You are on page 1of 21

Senin, 16 Mei 2011

Eritropoiesis (pembentukan sel darah merah)

Setiap orang memproduksi sekitar 1012 eritrosit baru tiap


hari melalui proses eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan
baik. Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor
CFUGEMM (unit pembentuk koloni granulosit, eritroid, monosit, dan
megakariosit), BFUE (unit pembentuk letusan eritroid), dan CFU
eritroid yang menjadi prekursor eritrosit dan dapat dikenali pertama
kali di sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel
besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan
nukleoli, serta kromatin yang sedikit menggumpal. Pronormoblas
menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin
kecil melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini juga
mengandung hemoglobin yang makin banyak dalam sitoplasma,
warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA
dan aparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti
menjadi makin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas
kemudian berlanjut di dalam sumsum tulang dan menghasilkan
stadium retikulosit yang masih mengandung sedikit RNA ribosom
dan masih mampu mensintesis hemoglobin. Sel ini sedikit lebih
besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari dalam
sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari
sebelum menjadi matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang
seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah muda seluruhnya
memilki bentuk cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas
biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah berinti
(normoblas) tampak dalam darah apabila eritropoiesis terjadi di luar
sumsum tulang (eritropoiesis ekstramedular) dan juga terdapat
pada beberapa penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak
ditemukan dalam darah tepi manusia yang normal.

Prekursor eritrosit paling awal adalah proeritroblas. Sel ini


relatif besar dengan garis tengah 12m sampai 15 m. Kromatin
dalam intinya yang bulat besar tampak berupa granula halus dan
biasanya terdapat dua nukleolus nyata. Sitoplasmanya jelas
basofilik. Sementara proeritroblas berkembang, jumlah ribosom dan
polisom yang tersebar merata makin bertambah dan lebih
menonjolkan basofilianya.

Turunan proeritroblas disebut eritroblas basofilik. Sel ini agak


lebih kecil daripada proeritroblas. Intinya yang bulat lebih kecil dan
kromatinnya lebih padat. Sitoplasmanya bersifat basofilik merata
karena banyak polisom, tempat pembuatan rantai globin untuk
hemoglobin.

Sel pada tahap perkembangan eritroid disebut eritroblas


polikromatofilik. Warna polikromatofilik yang tampak terjadi akibat
polisom menangkap zat warna basa pada pulasan darah, sementara
hemoglobin yang dihasilkan mengambil eosin. Inti eritroblas
polikromatofilik agak lebih kecil daripada inti eritroblas basofilik, dan
granula kromatinnya yang kasar berkumpul sehingga
mengakibatkan inti tampak sangat basofilik. Pada tahap ini tidak
tampak anak inti. Eritroblas polikromatofilik merupakan sel paling
akhir pada seri eritroid yang akan membelah.

Pada tahap pematangan berikutnya disebut dengan


normoblas, inti yang terpulas gelap mengecil dan piknotik. Inti ini
secara aktif dikeluarkan sewaktu sitoplasmanya masih agak
polikromatofilik, dan terbentuklah eritrosit polikromatofilik. Eritrosit
polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai retikulosit dengan
polisom yang masih terdapat dalam sitoplasma berupa retikulum

Sintesis Hemoglobin

Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi terkoordinasi heme dan


globin. Heme adalah kelompok prostetik yang memediasi pengikatan
reversibel oksigen oleh hemoglobin. Globin adalah protein yang
mengelilingi dan melindungi molekul heme.

Sintesis heme
Heme disintesis dalam serangkaian langkah yang melibatkan kompleks
enzim dalam mitokondria dan dalam sitosol sel (Gambar 1). Langkah
pertama dalam sintesis heme terjadi di mitokondria, dengan kondensasi
suksinil KoA dan glisin oleh ALA sintase untuk membentuk 5-aminolevulic
acid (ALA). Molekul ini diangkut ke sitosol mana serangkaian reaksi
menghasilkan struktur cincin yang disebut coproporphyrinogen III. Molekul
ini kembali ke mitokondria di mana reaksi samping menghasilkan
protoporhyrin IX.
Biosintesis heme Para ferrochelatase enzim
memasukkan besi ke dalam
struktur cincin protoporfirin IX
untuk memproduksi heme. Gila
produksi heme menghasilkan
berbagai anemi. Kekurangan zat
besi, menyebabkan dunia yang
paling umum dari anemia,
mengganggu sintesis heme
sehingga menghasilkan
anemia. Sejumlah obat dan racun
secara langsung menghambat
produksi heme dengan
mengganggu enzim yang terlibat
dalam biosintesis heme. Timbal
umumnya menghasilkan anemia
yang substansial oleh sintesis
heme menghambat, terutama
pada anak.

Gambar 1 Biosintesis Heme. Sintesis globin


The sythesis heme adalah proses
kompleks yang melibatkan beberapa Dua rantai globin yang berbeda
langkah enzimatik. Proses ini dimulai di (masing-masing dengan molekul
mitokondria dengan kondensasi suksinil- heme individu) bergabung untuk
KoA dan glisin untuk membentuk 5- membentuk hemoglobin. Salah
aminolevulinic asam. Serangkaian satu rantai alfa ditunjuk.Rantai
langkah-langkah dalam sitoplasma kedua disebut "non-
menghasilkan coproporphrynogen III, alpha". Dengan pengecualian
yang kembali memasuki dari minggu-minggu pertama
mitokondria. Langkah-langkah enzimatik dari embriogenesis, salah satu
akhir memproduksi heme. rantai globin alpha
selalu. Sejumlah variabel
mempengaruhi sifat rantai non-alfa di molekul hemoglobin. Janin memiliki
rantai non-alpha yang berbeda disebut gamma. Setelah lahir, sebuah
rantai globin alpha non-berbeda, yang disebut beta, berpasangan dengan
rantai alfa. Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua non-alpha
menghasilkan rantai molekul hemoglobin lengkap (total empat rantai per
molekul).

Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai gamma bentuk "janin"
hemoglobin, disebut "hemoglobin F". Dengan pengecualian dari 10
sampai 12 minggu pertama setelah pembuahan, hemoglobin janin adalah
hemoglobin utama dalam janin. Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua
rantai beta bentuk "dewasa" hemoglobin, juga disebut "hemoglobin
A". Meskipun hemoglobin A disebut "dewasa", menjadi hemoglobin
mendominasi dalam waktu sekitar 18 sampai 24 minggu setelah
kelahiran.

Pasangan dari satu rantai alfa dan satu non-alpha rantai menghasilkan
dimer hemoglobin (dua rantai). Dimer hemoglobin tidak efisien
memberikan oksigen, namun. Dua dimer bergabung untuk membentuk
tetramer hemoglobin, yang merupakan bentuk fungsional
hemoglobin. Karakteristik biofisik kompleks tetramer hemoglobin
memungkinkan kontrol indah serapan oksigen di paru-paru

dan melepaskan dalam jaringan yang diperlukan untuk mempertahankan


kehidupan.

Gen-gen yang mengkode rantai alfa globin adalah pada kromosom 16


(Gambar 2). Mereka yang menyandikan non-rantai globin alpha berada
pada kromosom 11. Beberapa gen individu disajikan di setiap
situs. Pseudogen juga hadir di setiap lokasi. Kompleks alfa disebut "alpha
globin lokus", sedangkan kompleks dan non-alfa disebut "lokus globin
beta". Ekspresi gen alpha-alpha dan non erat seimbang dengan
mekanisme yang tidak diketahui.Ekspresi gen seimbang diperlukan untuk
fungsi sel normal merah. Gangguan keseimbangan menghasilkan
gangguan yang disebut talasemia .

Gambar 2. Representasi skematis dari lokus globin


gen. Panel bawah menunjukkan lokus globin alpha
yang berada pada kromosom 16. Masing-masing dari
empat gen globin alpha berkontribusi untuk sintesis
protein globin alfa. Panel atas menunjukkan lokus
globin beta.Gen-gen globin gamma dua aktif selama
pertumbuhan janin dan memproduksi hemoglobin F.
"dewasa" gen, beta, mengambil alih setelah lahir.
Globin alpha Lokus
Setiap kromosom 16 memiliki dua gen globin alpha yang selaras satu
setelah yang lain pada kromosom. Untuk tujuan praktis, dua gen globin
alph (disebut alpha1 dan alpha2) adalah identik. Karena setiap sel
memiliki dua kromosom 16, total empat gen globin alpha ada di setiap
sel. Masing-masing dari empat gen memproduksi sekitar seperempat dari
rantai globin alpha diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Mekanisme
koordinasi ini tidak diketahui.Ada 5 elemen promotor 'untuk setiap gen
globin alpha. Selain itu, wilayah enhancer kuat disebut kontrol lokus
wilayah (LCR) diperlukan untuk ekspresi gen yang optimal. LCR ini banyak
kilobasa hulu dari lokus globin alfa.Mekanisme yang begitu jauh unsur-
unsur DNA dari gen mengendalikan ekspresi mereka adalah sumber
investigasi intens. Gen-gen embrio transiently menyatakan bahwa
pengganti alpha sangat awal dalam pembangunan, zeta ditunjuk, juga
dalam lokus globin alfa.

Beta globin Lokus


Gen-gen dalam lokus globin beta disusun berurutan dari 5 'ke 3' dimulai
dengan gen diekspresikan dalam perkembangan embrio (yang 12 minggu
pertama setelah pembuahan; episolon disebut). Beta lokus globin berakhir
dengan gen globin beta dewasa. Urutan gen adalah: epsilon, gamma,
delta, dan beta. Ada dua salinan gen gamma pada setiap kromosom
11. Yang lain yang hadir dalam salinan tunggal. Oleh karena itu, setiap sel
memiliki dua gen globin beta, satu di masing-masing dari dua kromosom
11 dalam sel. Gen globin beta dua mengekspresikan protein globin
mereka dalam jumlah yang justru cocok dengan empat gen globin
alpha. Mekanisme ungkapan ini seimbang tidak diketahui.

Sintesis Hemoglobin ontogeni


Manusia hemoglobin

Embrio hemoglobin Hemoglobin janin Dewasa hemoglobin

Gower 1 - carolina (2),


epsilon (2) hemoglobin A-alpha (2),
Gower 2 - alpha (2), hemoglobin F-alpha (2), beta (2)
epsilon (2) gamma (2) hemoglobin A2-alpha
Portland-zeta (2), (2), delta (2)
gamma (2)

Gen globin diaktifkan secara berurutan selama pengembangan, bergerak


dari 5 'ke 3' pada kromosom. Gen zeta dari cluster gen globin alpha
diekspresikan hanya selama beberapa minggu pertama
embryogensis. Setelah itu, gen globin alpha mengambil alih. Untuk cluster
gen globin beta, epsilon gen diungkapkan awalnya selama
embryogensis. Gen gamma adalah diekspresikan selama perkembangan
janin. Kombinasi dari dua gen alfa dan dua gen gamma bentuk
hemoglobin janin, atau hemoglobin F. Sekitar saat kelahiran, penurunan
produksi globin gamma dalam konser dengan kenaikan dalam sintesis
globin beta. Sebuah jumlah yang signifikan hemoglobin janin berlangsung
selama tujuh atau delapan bulan setelah lahir. Kebanyakan orang hanya
memiliki jumlah jejak, jika ada, dari hemoglobin janin setelah
bayi. Kombinasi dari dua gen alfa dan dua gen beta terdiri dari
hemoglobin dewasa normal, hemoglobin A. Gen delta, yang terletak
antara gen gamma dan beta pada kromosom 11 menghasilkan sejumlah
kecil delta globin pada anak-anak dan orang dewasa. Produk dari gen
globin delta disebut A2 hemoglobin, dan biasanya terdiri kurang dari 3%
dari hemoglobin pada orang dewasa, terdiri dari dua rantai alfa dan dua
rantai delta.

HEMOGLOBIN
1. Pengertian
Hemoglobin (Hb) adalah suatu substansi protein dalam sel-sel darah
merah yang terdiri dari zat besi, yang merupakan pembawa oksigen.
Setiap molekul hemoglobin tersusun atas 4 kandungan hem yang identik
dan terikat pada 4 rantai globin. Keempat rantai globin ini terdiri atas 2
rantai alfa dan 2 rantai lagi berlainan, sesuai dengan jenis hemoglobin
yaitu rantai beta untuk HbA, rantai delta untuk HbA2 dan rantai gama
untuk HbF. Menurut Sacher (2004), Untuk laki-laki dewasa kadar normal
hemoglobin adalah 13,5 - 18,0 gr% perempuan normal adalah 12 - 16 gr
%. Wanita hamil normal 11 13 gr%.

2. Metabolisme
Sintesis hem dan globin diatur secara cermat. Bagian hem pada
hemoglobin terdiri dari empat struktur 4 karbon berbentuk cincin simetris
yang disebut cincin pirol, yang membentuk satu molekul porfirin.
Biosintesis hem melibatkan dua pembentukan bertingkat sebuah rangka
porfirin, diikuti oleh insersi besi ke masing-masing dari empat gugus hem.
Sintesis globin juga dipicu oleh hem bebas. Sintesis globin terutama
terjadi di eritroblas dini, atau basofilik dan berlanjut dengan tingkat yang
terbatas, bahkan sampai di retikulosit tidak berinti. Insersi empat molekul
hem ke dalam empat molekul globin merupakan tahap terakhir dari
sintesis hemoglobin. Hem disintesis di , mitokondria dan penggabungan
globin terjadi di sitoplasma eritrosit yang sedang berkembang.
Penghancuran sel darah merah terjadi dalam sistem retikuloendotelial
oleh hati dan limpa. Mula-mula besi dilepaskan dan dikembalikan ke
dalam sumsum tulang yang diangkut oleh transferin untuk digunakan
kembali atau disimpan sebagai cadangan. Rantai globin dirombak dan
asam amino yang dilepaskan disimpan untuk digunakan pada sintesa
protein. Sisa cincin porfirin dirombak menjadi biliverdin kemudian menjadi
bilirubin yang tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut lalu diangkut ke hati
untuk diekskresi.

3. Eritropoeisis
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum
tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang
dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin
adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel
interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan
oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk
sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua
stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan
sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel,
eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi, mempercepat
pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel
untuk masuk dalam sirkulasi.

4. Metode Pengukuran
Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan bermacam-macam
cara. Cara yang sering digunakan dalam laboratorium klinik ialah cara
fotoelektrik dan kolorimetrik visual. Cara kolorimetrik visual menggunakan
metode Sahli, berdasarkan atas perubahan hemoglobin menjadi asam
hematin, kemudian warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan
standar dalam alat itu. Ketelitian yang dicapai cukup baik dengan tingkat
kesalahan mencapai 10% penentuan hemoglobin. Kekurangan cara ini
warna standar dari alat Sahli lama-lama akan menjadi pucat karena
pengaruh sinar matahari sehingga perlu dikalibrasi dengan metode
Cyanmethemoglobin menggunakan Spektrofotometer untuk diberikan
faktor koreksi.
Kadar hemoglobin dalam darah diukur kadarnya dengan metode
cyanmethemoglobin sesuai dengan rekomendasi International Committee
for Standardization in Haematology (ICSH). Ion ferro pada hemoglobin
dioksidasi menjadi bentuk ferri oleh kalium ferricyanida membentuk
Methemoglobin, kemudian bereaksi dengan cyanida membentuk
Cyanmethemoglobin yang diukur secara spektrofotometer. Pengukuran
dengan menggunakan faktor dapat menyebabkan hasil kurang akurat dan
bias, untuk itu direkomendasikan menggunakan Standar hemoglobin.
Cara automatik memungkinkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin
diukur dengan cepat dan teliti. Hemoglobin ditentukan secara tidak
langsung dengan mengolah data mengenai jumlah dan volume eritrosit,
konduktivitas elektrik dan variabel lain yang ditunjukkan oleh instrumen.

5. Nilai Normal
Nilai batas ambang (cut off point) anemia di Indonesia menurut
Departemen Kesehatan sebagai berikut :
a. Bayi baru lahir (aterm) : 16,5 + 3,0 g/dL
b. Bayi 3 bulan : 11,5 + 2,0 g/dL
c. Anak usia 1 tahun : 12,0 + 1,5 g/dL
d. Anak usia 10-12 tahun : 13,0 + 1,5 g/dL
e. Wanita tidak hamil : 14,0 + 2,5 g/dL
f. Pria dewasa : 15,5 + 2,5 g/dL
g. Anak prasekolah : 11 g/dL
h. Anak sekolah : 12 g/dL
i. Wanita hamil : 11 g/dL
j. Ibu menyusui (3 bln post partus): 12 g/dL
k. Wanita dewasa : 12 g/dL
l. Pria dewasa : 13 g/dL
Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin (WHO). (Menkes RI
736 a/menkes/XI/1989)

Anemia Akibat Gangguan Sintesis Hemoglobin (patofis)


In ILMU dasar medis!! on 05/07/2009 at 00:31
Eritrosit (Sel darah merah/SDM) berperan untuk mentranspor O2, CO2 dan
juga sistem dapar. Hemoglobin (Hb) penting untuk keseluruhan fungsi
tersebut. Hb terdiri atas 4 subunit (HbA terdiri atas 2alpha, 2betha) yang
masing-masing terbentuk dari tiga komponen: protoporfirin, zat besi (Fe2)
dan globin (alpha atau betha). Jika Fe2 bergabung dengan protoporfirin
akan terbentuk heme. Jika terjadi defisiensi atau gangguan pada salah
satu komponen, sintesis Hb akan terhambat. Pada keadaan ini, SDM
berukuran kecil (MCV rendah) dan kadar Hb-nya berkurang (MCH rendah)
(anemia mikrositik hipokrom).

Gangguan sintesis protoporfirin disebabkan oleh kelainan enzim yang


diturunkan, misalnya anemia sideroblastik herediter (kelainan gen). Pada
keadaan ini, pembentukan asam delta-aminolevulinat (delta-ALA) dari
glisin dan suksinil KoA berkurang, demikian juga dengan sintesis heme.
Heme menghambat delta-ALA sintase melalui jalur umpan-balik negatif.
Jika konsentrasi heme sekarang dikurangi, enzim menjadi tidak
terhambat, dan sekalipun terdapat kelainan, heme yang dibentuk masih
dalam jumlah yang cukup. Kelainan pada enzim berikutnya akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi produk antara. Sementara
kecepatan pembentukan heme ditingkatkan, metabolit ini dapat
menyebabkan gangguan lain yang disebut porfiria
Gangguan sintesis globin: normalnya Hb dibentuk dari 2 rantai alpha
dengan masing-masing mengandung 141 asam amino, dan 2 rantai betha
yang mengandung 146 asam amino (HbA1= HbA alpha-2 betha-2). Hanya
23% Hb yang mengandung rantai delta dan bukannya rantai betha (Hb
alpha-2 delta-2). Sebelum lahir, Hb yang terbentuk memiliki afinitas yang
tinggi terhadap terhadap O2 (adaptasi terhadap PO2 yang rendah di
plasenta). Hb janin ini (HbF) mengandung rantai gama (Hb alpha-2 gama-
2) dan bukannya rantai betha.

Karakteristik Hb (kelarutan, afinitas terhadap O2, kemampuan


mengoksidasi, dll) bergantung pada rangkaian asam amino tertentu.
Namun, lebih dari 300 varian Hb yang ditentukan secara generik, sejauh
ini tela diketahui tidak memiliki gangguan fungsi yang signifikan. Tetap
pada sisi lain, kesalahan pada satu asam amino saja (rantai betha pada
posisi ke-6 ditempati oleh valin dan bukannya glutamate= HbS) dapat
menyebabkan gangguan fungsi yang sangat luas, seperti terlihat pada
anemia sel sabit, yang disebabkan oleh kelainan gen homozigot. Dalam
bentuk deoksigenasi, HbS beragregasi yang menyebabkan eritrosit
menjadi berbentuk sabit. Bentuk sel sabit ini tidak dapat diubah kembali
dan akan terperangkap di kapiler sehingga menimbulkan penyumbatan
pada pembuluh darah kecil. Agregasi HbS memerlukan waktu beberapa
menit sehingga terutama akan mempengaruhi kapiler yang aliran
darahnya lambat (limpa, vasa rekta medulla ginjal). Jika secara umum
aliran darah melambat (syok) ayau terjadi hipoksia, kelainan dapat
menyebar ke organ lain (misal, ke jantung). Penyumbatan pada pembuluh
darah akan semakin memperlambat suplai darah ke daerah yang terkena
dan PO2 akan terus menurun sehinggat terjadi lingkaran setan (krisis).
Anemia sel sabit hampir hanya terjadi pada orang kulit hitam. Mereka
atau para pendahulunya berasal dari daerah Afrika Tengah dengan
prevalensi malaria yang tinggi. Survival kelainan gen pada 40%
penduduk di Afrika Tengah dapat dijelaskan dengan fakta bahwa
pembawa gen yang heterozigot memiliki perlindungan terhadap tipe
malaria yang berbahaya (keuntungan selektif) meskipun kenyataannya
sampai sekarang penyakit ini bersifat mematikan pada anak yang
homozigot.

Pada thalasemia-betha, pembentukan rantai betha terbatas sehingga


menyebabkan kekurangan HbA. Keadaan ini hanya dapat dikompensasi
sebagian dengan meningkatkan pembentukan HbA2 dan HbF.
Penggabungan Fe2 berkurang sehingga Fe2 tetap berada di dalam
eritrosit (sideroakseria) dan dapat terakumulasi di dalam tubuh dalam
jumlah yang besar (hemokromatosis sekunder). Meskipun resistensi
osmotic SDM sebenarnya meningkat, secara mekanik kerentanan SDM
justru meningkat (pemecahan yang cepat di limpa, hemolisis dini).
Sementara tipe heterozigot (thalasemia minor) jarang menimbulkan
gejala, tipe homozigot (thalasemia mayor) dapat menyebabkan kematian
bahkan sebelum pubertas. Thalasemia-alpha termasuk kasus yang jarang
terjadi. Keadaan tersebut biasanya menyebabkan kematian pada janin
karena tanpa rantai-alpha, HbF juga tidak dapat terbetuk. Hb gama4 yang
dibentuk pada masa janin, dan Hb betha4 yang muncul setelah lahir,
tampaknya merupakan pengganti yang tidak memadai untuk membentuk
Hb yang normal.
ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROM
PENDAHULUAN :
Hal yang harus diingat :1. Anemia bukan penyakit, tetapi
tanda/gejala2. Anemia adalah proses yang terus
berubah3 . A n e m i a b a n y a k d i j u m p a i p a d a o r a n g t u a , t e t a p i m e
n j a d i t u a b u k a n p e n y e b a b anemia
4.
Untuk menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan laboratoriumSekali lagi
diingatkan, Anemia bukan suatu penyakit, tetapi keadaan yang ditandai
denganmenurunnya kadar hemoglobin di bawah nilai normal yang
diikuti dengan menurunnyanilai hematokrit. Kadar Hb tergantung dari umur,
jenis kelamin, letak geografis dan metodepemeriksaan.Nilai normal kadar Hb orang
indonesia menurut Depkes, sesuai dengan. Kadar Hb akan meningkar 1 g/dL
pada ketinggian 2.000 m dan meningkat 2 g/dL padaketinggian 3.000 m.
Pemeriksaan kadar Hb yang dianjurkan adalah dengan caraspektrofotometer,
menggunakan reagen sianmethemoglobin.Untuk mengetahui penyebab
anemia maka diperlukan data klinis, pemeriksaan fisik
danlaboratorium.Gejala Klinis anemia :
-
Sesak napas setelah kegiatan fisik
-
Lemah, letih, sakit kepala
-
Pada orang tua disertai tanda payah jantung, angina pektorisPemeriksaan fisik :
-
Pucat, takikardi, denyut nadi kuat
-
Pembesaran jantung
-
Bising sitolik
-
Gejala klinis khusus :
o
Koilonikia --> anemia defisiensi besi
o
Ulkus kruris --> anemia sel sabit, thalasemia
o
Neuropathi --> anemia defisiensi B12
o
Ikterik --> anemia hemolitik
Klasifikasi anemia secara Morfologi dan Etiologi
Secara Morfologi
:

ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROM

ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM

ANEMIA MAKROSITIK
Secara Etiologi :

KEHILANGAN DARAH:

AKUT

KRONIS

ERITROPOESIS MENURUN

ANEMIA GIZI : kekurangan asam Folat, B12, Besi dll.

KEGAGALAN SUMSUM TULANG : anemia aplastik, anemia
padakeganasan

DESTRUKSI MENINGKAT

HEREDITER : Kln membran eritrosit, Kln Enzim, Hb-pathy

DIDAPAT : Kln imunologik, mekanik, infeksi, zat kimia, dll

Penyebab kelainan:

GANGGUAN SINTESIS HEME


GANGGUAN METABOLISME BESI (Fe)
Kekurangan besi
Anemia, Penyakit menahun
atransferinemia
GANGGUAN SINTESIS PROTOPORFIRIN
Gangguan ALA sintetase
Corpoporfirinogen sintetase
Def. Heme-sintetase
Intoksikasi Pb
deopathik

GANGGUAN SINTESIS GLOBIN


THALASEMIA
HB VARIAN
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DARAH TEPI :
MIKROSITIK HIPOKROMtergantung kadar Hb dan nilai Ht
Bila Hb <10 g/dL & Ht < 34% Mikrositik ringan
Bila Hb < 9 g/dL & Ht < 27% jelas
ANISO-POIKILOSITOSIS
SEL PENSIL
Sel Sasaran +, Ovalosit +

BESI TUBUH
BESI SERUM (Serum Iron) MENURUN [nilai normal : 70 180 mg/dL]
DAYA IKAT BESI TOTAL (Total Iron Binding Capacity ) MENINGKAT [nilai normal :
250 400 mg/dL]
SATURASI TRANSFERIN : SI/TIBC x 100% Normal : 20 45%
Bila Saturasi Transferin < 5% pasti An. Def Besi
FERITIN dan HEMOSIDERIN MENURUN
PEMERIKSAAN SUMSUM TULANG
Hiperseluler eritropoesis hiperaktif
Banyak METARUBRISIT (dengan sitoplasma lebih biru)
HEMOSIDERIN BERKURANG

PEMERIKSAAN KHUSUS cari etiologi


Analisa makanan
Tumor markers
Hemostasis,
Parasit,
Hemoglobinuria, Hemosiderinuria

ANEMIA SIDEROBLASTIK
ETIOLOGI
:Gangguan pembentukan Protoporfirin Timbunan besi di mitokondria
eritrosit berinti RINGED SIDEROBLAST
Bila butir besi di eritrosit SIDEROSIT
Kelainan bisa:

KONGENITALDiturunkan secara Sex linked recessive Defisiensi enzim DELTA


AMINO LEUVULANIC ACID SYNTHETASE
DIDAPAT
Keganasan sumsum tulang ( sindroma mielodisplastik, mielosklerosis,lekemia,
mieloma)
OBAT-OBATAN
anti-tuberkulosis --> INH,
etanol,
Chloramphenicol
Sitostatik --> cycloserine
Toxin : Zn
Makanan : Def. Pyridoxin, Timah

LABORATORIUM
SEDIAAN APUS DARAH TEPIDimorfi k (normositik normokrom, mikro
sitikhipokrom, makrositik)
Dengan pulasan Besi tampak SIDEROSIT
SUMSUM TULANG
Hiperplasia eritrosit dengan RINGED SIDEROBLAST pada 10 40% eritrosit berinti
Saturasi Transferin MENINGKAT > 55 %
FERITIN SERUM MENINGKAT
Timbunan besi pada organ tubuh HEMOKROMATOSIS

HEMOGLOBINOPATHY
Disebabkan mutasi DNA Sintesis GLOBIN Terganggu
Perubahan struktur Hb Varian
Berkurangnya sintesis rantai globin Thalasemia

LABORATORIUM:
DARAH TEPI:
Thalasemia Minor :
Eritrosit Mikrositik Hipokrom
Aniso-poikilositosis TANPA SEL PENSIL
Thalasemia Mayor
Eritrosit Bizare,
Sel Target 5 30%
Eritrosit berinti
Eritrosit dengan BINTIK BASOFIL

SUMSUM TULANG:

Hiperselluler
Eritropoesis hiperaktif RUBRISIT
Cadangan besi meningkatELEKTROFORESA HEMOGLOBIN
Neonatus dengan Thalasemia aHb Bart ( 4)
Dewasa dengan Thalasemia aHbH ( 4)
Thalasemia b minor HbA2 dan HbF meningkat

ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI (ANEMIA MIKROSITIK


HIPOKROMIK )
Definisiensi Besi

Adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut
oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi.

Terdapatnya zat Fe dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemery dan Goeffy (1713),
kemudian Pierre Blaud (1831) mendapatkan bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan
krorosis, anemia akibat defisiensi Fe.

Farmakokinetik

Absorbsi fe malalui saluran cerna terutama berlangungsung di duodenum, makin ke distal


absorbsinya makin berkurang. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan
zat besi rendah, maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau
kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel mukosa ke sumsum
tulang tulang untuk eritropoesis.

Makanan yang mengandung 6 mg fe/1000 kilokalori akan diabsorbsi 5-10% pada orang normal.
Absorbsi dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin c, HCl, suksinat dan senyawa asam
lain. Sebaliknya absorbsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium
karbonat, alumnium hidroksida dan magnesium hidroksida.
Setelah diabsorbsi fe dalam darah akan diikat oleh tranferin (suatu beta-1-globulin glikoprotein)
kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe.

Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam bentuk terikat
sebagai feritin.

Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan
disimpan terutama dalam hati, sedangkan setelah pemberian oral terutama akan disimpan di limpa
dan sumsum tulang.

Jumlah Fe yang diekskresi tiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0.5-1 mg sehari. Ekskresi
terutama berlangsung melalui saluran sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu
juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong.

Pada Wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi sehubungan denga
haid diperkirakan sebanyak 0.5- 1 mg sehari.

Penyebab

Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia
subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi
selama hamil.

Penyebab lain defisiensi besi adalah:


1. Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia
antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja
2. Gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi.
3. Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena
polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.

Terjadinya anemia karena kekurangan zat besi


Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium,
gejalanya baru timbul pada stadium lanjut.
1. Stadium 1.Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan dalam
tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah
berkurang secara progresif.
2. Stadium 2.Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk
pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.
3. Stadium 3.Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal,
tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.
4. Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan
mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil
(mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.
5. Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan
timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin
memburuk.

Gejala

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya.
Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu:
Pika : suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti es batu, kotoran atau
kanji
Glositis : iritasi lidah
Keilosis : bibir pecah-pecah
Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

Sediaan dan Dosis

Untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam fero dari sulfat, fumarat, glukonat,
suksinat, glutamat dan laktat.

Sediaan yang banyak digunakan dan murah ialah hidrat sulfas Ferous (FeSO4.7H2O) 300 mg yang
mengandung 20% fe. Untuk anemia berat biasanya diberikan 3 kali 300 mg sulfas ferosus sehari
selama 6 bulan.

Fero sulfat dan fero fumarat dosis efektifnya 600-800 mg/hari dalam dosis terbagi. Fero glukonat,
fero laktat, fero karbonat dosis efektifnya sama dengan fero sulfat.

Untuk suntikan IM atau IV hanya dibenarkan bila pemberian oral tidak mungkin, misalnya penderita
intoleran terhadap sediaan oral. Iron dextran (imferon) mengandung 50 mg fe setiap ml (larutan
5%) untuk penggunaan IM atau IV. Dosis total yang diperlukan dihitung berdasarkan beratnya
anemis, yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb. Pada hari pertama disuntikan 50 mg,
dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari atau beberapa hari sekali.

Untuk memperkecil reaksi toksis pada pemberian IV, dosis permulaan tidak boleh melebihi 25 mg,
dan diikuti dengan peningkatan bertahap untuk 2-3 hari sampai tercapai dosis 100 mg/hari. Obat
harus diberikan perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikan 20-50 mg/menit.
Efek samping

Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral. Gejala yang
timbuk dapat berupa mual dan nyeri lambung ( 7-20%), konstipasi ( 10%) , diare ( 5%) Dan kolik.
Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian
sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorbsi dapat berkurang.

Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan yaitu berupa rasa
sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal.
Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV. Reaksi yang dapat terjadi
dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardia,
flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps sirkulasi.
Sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam -24 jam setelah suntikan misalnya sinkop,
demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan dan
ensefalopatia.

Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada anak akibat
menelan terlalu banyak tablet FeSO4 yang mirip gula dan dapat terjadi setelah menelan Fe
sebanayak 1 gr. Kelaianan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai
terjadi nekrosis. Gejala yang terjadi seringkali berupa mual, muntah, hematemesis, serta feses
berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna, syok dan akhirnya kolaps kardiovaskuler
dengan bahaya kematian. Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pilorus dan terbentuknya
jaringan parut berlebihan dikemudian hari.

Gejala keracunan dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum obat.
Terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : pertama-tama diusahakan agar penderita
muntah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe.
Bila obat diminum kurang dari 1 jam sebelumnya, dapat dilakukan bilasan lambung dengan
menggunakan natrium bikarbonat 1%. Akan tetapi bila masuknya obat lebih dari 1 jam maka terjadi
nekrosis sehingga bilasan lambung dapat menyebabkan perforasi

Anemia Mikrositik Hipokrom


Anemia mikrositik hipokrom dapat disebabkan karena
a. Kehilangan besi (perdarahan menahun)
b. Asupan yang tidak adekuat / absorbsi besi yang kurang
c. Kebutuhan besi yang meningkat (pada masa kehamilan dan
prematuritas)

Kemungkinan yang terjadi pada anemia mikrositik hipokrom adalah


a. anemia defisiensi besi (gangguan besi)
b. anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)
c. thalasemia (gangguan globin)
d. anemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)

Patofisiologi anemia mikrositik hipokrom


Tergantung dari penyebabnya
1. Anemia defisiensi besi terjadi dalam 3 tahap
Tahap 1 (tahap prelaten), dimana yang terjadi penurunan hanya kadar
feritin (simpanan besi)
Tahap 2 (tahap laten), dimana feritin dan saturasi transferin turun (tetapi
Hb masih normal)
Tahap 3 (tahap def. besi), dimana feritin, saturasi transferin dan Hb turun
(eritrosit menjadi mikrositik hipokrom)

2. Anemia pada penyakit kronis


Anemia ini biasanya bersifat sekunder, dalam arti ada penyakit primer
yang mendasarinya. Perbedaan anemia ini dengan anemia defisiensi besi
tampak pada feritin yang tinggi dan TIBC yang rendah

3. Anemia sideroblastik
Terjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan
besi yang ada di sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke
dalam eritrosit yang baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria
perinukleus.

4. Thalasemia
Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi
karena sintesis hb yang abnormal dan juga karena berkurangnya
kecepatan sintesis rantai alfa atau beta yang normal.

Epidemiologi
Anemia defisiensi besi di Indonesia hampir sama prevalensinya antara
laki-laki, wanita dan wanita hamil.Sedangkan di negara barat, anemia
defisiensi besi paling banyak terjadi pada wanita hamil.

Thalasemia. Frekuensi gen thalasemia di Indonesia berkisar 3-10% .


Kelainan ini kebanyakan di daerah tropis dan subtropis. Namun sekarang
sudah menyebar secara herediter ke seluruh dunia.

Sintesa, Fungsi, dan Cara Kerja Hb


Hb (hemoglobin) terdiri dari Heme dan Globin.
Heme terdiri dari Fe dan protoporfirin sedangkan Globin terdiri dari
sepasangang rantai a dan non-a.

Fungsi dan cara kerja Hb adalah berikatan dengan O2 membentuk


oksihemoglobin untuk dikirim ke jaringan.
Reduce hemoglobin (hemoglobin yang melepaskan ikatannya dengan O2)
merupakan bentuk ikatan hemoglobin yang normal. Ikatan hemoglobin
yang abnormal misalnya sulfhemoglobin, methemoglobin,
carboksihemoglobin.

Pemeriksaan Laboratorium yang mendukung


Untuk anemia mikrositik hipokrom, dilakukan pemeriksaan NER (Nilai
eritrosit rata-rata) yang terdiri dari VER, HER, KHER
1. VER (Volume Eritrosit Rata-rata). Yaitu perbandingan nilai hematokrit
dengan jumlah eritrosit (dalam juta) x 10. Satuannya fL. Nilai normalnya
80-98 fL.
Jika lebih besar dari pada normal : eritrositnya makrositer
Jika lebih kecil dari pada normal : eritrositnya mikrositer.
2. HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata). Yaitu perbandingan nilai
hemoglobin dengan jumlah eritrosit (dalam juta ) x 10 . Satuannya pg.
Nilai normalnya 27-32 pg
Jika lebih kecil dari normal biasanya eritrosit hipokrom
3. KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata). Yaitu perbandingan
nilai hemoglobin dengan nilai hematokrit x 100. Satuannya g/dL. Nilai
normalnya 31-35 g/dL.
Jika lebih kecil dari normal biasanya eritrosit hipokrom.

Kalau perhitungan sudah menunjukan bahwa eritrosit mikrositik


hipokrom, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan apus darah tepi untuk
melihat morfologi darah tepi.

Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan ialah SI, TIBC, Saturasi


transferin, feritin serum dan elektroforesis Hb.
Biasanya elektroforesis Hb lebih menunjukan untuk sindrom talasemia.

Penatalaksanaan Anemia Mikrositik Hipokrom


1. Anemia defisiensi besi
a. terapi besi oral
Ferro sulfat, mengandung 67mg besi
Ferro glukonat, mengandung 37 mg besi.
b. terapi besi parenteral
biasa digunakan untuk pasien yang tidak bisa mentoleransi penggunaan
besi oral.
Besi-sorbitol-sitrat diberikan secara injeksi intramuskular
Ferri hidroksida-sukrosa diberikan secara injeksi intravena lambat atau
infus
c. Pengobatan Lain
Diet, diberikan makanan bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari
protein hewani
Vitamin C diberikan 3 x 100mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
Transfusi darah, pada anemia def. Besi dan sideroblastik jarang dilakukan
(untuk menghindari
penumpukan besi pada eritrosit)

2. Anemia pada penyakit kronik. Tidak ada pengobatan khusus yang


mengobati penyakit ini, sehingga pengobatan ditujukan untuk penyakit
yang mendasarinya. Jika anemia menjadi berat, dapat dilakukan transfusi
darah dan pemberian eritropoietin.

3. Anemia sideroblastik. Penatalaksanaan anemia ini dapat dilakukan


dengan veneseksi dan pemberian vit b6 (pyridoxal fosfat). Setiap unit
darah yang hilang pada veneseksi mengandung 200-250 mg besi.

4. Thalasemia. Transfusi darah dapat dilakukan untuk mempertahankan


kadar Hb >10 g/dL.
Tetapi transfusi darah yang berulang kadang mengakibatkan penimbunan
besi, sehingga perlu dilakukan terapi kelasi besi

You might also like