agenda inti acara dimulai dengan pemanggilan peserta untuk dilakukan
anamnesa, terkait identitas, status ginekologi, dan riwayat pemakaian KB. Kemudian
dilanjutkan dengan pelepasan dan atau pemasangan KB implant yang dilakukan oleh petugas
medis Puskesmas.
Identitas pasien, terdiri dari nama pasien, alamat, usia (tanggal lahir), pekerjaan,
begitu juga dengan identitas suami, nama, usia (tanggal lahir), pekerjaan. Status Ginekologi
yang digali dari pasien berupa data jumlah kehamilan yang dialami, berapa kali melahirkan,
berapa anak usia hidup, berapa anak tidak hidup, dengan sebab kematian apa, berapa usia
masing-masing anak, dan jenis kelamin masing-masing anak. Dan juga dilakukan anamnesa
yang menilik kelayakan pasien menerima KB implan.

4.1.2 Pemasangan KB Implant


Dalam kegiatan tersebut, pasien yang telah diregistrasi dan di anamnesa dipanggil
satu persatu sesuai dengan urutan, untuk dilakukan pemasangan, dan atau pencabutan implan
yang lama. Pasien diminta untuk berbaring di meja tindakan, membuka area yang akan
dilakukan pemasangan implan. Area tersebut terlebih dahulu disterilkan dengan kapas yang
beralkohol. Selanjutnya tenaga medis mulai membuat sayatan kecil yang tidak terlalu dalam
dari lapisan kulit paling luar.
Tenaga medis yang telah mensterilkan tangan dan menggunakan handscoon sebagai
alat proteksi diri, mulai menyiapkan trokar. Dalam kemasan tersebut, implan telah terpasang
di dalam trokar, sehingga trokar langsung dapat digunakan. Trokar diinsersikan dengan sudut
lebih kurang 45, dengan tanda (1) tampak menghadap ke atas. Setelah trokar masuk, posisi
diubah menjadi landai dan dimasukkan ke dalam lapisan tersebut, kemudian dilakukan
penarikan trokar ke arah luar, agar tabung implan dapat tertinggal di area tersebut. Penarikan
tidak dilakukan sampai trokar benar-benar keluar dari tempat insersi, sebatas tabung pertama
telah diletakkan di tempat awal tersebut.
Trokar diputar, hingga menunjukan tanda (2) menghadap ke arah atas. Trokar
kemudian diinsersikan kembali ke area di sebelah pemasangan tabung implan pertama.

22
Setelah diketemukan posisi yang pas, trokar kembali ditarik dengan mendorong isi tabung,
menggunakan pendorong, sehingga tabung implan dapat tertinggal di area yang dimaksud.
Setelah semua tabung implan terpasang, trokar maupun pendorong dikeluarkan dari lubang
insersi. Luka bekas sayatan ditutup dengan menggunakan plester, dengan melakukan
penarikan kedua celah sayatan, agar luka dapat tertutup rapat. Dilakukan KIE secara singkat
kepada klien, khususnya dalam hal perawatan luka saat di rumah. Dan aktivitas dilanjutkan
kepada klien berikutnya.

4.2 Pembahasan
Secara umum, pelaksanaan KB Safari telah sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh
BKKBN. Khususnya pencanangan KB implan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam
menjaga kesehatan reproduksi para ibu. Dan adanya pelaksanaan kegiatan ini dapat juga
berarti turut andilnya puskesmas ngronggot dalam upaya peningkatan kemudahan akses para
ibu untuk menggunakan implan sebagai metode pilihan kontrasepsi.
Sesuai dengan teori yang ada, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan konseling kepada
para ibu, untuk memastikan kemantapan para ibu dalam memasang implan. Dan diperlukan
adanya pengisian rekam medis berupa form tilik pemasangan implan, yang ditujukan untuk
memastikan baik atau tidak baiknya masing-masing ibu untuk dipasang implan. Pertanyaan
yang diberikan meliputi kondisi hamil atau tidak, berat badan mencapai 70 kg atau tidak,
adanya keinginan memiliki anak atau tidak dalam 3 tahun ke depan, sedang menyusui
ataukah tidak, adakah obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, adany aikterus atau
tidak, mata kabur, nyeri kepala hebat atau tidak, kejang atau tidak, ada nyeri tungkai, dada,
atau paha ataukah tidak, nafas terasa pendek setelah olahraga ringan ataukah tidak, adanya
edema tungkai atau tidak, tekanan darah sistolik apakah lebih dari 160, diastolik lebih dari 90
ataukah tidak, dan adanya benjolan di payudara ataukah tidak.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan untuk mengeksklusikan para klien yang
sebaiknya tidak melakukan pemasangan implan. Kondisi hamil merupakan kondisi mutlak
yang tidak seharusnya dilakukan pemasangan kontrasepsi karena akan dapat mengganggu
proses pertumbuhan dan perkembangan janin. Adanya keinginan untuk memiliki anak dalam
rentang 3 tahun ke depan berkaitan dengan masa kerja implan, yang minimal aktif sampai
dengan 3 tahun ke depan, sampai 5 tahun ke depan, bergantung pada jenis implan yang
digunakan. Sekalipun kesuburan akan segera kembali setelah dilakukan pengeluaran implan,
namun tidak ada jaminan pasangan tersebut akan segera mendapatkan anak berikutnya.
Adanya nyeri tungkai, nyeri dada, paha, merupakan salah satu gejala yang dimungkinkan

23
dapat juga ditemukan pada kasus infeksi rahim, tulang panggul, atau anggota reproduksi
lainnya, sehingga penggunaan kontrasepsi akan lebih baik apabila ditunda terlebih dahulu,
sampai kondisi ibu lebih baik.
Adanya sistem penapisan klien seperti ini sangat penting untuk dilakukan, demi
kesejahteraan ibu, maupun anak peserta kontrasepsi. Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.

24
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari kegiatan SAFARI ini diantaranya adalah:
1. Kegiatan SAFARI di ruang serbaguna Puskesmas Ngronggot sudah terlaksana.
2. Kegiatan SAFARI di ruang serbaguna Puskesmas Ngronggot sudah berjalan sesuai
dengan prosedur.

5.2 Saran
Adapun saran dari kegiatan SAFARI ini diantaranya adalah:
1. Agar kegiatan SAFARI di ruang serbaguna Puskesmas Ngronggot ini dapat lebih
ditingkatkan lagi kedepannya.
2. Diharapkan kegiatan ini didukung oleh semua pihak di Puskesmas Ngronggot demi
kelancaran dan tercapainya tujuan dari kegiatan tersebut.

25
LAMPIRAN

Dokumentasi

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Program Kesehatan Reproduksi dan Pelayanan


Integratif; di Tingkat Pelayanan Dasar.Jakarta: Departemen
Kesehatan dan Kesos R.I.

Depkes RI. 2008. Pedoman Operasional Pelayanan Terpadu Kesehatan


Reproduksi di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Kemenkes. 2013. Program KB Nasional Perlu Dukungan Semua


Pihak.Diambil dari: http://www.depkes.go.id/index.php?
vw=2&id=2321. Diakses pada tanggal 18 Desember 2013.

26
Metode Kontrasepsi
http://www.bkkbn.go.id/infoprogram/Documents/METODE
%20%20KONTRASEPSI%20BERDASARKAN%20SARAN
%20DITJALPEM.pdf

USAID. 2008. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi edisi 2.


Editor: Prof. D. Abdul Bari Saifuddin, SpOG(K), MPH. Jakarta: Yayasan
BinaPustaka Sarwono Prawirohardjo.

27

You might also like