You are on page 1of 22

I.

ANATOMI APPENDIKS VERMIFORMIS


Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analogdengan
Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya
sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal.Basis appendiks terletakpada bagian
postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal.Ketiga taenia caecum bertemu pada basis
appendiks.1
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung
dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a.
Apendikularis (cabang a.ileocolica).Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup
ileocecal.Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh
appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.1,2
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin
tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang
menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan
appendiks.Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic
membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe.Antara Mukosa dan submukosa
terdapat lymphonodes.Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari
kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan
sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan
ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks.Taenia anterior digunakan sebagai
pegangan untuk mencari apendiks.

Gambar 1.Struktur appendiks.


Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileosekal.
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal.Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada
kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon
asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks.1

Gambar 2.Posisi appendiks di rongga abdomen.


Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.1,2 Pendarahan apendiks
berasal dari a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.
Gambar 3. Vaskularisasi appendiks

II. FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT
(Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi, tapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit
bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain.
Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran
cerna.1,2
Pengertian
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering.Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,
2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne , Apendisitis adalah penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab
paling umum untuk bedah abdomen darurat.

Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik. 3
1) Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritonieum lokal.Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang muntah.Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ketitik Mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
2) Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis
1,2,3
adalah sebagai berikut :
a. Appendicitis Akut
Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks
dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran
limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan.Gejala
diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia,
malaise, dan demam ringan.Pada appendicitis kataral teradi lekoitosis dan
apendiks terlihat normal, hyperemia, edema, dan tidak ada eksdat serosa.
Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis.Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks.Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren.Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu.Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman.Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan
kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

b.Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon
dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang
melekat erat satu dengan yang lainnya.

c. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi
nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum,
retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.

d.Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah
ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga
terjadi peritonitis umum.Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

e. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses
radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya
obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada
riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks
menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel
radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh
darah serosa tampak dilatasi.

III. Etiologi
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria.Berbagai berperan sebagai
faktor pencetusnya.Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.1,2,3
Penjelasan lebih lanjut mengenai etiologi apendisitis
a. Peranan Lingkungan: diet dan higiene
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
flora normal kolon.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis Diet memainkan peran utama
pada pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian
apendisitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi serat dan
konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah penyakit
yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan
konsistensi keras

b. Peranan Obstruksi
Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam apendisitis akut. Fekalit
merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20% anak-anak dengan
apendisitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat Frekuensi obstruksi
meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus
apendisitis sederhana (simpel), sedangkan pada apendisitis akut dengan gangren tanpa ruptur
terdapat 65% dan apendisitis akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90%
Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami edema dan
hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gastrointestinal atau sistem
respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen apendiks. Megakolon kongenital
terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen apendiks dan hal
ini merupakan salah satu alasan terjadinya apendisitis pada neonatus.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti Entamuba hystolityca dan benda asing mungkin tersangkut
di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk
menimbulkan risiko terjadinya perforasi
Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya apendisitis adalah adanya obstruksi
lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul
selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan
terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta
iskemia. Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh
lapisan dinding apendiks, lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk
kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi
berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding yang
masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer akan semakin
meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiksakan bertambah besar menyebabkan
gangguan pada sistem vasa dinding apendiks Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa
limfatika, kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan
iskemia dari apendiks, infark seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus
berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah
kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietale
Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan
omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi
peritonitis umum. Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna,
sehingga kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan apendiks
cepat mengalami komplikasi .

c. Peranan Flora Bakterial


Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam
bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam apendisitis sama dengan
penyakit kolon lainnya Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap
apendisitis sederhana. Pada tahap apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama
Escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk
Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang
paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita apendisitis gangrenosa atau
apendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides fragilis .

Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan.Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen.Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.1,2,3
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri didaerah kanan bawah.Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.Bila dinding yang
telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.Pada
anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
IV. Gambaran Klinis

Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh terjadinya
peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda setempat, baik disertai
maupun tidak disertai dengan rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik appendisitis adalah
nyeri yang samar-samar dan tumpul yang merupkana nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini diserta dengan mual dan kadang dengan muntah. Umumnya,
nafsu makan menurun. Dalam beberpa jam, nyeri akan akan berpindah ke kuadran kanan
bawah ke titik McBurney. Disini, nyeri menjadi lebh tajam dan jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatic setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat
adanya konstipasi sehingga penderita merasa membutuhkan obat pencahar. Tindakan itu
dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila appendiks terletak di retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan bawah
tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena appendiks terlindung
oleh sekum. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan
karena ada kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Radang pada apendiks yang terletak dirongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan
tanda ransangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltic meningkat dan pengosongan rectum
menjadi leih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan appendks terhadap dinding kandung
kemih.
Gejala appendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya anak sering hanya
menunjukan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemha dan letargik.
Karena gejala yang tidak khas tadi, appendisitis sering baru diketahui setelah terjadi
perforasi.
Tanda awal, nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik
McBurney
o nyeri tekan
o nyeri lepas
o defans muskuler
nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
o nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
o nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
o nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas alam, berjalan, batuk,
mengedan

Diagnosis
Cara mendiagnosis apendisitis adalah sebagai berikut:
1) Anamnesis
Nyeri/sakit perut
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut (tidak pin-point).
Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah
terjadi inflamasi (> 6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat
somatik.
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen.Setiap anak dengan gejala nyeri
abdomen yang belum pernah mengalami apendektomi seharusnya dicurigai menderita
apendisitis.Anak yang sudah besar dapat menerangkan dengan jelas permulaan gejala
nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat.Anak dapat menunjuk
dengan satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang pernah nyeri dan sekarang
dimana yang nyeri.4
Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis terpimpin seperti misalnya:
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama
makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi
apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang
mengalami peradangan Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya
hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri
ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus
mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula
di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium
akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah
dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi
rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir
serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Muntah (rangsangan viseral), akibat aktivasi N. Vagus.
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan
kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir
selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis
apendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus,
namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua
kali.Gejala disuria juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika
urinaria.1,4
Obstipasi, karena penderita takut mengejan.
Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan
beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks
pelvikal yang merangsang daerah rectum.
Panas (infeksi akut), bila timbul komplikasi.
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 38,5C
tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang beragam.
Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di
kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks retrosekal akan
menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri
pada supra pubik dan apendiks retroileal bisa menyebabkan nyeri testikuler, mungkin
karena iritasi pada arteri spermatika dan ureter.

2) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi 1,2,3,4
Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung
(+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler
abses.Selain itu tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan.
Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja
periksa.Anak menunjukkan ekspresi muka yang tidak gembira.Anak tidur miring ke
sisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi
meningkatkan nyeri.
b. Palpasi1,4
Pada pemeriksaan abdomen pada anak dengan permukaan tangan yang mempunyai
suhu yang sama dengan suhu abdomen anak. Biasanya cukup dipanaskan dengan
menggosok-gosok tangan dengan pakaian penderita. Tangan yang dingin akan
merangsang otot dinding abdomen untuk berkontraksi sehingga sulit menilai keadaan
intraperitoneal. Terkadang kita perlu melakukan palpasi dengan tangan anak itu
sendiri untuk mendapatkan otot abdomen yang tidak tegang.Abdomen biasanya
tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-
hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri.
Umpamanya mulai dari kiri atas, kemudian secara perlahan-lahan mendekati daerah
kuadran kanan bawah.Palpasi dengan permukaan dalam (volar) dari ujung-ujung jari
tangan, dengan tekanan yang ringan dapat ditentukan adanya nyeri tekan, ketegangan
otot atau adanya tumor yang superfisial.Waktu melakukan palpasi pada abdomen
anak, diusahakan mengalihkan perhatiannya dengan boneka atau usaha yang lain,
sambil memperhatikan ekspresi wajahnya. Hindari gerakan yang cepat dan kasar
karena hal ini akan menakuti anak dan membuat pemeriksaan nyeri tekan tidak
mungkin dilakukan.
Nyeri tekan (+) Mc Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc
Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat
dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara
tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan
dan dalam di titik Mc Burney.
Defens musculer (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
Rovsing sign (+)
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita
melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan
oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan
Psoas sign (+), pada appendik letak retrocaecal karena merangsang peritoneum
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan
yang terjadi pada apendiks.
Ada 2 cara memeriksa Psoas sign :
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahanpemeriksa, pasien
memfleksikan articulatio coxaekanan nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikanpemeriksa, nyeri
perut kanan bawah
Obturator sign (+)
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.
Diperiksa dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulatio coxae pada posisi
telentang terjadi nyeri (+).

c. Perkusi
Terdapat nyeri ketok, pekak hati (jika terjadi peritonitis, pekak hati ini hilang karena
terjadi kebocoran udara usus).

d. Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltic (-) pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata
akibat appendisitis perforata.Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan
diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi
peristaltik usus.

e. Rectal Toucher (RT)


Tonus musculus sfingter ani baik, ampula kolaps, nyeri tekan pada daerah jam 09.00-
12.00, serta terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses). Pada apendisitis
pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
sewaktu dilakukan colok dubur.
Colok dubur juga tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis
pada anak kecil karena biasanya menangis terus menerus..

f. Alvarado score 5
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan,
menjadi 3 symptom, 3 sign dan 2 laboratorium.

Alvarado score:
Apendisitis point pain : 2
Lekositosis : 2
Vomitus : 1
Anorexia : 1
Rebound Tendeness Fenomen : 1
Degree of Celcius (>37,5) : 1
Observation of hemogram : 1
Abdominal migrate pain : 1 +
Total = 10 (dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin).
ATAU
Dikenal Alvarado Score 5, yaitu :
Skor
Symptom
Nyeri pindah ke kuadran kanan bawah 1
Mual, muntah 1
Anoreksia 1
Sign
Tenderness 2
Rebound tenderness 1
Demam 1
Pemeriksaan laboratorium
Lekositosis 2
Netrofil bergeser ke kiri 1
Total 10
Keterangan
1-4 : bukan appendisitis
5-6 : kemungkinan appendisitis akut, tapi tidak memerlukan operasi segera
7-8 : appendisitis akut
>9 : perlu operasi segera

3) Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah
Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus
dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala
klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
b. Radiologis
Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak scoliosis ke kanan, psoas shadow tak tampak,
bayangan gas usus kananbawah tak tampak, garis retroperitoneal fat sisi kanan
tubuh tak tampak, dan 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak.
Barium Enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus.Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut
memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi
medial serta inferior dari sekum. Pengisisan lengkap dari apendiks
menyingkirkan appendisitis.
c. Ultrasonografi (USG)
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnesitis dan
sebagainya.
d. CT-Scan
Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan skening
ini.Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat,
mendukung keadaan apendiks yang meradang.CT-Scan mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90 100% dan 96 97%, serta akurasi 94 100%.Ct-
Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon.
e. Laparoskopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam
abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung.Teknik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum.Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendiks.
f. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standaremas (gold standard) untuk diagnosis
apendisitis akut.Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi
apendisitis akut.Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya
kriteria gambaran histopatologi apendisitis akut secara universal dan tidak ada
gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi.
Definisi histopatologi apendisitis akut :
Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel.
Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.
Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel.
Sel granulosit diatas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler,
dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukosa.
Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan
keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis.

Diagnosis banding
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit dipertimbangkan sebagai diagnosis banding,
diantaranya adalah berasal dari saluran pencernaan seperti gastroenteritis, ileitis terminale,
tifoid, divertikulitis meckel tanpa perdarahan, intususepsi dan konstipasi.Gangguan alat
kelamin perempuan termasuk diantaranya infeksi rongga panggul, torsio kista ovarium,
adneksitis dan salpingitis.Gangguan saluran kencing seperti infeksi saluran kencing, batu
ureter kanan. Penyakit lain seperti pneumonia, demam dengue dan campak.

Penjelasan lebih lanjut mengenai Diagnosis banding Apendisitis 1,2


Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding:
a. Gastroenteritis. Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering ditemukan.
Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendiksitis akut.
b. Demam dengue (DHF). Demam dengue dapat dimulai dengan rasa sakit perut di
epigastrium mirip peritonitis, juga disertai mual muntah. Didapatkan hasil tes positif
untuk Rample leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat. Demamnya saddle
type, hal ini membedakannya dengan demam akibat appendisitis.
c. Demam Thyfoid. Gejalanya hampir mirip dengan appendisitis yaitu ada nyeri perut,
mual, muntah, demam tinggi intermitten. Perbedaannya, pada demam thyfoid lidah
penderita tampak kotor.
d. Limfadenitis mesenterika. Biasa didahului oleh enteritis atau gastrienteritis ditandai
dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut
samar, terutama kanan.
e. Kelainan ovulasi. Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri
perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang
sama pernah timbul lebih dulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasanya hilang dalam
waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.
f. Infeksi panggul. Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendiksitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendiksitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada
colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat
dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
g. Kehamilan di luar kandungan. Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan
keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan
mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan
penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.
h. Kista ovarium terpuntir. Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan
teraba massa dalam atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG dapat
menentukan diagosis.
i. Endometriosis eksterna. Endometrium diluar rahim akan memberikan gejala nyeri di
tempat endometriosis tersebut berada, dan ada darah menstruasi terkumpul di tempat itu
karena tidak ada jalan keluar.
j. Urolitiasis pielum/ureter kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar
ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto
polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis
sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan,
dan piuria.
k. Penyakit saluran cerna lainnya. Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah
peradangan perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung,
kolesistisis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon,
demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.

Tatalaksana
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitistelah ditegakkan.Antibiotik dan
cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan
dilakukan.Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.Apendiktomi (pembedahan
untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi.Apendiktomidapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara
terbuka ataupun dengan caralaparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Bila apendiktomiterbuka, insisi Mc Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi
dulu.Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih
terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak. 6
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif dengan ditandai dengan:
a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-
tanda peritonitis
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke
kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan,
karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi
daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan:
a. Umumnya berusia 5 tahun atau lebih.
b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi.
c. Pemeriksaan lokal abdomen tanang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan
istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan
lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak
serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses
dengan atau tanpa peritonitis umum.

Pembedahan. 1,6,7
Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah
tercapai.Suhu tubuh tidak melebihi 38oC, produksi urin berkisar 1-2 ml/kg/jam.nadi di bawah
120/menit.
Teknik pembedahan, yaitu Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah
umbilicus. Sayatan Fowler Weier lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen
dan bila diperlukan sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi dan otot
rectum.
Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa.Membuka
peritoneum sedikit dahulu dan alat hisap telah disiapkan sedemikian rupa hingga nanah dapat
langsung terisap tanpa kontaminasi ke tepi sayatan.Sayatan peritoneum diperlebar dan
penghisapan nanah diteruskan.Apendektomi dikerjakan seperti biasa.Pencucian rongga
peitonium mutlak dikerjakan dengan larutan NaCl fisiologis sampai benar-benar bersih.
Cairan yang dimasukkan terlihat jerih sewaktu dihisap kembali.Pengumpulan nanah
biasa ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis, di bawah diafragma dan diantara usus-
usus.Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga setelah peritonium dan lapisan
fasia yang menempel peritonium dan sebagian otot dijahit.Penjahitan luka sayatan jangan
dilakukan terlalu kuat dan rapat.
Pemasangan dren intraperitoneal masih merupakan kontroversi.Bila pencucian rongga
peritonium benar-benar bersih dren tidak diperlukan.Lebih baik dicuci bersih tanpa dren
daripada dicuci kurang bersih dipasang dren.

Penatalaksanaan menurut referensi lain


1. Sebelum operasi
a. Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan.
Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung
jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah
timbulnya keluhan.
b. Intubasi (NGT) bila perlu
c. Rehidrasi
2. Operasi apendiktomi
Apendiktomi
Untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara teknik operatif mempunyai
keuntungan dan kerugian.
a. Insisi menurut Mc. Burney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan
dilakukan pada haris yang tegak lrus pada garis yang menghubungkan spina
iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilikus pada batas sepertiga lateral (titik
Mc. Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia. Otot-otot dinding
perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya setelah itu akan tampak
peritoneum perietal (mengkilat dan berwarna buru keabu-abuan) yang disayat
secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenal dari ukurannya yang besar,
mengkilat, lebih kelabu/ putih, mempunyai haustrae dan taenia kolo, sedangkan
ileum lebih kecil, lebih merah dan tidak mempunyai haustrae atau taenia koli.
Basis apendiks dicarai pada pertemuan ketiga taenia koli.
Teknik inilah yang paling sering dikerakan karena keuntungannya tidak terjadi
benjulan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-
alat tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena
penyembuhan lebih cepat.Kerugiannya adalah lapangan operasi yang terbatas,
sulit diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas
dengan memotong otot secara tajam.
b. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatans ama
dengan Mc Burnet, hanya sayatannya langsung menembus oot dinding perut
tanpa memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum. Keuntungannya
adalah lapangan panda operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana dan
mudah.
Sedangkan kerugiannya adalh diagnosis yang harus tepat sehingga lokasi dapt
dipastikan, lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah sehingga
perdarahan menjadi lebih banyak, masa istirahat pasca bedah lebih lama karena
adanya benjolan yag menganggu pasien, nyeri pasca operasi lebih sering terjadi,
kadang-kadang ada hematoma yang terinfeksi, dan masa penyembuhan lebih
lama.
c. Insisi pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m. Rektus abdominis
dekstra secara vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10 cm keuntungannya,
teknik ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti dan kalau
perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan
ini secara tidak langsung mengarah ke apendiks dan caecum, kemungkinan
memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar dan untuk menutup luka operasi
diperlukan jahitan penunjang
Setelah peritoneum dibuka dengan retraktor, maka basis apendiks dapat dicarai pada
pertemuan tiga taenia koli. Untuk membebaskannya dari meso-apendiks ada dua cara
yang dapat dipakai sesuai dengan situasi dan kondisi ini, yaitu:
- Apendiktomi secara biasa; bila kita mulai dari apeks ke basis apendiks untuk
memotong mesoapendiks. Ini dilakukan pada apendiks yang tergantung bebas
pada sekum atau bila puncak apendiks mudah ditemukan.
- Apendiktomi secara retrograd; bila kita memotong mesoapendiks dari basis ke
arah puncak. Ini dilakukan pada apendiks yang letaknya sulit, misalnya retrosekal,
atau puncaknya sukar dicapai karena tersembunyi, misalnya karena telah terjadi
perlengketan dengan sekitarnya.
Teknik Apendiktomi Mc Burney 7
1. Pasien berbaring terlentang dalam anestesi umum atau regional. Kemudian
dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.
2. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan otot-otot
dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, berturut-turut m.
oblikus abdominis eksternus, m. abdominis internus, m. transversus abdominis,
sampai akhirnya tampak peritoneum.
3. Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi.
4. Sekum beserta apendiks diluksasi keluar.
5. Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari puncak ke
arah basis
6. Semua perdarahan dirawat
7. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks
kemudian dijahit dengan catgut
8. Dilakukan pemotongan apendiks apikald ari jahitan tersebut
9. Puntung apendiks diolesi betadin
10. Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut.
Mesoapendiks diikat dengan sutera.
11. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat di dalamnya,
semua perdarahan dirawat.
12. Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.
13. Sebelum ditutup, peritoneum dijepit minimal 4 klem dan didekatkan untuk
memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan chronic catgut
dan otot-otot dikembalikan.
14. Dinding perut ditutup/ dijahit lapis demi lapis, fasia dengan sutera, subkutis
dengan cat gut dan akhirnya kulit dengan sutera.
15. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.
3. Pasca operasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di
dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan.Angkat sonde lambung bila pasien
telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam
posisi Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama
itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
perforasi umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/ jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30
ml/ jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama
2x30 menit. Pada hari kedua apsien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Pada hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut.
Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya
komplikasi akan berkurang

Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses.Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%.Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia.Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.
Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri
atau nyeri tekan abdomenyang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).

Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit
ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila
terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.Terminologi
apendisits kronis sebenarnya tidak ada.

You might also like