You are on page 1of 13

KEBIJAKAN EKONOMI ORDE BARU

KEBIJAKAN EKONOMI ORDE BARU

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di


Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan
Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat koreksi total atas penyimpangan yang dilakukan
oleh Soekarno pada masa Orde Lama.

Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi
yang merajalela di negara ini.Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga se
makin melebar.

Penataan Kehidupan Ekonomi

Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama,
pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:

a. Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh
Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966.

b. MPRS
mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, programstabilisasi da
n rehabilitasi.

Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama stabilisasi
dan rehabilitasi ekonomi.

Stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus.

Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi.

Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangs
ungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Panc
asila

Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut a
dalah:
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkankemacetan
ekonomi.
2. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
3. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Peyebabkan terjandinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:
1. Rendahnya penerimaan negara.

2. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.

3. Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansikreditbank.

4. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.

5. Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru mene
mpuh cara-cara :

a. Mengadakan operasi pajak.

b. Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun ke
kayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.

c. Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapusk


an subsidi bagi perusahaan Negara.

d. Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.

Program stabilsasi
ini dilakukan dengan cara membendung laju inflasi. Dan pemerintah Orde Baru berhasil memben
dung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968,
tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak.Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pad
a bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat
terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing.Dampaknya ekon
omi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun
1969 dapat dikendalikan pemerintah.

Program rehabilitasi
dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.Selama sepuluh tahun terakhir
masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasaran
a social dan ekonomi.Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunaka
n dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan tertentu.Dampaknyale
mbaga (negara) tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun perbaikan tata kehidupan
rakyat.

Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.

1. PELITA I Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974.


*Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-
dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.

*Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapan
gan kerja, dan kesejahteraan rohani.

*Titik Berat Pelita I :Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar k
eterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas pendud
uk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.

*Muncul peristiwa Marali(Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari
1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan ke
lanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi eko
nomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia.Terjadilah pe
ngrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepan.

2. PELITA II (1 April 1974 31 Maret 1979

*Sasaran Pelita II: Pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat,
dan memperluas lapangan kerja .

*Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun.Perba


ikan dalam hal irigasi.Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi.Lalu banyak jalan dan je
mbatan yang di rehabilitasi dan di bangun.

3. Pelita III (1 April 1979 31 Maret 1984)

*TujuanPelita III: terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan U
UD 1945.

*Arah dan kebijaksanaan ekonomi adalah pembangunan pada segala bidang.

*Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemera
taan.

Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.

1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bag
i seluruh rakyat Indonesia.

2. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamiis

3. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

4. Pelita IV (1 April 1984 31 Maret 1989)


*Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningk
atkan ondustri yang dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri.

*Hasil yang dicapai pada Pelita IV: Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras s
ebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras.dan mendapatkan penghargaa
n dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. selain itu. dilakukan Prog
ram KB dan Rumah untuk keluarga.

5. Pelita V (1 April 1989 31 Maret 1994)

*Sasaran Pelita V ini : sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada panga
n dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor.

*Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Dilanjutkan pe
mbangunan jangka panjang ke dua, yaitu mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai me
masuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri de
mi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Kebijakan ekonomi pada masa orde baru

1. Dikeluarkannya beberapa peraturan pada 3 oktober 1966

Kebijakan ini antara lain :

Menerapkan anggaran belanja berimbang (balanced budget). Fungsinya adalah untuk menguran
gi salah satu penyebab terjadinya inflasi

Menerapkan kebijakan untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha-usaha sector produk
tif, seperti sector pangan, ekspor, prasarana dan industry

Menerapkan kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri (re-scheduling), serta berusaha
untuk mendapatkan pembiayaan atau kredit luar negeri baru

Menerapkan kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor luar
negeri untuk turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia

2. Dikeluarkannya peraturan 10 februari 1967 tentang persoalan harga dan tarif.

3. Dikeluarkannya peraturan 28 juli 1967. Kebijakan ini dikeluarkan untuk memberikan stimulas
i kepada para pengusaha agar mau menyerahkan sebagian dari hasil usahanya untuk sektor pajak
dan ekspor Indonesia

4. Menerapkan UU no.1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing.

5. Mengesahkan dan menerapkan RUU APBN melalui UU no.13 tahun 1967


Soeharto juga menerapkan kebijakan ekonomi yang berorientasi luar negeri, yaitu dengan mela
kukan permintaan pinjaman dari luar negeri

Indonesia juga tergabung ke dalam institusi ekonomi internasional, seperti International Bank f
or Rescontruction and Development (IBRD), International Monetary Fund (IMF), International
Development Agency (IDA) dan Asian Development Bank (ADB)Setelah berhasil menciptakan
politik dalam negeri , maka pemerintahan berusaha melakukan pembangunan nasional yang di re
alisasikan pada pembangunan jangka panjang dan pembangunan jangka pendek. Hal ini dirumus
kan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN).Hal ini berhasil karena selama lebih dari 30 tahu
n, pemerintahan mengalami stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi.Kebijakan-
kebijakan ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja N
egara (RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untu
k disahkan menjadi APBN.

Tap. MPRS No.XXIII/MPR/1966

Kebijakan perekonomian pada masa Orde Baru sebenarnya telah dirumuskan pada sidang MPRS
tahun 1966.Pada sidang tersebut telah dikeluarkan Tap.MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang pe
mbaruan kebijakan landasan ekonomi, keuangan, dan pembangunan.Tujuan dikeluarkan keterapa
n tersebut adalah untuk mengatasi krisis dan kemerosotan ekonomi yang melanda negara Indones
ia sejak tahun 1955. Berdasarkan ketetapan tersebut, Presiden Suharto mempersiapkan perekono
mian Indonesia sebagai berikut:

a.Mengeluarkan Peraturan 3 Oktober 1966, tentang pokok-pokok regulasi.

b.Mengeluarkan Peraturan 10 Pebruari 1967, tentang harga dan tarif

c.Peraturan 28 Juli 1967 , tentang pajak usaha serta ekspor Indonesia

d.UU No. 1 Tahun 1967 , tentang Penanaman Modal Asing.

e.UU No. 13 Tahun 1967, tentang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja( RAPBN).

PIDATO PRESIDEN SUKARNO


NAWAKSARA
PIDATO PRESIDEN SUKARNO NAWAKSARA
Di depan Sidang Umum ke-IV MPRS pada tanggal 22 Juni 1966

Saudara-saudara sekalian,

I. RETROSPEKSI
Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah, maka pagi ini saya berada di muka Sidang Umum
MPRS yang ke-lV. Sesuai dengan Ketetapan MPRS No.I/1960 yang memberikan kepada diri
saya, Bung Karno, gelar Pemimpin Besar Revolusi dan kekuasaan penuh untuk melaksanakan
Ketetapan-ketetapan tersebut, maka dalam Amanat saya hari ini saya ingin mengulangi lebih
dulu apa yang pernah saya kemukakan dalam Amanat saya di muka Sidang Umum ke-ll MPRS
pada tanggal 15 Mei 1963, berjudul "Ambeg Parama-Arta" tentang hal ini:

1. Pengertian Pemimpin Besar Revolusi.


Dalam pidato saya "Ambeg Parama-Arta" itu, saya berkata: "MPRS telah memberikan
KEKUASAAN PENUH kepada saya untuk melaksanakannya, dan dalam memberi kekuasaan
penuh kepada saya itu, MPRS menamakan saya bukan saja Presiden, bukan saja Panglima
Tertinggi Angkatan Perang, tetapi mengangkat saya juga menjadi: "PEMIMPIN BESAR
REVOLUSI INDONESIA".

Saya menerima pengangkatan itu dengan sungguh rasa terharu, karena MPRS sebagai
Perwakilan Rakyat yang tertinggi di dalam Republik Indonesia, menyatakan dengan tegas dan
jelas bahwa saya adalah "Pemimpin Besar Revolusi Indonesia", yaitu: "PEMIMPIN BESAR
REPUBLIK RAKYAT INDONESIA"!

Dalam pada itu, saya sadar, bahwa hal ini bagi saya membawa konsekuensi yang amat besar!
Oleh karena seperti Saudara-saudara juga mengetahui, PEMIMPIN membawa pertanggungan-
jawab yang amat berat sekali!!

"Memimpin" adalah lebih berat daripada sekedar "Melaksanakan". "Memimpin" adalah lebih
berat daripada sekedar menyuruh melaksanakan"!

Saya sadar, lebih daripada yang sudah-sudah, setelah MPRS mengangkat saya menjadi
"Pemimpin Besar Revolusi", bahwa kewajiban saya adalah amat berat sekali, tetapi Insya Allah
S.W.T. saya terima pengangkatan sebagai "Pemimpin Besar Revolusi" itu dengan rasa tanggung
jawab yang setinggi-tingginya!
Saya Insya Allah, akan beri pimpinan kepada Indonesia, kepada Rakyat Indonesia, kepada
Saudara-saudara sekalian, secara maksimal di bidang pertanggungan-jawab dan kemampuan
saya. Moga-moga Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Murah, dan Maha Asih, selalu
memberikan bantuan kepada saya secukup-cukupnya!

Sebaliknya, kepada MPRS dan kepada Rakyat Indonesia sendiri, hal ini pun membawa
konsekuensi! Tempohari saya berkata: "Jikalau benar dan jikalau demikianlah Keputusan MPRS,
yang saya diangkat menjadi Pemimpin Revolusi Besar Indonesia, Revolusi Rakyat Indonesia,
maka saya mengharap seluruh Rakyat, termasuk juga segenap Anggota MPRS, untuk selalu
mengikuti, melaksanakan, menfi'ilkan segala apa yang saya berikan dalam pimpinan itu!
Pertanggungan-jawab yang MPRS, sebagai Lembaga Tertinggi Republik Indonesia letakkan di
atas pundak saya, adalah suatu pertanggungan-jawab yang berat sekali, tetapi denganridha Allah
S.W.T. dan dengan bantuan seluruh Rakyat Indonesia, termasuk di dalanlnya juga Saudara-
saudara para Anggota MPRS sendiri, saya percaya, bahwa Insya Allah, apa yang digariskan oleh
Pola Pembangunan itu dalam 8 tahun akan terlaksana!

Demikianlah Saudara-saudara sekalian beberapa kutipan daripada Amanat "Ambeg Parama-


Arta".
Saudara-saudara sekalian,
Dari Amanat "Ambeg Parama-Arta" tersebut, dapatlah Saudara ketahui, bagaimana visi serta
interpretasi saya tentang predikat Pemimpin Besar Revolusi yang Saudara-saudara berikan
kepada saya.

Saya menginsyafi, bahwa predikat itu adalah sekedar gelar, tetapi saya pun - dan dengan saya
semua ketentuan-ketentuan progresif revolusioner di dalam masyarakat kita yang tak pernah
absen dalam kancahnya Revolusi kita - saya pun yakin seyakin-yakinnya, bahwa tiap Revolusi
mensyarat-mutlakkan adanya Pimpinan Nasional. Lebih-lebih lagi Revolusi Nasional kita yang
multi-kompleks sekarang ini, dan yang berhari depan Sosialisme Panca-Sila. Revolusi demikian
ta' mungkin tanpa adanya pimpinan. Dan pimpinan itu jelas tercermin dalam tri-kesatuannya Re-
So-Pim, yaitu Revolusi, Sosialisme, dan Pimpinan Nasional.

2. Pengertian Mandataris MPRS.


Karena itulah, maka pimpinan yang saya berikan itu adalah pimpinan di segala bidang. Dan
sesuai dengan pertanggungan-jawab saya terhadap MPRS, pimpinan itu terutarna menyangkut
garis-garis besarnya. Ini pun adalah sesuai dan sejalan dengan kemurnian bunyi aksara dan jiwa
Undang-Undang Dasar '45, yang menugaskan kepada MPRS untuk menetapkan garis-garis besar
haluan Negara. Saya tekankan garis-garis besarnya saja dari haluan Negara. Adalah tidak sesuai
dengan jiwa dan aksara kemurnian Undang-Undang Dasar '45, apabila MPRS jatuh terpelanting
kembali ke dalam alam Liberale democratie, dengan beradu debat dengan bertele-tele tentang
garis-garis kecil, di mana masing-masing golongan beradu untuk memenangkan kepentingan-
kepentingan golongan dan mengalahkan kepentingan nasional, kepentingan Rakyat banyak,
kepentingan Revolusi kita!

Pimpinan itu pun saya dasarkan kepada jiwa Panca-Sila, yang telah kita pancarkan bersama
dalam Manipol-Usdek sebagai garis-garis besar haluan Negara. Dan lebih-lebih mendalam lagi,
maka saya telah mendasarkan pimpinan itu kepada Sabda Rasulullah S.A.W.: "Kamu sekalian
adalah Pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungan-jawabnya tentang
kepemimpinan itu di hari kemudian."

Saudara-saudara sekalian,
Itulah jiwa daripada pimpinan saya, seperti yang telah saya nyatakan dalam Amanat "Ambeg
Parama-Arta" tersebut tadi. Dan Saudarasaudara telah membenarkan amanat itu, terbukti dengan
Ketetapan MPRS No.IV/1963, yang menjadikan Resopim dan Ambeg Parama-Arta masing-
masing sebagai pedoman pelaksanaan garis-garis besar haluan Negara, dan sebagai landasan
kerja dalam melaksanakan Konsepsi Pembangunan seperti terkandung dalam Ketetapan MPRS
No.l dan 11 tahun 1960.

3. Pengertian Presiden seumur hidup


Malahan dalam Sidang Umum MPRS ke-ll pada bulan Mei tahun 1963 itu Saudara-saudara
sekalian telah menetapkan saya menjadi Presiden se-umur-hidup. Dan pada waktu itu pun saya
telah menjawab keputusan Saudara-saudara itu dengan kata-kata: "Alangkah baiknya jikalau
nanti MPR, yaitu MPR hasil pemilihan-umum, masih meninjau soal ini kembali." Dan sekarang
ini pun saya masih tetap berpendapat demikian!
II. LANDASAN-KERJA MELANJUTKAN PEMBANGUNAN.
Kembali sekarang sebentar kepada Amanat "Ambeg Parama-Arta" tersebut tadi itu. Amanat itu
kemudian disusul dengan amanat saya "Berdikari" pada pembukaan Sidang Umum MPRS ke-lll
pada tanggal 11 April 1965, di mana dengan tegas saya tekankan tiga hal:

1. Trisakti.
Pertama :
bahwa Revolusi kita mengejar suatu Idee Besar, yakni melaksanakan Amanat Penderitaan
Rakyat; Amanat Penderitaan Rakyat seluruhnya, seluruh rakyat sebulat-bulatnya.

Kedua :
bahwa Revolusi kita berjoang mengemban Amanat Penderitaan Rakyat itu dalam persatuan dan
kesatuan yang bulat-menyeluruh dan hendaknya jangan sampai watak Agung Revolusi kita,
diselewengkan sehingga mengalami dekadensi yang hanya mementingkan golongann-ya sendiri
saja, atau hanya sebagian dari Ampera saja!

Ketiga :
bahwa kita dalam melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat itu tetap dan tegap berpijak dengan
kokoh-kuat atas landasan Trisakti, yaitu berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam
kebudayaan dan berdikari dalam ekonomi; sekali lagi berdikari dalam ekonomi!

Saya sangat gembira sekali, bahwa Amanat-amanat saya itu dulu, baik "Ambeg Parama-Arta",
maupun "Berdikari" telaK Saudara-saudara tetapkan sebagai landasan-kerja dan pedoman
pelaksanaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana untukmasa 3 tahun yang akan datang,
yaitu sisa jangka-waktu tahapan pertama mulai tahun 1966 s/d 1968 dengan landasan "Berdikari
di atas Kaki Sendiri" dalam ekonomi. Ini berarti, bahwa Lembaga Tertinggi dalam Negara kita,
Lembaga Tertinggi dari Revolusi kita, Lembaga Negara Tertinggi yang menurut kemurnian jiwa
dan aksaranya UUD-Proklamasi kita adalah penjelmaan kedaulatan Rakyat, membenarkan
Amanat-amanat saya itu. Dan tidak hanya membenarkan saja, melainkan juga menjadikannya
sebagai landasan-kerja serta pedoman bagi kita-semua, ya bagi Presiden/Mandataris
MPRS/Perdana Menteri ya, bagi MPRS sendiri, ya bagi DPA, ya bagi DPR, ya bagi Kabinet, ya
bagi parpol-parpol dan ormas-ormas, ya bagi ABRI, dan bagi seluruh Rakyat kita dari Sabang
sampai Merauke, dalam mengemban bersama Amanat Penderitaan Rakyat.

Memang, di dalam situasi nasional dan internasional dewasa ini, maka Trisakti kita, yaitu
berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan, berdikari di bidang
ekonomi, adalah senjata yang paling ampuh di tangan seluruh rakyat kita, di tangan
prajuritprajurit Revolusi kita, untuk menyelesaikan Revolusi Nasional kita yang maha dahsyat
sekarang ini.

2. Rencana Ekonomi Perjoangan.


Terutama prinsip Berdikari di bidang ekonomi! Sebab dalam keadaan perekonomian
bagaimanapun sulitnya, saya minta jangan dilepaskan jiwa "self-reliance" ini, jiwa percaya
kepada kekuatan-diri-sendiri, jiwa self-help atau jiwa berdikari. Karenanya, maka dalam
melaksanakan Ketetapan-ketetapan MPRS No.V dan Vl tahun 1965 yang lalu, saya telah
meminta Bappenas dengan bantuan dan kerja sama dengan Muppenas, untuk menyusun garis-
garis lebih lanjut daripada Pola Ekonomi Perjoangan seperti yang telah saya canangkan dalam
Amanat Berdikari tahun yang lalu.

Garis-garis Ekonomi Perjoangan tersebut telah selesai, dan saya lampirkan bersama ini Ikhtisar
Tahunan tentang pelaksanaan Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960. Di dalamnya Saudara-
saudara akan memperoleh gambaran tentang Strategi Umum Pembangunan 2 tahun 1966-1968,
yaitu Pra-syarat Pembangunan, dan pola Pembiayaan tahun 1966 s/d 1968 melalui Rencana
Anggaran 3 tahun.

3. Pengertian Berdikari.
Khusus mengenai Prinsip Berdikari ingin saya tekankan apa yang" telah saya nyatakan dalam
pidato Proklamasi 17 Agustus 1965, yaitu pidato Takari, bahwa berdikari tidak berarti
mengurangi, melainkan memperluas kerjasama internasional, terutama antara semua negara yang
baru merdeka.
Yang ditolak oleh Berdikari adalah ketergantungan kepada imperialis, bukan kerja sama yang
sama-derajat dan saling me nguntungkan.

Dan di dalam Rencana Ekonomi Perjoangan yang saya sampaikan bersama ini, maka Saudara-
saudara dapat membaca bahwa: "Berdikari bukan saja tujuan, tetapi yang tidak kurang
pentingnya harus merupakan prinsip dari cara kita mencapai tujuan itu, prinsip untuk
melaksanakan Pembangunan dengan tidak menyandarkan diri kepada bantuan negara atau
bangsa lain. Adalah jelas, bahwa tidak menyandarkan diri tidak berarti bahwa kita tidak mau
kerja sama berdasarkan sama-derajat dan saling menguntungkan."

Dalam rangka pengertian politik Berdikari demikian inilah, kita harus menanggulangi kesulitan-
kesulitan di bidang Ekubang kita dewasa ini, baik yang hubungan dengan inflasi maupun yang
hubungan dengan pembayaran hutang-hutang luar negeri kita.

III. HUBUNGAN POLITIK DAN EKONOMI


Masalah Ekubang tidak dapat dilepaskan dari masalah politik, malahan harus didasarkan atas
Manifesto Politik kita.

Dekon kita pun adalah Manipohdi bidang ekonomi, atau dengan lain perkataan "political-
economy"-nya pembangunan kita. Dekon merupakan strategi-umum, dan strategi-umum di
bidang pembangunan 3 tahun di depan kita, yaitu tahun 1966--1968, didasarkan atas
pemeliharaan hubungan yang tepat antara keperluan untuk melaksanakan tugas politik dan tugas
ekonomi. Demikianlah tugas politik-keamanan kita, politik-pertahanan kita, politik dalam-negeri
kita, politik luar-negeri kita dan sebagainya.

IV. DETAIL KE-DPR


Detail dari tugas-tugas ini kiranya tidak perlu diperbincangkana dalam Sidang Umum MPRS,
karena tugas MPRS ialah menyangkut garisgaris besarnya saja. Detailnya seyogyanya ditentukan
oleh Pemerintah bersama-sama dengan DPR, dalam rangka pemurnian pelaksanaan Undang-
Undang Dasar 1945.
V. TETAP DEMOKRASI TERPIMPIN

Sekalipun demikian perlu saya peringatkan di sini, bahwa UndangUndang Dasar 1945
memungkinkan Mandataris MPRS bertindak lekas dan tepat dalam keadaan darurat demi
keselamatan Negara, Rakyat dan Revolusi kita.

Dan sejak Dekrit 5 Juli 1959 dulu itu, Revolusi kita terus meningkat dan bergerak cepat, yang
mau-tidak-mau mengharuskan semua Lembaga-lembaga Demokrasi kita untuk bergerak cepat
pula tanpa menyelewengkan Demokrasi Terpimpin kita ke arah Demokrasi Liberal.

VI. MERINTIS JALAN KE ARAH PEMURNIAN PELAKSANAAN UUD 1945


Dalam rangka merintis jalan ke arah kemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 itulah,
saya dengan surat saya tertanggal 4 Mei 1966 kepada Pimpinan DPRGR memajukan:

a. RUU Penyusunan MPR, DPR dan DPRD.

b. RUU Pemilihan Umum.

c. Penetapan Presiden No.3 tahun 1959 jo. Penetapan Presiden No.3 tahun 1966 untuk diubah
menjadi Undang-Undang supaya DPA dapat ditetapkan menurut pasal 16 ayat (1) Undang-
Undang Dasar 1945.

VII. WEWENANG MPR DAN MPRS


Tidak lain harapan saya ialah hendaknya MPRS dalam rangka pemurnian pelaksanaan Undang-
Undang Dasar 1945 itu menyadari apa tugas dan fungsinya, juga dalam hubungan-persamaan
dan perbedaannya dengan MPR hasil pemilihan-umum nanti.

Wewenang MPR selaku pelaksanaan kedaulatan Rakyat adalah menetapkan Undang-Undang


Dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara (pasal 3 UUD), serta memilih Presiden dan
Wakil Presiden (pasal 6 UUD ayat 2).
Undang-Undang Dasar serta garis-garis besar haluan Negara telah kita tentukan bersama, yaitu
Undang-Undang Dasar Proklamasi 1945 dan Manipol/Usdek.

VIII. KEDUDUKAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN


Undang-Undang Dasar 1945 itu menyebut pemilihan jabatan Presiden dan Wakil Presiden, masa
jabatannya serta isi-sumpahnya dalam satu nafas, yang tegas bertujuan agar terjamin kesatuan-
pandangan, kesatuan-pendapat, kesatuan-pikiran dan kesatuan-tindak antara Presiden dan Wakil
Presiden, yang membantu Presiden (pasal 4 ayat 2 UUD).

Dalam pada itu, Presiden memegang dan menjalankan tugas, wewenang dan kekuasaan Negara
serta Pemerintahan. (pasal 4, 5, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, ayat 2). Jiwa kesatuan antara kedua
pejabat Negara ini, serta pembagian tugas dan wewenang seperti yang ditentukan dalam Undang-
Undang Dasar 1945 hendaknya kita sadari sepenuhnya.

IX. PENUTUP
Demikian pula hendaknya kita semua, di luar dan di dalam MPRS menyadari sepenuhnya
perbedaan dan persamaannya antara MPRS sekarang, dengan MPR-hasil-pemilihan-umum yang
akan datang, agar supaya benar-benar kemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat
kita rintis bersama, sambil membuka lembaran baru dalam sejarah kelanjutan Revolusi Panca-
Sila kita.

Demikianlah Saudara-saudara, teks laporan progress saya kepadaMPRS. lzinkanlah saya


sekarang mengucapkan beberapa patah kata pribadi kepada Saudara-saudara, terutama sekali
mengenai pribadi saya.

Lebih dahulu tentang hal laporan progress ini.

Laporan progress itu saya simpulkan dalam sembilan pasal, sembilan golongan, sembilan punt.
Maka oleh karena itu saya ingin memberi judul kepada amanat saya tadi itu.

Sebagaimana biasa saya memberi judul kepada pidato-pidato saya, ada yang bernama Resopim,
ada yang bernama Gesuri dan lain-lain sebagainya. Amanat saya ini, saya beri judul apa?
Sembilan perkara, pokok, pokok, pokok, pokok, saya tuliskan di dalam Amanat ini.

Karena itu saya ingin memberi nama kepada Amanat ini, kepada pidato ini "Pidato Sembilan
Pokok". Sembilan, ya sembilan apa? Kita itu biasa memakai bahasa Sanskrit kalau memberi
nama kepada amanat-amanat, bahkan kita sering memakai perkataan Dwi, Tri, Tri Sakti, dua-
duanya perkataan Sanskrit. Catur Pra Setia, catur-empat setia, kesetiaan, Panca Azimat, Panca
adalah lima. Ini sembilan pokok; ini saya namakan apa?

Sembilan di dalam bahasa Sanskrit adalah "Nawa". Eka, Dwi, Tri, Catur, Panca, enam-yam,
tujuh-sapta, delapan-hasta, sembilan-nawa, sepuluh-dasa. Jadi saya mau beri nama dengan
perkataan "Nawa". "Nawa" apa? Ya, karena saya tulis, saya mau beri nama "NAWA AKSARA",
dus "NAWA iAKSARA" atau kalau mau disingkatkan "NAWAKSARA". Tadinya ada orang
yang mengusulkan diberi nama "Sembilan Ucapan Presiden". "NAWA SABDA". Nanti kalau
saya kasih nama Nawa Sabda, ada saja yang salah-salah berkata: "Uh, uh, Presiden bersabda".
Sabda itu seperti raja bersabda. Tidak, saya tidak mau memakai perkataan "sabda" itu, saya mau
memakai perkataan "Aksara"; bukan dalam arti tulisan, jadi ada aksara latin, ada aksara Belanda
dan sebagainya. NAWA AKSARA atau NAWAKSARA, itu judul yang saya berikan kepada
pidato ini. Saya minta wartawan-wartawan mengumumkan hal ini, bahwa pidato Presiden
dinamakan oleh Presiden NAWAKSARA .

Kemudian saya mau menyampaikan beberapa patah kata mengenai diri saya sendiri. Saudara-
saudara semua mengetahui, bahwa tatkala saya masih muda, masih amat muda sekali, bahwa
saya miskin dan oleh karena saya miskin, maka demikianlah saya sering ucapkan: "Saya
tinggalkan this material world. Dunia jasmani sekarang ini laksana saya tinggalkan, karena dunia
jasmani ini tidak memberi hiburan dan kepuasan kepada saya, oleh karena saya miskin."

Maka saya meninggalkan dunia jasmani ini dan saya masuk katagori dalam pidato dan
keterangan-keterangan yang sering masuk ke dalam world of the mind. Saya meninggalkan
dunia yang material ini, saya masuk di dalam world of the mind. Dunianya alam cipta, dunia
khayal, dunia pikiran. Dan telah sering saya katakan, bahwa di dalam wolrd of the mind itu, di
situ saya berjumpa dengan orang-orang besar dari segala bangsa dan segala negara. Di dalam
world of the mind itu saya berjumpa dengan nabi-nabi besar; di dalam world of the mind itusaya
berjumpa dengan ahli falsafah, ahli falsafah besar. Di dalam world of the mind itu saya berjumpa
dengan pemimpin-pemimpin bangsa yang besar, dan di dalam world of the mind itu saya
berjumpa dengan pejuang-pejuang kemerdekaan yang berkaliber besar.

Saya berjumpa denganorang-orang besar ini, tegasnya, jelasnya dari membaca buku-buku. Salah
satu pemimpin besar daripada sesuatu bangsa yang berjuang untuk kemerdekaan, ia
mengucapkan kalimat sebagai berikut: "The cause of freedom is a deathless cause. The cause of
freedom is a deathless cause. Perjuangan untuk kemerdekaan adalah satu perjuangan yang tidak
mengenal mati. The cause of freedom is a deathless cause.

Sesudah saya baca kalimat itu dan renungkan kalimat itu, bukan saja saya tertarik kepada cause
of freedom daripada bangsa saya sendiri dan bukan saja saya tertarik pada cause of freedom
daripada seluruh umat manusia di dunia ini, tetapi saya, karena tertarik kepada cause of freedom
ini saya menyumbangkan diriku kepada deathless cause ini, deathless cause of my own people,
deathless cause of all people on this. Dan lantas saya mendapat keyakinan, bukan saja the cause
of freedom is a deathless cause, tetapi juga the service of freedom is a deathless service.
Pengabdian kepada perjuangan kemerdekaan, pengabdian kepada kemerdekaan itupun tidak
mengenal maut, tidak mengenal habis. Pengabdian yang sungguh-sungguh pengabdian, bukan
service yang hanya lip-service, tetapi service yang betul-betul masuk di dalam jiwa, service yang
betul-betul pengabdian, service yang demikian itu adalah satu deathless service.

Dan saya tertarik oeh saya punya pendapat sendiri, pendapat pemimpin besar daripada bangsa
yang saya sitir itu tadi, yang berkata "the cause of freedom is deathless cause". Saya berkata "not
only the cause of freedom is deathless cause, but also the service of freedom is a deatheless
service".

Dan saya, Saudara-saudara, telah memberikan, menyumbangkan atau menawarkan diri saya
sendiri, dengan segala apa yang ada pada saya ini, kepada service of freedom, dan saya sadar
sampai sekarang: the service of freedom is deathless service, yang tidak mengenal akhir, yang
tidak mengenal mati. Itu adalah tulisan isi hati. Badan manusia bisa hancur, badan manusia bisa
dimasukkan di dalam kerangkeng, badan manusia bisa dimasukkan di dalam penjara, badan
manusia bisa ditembak mati, badan manusia bisa dibuang ke tanah pengasingan yang jauh dari
tempat kelahirannya, tetapi ia punya service of freedom tidak bisa ditembak mati, tidak bisa
dikerangkeng, tidak bisa dibuang di tempat pengasingan, tidak bisa ditembak mati.

Dan saya beritahu kepada Saudara-saudara, menurut perasaanku sendiri, saya, Saudara-saudara,
telah lebih daripada tiga puluh lima tahun, hampir empat tahun dedicate myself to this service of
freedom. Yang saya menghendaki supaya seluruh, seluruh, seluruh rakyat Indonesia masing-
masing juga dedicate jiwa raganya kepada service of freedom ini, oleh karena memang service of
freedom ini is a deathless service. Tetapi akhirnya segala sesuatu adalah di tangannya
Tuhan. Apakah Tuhan memberi saya dedicate myself, my all to this service of freedom, itu
adalah Tuhan punya urusan.

Karena itu maka saya terus, terus, terus selalu memohon kepada Allah S.W.T., agar saya diberi
kesempatan untuk ikut menjalankan aku punya service of freedom ini. Tuhan yang menentukan.
De mens wikt, God beslist; manusia bisa berkehendak ,macam-macam Tuhan yang menentukan.
Demikianpun saya selalu bersandarkan kepada keputusan Tuhan itu. Cuma saya juga di hadapan
Tuhan berkata: Ya Allah, ya Rabbi, berilah saya kesempatan, kekuatan, taufik, hidayat untuk
dedicate my self to this great cause of freedom and to this great service.

Inilah Saudara-saudara yang saya hendak katakan kepadamu;dalam saya pada hari sekarang ini
memberi laporan kepadamu. Moga-moga Tuhan selalu memimpin saya, moga-moga Tuhan
selalu memimpin Saudara-saudara sekalian. Sekianlah.
PUSTAKA
18/07/10 PIDATO KETUA UMUM PARTAI...
01/06/10 Amanat 1 Juni Ketua Umum DPP...
23/09/08 Bung Hatta: Pancasila Harus...
12/05/08 PIDATO PRESIDEN SUKARNO...
02/05/07 DEKLARASI BAITUL MUSLIMIN...
16/02/07 Pidato Bung Karno di Kongres...
16/02/07 Sambutan Ketua Umum PDI...
10/02/07 Pidato Mega HUT PDI Perjuangan...
30/01/07 Pidato Mega PBB...
30/01/07 Pidato Mega...
28/01/07 Matahari...
28/01/07 Petuah Bung Karno Tentang...
SABETAN
26/05/08 Good Bye Demokrasi Prosedural An...
15/05/08 Weladalah,...

You might also like