Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Banyak bayi yang lahir tuli setiap tahun, lebih dari setengah memiliki gangguan menurun.
Penyakit keturunan harus dibedakan dari gangguan pendengaran yang diperoleh. Tidak
semua gangguan pendengaran keturunan hadir pada saat lahir; beberapa anak mewarisi
kecenderungan untuk mengembangkan gangguan pendengaran di kemudian hari.
Abstract
Genetic sensorineural hearing loss include a variety of disorders that affect infants, children,
and adults. Affected individuals may have unilateral or bilateral hearing loss ranging from
mild to very severe. In childhood hearing loss with consideration of some form of adult-onset
hearing loss.
Many babies are born deaf every year, more than half have a hereditary disorder. Hereditary
diseases should be distinguished from acquired hearing loss. Not all descendants hearing loss
is present at birth; some children inherit a tendency to develop hearing loss later in life.
Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir yang
disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat kelahiran.
Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing impaired) atau tuli total (deaf). Tuli
kongenital dibagi menjadi genetik herediter dan non genetik. Tuli kongenital merupakan salah
satu masalah pada anak yang akan berdampak pada perkembangan bicara, sosial, kognitif dan
akademik. Masalah makin bertambah bila tidak dilakukan deteksi dan intervensi secara dini.
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran pada anak diperlukan pemeriksaan
fungsi pendengaran yang lebih sulit dibandingkan orang dewasa. Proses pendengaran pada
anak sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut aspek tumbuh kembang,
perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi, dan audiologi. Pada sisi lain
pemeriksa diharapkan dapat mendeteksi gangguan pada kelompok usia sedini mungkin.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis pada bayi atau anak didapatkan dengan cara alloanamnesa dari
orangtuanya, untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran maka diagnosis dini perlu
dilakukan pada bayi baru lahir sebelum keluar dari rumah sakit.1 Tujuannya untuk
mengetahui sedini mungkin kejadian gangguan pendengaran pada bayi karena tuli berat sejak
lahir memiliki dampak luas pada perkembangan berbicara berbahasa, gangguan kognitif
perilaku sosial emosi dan kesempatan bekerja.
Dengan demikian tuli sejak dini dapat diintervensi dapat dilakukan sedini mungkin
dan bukti memberikan peluang perkembangan yang lebih baik daripada ketulian yang
ditemukan pada anak yang lebih lanjut. Skrining sebaiknya pada semua bayi yang baru lahir
normal maupun bayi normal tanpa resiko. Negara bagian Montana di AS merekomendasikan
program 3-6 bulan untuk deteksi dan intervensi dini yaitu skrining yang dilakukan sampai
umur 1 bulan, diagnosis dilakukan sebelum 3 bulan dan intervensi dilakukan pada umur 6
bulan dan program ini disebut juga Joint Committe on Infant Hearing (2000) menetapkan
pedoman penegakan diagnosa terhadap ketulian sebagai berikut :2
Pemeriksaan Diagnostik
Pada prinsipnya tuli kongenital harus diketahui sedini mungkin. Walaupun derajat
ketulian yang dialami seorang anak hanya bersifat ringan, namun dalam perkembangan
selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berbicara dan berbahasa. Untuk menegakkan
diagnosis sedini mungkin maka diperlukan skrining pendengaran pada anak. Skrining
pendengaran pada bayi baru lahir (Newborn Hearing Screening) dibedakan menjadi: 1
1. Universal Newborn Hearing Screening (UNHS): dilakukan pada semua bayi baru
lahir, sebelum meninggalkan rumah sakit.
1 Targeted Newborn Hearing Screening: dilakukan khusus pada bayi yang mempunyai
faktor resikoterhadap ketulian.
Menurut ketentuan dari American Joint Committee of Infant Hearing tahun 2000,
gold standart untuk skrining pendengaran bayi adalah Automated Otoacoustic Emissions
(AOAE) dan Automated Auditory Brainstem Response (AABR). Program skrining ini telah
dijalankan pada tahun 2001 dan telah diterapkan seutuhnya di Inggris.
OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar
yang tiba di sel-sel rambut luar koklea. OAE bermanfaat untuk mengetahui apakah
koklea berfungsi normal, berdasarkan prinsip elektrofisiologik yang objektif, cepat,
mudah, otomatis, non-invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%. Kerusakan yang
terjadi pada sel-sel rambut luar koklea, misalnya akibat infeksi virus, obat ototoksik,
kurangnya aliran darah yang menuju koklea menyebabkan sel-sel rambut luar koklea
tidak dapat memproduksi OEA. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk bayi yang
baru berusia 2 hari. Selain juga untuk orang dewasa. Pada bayi, pemeriksaan ini dapat
dilakukan saat beristirahat/tidur. Tesnya tergolong singkat dan tidak sakit, namun
memberi hasil akurat. Hasilnya dapat dikategorikan menjadi dua, yakni pass dan refer.
Pass berarti tidak ada masalah, sedangkan refer artinya ada gangguan pendengaran
hingga harus dilakukan pemeriksaan berikut.3
Tes ini melibatkan penempatan sebuah ear-piece kecil ke dalam telinga luar
bayi yang mengirim keluar suara clicking yang lembut. Respons echo kemudian
diukur oleh komputer dan menunjukkan berfungsinya telinga tengah dan dalam
(koklea) bayi. Tes ini dilakukan oleh seorang yang terlatih untuk skrining bayi yang
baru lahir dalam beberapa minggu pertama kehidupan, sering dilakukan sebelum bayi
meninggalkan rumah sakit, tapi kadang-kadang di rumah atau di sebuah klinik
setempat oleh sebuah kesehatan terlatih pengunjung.4
Orang tua tetap dengan bayi mereka sementara tes dilakukan dan dibutuhkan
hanya beberapa menit untuk memberikan hasil. Partisipasi tidak diperlukan dari bayi,
dan mereka seringkali tertidur saat menjalani tes. Jika tes tidak menunjukkan
jawaban yang jelas, maka akan diulang. Ini tidak berarti mereka memiliki
pendengaran karena kadang-kadang kondisi saat pemutaran tidak benar; mungkin
bayi tidak tenang atau mungkin masih terdapat cairan di saluran telinga saat kelahiran.
Jika setelah percobaan kedua AOAE, bayi masih tidak menunjukkan reaksi, mereka
akan dialihkan untuk jenis tes pendengaran kedua yang disebut automated auditory
brainstem response (AABR).4
Kelemahan pemeriksaan ASSR ini adalah tidak dapat menentukan lokasi lesi
dan belum banyak data yang dipublikasikan mengenai pemeriksaan hantaran tulang.
Sampai saat ini penelitian mengenai ASSR masih banyak dilakukan di sentra-sentra
pendengaran terkemuka, namun belum ada data mengenai sensitivitas dan spesifisitas
pemeriksaan ini.4
4 Timpanometri
Cara pemeriksaannya hampir sama dengan OAE. Bayi mulai usia 1 bulan
sudah dapat dilakukan tes ini, Automated ABR yang berfungsi sebagai screening, juga
dengan 2 kategori, yakni pass dan refer. Hanya saja alat ini cuma mampu mendeteksi
ambang suara hingga 40 dB. Sedangkan guna mengetahui lebih jauh gangguan
pendengaran yang diderita, lazimnya dilakukan pemeriksaan lanjutan, dengan BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometry).
Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan pada bayi usia 9 bulan sampai 2,5 tahun.
Pemeriksaan yang hampir sama dengan CORs ini juga berfungsi untuk mengetahui
ambang dengar anak. Tergolong pemeriksaan subjektif karena membutuhkan respons
anak. Namun pada tes ini selain diberikan bunyi-bunyi, alat yang digunakan juga
harus dapat menghasilkan gambar sebagai reward bila anak berhasil memberi
jawaban. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sambil bermain.
7 Play Audiometry
Pemeriksaan yang juga berfungsi mengetahui ambang dengar anak ini dapat
dilakukan pada anak usia 2,5-4 tahun. Caranya dengan menggunakan audiometer
yang menghasilkan bunyi dengan frekuensi dan intensitas berbeda. Bila anak
mendengar bunyi itu berarti sebagai pertanda anak mulai bermain misalnya harus
memasukkan benda ke kotak di hadapannya.
8 Conventional Audiometry
Pemeriksaan ini dapat dilakukan anak usia 4 tahun sampai remaja. Fungsinya
untuk mengetahui ambang dengar anak. Caranya dengan menggunakan alat
audiometer yang mampu mengeluarkan beragam suara, masing-masing dengan
intensitas dan frekuensi yang berbeda-beda. Tugas si anak adalah menekan tombol
atau mengangkat tangan bila mendengar suara.
Working Diagnosis
Congenital Disease Sensorineural Hearing Loss
Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli
sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus)
dan intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau
alcohol). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma
kapitis, trauma akustik dan pajanan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons
serebelum, myeloma multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan menyebabkan
kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan
kemampuan mendengar pada usia lanjut. Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak
karena hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran
Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir yang
disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat kelahiran.
Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing impaired) atau tuli total (deaf).
Epidemiologi
Gangguan pendengaran merupakan masalah kesehatan yang memerlukan perhatian
khusus mengenai 6-8% dari populasi di negara berkembang dan sebagian merupakan defek
yang didapatkan sejak lahir.6 Berdasarkan universal newborn hearing screening (UNHS)
angka kekerapan yang didapatkan akan jauh lebih tinggi lagi.3 Kurang lebih 1,64 dari 1000
anak lahir hidup mengalami tuli kongenital. 1,0 dari 1000 kelahiran hidup mengalami tuli
bilateral, dan 0,64 dari 1000 kelahiran hidup mengalami tuli unilateral.
Patofisiologi
Tuli kongenital paling sering mempengaruhi sel-sel rambut koklea dan menyebabkan
kehilangan pendengaran. Kehilangan pendengaran umumnya bilateral dan frekuensi tinggi
lebih sering daripada frekuensi rendah meskipun audiogram menunjukkan hasil yang
berbeda. Kebanyakan penyebab tuli kogenital tidak diketahui , tetapi kondisi lain dapat
terjadi selama kehamilan karena infeksi Rubella atau CMV yang menyebabkan terjadinya tuli
kogenital.
Tuli kogenital dapat memburuk setelah kelahiran dan tingkat keparahan bervariasi.
Kehilangan pendengaran juga dapat gangguan genetic. Faktor genetik berperan setidaknya
50% dari semua tuli kogenital. Jarang terjadi malformasi kogenital termasuk atresia meatus
auditory internal. Sangat penting untuk mendiagnosa ini karena anak-anak dengan kehilangan
pendengaran tidak menerima implant koklea. Mereka seharusnya memiliki auditory
brainstem implant dimana saraf-saraf pendengaran di bypass perangsangan langsung nucleus
koklear. Sejak kebanyakan masalah tuli kogenital mempengaruhi sel-sel rambut bagian luar,
bayi yang baru lahir sekarang perlu diskrining dengan menggunakan rekaman otoucustic
emission.
Infeksi sering mengenai telinga bagian tengah dan koklea. bakterial menginitis salah
satu penyebab gangguan pendengaran pada anak-anak sebelum imunisasi. Bakteri
menyebabkan meningitis dan kehilangan pendengaran akibat inflamasi pada labirin yang
mengganggu sel rambut dan mengganti labirin membrane dan jaringan ikat yang biasanya
bilateral dan permanen.7
Etiologi
1. Masa pranatal
Faktor Genetik.
Gangguan pendengaran karena factor genetic pada umumnya berupa gangguan
pendengaran bilateral tetapi dapat pula asimetrik dan mungkin bersifat statis maupun
progresif. Kelainan dapat bersifat dominan, resesif, berhubungan dengan kromosom X
(contoh : Hunters syndrome, Alport syndrome, Norries disease ) kelainan mitokondria
( contoh : Kearns- Sayre syndrome) merupakan suatu malformasi pada satu atau beberapa
organ telinga (contoh : stenosis atau atresia kanal telinga eksternal sering dihubungkan
dengan malformasi pinna dan rantai osukler yang menimbulkan tuli konduktif).
Faktor Didapat
o Infeksi
Rubela kongenital , Cytomgealovirus, Toksoplsma virus herpes simpleks,
meningitis bakteri. Otitis media kronik purulenta, mastoiditis, endolabirintis,
kongenital sifilis. Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus menyebabkan gangguan
pendengaran pada 18 % dari seluruh kasus gangguan pendengaran dimana gangguan
pendengaran sejak lahir akibat infeksi Cytomegalovirus sebesar 50%, infeksi Rubela
kongenital 50%, dan Toksoplasma kongenital 10-15%, sedangkan untuk infeksi
herpes simpleks sebesar 10%. Gangguan pendengaran yang terjadi bersifat tuli
sensorineural.
o Neonates hiperbilirubinemia
o Masalah perinatal
Prematuritas, anoksia berat, hiperbilirubinemia, obat ototoksik.
o Obat ototoksik
Obat-obatan yang dapat menyebaban gangguan pendengerana adalah : Golongan
antibiotika : Erythromycin, Gentamicin, Streptomycin, Netilmicin, Amikacin,
Neomycin (pada pemakaian tetes telinga), Kanamyycin, Etiomycin, Vancomycin.
Gologan diuretika : furosemide.
o Trauma
Fraktur tulang temporal, perdarahan pada telinga tengah atau koklea, dislokasi
osikular, trauma suara.
o Neoplasma
Bilateral acoustic neurinoma (neurofibromatosis 2), cerebellopontine tumor, tumor
pada telingah tengah (contoh : rhabdomyosarcoma, glomus tumor).
2. Masa perinatal
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor resiko terjadinay
gangguan pendengaran. Umumnya ketulian yang terjadi akibat factor pranatal dan perinatal
adalah tuli sensorineural bilateral dengan derajat ketulian berat atau sangat berat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tuli kongenital saat kelahiran adalah :
Anoxia
Prematuritas dan berat badan lahir yang rendah
Trauma lahir
Jaundice neonatus
Meningitis neonates
Penggunaan obat-obat ototoksik sewaktu terapi meningitis
3. Masa postnatal
Adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubella, campak, parotis, infeksi (meningitis,
ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal juga dapat menyebabkan tuli
saraf atau tuli konduktif.
Organisme
Manifestasi klinis
(jalur transmisi)
Intra Uterine Growth Retardation
(IUGR), Hepatosplenomegali,
Cytomegalovirus
(transmisi melalui transplasenta lebih korioetinitis, petekie, mikroftlamia,
sering daripada jalur transmisi kalsifikasi serebral, mikrosefali, dan
intrapartum) kelainan pada struktur koklea serta
kerusakan sel organ korti dan nervus
kedelapan.
Penyakit jantung kongenital, IUGR,
hepatosplenomegali, ikterik, purpura,
katarak, glaucoma, korioretinitis,
Rubela (Transplasenta)
retinopati, bone lesions, mikrosefali, dan
reaksi inflamasi dan lesi destruktif pada
koklea.
Vesikel pada kulit, keratokonjungtivitis
Herpes simpleks pada masa neonates, meningoensefalitis,
(Ascending intrapartal infection)
mikrosefali, retardasi mental,
mikroftalmia, dysplasia retina.
Toksoplasma
Korioretinitis, hidrosefalus, mikrosefali.
(hanya melalui transplasenta)
Manifestasi Klinis
Bayi dan anak dengan gangguan pendengaran sering memberikan gejala berupa
keterlambatan bicara (speech delayed). Gagal atau tidak berkembangnya kemampuan berbicara dan
berbahasa merupakan tanda yang menunjukan adanya gangguan pendengaran dan perlu dievaluasi.
Adapun beberapa gejala atau tanda lain pada anak yang mengalami gangguan pendengaran antara lain
:8
Tidak ada respon pada bunyi yang keras pada bayi umur 3-4bulan atau bayi tidak
dapat mengetahui asal dari sumber bunyi.
Bayi hanya melihat ketika dia melihat ibu atau orang lain yang berhadapan
dengannya, sedangkan dia tidak akan melihat apabila tidak berhadapan dengannya
atau meskipun dengan memanggil namanya.
Pada bayi umur 15 bulan yang mengalami keterlambtan berbicara, tidak akan dapat
mengucapkan kata-kata mama.
Bayi atau anak tidak selalu respon ketika dipanggil.
Anak-anak dapat mendengar beberapa bunyi tetapi bunyi yang lainnya tidak.
Faktor Risiko
Penatalaksanaan
Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang
berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
- Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
- Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
- Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita
sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan
yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran). Alat bantu
dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan
fungsi pendengaran sensorineural.
Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh
telinga dalam.Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara.
Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan
bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak.
Penutup
Kesimpulan
Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir dan
merupakan salah satu masalah pada anak yang akan berdampak pada perkembangan bicara,
sosial, kognitif dan akademik. Pada prinsipnya tuli kongenital harus diketahui sedini
mungkin. Untuk menegakkan diagnosis sedini mungkin maka diperlukan skrining
pendengaran pada anak. Pemeriksaan pendengaran anak secara komprehensif yang mencakup
penilaian tingkah laku (behavioral), elektrofisiologis, serta perkembangan motorik, wicara
dan bahasa. Skrining pendengaran bayi baru lahir merupakan usaha untuk deteksi terjadinya
tuli kongenital. Deteksi dini tuli kongenital menggunakan alat oto acoustic emission (OAE)
dan brainstem evoked response audiometry (BERA). Deteksi dini akan meyakinkan diagnosis
tuli kondenital, sehingga intervensi dapat segera dilakukan.
Daftar Pustaka