You are on page 1of 37

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 ANAMNESA PRIBADI


Nama : Guntur Opusungguh
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Status : Kawin
Agama : Kristen
Pekerjaan : Petani
Alamat : Laut Tador
Suku : Batak
Tgl Masuk : 5 November 2014

3.2 ANAMNESIS PENYAKIT


1. Keluhan Utama : Os datang dengan keluhan muntah darah
2. Telaah :
Pasien datang ke RS dengan keluhan muntah darah berwarna merah

segar bercampur dengan warna hitam dengan frekuensi 1 x hari ini, 3

hari sebelumnya OS juga mengeluh BAB berwarna hitam, sedikit-

sedikit dengan konsistensi lembek, frekuensi 6 kali sehari, perut

kembung dan rasa nyeri di perut bagian atas tengah dan atas kiri yang

bersifat terus menerus. Keluhan disertai dengan sesak, mual, pusing,

oyong, keringat dingin. BAK berwarna seperti teh pekat. OS memiliki

kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok 2 bungkus per hari

kurang lebih 10 tahun.

3.3 ANAMNESA PENYAKIT TERDAHULU :


Hipertensi : Disangkal
DM : Disangkal
Maag : Dibenarkan
Riwayat nyeri sendi (-)
3.4 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

Pada anggota keluarga tidak didapati keluhan yang sama seperti pasien.
3.5 RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT :

Pasien mengaku mengkonsumsi promag untuk mengobati sakit maag yang

diderita

3.6 ANAMNESA MAKANAN

Nasi : (+)
Ikan : (+)
Sayur-sayuran : (+)
Daging : (+)

3.7 ANAMNESA INTOKSIFIKASI

Riwayat Intoksifikasi disangkal pasien

3.8 STATUS PRESENT

Keadaan Umum

- Sensorium : CM
- Tekanan Darah : 90 / 50 mmHg
- Heart rate : 100 x/i , regular, equals
- Pernafasan : 24 x/i Torako abdominal
- Temperature : 36 0C

3.9 KEADAAN PENYAKIT

Keadaan Umum : Sedang

- Anemia : (+)
- Ikterus : (-)
- Sianosis : (-)
- Dispnue : (+)
- Edema : (+)
- Purpura : (-)
- Turgor Kulit : Kembali Lambat
- Pancaran Wajah : Lelah
- Sikap Tidur Paksa : ( - )

3.10 KEADAAN GIZI

BB : 55 Kg TB : 160 cm

RBW : ( BB / TB 100 ) x 100%

: ( 55 / 160 -100) x 100%

: 92 % Normoweight

3.11 PEMERIKSAAN FISIK

1. KEPALA

- Bentuk : Normocephali

- Pertumbuhan Rambut : Dalam Batas Normal

- Nyeri Tekan : ( - )

- Perubahan Lokal : ( - )

A. Muka

- Pancaran Wajah : Lelah

- Sembab : ( - )

- Pucat : ( - )

- Kuning : ( - )

- Parase : ( - )

- Gangguan Lokal : ( - )
B. MATA

- Stand Mata : DBN

- Gerakan : Baik Kesegala Arah

- Exofthalmus : ( - )

- Ptosis : ( - )

- Ikterus : ( + )

- Anemia : ( + )

- Reaksi Pupil : ( + ) / ( + ) , Isokor, diameter pupil


3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)

- Gangguan Local : ( - )

C. TELINGA

- Sekret : ( - )

- Radang : ( - )

- Bentuk : DBN

- Atrofi : ( - )

D. HIDUNG

- Sekret : ( - )

- Bentuk : DBN

- Benjolan Benjolan : ( - )

E. BIBIR

- Sianosis : ( - )

- Pucat : ( - )
- Kering : ( - )

- Radang : ( - )

F. GIGI

- Karies : ( + )

- Pertumbuhan : DBN

G. Lidah

- Kering : ( - )

- Pucat : ( + )

- Beslag : ( - )

- Tremor : ( - )

H. Tonsil

- Merah : ( - )

- Bengkak : ( - )

- Beslag : ( - )

2. LEHER

Inspeksi

- Struma : Tidak Dijumpai pembesaran

- Kelenjar Bengkak : ( - )

- Pulsasi Vena : ( + )

- Venektasi : ( - )

Palpasi

- Posisi Trachea : Medial / DBN


- Nyeri Tekan : ( - )

- Tekanan Vena Jugularis : R +3 cm H2O

3. THORAX

THORAX DEPAN

Inspeksi

- Bentuk : Fusiformis

- Simetris / Asimetris : Simetris

- Retraksi Iga : ( - )

- Bendungan Vena : ( - )

- Ketinggalan Bernafas : ( - )

- Venektasi : ( - )

- Pembengkakan : ( - )

- Ginekomastia : ( - )

- Spider Naevi :( + )

- Ictus Cordis : Tidak Terlihat

Palpasi

- Nyeri Tekan : ( - )

- Fremitus Suara :

a. Lapangan Paru Atas : Kanan = Kiri

b. Lapangan Paru Tengah : Kanan = Kiri

c. Lapangan Paru Bawah : Kanan = Kiri


- Ictus Cordis

a. Lokalisasi : ICR V, 1 jari medial linea midclavicula


sinistra

b. Kuat Angkat : ( - )

c. Melebar : ( - )

Perkusi

- Suara Perkusi Paru

a. Lapangan Paru Atas : Sonor, Kanan = Kiri

b. Lapangan Paru Tengah : Sonor, Kanan = Kiri

c. Lapangan Paru Bawah : Sonor, Kanan = Kiri

- Batas Paru Hati

a. Relatif : ICR V

b. Absolut : ICR VI

c. Peranjakan Hati : 2 cm dibawah batas Paru Hepar Absolut

- Gerakan Bebas : ( - )

- Batas Jantung

a. Kanan : ICR V, 1 jari lateral linea parasternal


dextra

b. Atas : ICR III, Linea midclavicula Sinistra

c. Kiri : ICR V, 2 jari lateral Linea Midclavicula


Sinistra

Auskultasi

Paru Paru
a. Suara Pernafasan

- Lapangan Paru Atas : Vesikuler Kanan = Kiri

- Lapangan Paru Tengah : Vesikuler Kanan = Kiri

- Lapangan Paru Bawah : Vesikuler Kanan = Kiri

b. Suara Tambahan

- Ronkhi Basah : ( - )

- Ronkhi Kering : ( - )

- Krepitasi : ( - )

- Gesek Pleura : ( - )

Cor

a. Heart Rate : 100 x/i regular ,equals

b. Suara Katup : M1 > M2 A2 > A1

P2 > P1 A2 < P2

c. Suara Tambahan

- Desah Jantung fungsional / organis : ( - )

- Gesek PeriCardial / PleuraCardial : ( - )

THORAX BELAKANG

Inspeksi

- Bentuk : Fusiformis
- Simetris / Asimetris : Simetris

- Benjolan Benjolan : ( - )

- Scapulae Alta : ( - )

- Ketinggalan Bernafas : ( - )

- Venektasi : ( - )

Palpasi

- Nyeri Tekan : ( - )

- Fremitus Suara

a. Lapangan Paru Atas : Kanan = Kiri

b. Lapangan Paru Tengah : Kanan = Kiri

c. Lapangan Paru Bawah : Kanan = Kiri

Perkusi

- Suara Perkusi Paru

a. Lapangan Paru Atas : Sonor, Kanan = Kiri

b. Lapangan Paru Tengah : Sonor, Kanan = Kiri

c. Lapangan Paru Bawah : Sonor, Kanan = Kiri

- Batas Bawah Paru

a. Kanan : Vertebra Thorakal 10

b. Kiri : Vertebra Thorakal 11

Auskultasi

- Suara Pernafasan

a. Lapangan paru Atas : Vesikuler Kanan = Kiri


b. Lapangan paru Tengah : Vesikuler Kanan = Kiri

c. Lapangan Paru Bawah : Vesikuler Kanan = Kiri

- Suara Tambahan

a. Ronkhi Basah : ( - )

b. Ronkhi Kering : ( - )

c. Wheezing : ( - )

d. Krepitasi : ( - )

e. Gesek Pleura : ( - )

4. ABDOMEN

Inspeksi

- Membesar : ( + )

- Venektasi : ( - )

- Gelembung : ( -)

- Sirkulasi Kolateral : ( + )

- Pulsasi : ( - )

- Caput Medusa : ( - )

Palpasi

- Defens Muscular : ( - )
- Nyeri Tekan : (+), regio epigastrium dan hipokondrium
kiri

- Undulasi : (+)

- Hepar : Tidak teraba

- Lien : Tidak teraba

- Ren : Tidak Teraba

Perkusi

- Suara Abdomen : Timpani

- Shiffting Dullnes : ( + )

- Pekak Hati : ( - )

Auskultasi

- Peristaltic Usus : ( + )

- Double Sound : ( - )

6. EKSTREMITAS

Ekstremitas Atas

- Bengkak : ( - )/ ( - )

- Merah : ( - )/ ( - )

- Eritema Palmaris : ( - )/ ( - )

- Stand Abnormal : ( - )/ ( - )

- Gangguan Fungsi : ( - )/ ( - )

- Rumple leed Test : ( - )


- Reflex : - Biceps ( + ) / ( + )

- Triceps ( + ) / ( + )

Ekstremitas Bawah

- Bengkak : ( - )/ ( - )

- Merah : ( - )/ ( - )

- Oedem : ( + )/ ( + )

- Pucat : ( - )/ ( - )

- Gangguan Fungsi : ( - )/ ( - )

- Varises : ( - )/ ( - )

- Reflex : - KPR ( + ) / ( + )

- APR ( + ) / ( + )

3.12 PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

DARAH URIN FESES

Hb 4,8 g/dL Warna Warna

Leukosit 15 x 109 / Reduksi Konsistens


L i

LED TDP Protein Eritrosit

Eritrosit 1,99 x 1012 Bilirubi Leukosit


/L n

Hitung TDP Urobilin Amoeba /


Jenis ogen kista

Trombosit 136 x 109 / Sedimen Telur


L t Cacing

Eritrosit Ascaris
Leukosit Anchylosis

Silinder T.Trichuria

Epitel Kremi

3.13 RESUME

Anamnesa

Keluhan Utama : Muntah Darah

Telaah : Os datang dengan keluhan muntah darah, berwarna merah


segar bercampur hitam. Os merasakan pusing ( + ) Mual ( + ) Muntah ( + ) Nyeri
Abdomen (+) Perut kembung (+), BAB (+) berwarna hitam, frek 6 kali dengan
konsistensi lembek. Riwayat Penyakit terdahulu maag 4 tahun. Riwayat DM
disangkal oleh Os.

Status Present

Keadaan Umum Keadaan Penyakit Keadaan Gizi

Sens : CM Anemia : ( + ) TB : 160cm

TD : 90 / 50 mmHg Ikterus : ( + ) BB : 55 kg

HR : 100 x /i , regular Sianosis : ( - ) RBW : 92%

RR : 24 x /i thorakal Dispnue : ( - )
abdominal

Edema : ( + )
Temp : 36 C Eritema : ( - )

Turgor : kembali lambat

Pancaran wajah : ( + )

Sikap Paksa : ( - )

PEMERIKSAAN FISIK

- Kepala : DBN

- Leher : TVJ +3cmH2O

- Thorax : kanan : ICR V, 1 jari lateral linea parasternal


dextra

Atas : ICR III, Linea midclavicula


Sinistra

Kiri : ICR V, 2 jari lateral Linea Midclavicula


- Abdomen : Ascites ( + ), undulasi ( + ) , Shifting dullness ( + )

Double sound ( - )

- Ekstremitas : Oedem pretibial ( + )


PEMERIKSAAN LABORATORIUM

========================URINE RUTIN ======================

WARNA SEDIMENT

REDUKSI ERITROSIT

PROTEIN LEUKOSIT

BILIRUBIN SILINDER

UROBILINOGE EPITEL
N

========================DARAH RUTIN=====================

Hb 4,8 g/Dl

Leukosit 15 x 109 / L

LED TDP

Eritrosit 1,99 x 10 12 / L

Trombosit 136 x 109 L

====================== FESES RUTIN=======================


Warna

Konsistensi

Eritrosit

Leukosit

Amoeba / kista

Telur Cacing

DIFFERENTIAL DIAGNOSA

1. PSCBA ec Varises Esofagus + Anemia

2. PSCBA ec Gastriris Erosiva + Anemia

3. PSCBA ec Ulkus Peptikum + Anemia

4. PSCBA ec Ca Gaster + Anemia

DIAGNOSA SEMENTARA

PSCBA ec Varises Esofagus + Anemia

TERAPI

Terapi Umum

- Bed Rest
- Diet Lambung 1 btk M II

- Batasi Cairan

Terapi Medikamentosa

- IVFD NaCl 0.9% 10gtt/i ( macro )

- Inj Cefotaxim 1 gr / 8 jam

- Inj Ozid + NaCl 100cc/12 jam

- Inj As. Traneksamat 1 gr/12 jam

- Ulsafat Syr 3 x C1

- B. Comp 3x1

ANJURAN

- Foto Thorax

- RFT ( Ureum Creatinine Uric Acid )

- LFT

- KGD 2 jam PP/N


- Darah Rutin

- Urine Rutin

- Feses Rutin

- Endoskopi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSCA) merupakan salah satu

keadaan darurat medis yang memerlukan diagnosis dan penanganan segera.

Sumber PSCA berlokasi di proksimal ligamentum Treitz, yakni ligamentum yang

menghubungkan pars tertum duodenum ke diafragma dekat dengan flexura

lienalis colon. Dengan kemajuan obat-obatan dan peralatan untuk diagnosa dan

terapi, banyak kasus ini dapat ditangani tanpa pembedahan. Yang memerlukan

tindakan bedah sekitar 3-15% . PSCA 4 kali lebih sering dari pada PSCB.

Epidemiologi

Insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000

penduduk/tahun, laki-laki lebih 2 kali lebih banyak dari wanita. Insidensi ini

meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Kejadian yang sebenarnya di


populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan

karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan

karena ruptura varises gastroesofagia merupakan penyebab tersering yaitu sekitar

50-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-

15% dan karena sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa

perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan

terbanyak sebagai penyebab PSCA. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi

yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60%

sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar

penderita perdarahan SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri

melainkan karena penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal

ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.

Etiologi

Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang
seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang
mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau
hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan indikasi adanya perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (feses
berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan
usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk
melena. Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:

1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).


Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul
akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan
darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena
esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta
dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus hipertensi porta.
Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises
esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah,
menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal.

2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)


Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit.
Walaupun ulkus disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat
perdarahan tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena
ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria
gastroduodenalis.

3. Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS)


Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali
etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis, antara lain endotoksin
bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H. pylori lebih sering dianggap
sebagai penyebab gastritis akut.

4. Gastropathi hipertensi portal


5. Esofagitis
Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis.
Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering
ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfringter esophagus
bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung
atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang berlangsung dalam waktu
yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan, perdarahan,
dan pembentukan jaringan parut dan striktur.

6. Sindroma Mallory-Weiss
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat
yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa
laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit
dibawah esofagogastrikum junction.

7. Keganasan
Keganasan, misalnya kanker lambung.

8. Angiodisplasia
Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada

traktus intestinalis.

Presentasi klinis

Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami

perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber

perdarahannya berasal dari esofagus, gaster dan duodenum. Penampilan klinis

pasien dapat berupa :

Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam sepertibubuk kopi (40-50%)


Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal (70-80%)
Hematoskezia :Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai

pada pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang

pendek (15-20%)
Syncope (14%)
Presyncope (43%)
Dispepsia (18%)
Nyeri epigastrium (41%)
Nyeri abdomen difus (10%)
BB menurun (12%)
Ikterus (5%)

Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah gambaran klinis dari

komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit

ginjal dsb.
Hematemesis, melena dan hematoschizia, dan pemeriksaan hasil laboratorium

tertentu bisa digunakan sebagai indikator sumber perdarahan berasal dari tabel 1

dibawah ini .

Tabel 1. Perbedaan PSCA dan PSCB

Klinis Kemungkinan PSCA Kemungkinan PSCB


Hematemesis Hampir pasti Jarang
Melena Sangat Mungkin Mungkin
Hematoschizia Mungkin Sangat mungkin
Blood streak stool Jarang Hampir pasti
Darah samar feses Mungkin Mungkin
Aspirasi nasogastrik Berdarah Normal
Rasio BUN:creatinin >35 <35
Peristaltik Meningkat Normal

Beberapa hal perlu diingat :

Bila didahului riwayat muntah-muntah / hiperemesis, hematemesis yang

terjadi mungkin disebabkan oleh robekan Mallory-Weiss


Preparat yang mengandung bismuth dan besi, charcoal bisa menyebabkan

feses berwarna hitam seperti melena. Namun pada melena berbau khas.

Melena terjadi bila perdarahan lebih dari 50-100 cc. Dan lama kontak

darah dengan asam lambung moderat. Untuk memastikan lakukan colok

dubur
Warna feses bercampur darah tergantung waktu transit; waktu transit yang

cepet dari saluran cerna bagian atas menyebabkan hematoschizia, bila

perdarahannya cepat dengan jumlah >1000 cc disertai gangguan

hemodinamik. Sebaliknya PSCB dengan waktu transit lambat

menyebabkan feses berwarna hitam


Nilai normal BUN : Creatinin adalah 20 pada pasien dengan ginjal

normal ; bila rasio >35 kemungkinan PSCA, bila <35 kemungkinan PSCB.

Nilai puncak rasio diukur dalam 24-48 jam setelah perdarahan.

Pendekatan diagnosis

Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana

dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis

yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang

diutamakan adalah penanganan A - B C ( Airway Breathing Circulation )

terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah

resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:

riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi

NSAID, obat rematik, alkohol, jamu jamuan, obat untuk penyakit

jantung, obat stroke.


Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan

adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum

terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma

Mallory Weiss.

Dalam pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:

Penilaian ABC, pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami

aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada

pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus
untuk penilaian hemodinamik(keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi

jumlah perdarahan.

- Perdarahan < 8% hemodinamik stabil


- Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik
- Perdarahan 15-25% renjatan (shock)
- Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran
- Perdarahan >40% moribund
Mencari stigmata penyakit hati kronis ( ikterus, spider nevi, asites,

splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai), masa abdomen, nyeri

abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung,

penyakit rematik dll.


Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses

ini mempunyai nilai prognostik.


Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric

Tube (NGT). Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak

aktif, aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat

mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna aspirat

pun dapat memprediksi mortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar

30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya aspirat

yang jernih pada NGT.

Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan

penunjang Antara lain:

Laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal ,gula

darah , elektrolit , golongan darah.


R dada untuk menyingkirkan pneumoni, emfisema subkutis akibat

perforasi esofagus (Boerhaave syndrom) dan elektrokardiografi.


USG dan CT scan mungkin untuk mendeteksi penyakit hati kronis,

kholestitis, pankreatitis dan fistula aortoenterik.


Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold

standard
Angiografi bila perdarahan tetap berlangsung dan endoskopi tak

mengidentifikasi sumber perdarahan.


Pencitraan dengan radionuklir
Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk

terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur

emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien

masuk dan keadaan hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang

nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan

pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan

hemetemesis, melena atau hematemesismelena dapat ditentukan lokasi

perdarahan dan penyebab perdarahannya.

Lokasi dan sumber perdarahan:

Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
Gaster :Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, Dilafeuy,

varises, gastropati kongestif


Duodenum :Ulkus,erosi, tumor, diverti

Patofisiologi

Varises esofagus dan hipertensi portal gastropati

PSCA karena varises terjadi 25-30% pasien sirosis hati. Varises esofagus

dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah dalam vena-vena kolateral

dan aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria akibat hipertensi portal.

Perdarahan varises bila hepatic venous gradien melebihi 12 mmHg. Identifikasi

varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan menentukan
besarnya varises (F1-F2-F3), jumlah kolom (sesuai jam), lokasi di esofagus

(Lm,Li,Lg) dan warna ( biru, cherry red, hematocystic).

Ulkus Peptikum

Ulkus ini dikatakan berkaitan dengan pemakain NSAID dan infeksi

H.Pylori. tukak peptik biasanya terdapat di lambung, duodenum, esofagus dan

divertikulum. Hebat tidaknya perdarahan tergantung kaliber pembuluh darah yang

terkena.

Forrest membagi aktifitas perdarahan ulkus peptikum sbb :

Untuk ulkus memakai kriteria Forrest.

Tipe Tipe Perdarahan Gambaran Endoskopi


Forrest 1a Aktif Perdarahan memancar
Forrest 1b Aktif Perdarahan merembes
Forrest 2a Tidak aktif Pembulyh darah terlihat
pada dasar ulkus
Forrest 2b Tidak aktif Tukak ditutupi bekuan
darah
Forrest 2c Tidak aktif Tukak tertutup bekuan
merah/biru tua
Forrest 3 Tidak aktif Tukak dengan dasar
bersih

Tipe 1a, 1b, 2a, 2b, perlu terapi dengan endoskopi; risiko perdarahan ulang 43-
55%
Tipe 2c, 3 tidak perlu terapi endoskopi; risiko perdarahan ulang 5-10%

Stress Gastritis

Stress gastritis/ulcera ini terjadi pada cedera kepala yang menyebabkan

tekanan intrakranial meningkat (ulkus cushing) dan luka bakar (ulkus curling) dan

pasien dengan ventilator.

Faktor predisposisi yang bisa mengganggu keseimbangan antara barrier mukosa

protektif lokal ( mukus, bikarbonat, prostaglandin ) dengan faktor agresif ( asam


lambung, pepsin ) akan menyebabkan erosi mukosa yang difus. Keadaan ini dapat

terjadi pada : renjatan, trauma multipel, ARDS, sepsis. Pencegahan dengan

menjaga hemodinamik untuk memastikan aliran darah mukosa dan HRA

antagonis untuk mengurangi asam lambung.

Esofagitis dan gastropati

Adalah suatu peradangan esofagus dan lambung disebabkan biasanya oleh

asam lambung / refluxate lain misal pada GERD atau obat-obatan tertentu seperti

NSAID/OAINs.

Mekanisme NSAID menginduksi traktus gastrointestuinal tidak

sepenuhnya dipahami. Dalam sebuah referensi, NSAID merusak mukosa lambung

melalui 2 mekanisme yaitu topical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara

tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah

trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan.

Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat

produksi prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin

merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek

sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa,


meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel

defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan meningkatkan

kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan

mukosa, dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain

itu, prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum

(terutama di antara antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel

epitel yang sehat (terutama sel-sel di permukaan yang memproduksi mukus),

tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi. Elemen kompleks yang melindungi

mukosa gastroduodenal merupakan prostaglandin endogenous yang disintesis di

mukosa traktus gastrointestinal bagian atas. COX(siklooksigenase) merupakan

tahap katalitikator dalam produksi prostaglandin. Sampai saat ini dikenal ada dua

bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam

gastrointestinal, ginjal, endotelin, otak dan trombosit dan berperanpenting dalam

pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam

otak dan ginjal yang juga bertanggung jawab dalam respon inflamasi. Endotel

vaskular secara terus-menerus menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I

yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokonstriksi

sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel. Sebagian besar

obat OAINS bekerja sebagai inhibitor non selektif enzim siklooksigenase, dimana

obat ini menghambat isoenzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2

(COX-2). Siklooksigenase mengkatalisis pembentukkan prostaglandin dan

tromboksan dari asam arakidonat. Asam arakidonat ini dihasilkan dari lapisan

ganda fosfolipid oleh fosfolipase A2). Prostaglandin bekerja sebagai molekul

pembawa dalam proses inflamasi. Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih
lanjut dikaitkan dengan perubahan produksi mediator inflamasi. Sebagai

konsekuensi dari penghambatan COX-2, terjadi sintesis leukotrien yang

disempurnakan dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam arakidonat terhadap

oxygenase jalur 5. Leukotrien yang memberikan kontribusi terhadap cedera

mukosa lambung dengan mendorong iskemia jaringan dan peradangan.

Penatalaksanan pasien

Pemberian Vitamin K

Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.

Vasopressin

Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek


vasokostriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena
porta menurun. Dapat digunakan pada pasien perdarahan akut varises esofagus.
Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopressin murni) dan preparat
pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian vasopressin dengan
mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan
0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam, atau setelah
pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat
memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner mendadak, maka
disarankan bersamaan preparat nitrat.

Somatostatin dan analognya (octreotide)

Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan


nonvarises. Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250
mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan untuk
octreotide, dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24
jam atau sampai peradarahan berhenti.
Obat Anti sekresi asam

Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus


omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada
perdarahan SCBA, antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan
untuk penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.

Balon Tamponade

Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua


balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-
tube antara lain pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.

Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan

umum dan tindakan khusus .

Tindakan umum:

Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC.

Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat

segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.

Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:

Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang besar

minimal no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan

pemasangan CVP
Oksigen sungkup / kanula.Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT
Mencatat intake output,harus dipasang kateter urine
Memonitor Tekanan darah, Nadi, saturasi oksigen dan keadaan lainnya

sesuai dengan komorbid yang ada.


Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi

Dalam melaksanakan tindakan umum ini,terhadap pasien dapat diberikan terapi

Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%


Pemberian vitamin K
Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri,

tetapi pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi

pasien dapat mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakukan

assessmen yang lebih akurat untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.

Dalam hal ini tampak bahwa makin tinggi skor makin tinggi risiko

perdarahan ulang dan mortalitasnya Untuk pasien dengan skor > 4 harus

dilakukan penanganan secara tim dengan melibatkan Penyakit dalam, bedah, ICU,

radiologi dan Laboratorium.

Terapi khusus

1. Varises gastroesofageal

Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.

Otreotid
Somatostatin
Glipressin (Terlipressin)

Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota

Terapi endoskopi

Skleroterapi
Ligasi

Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS ( Transjugular Intrahepatic

Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno porta.

Terapi pembedahan

Shunting
Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
Devaskularisasi + splenektomi

Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada berbagai

faktor antara lain

Beratnya penyakit hati (Kriteria Child-Pugh)


Ada tidak adanya varises gaster, walupun disebutkan dapat diatasi
dengan semacam glue(histoakrilat)
Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal
sindrom dan infeksi

2. Tukak peptik

Terapi medikamentosa

PPI
Obat vasoaktif

Terapi endoskopi

Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol)


Termal (koagulasi, heatprobe,laser
Mekanik (hemoklip,stapler)

Terapi bedah

Untuk pasien-pasien yang dilakukan terapi non bedah perlu dimonitor

akan kemungkinan perdarahan ulang. Second look endoscopy masih kontroversi.

Realimentasi bergantung pada hasil endoskopi. Pasien-pasien bukan risiko tinggi

dapat diberikan diit segera setelah endoskopi sedangkan pasen dengan risiko

tinggi perlu puasa antara 24-48 jam , kemudian baru diberikan makanan secara

bertahap.
Pencegahan perdarahan ulang

Varises esofagus

Terapi medik dengan betabloker nonselektif


Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi

Tukak peptik

Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu
Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi
Bila pasien memerlukan NSAID, diganti dulu dengan analgetik dan

kemudian
dipilih NSAID selektif(non selektif) + PPI atau misoprostol

Memulangkan pasien

Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 4 perawatan.

Adanya perdarahan ulang atau komorbid sering memperpanjang masa perawatan.

Apabila tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil

serta risiko perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan. Pasien biasanya

pulang dalam keadaan anemis arena itu selain obat untuk mencegah perdarahan

ulang perlu ditambahkan preparat Fe.

Algoritme penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna bagian Atas menurut


Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI

Tanpa Fasilitas Endoscopi

Initial assessment
History &
physical
exam
Vital sign
NGT
Empirical tx LAB
Hemostatic
agen Hemodynamic instability
Active bleeding
RESUSCITATION
Cristaloid
Colloid
Blood
Transfusion

Hemodinamic stable Hemodinamic Instability


Bleeding stop Bleeding continued
BP>90/60 BP<90/60
Pulse <100 Pulse >100
Hb >9 Hb <9
Tilt test - Tilt test +
Vasoactive Drug

Bleeding Stop Bleeding Cont

Elective Evaluation Balloon


Tamponade/SB
Ba Radiography tube
Or referral
endoscopy Bleeding Cont

Urgent
Definitive Tx Surgery

Dengan Fasilitas Endoscopi

History &
physical
exam
Vital sign
NGT
LAB

Empirical tx

Cristaloid
Colloid
Blood
Transfusion
Vasoactive Drug

Elective
Bleeding stop
Endoscopy

Emergency or
eraly UGI
Endoscopy

Sclerotx/liga Hemostatic Intervention


Definitive Tx si injection or urgent al Dx
surgery X radiology

Surgery

DAFTAR PUSTAKA

Peter DJ, Dougherty JM. Evaluation of the patient with gastrointestinal bleeding :
an evidence based approach. Emerg Med Clin North Am, Feb 1999;17 (1):
239-61

Fallah MA, Prakash C, Edmundowicz S. Acute Gastrointestinal bleeding : Med


Clin North Am, Sep2000;17 (1): 1183-208

Sudomo U, Syafruddin ARL, Ruswhandi. Perdarahan Saluran Cerna Bagian


Atas di RSPAD Gatot Subroto tahun 2002-2006
Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292

Kusumobroto, H. Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 219-225

Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI. Perdarahan saluran makan bagian atas.


Bandung 13 April 2002

Irfan, A. Penanganan Kasus Kegawatdaruratan dalam Penyakit Lambung dan


Pencernaan.. National Cardivascular Center Harapan Kita.2007. Available
from : http://www.pjnhk.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=192&Itemid=31 Accessed in : April
22nd, 2010

http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/referat-perdarahan-saluran-
cerna-bagian.html

Djumhana A. Perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Bagian Ilmu Penyakit
Dalam RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung;2003

Wilson D. Hematemesis, melena and hematoschezia (serial on internet ) (cited


2013 August) available on ; http://rene-
holzemier.de/http://www.ncbi.nih.gov/books/NBK411/.

Abdullah, M. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dan Occult Bleeding. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 295-298

Abdurrachman, S.A. Tumor Esofagus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 327

Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292

Akil, H.A.M. Tukak Duodenum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV,
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2007; 345-347
Lindseth, Glenda N. Gangguan Lambung dan Duodenum. Patofisiologi-Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Volume I. Edisi 6. EGC, Jakarta 2003

Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-Prinsip


Ilmu Penyakit Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson Jean
D, Martin Joseph B, Fauci Anthony S, Kasper Dennis L.Universitas
Gadjah Mada/RSUP Dr.Sardjito.Yogjakarta 1999. hlm 259-262

You might also like