Professional Documents
Culture Documents
Sintesis Hemoglobin
Sintesis heme
Heme disintesis dalam serangkaian langkah yang melibatkan kompleks
enzim dalam mitokondria dan dalam sitosol sel (Gambar 1). Langkah
pertama dalam sintesis heme terjadi di mitokondria, dengan kondensasi
suksinil KoA dan glisin oleh ALA sintase untuk membentuk 5-aminolevulic
acid (ALA). Molekul ini diangkut ke sitosol mana serangkaian reaksi
menghasilkan struktur cincin yang disebut coproporphyrinogen III. Molekul
ini kembali ke mitokondria di mana reaksi samping menghasilkan
protoporhyrin IX.
Biosintesis heme Para ferrochelatase enzim
memasukkan besi ke dalam
struktur cincin protoporfirin IX
untuk memproduksi heme. Gila
produksi heme menghasilkan
berbagai anemi. Kekurangan zat
besi, menyebabkan dunia yang
paling umum dari anemia,
mengganggu sintesis heme
sehingga menghasilkan
anemia. Sejumlah obat dan racun
secara langsung menghambat
produksi heme dengan
mengganggu enzim yang terlibat
dalam biosintesis heme. Timbal
umumnya menghasilkan anemia
yang substansial oleh sintesis
heme menghambat, terutama
pada anak.
Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai gamma bentuk "janin"
hemoglobin, disebut "hemoglobin F". Dengan pengecualian dari 10
sampai 12 minggu pertama setelah pembuahan, hemoglobin janin adalah
hemoglobin utama dalam janin. Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua
rantai beta bentuk "dewasa" hemoglobin, juga disebut "hemoglobin
A". Meskipun hemoglobin A disebut "dewasa", menjadi hemoglobin
mendominasi dalam waktu sekitar 18 sampai 24 minggu setelah
kelahiran.
Pasangan dari satu rantai alfa dan satu non-alpha rantai menghasilkan
dimer hemoglobin (dua rantai). Dimer hemoglobin tidak efisien
memberikan oksigen, namun. Dua dimer bergabung untuk membentuk
tetramer hemoglobin, yang merupakan bentuk fungsional
hemoglobin. Karakteristik biofisik kompleks tetramer hemoglobin
memungkinkan kontrol indah serapan oksigen di paru-paru
HEMOGLOBIN
1. Pengertian
Hemoglobin (Hb) adalah suatu substansi protein dalam sel-sel darah
merah yang terdiri dari zat besi, yang merupakan pembawa oksigen.
Setiap molekul hemoglobin tersusun atas 4 kandungan hem yang identik
dan terikat pada 4 rantai globin. Keempat rantai globin ini terdiri atas 2
rantai alfa dan 2 rantai lagi berlainan, sesuai dengan jenis hemoglobin
yaitu rantai beta untuk HbA, rantai delta untuk HbA2 dan rantai gama
untuk HbF. Menurut Sacher (2004), Untuk laki-laki dewasa kadar normal
hemoglobin adalah 13,5 - 18,0 gr% perempuan normal adalah 12 - 16 gr
%. Wanita hamil normal 11 13 gr%.
2. Metabolisme
Sintesis hem dan globin diatur secara cermat. Bagian hem pada
hemoglobin terdiri dari empat struktur 4 karbon berbentuk cincin simetris
yang disebut cincin pirol, yang membentuk satu molekul porfirin.
Biosintesis hem melibatkan dua pembentukan bertingkat sebuah rangka
porfirin, diikuti oleh insersi besi ke masing-masing dari empat gugus hem.
Sintesis globin juga dipicu oleh hem bebas. Sintesis globin terutama
terjadi di eritroblas dini, atau basofilik dan berlanjut dengan tingkat yang
terbatas, bahkan sampai di retikulosit tidak berinti. Insersi empat molekul
hem ke dalam empat molekul globin merupakan tahap terakhir dari
sintesis hemoglobin. Hem disintesis di , mitokondria dan penggabungan
globin terjadi di sitoplasma eritrosit yang sedang berkembang.
Penghancuran sel darah merah terjadi dalam sistem retikuloendotelial
oleh hati dan limpa. Mula-mula besi dilepaskan dan dikembalikan ke
dalam sumsum tulang yang diangkut oleh transferin untuk digunakan
kembali atau disimpan sebagai cadangan. Rantai globin dirombak dan
asam amino yang dilepaskan disimpan untuk digunakan pada sintesa
protein. Sisa cincin porfirin dirombak menjadi biliverdin kemudian menjadi
bilirubin yang tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut lalu diangkut ke hati
untuk diekskresi.
3. Eritropoeisis
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum
tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang
dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin
adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel
interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan
oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk
sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua
stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan
sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel,
eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi, mempercepat
pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel
untuk masuk dalam sirkulasi.
4. Metode Pengukuran
Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan bermacam-macam
cara. Cara yang sering digunakan dalam laboratorium klinik ialah cara
fotoelektrik dan kolorimetrik visual. Cara kolorimetrik visual menggunakan
metode Sahli, berdasarkan atas perubahan hemoglobin menjadi asam
hematin, kemudian warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan
standar dalam alat itu. Ketelitian yang dicapai cukup baik dengan tingkat
kesalahan mencapai 10% penentuan hemoglobin. Kekurangan cara ini
warna standar dari alat Sahli lama-lama akan menjadi pucat karena
pengaruh sinar matahari sehingga perlu dikalibrasi dengan metode
Cyanmethemoglobin menggunakan Spektrofotometer untuk diberikan
faktor koreksi.
Kadar hemoglobin dalam darah diukur kadarnya dengan metode
cyanmethemoglobin sesuai dengan rekomendasi International Committee
for Standardization in Haematology (ICSH). Ion ferro pada hemoglobin
dioksidasi menjadi bentuk ferri oleh kalium ferricyanida membentuk
Methemoglobin, kemudian bereaksi dengan cyanida membentuk
Cyanmethemoglobin yang diukur secara spektrofotometer. Pengukuran
dengan menggunakan faktor dapat menyebabkan hasil kurang akurat dan
bias, untuk itu direkomendasikan menggunakan Standar hemoglobin.
Cara automatik memungkinkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin
diukur dengan cepat dan teliti. Hemoglobin ditentukan secara tidak
langsung dengan mengolah data mengenai jumlah dan volume eritrosit,
konduktivitas elektrik dan variabel lain yang ditunjukkan oleh instrumen.
5. Nilai Normal
Nilai batas ambang (cut off point) anemia di Indonesia menurut
Departemen Kesehatan sebagai berikut :
a. Bayi baru lahir (aterm) : 16,5 + 3,0 g/dL
b. Bayi 3 bulan : 11,5 + 2,0 g/dL
c. Anak usia 1 tahun : 12,0 + 1,5 g/dL
d. Anak usia 10-12 tahun : 13,0 + 1,5 g/dL
e. Wanita tidak hamil : 14,0 + 2,5 g/dL
f. Pria dewasa : 15,5 + 2,5 g/dL
g. Anak prasekolah : 11 g/dL
h. Anak sekolah : 12 g/dL
i. Wanita hamil : 11 g/dL
j. Ibu menyusui (3 bln post partus): 12 g/dL
k. Wanita dewasa : 12 g/dL
l. Pria dewasa : 13 g/dL
Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin (WHO). (Menkes RI
736 a/menkes/XI/1989)
Penyebab kelainan:
BESI TUBUH
BESI SERUM (Serum Iron) MENURUN [nilai normal : 70 180 mg/dL]
DAYA IKAT BESI TOTAL (Total Iron Binding Capacity ) MENINGKAT [nilai normal :
250 400 mg/dL]
SATURASI TRANSFERIN : SI/TIBC x 100% Normal : 20 45%
Bila Saturasi Transferin < 5% pasti An. Def Besi
FERITIN dan HEMOSIDERIN MENURUN
PEMERIKSAAN SUMSUM TULANG
Hiperseluler eritropoesis hiperaktif
Banyak METARUBRISIT (dengan sitoplasma lebih biru)
HEMOSIDERIN BERKURANG
ANEMIA SIDEROBLASTIK
ETIOLOGI
:Gangguan pembentukan Protoporfirin Timbunan besi di mitokondria
eritrosit berinti RINGED SIDEROBLAST
Bila butir besi di eritrosit SIDEROSIT
Kelainan bisa:
LABORATORIUM
SEDIAAN APUS DARAH TEPIDimorfi k (normositik normokrom, mikro
sitikhipokrom, makrositik)
Dengan pulasan Besi tampak SIDEROSIT
SUMSUM TULANG
Hiperplasia eritrosit dengan RINGED SIDEROBLAST pada 10 40% eritrosit berinti
Saturasi Transferin MENINGKAT > 55 %
FERITIN SERUM MENINGKAT
Timbunan besi pada organ tubuh HEMOKROMATOSIS
HEMOGLOBINOPATHY
Disebabkan mutasi DNA Sintesis GLOBIN Terganggu
Perubahan struktur Hb Varian
Berkurangnya sintesis rantai globin Thalasemia
LABORATORIUM:
DARAH TEPI:
Thalasemia Minor :
Eritrosit Mikrositik Hipokrom
Aniso-poikilositosis TANPA SEL PENSIL
Thalasemia Mayor
Eritrosit Bizare,
Sel Target 5 30%
Eritrosit berinti
Eritrosit dengan BINTIK BASOFIL
SUMSUM TULANG:
Hiperselluler
Eritropoesis hiperaktif RUBRISIT
Cadangan besi meningkatELEKTROFORESA HEMOGLOBIN
Neonatus dengan Thalasemia aHb Bart ( 4)
Dewasa dengan Thalasemia aHbH ( 4)
Thalasemia b minor HbA2 dan HbF meningkat
Adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut
oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi.
Terdapatnya zat Fe dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemery dan Goeffy (1713),
kemudian Pierre Blaud (1831) mendapatkan bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan
krorosis, anemia akibat defisiensi Fe.
Farmakokinetik
Makanan yang mengandung 6 mg fe/1000 kilokalori akan diabsorbsi 5-10% pada orang normal.
Absorbsi dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin c, HCl, suksinat dan senyawa asam
lain. Sebaliknya absorbsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium
karbonat, alumnium hidroksida dan magnesium hidroksida.
Setelah diabsorbsi fe dalam darah akan diikat oleh tranferin (suatu beta-1-globulin glikoprotein)
kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe.
Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam bentuk terikat
sebagai feritin.
Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan
disimpan terutama dalam hati, sedangkan setelah pemberian oral terutama akan disimpan di limpa
dan sumsum tulang.
Jumlah Fe yang diekskresi tiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0.5-1 mg sehari. Ekskresi
terutama berlangsung melalui saluran sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu
juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong.
Pada Wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi sehubungan denga
haid diperkirakan sebanyak 0.5- 1 mg sehari.
Penyebab
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia
subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi
selama hamil.
Gejala
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya.
Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu:
Pika : suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti es batu, kotoran atau
kanji
Glositis : iritasi lidah
Keilosis : bibir pecah-pecah
Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.
Untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam fero dari sulfat, fumarat, glukonat,
suksinat, glutamat dan laktat.
Sediaan yang banyak digunakan dan murah ialah hidrat sulfas Ferous (FeSO4.7H2O) 300 mg yang
mengandung 20% fe. Untuk anemia berat biasanya diberikan 3 kali 300 mg sulfas ferosus sehari
selama 6 bulan.
Fero sulfat dan fero fumarat dosis efektifnya 600-800 mg/hari dalam dosis terbagi. Fero glukonat,
fero laktat, fero karbonat dosis efektifnya sama dengan fero sulfat.
Untuk suntikan IM atau IV hanya dibenarkan bila pemberian oral tidak mungkin, misalnya penderita
intoleran terhadap sediaan oral. Iron dextran (imferon) mengandung 50 mg fe setiap ml (larutan
5%) untuk penggunaan IM atau IV. Dosis total yang diperlukan dihitung berdasarkan beratnya
anemis, yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb. Pada hari pertama disuntikan 50 mg,
dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari atau beberapa hari sekali.
Untuk memperkecil reaksi toksis pada pemberian IV, dosis permulaan tidak boleh melebihi 25 mg,
dan diikuti dengan peningkatan bertahap untuk 2-3 hari sampai tercapai dosis 100 mg/hari. Obat
harus diberikan perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikan 20-50 mg/menit.
Efek samping
Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral. Gejala yang
timbuk dapat berupa mual dan nyeri lambung ( 7-20%), konstipasi ( 10%) , diare ( 5%) Dan kolik.
Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan pemberian
sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorbsi dapat berkurang.
Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan yaitu berupa rasa
sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran kelenjar inguinal.
Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV. Reaksi yang dapat terjadi
dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardia,
flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps sirkulasi.
Sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam -24 jam setelah suntikan misalnya sinkop,
demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan dan
ensefalopatia.
Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada anak akibat
menelan terlalu banyak tablet FeSO4 yang mirip gula dan dapat terjadi setelah menelan Fe
sebanayak 1 gr. Kelaianan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai
terjadi nekrosis. Gejala yang terjadi seringkali berupa mual, muntah, hematemesis, serta feses
berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna, syok dan akhirnya kolaps kardiovaskuler
dengan bahaya kematian. Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pilorus dan terbentuknya
jaringan parut berlebihan dikemudian hari.
Gejala keracunan dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum obat.
Terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : pertama-tama diusahakan agar penderita
muntah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe.
Bila obat diminum kurang dari 1 jam sebelumnya, dapat dilakukan bilasan lambung dengan
menggunakan natrium bikarbonat 1%. Akan tetapi bila masuknya obat lebih dari 1 jam maka terjadi
nekrosis sehingga bilasan lambung dapat menyebabkan perforasi
3. Anemia sideroblastik
Terjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan
besi yang ada di sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke
dalam eritrosit yang baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria
perinukleus.
4. Thalasemia
Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi
karena sintesis hb yang abnormal dan juga karena berkurangnya
kecepatan sintesis rantai alfa atau beta yang normal.
Epidemiologi
Anemia defisiensi besi di Indonesia hampir sama prevalensinya antara
laki-laki, wanita dan wanita hamil.Sedangkan di negara barat, anemia
defisiensi besi paling banyak terjadi pada wanita hamil.