You are on page 1of 26

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Salah satu aspek terpenting pada organisme hidup adalah kemampuannya

dalam melakukan reproduksi, sehingga mampu melestarikan jenisnya. Individu

baru dari organisme yang berkembangbiak secara seksual merupakan hasil

kombinasi dari informasi genetik yang disumbangkan oleh 2 gamet yang berbeda

yang berasal dari kedua parentalnya. Informasi genetik dari kedua parental

tersebut akan diwariskan kepada keturunan-keturunannya. Reproduksi suatu

organisme hidup, salah satunya dapat dilakukan dengan persilangan.

Teori Mendel mengemukakan bahwa persilangan dapat terjadi secara

monohibrid, dihibrid, trihibrid, maupun polihibrid. Persilangan dihibrid

merupakan perkawinan dua individu dengan dua tanda beda. Persilangan ini

digunakan untuk membuktikan Hukum Mendel II. Hukum Mendel II

mengungkapkan bahwa pasangan setiap alel terpisah secara bebas pada setiap

gamet dan dihasilkan empat macam fenotipe dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1.

Hukum Mendel II pada persilangan dihibrid dapat dibuktikan dengan

melakukan praktikum persilangan dihibrid. Praktikum mengenai persilangan

dihibrid ini dalam pelaksanaannya menggunakan lalat buah (Drosophila

melanogaster) sebagai bahan utama. Lalat buah yang digunakan adalah lalat

white, ebony dan normal.

B. Tujuan

62
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk membuktikan Hukum Mendel II

pada persilangan dihibrid.

63
II. TINJAUAN PUSTAKA

Hukum Mendel II atau dikenal dengan The Law of Independent Assortment

of Genes atau Hukum Pengelompokkan gen secara bebas menyatakan bahwa

selama pembentukan gamet, gen-gen dalam satu alel akan berpisah secara bebas

dan berkelompok dengan gen lain yang bukan alelnya. Hukum ini digunakan

dalam persilangan dihibrid maupun polihibrid, yaitu persilangan dari dua individu

yang memiliki satu atau lebih sifat yang berbeda. Fenotip merupakan

penampakaan atau perbedaan sifat suatu individu tergantung dari susunan genetik

yang dinyatakan dengan sifatnya. Genotip adalah susunan genetik suatu individu

yang berhubungan dengan fenotip yang dinyatakan dengan tanda pertama dari

fenotip (Suryo, 1984).

Suryo (1994) menyatakan bahwa hukum Mendel II disebut juga sebagai

hukum pengelompokkan gen secara bebas (dalam bahasa inggris: the law of

independent Assortment of ganes). Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari

sepasang alel akan berpisah secara bebas ketika meisosis berlangsung pada saat

pembentukan gamet. Hukum Mendel II berbunyi pengelompokkan gen secara

bebas, yang dalam bahasa inggris : Independent Assortment of ganes. Hukum

ini berlaku ketika gamet terbentuk, dimana gen yang berada dalam satu alel secara

bebas pergi ke masing-masing kutub. Hukum ini dibuktikan dalam persilangan

dihibrid atau polihibrid, yaitu persilangan dari individu yang memiliki 2 atau lebih

sifat berbeda yang disebut hukum asortasi (Yatim, 2003).

64
Prinsip segregasi mendel berlaku pada segregasi kromosom homolog.

Mendel menyilangkan tanaman yang mempunyai dua macam alel yang berbeda.

Ia menyilangkan tanaman ercis yang berwarna kuning dan berbiji bulat dengan

tanaman tanaman yang berwarna hijau dan berbiji keriput. F 1 penyilangan 2

parental homolog adalah dihibrid (heterozigot) untuk dua gen yang terkait

individu F1 ini disebut individu dihibrid dan persilangannya disebut persilangan

dihibrid (Sisunandar, 2011).

Hasil yang diperoleh Mendel tetaplah sama dan tidak berubah-ubah pada

pengulangan dengan cara penyilangan dengan kombinasi sifat yang berbeda.

Prinsip segregasi berlaku bagi kromosom homolog. Pasangan kromosom homolog

yang berbeda mengatur sendiri pada khatulistiwa metafase I dengan cara bebas

dan tetap bebas selama meiosis. Akibatnya gen-gen yang tidak terpaut mengalami

pemilihan bebas secara meiosis. Pengamatan ini menghasilkan formulasi hukum

genetika Mendel kedua, yang menyatakan bahwa gen-gen yang menentukan sifat-

sifat yang berbeda dipindahkan secara bebas satu dengan yang lain, oleh sebab itu

keturunan yang dihasilkan akan bersifat acak pula. Individu-individu demikian

disebut dihibrida atau hibrida dengan 2 sifat beda (Goodenough, 1984).

Persilangan dihibrid merupakan persilangan dengan menggunakan dua tanda

beda atau persilangan antara individu yang memilik sifat-sifat yang berbeda.

Suatu sifat dari organisme hidup diturunkan tidak hanya melalui satu alel saja,

tetapi secara bersamaan beberapa sifat dapat diturunkan oleh beberapa alel.

Persilangan dihibrid digunakan untuk membuktikan Hukum Mendel II atau

hukum pengelompokkan gamet secara bebas. Hukum Mendel II merupakan

65
hukum pengelompokkan gen secara bebas pada fertilisasi pada persilangan

dengan dua sifat beda Ferdinand (2007).

Sifat-sifat yang berbeda didalam persilangan dihibrid merupakan sifat yang

dipelajari oleh Mendel dalam kacang ercisnya. Mendel menyilangkan dua sifat

kacang ercis yang berbeda setelah melihat adanya beberapa sifat kacang ercis

yang disilangkan muncul dalam generasi selanjutnya. Sifat beda dari kacang ercis

yang disilangkan oleh Mendel seperti kacang ercis biji bulat warna kuning dan

kacang ercis biji keriput warna hijau (Abdurahman, 2008).

Sifat yang diturunkan dari tetua pada keturunannya ada yang bersifat

dominan dan juga resesif. Dominansi bersifat penuh, maka pada keturunan F2 dari

suatu perkawinan atau persilangan akan menunjukkan perbandingan fenotipe yang

berbeda dengan perbandingan genotipenya. Perbandingan fenotipe dan genotipe

akan sama jika perkawinan atau persilangan bersifat intermediet atau

semidominansi artinya tidak ada gen dari suatu sifat bersifat dominan terhadap

gen dari sifat lain (Kimball, 1992).

66
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat

Praktikum persilangan dihibrid ini dalam pelaksanaannya menggunakan

bahan dan alat. Adapun bahan yan digunakan adalah lalat Drosophila

melanogaster, media lalat, plastik bening, kloroform, kapas/tissue dan lembar

pengamatan. Alat yang digunakan adalahbotol bening. cawan petridis, loop dan

alat tulis.

B. Prosedur Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Setiap lalat ebony, normal dan white dipilih masing-masingsebanyak 2 sampai

3 ekor jantan dan betina.


3. Lalat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik bening.
4. Lalat dimatikan dengan cara memasukkan tissue yang sudah diberi kloroform.
5. Lalat yang sudah mati dimasukkan ke dalam cawan petridis untuk diamati.
6. Lalat diamati dengan menggunakan loop.
7. Hasil pengamatan digambar, dan dilakukan uji X2.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Gambar 5. Karakteristik lalat Ebony

67
Gambar 6. Karakteristik lalat Normal

68
Gambar 7. Karakteristik lalat White

69
Bagan persilangan (Ebony x White)
P1 : MMHH x mmhh
(mata merah, tubuh hitam) (mata putih, tubuh putih)
Gamet : MH mh
F1 : MmHh
(merah, hitam) = 100%
P2 : MmHh x MmHh
Tabel 12. Hasil keturunan kedua persilangan dihibrid lalat white dan ebony

70
MH Mh Mh mh

MH MMHH MMHh MmHH MmHh
Mh MMHh MMhh MmHh Mmhh
mH MmHH MmHh mmHH mmHh
Mh MmHh Mmhh mmHh mmhh
MH = 9 (merah, hitam)= 244
M hh = 3 (merah, putih) = 78
mmH = 3 (putih,hitam) = 80
mmhh = 1 (putih, putih) = 25
+
Total = 427

Tabel 13. Uji Chi Square persilangan lalat white dan ebony X2 tabel = 7,81
Karakteristik yang diamati
M-H- M-hh mmH- mmhh
Observasi (O) 244 78 80 25 427
Harapan (E) 240,18 80,06 80,06 26,68 427
(O E)2 14,59 6,76 4,24 2,62 28,21
2
(|OE|) 0,06 0,08 0,05 0,09 0,28
E
Kesimpulan:
Pada persilangan Dorshopilla melanogaster Ebony dan White diperoleh hasil x2
hitung (0,28) < x2 tabel (7,81), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya hasil
sesuai dengan ukum Mendel II dengan perbandingan genotip 9 : 3 : 3 :1.

71
Gambar 8. Karakteristik lalat Normal

72
Gambar 9. Karakteristik lalat Dumpy

73
B. Pembahasan

Persilangan dihibrid merupakan persilangan yang terjadi antara dua

individu sejenis antara dua sifat beda. Hukum Mendel II berlaku apabila

pembentukan gamet, dimana gen dari satu alel pergi ke masing-masing kutub

ketika meiosis secara bebas. Hukum Mendeel II dibuktikan dalam persilangan

dihibrid dan polihibrid, yaitu persilangan dari individu yang memiliki 2 atau lebih

sifat beda (Yatim, 1983). Persilangan ini membuktikan bahwa pada proses

pembentukan gamet, setiap pasang alel dalam satu lokus akan bersegregasi secara

bebas dengan pasang alel lain secara bebas. Genotipe dari tiap individu dapat

diketahui apabila semua gamet individu diketahui (Stansfield, 1991).

Alel akan mengatur sifat beda berpisah secara bebas saat terbentuknya

gamet pada persilangan dihibrid ini. Apabila dua pasang gen yang tidak bertaut

terdapat dalam hibrida, maka rasio F 2 adalah 9 : 3 : 3 : 1. Sedangkan uji

penyilangan pada dihibrida menghasilkan rasio 1 : 1 : 1 : 1. Dimana semakun

banyak jumlah gen (pasangan alel) maka semakin banyak pula jumlah kelas

fenotipe dan genotipe pada F2. Huruf digunakan untuk menyatakan sifat genetik

tetapi simbol (+) dapat menggantikan alel dominan atau dalam kombinasinya

dengan alel resesif, terutama pada Drosophila (Crowder, 1990). Sedangkan rasio

fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1. Ratio

ini dapat dimodifikasi jika atau kedua lokus mempunyai alel-alel dominan dan

alel lethal (Gardner, 1981).

Dihibrida membentuk empat gamet yang secara genetik berbeda dengan

frekuensi yang sama karena orientasi secara acak dari pasangan kromosom

74
nonhomolog pada piringan metafase meiosis pertama. Bila dua hibrida

disilangkan, akan dihasilkan empat macam gamet dalam frekuensi yang sama baik

pada jantan maupun betina (Stansfield, 1991).

Wildan (2003) menyatakan bahwa terdapat tanaman semusim yang

dihasilkan oleh persilangan dihibrid, tanaman semusim yang dihasilkan berupa

labu ( Sechium edule ). Proses persilangan dihibrid yang terjadi berbentuk buah

labu yang bundar dominan terhadap bentuk cakram (Cc), sedangkan warna

buahnya yang kuning dominan terhadap warna yang putih (Pp). Labu diambil

bijinya lalu ditanam, setelah berbunga dilakukan penyerbukan buatan yaitu

dicross dengan labu yang bijinya dulu ditanam berasal dari yang buah bercakram-

putih (double resesif), kemudian sampai berbuah. Hasil yang sudah berbuah akan

diketahui hasilnya dan akan menjadi bibit unggul untuk ditanam kembali.

Hukum mendel II dikenal djuga sebagai Hukum Persilangan Bebas atau

Independent Assortment yaitu, bila dua individu berbeda satu dengan yang lain

dalam dua pasang sifat atau lebih, maka diturunkannya sifat yang sepasang itu

tidak bergantung pada sifat pasangan lainnya. Hukum ini berlaku pada persilangan

dihibrid (dua sifat beda atau lebih). Hukum Mendel II berlaku ketika

pembentukan gamet, dimana den sealel secara bebas pergi ke masing-masing

kutub ketika meiosis. Pembuktian hukum ini digunakan pada persilangan dihibrid

atau polihibrid yakni persilangan dari individu satu spesies yang mempunya dua

atau lebih karakter berbeda (Yatim, 1980).

Persilangan terbagi menjadi beberapa macam, yaitu Monohibrid adalah

persilangan antara dua individu dari spesies yang sama dengan satu sifat beda.

75
Persilangan monohibrid ini sangat berkaitan dengan hukum Mendel I atau yang

disebut dengan hukum segregasi. Hukum ini berbunyi Pada pembentukan gamet,

gen-gen yang berpasangan akan dipisahkan (disegregasikan) ke dalam dua gamet

(sel kelamin) yang terbentuk". Gregor Mendel pertama kali mengetahui sifat

monohibrid pada saat melakukan percobaan penyilangan pada kacang ercis

(Pisum sativum). Mendel merumuskan Hukum Mendel I (hukum segregasi) pada

persilangan monohibrid. Sesungguhnya pada masa hidup Mendel belum diketahui

zat yang menentukan pewarisan sifat (bahan genetik). Mendel menyebut bahan

genetik itu hanya sebagai faktor penentu (determinant) atau disingkat dengan

faktor. Hukum Mendel I berlaku pada gametogenesis F1 x F1 itu memiliki genotif

heterozigot. Gen yang terletak dalam lokus yang sama pada kromosom, pada

waktu gametogenesis gen sealel akan terpisah, masing-masing pergi ke satu gamet

(Yatim, 1986).

Persilangan dihibrid merupakan bagian dari Hukum Mendel II, yaitu

pengelompokan gen secara bebas. Hukum Mendel II berlaku ketika pembentukan

gamet terjadi, dimana gen sealel akan secara bebas pergi ke masing-masing kutub

pada saat meiosis. Pembuktian hukum ini menggunakan persilagan dihibrid dan

polihibrid dimana persilangan yang terjadi diantara dua individu yang mempunyai

dua atau lebih sifat beda atau disebut juga hukum asortasi (Yatim, 1983).

Persilangan antara dua individu dengan dua sifat beda ini disebut dengan

persilangan dihibrida. Misalnya, beda antara bentuk dan warna biji kapri.

Jika disilangkan antara tanaman kapri biji bulat warna kuning homozigot (BBKK)

dengan tanaman kapri biji kerut warna hijau homozigot (bbkk).

76
Dihasilkan semua tanaman F1 (dihibrida) adalah sama, yaitu berbiji bulat kuning

(BbKk). Bila disilangkan antara F1 dengan F1, maka dihasilkan keturunan F2

yang memperlihatkan 16 kombinasi yang terdiri atas 4 macam fenotip, yaitu

berbiji bulat kuning, bulat hijau, kerut kuning, dan kerut hijau. Sedangkan

polihibrid adalah hasil penyilangan dua individu yang memiliki banyak karakter

beda, misalnya mengawinkan marmot berbulu putih, panjang dan halus (bbllrr)

dengan marmot berbulu hitam, pendek dan kasar (BBLLRR).

Mutasi merupakan perubahan turun-temurun pada susunan basa nukloetida

dari genom DNA atau pada urutan angka dari gen atau kromosom pada sebuah sel

yang dapat terjadi secara spontan atau dengan melalui media lain. Mutasi

disebabkan oleh agen-agen tertentu. Satu agen yang menyebabkan satu perubahan

turun-temurun permanen ke dalam DNA dari satu organisme yang disebut

mutagen (Rittner, 2004).

Agen-agen yang menyebabkan perubahan tersebut dapat berupa bahan

kimiawi atau fisik yang berinteraksi dengan DNA sehingga menyebabkan mutasi.

Organisme yang mengalami perubahan atau mutasi disebut mutan, sedangkan

mutagenesis merupakan istilah yang dipakai untuk menyebutkan proses yang

menyebabkan mutasi atau penciptaan suatu mutasi (Campbell, 2002).

Jenis-jenis Drosophila melanogaster adalah sebagai berikut :

1. Drosophila melanogaster tipe liar (wild type), memiliki mata bulat lonjong

sengan warna merah cerah. Warna pigmen mata pada Drosophila

melanogaster berasal dari pigmen pteridin san ommochrome (Klug &

Cummings, 1994). Lalat tipe liar meiliki warna tubuh cokelat keabu-abuan

77
dengan panjang ukuran sayap normal. Indikasi sayap normal adalah

panjangnya melebihi panjang tubuhnya (Champbell dkk, 2002).


2. Lalat tipe normal terdapat sungut yang bercabang, kepala berbentuk elips,

thorax berbulu-bulu dengan warna dasar putih, terdapat segmen hitam pada

abdomen yang jumlahnya lima.

Mutasi yang terjadi pada lalat Drosophila melanogaster diantaranya :

1. Dumpy memiliki sayap lebih pendek hingga dua pertiga panjang normal

dengan ujung sayap tampak seperti terpotong. Bulu pada dada tampak tidak

sama rata. Sayap pada sudut 90o dari tubuh dalam posisi normal mereka

(Borror et al, 1998).


2. Sepia memiliki mata berwarna coklat sampai hitam akibat adanya kerusakan

gen pada kromosom ketiga, lokus 26 (Russell, 1994: 113).


3. Clot memiliki mata berwarna maroon yang semakin gelap menjadi coklat

seiring dengan pertambahan usia (Borror, 1994).


4. Ebony. Lalat ini berwarna gelap , hampir hitam dibadannya. Adanya suatu

mutasi pada gen yang terletak pada kromosom ketiga. Secara normal fungsi

gen tersebut berfungsi untuk membangun pigmen yang memberi warna pada

lalat buah normal. Namun karena mengalami kerusakan maka pigmen hitam

menumpuk di seluruh tubuh (Borror et al, 1998).


5. Curly memiliki sayap pada lalat berbentuk keriting. Terjadi mutasi gen pada

kromosom kedua. Sayap-sayap ini menjadi keriting karena adanya suatu

mutasi dominan, yang berarti bahwa satu salinan gen diubah dan

menghasilkan adanya kelainan tersebut (Borror et al, 1998).


6. Evemissing memiliki mata berupa titik, mengalami mutasi pada kromosom

ketiga di dalam tubuhnya, sehingga yang harusnya diintruksi sel di dalam

78
larva untuk menjadi mata menjadi tidak terbentuk karena adanya mutasi

(Russell,1994: 113).
7. Claret merupakan mutan dengan mata berwarna merah anggur atau merah

delima (ruby). Mutasi terjadi pada kromosom nomor lokus 100,7 (Russell,

1994: 113).
8. Miniature. Sayap berukuran sanagat pendek. Lalat dengan sayap vestigial ini

tidak mampu untuk terbang. Lalat ini memiliki kecacatan dalam gen

vestigial mereka pada kromosom ke dua. Lalat ini memiliki mutasi resesif.
9. Taxi merupakan mutan dengan sayap yang terentang, baik ketika terbang

mahupun hinggap. Mutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus

91,0 (Russell, 1994).


10. Black. Seluruh tubuhnya berwarna hitam akibat adanya kerusakan pada gen

black pada kromosom kedua lokus 48.5 (Borror et al, 1998).


Lalat betina dan jantan baik white, ebony maupun normal masing masing

memiliki mata, kaki 3 pasang, thoraks, sayap abdomen dan ujung ventral. Lalat

white memliki tubuh berwarna putih, pada lalat ebony memiliki tubuh berwarna

hitam, sedangkan pada lalat normal berwarna cokelat. Hal tersebut diperkuat

dengan pernyataan bahwa pada lalat buah terjadi mutasi yang diantaranya mutasi

pada mata, sayap, dan pada tubuh lalat. Hasil dari mutasi dinamakan mutan.

Menurut Abdurrahman (2008), mutan dari mata lalat Drosophila melanogaster

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. White (w), merupakan mutan mata putih yang disebabkan karena tidak ada

pigmen pteridin dan ommochrome.

2. Vermilion (v), merupakan mutan dengan warna mata sangat merah terang.

3. Bar (b), merupakan mutan dengan bentuk mata yang sipit.

4. Carnation (car), merupakan mutan dengan warna mata seperti anyelir.

79
5. Purple (pr), merupakan mutan dengan warna mata ungu.

6. Brown (br), merupakan mutan dengan warna mata cokelat.

7. Lobe (L), merupakan mutan dengan mata yang tereduksi, sehingga mata

nampak terlihat kecil dan tidak berbentuk bulat lonjong.

8. Cinnabar (cn), merupakan mutan dengan warna mata merah dan sedikit

orange.

9. Star (S), merupakan mutan dengan mata kasar dan kecil.

10. Sepia (se), merupakan mutan dengan warna cokelat hitam, warna tersebut

terjadi karena mutan kelebihan pigmen sepiapterin.

11. Scarlet (st), merupakan mutan dengan warna mata merah tua.

12. Rough (ro), merupakan mutan dengan permukaan mata kasar dan fase

abnormal.

13. Claret (ca), merupakan mutan dengan warna mata merah anggur atau merah

delima (ruby).

14. Eyemissing (eym), merupakan mutan yang tidak mempunyai organ mata.

Mutan pada lalat Drosophila melanogaster diantaranya sebagai berikut :

15. Cut wings (ct), merupakan mutan dengan sayap terpotong.

16. Miniature (m), merupakan mutan dengan sayap sama panjang dengan panjang

tubuhnya.

17. Dumpy (dp), merupakan mutan dengan bentuk sayap yang terbelah sehingga

panjang sayap tampak hanya dua per tiga dari panjang sayap normal.

18. Vestigial (vg), merupakan mutan dengan sayap yang tereduksi yang berarti

panjang sayap mutan jauh lebih pendek dibanding sayap lalat yang normal.

80
19. Curly (cy), merupakan mutan dengan sayap melengkung ke atas, baik pada

saat terbang maupun hinggap.

20. Taxi (tx), merupakan mutan dengan sayap yang terentang, baik ketika terbang

maupun hinggap.

Mutan pada tubuh lalat Drosophila melanogaster diantaranya sebagai

berikut :

1. Yellow (y), merupakan mutan dengan warna tubuh kuning.

2. Black (b), merupakan mutan dengan warna tubuh hitam pekat.

3. Ebony (e), merupakan mutan dengan warna tubuh gelap.

Praktikum persilangan dihibrid ini dalam pelaksanaanya menggunakan lalat

Drosophila melanogaster yaitu lalat white, ebony dan normal. Berdasarkan hasil

pengamatan pada tiga jenis lalat Drosophila melanogaster diperoleh data sebagai

berikut:

1. Lalat Drosophila normal, lalat betina memiliki ciri-ciri kenampakan bagian

atas yaitu mata warna merah dan warna tubuh berwarna kelabu sedangkan

kenampakan bawah yaitu abdomen posteriornya runcing dan segmen

posteriornya hitam tipis. Lalat Drosophila normal jantan memiliki ciri-ciri

kenampakan atas yaitu mata berwarna merah dan tubuh berwarna kelabu,

sedangkan bagian bawahnya yaitu abdomen posterior berbentuk tumpul dan

segmen posteriornya hitam pekat. Wahyuni (2013) menyatakan bahwa lalat

normal memiliki ciri-ciri tubuh berwarna coklat kekuningan dengan faset

mata berwarna merah kecil berbentuk elips, abdomen bersegmen lima

dengan garis-garis berwarna hitam.

81
Gambar 10. Lalat normal (Dwijayanti, F.R et al, 2016)

2. Lalat ebony. Lalat jantan memiliki ciri-ciri keampakan atas mata berwarna

merah dan tubuh berwarna hitam, sedangkan bagian bawah abdomen

posteriornya tumpul dan segmen posteriornya hitam tebal. Lalat betina

memiliki ciri-ciri kenampakan atas yaitu warna mata merah dan tubuh hitam,

sedangkan kenampakan bagian bawah yaitu abdomen posteriornya runcing

dan segmen posteriornya hitam tipis. Menurut Borror et al (1998)

menyatakan bahwa lalat ini berwarna gelap. Adanya suatu mutasi pada gen

yang terletak pada kromosom ketiga dan pigemen yang menumouk diseluruh

tubuh akibat kerusakan.

Gambar 11. Lalat ebony (Dwijayanti, F.R et al, 2016)

3. Lalat white. Lalat white betina memiliki warna mata merah, warna badan

putih, sayap lebih pendek dari badan, abdomen posterior ujung runcing,

segmen abdomen bergaris hitam tipis dari tengah hingga ujung. Lalat jantan

memiliki warna mata merah, warna badan putih, sayap lebih pendek

daribadan, abdomen posterior ujung tumpul dan segmen abdomen bergaris

hitam tebal. Pai (1992) menyatakan bahwa lalat white memiliki mata

berwarna putih yang terjadi akibat adanya kerusakan pada gen white yang

82
terletak pada kromosom pertama lokus 1,5 dan tidak menghasilkan pigmen

warna merah.

Gambar. 12. Lalat white (Dwijayanti, F.R et al,


2016)

Persilangan Dorshopilla melanogaster ebony dan white diperoleh hasil x2

hitung (0,28) < x2 tabel (7,81), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya hasil

sesuai dengan Hukum Mendel II dengan perbandingan genotip 9 : 3 : 3 :1. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Crowder (1990), apabila dua pasang gen yang

tidak bertaut terdapat dalam hibrida, maka rasio F2 adalah 9 : 3 : 3 : 1. Gardner

(1981) menyatakan bahwa rasio fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan

dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1. Ratio ini dapat dimodifikasi jika atau kedua lokus

mempunyai alel-alel dominan dan alel letal.

V. kESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Praktikum persilangan dihibrid ini dalam pelaksanaannya menggunakan

lalat buah (Drosophila melanogaster), yaitu lalat white, ebony dan normal.

Persilangan yang terjadi pada persilangan antar lalat tersebut dapat membuktikan

Hukum Mendel II yaitu pemisahan dan pengelompokkan gen secara bebas dengan

hasil perbandingan F2 9 : 3 : 3 : 1. Percobaan persilangan lalat ebony dan white

83
menghasilkan X2 hitung sebesar 0,28, sehingga X2 hitung X2 tabel yang artinya

hasil sesuai dengan perbandingan genotip 9 : 3 : 3 : 1.

B. Saran
1. Alat dan bahan dalam praktikum sebaiknya diperbanyak lagi agar

praktikum dapat berjalan lebih efektif dan efisien.


2. Praktikan diharapkan agar lebih teliti dalam menjalankan percobaan guna

mendapatkan hasil yang tepat dan sesuai dengan harapan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Deden. 2008. Biologi Kelompok Pertanian. Grafindo Media


Pratama: Bandung.

Borror, D.J., Triplehorn, C. A., dan Johnson, N.F. 1993. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Borror et al. 1998. Pengenalan Pelajaran Serangga. 8th Ed. Terjemahan dari an
Introduction to Study of Insect oleh Soetiyono Partosoedjono. Gajah Mada
University Press: Yogyakarta.

Campbell. 2002. Biologi. Edisi kelima-Jilid 1. Erlangga: Jakarta.

Corebima, A. D., 1997. Genetika Mendel. Universitas Airlangga Press: Surabaya.

Cummings, M. R. & Klug W. S. 1994. Concepts of Genetics. Fourth Edition.


Macmillan Publishing company: USA.

Crowder, L.V., 1990. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti.


Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Dwijayanti, F. R. 2016. Pemanfaatan Drosophila Melanogaster sebagai Organisme


Model untuk Mempelajari Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Ekspresi
Sifat Makhluk Hidup Pada Perkuliahan Genetika. Jurnal Pendidikan. Vol.
1(5): 806-813.

84
Ferdinand, f. P. & mukti. 2007. Praktis Belajar Biologi. Visindo Media Persada:
Jakarta

Gardner, E. J., 1981. Principle Of Genetics. Seven Edition. John Willey and
Sons. New York.

Goodenough. 1984. Genetika. Diterjemahkan oleh Sumartono Adisoemarto.


Erlangga: Jakarta.

Kimball, J. W. 1992. Biologi Umum. Erlangga: Jakarta.

Pai, A. C. 1992. Dasar-dasar Genetika. Terjemahan dari Apandi, M. Erlangga:


Jakarta.

Rittner, D dan Timothy L. McCabe. 2004. Encyclopedia of Biology. Facts On File.


Inc. New York: xiii + 381 hlm.

Russell, P. J. 1994. Fundamental of Genetics. Harper Collins College: USA.

Sisunanadar, 2011. Penuntun Praktikum Genetika. Universitas Muhammadiyah


Purwokerto. Purwokerto.

Suryo. 1984. Genetika. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

. 1994. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Standfield, W. D. 1991. Genetika: Teori dan Soal-Soal. Erlangga: Jakarta.

Wahyuni, S. 2013. Pengaruh Maternal Terhadap Viabilitas Lalat Buah


(Drosophila melanogaster Meigen) Strain Vestigial (Vg). Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jember. Jember.

Yatim, W. 1980. Genetika. Tarsito: Bandung.

. 1983. Genetika. Tarsito: Bandung.

. 1986. Genetika. Tarsito: Bandung.

. 2003. Genteika. Tarsito: Bandung.

85
LAMPIRAN

86
87

You might also like

  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Document1 page
    Pendahuluan
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Document1 page
    Pendahuluan
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Document1 page
    Pendahuluan
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Acara 2
    Acara 2
    Document26 pages
    Acara 2
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Acara 4
    Acara 4
    Document25 pages
    Acara 4
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Dapus 1
    Dapus 1
    Document2 pages
    Dapus 1
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Acara 3 Fix
    Acara 3 Fix
    Document22 pages
    Acara 3 Fix
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Acara 1
    Acara 1
    Document28 pages
    Acara 1
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Acara 1
    Acara 1
    Document22 pages
    Acara 1
    Retna Ayu Tkd
    100% (1)
  • Hasil
    Hasil
    Document20 pages
    Hasil
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka - 5
    Daftar Pustaka - 5
    Document5 pages
    Daftar Pustaka - 5
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Acara 6
    Acara 6
    Document21 pages
    Acara 6
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Hasil
    Hasil
    Document20 pages
    Hasil
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Acara 6
    Acara 6
    Document21 pages
    Acara 6
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Acara 6
    Acara 6
    Document21 pages
    Acara 6
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • PEWARISAN SIFAT MENURUT HUKUM MENDEL
    PEWARISAN SIFAT MENURUT HUKUM MENDEL
    Document25 pages
    PEWARISAN SIFAT MENURUT HUKUM MENDEL
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Acara 1
    Acara 1
    Document22 pages
    Acara 1
    Retna Ayu Tkd
    100% (1)
  • Teori Kemungkinan Genetika
    Teori Kemungkinan Genetika
    Document19 pages
    Teori Kemungkinan Genetika
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet
  • Acara 3
    Acara 3
    Document16 pages
    Acara 3
    Retna Ayu Tkd
    No ratings yet