Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
Disusun Oleh :
KEPANITERAAN KLINIK
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hemoptisis atau batuk darah adalah darah atau dahak berdarah yang
dibatukkan, berasal dari saluran pernapasan bagian bawah (mulai dari glottis kearah
distal). Batuk darah adalah suatu keadaan yang menakutkan atau mengerikan bagi
penderita maupun keluarganya, sehingga dapat menyebabkan beban mental, bahkan
menjadi gelisah. Sebagai akibat dari ketakutannya tadi penderita berusaha menahan
batuknya. Kalau hal ini terjadi, maka bahaya penyulit seperti penyumbatan saluran
napas akan mengancam jiwa penderita, oleh sebab itu ketenangan penderita mutlak
diperlukan. Pada umumnya penderita, telah mempunyai penyakit dasar, tetapi
keluhan-keluhan yang berasal dari penyakit dasar tadi tidak mendorong penderita
untuk pergi berobat. Pada dasarnya batuk darah akan berhenti sendiri, asal robekan
pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi.1
Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit infeksi.
Penyebab batuk darah sangat beragam antara lain penyakit infeksi, neoplasma,
benda asing, trauma, gangguan vascular, penyakit autoimun dan lain-lain. Volume
darah yang dibatukkan bervariasi dari dahak bercampur darah dalam jumlah
minimal hingga massif, tergantung laju perdarahan dan lokasi perdarahan.6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah yang berasal dari bronkus atau paru.
Hemoptisis bisa banyak, atau bisa pula sedikit sehingga hanya berupa garis merah
cerah di dahak..2
Hemoptisis atau batuk darah ialah darah atau dahak berdarah yang
dibatukkan, berasal dari saluran pernapasan bagian bawah (mulai dari glottis kearah
distal).1
2.2 Epidemiologi6
3
2.3 Klasifikasi/Berat Ringannya
1. Bercak (Streaking)
Darah bercampur dengan sputum merupakan hal yang sering terjadi,
paling umum pada bronchitis. Volume darah kurang dari 15-20 mL/24 Jam.
2. Hemoptisis
Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah dibatukkan 20-600 mL
di dalam 24 jam. Walaupun tidak spesifik untuk penyakit tertentu, hal ini
berarti perdarahan dari pembuluh darah lebih besar dan biasanya karena
kanker paru, pneumonia (necrotizing pneumonia), TB paru atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif
Darah yang dibatukkan dalam waktu 24 jam sampai 48 jam lebih dari
600 mL- biasanya karena kanker paru, kavitas pada TB paru atau
bronkiektasis.
Batuk darah massif adalah batuk darah lebih dari 100 mL hingga lebih
dari 600 mL darah dalam 24 jam.2
4. Pseudohemoptisis
Pseudohemoptisis adalah batuk darah dari struktur saluran napas bagian
atas (diatas laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal) atau hal ini
dapat berupa perdarahan buatan (factitious). Perdarahan yang terakhir
biasanya karena luka disengaja di mulut, faring atau rongga hidung.
2.4 Etiologi
4
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, hemoptisis atau batuk darah
merupakan tanda dan gejala dan penyakit yang mendasarinya. Penyakit atau
keadaan yang menyebabkan batuk darah sangat beragam sehingga anamnesis,
pemeriksaan fisis serta berbagai pemeriksaan penunjang perlu dilakukan dengan
teliti agar dapat menentukan etiologinya. 6
Sebab Insidensi
Infeksi: 60%
Neoplasma: 20%
Lainnya: 5-10%
5
Bronkolitiasis, hemosiderosis idiopatik, sindrom Goodpasture, terapi
antikoagulan, adenoma bronkus
2.5 Patogenesis
Arteri-arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi saluran nafas (dari
bronkus utama hingga bronkiolus terminalis), pleura, jaringan limfoid intra
pulmonalis yang pada dasarnya adalah membawa darah dari vena sistemik,
memperdarahi jaringan parenkim paru, termasuk brnkiolus respiratorius.
6
Anastomosis arteri dan vena bronkopulmoner, yang merupakan hubungan antara ke-
2 sumber perdarahan di atas, terjadi di dekat persambungan antara bronkiolus
respiratorius dan terminalis. Anastomosis ini memungkinkan ke-2 sumber darah
untuk saling mengimbangi. Apabila aliran dari salah satu system meningkat maka
system yang lain akan menurun. Studi arteriografi menunjukkan bahwa 92%
hemoptisis berasal dari arteri-arteri bronkialis.4
Tuberkulosis6
Ekspektorasi darah dapat terjadi akibat infeksi tuberculosis yang masih aktif
ataupun akibat kelainan yang ditimbulkan akibat penyakit TB yang telah sembuh.
Susuna parenkim paru dan pembuluh darahnya dirusak oleh penyakit ini sehingga
sering terjadi bronkiektasis dengan hipervaskularisasi, pelebarab pembuluh darah
bronchial, anastomosis pembuluh darah bronchial dan pulmoner.
Bronkiektasis6
7
ternyata juga melibatkan perubahan arteri bronchial yaitu hipertrofi, peningkatan
atau pertambahan jumlah jarring vascular (vascular bed). Perdarahan dapat terjadi
akibat infeksi ataupun proses inflamasi. Pecahnya pembuluh darah bronchial yang
memiliki tekanan sistemik dapat berakibat fatal.
Abses paru6
Stenosis Mitral6
Neoplasma
Hemoptisis dapat terjadi akibat proses nekrosis dan infalmasi embuluh darah
pada jaringan tumor. Invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner jarang terjadi.
Hemoptisis dapat terjadi pada 7-10% penderita dengan karsinoma bronkogenik.6
8
Pada adenoma bronchial, perdarahan sering terjadi dari rupture pembuluh-
pembuluh darah permukaan yang menonjol.4
2.6 Diagnosis
9
sumber: American Family Physician
Anamnesis:5
10
sumber: American Family Physician
Pemeriksaan Fisis:
11
- Pemeriksaan nasofaring:
- Pemeriksaan jantung
# Trauma dinding dada, coba cari adanya memar parenkim paru (pulmonary
contusion) atau laserasi bronchial.
# Pleural friction rub dapa didengar pada area di atas infark paru.
12
sumber: American Family Physician
13
1. Rontgen dada akan menunjukkan adanya massa paru, kavitas atau infiltrate
yang mungkin menjadi sumber perdarahan. 5
2. Arteriografi bronchial selektif dilakukan bila bronkoskopi tidak dapat
menunjukkan lokasi pedarahan massif. Embolisasi arteri bronchial selektif
untuk mengendalikan perdarahan dapat berfungsi sebagai terapi yang
definitive atau sebagai tindakan antara hingga torakotomi dapat dilakukan. 5
Pemeriksaan ct-scan dapat memberikan informasi yang lebih jelas dari foto
thoraks, misalnya gambaran bronkiektasis atau karsinoma bronkus yang berukuran
kecil. Pemeriksaan ct-scan dengan resolusi tinggi merupakan metode pilihan dalam
diagnosis bronkiektasis. Pemeriksaan ini sebaiknya dikerjakan sebelum
pemeriksaan bronkoskopi, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan.6
Bronkoskopi
2. Bronkoskopi kaku perlu bagi pasien dengan hemoptisis massif dan ketika
dicurigai terjadi aspirasi benda asing. Kekurangannya adalah biasanya
dibutuhkan anastesia umum dan hanya saluran napas sentral dapat
divisualisasikan.
14
Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan sesuai dengan indikasi. Misalnya
pada penderita dengan kecurigaan gangguan pembekuan darah atau kelainan
hematologi lainnya dilakukan pemeriksaan faal hemostasis, pada penderita dengan
kecurigaan penyakit autoimun systemic lupus eritomateus (SLE) dilakukan
pemeriksaan anti ds DNA atau ANA (antinuclear antibody).
2.8 Penatalaksanaan
Hemoptisis non-masif
Tujuan terapi adalah mengendalikan penyakit dasar.2 Penyebab tersering
hemoptisis non massif terutama yang terjadi akut adalah bronchitis, risiko pasien
ringan dengan gambaran radiologi yang normal. Penatalaksanaa kondisi pasien
seperti ini dapat dengan monitoring airway, breathing dan circulation serta
pengobatan terhadap penyebabnya misalnya dengan pemberian antibiotic bila
15
diperlukan, tetapi bila batuk darah ini cenderung makin lama, berlangsung terus
atau sulit dijelaskan dianjurkan untuk evaluasi oleh ahli paru.6
1. Terapi dasar. Pasien harus istirahat total, dengan posisi paru yang mengalami
perdarahan di bawah. Refleks batuk harus ditekan dengan kodein fosfat 30-
60 mg intramuskuler setiap 4-6 jam selama 24 jam.5
2. Terapi spesifik. Terapi spesifik adalah pengobatan atas penyakit dasar
penyebab perdarahan tersebut.5
Hemoptisis massif
Prinsip penatalaksanaan hemoptisis masif terdiri dari beberapa langkah yaitu
menjaga jalan nafas dan stabilisasi penderita, menentukan lokasi perdarahan dan
memberikan terapi. Langkah pertama merupakan prioritas tindakan awal.
Setelah penderita lebih stabil, langkah kedua ditujukan untuk mencari sumber
dan penyebab perdarahan. Langkah ketiga dimulai setelah periode perdarahan
akut telah teratasi, dan ditujukan untuk mencegah berulangnya hemoptisis
dengan memberikan terapi spesifik sesuai penyebabnya, bila memungkinkan.
Penderita dengan hemoptisis massif harus dimonitor dengan ketat di instalasi
perawatan intensif.6
16
- Laksan (stool softener) dapat diberikan untuk menghindari kemungkinan
mengedan.
- Bila batuk mencetuskan terjadinya perdarahan lebih lanjut dapat diberikan
obat sedasi ringan untuk mengurangi kegelisahan penderita dan tirah baring.
Obat antitusif ringan hanya diberikan bila terdapat batuk yang berlebihan
dan merangsang timbulnya perdarahan yang lebih banyak.
- Manipulasi dinding dada berlebihan harus dihindari seperti perkusi dinding
dada dan spirometri. Pemberian obat supresi reflex batuk seperti kodein dan
morfin harus dihindari.
- Hipoksemia yang mengalami perburukan merupakan tanda bahwa
perdarahan menganggu pertukaran gas dan harus diberikan suplementasi
oksigen.
- Bila terjadi serangan batuk darah, tergantung dari keadaan penderita:
o Penderita dengan keadaan umum dan reflex batuk baik, maka
penderita duduk dan diberikan instruksi cara membatukkan darah
dengan benar.
o Penderita dengan keadaan umum berat dan reflex batuk kurang
adekuat, maka posisi penderita Trendelenberg ringan dan miring ke
sisi yang sakit (lateralisasi) untuk mencegah aspirasi darah ke sisi
yang sehat.
- Bila batuk darah terus berlanjut dan terjadi perburukan hipoksemia, maka
penderita perlu diintubasi dengan pipa endotrakeal berdiameter besar agar
memungkinkan penggunaan bronkoskopi serat optic lentur untu evaluasi,
melokalisir perdarahan dan tindakan penghisapan (suctioning).
- Intubasi paru unilateral dapat dilakukan untuk melindungi paru yang sehat
dari aspirasi darah. Bila sumber perdarahan dari paru kanan, bronkoskop
dimasukkan ke bronkus utama kiri dan paru kiri diintubasi dengan bantuan
bronkoskop. Bila sumber perdarahan dari paru kiri, trakea diintubasi dengan
bantuan bronkoskop, dan penderita dalam posisi lateral kiri untuk
meminimalisasi aspirasi. Kemudian kateter Fogarty nomor 14 F dimasukkan
di samping pipa endotrakeal samapi beberapa sentimeter di bawah cuff.
Kateter Fogarty diarahkan ke bronkus utama kiri dengan bantuan
bronkoskop dan balon dikembangkan di bronkus utama kiri, sehingga
kateter Fogarty berada di paru kanan. Intubasi selektif di paru kanan tidak
disarankan karena memiliki resiko menutupi orifisium lobus atau paru
kanan.
17
- Intubasi dengan kateter lumen ganda (double lumen endotracheal tubes) juga
dapat digunakan untuk mengisolasi paru yang tidak mengalami perdarahan,
sehingga mengurangi resiko aspirasi. Setelah sumber perdarahan diketahui
ujung pipa endotrakea di paru yang mengalami perdarahan ditutup
(clamped), sedangkan ujung pipa endotrakea di sisi yang tidak berdarah
dihubungkan dengan ventilator untuk menjamin ventilasi. Menunjukkan
pipa endotrakeal lumen ganda yang memiliki lumen trakeal dan lumen
bronchial, yang dimasukkan ke bronkus utama kiri. Lumen trakeal tetap
berada di suprakarina dan memberikan ventilasi untuk paru kanan dan
menghindari tertutupnya orifisium lobus atas paru kanan. Pemasangan pipa
endotrakea lumen ganda harus dipasang oleh operator berpengalaman karena
kemungkinan dapat terjadi obstruksi karena pipa endotrakea lumen ganda
tersebut sehingga menghalangi penghisapan jalan napas dan evaluasi dengan
bronkoskop.
1. Bronkoskopi Terapeutik
a. Bilas bronkus dengan larutan garam fisiologis dingin (iced saline
lavage). Pemberian larutan garam fisiologis dingin dimaksudkan
untuk meningkatkan hemostasis dengan menginduksi vasokonstriksi.
Suatu studi tanpa control mengamati 23 penderita yang diberikan
pembilasan dengan aliquot 50 ml sekuansial dengan suhu 4oC (total
500 ml) melalui bronkoskop kaku. Ternyata control perdarahan
dicapai pada 21 penderita.
b. Pemberian obat topical. Pemberian epinefrin topical dengan
konsentrasi 1:20.000 dimaksudkan untuk vasokonstriksi pembuluh
18
darah, namun efektivitasnya masih dipertanyakan terutama pada
hemoptisis massif. Tsukamoto dkk melakukan studi pemberian
thrombin topical dan larutan fibrinogen-trombin. Namun terapi ini
masih perlu penelitian lebih lanjut.
c. Tamponade endobronkial. Isolasi perdarahan menggunakan kateter
balon tamponade (balloon tamponade catheter) dapat mencegah
aspirasi darah ke paru kontralateral dan menjadi pertukaran gas pada
hemoptisis massif.
d. Fotokoagulasi laser (Nd-YAG Laser). FOtoterapi menggunakan laser
Neodymium-Ytrium-Aluminium-Garnet (Nd-YAD) telah digunakan
sebagai terapi paliatif dengan hasil bervariasi pada penderita
hemoptisis massif. Terapi ini digunakan pada penderita dengan
perdarahan endobronkial karena kemampuan koagulasinya.
19
3. Embolisasi Arteri Bronkialis dan Pulmoner
Teknik ini adalah melakukan oklusi pembuluh darah yang menjadi
sumber perdarahan dengan embolisasi transkateter. Embolisasi dapat
dilakukan pada arteri bronkialis dan sirkulasi pulmoner. Tekhnik ini teruatma
dipilih untuk penderita dengan penyakit bilateral, fungsi paru sisa yang
minimal, menolak operasi ataupun memiliki kontraindikasi tindakan operasi.
Terapi ini dapat diulang beberapa kali untuk mengontrol perdarahan.
Embolisasi memiliki angka keberhasilan dalam mengontrol perdarahan
(jangka pendek) antara 64-100%. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu akibat
oklusi arteri bronkialis yaitu nyeri dada, demam maupun emboli ektopik.
4. Bedah
Pembedahan merupakan terapi definitive pada penderita hemoptisis
massif yang sumber perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru
adekuat, tidak ada kontraindikasi bedah, ada kontraindikasi embolisasi arteri
atau kecurigaan perforasi arteri pulmoner dan rupture misetoma dengan
kolateral arteri yang banyak.
Resiko utama hemoptisis massif adalah asfiksi dari darah di dalam saluran
nafas. 5
Terapi umum:5
a. Mempertahankan terbukanya saluran nafas. Pemasangan selag
endotrakeal memungkinkan kita melakukan penghisapan darah dari
saluran nafas dan kemudian menghubungakannya dengan suatu
ventilator. Yang ideal adalah selang endotrakeal dengan lumen ganda.
b. Apabila diketahui lokasi perdarahan, maka pasien harus ditempatkan
dengan paru yang mengalami perdarahan di bawah untuk melindungi
paru yang baik.
c. Menekan batuk dengan kodein fosfat 30-60 mg secara intramuskuler.
d. Mempertahankan tekanan darah dengan darah segar dan plasma
ekspander. Apabila dicurigai terjadi koagulopati, maka dapat diberikan
plasma segar beku (fresh-frozen plasma).
2.9 Komplikasi
- Asfiksia
- Syok hipovolemik
- Anemia
20
- Atelektasis
2.10 Prognosis
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hemoptisis atau batuk darah adalah darah atau dahak berdarah yang
dibatukkan, berasal dari saluran pernapasan bagian bawah (mulai dari glottis kearah
distal). Penderita yang mengalami batuk darah memerlukan pertolongan segera dan
pengawasan medic karena sewaktu-waktu dapat terjadi perdarahan massif yang
berakibat fatal. Penanganan batuk darah pada prinsipnya menjaga jalan napas agar
tidak terjadi asfiksia, menghentikan perdarahan dan penatalaksanaan selanjutnya
tergantung pada etiologi dan lokasi sumber perdarahan.
22
DAFTAR PUSTAKA
23