You are on page 1of 21

REFRAT ILMU PENYAKIT DALAM

Sirosis Hepatis pada Pasien Alkoholik

BAB I
PENDAHULUAN

Sesuai dengan semakin majunya perkembangan gaya hidup, tingkat konsumsi


alkohol meningkat pesat beberapa tahun ini. Dengan semakin majunya pola hidup,
tingkat stress serta pengaruh dari budaya barat, jumlah konsumsi alkohol di Indonesia
semakin meningkat juga. Penggunaan alkohol yang berlebihan dapat menimbulkan
gangguan permeabilitas usus, malnutrisi dan yang paling buruk adalah sirosis. 1

Sirosis dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab yaitu radang kronis
berkepanjangan, racun, infeksi, dan penyakit jantung. Di Amerika sendiri penyebab
sirosis hepatis mulai dari yang paring sering adalah Hepatitis C (26%), Alcoholic
Liver Disease (21%), criptogenik / tidak diketahui (18%), Hepatitis C + Alkohol
(15%), Hepatitis B (15%) dan Lain-lain (5%). Dari data di atas dapat kita lihat bahwa
alkohol menjadi penyebab kedua terbanyak terjadinya sirosis hepatis. 2,3

Sirosis alkohol disebut juga Sirosis Laennec, merupakan proses kelainan


hati yang bersifat difus, ditandai dengan fibrosis dan perubahan bentuk hati normal ke
bentuk nodul-nodul yang abnormal yang disebabkan karena efek toksik dari etanol
terhadap hati. Terjadi setelah penyalahgunaan alkohol selama bertahun-tahun. 2

Alkoholik sirosis merupakan penyebab primer dari sirosis di Amerika Serikat.


Setidaknya 10-15% populasi yang mengkonsumsi alkohol secara berlebihan akan
menderita sirosis. Dari 26.000 orang yang meninggal akibat sirosis setiap tahunnya,
setidaknya 40% orang mempunyai riwayat mengkonsumsi alkohol. Alkoholik sirosis
dilaporkan menyebabkan 44% kematian akibat sirosis di Amerika Utara. Angka
tersebut diperkirakan masih rendah. Suatu studi di Kanada menemukan bahwa
alkohol merupakan penyebab dari 80% kematian akibat sirosis.

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan
dengan wanita sekitar 1,6:1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur
30-59 tahun, dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sirosis adalah proses kelainan hati yang bersifat difus, ditandai dengan
fibrosis dan perubahan bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul yang abnormal.
Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler
(kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan
hati bersifat reversibel, namun pada sebagian besar pasien, proses sirosis biasanya
ridak reversibel. Alkoholik sirosis adalah proses kelainan hati yang bersifat difus,
ditandai dengan fibrosis dan perubahan bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul
yang abnormal yang disebabkan karena efek toksik dari etanol terhadap hati.1

2.2 Epidemiologi
Alkoholik sirosis merupakan penyebab primer dari sirosis di Amerika Serikat.
Setidaknya 10-15% populasi yang mengkonsumsi alkohol secara berlebihan akan
menderita sirosis. 1. Dari 26.000 orang yang meninggal akibat sirosis setiap tahunnya,
setidaknya 40% orang mempunyai riwayat mengkonsumsi alkohol. 2 Alkoholik sirosis
dilaporkan menyebabkan 44% kematian akibat sirosis di Amerika Utara. Angka
tersebut diperkirakan masih rendah. Suatu studi di Kanada menemukan bahwa
alkohol merupakan penyebab dari 80% kematian akibat sirosis.3

2.3 Etiologi
Penggunaan alkohol yang berlebihan dapat menimbulkan alkoholik sirosis.
Konsumsi 12 gram alkohol setara dengan sebotol bir atau 120 mL anggur (wine) atau
30 mL minuman lain dengan kadar alkohol 80%. Batasan untuk terjadinya alkoholik
sirosis pada pria apabila konsumsi alkohol lebih dari 60-80 gram/hari selama 10
tahun sedangkan pada wanita terjadi jika konsumsi alkohol antara 20-40 gram/hari.
Jika konsumsi alkohol mencapai 160 gram/hari, maka akan terjadi peningkatan resiko
terjadinya alkoholik sirosis sebesar 25 kali.4

2.4 Patogenesis
Sirosis alkohol juga, disebut Sirosis Laennec, terjadi setelah
penyalahgunaan alkohol bertahun-tahun. Produk akhir pencernaan yang dihasilkan
dihati pada seorang pecandu alkohol bersifat toksik terhadap hepatosit. Nutrisi yang
buruk, yang sering dijumpai pada pecandu alkohol, juga berperan menyebabkan
kerusakan hati, mungkin dengan merangsang hati secara berlebihan untuk melakukan
glokuneogenesis atau metabolisme protein. Sirosis alkohol ini memiliki 3 stadium,
yaitu : 2
1. Penyakit perlemakan hati adalah stadium pertama.
Kelainan ini bersifat reversibel dan ditandai oleh penimbunan
trigliserida di hepatosit. Alkohol dapat menyebabkan penimbunan
trigliserida di hati dengan bekerja sebagai bahan bakar untuk
pembentukan energi sehingga asam lemak tidak lagi diperlukan.
Produk-produk akhir alkohol, terutama asetaldehida, juga mengganggu
fosfolarisasi oksidatif asam-asam lemak oleh mitokondria hepatosit,
sehingga asam-asam lemak tersebut terperangkap di dalam hepatosit.
Infiltrasi oleh lemak bersifat reversibel apabila konsumsi alkohol
dihentikan.
2. Hepatitis alkohol adalah stadium kedua sirosis alkohol.
Hepatitis adalah peradangan sel-sel hati. Pada para pecandu alkohol,
peradangan sebagian sel dan nekrosis yang diakibatkannya biasanya
timbul setelah minum alkohol dalam jumlah besar, (kemungkinan
timbulnya hepatitis alkoholik kecil sekali pada penderita yang minum
kurang dari 60 gram etanol sehari (6 oz whisky atau liter anggur)
atau jika etanol kurang dari 20% kalori per hari). Lebih dari 80%
kasus dengan hepatitis alkoholik terjadi setelah minum alkohol selama
5 tahun lebih sebelum timbul gejala dan keluhan. Kerusakan hepatosit
mungkin disebabkan oleh toksisitas produk-produk akhir metabolisme
alkohol, terutama asetaldehid dan ion hidrogen. Stadium ini juga dapat
reversibel apabila konsumsi alkohol dihentikan.
3. Sirosis itu sendiri adalah stadium akhir sirosis alkohol dan bersifat
Fibrosis dan scaring
Inflamasi pada hati Nekrosis hati
ireversibel. Pada stadium ini, sel-sel hati yang mati diganti hati
pada oleh
Nyeri jaringan
Demamparut. Peradangan kronik menyebabkan timbulnya
pembengkakan dan edema interstisium yang dapat menyebabkan
Menurunnya metabolisme
Nausea, vomit,
kolapsnya pembuluh-pembuluh bilirubin
darah kecil dan meningkatkan
anoreksia Hipertensi
Hiperbilirubinemia
resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, akibat responporta
Menurunnya sekresi
empedu
peradangan terbentuk pita-pita fibrosa dalam
yang saluran dan melilit
melingkari
pencernaan
Lemashepatosit-hepatosit yang masih ada. Terjadi hipertensi portal dan
Light-colored stools
Menurunnya
asites. Biasanya timbul varises oesofagus, absorpsi
rektum dan abdomen serta
vitamin K
ikterus hepatoselular.
Menurunnya metabolism hormon Resistensi terhadap aliran darah yang melintasi
Kecenderungan
Meningkatnya hati
androgen dan secara progresif dan fungsi
meningkat perdarahan
hati semakin memburuk.
estrogen Meningkatnya
(Bagan 1.1)
Ginekomasti urobilinogen
Hilangnya rambut tubuh Urin berwarna gelap
Etanol danmenstruasi
Disfungsi metabolitnya , asetaldehid, telah terbukti menyebabkan kerusakan
membran Spider
sel angiomas
hati dengan cara mengganggu fluiditas membran sel hati yang
Palmar erythema Asites
selanjutnya
Meningkatnya akan
ADHmengganggu
dan Menurunnya
aktivitas enzim pada membran dan transportasiEdema
aldosteron metabolism protein, Splenomegali
protein. Etanol akan menyebabkan timbulnya megamitokondria pada penderita
Edema karbohidrat, dan Anemia
hepatitis alkohol dan asetaldehid bersifat sebagai lemak Trombositopenia
neoantigen dan mencetuskan
Hipoglikemia Leukopenia
timbulnya cedera imunologis.1
Menurunnya protein Varices
plasma Varises esofagus
Asites dan Wasir
edema Caput medusae

Gangguan biokimia
Meningkatnya kadar AST dan ALT
Bagan 1.1 Patogenesis Sirosis Alkohol 1 Meningkatnya bilirubin
Kadar serum bilirubin yang rendah
Memanjangnya waktu protrombin
Meningkatnya alkaline fosfatase

Kematian Gagal hati

Kerusakan hepatorenal

Koma hepatikum Ensefalopati hepatikum


Cedera hati pada hepatitis alkohol lebih nyata di area perivenula lobulus hati
yang diketahui sangat sensitif pada hipoksia. Etanol menimbulkan kondisi
hipermetabolik sel hati melalui terutama sistem MEOS yang tidak menghasilkan ATP
tetapi lebih banyak menyebabkan hilangnya energi dalam bentuk panas. Pada
beberapa studi pemakaian obat antitiroid yang bersifat anti metabolik memberikan
efek yang baik pada hepatitis alkohol. 1

Radikal bebas, superoksida dan hidroksiperoksida adalah produk metabolisme


etanol yang dihasilkan melalui jalur mikrosomal dan peroksisomal. Sebagai
tambahan, reaksi asetaldehid dengan glutation akan mengurangi kemampuan
hepatosit untuk melawan radikal bebas ini. Antioksidan lain misalnya selenium, zinc
dan vitamin E biasanya juga menurun pada penderita dengan alkoholisme.
Peroksidasi membran lipid bersama dengan cedera hati mungkin terlihat dalam
kematian sel dan reaksi inflamasi 2.
Proses oksidasi etanol membutuhkan konversi NAD menjadi NADH yang
juga dibutuhkan untuk oksidasi lemak sehingga terjadi gangguan oksidasi asam
lemak dan akan menyebabkan reaksi inflamasi dalam hepatosit (steatosis). Walaupun
kondisi ini dianggap jinak dan reversibel tetapi rupturnya hepatosit yang mengandung
lemak ini akan menyebabkan reaksi inflamasi , pembentukan granuloma dan fibrosis
serta memberikan kontribusi pada cedera hati. Metabolisme etanol non oksidatif akan
membentuk asam lemak etil ester yang juga berdampak pada patogenesis cedera
hepar akibat alkohol ini. 2
Peranan sistem imun hepatitis alkohol sering persisten selama berbulan-bulan
setelah berhenti minum alkohol. Penyakit malah akan memburuk pada minggu-
minggu pertama abstinensia. Hal ini diduga terjadi akibat mekanisme imunologi.
Kadar imunoglobulin terutama IgA meningkat pada penderita hepatitis alkohol.
Antibodi anti acetaldehyde-modified cytoskeletal protein dapat ditemukan pada
beberapa individu. Autoantibodi termasuk ANA dan anti ssDNA atau anti dsDNA
juga terdeteksi pada penderita ini. 2
Limfosit T dan B ditemukan di daerah portal dan periportal dan sel NK
ditemukan di sekeliling hepatosit yang mengandung hialin. Jumlah limfosit di perifer
akan menurun dengan peningkatan rasio sel Th dibanding sel Ts. Terapi
imunosupresif terbukti memperbaiki survival dan mempercepat penyembuhan pada
penderita hepatitis alkohol yang berat. 2
Interaksi infeksi virus dengan hepatitis alkohol; Konsumsi alkohol dapat
menyebabkan eksaserbasi penyakit akibat faktor patogenik lain termasuk virus
hepatitis. Studi epidemiologik membuktikan risiko sirosis penderita hepatitis C
kronik meningkat dengan konsumsi alkohol. Mekanismenya mungkin akibat
gangguan imunitas untuk membunuh virus atau juga meningkatnya kemampuan
ekspresi gen akibat interaksi alkohol dengan virus hepatitis C. 2
Penyalahgunaan alkohol yang lama berpotensi menyebabkan toksisitas
asetaminofen melalui induksi CYP2E1 dan deplesi glutation. Penderita alkoholik
dapat mengalami kondisi hepatotoksik berat bahkan faal dengan dosis terapeutik
asetaminofen yang standar. Sitokin TNF-, IL-1,IL-6, dan IL-8 yang tinggi pada
penderita hepatitis alkohol. Sitokin-sitokin inflamasi ini sudah dipostulasikan
menyebabkan komplikasi metabolik pada hepatitis alkohol dan mungkin
menyebabkan timbulnya cidera hati menggambarkan peranan sitokin yang terlibat
pada penyakit hati 2

Bagan 1.2 Mekanisme cedera hati pada hepatitis alkohol2

Alkohol

Permeabilitas usus ADH CYP2E Malnutrisi

Endotoksemia Asetaldehid Stress


Oksidasi

Aktivasi
sel
Aktivasi sel Kuppfer Kerusakan Regenerasi
stelata
Peradangan hepatosit Fibrosis terganggu
2.5 Manifestasi Klinis
Konsumsi etanol dalam jumlah yang berlebihan akan membuat seseorang
menderita Sirosis alkoholik. Stigmata alkoholisme (atrofi testis, palmar eritema,
spider angiomata, dan ginekomastia) bisa saja terjadi.
Gejala-gejala yang menunjukkan hipogonadisme dan feminisasi bisa terjadi
pada pria alkoholis sebelum onset penyakit hati, yang terjadi karena efek toksik
etanol terhadap sel-sel leydig yang akhirnya menyebabkan berkurangnya sekresi
testosteron, adanya gangguan pada fungsi kelenjar hipotalamus-pituitari yang akan
menyebabkan rendahnya sekresi luteinizing hormone (LH), dan timbul induksi
aromatase pada jaringan-jaringan adiposa, serta peningkatan konversi androgen
menjadi estrogen.
Sirosis alkoholik sangat jarang bisa didiagnosis secara klinis karena
kebanyakan pasien tidak terdapat gejala (asimptomatik) dan biasanya tidak akan
mencari pertolongan medis. Namun, pada beberapa kasus, Sirosis alkoholik yang
terbukti secara biopsi akan menunjukkan beberapa gejala konstitusi seperti
kelemahan, cachexia, demam, anoreksia, mual, muntah, jaundice, nyeri pada hepar,
pembesaran limpa, atau timbulnya asites.
2.6 Pemeriksaan dan Diagnosis

Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati dekompensata (simptomatik)


tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami pasien dan tanda yang
diperoleh dari pemeriksaan fisik sudah cukup mengarahkan kita pada diagnosis.
Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG Abdomen dan tes-tes
laboratorium dapat membantu.

Dari anamnesis, dapat ditanyakan gejala-gejala yang timbul pada pasien,


onset timbulnya penyakit, progresivitas penyakit, dan faktor resiko seperti :

Penggunaan alkohol
Penggunaan obat-obatan
Aktivitas seksual
Riwayat bepergian
Paparan dengan orang beresiko tinggi/menderita penyakit liver
Riwayat transfusi darah
Pekerjaan
Riwayat keluarga

Pada pemeriksaan fisik, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan
terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak
teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat menggunakan shifting dullness atau
undulasi. Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu, spider
telangiekstasis (Suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema
palmaris (warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput
medusa, foetor hepatikum (bau yang khas pada penderita sirosis), dan ikterus
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis, Fungsi
hati kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase,
gamma glutamil transpeptidase, serum albumin, prothrombin time, dan bilirubin.
Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase
(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik.

Abnormalitas dari hasil laboratorium pada Sirosis alkoholik biasanya hanya


merupakan alterasi ringan. Bilirubin akan meningkat pada 25% kasus ini, namun
biasanya tidak melebihi 5 mg/dL. Pada hampir semua tingkat penyakit hati alkoholik,
kadar serum aspartate aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT)
biasanya tidak melebihi 300 IU/L. Kadar AST biasanya lebih tinggi dari serum ALT
(dengan perbandingan 2:1 pada hampir 80% kasus).

Adanya defisiensi hepatik dari piridoksal-6-fosfat, sebuah kofaktor yang


dibutuhkan pada aktivitas enzimatik ALT, diperkirakan merupakan penyebab dari
lebih kecilnya peningkatan kadar ALT pada pasien-pasien ini. Alkalin fosfatase
biasanya tidak lebih tinggi daripada 300 IU/L. Rasio daripada gamma
glutamiltransferase padad aktivitas alkalin fosfatase bisa lebih dari 5, yang terjadi
karena induksi yang tidak sesuai dari gamma glutamiltransferase karena konsumsi
alkohol yang berlebihan. Rasio ini lebih spesifik daripada sensitif pada pasien yang
terinduksi gamma glutamiltransferasenya namun dikarenakan penggunaan obat-
obatan (antikonvulsan). Pada Sirosis alkoholik, kadar serum albumin dan globulin
biasanya normal apabila tidak ada kondisi-kondisi medis yang bisa
mempengaruhinya, termasuk adanya malnutrisi.
Bagan 2.1 Algoritma evaluasi kelainan fungsi hati
Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan
karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi
sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis
lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali,
thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien
sirosis
Secara mikroskopis, ada variasi yang besar antara jumlah sel-sel yang terlibat,
dengan tendensi mengarah pada akumulasi lemak pada daerah perivena dan bagian
tengah daripada lobulus hati. Biasanya, hepatosit akan ruptur dan membentuk kista
yang mengandung lemak, yang kemudian akan menjadi lipogranuloma. Secara
umum, akan terjadi nekrosis atau terjadi inflamasi pada sel-sel. Kolestasis
intrahepatik dan kolangiolitis ringan bisa terjadi pada keadaan tidak terdeteksinya
obstruksi bilier ekstrahepatik.
Salah satu varian klinis lain dari Sirosis alkoholik adalah timbulnya
degenerasi alkoholik. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan dari kadar serum
aminotransferase, alkalin fosfatase, kadar lipid serum, dan kadar bilirubin. Biopsi
yang dilakukan pada hepar akan menunjukkan arsitektur lobular yang intak, dan
hepatosit perivenular menunjukkan adanya megamitokondria, akumulasi lemak
mikrovesikular yang ekstensif, dan deposisi pigmen bilus.
Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan
menggunakan klasifikasi Child Pugh.

Tabel I. Klasifikasi Child Pugh

Derajat Kerusakan Satuan 1 2 3


Serum bilirubin mg/dL < 2.0 2.0 3.0 > 3.0
Serum albumin g/dL > 3.5 3.0 3.5 < 3.0
Protrombin time detik 04 46 >6
Dapat terkendali
Tidak dapat
Asites - dengan
terkendali
pengobatan
Hepatic
- Minimal Berat/koma
encephalopathy

2.7 Penatalaksanaan

Sebagian besar penderita hepatitis alkohol berderajat ringan dengan prognosis


baik, tidak memerlukan pengobatan spesifik atau perawatan rumah sakit. Konsumsi
alkohol harus dihentikan disertai asupan nutrisi yang baik. Suplementasi vitamin dan
mineral termasuk folat dan tiamin dapat diberikan. Penderita dengan koagulopati
harus mendapat vitamin K parenteral. Sebaliknya, penderita hepatitis alkohol
beresiko tinggi mengalami kematian. Prediktornya adalah timbulnya ensefalopati
hepatik. 1
Kebanyakan penatalaksaan ditujukan untuk meminimalisir komplikasi yang
disebabkan oleh sirosis mengingat sirosis merupakan kerusakan hati yang ireversibel
sehingga untuk memperbaiki struktur hati sepertinya tidak dapat dilakukan. 1
Pengobatan fibrosis hati pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan
tidak terhadap fibrosis. Di masa yang akan datang, menempatkan sel stellata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Interferon
mempunyai aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel
stellata bisa merupakan suatu pilihan.1
Penderita dengan kombinasi koagulopati dan hiperbilirubinemia dengan
komplikasi lain, misalnya perdarahan saluran cerna dan azotemia, harus dirawat di
rumah sakit. Biasanya diobservasi di ruang intensif sampai tes fungsi hati dan kondisi
klinis membaik. Penderita ini memerlukan terapi spesifik untuk menurunkan cedera
hati, meningkatkan regenerasi sel hati dan menekan reaksi inflamasi. 1
Glukokortikoid biasanya digunakan pada hepatitis alkoholik yang berat
walaupun keuntungannya belum terbukti. Terapi lain masih bersifat eksperimental
yang bertujuan memperbaiki fungsi hati, mencegah sirosis dan menurunkan angka
kematian. Terapi lain yang digunakan yaitu pentoksifilin yang dapat menurunkan
produksi TNF- dan sitokin proinflamasi. 1
Infliximab (Remicade) diberikan secara parenteral sebagai antibodi
monoklonal anti TNF- yang dapat memperbaiki skor Maddrey, serum bilirubin dan
kadar C-reaktif protein, dan yang penting dapat memperbaiki ketahanan hidup. 1
Menghentikan konsumsi alkohol merupakan pilar utama untuk mengatasi
kelainan ini. Hepatitis alkohol akan mengalami perbaikan setelah 6-12 bulan
menghentikan alkohol dan perbaikan akan terus terjadi selama beberapa tahun.
Bahkan penderita yang ringan akan sembuh sempurna. Terapi tambahan lain
termasuk dukungan nutrisi yang cukup. Asupan kalori dan protein yang adekuat akan
memperbaiki survival penderita hepatitis alkohol berat. Pada penderita ensefalopati
hepatik yang berat perlu dilakukan restriksi protein. 1
Obat lain yang pernah dipakai antara lain:
1. Pentoksifilin yang dapat menurunkan resiko sindrom hepatorenal.
Anabolik steroid untuk meningkatkan sintesis protein dan perbaikan
sel.
2. Propiltiourasil menurunkan metabolisme basal di hati dan mengurangi
kebutuhan oksigen.
3. Insulin dan glukagon adalah hormon hepatotropik yang mungkin
berperan dalam regenerasi sel hati yang cedera.
4. Kolkisin, penisilamin, agen sulfidril, N-asetil-L-sistein, vitamin E,
polyunsaturated lecithin (PPC, fosfatidil kolin), ursodeoxycholic acid,
silimarin, sianidanol-3 (catechin) pernah dicoba untuk memperbaiki
kondisi penyakit ini tetapi belum ada hasil yang cukup memuaskan
bahkan timbul kematian akibat komplikasi zat tersebut. 1

Untuk sirosis alkoholik yang berat, terapi ditujukan pada komplikasi akibat sirosis:
1. Asites

- Tirah baring

Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika. Perbaikan efek


diuretika ini berkaitan dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus akibat tirah baring. Tirah baring akan menyebabkan aktifitas
simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun. Tirah baring
yang dimaksud bukan berarti harus istirahat total di tempat tidur sepanjang
hari, melainkan tidur terlentang dengan kaki sedikit diangkat selama
beberapa jam setelah minum diuretika. 5
- Diet

Batasi konsumsi garam hingga < 2 gram /hari.5


- Diuretika

Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai


antialdosteron, misalnya spironolakton. Spironolakton adalah diuretika
hemat kalium yang bekerja di tubulus distal dan menahan resorbsi
natrium. Target yang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah baring, diet
rendah garam, dan diuretika adalah peningkatan diuresis sehingga berat
badan menurun 400-800 g/hari. Pasien yang disertai sedema perifer
penurunan berat badan dapat sampai 1500 g/hari. 5

- Parasentesis

Parasentesis adalah pengobatan asites yang tergolong kuno. Pada mulanya


karena berbagai komplikasi, parasentesis tidak lagi disukai. Namun,
beberapa tahun terakhir parasentesis dianjurkan karena mempunyai
banyak keuntungan dibandingkan dengan terapi konvensional bila
dikerjakan dengan baik. Untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan
sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin parenteral sebanyak 6-8 gram.
Parasentesis tidak diberikan pada sirosis dengan Child-Pugh C kecuali
asites tersebut refrakter. 5

2. Varises esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya terlebih
dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai
keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan : 5
Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu
transfusi
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah dan pemberian obat-
obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K,
Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin. Disamping itu diperlukan tindakan-
tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan
Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal
Transection. 5
3. Koma Hepatikum

Koma hepatikum adalah suatu sindrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada


penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. 1
Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya faktor
pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang
hepatotoksik. 5
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. mengenali dan mengobati faktor pencetus
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-
toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)
2.8 Prognosis
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyait lain yang
menyertai. Klasifikasi Child Pugh, juga dapat digunakan untuk menilai prognosis
pasien sirosis yang akan menjalani operasi. 1

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Sirosis adalah proses kelainan hati yang bersifat difus, ditandai dengan
fibrosis dan perubahan bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul yang abnormal.
Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler
(kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Penggunaan alkohol yang
berlebihan dapat menimbulkan alkoholik sirosis.
Alkoholik sirosis adalah proses kelainan hati yang bersifat difus, ditandai
dengan fibrosis dan perubahan bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul yang
abnormal yang disebabkan karena efek toksik dari etanol terhadap hati. Alkoholik
sirosis merupakan penyebab primer dari sirosis di Amerika Serikat. Setidaknya 10-
15% populasi yang mengkonsumsi alkohol secara berlebihan akan menderita sirosis.
Produk akhir pencernaan yang dihasilkan dihati pada seorang pecandu alkohol
bersifat toksik terhadap hepatosit. Nutrisi yang buruk, yang sering dijumpai pada
pecandu alkohol, juga berperan menyebabkan kerusakan hati, mungkin dengan
merangsang hati secara berlebihan untuk melakukan Glokuneogenesis atau
metabolisme protein. Sirosis alkohol ini memiliki 3 stadium yaitu perlemakan hati,
hepatitis alcohol, dan sirosis.
Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati dekompensata tidak begitu sulit,
gabungan dari kumpulan gejala yang dialami pasien dan tanda yang diperoleh dari
pemeriksaan fisik sudah cukup mengarahkan kita pada diagnosis. Namun jika
dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG Abdomen dan tes-tes laboratorium
dapat membantu .
Sebagian besar penderita hepatitis alkohol berderajat ringan dengan prognosis
baik, tidak memerlukan pengobatan spesifik atau perawatan rumah sakit. Konsumsi
alkohol harus dihentikan disertai asupan nutrisi yang baik. Suplementasi vitamin dan
mineral termasuk folat dan tiamin dapat diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Ed.1. Jakarta:


Jayabadi.2007.
2. http:Digestive-disorders.health-cares.net/alcoholic-cirrhosis.php
adam.about.com/reports/000075_1.htm
3. Harrison 17th edition principle of internal medicine.volume 2.USA: the
mcgraw hills company. 2008.
4. McCance, Kathryn L, et al. Pathophysiology The Biologic
Basic for Disease in Adults and Children. Ed. 5. United States
of America : Elseviers Health Sciences Right
Departement.2006.
5. Sudoyo A W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam.2006

You might also like