Professional Documents
Culture Documents
1
3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO PARTUS PREMATURUS IMMINENS
(PPI)
Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus
prematurus yaitu :
2
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan
The American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk
mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
1) Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2) Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3) Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
1. Laboratorium
Pemeriksaan kultur urine
Pemeriksaan gas dan pH darah janin
Pemeriksaan darah tepi ibu
Jumlah lekosit
C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi
akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C.
CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks < 3 cm
(USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks
transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina
terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
3
7. PENATALAKSANAAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1) Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat -mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih
kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 g/menit, sedangkan
per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan
dosis per infus: 10-15 g/menit, subkutan: 250 g setiap 6 jam
sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek
samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia,
hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,
secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).
Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat
ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya
ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide
dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat
cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi
prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup
kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac
memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin.
Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan
klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual. Kontraindikasi
relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak
baik, seperti:
a) Oligohidramnion
b) Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
4
c) Preeklamsia berat
d) Hasil nonstrees test tidak reaktif
e) Hasil contraction stress test positif
f) Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan
pasien stabil dan kesejahteraan janin baik
g) Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h) Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
5
1) Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi
preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987)
menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis
memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan,
sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali
lebih besar
2) Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa
bernafas dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi
oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu
bahan yang disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi
menurunkan tegangan permukaan. Bayi prematur seringkali tidak
menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya
tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis,
akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa
menyebabkan kelainan lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal.
Kepada bayi diberikan oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu
ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa
diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan
trakea bayi).
3) Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks
menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau
serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi
prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa
menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin
belum matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu bisa
digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. otak
yang sangat tidak matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan
intraventrikuler) atau cedera .
4) Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan
membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu
6
yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung
yang berukuran kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang
diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan
bayi muntah.
5) Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
6) Displasia bronkopulmoner.
7) Penyakit jantung.
8) Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk
membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)
dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,
memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara),
yang dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice). Peningkatan ini terjadi
karena fungsi hatinya masih belum matang dan karena kemampuan makan dan
kemampuan mencernanya masih belum sempurna. Jaundice kebanyakan
bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan perbaikan fungsi
pencernaan bayi.
9) Infeksi atau septikemia.
10) Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka
belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta.
Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi.
Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan
pada usus).
11) Anemia .
12) Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa
tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
13) Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
14) Keterbelakangan mental dan motorik.
7
c. Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan, meningkatkan pengertian
KB-interval, memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan sgera
melakukan konsultasi, menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga
secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi / diobati.
d. Meningkatakan keadaan sosial ekonomi keluarga dan kesehatan lingkungan
(Manuaba, 1998).
Partus prematurus menurut Mochtar (1998) dapat dicegah dengan mengambil
langkah-langkah berikut ini :
a. Jangan kawin terlalu muda dan jangan pula terlalu tua (idealnya 20 sampai 30
tahun).
b. Perbaiki keadaan sosial ekonomi
c. Cegah infeksi saluran kencing
d. Berikan makana ibu yang baik, cukup lemak , dan protein
e. Cuti hamil
f. Prenatal care yang baik dan teratur
g. Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan anak
1. Pengkajian
PENGKAJIAN PRENATAL
DATA UMUM
1. Inisial klien : Ny. DS
2. Usia : 19 th
3. Status pernikahan : menikah (usia 18 th)
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : dulu kerja di salon
6. Pendidikan terakhir : SD
7. Alamat : Tunggulwulung
8
tertinggal di
rahim
Pengalaman menyusui : tidak
RIWAYAT KB :-
Kepala Leher
Dada
Abdomen
Leopold I
Leopold III
Leopold IV
9
Masalah khusus : nyeri pada abdomen kanan
TBJ : 1000 gr
Pemeriksaan DJJ :
16.00 134x/mnt
Keputihan : -
Hemorroid : -
Ekstremitas atas
Edema : -
Varises : -
Eliminasi
BAB :-
Pola tidur saat ini : tidur tapi susah karena adanya pemasangan kateter
Tingkat mobilisasi : bed rest dengan miring kiri, kalau capek telentang
Latihan/ senam : -
Masalah khusus : pasien merasa tidak nyaman karena kakinya tertindih dan
terpasang kateter
10
Nutrisi dan cairan
Asupan nutrisi : 3-4 kali/ hari nafsu makan : baik Diet : TKTP
Masalah khusus : -
Keadaan mental
Obat- obatan yang dipakai saat ini : dovadilon 2x1, asam mefenamat 3x1, RL 500cc
Hb : 11.2
Het : 34,3
Leukosit : 11, 79
Eosinofil : 7
Limfosit : 14,2
Monosit : 10,7
Masalah : klien mengeluh tidak nyaman dengan terpasangnya kateter, klien juga
takut pengalaman melahirkan preterm terulang kembali
2. ANALISA DATA
Analisa data etiologi Problem
DS : Usia kehamilan 28-30 Resiko Infeksi
Usia Kehamilan antara 28- minggu
30 minggu
DO : Placenta Letak Rendah,
11
Datang ke RS 4 Hari lalu Posisi kepala belum pada
dengan keluhan leopold I
perdarahan pada vagina
Sejak 4 hari lalu sampai PPI
saat ini pasien terpasang
kateter 1300 cc Perdarahan vagina
Placenta letak rendah
Posisi kepala belum di MRS 4 hari terpasang
leopold I kateter 1300 cc
kontak dengan
mikroorganisme
Resiko Infeksi
DS : Usia kehamilan 28-30 Defisiensi pengetahuan
Usia Kehamilan antara 28- minggu
30 minggu
Mengeluh pegal dengan Placenta Letak Rendah,
posisi miring kiri Posisi kepala belum pada
Menanyakan kenapa harus leopold I
miring ke arah kiri
Mengetahui tentang PPI
keadaan placenta letak
rendah tetapi Mengaku Perdarahan vagina
tidak memahami keadaan
tersebut MRS 4 hari terpasang
DO : kateter 1300 cc
Datang ke RS 4 Hari lalu
dengan keluhan Posisi harus selalu miring
perdarahan pada vagina ke kiri
Sejak 4 hari lalu sampai
saat ini pasien terpasang Selalu menindih kaki kiri
kateter 1300 cc dengan BB di atas normal
Placenta letak rendah
Posisi kepala belum di Mengeluh pegel, dan tidak
leopold I nyaman
Posisi harus selalu miring
ke kiri Terlihat sering tidak miring
Pasien mengeluh miring ke arah kiri
ke kiri tidak nyaman
karena kaki kiri terus Defisiensi pengetahuan
tertindih dengan faktor
pemberat BB diatas
normal
12
Terlihat sering tidak
miring kiri
DS : Punya riwayat persalinan Ansietas
Usia Kehamilan antara 28- preterm pada anak pertama,
30 minggu premature 6 bulan dan
Punya riwayat persalinan meninggal setelah hidup 12
preterm sebelumnya hari
Anak pertama premature 6
bulan, dan meninggal Saat ini Usia kehamilan 28-
setelah hidup 12 hari. 30 minggu
Mengatakan takut
kehilangan pada Placenta Letak Rendah,
kehamilan saat ini karena Posisi kepala belum pada
riwayat pernah gagal pada leopold I
kehamilan pertama
PPI
DO : Perdarahan vagina
Datang ke RS 4 Hari lalu
dengan keluhan Menyatakan takut gagal
perdarahan pada vagina pada kehamilan saat ini
Sejak 4 hari lalu sampai
saat ini pasien terpasang Ansietas
kateter 1300 cc
Placenta letak rendah
Posisi kepala belum di
leopold I
13
berkala
menjaga pasien
selalu dalam posisi
yang nyaman
14
psikososial klien atau keluarga untuk
segera melaporkan ke
tenaga kesehatanjika
ada tanda gejala yang
mucul
P:
Seluruh intervensi dihentikan
2 24-3-2015 Menjelaskan ke klien apa S:
13.30 maksud dari plasenta letak klien mengatakan paham tentang
Ansietas rendah plasenta letak rendah
menganjurkan pasien untuk klien mengatakan paham dan
banyak beristirahat dan benyak harus banyak istirahat dan
berdoa serta tidak banyak mengurangi stress
pikiran klien mengatakan paham tentang
menjelaskan tentang makanan makanan sehat
sehat dan apa yang seharusnya klien paham dan mengatakan
di konsumsi tidak akan melakukan pekerjaan
menjelaskan ke pasien pola yang berat
aktivitas di rumah, dan tidak klien mengatakan paham kapan
mengerkana pekerjaan yang harus kembali ke rumah sakit
berat klien mengatakan akan selalu
Menjelaskan pada klien kapan kontrol sesuai jadwal
harus kembali ke RS
Menjelaskan ke klien untuk
kontrol sesuai jadwal O:
15
Klien tampak tenang, keluarga tampak
mendukung klien
A:
Masalah teratasi sebagian
P: Hentikan intervensi
O:-
A:
Masalah teratasi seluruhnya
P:
Hentikan intervensi
Daftar Pustaka
Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5th ed.Saunders.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor
and Birth). Yogyakarta : YEM.
16
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
17