You are on page 1of 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini pers telah tumbuh dan berkembang luas di masyarakat, bahkan

sampai di sekolah-sekolah. Sebagian besar sekolah di Yogyakarta saat ini

memiliki sarana publikasi berupa majalah sekolah, namun biasanya majalah

sekolah dikelola oleh pihak sekolah, sebagai misal Warta Muhi dari SMA

Muhammadiyah 1 Yogyakarta yang redaksinya adalah guru dan karyawan SMA

Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Salah satu sekolah yang mempunyai wadah untuk

kreatifitas jurnalistik siswa adalah SMA Bopkri 1 Yogyakarta yang menerbitkan

majalah sekolah bernama MABOSA. MABOSA adalah majalah sekolah yang

menampung segala ide, opini, pemikiran, dan aspirasi siswa maupun

guru/karyawan SMA Bopkri 1 yang terbit secara periodik satu bulan sekali dan

dikelola seluruhnya oleh siswa.

Ditinjau berdasarkan ukurannya, format majalah adalah setengah ukuran

tabloid. Dilihat dari segi format ukurannya, media cetak memang terbagi menjadi

beberapa bagian. Menurut Zaenuddin (2007: 13) Format broadsheet adalah

format berukuran surat kabar umum (sekitar 7, 8, atau 9 kolom). Format tabloid

adalah media yang ukurannya setengah dari format broadsheet. Format majalah

adalah setengah ukuran dari tabloid. Pengertian format majalah ini selain karena

ukuran, juga karena halaman demi halaman diikat dengan kawat (diheker) serta

menggunakan sampul yang jenis kertasnya lebih tebal atau mengkilap dibanding

kertas halaman dalam.

1
2

Media cetak koran, tabloid, dan majalah memiliki perbedaan bukan hanya

dari segi format atau ukuran kertasnya, tetapi juga dari segi jadwal terbit dan

isinya. Koran lazimnya terbit setiap hari, kecuali hari-hari libur nasional,

sedangkan tabloid dan majalah umumnya adalah untuk media cetak yang terbit

seminggu sekali atau satu bulan sekali (Zaenuddin, 2007: 13).

Ditinjau dari segi isinya, tabloid dan majalah tidaklah berisi berita-berita

peristiwa yang baru saja terjadi seperti yang di muat di koran-koran, melainkan

adalah liputan pendalaman ataupun laporan-laporan khusus dari peristiwa tersebut

atau peristiwa lainnya. Kebanyakan yang menggunakan format tabloid dan

majalah adalah media-media hiburan, keluarga, dan olahraga. Belakangan juga

media bertema spesifik seperti elektronik, handphone, dan resep masakan.

Ditinjau dari segi jumlah halaman juga berbeda. Tabloid dan majalah jauh lebih

tebal dibanding koran. Tabloid jumlah halamannya sekitar 40 halaman sedangkan

majalah bisa mencapai 200 halaman (Zaenuddin, 2007: 14).

Menurut Djuroto (2004: 11) ada beberapa bentuk media massa cetak,

antara lain:

1. Surat kabar, yaitu kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang

dicetak dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit secara teratur, bisa setiap

hari atau seminggu satu kali.

2. Majalah adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang

dicetak dalam lembaran kertas ukuran kuarto atau folio, dijilid dalam bentuk

buku. Majalah biasanya terbit teratur, seminggu sekali, dua minggu sekali atau

satu bulan sekali.


3

3. Tabloid adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang

dicetak dalam lembaran kertas ukuran broadsheet (lebih kecil dari plano) dan

dilipat seperti surat kabar. Tabloid biasanya terbit teratur, seminggu sekali,

dua minggu sekali atau satu bulan sekali.

4. Buletin adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang

dicetak dalam lembaran kertas ukuran broadsheet atau ukuran kuarto/ plano

dan dilipat seperti surat kabar. Buletin biasanya terbit tidak teratur atau sering

disebut dengan penerbitan berkala.

5. Buku adalah tulisan tentang ilmu pengetahuan, essai, cerita-cerita panjang,

kisah-kisah perjuangan dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas

ukuran setengah kuarto atau setengah folio dan dijilid rapi.

Berdasarkan karakteristik di atas, majalah sekolah adalah kumpulan berita,

artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran

kuarto atau folio, dijilid dalam bentuk buku terbit teratur, dikelola dan

didistribusikan untuk internal sekolah. Namun, meskipun majalah sekolah hanya

ditujukan untuk internal sekolah, pengelolaannya harus memperhatikan prinsip-

prinsip manajemen agar bisa sesuai tujuannya.

Pengelolaan penerbitan pers akan efektif dan efisien jika ada pembagian

kerja atau terorganisasi. Organisasi penerbitan pers secara sederhana dapat

dipilah-pilah sebagai berikut (Djuroto, 2004: 16 41):

1. Top Manager (Pemimpin Umum)

Pemimpin umum adalah orang pertama dalam suatu perusahaan

penerbitan pers, yang mengendalikan perusahaan, baik bidang redaksional


4

maupun bidang usaha. Dalam mengembangkan perusahaannya, pemimpin

umum memegang tiga kendali berupa bidang redaksi (editor department),

bidang percetakan (printing department), dan bidang usaha (business

department).

2. Editor Department (bidang redaksi)

a. Pemimpin Redaksi

Pemimpin redaksi adalah orang pertama yang bertanggung jawab terhadap

semua isi penerbitan pers. Tugas utama pemimpin redaksi adalah

mengendalikan kegiatan keredaksian di perusahaan yang meliputi

penyajian berita, penentuan liputan, pencarian fokus pemberitaan,

penentuan topik, pemilihan berita utama (headline), berita pembuka

halaman (opening news), menugaskan atau membuat sendiri tajuk dan

sebagainya.

b. Sekretaris Redaksi

Sekretaris redaksi adalah pembantu pemimpin redaksi dalam hal

administrasi keredaksionalan.

c. Redaktur Pelaksana

Redaktur pelaksana (managing editor) adalah jabatan yang dibentuk untuk

membantu pemimpin redaksi dalam melaksanakan tugas-tugas

keredaksionalan.

d. Redaktur

Redaktur (editor) adalah petugas yang bertanggung jawab terhadap isi

halaman surat kabar. Tugas redaktur adalah menerima bahan berita, baik
5

dari kantor berita, wartawan, koresponden atau bahkan press release dari

lembaga, organisasi, instansi pemerintah atau perusahaan swasta.

e. Wartawan

Wartawan atau reporter adalah seseorang yang bertugas mencari,

mengumpulkan dan mengolah informasi menjadi berita, untuk disiarkan

melalui media massa.

f. Koresponden

Koresponden (stringer) yang lebih dikenal dengan sebutan wartawan

pembantu adalah seseorang yang berdomisili di suatu daerah, diangkat

atau ditunjuk oleh suatu penerbitan pers di luar daerah atau luar negeri,

untuk menjalankan tugas kewartawanan, yaitu memberikan laporan secara

kontinyu tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi di daerahnya.

3. Printing Department (Bidang Percetakan)

a. Bidang Pracetak, merupakan kumpulan dari beberapa bagian yang

menangani pekerjaan antara redaksi dan percetakan. Bagian ini terdiri dari

tata letak/perwajahan, desain, pembuatan film negatif dan pembuatan plate

(plate making). Bidang pracetak memiliki empat bagian, yaitu:

1) Bagian Setting

2) Bagian Desain

3) Bagian Layout

4) Bagian reproduksi

b. Bidang Cetak (printing) adalah bagian mencetak penerbitan baik untuk

koran maupun majalah.

c. Bidang Perawatan (maintenance), tugasnya merawat mesin.


6

d. Administrasi Keuangan, bagian yang mengurusi keuangan.

e. Bagian Administrasi Umum dan Personalia, tugasnya mengatur tenaga

kerja.

4. Business Department (Bidang Usaha)

a. Pemimpin Perusahaan, adalah orang yang mendapat kepercayaan dari

pemimpin umum untuk membantu dalam pengelolaan di bidang usaha.

b. Bagian Iklan, adalah bagian yang menjual kolom-kolom yang ada pada

surat kabar atau majalah dalam bentuk advertensi (advertising).

c. Bagian Sirkulasi, adalah bagian yang khusus menjual produk penerbityan

(koran atau majalah).

d. Bagian Keuangan, yang mengatur tentang keuangan perusahaan.

e. Bagian Pelayanan Pelanggan (Customer Care), dibentuk guna

memberikan layanan yang memuaskan kepada semua pelanggan dari

penerbitan pers.

f. Bagian Umum, tugasnya mengurusi dan menyediakan kebutuhan bagi

perusahaan, baik yang bersifat hardware maupun software.

g. Bagian Teknik, menangani masalah-masalah teknik.

Pengelolaan majalah sekolah, dapat menerapkan prinsip-prinsip dalam

pengorganisasian penerbitan pers, meskipun hanya sederhana dan pembagian

kerjanya disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Misalnya, adanya susunan

pengurus di bidang redaksional, seperti : pemimpin redaksi, wakil pemimpin

redaksi, redaktur, fotografer, dan sebagainya. Adanya pembagian kerja sesuai


7

bidangnya masing-masing pada majalah sekolah dapat menjadikan siswa

mengetahui cara-cara pengelolaan majalah.

Secara keseluruhan isi penerbitan pers bisa dilihat sebagai berikut

(Djuroto, 2004: 46):

1. Pemberitaan (news getter)

a. Pengertian berita (perception news)

b. Berita langsung (straight news)

c. Penggalian berita (investigative news)

d. Pengembangan berita (depth news)

e. Feature (human interest news)

2. Pandangan atau Pendapat (opinion)

a. Pendapat masyarakat (public opinion)

1) Komentar

2) Artikel

3) Surat pembaca

b. Opini penerbit (press opinion)

1) Tajuk rencana

2) Pojok

3) Karikatur

c. periklanan (advertising)

1) Iklan display

2) Iklan baris

3) Iklan pariwara (advertorial)


8

Majalah sekolah pada umumnya lebih banyak berisi pendapat, baik berupa

artikel, pengetahuan, tajuk, surat pembaca, dan sebagainya. Jarang sekali ditemui

berita yang aktual di majalah sekolah, karena waktu terbit yang periodisasinya

terlalu lama (satu bulan lebih). Jika ada berita di majalah sekolah, umumnya

berupa feature (human interest news).

MABOSA adalah majalah sekolah yang pengelolanya benar-benar

terdiri dari para siswa. Menurut Bapak Sugeng, alumnus SMA Bopkri 1

Yogyakarta tahun 1983 (wawancara: 20 Oktober 2011), majalah sekolah di SMA

Bopkri 1 Yogyakarta sudah ada sejak tahun 1980-an berupa buletin yang dicetak

secara sederhana, namun waktu itu terbitnya belum rutin. Pada tahun 1980-an jika

terbitnya di akhir semester sering dibagikan bersamaan dengan penerimaan rapor.

Namun setelah pada tahun 1989 terjadi pertemuan antara Kepala Sekolah Bapak

Drs. Purwanto DA dengan Ign. Adjie R. Primantoro, SS ada perubahan sehingga

akhirnya pada Juni 1991 terbit Majalah BOSA edisi I (Wawancara dengan Ign.

Adjie R. Primantoro, SS, Penanggungjawab dan Pembimbing MABOSA, 25

Februari 2012).

Jumlah halaman MABOSA setiap kali terbit tidak selalu sama, rata-rata

MABOSA terbit dengan 96 halaman, namun sejak 2003 jumlah halaman

berkurang menjadi sekitar 70 halaman, tetapi ada penambahan jumlah halaman

berwarna. MABOSA meskipun hanya merupakan majalah sekolah, namun

pengelolaannya menyerupai majalah umum dengan adanya rubrik-rubrik yang

tetap (selalu ada di setiap edisi) maupun artikel-artikel atau materi lain yang tidak

tetap. Rubrik tetap di MABOSA antara lain: Salam Redaksi, Renungan, Kontak
9

Redaksi, Laporan Utama, Suara Siswa, Suara Guru, Iptek, Jurnal Musik, dan

sebagainya; sedangkan materi tidak tetap adalah materi-materi yang dikirimkan

koresponden

Berdasarkan pengamatan dan wawancara pra penelitian dengan beberapa

narasumber yang berasal dari SMA Bopkri 1 Yogyakarta yang saat ini sedang

kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi, beberapa di antaranya ternyata sebelum

mengambil jurusan Ilmu Komunikasi pernah melakukan aktivitas jurnalistik di

majalah sekolah. Aktivitas jurnalistik yang dilakukan, selain menjadi anggota

redaksi MABOSA juga bukan menjadi anggota redaksi tetapi sering menulis atau

mengirimkan bahan/materi untuk dimuat di MABOSA. Menurut beberapa

narasumber yang saat ini kuliah di Ilmu Komunikasi, menulis di media

mempunyai keasyikan tersendiri, apalagi ada kepuasan tertentu jika hasil karya

mereka bisa dimuat di media.

Siswa yang ikut aktif mengelola majalah sekolah MABOSA, baik

sebagai anggota redaksi maupun koresponden akan terbiasa dengan kegiatan-

kegiatan jurnalistik dan jika kegiatan tersebut dirasa menyenangkan maka

kemungkinan dapat menjadi stimulus (rangsangan) untuk lebih menekuni bidang

jurnalistik. Siswa yang mendapatkan kepuasan dengan pengelolaan majalah

MABOSA kemungkinan akan tumbuh harapan untuk berkarir di bidang

jurnalistik sehingga ada kemungkinan untuk memilih jurusan Ilmu Komunikasi di

masa mendatang.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa narasumber yang merupakan

alumnus SMA Bopkri 1 Yogyakarta yang kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi (7


10

November 2011), terlihat bahwa mereka pernah mengirimkan materi ke

MABOSA sebagai koresponden, dan bahkan ada yang mantan pengurus

MABOSA, yaitu Phila Aprilia alumni 2005 yang saat ini kuliah di jurusan Ilmu

Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Adri Haryo alumnus SMA

Bopkri 1 Yogyakarta 2005, meskipun bukan redaksi MABOSA tetapi aktif

mengirimkan karikatur ke MABOSA juga tertarik melanjutkan kuliah ke jurusan

Ilmu Komunikasi sehingga masuk di FISIPOL jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Minat siswa SMA Bopkri 1 Yogyakarta melanjutkan kuliah di program

studi Ilmu Komunikasi bisa dipengaruhi oleh aktivitasnya di bidang jurnalistik.

Semakin banyak frekuensi siswa dihadapkan pada aktivitas-aktivitas pengelolaan

jurnalistik akan semakin memperbesar minat terhadap ilmu komunikasi. Skripsi

ini akan mengkaji apakah ada hubungan (korelasi) antara aktivitas mengelola

majalah sekolah MABOSA dengan motivasi siswa SMA BOPKRI I

Yogyakarta memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi. Dasar

pemikiran pemilihan judul ini adalah, jika aktivitas mengelola majalah sekolah

merupakan aktivitas yang menyenangkan dan menimbulkan kepuasan maka akan

menjadi daya tarik siswa untuk ikut aktif mengelola majalah sekolah. Siswa yang

merasa mendapatkan kepuasan menulis materi atau mengelola suatu majalah

sekolah, ia akan mengulang kegiatan ini sehingga untuk mengembangkan bakat

menulis bisa diperoleh jika belajar di jurusan Ilmu Komunikasi.


11

B. Rumusan Masalah:

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat ditarik rumusan

masalah sebagai berikut: Adakah korelasi antara aktivitas mengelola majalah

sekolah MABOSA dengan motivasi siswa SMA BOPKRI I Yogyakarta

pengelola MABOSA memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya korelasi

antara aktivitas mengelola majalah sekolah MABOSA dengan motivasi

siswa SMA BOPKRI I Yogyakarta pengelola MABOSA memilih jurusan

Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi.

2. Manfaat Penelitian

a. Akademis

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan bagi pengembangan wawasan terhadap kerangka pikir,

terutama pada bidang Ilmu komunikasi, khususnya dalam konsentrasi

studi jurnalistik.

b. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi bagi

mahasiswa yang ingin mempelajari bidang jurnalistik pers, khususnya

yang berkaitan dengan korelasi antara aktivitas mengelola majalah sekolah

dengan motivasi siswa memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan


12

Tinggi. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi acuan untuk penelitian

lebih lanjut tentang pelaksanaan jurnalistik di sekolah.

D. Kerangka Teori

Penelitian ini bertujuan mencari/mengukur korelasi antara aktivitas

mengelola majalah sekolah MABOSA dengan motivasi siswa SMA BOPKRI I

Yogyakarta memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi. Agar

pengukuran bisa terfokus pada permasalahan, maka perlu dijabarkan teori-teori

yang mendasari konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diukur.

Pembahasan di bawah ini akan menjelaskan konsep-konsep yang berkaitan

dengan topik penelitian.

1. Motivasi

Komunikasi pada intinya adalah proses saling berinteraksi dan

bertukar informasi (pesan). Menurut Rogers dan Shoemaker (dalam Hanafi,

1986: 27), komunikasi adalah proses di mana pesan-pesan dioperkan dari

sumber kepada penerima. Dengan kata lain komunikasi adalah pemindahan

ide-ide dari sumber dengan harapan akan merubah tingkah laku penerima.

Menurut Panuju (2000: 4), komunikasi sering diartikan sebagai transfer

informasi atau pesan-pesan (message) dari pengirim pesan (komunikator)

kepada penerima (komunikan). Dengan catatan pula bahwa proses tersebut

bertujuan mencapai saling pengertian (mutual understanding).

Adanya mutual understanding ini oleh Kincaid dan Schramm

dikatakan sebagai penggunaan bersama. Kincaid dan Schramm (1977: 6-7)


13

lebih menekankan adanya proses berbagi informasi dalam komunikasi.

Mereka mengatakan bahwa proses yang azasi dalam komunikasi adalah

penggunaan bersama. Pengertian ini lebih tepat untuk melukiskan suatu

proses komunikasi daripada kata-kata: mengirim atau menerima. Dengan

demikian komunikasi adalah proses saling berbagai atau menggunakan

informasi secara bersama, dan pertalian antara peserta dalam proses informasi.

Jika seseorang mengadakan komunikasi berarti seseorang sedang

common understanding atau mengadakan kesamaan pengertian dengan

orang lain. Komunikasi pada hakekatnya adalah membuat komunikan dan

komunikator sesuai untuk suatu pesan. Komunikasi pada hakekatnya juga

merupakan suatu proses sosial, yaitu sesuatu yang berlangsung atau berjalan

antar manusia. Artinya proses merupakan perubahan atau serangkaian

tindakan dan peristiwa selama beberapa waktu menuju suatu hasil tertentu.

Komunikasi merupakan proses dengan mana orang berusaha berbagi arti

melalui penyampaian pesan-pesan simbolik (Effendy, 1999 : 54).

Menurut Effendy (1999 : 49) komponen komunikasi adalah:

a. Penyampai pesan (komunikator/Encoder), sering disebut source

(sumber), yaitu individu atau pejabat humas yang berinisiatif sebagai

sumber atau penyampai pesan-pesannya.

b. Pesan yang disampaikan (Message), yaitu suatu gagasan dan ide berupa

pesan, informasi, pengetahuan, ajakan, bujukan atau ungkapan bersifat

pendidikan dan emosi lain yang akan disampaikan komunikator kepada

perorangan atau kelompok tertentu (komunikan).


14

c. Penerima pesan (komunikan/ Decoder), yaitu individu yang menerima

suatu pesan yang disampaikan oleh komunikan dengan tujuan

mendapatkan informasi dan lain sebagainnya.

d. Media yang digunakan (Channel), berupa media, sarana atau saluran

yang dipergunakan oleh komunikator dalam mekanisme penyampaian.

e. Efek yang ditimbulkan (Effect), yaitu suatu dampak yang terjadi dalam

proses penyampaian pesan-pesan tersebut, yang berakibat positif maupun

negatif menyangkut tanggapan, persepsi dan opini dan hasil komunikasi.

Komunikasi mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai berikut

(Susanto, 1997 : 65):

a. Menghibur

Komunikasi digunakan untuk merubah sikap seseorang agar menjadi

lebih bahagia atau senang.

b. Memberi informasi
Komunikasi dilakukan untuk merubah kondisi dari tidak tahu menjadi

tahu, atau dari tahu menjadi semakin tahu.

c. Mempersuasi

Komunikasi digunakan sebagai usaha untuk membujuk seseorang untuk

meninggalkan pendapatnya dan beralih ke pendapat baru.

d. Menstimuli

Komunikasi dilakukan sebagai usaha menyakinkan seseorang untuk tetap

berpegang pada pendapatnya dan tidak beralih ke pendapat baru.

Fungsi komunikasi mempersuasi dan menstimuli berkaitan dengan

proses motivasi pada seseorang. Menurut Effendy (1981 : 43) motivation atau
15

motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar

dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Keinginan, kebutuhan dan

kekurangan seseorang berbeda dengan orang lainnya, dari waktu dan dari

tempat ke tempat, sehingga karenanya motivasi itu berbeda dalam

intensitasnya.

Dalam psikologi terdapat banyak sekali teori atau konsep tentang

motivasi. Masing-masing mempunyai sudut tinjauan dan penekanan yang

berbeda-beda, sehingga sukar untuk mencapai kesepakatan pembahasan tanpa

berpijak pada teori yang sama. Motivasi oleh Robbins (2001 : 166)

didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang

tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan

upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individual. Menurut Armstrong (1994 :

65), motivasi adalah sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku

dalam cara-cara tertentu.

Teori-teori motivasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:

petunjuk, isi dan proses. Pertama, Teori-teori petunjuk (prescriptive theories)

mengemukakan bagaimana memotivasi para karyawan. Teori ini didasarkan

atas pengalaman coba-coba. Kedua, teori-teori isi (content theories), kadang-

kadang disebut teori-teori kebutuhan (need theories), adalah berkenaan

dengan pertanyaan apa penyebab-penyebab perilaku atau memusatkan pada

pertanyaan apa dari motivasi. Teori-teori yang sangat terkenal di antaranya:

1) hirarki kebutuhan dari Abraham H. Maslow, 2) Frederick Herzberg dengan

teori motivasi pemeliharaan atau motivasi higienis, dan 3) teori prestasi


16

dari David McClelland. Ketiga, teori-teori proses (process theories)

berkenaan dengan bagaimana perilaku dimulai dan dilakukan atau

menjelaskan aspek bagaimana dari motivasi. Teori-teori yang termasuk

kategori teori-teori proses adalah 1) teori pengharapan, 2) pembentukan

perilaku (operant conditioning), 3 teori Porter Lawler, dan 4) teori keadilan

(Handoko, 1995: 255).

Mengingat banyaknya teori tentang motivasi, pembahasan di bawah

ini hanya akan memberikan teori motivasi yang relevan dengan penelitian,

yaitu teori harapan dan teori pembentukan perilaku, karena adanya harapan

seseorang terhadap sesuatu akan menimbulkan motivasi untuk memenuhi

harapan dan hal ini akan mempengaruhi perilakunya.

1) Teori Harapan

Banyak teori proses modern yang penting didasarkan pada apa

yang disebut teori pengharapan (expectancy theory). Konsep ini

berhubungan dengan motivasi, di mana individu diperkirakan akan

menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila mereka melihat: 1) suatu

kemungkinan (probabilitas) tinggi bahwa usaha-usaha mereka akan

mengarah ke prestasi tinggi, 2) suatu probabilitas tinggi bahwa prestasi

tinggi akan mengarah ke hasil-hasil yang menguntungkan, dan 3) bahwa

hasil-hasil tersebut akan menjadi, pada keadaan keseimbangan, penarik

efektif bagi mereka (Handoko, 1995: 263).

Contoh dari teori ini adalah, bila seorang siswa mengharapkan

bahwa mengirimkan materi untuk majalah sekolah jika dimuat dapat


17

menjadikan kebanggaan tersendiri maka siswa tersebut akan termotivasi

untuk belajar menulis atau membuat karya yang baik dan dengan harapan

bisa dimuat di majalah sekolah. Kebanggaan akan prestasi mengisi materi

untuk majalah sekolah akan lebih memotivasi untuk selalu belajar ilmu-

ilmu tentang komunikasi, sehingga siswa akan termotivasi untuk

melanjutkan ke jurusan ilmu komunikasi di perguruan tinggi.

Vroom (1964) dalam (Pace dan Faules, 2000: 124)

mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan jenis-jenis pilihan

yang dibuat orang untuk mencapai suatu tujuan, alih-alih berdasarkan

kebutuhan internal. Teori harapan (expectancy theory) memiliki tiga

asumsi pokok:

a) Setiap individu percaya bahwa bila ia berperilaku dengan cara tertentu,

ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil

(outcome expectancy). Misalnya, seseorang mungkin percaya atau

punya harapan bahwa jika ia ingin mengembangkan keterampilan

jurnalistik dan dapat diterima di jurusan Ilmu Komunikasi, ia harus

belajar dengan giat dan ikut aktif mengelola suatu majalah sekolah.

b) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini

disebut valensi (valence). Misalnya, seseorang menghargai sebuah

gelar Sarjana Ilmu Komunikasi, sementara orang lain mungkin

menghargai kesuksesan bisnis. Valensi dapat didefinisikan sebagai

nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan.


18

c) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit

mencapai hasil tersebut. Hal ini disebut harapan usaha (effort

expectancy). Seseorang mungkin berpendapat jika ia berusaha keras

mempelajari ilmu jurnalistik di manapun juga ia akan bisa berhasil

menjadi seorang jurnalis. Harapan usaha dapat didefinisikan sebagai

kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian

suatu tujuan tertentu.

Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini.

Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa (1) suatu perilaku tertentu

akan menghasilkan hasil tertentu, (2) hasil tersebut punya nilai positif

baginya, dan (3) hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan

seseorang. Jadi, seseorang akan memilih, ketika ia melihat alternatif-

alternatif, tingkat kinerja demikian yang memiliki kekuatan motivasional

tertinggi yang berkaitan dengannya (Pace dan Faules, 2000: 125).

Aktivitas mengelola majalah sekolah yang menyenangkan dan

dapat membuat rasa bangga menyebabkan seorang siswa akan termotivasi

untuk belajar lebih jauh tentang ilmu komunikasi. Hasil tulisan atau

bentuk materi lain di majalah sekolah merupakan salah satu cara siswa

memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (sel-actualization needs) sehingga

siswa termotivasi untuk mengirimkan naskah ke majalah sekolah.

2) Teori pembentukan perilaku

B.F. Skinner (dalam Handoko, 1995: 264) mengemukakan

pendekatan lain terhadap motivasi yang mempengaruhi dan mengubah


19

perilaku kerja yaitu teori pembentukan perilaku (operant conditioning)

atau sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti behavior

modification, positive reinforcement, dan Skinnerian conditioning.

Pendekatan ini didasarkan terutama atas hukum pengaruh (law of effect),

yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan konsekuensi-

konsekuensi pemuasan cenderung diulang, sedangkan perilaku yang

diikuti konsekuensi-konsekuensi hukum cenderung tidak diulang.

Mengacu pada pendapat di atas perilaku (tanggapan) individu

terhadap suatu situasi atau kejadian (stimulus) adalah penyebab

konsekuensi tertentu. Misalnya, jika seseorang merasa mendapatkan

kepuasan mengelola suatu majalah sekolah, ia akan semakin tertarik

mempelajari hal-hal yang berkaitan tentang pengelolaan majalah sehingga

ia akan termotivasi untuk belajar di jurusan Ilmu Komunikasi.

Proses pembentukan perilaku secara sederhana dapat digambarkan

sebagai berikut:

Rancangan Tanggapan Konsekuensi Tanggapan diwaktu yang


(stimulus) konsekuensi akan datang

(sumber: Handoko, 1995: 264)

Gambar 1. Proses Pembentukan Perilaku

Perilaku (tanggapan) individu terhadap suatu situasi atau kejadian

(stimulus) adalah penyebab konsekuensi tertentu. Bila konsekuensi itu

positif, individu akan memberikan tanggapan sama terhadap situasi yang


20

sama, tetapi bila konsekuensi tidak menyenangkan individu akan

cenderung merubah perilakunya untuk menghindarkan dari konsekuensi

tersebut. Misalnya, seorang siswa yang naskahnya dimuat di majalah

sekolah akan merasa senang dan bangga, karyanya bisa dimuat akan

melakukan kegiatan mengirimkan naskah lagi, sebaliknya jika siswa

dipaksa harus menulis naskah dan merasa bahwa tugas menulis naskah

adalah berat dan membosankan tidak akan menulis naskah lagi jika tidak

terpaksa karena ada ancaman hukuman (sanksi). Siswa yang mendapatkan

kesenangan dan rasa bangga karyanya bisa dimuat di majalah sekolah

akan termotivasi untuk belajar lebih jauh di bidang ilmu komunikasi,

namun sebaliknya siswa yang merasa kegiatan jurnalistik membosankan

tidak akan memilih jurusan ilmu komunikasi jika melanjutkan pendidikan.

2. Aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku

Perilaku siswa yang aktif mengelola majalah sekolah dipengaruhi oleh

dorongan internal maupun eksternal, misalnya rasa bangga, dorongan teman,

pengalaman yang menyenangkan dan sebagainya sehingga termotimasi untuk

mengembangkan potensi jurnalistik lebih jauh dengan memilih jurusan Ilmu

Komunikasi jika nanti meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Hal ini dapat dijelaskan dengan teori Stimuli and Response (S R). Menurut

teori Stimuli and Response (S R) perilaku (behavior) adalah sejumlah

response suatu organisme, yang dapat diamati terhadap dorongan (stimulus,

stimuli, energi perangsang atau penggerak) internal dan eksternal, sedangkan

menurut teori Challenge and Respons (C R) perilaku yang terjadi sebagai


21

respons terhadap suatu challenge, pembentuk perilaku di dalam model ini

adalah pengalaman (experiens) (Ndraha, 1999: 142 143).

Jika model S R dan C R menggambarkan kekuatan pembentuk

perilaku dari luar, model M B menggambarkan kekuatan pembentuk

perilaku dari dalam (innate factor) diri manusia. Menurut Davis dan

Newstrom (dalam Ndraha, 1999: 145) kekuatan yang dimaksud berawal pada

naluri-naluri atau dorongan. Staw menggunakan konsep motivasi (dari

movere, menggerakkan) dalam arti yang spesifik, yaitu kekuatan penggerak

yang disadari, gerak berdasarkan volition. Siswa mempunyai dorongan dari

dalam dirinya untuk mengaktualisasikan diri melalui karya-karya yang

dikirimkan ke majalah sekolah. Karya yang dimuat menumbuhkan rasa

senang dan kebanggaan sehingga memotivasi siswa untuk mengembangkan

kemampuan jurnalistik yang akan diperoleh jika siswa tersebut melanjutkan

studi ke jurusan Ilmu Komunikasi.

Teori perilaku model VEI = M dikembangkan oleh Victor H. Vroom

(Work and Motivation, 1964) (dalam Ndraha, 1999: 147-148):

motivasi adalah produk tiga faktor. Valence (V) menunjukkan


seberapa kuat keinginan seseorang untuk memperoleh suatu reward
(Reward preference), misalnya jika hal paling didambakan siswa
adalah pujian berarti pujian menduduki valence tertinggi. Expectancy
(E) menunjukkan kemungkinan keberhasilan kerja (performance
probability) yang ditunjukkan dengan dimuatnya suatu karya siswa di
majalah sekolah. Instrumentality (I) menunjukkan kemungkinan
diterimanya reward jika pekerjaan berhasil.

Jika karya siswa dimuat di majalah sekolah maka ia akan mendapat atensi

atau mungkiin berupa pujian dari teman-teman, guru, orang tua, maupun

saudara-saudaranya.
22

Teori-teori pembentukan perilaku di atas menunjukkan bahwa perilaku

siswa ikut aktif dalam pengelolaan majalah sekolah dipengaruhi oleh faktor

dari luar maupun dari dalam diri siswa tersebut. Faktor dari luar bisa berupa

stimulus maupun pengalaman, sedangkan faktor dari dalam berupa motivasi

untuk mendapatkan kepuasan, kebanggaan, pujian, dan sebagainya. Perilaku

siswa tersebut dapat mempengaruhi perilaku berikutnya berupa tumbuhnya

motivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jurusan Ilmu Komunikasi di

perguruan tinggi.

Menurut Asch (dalam Rakhmat, 2005: 233) semua sikap


bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengetahuan
yang dimiliki seseorang. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok,
atau orang. Hubungan individu dengan orang lain atau obyek pasti
didasarkan pada informasi yang diperoleh individu tentang sifat-sifat
orang lain atau obyek tersebut; atau dengan kata lain sikap pada
seseorang atau sesuatu tergantung pada citra seseorang tentang orang
atau objek tersebut.

Bila seorang siswa mengetahui bahwa untuk memperoleh ilmu

jurnalistik dapat dilakukan dengan belajar di Jurusan Ilmu Komunikasi maka

ia akan tertarik pada ilmu komunikasi, namun jika siswa beranggapan bahkan

keterampilan jurnalistik adalah bakat seseorang yang tidak perlu dipelajari

melalui pendidikan formal, maka ia tidak akan tertarik melanjutkan ke jurusan

Ilmu Komunikasi.

Mengacu pada teori-teori perilaku di atas, sikap siswa yang aktif di

MABOSA dan mempunyai keinginan masuk ke Jurusan Ilmu Komunikasi

dapat ditelaah dengan teori pembentukan perilaku (operant conditioning) dari

B.F. Skinner (dalam Handoko, 1995: 264) yang menyatakan motivasi

mempengaruhi dan merubah perilaku. Perilaku yang diikuti dengan


23

konsekuensi-konsekuensi pemuasan cenderung diulang, sehingga siswa yang

merasa mendapatkan kepuasan menulis materi atau mengelola suatu majalah

sekolah, ia akan mengulang kegiatan ini yang mana untuk mengembangkan

bakat menulis bisa diperoleh jika belajar di jurusan Ilmu Komunikasi.

Salah satu efek komunikasi massa pada peristiwa sosial adalah efek

prososial behavioral. Menurut Rakhmat (2005: 240):

Salah satu perilaku prososial adalah memiliki keterampilan yang


bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Keterampilan seperti ini
biasanya diperoleh dari saluran-saluran interpersonal seperti: orang
tua, atasan, pelatih, atau guru. Pada dunia modern, sebagian dari tugas
mendidik telah juga dilakukan media massa.

Salah satu media untuk bisa melakukan fungsi mendidik adalah media

majalah sekolah, misalnya MABOSA. Membaca MABOSA, siswa bisa

mendapatkan informasi-informasi atau pengetahuan yang mungkin tidak

didapatkan pada saat proses belajar mengajar di kelas.

Bandura (dalam Rakhmat, 2005: 240 - 241) menjelaskan proses

belajar sosial dalam empat tahapan proses: proses perhatian, proses

pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional.

Empat tahapan ini dapat digunakan untuk menjelaskan kenapa siswa yang

aktif mengelola majalah MABOSA bisa timbul keinginan untuk melanjutkan

studi ke jurusan Ilmu Komunikasi di perguruan tinggi.

Permulaan proses belajar adalah munculnya peristiwa yang dapat

diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Siswa mengamati

teman-temannya menulis di majalah, atau mengamati sajian media massa.

Setelah peristiwa itu diamati, terjadilah proses pertama belajar sosial:


24

perhatian. Siswa baru dapat mempelajarinya bila siswa memperhatikannya.

Perhatian siswa pada isi majalah atau pada orang-orang yang melakukan

aktivitas pengelolaan majalah merupakan tahap awal siswa belajar.

Perhatian saja tidak cukup, siswa harus sanggup menyimpan hasil

pengamatannya dalam benaknya dan memanggilnya kembali tatkala siswa

bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Menurut Rakhmat (2005:

241) peneladanan tertangguh (delayed modelling) hanya terjadi bila mereka

sanggup mengingat peristiwa yang diamatinya. Siswa bisa mendapatkan

keterampilan menulis jika ia bisa mengingat bagaimana cara menulis yang

baik atau mengingat ketika gurunya memberi contoh cara-cara menulis yang

baik.

Proses selanjutnya dalam belajar adalah proses reproduksi motoris;

artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang diamati. Siswa

melaksanakan perilaku teladan bergantung pada motivasi. Tindakan teladan

akan dilakukan siswa jika siswa mendorong tindakan itu. Dorongan pada diri

siswa itu mungkin timbul jika siswa merasa puas, senang, atau dipenuhinya

citra diri yang ideal.

Akhirnya siswa akan mempunyai motivasi yang tinggi untuk memilih

jurusan Ilmu Komunikasi jika siswa merasa mendapatkan kepuasan, rasa

senang, atau terpenuhi citra dirinya dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan

dengan ilmu komunikasi, misalnya ikut aktif mengelola majalah sekolah

MABOSA.
25

E. Kerangka Konsep

Jurnalistik adalah teknik pengelolaan media massa, baik media cetak

maupun elektronik. Salah satu media cetak yang populer di lingkungan sekolah

adalah majalah sekolah. Pengelolaan majalah sekolah menggunakan prinsip-

prinsip jurnalistik sehingga orang-orang atau individu-individu yang terlibat

dalam pengelolaan majalah sekolah sedikit banyak belajar dan mempraktikkan

ilmu jurnalistik. Siswa yang terlibat dalam pengelolaan majalah sekolah akan

semakin mengerti teknik-teknik jurnalistik dan jika merasa puas (senang) akan

tertarik untuk lebih memperdalam pengetahuan jurnalistiknya.

Siswa SMA BOPKRI I Yogyakarta yang mengelola majalah sekolah

MABOSA telah dikenalkan dengan jurnalistik, sehingga jika ia merasa puas

dan tertarik akan lebih memperdalam ilmu jurnalistik. Untuk mempelajari ilmu

jurnalistik secara mendalam dan formal adalah pada jurusan Ilmu Komunikasi di

Perguruan Tinggi, sehingga jika siswa SMA BOPKRI I Yogyakarta yang

mengelola majalah sekolah MABOSA benar-benar berminat pada bidang

jurnalistik, tentu akan memilih jurusan Ilmu Komunikasi setelah lulus sekolah dan

ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi.

Berkaitan dengan fokus penelitian ini, diduga ada korelasi antara aktivitas

mengelola majalah sekolah MABOSA dengan motivasi siswa SMA I BOPKRI

Yogyakarta memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi. Adapun

skema hubungan antar variabel penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
26

Variabel bebas Variabel terikat

Motivasi siswa SMA Bopkri 1


Aktivitas mengelola majalah Yogyakarta Pengelola MABOSA
sekolah MABOSA memilih jurusan Ilmu Komunikasi
di Perguruan Tinggi

Gambar 2. Skema Hubungan Antar Variabel

F. Definisi Konsep

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel bebas (X) : Aktivitas mengelola majalah sekolah MABOSA

Definisi aktivitas mengelola majalah adalah segala kegiatan yang dilakukan

siswa dalam proses pembuatan majalah sekolah MABOSA.

2. Variabel terikat (Y) : Motivasi siswa SMA Bopkri 1 Yogyakarta Pengelola

MABOSA memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi.

Motivasi siswa SMA Bopkri 1 Yogyakarta memilih jurusan Ilmu Komunikasi

di Perguruan Tinggi adalah stimulus yang mendorong siswa sehingga timbul

keinginan untuk memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi jika

sudah lulus SMA.

G. Definisi Operasional

Berikut ini diberikan penjelasan mengenai definisi operasional yang

digunakan dalam penelitian ini:


27

1. Aktivitas mengelola majalah sekolah MABOSA

Majalah sekolah adalah majalah yang diterbitkan oleh sekolah dan

ditujukan pada khalayak internal, yaitu kepada siswa, guru, atau karyawan di

sekolah. Pengelola majalah sekolah adalah para siswa yang menjadi anggota

redaksi atau aktif dalam proses produksi majalah sekolah, misalnya bagian

printing, fotografer, kartunis, bagian sirkulasi, dan sebagainya.

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997: 23),

aktivitas berasal dari kata aktif yaitu giat melakukan sesuatu, aktivitas adalah

kegiatan melakukan sesuatu. Mengelola berasal dari kata kelola yang berarti

mengurus suatu bidang usaha (perusahaan, pertanian, dan sesuatu yang

mempunyai tujuan) (Kamisa, 1997: 305), mengelola berarti mengurus sesuatu

yang mempunyai tujuan. Jadi, aktivitas mengelola majalah sekolah adalah

kegiatan melakukan pengelolaan majalah sekolah atau kegiatan mengurus

majalah sekolah.

Aktivitas siswa mengelola majalah sekolah dapat diukur dengan

frekuensi dan intensitas siswa dalam kegiatan pengelolaan majalah sekolah.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997: 172) frekuensi adalah

jumlah kekerapan, sehingga frekuensi mengelola majalah sekolah adalah

jumlah kekerapan siswa ikut mengelola majalah sekolah. Frekuensi bisa

diukur dengan melihat siswa sering atau jarang mengirimkan materi atau

terlibat dalam pembuatan majalah sekolah. Contohnya, siswa yang setiap kali

penerbitan selalu mengirimkan naskah atau terlibat dalam pembuatan majalah

adalah siswa dengan frekuensi tinggi, sedangkan jarang mengirimkan naskah


28

atau terlibat dalam pengelolaan majalah sekolah disebut frekuensi rendah.

Mengenai ukuran tinggi, sedang, atau rendah frekuensi siswa mengelola

majalah sekolah akan dijelaskan dalam kerangka operasional.

Intensitas berasal dari kata dasar intensif. Menurut Kamisa (1997 :

244) intensif adalah dengan sungguh-sungguh melakukan usaha (daya upaya)

untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sehingga intensitas dapat diartikan

keadaan tingkatan atau ukuran intensnya/kesungguhan semangatnya untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan demikian, intensitas siswa dalam

aktivitas pengelolaan majalah sekolah adalah kesungguhan/semangat siswa

untuk memperoleh hasil maksimal dalam pengelolaan majalah sekolah.

Aktivitas mengelola majalah dapat dilihat dengan ukuran-ukuran:

aktivitas tinggi, aktivitas sedang, dan aktivitas rendah. Aktivitas dikatakan

tinggi jika frekuensi dan intensitas dalam pengelolaan majalah sekolah tinggi.

Ukuran frekuensi adalah seberapa sering siswa mengirim naskah atau ikut

mengelola majalah sekolah. Frekuensi dikatakan tinggi jika setiap penerbitan

siswa selalu mengirimkan naskah, baik dimuat maupun tidak dimuat.

Frekuensi dikatakan rendah jika siswa tidak pernah mengirimkan naskah atau

tidak pernah ikut dalam aktivitas pengelolaan majalah sekolah. Ukuran

intensitas adalah kesungguhan (semangat) siswa dalam aktivitas pengelolaan

majalah sekolah, misalnya siswa sungguh-ungguh terlibat aktif dalam

penyuntingan, penataan layout, pencetakan, pendistribusian, dan sebagainya.

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner tertutup dan

pengukurannya menggunakan Skala Likert yang disusun dari sejumlah


29

pernyataan dan empat kemungkinan jawaban. Jawaban Selalu (SL) nilainya 4,

jawaban Sering (SR) nilainya 3, jawaban Kadang-kadang (KD) nilainya 2,

dan jawaban Tidak Pernah (TD) nilainya 1.

2. Motivasi siswa SMA I BOPKRI Yogyakarta Pengelola MABOSA

memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi

Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai

benar dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Keinginan,

kebutuhan dan kekurangan seseorang berbeda dengan orang lainnya, dari

waktu dan dari tempat ke tempat, sehingga karenanya motivasi itu berbeda

dalam intensitasnya (Effendy, 1981 : 43). Motivasi siswa SMA Bopkri 1

Yogyakarta memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi adalah

stimulus yang mendorong siswa sehingga timbul keinginan untuk memilih

jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi jika sudah lulus SMA.

Motivasi seseorang terhadap sesuatu timbul karena stimulus (rangsangan)

yang berbeda-beda.

Salah satu stimulus yang memotivasi siswa memilih jurusan Ilmu

Komunikasi di Perguruan Tinggi adalah aktivitas mengelola majalah sekolah

sehingga menimbulkan rasa puas/senang. Motivasi siswa dapat dilihat dengan

ukuran-ukuran : motivasi tinggi, motivasi sedang, dan motivasi rendah.

Pengukuran Motivasi didasarkan pada teori dari Vroom (1964) dalam

(Pace dan Faules, 2000: 124) yang mengutarakan tiga asumsi pokok, yaitu

setiap individu percaya bahwa bila ia berperilaku dengan cara tertentu, ia akan

memperoleh hal tertentu (outcome expectancy), setiap hasil mempunyai nilai,


30

atau daya tarik bagi orang tertentu (valence), setiap hasil berkaitan dengan

suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut (effort

expectancy). Indikator-indikator pengukuran motivasi akan didasarkan pada

indikator-indikator outcome expectancy, valence, dan effort expectancy.

Indikator-indikator ini akan diterjemahkan dalam bentuk item-item pada

kuesioner. Indikator outcome expectancy akan ditanyakan dengan pertanyaan

tentang keinginan mengembangkan keterampilan jurnalistik dan keinginan

memperoleh pengetahuan jurnalistik. Indikator valence akan ditanyakan

dengan keinginan menjadi orang yang mempunyai keterampilan komunikasi

dan keinginan berprofesi di bidang komunikasi. Indikator effort expectancy

akan ditanyakan dengan keinginan menjadi Sarjana Komunikasi dan

keinginan berhasil menjadi profesional di bidang komunikasi.

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner tertutup dan

pengukurannya menggunakan Skala Likert yang disusun dari sejumlah

pernyataan dan empat kemungkinan jawaban. Jawaban Sangat Setuju (SS)

nilainya 4, jawaban Setuju (S) nilainya 3, jawaban Tidak Setuju (TS) nilainya

2, dan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) nilainya 1.

Hubungan antar variabel dan penyusunan item kuesioner instrumen

penelitian dijabarkan dalam matrix yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
31

Tabel 1
Matrix Penelitian dan Hubungan antar Variabel

Skala
Variabel Indikator Item
Pengukuran
Pengiriman materi

Aktivitas redaksi (ilustrasi, layout,


Aktivitas Frekuensi
dsb.)
mengelola
Proses produksi
majalah Skala Likert
Pembuatan materi
sekolah
Aktivitas redaksi (ilustrasi, layout,
MABOSA Intensitas
dsb.)

Proses produksi

Motivasi siswa Ingin mengembangkan keterampilan

SMA I Outcome jurnalistik

BOPKRI expectancy Ingin memperoleh pengetahuan

Yogyakarta jurnalistik

Pengelola Ingin menjadi orang yang mempunyai

MABOSA keterampilan komunikasi Skala Likert


Valence
memilih Ingin berprofesi di bidang

jurusan Ilmu komunikasi

Komunikasi di Ingin menjadi Sarjana Komunikasi


Effort
Perguruan Ingin berhasil menjadi profesional di
expectancy
Tinggi bidang komunikasi
32

H. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah, kerangka teori dan kerangka konsep

penelitian dapat diambil hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap

permasalahan sebagai berikut: Ada korelasi (hubungan) antara aktivitas

mengelola majalah sekolah MABOSA dengan motivasi siswa SMA Bopkri 1

Yogyakarta pengelola MABOSA memilih jurusan Ilmu Komunikasi di

Perguruan Tinggi. Hipotesis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Ho : Tidak ada korelasi antara aktivitas mengelola majalah sekolah

MABOSA dengan motivasi siswa SMA Bopkri 1 Yogyakarta

pengelola MABOSA memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan

Tinggi.

2. Ha : Ada korelasi antara aktivitas mengelola majalah sekolah MABOSA

dengan motivasi siswa SMA Bopkri 1 Yogyakarta pengelola MABOSA

memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi.

I. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian korelasi. Studi korelasi merupakan

macam penelitian deskriptif yang paling sering dipakai. Studi ini digunakan

untuk menentukan sejauh mana dua variabel atau lebih berhubungan. Ia

menggambarkan sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan

variasi dalam variabel yang lain. Besar kecilnya hubungan ini ditentukan

melalui penggunaan koefisien korelasi (Siswojo, 1987: 111). Tujuan


33

penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada korelasi antara aktivitas

mengelola majalah sekolah MABOSA dengan motivasi siswa SMA Bopkri

1 Yogyakarta memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah khalayak, yaitu siswa SMA Bopkri 1

Yogyakarta yang menjadi pengurus MABOSA, baik sebagai anggota redaksi

maupun bidang lain, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah korelasi

antara aktivitas mengelola majalah sekolah MABOSA dengan motivasi

siswa SMA I BOPKRI Yogyakarta pengelola MABOSA memilih jurusan

Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah SMA Bopkri 1 Yogyakarta. Lokasi ini dipilih

untuk penelitian, karena SMA Bopkri 1 Yogyakarta merupakan satu-satunya

sekolah yang memiliki majalah sekolah yang terbit rutin setiap semester dan

anggota redaksinya adalah siswa yang masih aktif belajar di SMA Bopkri 1

Yogyakarta.

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1998: 115).

Rakhmat (1984:92) menyatakan bagian yang diamati itu disebut sampel,

sedangkan kumpulan objek penelitian disebut populasi. Jadi populasi

merupakan sekumpulan dari seluruh individu yang ditentukan untuk diteliti

sebelum tahap sampel dimulai.


34

Penelitian populasi dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua

liku-liku yang ada di dalam populasi. Oleh karena subjeknya meliputi semua

yang terdapat di dalam populasi, maka juga disebut sensus (Arikunto,

1998:116). Keuntungan dari penelitian populasi adalah bahwa subjek yang

diteliti adalah keseluruhan subjek, sehingga hasilnya dapat benar-benar

representasi dari subjek tersebut. Namun ada kelemahan dari penelitian

populasi ini, yaitu untuk populasi yang jumlahnya terlalu banyak akan lebih

banyak menyita waktu, energi dan biaya. Jadi penelitian populasi hanya dapat

dilakukan bagi populasi terhingga dan subjeknya tidak terlalu banyak.

Berdasarkan wawancara dengan pembina MABOSA, Ign. Adjie R.

Primantoro, SS (25 Februari 2012) di SMA Bopkri I Yogyakarta, Populasi

penelitian ini adalah seluruh pengurus MABOSA sebanyak 36 siswa.

Mengingat jumlah populasi tidak terlalu banyak, maka penelitian ini akan

dilaksanakan pada seluruh anggota populasi, sehingga tidak dilakukan

sampling.

5. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian untuk memperoleh

informasi dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat langsung dari sumbernya.

Data ini diperoleh dengan cara melakukan penelitian langsung di

lapangan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara:


35

1) Kuesioner (Angket)

Menurut Sugiyono (2011: 142) kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya. Kuesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup

atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau

dikirim melalui pos atau internet.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner tertutup dan dibagikan secara langsung kepada responden.

Pertanyaan/pernyataan kuesioner dalam penelitian ini telah disediakan

pilihan jawaban sehingga responden hanya menjawab sesuai pilihan

jawaban yang telah tersedia.

2) Observasi (Observation)

Penggunaan metode observasi dalam pengumpulan data

berkaitan dengan penelitian ini yaitu memberikan gambaran yang tepat

dan lengkap dari suatu fenomena. Metode observasi dilakukan dengan

pengamatan terhadap aktivitas belajar mengajar maupun aktivitas

siswa di luar jam pelajaran (waktu istirahat). Observasi juga dilakukan

dengan mengamati cara kerja para anggota redaksi MABOSA, baik

pada saat pengumpulan materi, menyeleksi materi, editing, pengaturan

layout, sampai pengamatan bagaimana sirkulasi MABOSA sehingga

sampai di tangan pembaca (siswa).


36

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tersedia dan telah dikumpulkan.

Data tersebut bisa berasal dari dokumen, buku referensi, serta catatan lain

yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini

antara lain: dokumen-dokumen tentang profil sekolah, keadaan siswa,

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan aktivitas redaksi MABOSA,

dan Majalah MABOSA itu sendiri.

6. Pengujian Instrumen Penelitian

Uji coba instrumen penelitian dalam penelitian ini yang akan

dilakukan meliputi :

a. Validitas atau kesahihan

Suatu instrumen perlu validitasnya, menurut Hadi (1997: 1),

mengandung dua arti yaitu :

1) Seberapa jauh alat pengukur dapat mengungkap dengan jitu gejala-

gejala atau bagian-bagian yang hendak diukur.

2) Seberapa jauh alat pengukur memberikan feeding yang diteiti, dapat

menunjukan dengan sebenarnya status aspek yang hendak diukur

Menurut Sugiyono (2011: 121), valid berarti instrumen tersebut

dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Contohnya,

meteran yang valid dapat untuk mengukur panjang dengan teliti, karena

meteran memang alat untuk mengukur panjang, tetapi meteran menjadi

tidak valid jika digunakan untuk mengukur berat barang.


37

Berdasarkan pendapat di atas maka suatu instrumen dikatakan

valid atau sahih apabila mempunyai kejituan dan ketelitian terhadap

variabel yang hendak diukur. Validitas ada beberapa kategori, menurut

Singarimbun & Effendi (1995:124), tipe validitas digolongkan antara lain

dalam content validitiy (validitas isi), Construct validity (validitas

konstruk), dan external validity (validitas eksternal).

Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan Construct

validity atau validitas konstruk. Alasan digunakan validitas konstruk

karena penyusunan instrumen didasarkan atas kajian teori-teori yang

bersifat empirik, berdasarkan tujuan, serta penyusunan yang sistematis

(Singarimbun & Effendi, 1995: 125).

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung validitas

kuesioner/angket ialah Product Moment dari Pearson sebagai berikut

(Arikunto, 1998 : 192):

XY ( X)( Y)
rxy =
{N X 2
( X)
2
}{N Y 2
( Y)
2
}
Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara skor masing-masing item dengan skor total

X = skor butir

Y = skor faktor, yaitu skor total pada masing-masing faktor

N = jumlah responden

Pengambilan keputusannya adalah jika rhitung positif dan lebih besar dari

rtabel (rhitung > rtabel ) maka butir instrumen valid (sahih).


38

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah pengujian tingkat kestabilan dari suatu alat

pengukur suatu gejala atau kejadian. Semakin tinggi tingkat reliabilitas

suatu alat ukur, maka semakin stabil dan semakin dapat diandalkan.

Menurut Sugiyono (2011: 121) instrumen yang reliabel adalah instrumen

yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama,

akan menghasilkan data yang sama. Alat ukur panjang dari karet adalah

contoh instrumen yang tidak reliabel/konsisten.

Teknik analisis uji reliabilitas (keandalan) butir yang digunakan

adalah Alpha Cronbach. Jika rAlpha positif dan lebih besar dari rtabel (rAlpha

> rtabel ) maka reliabel. Rumus yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah

menggunakan rumus Alpha. Adapun rumus yang digunakan adalah

(Arikunto, 1998:193):

k 2b
rii = 2
( )
(k 1) t

Keterangan:

rii = reabilitas Instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

b = Jumlah varians butir

t = Varians total

instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk

mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Hal ini tidak berarti

bahwa dengan menggunakan instrumen yang telah teruji validitas dan


39

reliabilitasnya, otomatis hasil (data) penelitian menjadi valid dan reliabel.

Hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi obyek yang diteliti, dan

kemampuan orang yang menggunakan instrumen untuk mengumpulkan

data (Sugiyono, 2011: 122).

J. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tiga analisis, yaitu

analisis deskriptif, analisis tabulasi silang, dan analisis korelasi. Analisis

deskriptif dan tabulasi silang digunakan untuk memberikan gambaran hasil

penelitian sedangkan analisis korelasi dilakukan untuk pengujian hipotesis.

1. Analisis Deskriptif

Aktivitas mengelola majalah sekolah bisa dijelaskan pengukurannya

dengan analisis deskriptif. Pada analisis ini data-data yang bersifat kualitatif

akan diubah menjadi bentuk kuantitatif dengan cara memberikan skor melalui

Skala Likert, misalnya: untuk sangat setuju skornya 4, setuju skornya 3, tidak

setuju skornya 2, dan sangat tidak setuju skornya 1. Setelah data terkumpul

secara kuantitatif akan dilakukan pengolahan sehingga olah data nantinya

diberi interpretasi secara kualitatif lagi, misalnya: rata-rata (mean) tertinggi

diberi interpretasi bahwa aktivitasnya tinggi, sedangkan jika rata-ratanya

sedang berati aktivitasnya sedang, demikian pula jika nilai rata-ratanya rendah

maka aktivitasnya juga rendah..

Analisis deskriptif dalam penelitian ini menggunakan analisis mean

aritmatika. Penganalisisan akan diawali dengan mencari nilai mean, namun


40

sebelum mencari nilai mean, akan terlebih dahulu ditentukan kategori tinggi

rendah jawaban. Adapun teknik untuk menentukan kategori tinggi rendah

jawaban, terlebih dahulu menghitung nilai rata-rata jawaban responden yang

kemudian akan dibandingkan dengan kriteria penentuan skor. Adapun range

(interval) yang digunakan untuk menentukan klasifikasi (kategori) skor pada

masing-masing butir pertanyaan adalah sebagai berikut :

Skor tertinggi skor terendah


Range (interval) =
Kategori

Mean diperoleh dari penjumlahan seluruh nilai dan membaginya

dengan jumlah individu. Rumusnya adalah sebagai berikut :

M =
X
N

Keterangan :

M = mean

X = nilai

N = jumlah individu

Cara untuk memudahkan analisis, penyajian data akan dilakukan

dengan tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis Tabulasi Silang

Cara untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara jenis kelamin dan

kelas siswa dengan variabel aktivitas mengelola majalah sekolah MABOSA

dan variabel motivasi siswa SMA BOPKRI I Yogyakarta pengelola

MABOSA memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi akan


41

dilakukan dengan analisis tabulasi silang. Analisis ini akan dilakukan dengan

cross tabulation antara jenis kelamin siswa dengan aktivitas mengelola

majalah sekolah MABOSA, cross tabulation antara jenis kelamin dengan

motivasi siswa SMA BOPKRI I Yogyakarta pengelola MABOSA memilih

jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi, cross tabulation antara kelas

siswa aktivitas mengelola majalah sekolah MABOSA, dan cross tabulation

antara kelas siswa dengan motivasi siswa SMA BOPKRI I Yogyakarta

pengelola MABOSA memilih jurusan Ilmu Komunikasi di Perguruan Tinggi

3. Analisis Korelasi

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis

korelasi product moment, dengan rumus (Arikunto, 1998: 208):

N XY ( X )( Y )
rxy =
{N X 2
( X )
2
}{N Y 2
( Y )
2
}
Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi

N = Jumlah subyek

X = Jumlah nilai variabel X (Aktivitas mengelola majalah sekolah

MABOSA)

X2 = Jumlah penambahan masing-masing nilai variabel X yang

dikuadratkan

( X)2 = Jumlah nilai variabel X dikuadratkan

Y = Jumlah nilai variabel Y (motivasi siswa pengelola MABOSA

memilih jurusan Ilmu Komunikasi)


42

Y2 = Jumlah dari penambahan masing-masing nilai variabel Y

dikuadratkan

( Y)2 = Jumlah nilai variabel Y dikuadratkan

XY = Jumlah dari nilai variabel X dikalikan nilai variabel Y

Uji signifikansi korelasi product moment secara praktis dapat langsung

dikonsultasikan pada tabel r product moment. Ketentuannya bila r hitung lebih

kecil dari r tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Tetapi sebaliknya bila r

hitung lebih besar dari r tabel maka Ha diterima (Sugiyono, 2011: 185).

Hasil dari penelitian korelasi adalah suatu koefisien korelasi, suatu

bilangan desimal yang menunjukkan taraf hubungan antara variabel-variabel.

Menurut Siswojo (1987: 114-115), ada beberapa hal penting yang harus

diperhatikan apabila memberikan interpretasi koefisien korelasi:

a. Koefisien adalah bilangan biasa dan tidak pernah diinterpretasikan sebagai

persentase.

b. Korelasi tidak perlu atau tidak selalu menunjukkan hubungan sebab akibat

antara dua variabel.

c. Suatu koefisien korelasi tidak diinterpretasikan sebagai suatu faktor

mutlak.

Sekalipun deskripsi verbal dari korelasi sangat tergantung dari apa

yang dipelajari, akan sangat berguna bila mempunyai konsistensi dalam

terminologi dalam menggambarkan besarnya koefisien. Dalam literatur

penelitian tidak terdapat konsistensi dalam hal ini, tetapi beberapa ahli

terkemuka menentukan pedoman kasar sebagai berikut (Siswojo, 1987: 118):


43

a. < 0,20 kecil; hubungan hampir tak berarti

b. 0,20 0,40 hubungan rendah; ada tetapi kecil korelasinya

c. 0,40 0,70 korelasi sedang; hubungan cukup penting

d. 0,70 0,90 korelasi tinggi; hubungan jelas

e. > 0,90 korelasi sangat tinggi; hubungan sangat meyakinkan

You might also like