You are on page 1of 7

Pada Gambar 1 dibawah memperlihatkan perkembangan puskesmas yang

tercatat hingga akhir


tahun 2014 adalah sebanyak 9.731 unit. Jumlah puskesmas ini mengalami
peningkatan sebanyak 76 unit dibandingkan tahun 2013 yang berjumlah 9.665 unit.

Gambar 1. Jumlah Puskesmas di Indonesia, 2009-2014 (Sumber: Kemenkes, Profil Kesehatan Indonesia
2009-2013 dan Data dan Informasi Tahun 2014).

Salah satu indikator yang menggambarkan terpenuhinya kebutuhan masyarakat


akan fasilitas kesehatan adalah rasio puskesmas per 30.000 penduduk. Semakin
besar rasio puskesmas per 30.000 penduduk, semakin baik kondisi fasilitas
kesehatan di suatu daerah. Pada tahun 2014, besarnya rasio puskesmas per 30.000
penduduk adalah 1,08 artinya setiap 30.000 penduduk dilayani oleh 1 sampai 2
puskesmas (Gambar 2). Besarnya rasio puskesmas per 30.000 penduduk selalu
meningkat dari tahun 2009 hingga 2010 dan sedikit menurun tahun 2014. Namun
peningkatan maupun penurunannya tidak signifikan.

Gambar 2. Rasio Puskesmas per 30.000 Penduduk di Indonesia, 2009-2014 (Sumber: Kemenkes, Profil
Kesehatan Indonesia 2009-2013 dan Data dan Informasi Tahun 2014).

Dalam pelayanan kesehatan secara medis, puskesmas dibagi menjadi dua kelompok
yaitu puskesmas rawat inap dan puskesmas non rawat inap. Puskesmas rawat
inap adalah puskesmas yang melayani rawat jalan dan rawat inap, sedangkan
puskesmas non rawat inap hanya melayani rawat jalan. Dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas, beberapa puskesmas non
perawatan ditingkatkan statusnya menjadi puskesmas perawatan (Kemenkes, 2014).
Pada tahun 2014 jumlah puskesmas rawat inap adalah 3.378 unit, naik sebesar 61
unit dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan puskesmas non rawat inap sebanyak
6.353 unit, naik sebesar 15 unit dibandingkan 2013.
Gambar 3. Jumlah Puskesmas Rawat Inap dan Non Rawat Inap di Indonesia, 2009-2014 (Sumber:
Kemenkes, Profil Kesehatan Indonesia 2009-2013 dan Data dan Informasi Tahun 2014).

Baca juga : Rotavirus Penyebab Utama Diare


pada Balita

Perkembangan Rumah Sakit di Indonesia


Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif dapat diperoleh
melalui rumah sakityang juga berfungsi sebagai penyedia pelayanan
kesehatan rujukan (Kemenkes, 2013). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
147/Menkes/PER/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit mengelompokkan rumah
sakit berdasarkan kepemilikan, yaitu rumah sakit publik dan rumah sakit
privat. Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah,
pemerintahdaerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit
privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk perseroan terbatas atau perseroan.

Gambar 4. Jumlah Rumah Sakit Menurut Jenis Pengelola/Kepemilikan Rumah Sakit di Indonesia, 2011-
2014 (Sumber: Kemenkes, Profil Kesehatan Indonesia 2009-2013 dan Data dan Informasi Tahun 2014).
Gambar 5. Jumlah Rumah Sakit Umum (RSU) dan Khusus di Indonesia, 2009-2014 (Sumber: Kemenkes,
Profil Kesehatan Indonesia 2009-2013, Data dan Informasi Tahun 2014).

Pada tahun 2014 Perkembangan Rumah Sakit Umum (RSU) dan Rumah Sakit
Khusus (RSK) masing-masing sebanyak 1.855 unit dan 553 unit RSU dan RSK
masing-masing mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, sebanyak 130 unit
RSU dan 50 unit RSK. Menurut jenisnya rumah sakit ibu dan anak merupakan jenis
RSK terbanyak yaitu mencapai 159 unit, kemudian rumah sakit bersalin sebanyak 99
unit, rumah sakit jiwa sebanyak 51 unit, rumah sakit kusta sebanyak 18 unit, rumah
sakit mata sebanyak 15 unit, rumah sakit TB Paru sebanyak 11 unit, dan RSK lainnya
sebanyak 150 unit (Gambar 4 ).

Gambar 6. Jumlah Rumah Sakit Khusus Menurut Jenis Rumah Sakit di Indonesia, 2009-2013 (Sumber:
Kemenkes, Profil Kesehatan Indonesia 2009-2013 ; Catatan* Menurut Profil Kesehatan Indonesia 2010
jumlah RS khusus 333)

Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada jumlah rumah sakit ibu dan anak,
yaitu 95 unit (tahun 2009) menjadi 159 unit (tahun 2013). Begitu juga dengan
rumah sakit bersalin mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dari 61 unit
tahun 2009 menjadi 99 unit tahun 2013. Sementara untuk jenis rumah sakit
yang lainnya relatif tidak mengalami peningkatan. (Referensi: Profil statistik
kesehatan, 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia).
atio Puskesmas-Jumlah Penduduk Maluku Sesuai Standar WHO
Kamis, Oktober 22, 2015Maluku

Ambon, Tribun-Maluku.com : Ratio perbandingan puskesmas dan puskesmas


pembantu (pustu) yang tersedia dengan jumlah penduduk di Provinsi Maluku sudah
sesuai standar internasional yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
untuk daerah ini.
"Standar WHO untuk Maluku itu satu puskesmas harus melayani kebutuhan
kesehatan masyarakat sebanyak 30.000 orang," kata Sekda Maluku Ros Farfar di
Ambon, Kamis (22/10).

Penjelasan Sekda selaku ketua tim anggaran eksekutif disampaikan dalam rapat
paripurna DPRD Maluku terkait pembahasan daftar isian masalah (DIM) APBD
Perubahan 2015.

Saat ini terdapat 197 puskesmas dan pustu di Maluku yang harus menangani 1,8
juta penduduk di sebelas kabupaten dan kota.

Menurut Sekda, meski sudah memiliki sarana puskesmas dan pustu yang cukup
untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, pemerintah masih
mengalami kesenjangan di sektor kesehatan seperti terbatasnya tenaga dokter.

Salah satu solusi yang ditempuh pemerintah daerah saat ini adalah mengoptimalkan
keberadaan Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon.

"Sejak didirikan tahun 2008, pemprov setiap tahun mengalokasikan dana dari APBD
murni sebesar Rp2,4 miliar untuk menunjang program pendidikan kedokteran," ujar
Sekda.

Oleh karena itu, beberapa kali setelah dilakukan pertemuan dengan DPRD provinsi,
ada program dokter PTT dan lainnya.

Kemudian, kebijakan yang diambil dari pemda adalah untuk mendorong para dokter
itu mengikuti pendidikan spesialis dan harus kembali mengabdi ke daerah.

"Untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan spesialis, dokter PTT ini


harus mendapat rekomendasi pemerintah daerah sebagai salah satu syarat utama,"
tandasnya.

Tetapi pemda bisa memberikan rekomendasi dengan catatan setelah menyelesaikan


studinya, mereka harus kembali mengabdi di pemprov Maluku.

"Kita juga membuat beberapa kebijakan untuk mendorong para dokter itu bersedia
mengabdi di sini, antara lain pemberian intensif-intensif tertentu kepada mereka,"
kata Ros.

You might also like