Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Kandungan bioaktif yang memiliki manfat yang berbeda dan dapat mempengaruhi
efek fisiologis tubuh manusia. Muntingia calabura L merupakan tanaman yang
memiliki kandungan bioaktif yan berfungsi sebagai antitumor. Penelitian ini
dimulai dengan melakukan isolasi dilanjutkan dengan identifikasi senyawa
bioaktif dalam tanama. Hasil ektraksi didapatkan ekstrak n-heksana yang
kemudian didapatkan hasil KLT terbaik dengan eluen n-heksana : diklorometana
7:3 sebagai fase gerak dan fase diam adalah plat alumina.Hasil kromatografi
kolom menggunakan pelarut hasil KLT. Kromatografi kolom menggunakan fase
diam silik dan fase gerak eluen n-heksana : diklorometana 7:3. Hasil kolom
didapatkan 2 fraksi yang selanjutnya untuk uji anti oksidan dan toksisitas. Hasil
skrinning fitokimia menunjukkan bahwa daun ceri memiliki kandungan biaoktif
tannin/polifenol, steroid/triterpenoid serta saponin. Berdasarkan hasil uji
antioksidan didapatkan nilai 9015,831 ppm serta aktivitas antioksidanya menurun
dikarenakan dalam sampel ini tidak mengandung flavonoid yang diduga memiliki
aktivitas antioksidan. Berdasarkan hasil uji toksisitas didapakan hasil LC 50
5
sebesar 1.38 10 menunjukan bahwa ekstrak tanaman ini bersifat sangat
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Isolasi
dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder serta Uji Antioksidan dan Toksisitas
pada Daun Karsen.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Praktikum Kimia Bahan Alam.
Dalam pelaksanaan penyusunan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan,
bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak Tarso
Rudiana, M.Si serta Fitriyanti M.Si selaku dosen Praktikum Kimia Bahan Alam
yang telah membimbing kami dalam mata kuliah ini.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal
ibadah bagi rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah
SWT. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini maupun tulisan penulis berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran.
Penulis
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................3
2.2.1 Ekstraksi.............................................................................................7
2.2.2 Fraksinasi.........................................................................................13
4
2.2.6 Uji Toksisitas....................................................................................28
3.2.1 Alat...................................................................................................33
3.2.2 Bahan...............................................................................................33
5
4.6 Uji Antioksidan.......................................................................................52
BAB V PENUTUP.................................................................................................59
5.1 Kesimpulan..............................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................60
LAMPIRAN...........................................................................................................61
6
DAFTAR GAMBAR
7
DAFTAR TABEL
8
BAB I PENDAHULUAN
9
menunjukkan bahwa simplisia daun kersen dan ekstrak etanol daun ini
mengandung senyawa golongan flavonoid, kuinon, polifenolat, saponin,
steroid, dan triterpenoid, monoterpenoid dan seskuiterpenoid
(Redhamahsya. 2011).
Penelitian tentang isolasi senyawa flavanon, flavon, kalkon dan
isoflavon serta struktur senyawanya telah dilakukan di Chicago, hasil
penelitiann yaitu 7-methoxy-3,5,8 trihydroxyflavanone; 5-hydroxy-7
methoxyflavanone; 2,4 dihydroxychalcone; 4,2,4trihydroxychalcone,
7-hydroxyisoflavon; 7,3,4-trimethoxyisoflavone . Salah satu manfaat
dari kandungan flavonoid adalah sebagai antioksidan. Aktivitasnya telah
banyak diteliti, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah
atau mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas sebagai
contoh, daun katuk misalnya, mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat,
karena memiliki senyawa flavodoid (Zuhra, dkk 2008). Contoh lain
kandungan aktif antioksidan diisolasi dari ekstrak kasar methanol dari
daun jambu biji (Psidium guajaa L.) diantaranya quercetin serta dua jenis
flavonoid quercetin-3-O-glucopyranoside dan morin (Indriani Susi,
2006). Flavonoid yang sama dapat memiliki kemampuan sebagai
antioksidan dan juga prooksidan melawan radikal bebas tetapi dapat juga
berperan sebagai prooksidan jika digunakan pada logam transisi
(Tachakittirungrod S, et al 2007). Senyawa tumbuhan lain, selain
flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan diantaranya polifenol dan
saponin. Penelitian tentang perbedaan kandungan total polifenol dan
flavonoid yang terkandung dalam kulit pitaya (dragon fruit) menunjukkan
adanya aktivitas antioksidan.
Penelitian aktivitas antioksidan dari saponin, secara langsung
menunjukkan kadar lipid hydroperoxide pada serum lemak kelompok
tikus yang diberi saponin. Sumber-sumber antioksidan dapat berupa
antioksida sintetik maupun antioksidan alami. Tetapi saat ini antioksidan
sintetik mulai dibatasi karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan
ternyata antioksidan sintetik seperti BHT (Butylated Hydroxy Toluena_
dapat meracuni binatang percobaan dan bersifat karsinogenik. Oleh
10
karena itu industry makanan dan obat-obatan beralih mengembahkan
antioksidan alami dan mencari sumber-sumber antioksidan alami baru.
Dari bukti ilmiah berkenaan dengan kandungan senyawa dalam daun
kersen yang telah disebutkan diatas diharapkan bahwa daun kersen
memiliki suatu golongan senyawa tumbuhan yang mempunyai sifat
antioksidan. Hal ini perlu dibuktikan melalui penelitian yang dimulai
dengan pembuatan ekstrak daun kersen dan uji antioksidan kemudian
dilanjutkan dengan penelitian fraksi-fraksinya.
1.2 Tujuan
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Sistematika
Rhegnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Mimosaceae
Genus : Acacia
Spesies : Acacia auriculiformis A. Cunn. ex Benth.
2.1.2 Hhh2
Bahasa Jawa: talok, kersem, keres, kersen (Sunda). Jakarta:
kadang-kadang disebut ceri. Lumajang: anak-anak menyebutnya
baleci. Nama-nama lainnya di beberapa negara adalah: datiles,
aratiles, manzanitas (Filipina), mt sm (Vietnam); khoom smz,
takhb (Laos); takhop farang (Thailand); krkhb barang
(Kamboja); dan kerukup siam (Malaysia). Juga di kenal
sebagaicapulin blanco, cacaniqua, nigua, niguito (bahasa
Spanyol); Jamaican cherry, Panama berry, Singapore cherry
(Inggris) dan nama yang tidak tepat, Japanse kers (Belanda), yang
12
lalu dari sini diambil menjadi kersen dalam bahasa Indonesia.
Nama ilmiahnya adalah Muntingia calabura L.
13
80,5 mg. Buah kersen juga terdapat kandungan flavonoid, fenol,
niasin dan betakaroten yang berfungsi sebagai antioksidan.
Antioksidan yang terdiri dari vitamin C, vitamin E, mineral
selenium, seng, dan tembaga, bekerja dengan menghalangi
terjadinya stres oksidan dari radikal bebas dan memperbaiki
kerusakan endothel. Vitamin C merupakan karbon rantai 6 yang
tidak disintesis oleh manusa karena tidak adanya enzim
gulonolactone oksidase di dalam liver. Antioksidan dapat
melindungi lipoprotein khususnya LDL dan VLDL dari reaksi
oksidasi.
14
digunakan sebagai anti septik. dari penelitian yang dilakukan
oleh penelitian herbal dari Malaysia didapat hasil bahwa
rebusan daun kersen dapat digunakan untuk membunuh
bakteri C.Diptheriea, S. Aureus, P Vulgaris, S Epidemidis dan
K Rizhophil pada percobaan yang dilakukan secara invitro.
c. Antiflamasi
Rebusan daun kersen juga memiliki kasiat anti radang atau
mengurangi radang (antiflamasi) dan menurunkan panas.
d. Antitumor
2.2.1 Ekstraksi
15
luas bidang, ekstraksi juga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia
simplisia yang bersangkutan.
Proses pemisahan senyawa dari simplisia dilakukan
dengan menggunakan pelarut tertentu sesuai dengan sifat
senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan senyawa
berdasarkan kaidah like dissolved like yang artinya suatu
senyawa akan larut dalam pelarut yang sama tingkat
kepolarannya. Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada
pelarut yang relatif sama kepolarannya. Kepolaran suatu pelarut
ditentukan oleh besar konstanta dieletriknya, yaitu semakin besar
nilai konstanta dielektrik suatu pelarut maka polaritasnya
semakin besar.), beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan pelarut antara lain:
16
dan diluar sel. Cairan penyari yang digunakan dapat
berupa air, etanol, metanol, etanol-air atau pelarut
lainnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama,
dan seterusnya. Remaserasi berarti dilakukan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama, dan seterusnya. Keuntungan cara
penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana yang mudah
diusahakan.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah
cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana
dan mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan pada
komponen kimia sangat minimal. Adapun kerugian cara
maserasi ini adalah pengerjaannya lama dan penyariannya
kurang sempurna.
2) Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan
dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi. Proses perkolasi terdiri dari
tahapan pengembang bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak),
terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).
b. Cara panas
1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
tititk didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
Keuntungan dari metode ini adalah :
Dapat mencegah kehilangan pelarut oleh penguapan
selama proses pemanasan jika digunakan pelarut
17
yang mudah menguap atau dilakukan ekstraksi
jangka panjang.
2) Sokletasi
3) Digesti
4) Dekok
18
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan
temperatur sampai titik didih air, yakni 30 menit pada
suhu 90-1000 C.
Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi yaitu:
a. Ekstraksi cair-cair
Merupakan suatu metode ekstraksi yang menggunakan
corong pisah sehingga biasa juga disebut dengan ekstraksi
corong pisah. Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan
pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang
tidak dapat saling bercampur dimana sebagian komponen
larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase
kedua. Kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok,
lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan
terbentuk dua lapisan fase zat cair. Komponen kimia akan
terpisah ke dalam dua fasa tersebut sesuai dengan tingkat
kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap
(Sudjadi, 1986). Ekstraksi cair-cair dilakukan dengan cara
pemisahan komponen kimia diantara 2 fase pelarut yang
tidak saling bercampur. Dimana sebagian komponen larut
pada fase pertama, dan sebagian larut pada fase kedua. Lalu
kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, dan
didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk
dua lapisan. Yakni fase cair dan komponen kimia yang
terpisah.
b. Ekstraksi padat-cair
Pemindahan komponen dari padatan ke pelarut pada
ekstraksi padat-cair melalui tiga tahapan, yaitu difusi pelarut
ke pori-pori padatan atau ke dinding sel, di dalam dinding sel
terjadi pelarutan padatan oleh pelarut, dan tahapan terakhir
adalah pemindahan larutan dari pori-pori menjadi larutan
ekstrak. Ekstraksi padatcair dipengaruhi oleh waktu ekstraksi,
suhu yang digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut
yang digunakan. Terdapat dua macam ekstraksi padat-cair,
19
yaitu dengan cara sokhlet dan perkolasi dengan atau tanpa
pemanasan.Metode lain yang lebih sederhana dalam
mengekstrak padatan adalah dengan mencampurkan seluruh
bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan
padatan tak terlarut
2.2.1.1 Soxhletasi
Sokletasi merupakan proses ekstraksi yang
menggunakan penyarian berulang dan pemanasan.
Penggunaan metode sokletasi adalah dengan cara
memanaskan pelarut hingga membentuk uap dan
membasahi sampel. Pelarut yang sudah membasahi
sampel kemudian akan turun menuju labu
pemanasan dan kembali menjadi uap untuk
membasahi sampel, sehingga penggunaan pelarut
dapat dihemat karena terjadi sirkulasi pelarut yang
selalu membasahi sampel. Proses ini sangat baik
untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas.
2.2.1.2 Ekstraksi cair-cair (Partisi)
Merupakan suatu metode ekstraksi yang
menggunakan corong pisah sehingga biasa juga
disebut dengan ekstraksi corong pisah. Ekstraksi
cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan
komponen kimia diantara dua fase pelarut yang
tidak dapat saling bercampur dimana sebagian
komponen larut pada fase pertama dan sebagiannya
lagi larut pada fase kedua. Ekstraksi cair-cair
merupakan metode ekstraksi yang didasarkan pada
sifat kelarutan komponen target dan distribusinya
dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur.
Ektraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst
atau hukum partisi yang menyatakan bahwa pada
konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan
20
terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama
diantara dua pelarut yang saling tidak campur.
Syarat pelarut untuk ekstraksi cair-cair adalah
memiliki kepolaran yang sesuai dengan bahan yang
diekstraksi (Khopkar, 2000).
2.2.2 Fraksinasi
21
merupakan kecenderungan molekul untuk melarut dalam
cairan. Adsorpsi penjerapan adalah kecenderungan
molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan kromatograsi
kolom pada prinsipnya sama. Apabila suatu cuplikan
yang merupakan campuran dari beberapa komponen yang
diserap lemah oleh adsorben akan keluar lebih cepat
bersama eluen, sedangkan komponen yang diserap kuat
akan keluar lebih lama (Hostettman,1995). KLT
merupakan suatu teknik pemisahan dengan menggunakan
adsorben (fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam
yang disalutkan pada permukaan bidang datar berupa
lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik.
Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase gerak
tertapis melewati adsorben (Deinstrop, Elke H,2007 ).
Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan
banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi
senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi,
menentukan efektifitas pemurnian, menentukan kondisi
yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta untuk
memantau kromatografi kolom, melakukan screening
sampel untuk obat.
Senyawa yang berinteraksi lemah dengan fase diam
akan bergerak lebih cepat melalui sistem kromatografi.
Senyawa dengan interaksi yang kuat dengan fase diam
akan bergerak sangat lambat. Penggunaan umum
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah untuk
menentukan banyaknya komponen dalam campuran,
identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi,
menentukan efektifitas pemurnian, menentukan kondisi
yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta untuk
memantau kromatografi kolom, melakukan screening
22
sampel untuk obat. Parameter pada KLT yang digunakan
untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatakan
identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur
pada kondisi KLT yang sama. Jarak pengembangan
senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan
angka Rf atau hRf
2.2.2.2
23
lebih lama, namun diharapkan akan mendapat hasil
dengan pemisahan yang lebih baik dan lebih murni.
24
dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya
senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari.
2.2.3.1 Identifikasi Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang
banyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa
alkaloid berasal dari tumbuh- tumbuhan dan tersebar
dalam berbagai jenis tumbuhan. Alkaloid adalah suatu
golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada semua
jenis tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling
sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan
membentuk cincin heterosiklik. Sifat basa tersebut
tergantung adanya pasangan elektron pada nitrogen.
Kebasaan alkaloid tergantung pada pasangan elektron
bebas pada atom nitrogen mereka (Kakhia, 2012 : 9).
a) Pereaksi Mayer
25
Gambar 3. Reaksi Uji Alkaloid Mayer
b) Pereaksi Wagner
Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai
dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai
kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium-
alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Wagner, iodin
bereaksi dengan ion I- dari kalium iodida
menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji
Wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid
membentuk kompleks kalium-alkaloid yang
mengendap.
c) Pereaksi Dragendroff
Uji alkaloid dengan pereaksi dragendrof dikatakan
positif ditandai dengan endapan jingga-merah.
Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada uji ini
nitrogen pada alkaloid digunakan untuk membentuk
26
ikatan kovalen koordinat dengan kalium yang
merupakan ion logam.
27
(Mukhlish, 2010). Adapun reaksi perkiraan uji
terpenoid/steroid berikut ini :
28
Gambar 7. Reaksi Uji Flavanoid
29
Gambar 8. Reaksi Uji Tanin
30
kemudian amati apakah ada busa tahan lama pada
permukaan cairan. Timbulnya busa menunjukkan adanya
glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih
dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa
lainnya ( Marliana, dkk; 2005).
31
32
Ciocalteu dengan pertimbangan bahwa teknik ini lebih murah
dan sederhana cara pengerjaannya.
Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah reaksi oksidasi dan
reduksi kolorimetrik untuk mengukur semua senyawa fenolik
dalam sampel uji. Pereaksi Folin-Ciocalteu merupakan larutan
kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam fosfomolibdat
dan asam heteropolifosfotungstat. Pereaksi ini terbuat dari air,
natrium tungstat, natrium molibdat, asam fosfat, asam klorida,
litium sulfat, dan bromin (Folin dan Ciocalteu, 1944). Pada
kenyataannya reagen ini mengandung rangkaian polimerik yang
memiliki bentukan umum dengan pusat unit tetrahedral fosfat
(PO4)3- yang dikelilingi oleh beberapa unit oktahedral asam-
oksi molibdenum. Struktur tungsten dapat dengan bebas
bersubstitusi dengan molibdenum.
Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah oksidasi gugus fenolik
hidroksil. Pereaksi ini mengoksidasi fenolat (garam alkali),
mereduksi asam heteropoli menjadi suatu kompleks
molibdenum-tungsten (Mo-W). Fenolat hanya terdapat pada
larutan basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan produknya tidak
stabil pada kondisi basa. Selama reaksi belangsung, gugus
fenolik-hidroksil bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteu,
membentuk kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat berwarna biru
dengan struktur yang belum diketahui dan dapat dideteksi
dengan spektrofotometer. Warna biru yang terbentuk akan
semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang
terbentuk, artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolik
maka semakin banyak ion fenolat yang akan mereduksi asam
heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat
(Singleton dan Rossi, 1965).
33
Gambar 11. Reaksi Uji Total Fenolik
34
(maks) yang digunakan dalam pengukuran metode -
karoten-asam linoleat menurut literatur adalah 470 nm.
Lama pengukuran metode -karoten-asam linoleat
menurut literatur yang direkomendasikan adalah 0 menit
sampai 120 menit dengan interval waktu 15 menit.
2.2.5.2 Metode Pemerangkapan Radikan Bebas DPPH 1,1-
diphenyl-2- picrylhydrazil)
DPPH pertama kali ditemukan pada tahun 1922 oleh
Goldschmidt dan Renn. DPPH berwarna ungu pekat
seperti KMnO4, bersifat tidak larut dalam air (Ionita,
2005). DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) merupakan
radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering
digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan
beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. DPPH
menerima elektron atau radikal hidrogen akan
membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi
antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron
atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan
karakter radikal bebas dari DPPH (Molyneux, 2004).
Struktur kimia DPPH dapat dilihat pada Gambar berikut
35
Pemerangkapan radikal bebas menyebabkan elektron
menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan
penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah
elektron yang diambil (Kuncahyo, 2007).Prinsipnya
adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat
antioksidan dengan reaksi sebagai berikut:
36
DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519
nm dan 520 nm. Apabila pengukuran menghasilkan tinggi
puncak maksimum, maka itulah panjang gelombangnya
yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan di atas.
Nilai absorbansi yang mutlak tidaklah penting, karena
panjang gelombang dapat diatur untuk memberikan
absorbansi maksimum sesuai dengan alat yang digunakan
(Molyneux, 2004).
37
berbagai efek yang berhubungan dengan cara dan waktu
pemberian suatu sediaan obat.
Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1. Uji toksisitas akut
Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang
sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam
jangka waktu 24 jam.
2. Uji toksisitas jangka pendek (subkronis)
Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia tersebut
berulang-ulang, biasanya setiap hari, atau lima kali
seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% masa
hidup hewan.
3. Uji toksisitas jangka panjang (kronis)
Percobaan jenis ini mencakup pemberian zat kimia secara
berulang selama 3-6 bulan atau seumur hidup hewan.
Uji toksisitas digunakan untuk mengevaluasi besarnya
konsentrasi toksikan dan durasi pemaparan yang dapat
menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis. Salah satu
biota yang dapat digunakan untuk uji toksisitas adalah ikan,
dengan syarat harus mempunyai kepekaan tinggi, memenuhi
syarat umur, berat, dan panjang, serta sesuai dengan ikan yang
hidup diperairan yang telah dalam keadaan tercemar (Pararaja,
2008 diacu oleh Pratiwi, dkk., 2012). Toksisitas akut adalah
efek total yang didapat pada dosis tunggal/multiple dalam 24
jam pemaparan. Toksisitas akut sifatnya mendadak, waktu
singkat,biasanya reversibel, yang secara statistik dapat
menyebabkan kematian 50% dari hewan percobaan, dinyatakan
dengan LC50. Nilai LC50 sangat berguna untuk menentukan
klasifikasi zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya. Kriteria
derajat toksisitas (Lu, 1995 dalam Retnomurti, 2008) dapat
dilihat pada Tabel berikut
38
Tabel 2. Derajat Toksisitas
39
sample yang diuji yang mematikan 50% dari hewan coba,
sedangkan Median Lethal Concentration LC50 adalah
konsentrasi sample yang diuji yang dapat mematikan 50% dari
hewan coba. Angka kematian dari hewan percobaan dihitung
sebagai Median Lethal Dosis (LD50) atau median Letal
Concentration (LC50). Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk
pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan coba
secara inhalasi atau dengan media air (Anonim,2011).
2.3 Spektrofotometer UV-VIS
40
BAB III METEDOLOGI PENELITIAN
3.2.1 Alat
41
3.3 Prosedur Kerja Daun Ceri
+ Metanol
Ampas 300 ml Ekstrak
Diekstraksi 4 jam
Ekstrak Pekat
Dievaporasi
Corong Pisah
Dipartisi cair
+ Metanol 25 ml
+n-heksana 50 ml
Lapisan Bawah Lapisan Atas
(metanol) Dikocok (n-heksana)
+ n-heksana 50 ml
Dikocok
42
Lapisan Bawah (metanol)
Dievaporator
43
3.3.2 Kromatografi Lapis Tipis
+ Metanol 5 tetes
Ditotolkan
Pemisahahan terbaik
(7:3)
44
3.3.3 Kromatografi Lapis Tipis
10 gram
+ 50 ml metanol
Didiamkan
60 Residu
Filtrat Disaring
Diuji
10 ml filtrat
+ 10 ml kloroform
45
+10 tetes ammon +0,5 ml HCl 5%
Fraksi
kloroform
Silika
Ditimbang
Kolom
+ n-heksana 10 ml
Tabung Vial Diitampung
+ n-heksana : diklorometana
Tabung Vial Ditampung
Diuapkan
+ metanol
KLT Dilakukan
47
3.3.5 Uji Antioksidan
3.3.5.1 Metode Bioautografi dengan DPPH
Ekstrak n-heksana
+ metanol (larut)
Ditotolkan pada plat
+ n-heksan:diklorometan (7:3)
Dikering-anginkan
Disemprot DPPH
25 mg sampel
48
+ 2ml DPPH
Divortex
Diinkubasi 30 menit
Diukur absorbansi (UV-VIS)
49
3.3.6. Uji Toksisitas
3.3.6. Penetasan Telur A.salina Leach
Wadah
100 mg ekstrak
+ 1 ml DMSO
+ air laut
Labu ukur 100 ml
Botol
vial
50
Botol
vial
+ 5 ml air laut
+ 10 ekor larva udang
Dibiarkan 24 jam (dibawah sinar)
Dihitung
Dicari nilai
LC50
51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
52
telah terekstraksi secara sempurna kandungan yang ada pada daun ceri
tersebut oleh metanol. Dilakukan pemekatan larutan dengan proses
evaporasi sehingga didapatkan ekstrak pekat metanol.
Selanjutnya dilakukan metode fraksinasi yaitu dengan cara partisi cair-
cair pada ekstrak metanol. Prinsip dari ektraksi cair-cair adalah pemisahan
senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya menggunakan 2 pelarut yang
tidak saling bercampur. Dikenal dengan istilah like dissolve like artinya
senyawa akan larut dalam pelarut yang sesuai dengan kepolarannya.
Tujuan dari partisi cair-cair adalah untuk mendapatkan fraksi berdasarkan
kepolarannya. Pada penelitian ini ekstak daun sokletasi yang merupakan
hasil evaporasi dilakukan metode fraksinasi dengan cara partisi cair-cair.
Hasil evaporasi kemudian ditambah metanol yang kemudian ditambahkan
heksana lalu di kocok di corong pisah hingga didapatkan dua lapisan.
Lapisan atas merupakan n-heksana dan lapisan bawah merupakan metanol.
Fraksinasi dengan n-heksana dilakukan sampai n-heksana bening. Warna
bening menunjukan semua senyawa non-polar telah tertarik kedalam fraksi
n-heksana. Semua fraksi n-heksana ditampung dan dijadikan satu. Masing-
masing fraksi tersebut dievaporasi yang kemudian ektrak dari fraksi yang
digunakan (fraksi n-heksana) dilakukan skrinning fitokimia dan KLT.
Hasil evaporasi masing-masing fraksi dihitung %rendemen. Pada
penelitian ini yang digunakan fraksi n-heksana dan dihitung % rendemen
hasil ektraksi sokletasi dan % rendemen fraksi n-heksana.
53
4.3 Skrinning Fitokimia
+ 3+
menjadi bismutil BiO . Supaya ion Bi tetap berada dalam
3+
kesetimbangan akan bergeser kekiri. Selanjutnya ion Bi
dari
54
Gambar 14. Hasil Reaksi Uji Alkaloid Dragendrof
55
Berdasarkan hasil uji alkaloid dengan pereaksi mayer
didapatkan hasil bahwa ekstrak daun ceri yaitu tidak memberikan
hasil negatif karena tidak terbentuk endapan berwarna putih-
kuning. Sehingga pada ekstrak ini tidak mengandung golongan
alkaloid.
Selanjutnya uji alkaloid dengan pereaksi wagner dimana
berdasarkan literatur adanya alkaloid ditunjukan dengan
terbentuknya endapan coklat. Endapan tersebut merupakan
kompleks kalium-alkaloid. Pembuatan reagen wagner, iodin
berekasi dengan ion I dari KI menghasilkan ion I3 yang
56
4.3.2 Uji Flavanoid
57
triterpenoid dan steroid ini didapatkan hasil positif pada ektrak n-
heksana bahwa terkandung senywa metabolit sekunder yaitu
steroid. Adanya steroid ditunjukan perubahan warna larutan
menjadi hijau.
58
Gambar 19. Hasil Reaksi Uji Saponin
3+
tannin bereaksi dengan Fe
membentuk senyawa kompleks
59
cm dan batas atas setinggi 1 cm. Untuk pengujian dengan kromatografi
lapis tipis ini, penelitian ini menggunakan ekstrak n-heksana. Hasil ekstrak
dilarutkan sedikit dengan metanol kemudian ditotolkan dengan pipa
kapiler pada plat KLT pada tepi bawah. Eluen yang digunakan yaitu n-
heksana:diklorometan sebanyak 5 ml dengan perbandingan 3:7; 5:5; dan
7:3 kemudian dimasukkan kedalam chamber dan dijenuhkan.
Masing-masing KLT yang telah ditotolkan dimasukan kedalam
chamber dan diamati pergerakan eluen. Proses tersebut dihentikan ketika
eluen telah mendekati batas atas KLT. Masing-masing plat tersebut
dikeingkan dengan cara diangin-anginkan yang selanjutnya di lihat spot
pada plat dibawah sinar UV. Berdasarkan hasil KLT didapatkan hasil
pemisahan terbaik dengan menggunakan eluen n-heksana:diklorometan
7:3. Hasil yang diperoleh terlihat bahwa terdapat pemisahan sempurna
ditandai spot tidak berbentuk tailing serta spot satu dan yang lainnya jelas
dan tidak berdekatan.
60
heksan:diklrometana. Kemudian setelah didapatkan spot dari hasil KLT
terbaik dihitung nila Rf. Niali ini diperoleh dari jumlah perbedaan warna
yang telah terbentuk pada plat KLT. Tujuannya untuk memudahkan
identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini didasarkan
pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang ditempuh oleh
bercak warna masing-masing.
4.5 Pemisahan Senyawa Bahan Alam Metode Kromatografi Kolom
61
ditampung di tabung vial dan didapatkan 30 botol dan 15 perbandingan
eluen . Masing-masing perbandingan (15 perbandingan) dalam tabung di
ditotolkan sebanyak 15 perbandingan diplat KLT. Didapatkan hasil
terdapat 15 fraksi, dimana ada beberapa fraksi yang memiliki nilai RF
sama sehingga digabungkan menjadi satu karena memiliki senyawa yang
sama. Fraksi yang didapatkan yang memiliki nilai RF yang sama yaitu
fraksi 7 dan 8, 9 dan 10, 5 dan 6 serta fraksi 3 dan 4 sehingga menjadi 4
fraksi atau 4 botol vial. Fraksi yang sama tersebut digabung menjadi satu
sehingga terdapat fraksi 1;2; 3 dan 4; 5 dan 6; 7 dan 8; 9 dan 10; 11
sehingga menjadi 11 fraksi. Kesebelas fraksi tersebut ditotolkan kembali
diatas plat KLT dan kemudian dimasukann kedalam eluen n-
heksana:diklorometan yaitu 7:3.
Dari hasil KLT kedua didapatkan pula hasil nilai RF yang hampir sama
yang kemudian digabung kembali menjadi satu. Fraksi yang memiliki nilai
sama yaitu fraksi 1 dan 6; 4 dan 7; serta 2 dan 5. Sehingga didapatkan 3
fraksi yang hampir sama nilai Rf nya dan digabungkan kembali menjadi
satu botol vial kemudian didapatkan 3 vial ditambah fraksi 3 sehingga
terdapat 4 vial. Kemudian ditotolkan kembali diatas plat KLT untuk
mendapatkan isolate murni dalam sampel daun tersebut. Setelah diuji
kembali dengan KLT didaptkan 2 fraksi yang memiliki nilai Rf sama yaitu
fraksi nomor 1 dan 4: serta 2 dan 3. Sehingga yang tersisa hanya 2 fraksi
saja. Pengujian dengan KLT dilakukan untuk mendapatkan isolat murni
atau pemisahan yang baik. Kedua fraksi tersebut diuji kembali dengan
KLT namun yang didapatkan 1 fraksi. Analit yang memiliki ukuran dan
jumlah spot yang sama dimasukkan dalam satu fraksi.Setelah didapatkan 1
fraksi yang merupakan isolat murni, dilanjutkan ketahap uji antioksidan
dan toksisitas
4.6 Uji Antioksidan
62
kemampuan untuk memutus reaksi berantai dari radikal bebas.
Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting dalam
mempertahankan mutu produk pangan.
63
konsentrasi larutan substrat atau sampel yang mampu mereduksi aktivitas
<50 ppm), kuat (50 ppm< IC 50 <100 ppm), sedang (100 ppm< IC 50
<150 ppm), lemah (150 ppm< IC 50 <200 ppm), dan sangat lemah (
IC 50 <200 ppm). Struktur DPPH radikal bebas dan DPPH yang telah
bereaksi dengan antioksidan dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini
(Molineux, 2004).
Uji aktivitas antioksidan ini dilakukan pada fraksi hasil uji KLT pada
praktikum sebelumnya. Hasil uji KLT yang digunakan yaitu ada 2 fraksi
yang paling bagus yang sudah dilarutkan didalam methanol sebagai
larutan induk. Dari larutan induk ini dibuat sampel dengan konsentrasi 5,
25, 50 dan 100 ppm yang kemudian ditambahkan DPPH 0,002% di vortex
agar sampel homogen. Kemudian diinkubasi selama 30 C pada suhu
ruang dalam ruangan gelap. Karena DPPH mudah rusak jika terkena
cahaya. Selanjutnya diukur absorbansi larutan sampel dan blanko (2mL
methanol dicampurkan dengan 2mL DPPH 0,002%) dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515-517 nm.
Penentuan aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH
dinyatakan dengan % inhibisi. Semakin besar % inhibisi yang didapatkan
maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi, hal ini dibuktikan dengan
hasil yang diperoleh dari konsentrasi secara berturut-turut 5 ppm, 25 ppm,
50 ppm, dan 100 ppm yaitu 68,4375%; 56,25%; 46,875%; dan 44,0625%.
Maka dapat diperoleh hasil dari aktivitas antioksidan dari daun ceri atau
kersen rendah.
64
(ppm)
65
Hubungan Konsentrasi Sampel dengan % penangkal radikal bebas DPPH (% inhibisi)
80
70
60 f(x) = - 8.28x + 74.66
50 R = 0.94
% inhibisi 40
30
20
10
0
5 25 50 100
konsentrasi (ppm)
66
4.7 Uji Toksisitas
67
Konsentrasi 10 ppm 100 ppm 1000 ppm Kontrol
Benur Masuk 10 10 10 10 10 16 10 10
Total Masuk 20 20 26 20
Rata-rata Masuk 10 10 13 10
Benur Hidup 6 5 4 3 2 3 9 9
Total Hidup 11 7 5 18
Rata-rata Hidup 5,5 3,5 2,5 9
Benur Mati 4 5 6 7 8 13 1 1
Total Mati 9 13 21 2
Rata-rata Mati 4,5 6,5 10,5 1
68
perlakuan pemasukan larva udang pasa satu konsnetrasi baik simplo atau
duplo sama tidak ada jumlah yang berbeda baik larva udangnya maupun
jumlah reagen yang dimasukkannya.
Menurut Meyer et al.(1982) melaporkan bahwa suatu ekstrak
menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam uji toksisitas jika ekstrak dapat
menyebabkan kematian 50% hewan uji pada konsentrasi < 1000 ppm.
Selanjutnya yaitu table kedua menunjukan rata-rata kematian dari larva
udang. Berdasarkan hasil percobaan bahwa kenaikan berbanding lurus
dengan nilai mortalitas.
Log C
69
Hasil uji toksisitas ektrak tanaman ceri ditunjukan oleh grafik diatas yaitu
dapat disimpulkan semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin tinggi
dibagi kedalam tiga bagian yaitu lebih dari 1000 ppm dikategorikan tidak
toksik, 30-1000 ppm dikategorikan toksik dan dibawah 30 ppm
dikategorikan sangat toksik. Sehingga dari analisa data dan perhitungan
sangat toksik.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
70
tannin/polifenol, saponin dan triterpenoid dan steroid. Untuk hasil dari
kromatografi kolom terdapat 15 fraksi yang kemudian dikrucutkan
kembali dikarenakan memiliki nilai Rf yang sama sehingga dapat
dijadikan satu fraksi dan didapatkan hasil akhir dari kolom yaitu 2 fraksi.
Hasil dari uji antioksidan ini digunakan metode DPPH dimana senyawa
antioksidan ini berfungsi untuk menangkal radilkal bebas, namun pada
hasil percobaan ini tidak ditemukan senyawa antioksidan sehingga
71
DAFTAR PUSTAKA
Carballo JL,dkk. 2002. Comparison between two brine shrimp assays to detect in
vitro cytotoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology.
Elke. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography. 2 nd ed. Weinheim: Wiley-VCA
hal. 1-2.
Fessenden, R. J., Fessenden, J. S. (1999), Kimia Organik, Jilid 1, Edisi ketiga,
Penerbit Erlangga, Jakarta
Folin, Octo, Ciocalteu, Vintila, 1944, On Tyrosine and Tryptophane
Determinations in Proteins, Jour.Bio.Chem., 73 : 627-650, 1927, in. Todd-
Sanford, 10, 412.
Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. FK-UI: Jakarta.
Harborne, J.B,1996. Metode Fitokimia, Edisi 2. Bandung: ITB Press
Hostettman, 1995.Cara Kromatografi PreparatifPenggunaan pada Isolasi
Senyawa Alam ITB, Bandung
Khopkar, S.M. 2008. Dasar-dasar kimia analitik. Erlangga : Jakarta
Lodish, H dkk. 2004. Molecular Cell Biology, 5th ed. WH Freeman:New York.
Mayer BNNR, Ferrigni ML.1982. Brine Shrimp, a convinient general bioassay
for
active plant constituents. J of Plant Medical Research.
McMurry, J. and R.C. Fay. 2004. McMurry Fay Chemistry. 4th edition. Belmont,
CA.: Pearson Education International.
Miroslav, V. 1971. Detection and Identification of Organic Compound. New York:
Planum Publishing Corporation and SNTC Publishers of Technical
Literatur.
Rahayu, L. 2009. Isolasi dan Identivikasi senyawa flavonoid dari Biji
Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L.). Universitas Brawijaya: Malang.
Sari L.O.R.K., 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan
Manfaat dan Keamanan.Majalah Ilmu Kefarmasian UI.03:01 07
Singleton, V.L. and Rossi, J.A., 1965, Colorimetry of Total Phenolic with
Phosphomolybdic-Phosphotungstic Acid Reagent, Am. J. Enol. Vitic, 16,
147.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Kanisius: Yokyakarta
Talamona A. 2005. Laboratory Chromatography Guide. Bchi Labortechnik AG..
Switzerland. hal 12.
Tobo, F. 2001. Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia I. UNHAS: Makassar
Underwood, A.L. 1986. Analisis kima kuantitatif. Erlangga : Jakarta
Watson, David G. 2005. Analasis Farmasi Edisi 2. EGC: Jakarta
Zakaria Z. A., Mohd N. A., Hazalin N., et al, 2007. Antinociceptive, anti-
inflammatory and antipyretic effects of Muntingia calabura aqueous
extract
72
in animal models. J. Nat. Med. 61:443-8
LAMPIRAN
Perhitungan
1. Uji Antioksidan
A blanko A sampel
%Inhibisi= 100
A sampel
a) 5 ppm
0,320,101
100 =68,4375
0,32
b) 25 ppm
0,320,140
100 =56,25
0,32
c) 50 ppm
0,320,170
100 =46,875
0,32
d) 100 ppm
0,320,179
100 =44,0625
0,32
y=ax+b
IC 50=ax +b
ratarata mati
Ratarata Kematian= 100
rataratamasuk
a) 1000 ppm
73
10,5
100 =81
13
b) 100 ppm
6,5
100 =65
10
c) 10 ppm
4,5
100 =45
10
d) 0 ppm
1
100 =10
10
a) 1000 ppm
5,878+ ( 5,8785,842 ) 1
5,878+0,036
5,914
b) 100 ppm
5,385+ ( 5,3855,253 ) 1
5,385+0,132
5,517
c) 10 ppm
4,900+ ( 4,9004,747 ) 1
4,900+0,153
5,053
d) 0 ppm
3,718+ ( 3,7183,659 ) 1
74
3,718+0,059
3,777
y=687.5 x +3346.5
LC50 =ax+ b
5=687.5 x +3346.5
x=4.8604 ppm
antilog=1.379 105 ppm
75