You are on page 1of 25

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Setiap individu memiliki sifat yang beragam. Oleh karena itu sifat yang

diturunkan kepada anaknya pun juga ikut beragam. Begitu pula dengan rasio

fenotipe yang terbentuk mengandung pola tertentu. Berdasarkan hukum Mendel

II rasio fenotipnya 9 : 3 : 3 :1. Namun, setelah empat tahun kemudian muncullah

persepsi-persepi ilmuwan baru yang mnegemukakan bahwa telah ditemukannya

kromosom yang mngandung banyak gen dan mekanisme pewarisam yang

menyimpang dari hukum Mendel II.

Penyimpangan yang tidak sesuai dengan hukum Mendel pada kenyataanya

memamg sekringkali terjadi. Misalnya dari hasil persilangan yang dilakukan

memiliki jumlah fenotip yang sama namun rasionya yang dihasilkan berbeda, hal

inilah yang sering disebut dengan penyimpangan pada hukum Mendel.

Penyimpangan-penyimpangan ini terjadi karena gen yang berperan membentuk

karakter saling berinteraksi dengan gen lain yang menumbuhkan karakter. Oleh

karena itu perlu dilakukan pengamatan penyimpangan hukum Mendel.

Praktikum penyimpangan Hukum Mendel ini dilakukan guna mengetahui

penyimpangn-penyimpangan yang terjadi pada Hukum Mendel. Praktikum ini

dilakukan dengan mengamati macam-macam epistasis seperti, epistasis dominan,

epistasis resesif, epistasis dominan resesif, epistasis dominan duplikat, epistasis

resesif duplikat da gen duplikat dengan efek kumulatif.

B. Tujuan

89
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui penyimpangan

hukum Mendel.

II. TINJAUAN PUSTAKA

90
Hukum Mendel merupakan prinsip dasar dalam ilmu genetika. Berikut ini

adalah beberapa hukum Mendel:

1. Hukum Mendel I (Hukum pemisahan Mendel Prinsip segregasi Hukum

pemisahan gen dalam satu alel).

a. Dalam peristiwa pembentukan sel gamet, pasangan-pasangan alel akan

berpisah secara bebas.

b. Berlaku untuk persilangan satu sifat beda (monohibrid), baik dominasi

maupun intermediet.

2. Hukum Mendel II (Hukum kebebasan Mendel Prinsip berpasangan secara

bebas)

a. Dalam peristiwa pembentukan sel gamet, alel-alel mengadakan

kombinasi secara bebas sehingga sifat-sifat yang muncul dalam

keturunannya beragam.

b. Berlaku untuk persilangan dengan dua sifat beda (dihibrid) atau lebih,

baik dominasi maupun intermediet (Crowder, 1986).

Keturunan yang dihasilkan oleh induknya banyak yang tidak dapat dianalisis

dengan cara Mendel sederhana, seperti dihibrid dan monohibrid. Oleh karena itu,

terjadila penyimpanagan semu pada hukum mendel. Penyimpangan semu hukum

mendel adalah penyimpangan yang tidak keluar dari hukum Mendel walaupun

terjadi perubahan pada rasio F2-nya karena gen memiliki sifat yang berbeda-beda

sehingga rasio fenotipe tidak sesuai dengan hukum Mendel (Abdurrahman, 2008).

Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang

tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotip tetapi menimbulkan fenotip-fenotip

91
yang merupakan hasil interaksi antara dua pasang gen non-alelik. Selain terjadi

interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik (Suryo, 2008).

Penyimpangan semu hukum Mendel disebabkan oleh genetik dan interaksi

alel, dimana alel-elel yang berasal dari gen yang berbada terkadang berinteraksi

dengan memunculkan perbandingan fenotipe yang tidak sesuai dengan hukum

Mendel. Hal tersebut menyebabkan dominasi suatu alel terhadap alel lain tidak

selalu terjadi. Contohnya interaksi bentuk pial pada ayam yang berbentuk rose dan

walnut (Yunus, dkk., 2006).

Penyimpangan semu hukum mendel memiliki lima bentuk, yaitu:

komplementer, polimer, epistatis, hipostatis dan kriptomeri.


1. Komplementer, merupakan bentuk gen yang saling melengkapi. Jika salah

satu gen tidak muncul, maka sifat yang dimaksud oleh gen tersebut juga tidak

muncul atau muncul tidak sempurna. Berdasarkan hasil persilangan,

perbandingan penyimpangan semu ini adalah 9 : 7.


2. Polimer, adalah dua gen atau lebih yang menempati lokus yang berbeda tetapi

memiliki sifat yang sama. Berdasarkan hasil persilangan, penyimpangan

semu ini menghasilkan perbandingan 15 : 1.


3. Epistatis
a. Epistasis dominan adalah peristiwa terjadinya penutupan ekspresi gen

oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Rasio fenotipe pada generasi

F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1. Peristiwa epistasis

dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh besar

(Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah

berwarna kuning dan alel y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Gen

92
W yang menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi

pigmentasi (Suryo, 1986).


b. Epistasis resesif adalah peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen

resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa

ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4. Contoh

epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus

musculus). Terdapat dua pasang gen non-alelik yang mengatur warna bulu

pada mencit, yaitu gen A yang menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a

menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi

normal, dan gen c menyebabkan tidak adanya pigmentasi (Pay, 1987).


c. Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I

epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen

resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I.

Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F 2.

Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan

warna bulu ayam ras. Terdapat pasangan gen I, yang menghalangi

pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu,

terdapat gen C, yang menimbulkan pigmentasi, dan alel c, yang tidak

menimbulkan pigmentasi (Crowder, 1986).


d. Epistasis dominan duplikat terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen

I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen

dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I.

Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F 2.

Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan

bentuk buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu

93
segitiga dan oval. Bentuk segitiga disebabkan oleh gen dominan C dan D,

sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan d. Dalam hal ini C

dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c

(Yatim, 1986).
e. Epistasis resesif duplikat terjadi apabila gen resesif dari suatu pasangan

gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan gen lain, katakanlah

gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini

juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah

fenotipe 9 : 7 pada generasi F2. Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif

ganda dapat dikemukakan pewarisan kandungan HCN pada tanaman

Trifolium repens (Gloria, 2010).


f. Gen duplikat dengan efek kumulatif terjadi apabila pada suatu individu

terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu pasangan gen

tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau

bbL-). Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari

kedua pasangan gen tersebut berada pada suatu individu, maka fenotipe

yang dihasilkan adalah bentuk buah cakram (B-L-). Adapun fenotipe

tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk lonjong. Pewarisan

sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan efek

kumulatif. Menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 6 : 1 pada generasi F 2

(Welsh, 1991).
g. Epistatis dan hipostatis saling berinteraksi. Epistatis merupakan sifat yang

menutupi, sedangkan hipostatis adalah sifat yang tertutupi.


4. Kriptomeri, adalah suatu sifat tersembunyi induk dan akan muncul pada

keturunannya. Hal tersebut terjadi karena adanya dua gen dominan yang

94
bertemu membentuk sifat lain dan adanya satu gen yang bersifat epistasis.

Perbandingan persilangan ini 9 : 3 : 4 (Abdurrahman, 2008).

Pengujian penyimpangan hukum Mendel dilakukan dengan menggunakan

uji. Pengujian tersebut dilakukan guna mengetahui sesuai atau tidaknya pengujian

yang dilakukan dengan perbandingan. Kemudian hasil dari pengujian tersebut

dibandingkan dengan kriteria model penyimpangan tertentu. Teori yang

digunakan menurut Yasin, M. Arifuddin, dan Faesal (2005), yang menyatakan

bahwa dalam pengujian hukum Mendel II (persilangan dihibrid 9:3:3:1) adalah uji

X2 atau uji Chi Square. Rumus Chi square :

Oi = jumlah pengamatan Ei = jumlah yang diharapkan

III. METODE PRAKTIKUM


A. Bahan dan Alat

Praktikum mengenai penyimpangan hukum Mendel ini dalam

pelaksanaannya menggunakan bahan dan alat. Adapun bahan yang digunakan

adalah kantong plastik/ polybag dan kancing warna. Alat yang digunakan adalah

lembar pengamatan, alat tulis dan kalkulator.

B. Prosedur Kerja

95
1. Satu kantong plastik/ polybag yang berisi kantong warna diambil, kemudian

dikocok hingga homogen.


2. Satu butir kacing diambil, lalu hasilnya dicatat.
3. Pengambilan kancing dilakukan sebanyak 90x dan 160x, kemudian dicatat

pada lembar pengamatan yang akan disediakan pada saat praktikum.


4. Data dianalisa dengan uji X2.
5. Kode kantong di bagian atas dicantumkan.

IV. HASIL DAN KESIMPULAN


A. Hasil

Epistasis Dominan Duplikat (15 : 1)

Tabel 14. Epistasis dominan duplikat perbandingan 15 : 1 sebanyak 90x


pengulangan
Karakteristik yang diamati Total
Hitam Pink
Observasi (O) 84 6 90
Harapan (E) 15 1 90
x 90=84,38 x 90=5,63
16 16
(O E 1/2)2 0,0144 0,0169 0,0313
(|OE 1/2|)
2
84 84,38 16 5,63 -

E 2 2



X2 0,0002 0,003 0,0032
Kesimpulan :

96
X2 hitung X2 tabel, artinya bahwa hasil pengujian tidak signifikan atau tidak
sesuai dengan perbandingan spistasis perbandingan dominan duplikat (15 : 1).

Tabel 15. Epistasis dominan duplikat perbandingan 15 : 1 sebanyak 160x


pengulangan
Karakteristik yang diamati Total
Hitam Pink
Observasi (O) 146 14 160
Harapan (E) 15 1 160
x 160=150 x 160=10
16 16
(O E 1/2 )2 12,25 12,25 25
(|OE 1/2|)
2
146 150 14 10 -

E 2 2



X2 0,082 1,225 1,307

Kesimpulan :
X2 hitung X2 tabel, artinya bahwa hasil pengujian tidak signifikan atau tidak
sesuai dengan perbandingan spistasis perbandingan dominan duplikat (15 : 1).
B. Pembahasan

Penyimpangan hukum mendel merupakan penyimpangan yang terjadi

karena adanya interaksi alel yang menyebabkan perubahan rasio F2 dan tidak

sesuai dengan teori hukum Mendel (Abdurrahman, 2008). Rasio F2 pada

persilangan satu sifat beda atau lebih tidak akan menunjukkan rasio Mendel yang

umum (Fauzi, Ahmad dan Aloysius. D, 2016). Penyimpangan hukum Mendel ini,

disebabkan oleh gen dan interaksi alel dimana, alel-elel yang berasal dari gen

yang berbeda terkadang berinteraksi sehingga memunculkan perbandingan

fenotipe yang tidak sesuai. Hal tersebut menyebabkan dominasi suatu alel

terhadap alel lain tidak selalu terjadi. Contohnya interaksi bentuk pial pada ayam

yang berbentuk rose dan walnut (Yunus, dkk, 2006).

97
Penyimpangan hukum mendel terjadi karena 2 pasang gen atau lebih saling

berpengaruh dalam memberikan fenotip pada suatu individu atau terjadinya

interaksi gen. Menurut Crowder (1986), penyimpangan hukum Mendel terjadi

karena adanya aktifitas gen yang saling berinteraksi dengan gen lain sehinggga

dapat memunculkan sifat baru yang sedikit berbeda dengan sifat induknya, dan

juga karena adanya gen yang bersifat homozigot letal dan sebagainya. Interaksi

gen yang bisa terjadi adalah peristiwa gen yang saling menghalangi dan menutupi

sehingga menyebabkan gen lain tidak muncul. Menurut Suryo (1992), Interaksi

gen ini akan menyebabkan peristiwa epistasis yaitu penutupan ekspresi oleh

pasangan lainnya yang bukan alelnya. Adapun macam-macam penyimpangan

hukum mendel beserta contohnya, yaitu :

1. Interaksi gen
Interaksi gen adalah suatu sifat tidak ditentukan oleh satu gen tunggal

pada autosom tetapi alel-alel dari gen yang berbeda dapat berinteraksi atau

saling memengaruhi dalam memunculkan sifat fenotip. Contohnya : ayam

mempunyai empat macam bentuk pial atau jengger. Jengger berbentuk biji

(pea), jengger dengan tunggal (single), jengger berbentuk mawar atau gerigi

(rose), jengger berbentuk sumpel (walnut).

Persilangan ayam berpial rose (mawar) dengan ayam berpial pea (biji)

ini, pada semua keturunan F1nya berpial walnut (sumpel). Dari persilangan

ayam berpial rose dan pea, dihasilkan fenotip baru yaitu walnut atau sumpel.

Persilangan antara sesama ayam berpial walnut dihasilkan 4 macam pial yaitu

98
walnut, rose, pea, dan 1 pial yang baru yaitu single dengan perbandingan 9 :

3 : 3 : 1.

2. Kriptomeri

Kriptomeri adalah gen dominan yang seolah-olah tersembunyi jika

berdiri sendiri dan akan tampak pengaruhnya apabila bersama-sama

dengan gen dominan yang lainnya. Contoh persilangan

bunga Linaria marocannaberwarna merah (Aabb), dengan bunga Linaria

maroccana berwarna putih (aaBB). Keturunan F1nya adalah bunga berwarna

ungu (AaBb) yang berbeda dengan warna dari bunga kedua induknya

(yaitu merah dan putih). Rasio fenotip F2nya adalah 9 ungu: 3 merah: 4 putih.

3. Polimeri

Polimeri adalah persilangan heterozigot dengan banyak sifat beda yang

berdiri sendiri, tetapi memengaruhi bagian yang sama dari suatu

organisme. Contoh persilangan gandum berbiji merah (M1M1M2M2) dengan

gandum berbiji putih (m1m1m2m2). Persilangan itu menghasilkan keturunan

heterozigot berwarna merah lebih muda bila dibandingkan dengan induknya

yang homozigot (merah). Rasio fenotip F2 adalah 15 merah : 1 putih.

4. Epistasis-hipostasis
Epistasis-hipostasis adalah peristiwa dengan dua faktor yang bukan

pasangan alelnya dapat mempengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme

namun pengaruh faktor yang satu menutup ekspresi faktor lainnya. Epistasis

adalah sebuah atau sepasang gen yang menutupi ekspresi gen lain yang bukan

alelnya (Twientanata, Putrie., dkk, 2016). Hipostasis adalah gen yang

99
tertutupi oleh sebuah atau sepasang gen lain yang tidak selokus (yang bukan

alelnya). Macam-macam bentuk epistasis antara lain (Strickberger, 1985):


a. Epistasis Dominan
Epistasis dominan adalah peristiwa dimana terjadi penutupan

ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Peristiwa ini

dapat dilihat pada pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita pepo).

Contohnya:
Persilangan antara waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy)

menghasilkan nisbah fenotip generasi F2 sebagai berikut:

P1 : WWYY (waluh putih) >< wwyy (waluh

hijau)

Gamet : WY wy

F1 : WwYy

P2 : WwYy (waluh putih) >< WwYy (waluh

putih)

Gamet : WY, Wy, wY, wy WY, Wy, wY, wy

Tabel. 16. Hasil keturunan kedua persilangan waluh putih dan waluh
hijau
WY Wy Wy Wy
WY WWYY WWYy WwYY WwYy
Wy WWYy WWyy WwYy Wwyy
wY WwYY WwYy wwYY wwYy
Wy WwYy Wwyy wwYy Wwyy
Rasio F2:
Ungu : Putih : Kuning : Hijau 12 : 3 : 1

b. Epistasis Resesif

100
Epistasis resesif adalah peristiwa yang terjadi apabila suatu gen

resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Contoh epistasis

resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus).

Contohnya:

Persilangan antara mencit berbulu kelabu (AACC) dengan mencit

albino (aacc) dapat digambarkan seperti berikut ini.

P1 : AACC (kelabu) >< aacc (albino)

Gamet : AC ac

F1 : AaCc (kelabu)

P2 : AaCc (kelabu) >< AaCc (kelabu)

Gamet : AC, Ac, aC, ac AC, Ac, aC, ac

Tabel 17. Tabel. 16. Hasil keturunan kedua persilangan mencit berbulu
abu dan albino
AC Ac aC Ac
AC AACC AACc AaCC AaCc
Ac AACc AAcc AaCc Aacc
aC AaCC AaCc aaCC aaCc
Ac AaCc Aacc aaCc aacc
Rasio F2:
Kelabu : Hitam : Albino 9 : 3 : 4

c. Epistasis Dominan-Resesif
Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan

gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara

gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I.

Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan

warna bulu ayam ras sebagai berikut:

Contoh:

101
P1 : IICC >< iicc

Gamet : IC ic

F1 : IiCc

P2 : IiCc >< IiCc

Gamet : IC, Ic, iC, ic IC, Ic, iC, ic

Tabel 18. Hasil keturunan kedua persilangan warna ayam ras


IC Ic iC Ic
IC IICC IICc IiCC IiCc
Ic IICc IIcc IiCc Iicc
iC IiCC IiCc iiCC iiCc
Ic IiCc Iicc iiCc Iicc
Rasio F2:
Putih : Berwarna 13 : 3

d. Epistasis Dominan Duplikat


Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistasis terhadap

pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari

pasangan gen II ini juga epstasis terhadap ppasangan gen I. Epistasis yang

terjadi dinamakan epistasis dominan duplikat. Contoh peristiwa ini dapat

dilihat pada pewarisan bentuk buah Capsella.

Contoh:

P1 : CCDD (segitiga) >< ccdd (oval)

102
Gamet : CD cd

F1 : CcDd (segitiga)

P2 : CcDd (segitiga) >< CcDd

(segitiga)

Gamet : CD, Cd, cD, cd CD, Cd, cD, cd

Tabel 19. Tabel 18. Hasil keturunan kedua persilangan bentuk buah
Capsella
CD Cd cD Cd
CD CCDD CCDd CcDD CcDd
Cd CCDd CCdd CcDd Ccdd
cD CcDD CcDd ccDD ccDd
Cd CcDd Ccdd ccDd Ccdd
Rasio F2:
Segitiga : Oval 15 : 1

e. Epistasis Resesif Duplikat


Apabila gen resesif dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan

gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini

juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi

dinamakan epistasis resesif duplikat. Contoh peristiwa ini adalah

pewarisan kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Contohnya:

P1 : LLhh (HCN rendah) >< llHH (HCN

rendah)

103
Gamet : Lh lH

F1 : LlHh (HCN tinggi)

P2 : LlHh (HCN tinggi) >< LlHh (HCN

tinggi)

Gamet : LH, Lh, lH, lh LH, Lh, lH, lh

Tabel 20. Hasil keturunan kedua persilangan kandungan HCN pada


tanaman Trifolium repens.
LH Lh lH Lh
LH LLHH LLHh LlHH LlHh
Lh LLHh LLhh LlHh Llhh
lH LlHH LlHh llHH llHh
Lh LlHh Llhh llHh llhh
Rasio F2:
HCN tinggi : HCN rendah 9 : 7

f. Gen Duplikat dengan Efek Kumulatif


Peristiwa ini terjadi bila keberadaan gen-gen resesif memberi efek

yang sama. Peristiwa ini dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah

Cucurbita pepo. Contohnya:

P1 : BBLL (cakram) >< bbll (lonjong)

Gamet : BL bl

F1 : BbLl (cakram)

P2 : BbLl (cakram) >< BbLl (cakram)

Gamet : BL, Bl, bL, bl BL, Bl, bL, bl

104
Tabel 21. Hasil keturunan kedua persilangan bentuk buah Cucurbita
pepo.
BL Bl bL Bl
BL BBLL BBLl BbLL BbLl
Bl BBLl BBll BbLl Bbll
bL BbLL BbLl bbLL bbLl
Bl BbLl Bbll bbLl Bbll
Rasio F2:
Cakram : Bulat : Lonjong 9 : 6 : 1

Penyimpangan hukum Mendel sangatlah penting untuk dipelajari, karena

bermanfaat untuk mengetahui sifat-sifat turunan dari suatu induk kepada

anakannya. Pewarisan sifat tidak hanya berlaku pada manusia, tetapi pada semua

makhluk hayati, termasuk hewan dan tumbuhan. Pewarisan sifat ini menjadi ciri-

ciri individu dan sekaligus membedakan suatu individu dengan individu lain. Gen

dalam tubuh kita berada dalam bentuk yang berpasangan, dan bentuk yang

berpasangan ini disebut dengan alel. Selain itu, dengan mempelajari

penyimpangan hukum Mendel kita dapat mengatahui bahwa alel dominan dari

suatu gen itu kemungkinan dapat menutupi aktualisasi diri alel resesif. Sehingga

dengan mengetahui penyimpangan hukum Mendel ini, dapat meningkatkan

varietas unggul yang dihasilkan oleh seorang pemulia, serta mampu mengurangi

penyimpangan-penyimpangan sifat yang tidak dikehendaki, dan pada ilmu

genetika tumbuhan persilangan-persiangan hukum Mendel ini dipelajari.

Praktikum mengenai penyimpangan hukum Mendel ini dalam

pelaksanaannya meggunakan kancing warna dan polybag. Praktikum ini bertujuan

untuk mengtahui penyimpangan hukum Mendel yang terjadi pada pengamatan

yang dilakukan didapatkan data yaitu, pada epistasis dominan, epistasis resesif,

105
epistasis dominan resesif, epistasis dominan diplikat dan epistasis resesif duplikat

dengan pelemparan sebanyak 90x dan 160x.

Percobaan epistasis dominan dengan perbandingan F2 12 : 3: 1, Pada

perhitungan X2 90x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi pada warna

hitam 64, kuning 20 dan hijau 6 serta menghasilkan X 2 hitung sebesar 0,8.

Sehingga X2 hitung (0,8) X2 tabel (5,99) yang artinya signifikan (sesuai dengan

perbadingan 12 : 3 : 1). Percobaan epistasis dominan dengan perbandingan F2 12 :

3: 1, pada perhitungan X2 160x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi

pada warna warna hitam 113, kuning 32 dan hijau 15 serta menghasilkan X 2

hitung sebesar 3,03. Sehingga X2 hitung (3,03) X2 tabel (5,99) yang artinya

signifikan (sesuai dengan perbadingan 12 : 3 : 1). Hal tersebut diperkuat denga

pernyataan Aryulina (2004), yang menyatakan bahwa epistasis dominan, terjadi

karena gen dan alel dominan menutupi kerja gen lain kemudian menghasilkan

nisbah 12 : 3 : 1.

Percobaan epistasis resesif dengan perbandingan F2 9 : 3: 4, Pada

perhitungan X2 90x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi pada warna

hitam 42, kuning 16 dan pink 32 serta menghasilkan X2 hitung sebesar 5,52.

Sehingga X2 hitung (5,52) X2 tabel (5,99) yang artinya signifikan (sesuai dengan

perbadingan 9 : 3: 4). Percobaan epistasis resesif dengan perbandingan F2 9 : 3: 4,

pada perhitungan X2 90x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi pada

warna hitam 99, kuning 45 dan pink 16 serta menghasilkan X2 hitung sebesar 22,8.

Sehingga X2 hitung (22,8) X2 tabel (5,99) yang artinya tidak signifikan (tidak

sesuai dengan perbadingan 9 : 3: 4). Hal tersebut diperkuat denga pernyataan

106
Aryulina (2004), yang menyatakan bahwa epistasis resesif merupakan epistasis

yang terjadi karena gen alel homozigo resesif mempengaruhi gen lain. Epistasis

ini menghasilkan nisbah 9 : 3 : 4. Hasil yang tidak signifikan dapat disebabkan

oleh beberapa faktor seperti kurang homolognya kancing dalam polybag saat

pengocokan dan kurangnya ketelitian pada saat perhitungan dengan uji X2.

Menurut Fitria, Nirmala (2013), tidak signifikan artinya rasio perbandingannya

tidak sesuai dengan rasio perbandingan yang seharusnya.

Percobaan epistasis dominan resesif dengan perbandingan F2 13 : 3, Pada

perhitungan X2 90x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi pada warna

merah 64 dan kuning 26 serta menghasilkan X 2 hitung sebesar 6,08. Sehingga X2

hitung (6,08) X2 tabel (5,99) yang artinya tidak signifikan (tidak sesuai dengan

perbadingan 13 : 3). Percobaan epistasis resesif dengan perbandingan F2 13 : 3,

pada perhitungan X2 90x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi pada

warna merah 117 dan kuning 43 serta menghasilkan X 2 hitung sebesar 6,93.

Sehingga X2 hitung (6,93) X2 tabel (5,99) yang artinya tidak signifikan (tidak

sesuai dengan perbadingan 13 : 3). Hasil yang tidak signifikan dapat disebabkan

oleh beberapa faktor seperti kurang homolognya kancing dalam polybag saat

pengocokan dan kurangnya ketelitian pada saat perhitunga dengan uji X2.

Percobaan epistasis dominan duplikat dengan perbandingan F2 15 : 1, Pada

perhitungan X2 90x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi pada warna

hitam 84 dan pink 6 serta menghasilkan X 2 hitung sebesar 0,0032. Sehingga X2

hitung (0,0032) X2 tabel (5,99) yang artinya signifikan (sesuai dengan

perbadingan 15 : 1). Percobaan epistasis dominan dengan perbandingan F2 15 : 1,

107
pada perhitungan X2 160x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi pada

warna warna hitam 146 dan pink 14 serta menghasilkan X 2 hitung sebesar1,307.

Sehingga X2 hitung (1,307) X2 tabel (5,99) yang artinya signifikan (sesuai

dengan perbadingan 15 : 1). Hal tersebut diperkuat denga pernyataan Aryulina

(2004), yang menyatakan bahwa epitasis gen dominan duplikat, peristiwa dua gen

dominan yang saling bekerjasama untuk memunculkan satu fenotip tunggal, tetapi

apabila dalam genotip tidak ada satu gen dominan, maka fenotip resesif akan

muncul. Epistasis ini memunculkan nisbah 15 : 1.

Percobaan epistasis resesif duplikat dengan perbandingan F2 9 : 7, Pada

perhitungan X2 90x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi pada warna

hijau 65 dan kuning 25 serta menghasilkan X2 hitung sebesar 9,41. Sehingga X2

hitung (9,41)X2 tabel (5,99) yang artinya tidak signifikan (tidak sesuai dengan

perbadingan 9 : 7). Percobaan epistasis resesif duplikat dengan perbandingan F2

9 : 7, perhitungan X2 160x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi pada

warna hijau 99 dan kuning 61 serta menghasilkan X2 hitung sebesar 1,83.

Sehingga X2 hitung (1,83) X2 tabel (5,99) yang artinya signifikan (sesuai dengan

perbadingan 9 : 7). Hal tersebut dengan dengan pernyataan Gloria (2010),

epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F 2. Sedangkan pada

hasil yang tidak signifikan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang

homolognya kancing dalam polybag saat pengocokan dan kurangnya ketelitian

pada saat perhitunga dengan uji X2.

Percobaan gen duplikat dengan efek kumulatif dengan perbandingan F 2 9 : 6

: 1, pada perhitungan X2 90x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi

108
pada warna hitam 51 pink 34 dan merah 5 serta menghasilkan X 2 hitung sebesar

0,07. Sehingga X2 hitung (0,07) X2 tabel (5,99) yang artinya signifikan (sesuai

dengan perbadingan 9 : 6 : 1). Percobaan epistasis resesif dengan perbandingan F2

9 : 6 : 1. Perhitungan X2 160x pengambilan kancing didapatkan hasil observasi

pada warna hitam 81 pink 65 dan merah 14 serta menghasilkan X2 hitung sebesar

2,91. Sehingga X2 hitung (2,91) X2 tabel (5,99) yang artinya signifikan ( sesuai

dengan perbadingan 9 : 6 : 1). Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Welsh,

(1991), bahwa fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk

lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan

efek kumulatif. Menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 6 : 1 pada generasi F2 .

109
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Penyimpangan yang tidak sesuai dengan hukum Mendel pada kenyataanya

memamg seringkali terjadi. Misalnya dari hasil persilangan yang dilakukan

memiliki jumlah fenotip yang sama namun rasionya yang dihasilkan berbeda,

pada praktikum kali ini diketahui bahwa pada epistasis dominan dengan

pengambilan sebanyak 90x dan 190x hasil yang didapat adalah signifikan. Pada

epistasis resesif dengan pengambilan sebanyak 90x hasil pengujian signifikan,

namun pada pengambilan 160x hasil pengujian yang didapatkan tidak signifikan.

Pada epistasis dominan resesif dengan pengambilan 90x dan 160 hasil pengujian

yang didapat tidaklah signifikan. Pada epistasis dominan duplikat dengan

pengambilan 90x dan 160x hasil yang didapat signifikan. Pada epistasis resesif

duplikat dengan pengambilan 90x hasil yang didapat tidak sigifikan sedangkan

pada pengambila 160x hasil yang didapat signifikan. Dan pada gen duplikat efek

kumulatif dengan pengambilan 60x dan 160x didapatkan hasil yang signifikan.

B. Saran
1. Praktikan diharapkan agar lebih teliti dalam melakukan pengamatan agar

hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan.

110
2. Praktikan diharapkan agar lebih teliti lagi dalam melakukan analisa

menggunakan uji X2 agar hasil perhitungan dapt sesuai dengan data yang

didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Deden,. dkk. 2008. Biologi Kelompok Pertanian. Grafindo Media


Pratama: Bandung.

Aryuliana, Diah, dkk. 2004. Biologi 3 SMA dan MA untuk kelas XII. PT Gelora
Aksara Pratama: Jakarta.

Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press:


Yogyakarta.

Fauzi, Ahmad dan Aloysius. D. 2016. Pemanfataan Drosophila melanogaster


sebagai Organisme Model dalam Mengungkap Berbagai Fenomena
Penyimpangan Rasio Mendel. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Jurusan
Biologi, Universitas Negeri Malang.

Fitria, Nirmala. 2013. Rasio Perbandingan F1 Dan F2 Pada Persilangan Starin N


X B, dan Strain N X tx serta Resiproknya. Jurnal Biology Science and
Education. Vol 2(2).

Gloria, Ria Yulia. 2010. Panduan Praktikum Genetika. Pus.Lab IAIN SNJ.
Cirebon.

Pay, C. Anna. 1987. Dasar-dasar Genetika. Erlangga: Jakarta.

Suryo, 1986. Genetika. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

. 1992.Genetika. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

. 2008. Genetika. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Strickberger, M. W. 1985. Genetics. 3rd ed.Macmillan Publishing Company: New


York. P. 565.

Twientanata, Putrie., dkk. 2016. Uji Daya Hasil Pendahuluan 13 Galur Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) F4 Berdaya Hasil Tinggi dan Berpolong Ungu.
Jurnal Produksi Tanaman, Vol 4(3): 186191.

111
Welsh, J. R., 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga:
Jakarta.

Yasin, M. Arifuddin, dan Faesal. 2005. Uji Kesesuaian Hukum Mendel Dalam
Memilih Benih Jagung Opaque. Jurnal Informatika Pertanian. Vol 14.

Yatim, Wildan. 1986. Genetika. Tarsito: Bandung.

Yunus, Rosman,. Dkk. 2006. Teori Darwin dalam Pendangan Sains dan Islam.
Prestasi: Jakarta.

112
LAMPIRAN

113

You might also like