You are on page 1of 26

TAKE HOME MINI PROPOSAL

PENGARUH KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP


DEPRESI PADA ISTRI DI KELURAHAN KAMPUNG BARU WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KOTO BARU TAHUN 2016

OLEH
YULIA VERNANDES LISTRI
NIM 1615301306
DOSEN PEMBIMBING : FRISTY AYU PARAMITHA SST

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN


STIKES FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN 2017

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang pada saat ini
marak terjadi di masyarakat kita. Fenomena KDRT sebenarnya bukan sesuatu yang
baru, bahkan sudah ada sejak jaman dulu hanya saja saat ini perkembangan kasus-
kasusnya semakin bervariasi. Hal ini juga diikuti oleh kesadaran dari korban untuk
melaporkan kepada aparat hukum atau lembaga yang memiliki kepedulian tinggi
terhadap kasus kekerasan rumah tangga (anak dan perempuan).
Fenomena tersebut semakin memprihatinkan karena sering kali pelaku
kekerasan adalah orang-orang yang dipercaya, dihormati, dan dicintai, serta terjadi di
wilayah yang seharusnya menjamin keamanan setiap penghuninya, yaitu keluarga.
Ironisnya, kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan intimnya
justru menduduki peringkat tertinggi diantara berbagai macam bentuk kekerasan
terhadap perempuan (Departemen of Public Information, United Natios, 1995).
Di tahun 2008 (hingga 22 Desember) Mitra Perempuan Womens Crisis Centre
mencatat bahwa mayoritas pelaku KDRT terhadap perempuan adalah suami
(76,98%), mantan suami (6,12%); orangtua, anak, saudara (4,68%). Di samping itu,
9,35% pelaku adalah pacar atau teman dekat. (http://www.perempuan.or.id/?
q=content/tahun-2007-statistik-kekerasan-dalam-rumah-tangga, di akses 13-10-
2009)
Kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan intimnya
tersebut dikenal dengan istilah kekerasan dalam rumah tangga (Johnson& Sacco,
dalam Hakimi,dkk, 2001).
Kekerasan dalam rumah tangga yang disingkat menjadi KDRT merupakan
masalah rumah tangga yang banyak terjadi khususnya di Indonesia di mana mayoritas
masyarakat Indonesia menganut system patriakhal (Arivia, 1996). Pengalaman
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meliputi empat bentuk kekerasan yaitu fisik,
seksual, psikologis dan ekonomi (Mufidah, 2003).
KDRT ini menjadi masalah sosial yang sangat serius dan kurkarena berbagai
alasan, diantang mendapat tanggapan dari masyarakat, karena berbagai alas an
diantaranya, KDRT memiliki ruang lingkup yang terutup dan terjaga ketat privacy-
nya karena persoalaannya terjadi dalam area keluarga. Ketidakmengertian akan
bentuk kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) sering membuat para istri tak mengerti
apa haknya dalam rumahtangga (http://www.kompas.com/hai.para.istri.kenali.hakmu,
diakses 13/10/2009). Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu akibat dari
kelompok dominan terhadap kelompok subordinate yang dalam konteks permasalahan
ini adalah konteks kekerasan dalam rumah tangga . Dimana Kaum lelaki menjadi
oppresion kaum wanita, ataupun juga Orang tua sebagai oppresion pada anak
anaknya. Kesemuannya ini mengakibatkan pengaruh yang besar akibat dari perlakuan
dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinate dalam bentuk suatu perilaku
agresi yaitu penganiayaan, maupun penyiksaan (http://www.lodaya.web.id/?p=2660,
akses 24/11/2009)

Disadari atau tidak dampak kekerasan dalam rumah tangga sangatlah besar.
Baik berdampak pada kehidupan istri maupun dampak terhadap kehidupan anak.
Secara fisik korban atau istri dapat menderita memar, patah tulang, terkilir, cacat fisik,
gangguan menstruasi, kerusakan rahim, keguguran, terjangkit penyakit menular
seksual bahkan kematian (Hayati, 1999). Dampak yang akan sangat membekas adalah
dampak terhadap jiwa atau psikologis istri. Berbagai pengalaman kekerasan yang
diterima akan membuat istri depresi, mengalami kecemasan, ketakutan, trauma dan
gangguan sejenis lainnya. Kesemuanya dapat mempengaruhi dan membentuk
kepribadian dan perilaku yang negatif. Istri akan dihinggapi rasa malu, tidak percaya
diri, bersalah, dan lain sebagainya yang dapat melemahkan harga diri istri. Jika hal ini
terus dibiarkan akan semakin parah dan dapat menyebabkan istri menutup diri atau
mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Luhulima,
2000).

Secara umum KDRT ini tidak memihak, artinya siapapun dapat terkena
permasalahan tersebut. Hal merupakan persoalan serius bagi kaum perempuan, karena
hak-hak reproduksi mereka betul-betul terampas. Sejak dari menikmati hubungan
seksual yang aman, menentukan kehamilan, menjalani masa kehamilan yang sehat,
menjalani masa menstruasi yang sehat dsb. Berbagai kekerasan yang dialami oleh
perempuan dalam kehidupan rumah tangga juga seringkali menyebabkan mereka
menderita penyakit kronis, hingga menyebabkan kematian yang perlahan-lahan
(http://prov.bkkbn.go.id, diakses 24/11/2009).

B. Rumusan Masalah
Apakah kekerasan dalam rumah tangga berdampak terhadap depresi pada istri?

C. Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan kekerasan rumah tangga berdampak pada perilaku
antisosial anak

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dibuat dengan tujuan memiliki beberapa manfaat di antaranya
memberikan kontribusi keilmuan di bidang psikologi, khususnya dalam masalah
sosial, memberikan pengetahuan mengenai ada tidaknya kekerasan dalam rumah
tangga di daerah yang diteliti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Rumah Tangga

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang


Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga poin I, menentukan bahwa rumah
tangga terdiri dari:

a. Suami, istri, dan anak

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga sebagaimana yang


dimaksud di atas karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan
perwalian, yang menetap dalam rumah tangga dan atau

c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut, dalam jangka waktu selama berada dalam rumag tangga tersebut.

Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

KDRT menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004


tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan intimnya
tersebut dikenal dengan istilah kekerasan dalam rumah tangga (Johnson& Sacco,
dalam Hakimi,dkk, 2001). Krahe (2005) mendefinisikan KDRT sebagai adanya niat
untuk mencederai atau menyakiti salah aatu anggota keluarga.

Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga

Venny (2003) lebih banyak dan spesifik menjelaskan tentang dampak KDRT,
yaitu:

1. Dampak secara medis di antaranya adalah korban KDRT akan


mengeluarkan biaya kesehatan lebih besar satiap tahunnya. Keluarga yang megalami
KDRT akan menemui dokter 8 kali lebih banyak disbanding dengan mereka yang
tidak pernah mengalami KDRT.

2. Dampak secara emosional adalah depresi, penyalahgunaan atau


pemakaian zat-zat tertentu, kecemasan, percobaan bunuh diri, keadaan stress pasca
trauma dan rendahnya kepercayaan diri.

3. Dampak secara personal di antaranya adalah anak-anak yang


menyaksikan (sebagai saksi) KDRT akan mengalami masalah dalam kesehatan
mentalnya, termasuk perilaku antisocial dan depresi.

4. Dampak secara professional di antaranya adalah kinerja yang buruk dalam


bekerja dan ketakutan kehilangan pekerjaaan.

Dampak KDRT Terhadap Anak


1. Ketegangan & kecemasan
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh kekerasan, ia akan
mengalami ketegangan dalam hidupnya. Anak seperti ini akan hidup dalam
kecemasan yang tinggi dan tumbuh dengan kecenderungan. Anak yang depresi,
penakut atau sebaliknya Anak yang agresif dan beringas.
2. Apatis, Dingin, Tak Berperasaan
Anak-anak yang tidak tahan mendengar pertengkaran/kekerasan yang dilakukan
oleh orang tuanya, memaksa diri untuk mengunci pintu perasaannya, tidak mau
peduli, lama-lama akan tumbuh jadi anak yang tidak berperasaan/anti sosial (jarang
menangis, jarang sedih, jarang kecewa dsb karena perasaannya telah mati)
3. Mengalamai Gangguan Emosional : Trauma, hilangnya rasa percaya diri,
kemarahan, percobaan bunuh diri, PTSD, penyalahgunaan narkotika, dll)
4. Anak Tumbuh Menjadi Pribadi Pemarah
Anak yang melihat pola hubungan orang tua: Dialog, Bersitegang, pemukulan
Setelah dewasa ia cenderung akan menerapkan pola hubungan yang sama :
Dialog,Bersitegang, Pemukulan)
5. Menghambat pertumbuhan anak
Anak yang sangat bergantung pada orang lain untuk menyediakan ketentraman
pada jiwanya.
Atau sebaliknya :
Anak bisa tumbuh menjadi orang yang sulit mempercayai orang lain, sangat
tertutup dan keras kepala.
6. Mendistorsi pola relasi anak dengan orang lain :
Anak mengembangkan sikap manipulatif yang memandang orang lain sebagai
obyek yang bisa dipermainkan/diperalat. Setelah dewasa ia akan memperalat
pasangannya untuk memenuhi hasrat dirinya tanpa mempedulikan kebutuhan
pasangannya. Anak mendistorsi diri sebagai korban yang selalu minta belas kasihan
(http://vemarp.multiply.com/journal/item/4, di akses 29-10-2009)
Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

Terdapat banyak sekali cara atau model KDRT mulai dari melukai anggota
keluarga dengan cara verbal seperti, membentak-bentak dan berkata-kata kotor.
Sampai melukai dengan cara fisik seperti menampar. Yang masuk dalam kategori
mengakibatkan luka terhadap korbannya. Kekerasan yang terjadi dalam rumah
tangga menurut Mufidah (2003) meliputi kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan
seksual.
Venny (2003) menjelaskan bahwa ada empat bentuk kekerasan terhadap
perempuan secara umum yaitu:

a. Kekerasan fisik yaitu, kekerasan yang mengakibatkan cidera, luka, cacat,


maupun kematian pada seseorang.

b. Kekerasan psikologis yaitu, segala bentuk perilaku dan ucapan yang


mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, kemampuan untuk bertindak
dan rasa berdaya pada jiwa seseorang.

c. Kekerasan seksual yaitu, segala tindakan yang mencakup pelecehan


seksual atau perilaku seksual yang tidak dikehendaki biasanya disebut dengan istilah
marital rape (pemerkosaan dalam perkawinan)

d. Kekerasan ekonomi yaitu, segala tindakan yang bermaksud membatasi/


melarang seseorang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah untuk menghasilkan
uang maupun di luar rumah untuk menghasilkan uang mauun barang atau sebaliknya,
eksploitasi terhadap korban dan tidak membiayai/ menafkahi keluarga.
Sebab-sebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga

Ketidakmengertian akan bentuk kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) sering


membuat para istri tak mengerti apa haknya dalam rumahtangga. Padahal, sebagai
manusia, hak istri dan suami sama. Dengan kata lain, mereka setara, seperti yang
tertuang dalam Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan, yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 7/1984, dan berlaku
sebagai hukum nasional. Isinya, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam
segala bidang. (http://www.kompas.com/hai.para .istri.kenali.hakmu,
diakses13/10/2009)
Di antara asumsi yang melatari maraknya wacana di atas adalah
mempertanyakan kembali relasi antara perempuan/ istri dan laki-laki/suami seiring
dengan perkembangan dan perubahan pola kehidupan social ekonomi di mana mereka
berada, setelah sekian lama distinsi kodrati boiogis diantara mereka ini kemudian
melahirkan distinsi yang disebut dengan gender dan pada akhirnya meninggalkan
buah diskriminasi bagi perempuan (jurnal, dorsumsisi, awal kekerasan terhadap
wanita, isroqunnajah, 2001).
Diskriminasi yang melekatkan ketidakadilan ini berawal dari identifikasi
terhadap perempuan dengan pelabelan sifat-sifat tertentu (stereo typing) yang
cenderung merendahkan dan melecehkan seperti bahwa perempuan identik dengan
sosok yang lemah, emosional, sentimental, tegar dan lain sebagainya yang pada
gilirannya mereka dengan manis diposisikan dalam domain domestic,
disubordinatkan (diletakkan di bawah supremasi laki-laki), dimarjinalkan dlam
banyak kesempatan termasuk kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ilmu
pengetahuan, lapangan kerja dan lain-lain serta yang paling mengenaskan dan sangat
disayangkan adalah sering menjadi sasaran tindak kekerasan (violence), baik psikis
maupun fisik dan tuduhan kambing hitam dari banyak perbuatan criminal dan bentuk
ketidakadilan lainntya yang ditimpakan kepadanya (jurnal, dorsumsisi, awal
kekerasan terhadap wanita, isroqunnajah, 2001).

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah yang berkaitan erat dengan
bias gender yang biasa terjadi pada masyarakat patriakal di mana distribusi kekuasaan
antara perempuan dan laki-laki timpang, sehingga kaum laki-laki mendominasi
institusi social dan tubuh perempuan (Arivia, 1996). Dominasi kekuasaan suami atas
isteri ini mencakup pula dorongan untuk mengontrol isterinya, termasuk mengontrol
tubuhnya dengan melakukan kekerasan (Skrobanek, 1991).

Ciciek (1999) mengatakan bahwa terjadinya KDRT dipicu oleh:

a. Fakta bahwa perempuan tidak setara dengan laki-laki di masyarakat,


sehingga perempuan harus tunduk pada suami dan mengikuti kebenaran yang
dianggap suami benar jika tidak suami tidak boleh melakukan kekerasan terhadap istri

b. Laki-laki selalu dididik dan dibesarkan dengan kuat agar menjadi laki-laki
yang kuat dan bagaimana dapat berkuasa atas dirinya dan orang-orang disekitarnya.
Setelah dewasa dan berumah tangga laki-laki harus dapat berkuasa atas istrinya jika
tidak maka dianggap laki-laki lemah, atas ini laki-laki akan menggunakan cara apapun
termasuk kekerasan demi menundukkan istrinya

c. Ketergantungan istri terhadap suami terutama dalam hal ekonomi,


sehingga memposisikan istri di bawah kuasa suami sepenuhnya.

d. Mitos menganggap KDRT sebagai masalah pribadi rumah tangga,


sehingga tidak aa yang melapor ke polisi atau menolong istri yang dianiaya oleh
suaminya

e. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama

Depresi

Depresi adalah suatu kondisi medis-psikiatris dan bukan sekedar suatu keadaan
sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas
sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa
gejala Gangguan Depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah
aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan
gangguan pola tidur. Depresi merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh
diri (http://id.wikipedia.org/wiki/Depresi)
Menurut seorang ilmuwan terkemuka yaitu Rice, P. L. (1992), memberikan
definisi depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang
mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang.
Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya
dan kehilangan harapan. Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang psikopatologis,
kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada
meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja,
dan berkurangnya aktivitas.
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat,
berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi.
Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan.
Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri.
(http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/apa-itu-depresi/)
Menurut Chaplin (2005) depresi adalah:
1. Pada orang normal merupakan gangguan kemurungan (kesedihan, patah
semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan
pesimisme menghadapi masa yang akan datang.

2. Pada kasus patologis, merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi


terhadap rangsang disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu,
dan putus asa.

Penyebab Terjadinya Depresi


Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:

a. Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak


terutama serotonin

b. Faktor psikoedukasi karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran


perilaku terhadap suatu situasi sosial

c. Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup,


kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya
Secara umum orang mengalami depresi karena salah satu kejadian atau situasi
sebagai berikut:

a. Kehilangan orang yang dicintai, mungkin karena kematian


b. Peristiwa traumatis atu stressfull, misalnya mengalami kekerasan,
deprifasi sosial yang kronik atau penolakan sosial

c. Penyakit fisik yang kronis

d. Obat- obatan atau narkoba

e. Adanya penyakit mental lain

f. Seseorang yang mempunyai orang tua atau saudara kandung yang


mengalami depresi akan mengalami peningkatan resiko mengalami depresi juga.

Secara khusus faktor- faktor yang menyebabkan depresi adalah sebagai berikut:

a. faktor genetik

Bukti penelitian pada orang kembar menunjukkan bahwa jika salah satu kembar
indentik didiagnosis menderita manik depresif kemungkinan 72% saudara kembarnya
akan menderita gangguan yang sama. Angka kesesuaian yang menderita depresi
(40%) juga lebih tinggi dari angka untuk kembar fraternal (11%), tetapi perbedaan
antara kedua angka itu jauh lebih kecil jika dibandingkan perbedaan untuk kembar
manik depresif.

Meskipun penyebab depresif secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik
mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu
keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orang tuanya menderita depresi, maka
anaknya beresiko dua kali lipat akan menderita depresi juga. Apabila kedua orang
tuanya menderita depresi, maka resiko untuk mendapatkan gangguan alam perasaan
sebelum usia 18 tahun menjadi 4 kali lipat
(www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm)

Pada kembar minizogit 75% akan mengalami gangguan afektif sedangkan


apabila kembar dizigot hanya 19%. Pricer (1968) dan Bertelsen et al (1977)
melaporkan hasil yang hampir sama. Bagaimana proses gen diwariskan, belum
diketahui secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan
afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan
(www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm).

b. faktor biokimia

Bukti-bukti yang ada menyatakan bahwa mood kita diregulasi oleh


neurotransmitter yang mengirimkan impuls syaraf dari satu neuron ke neuron lain.
Sejumlah zat kimia berfungsi sebagai neurotransmitter di berbagai sistem syaraf yang
berbeda, dan perilaku normal memerlukan keseimbangan yang cermat diantaranya.
Tiga neurotransmitter yang diyakini memiliki peranan penting dalam gangguan mood
adalah neuropinefrin, dopamine, dan serotonin. Suatu hipotesis yang diterima secara
luas adalah depresi berkaitan dengan defisiensi salah satu atau ketiga
neurotransmitter itu dan mania berkaitan dengan kelebihan salah satu atau ketiganya.

Beberapa studi menggambarkan bahwa sebagian depresi dan bunuh diri pada
anak-anak dan remaja mengakibatkan hipersekresi dari.

Hormon pertumbuhan juga diperkirakan sebagai penyebab pathogenesis dari


depresi. Tingginya hormon pertumbuhan basal pada malam hari ditemukan pada
remaja yang depresi dan juga pada anak-anak yang depresi dibandingkan dengan
anak-anak yang tidak mempunyai gangguan tersebut.

Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya


dengan perubahan keseimbangan adrenergik-asetikolin yang ditandai dengan
meningkatnya kolnergik, sementara dopamin secara fungsional menurun.

c. faktor lingkungan

Faktor lingkungan seperti kehilangan sesuatu, stress, mungkin bisa jadi variabel
penyebab yang terpenting. Karena depresi dapat timbul pada keluarga, anak-anak
yang depresi lebih sering ditemukan pada keluarga atau orang tua yang mengalami
depresi (lebih sering pada ibu). Interaksi ibu-ibu yang depresi pada anak-anaknya bisa
berakibat negatif.
Pengalaman awal (hilangnya kasih sayang orang tua atau ketidakmampuan
mendapatkan kepuasan melalui hasil keringat sendiri) mungkin juga menjadikan
seseorang rentan terhadap depresi dikemudian hari.

Dilaporkan bahwa orang tua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu
menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya
menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa status perkawinan orang tua, jumlah sanak saudara, status sosial
keluarga, perpisahan orang tua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga
banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita
depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak
dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Ada hubungan yang siginifikan antara
riwayat penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum
diketahui secara pasti.

Depresi juga bisa muncul karena salah asuh di rumah. Anak yang mendapat
perlakukan tidak mengenakan dari orangtua cendrung mudah marah dan tidak puas.
Tapi anak tidak tahu cara pelampiasannya sehingga mereka melampiaskan ke dirinya
sendiri.

Di antara contoh perlakuan orangtua yang tidak mengenakan adalah terlalu


menuntut, selalu menyalahkan, tidak menghargai, atau sering berkata/berlaku kasar.
Jika perlakuan seperti ini terus menerus diterima anak sementara lingkungan sosial
mapupn sekolah juga menyudutkannya maka anak bisa mengalami depresi.

Di sekolah mapupun lingkungan pergaulan lainnya anak-anak juga bisa


mengalami berbagai kekecewaan misalnya anak sebyaa di aumumny asudah bisa
melakukans sesuatu. Kalo ternyata anak tidak bisa, maka ia akan diejek oleh temen-
temennya. Hal ini akan membuat dia kesal dengan dirinya sendiri. Dia akan bertnya-
tanya kenap mati dak bisa melakukan seperti yang orang lain lakukan. Akibatnya si
anak menjadi tidak percaya diri dan akhirnya depresi
(http://olapsyche.multiply.com/journal/item/21).

Gejala Depresi
Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis,
gejala fisik & sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah
marah dan tersinggung, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan
menurunnya daya tahan. Namun yang perlu diingat, setiap orang mempunyai
perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan suatu peristiwa atau perilaku
dihadapi secara berbeda dan memunculkan reaksi yang berbeda antara satu orang
dengan yang lain. Menurut Frank J., Bruno dalam Bukunya Mengatasi Depresi (1997)
mengemukan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi, yakni:
1. Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan
yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan,
2. Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat
sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya
telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan.
3. Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor
penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak
orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur,
4. Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami
depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap
usaha untuk mengkomunikasikan idenya.
5. Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk
mengatakan atau merasa, saya selalu merasa lelah atau saya capai. Ada anggapan
bahwa gejala itu disebabkan oleh faktor-faktor emosional, bukan faktor biologis.
6. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak
efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, saya menyia-
nyiakan hidup saya, atau saya tidak bisa mencapai banyak kemajuan, seringkali
terjadi.
7. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk
memecahkan masalah secara efektif. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, saya
tidak bisa berkonsentrasi.
8. Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alcohol
atau narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. makan berlebihan, terutama kalau
seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes,
hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku
merusak diri sendiri secara tidak langsung.
9. Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. (tentu saja, bunuh diri yang
sebenarnya, merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung.
(http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/apa-itu-depresi/)

Menurut PPDGJ III depresi adalah gangguan yang memiliki karakteristik:

Gejala utama:
a. Afek depresif
b. Kehilangan minat dan kegembiraan
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentaang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
Secara umum beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan terjadinya
depresi:
a. Berbagai penyakit fisik
b. Faktor psikis
c. Faktor sosial dan lingkungan
d. Faktor obat
e. Faktor usia
f. Faktor genetik
Secara khusus penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
a. Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak
terutama serotonin
b. Faktor psikoedukasi karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran
perilaku terhadap suatu situasi sosial
c. Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup,
kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya
Menurut PPDGJ klasifikasi depresi adalah sebagai berikut:
a. Episode depresif ringan
1. Minimal harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti kriteria
PPDGJ
2. Ditambah sekurang- kurangnya dua gejala sampingan (yang tidak boleh
ada gejala berat diantaranya)
3. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
4. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
b. Episode depresif sedang
1. minimal harus ada dua dari 3 gejala utama
2. ditambah sekurang- kurangnya 3 (dan sebaiknya empat) dari gejala
lainnya
3. seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu
4. menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
dan urusan rumah tangga.
5. Tanpa gejala somatik atau dengan gejala somatik.
c. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
1. semua gejala utama harus ada
2. ditambah minimal 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat
3. episode depresi terjadi minimal 2 minggu, namun dibenarkan dalam
kurung waktu yang lebih singkat apabila gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
4. Sangat tidak mungkin pasien untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan, atau urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
d. Episode depresif berat dengan gejala psikotik
Memenuhi seluruh kriteria episode depresif berat tanpa gejala psikotik disertai
waham, halusinasi, atau stupor depresif
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Dasar Penelitian
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan menggunakan
pendekatan metode kualitatif, karena agar lebih dapat menggali informasi secara lebih
luas dan detail dalam penjelasannya. Di samping itu, dikarenakan agar nantinya dapat
menciptakan keefektifan penyampaian inforasi dari penulis dan pembaca. Menurut
pendapat Bogdan dan Tylor, dalam Moleong (1988:2), penelitian kualitatif yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.
Dari pendekatan metode Kualitatif tersebut, dapat diartikan bahwa
segala informasi yang didapat merupakan bentuk penjelasan yang diperoleh dari hasil
penelitian yang dilakukan di lokasi penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi
pada penelitian ini, tidak boleh ada pengisolasian atau pembatasan informasi yang
dilakukan kepada individu terkait yang mempunyai hak untuk memberikan informasi
sejelas-jelasnya kepada peneliti.
Pada penelitian ini bersifat deskriptif, jadi setiap informasi yang disajikan
pada penelitian ini adalah berupa analisis berbentuk deskriptif yang di dalamnya
merupakan penjelasan dari informasi yang didapat dari pihak informan. Setiap data
yang disajikan tidak berupa angka atau rumus-rumus tetapi menggunakan penjelasan
data yang bersifat analisis data berupa kata-kata atau gambaran mengenai suatu
keadaan yang terjadi. Data yang terkumpul juga berupa catatan-catatan kecil dari
peneliti, hasil wawancara atau observasi, dan juga dalam laporan yang disajikan
dengan bentuk foto-foto atau gambar yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yang mengarah pada penelitian studi kasus.
Menurut Salim (2001:93), studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari,
menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus (case) dalam konteksnya secara
natural tanpa adanya suatu intervensi dari pihak lain. Hal itu berarti menjadikan
penelitian ini merupakan gambaran sebenarnya yang terjadi pada keadaan yang
diamati di lokasi penelitian, yang kemudian dianalisis dengan berpedoman pada acuan
dan fakta yang ada, yang pada tahap akhir dituangkan dalam bentuk analisis dan
penjelasan mendetail mengenai permasalahan pada penelitian ini. Dan juga yang
harus digarisbawahi adalah bahwa setiap data dan fakta yang diperoleh terlepas dari
adanya tindakan intervensi atau pengaruh dari pihak-pihak tertentu yang berniat
mengaburkan atau mengubah data dan fakta yang ditemui dalam lapangan penelitian.

B. Lokasi Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian tentulah mutlak bila dibutuhkan adanya
lokasi penelitian, karena lokasi penelitian inilah yang pada nantinya tempat untuk
menggali semua informasi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan
masalah penelitian. Bila sampai tidak ada lokasi penelitian, maka dapat dipastikan
pula bahwa penelitian yang dilakukan tidak dapat dibuktikan validitas atau keabsahan
data yang diperoleh.
Lokasi penelitian sendiri dapat diartikan sebagai tempat dimana penelitian
itu dilakukan, yang di dalamnya terdapat data-data yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan penelitian tersebut. Lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah di
Desa Juanalan, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Peneliti tertarik memilih lokasi ini
karena di samping peneliti sudah mengetahui betul lingkungan daerahnya dan juga
ditambah lagi berdasarkan informasi yang didapat dari tokoh masyarakat dan instansi
pemerintah yang terkait dengan masalah KDRT, telah terjadi beberapa kali tindak
KDRT di lokasi penelitian tersebut. Hal itu lebih dikarenakan karena lokasi ini
berisikan penduduk yang umumnya keterogen dan merupakan bagian dari masyarakat
perkotaan, yang kemudian membuat pola hidup juga mengikuti pola hidup umumnya
yang dilakukan orang-orang yang tinggal di wilayah perkotaan.

C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan tahap yang penting dalam melakukan suatu
penelitian. Apabila suatu penelitian yang dilakukan tidak mempunyai fokus
penelitian, maka dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut tidak layak dilakukan dan
dikatakan asal-asalan saja.
Fokus penelitian sendiri merupakan tahap yang sangat menentukan dalam
penelitian kulalitatif, hal tersebut karena suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu
yang kosong atau tanpa adanya masalah, baik masalah-masalah yang bersumber dari
pengalaman penelitian atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui
kepustakaan ilmiah. Jadi focus penelitian dalam suatu penelitian kualitatif sebenarnya
merupakan masalah itu sendiri. ( Moleong 2002:62)
Berdasarkan konsep tersebut, maka yang dapat menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah meliputi:
1. Penyebab munculnya tindakan kekerasan dalam rumah tangga
2. Bentuk-bentuk dan dampak dari tindakan kekerasan dalam rumah tangga
3. Upaya yang dilakukan untuk menghentikan dan menghilangkan tindakan
kekerasan dalam rumah tangga.
4) Subyek Penelitian
Subyek penelitian merupakan orang yang akan diteliti dalam berjalannya
sebuah penelitian. Keberadaan subyek penelitian merupakan hal yang sangat mutlak
diperlukan. Namun adakalanya juga subyek penelitian tidak dibutuhkan dalam sebuah
penelitian, tapi hal itu sangatlah jarang terjadi. Secara keseluruhan subyek merupakan
hal yang pokok perlu ada pada sebuah penelitian.
Subyek penelitian pada penelitian ini adalah orang-orang yang mengalami
dan juga melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi suami,
istri, dan anak. Peneliti melakukan penelitian terhadap subyek dengan cara melakukan
pengamatan pada subyek, melakukan wawancara terhadap subyek, serta mengambil
gambar atau foto pada subyek tersebut apabila memang hal tersebut dibutuhkan.
Alasan peneliti memilih subyek ini adalah karena pada tindakan kekerasan dalam
rumah tangga yang terjadi di Desa Juanalan, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati
melibatkan anggota keluarga yang di dalmnya terdiri dari seorang suami, istri, dan
anak sehingga kemudian yang pada akhirnya mendorong peneliti untuk menentukan
pihak tersebut sebagai subyek penelitian ini.

D. Informan Penelitian
Keberadaan subyek penelitian sangatlah penting pada sebuah penelitian,
tetapi keberadaan informan juga tak kalah penting bila dibandingkan dengan subyek
penelitian tersebut. Informan sendiri dapat diartikan sebagai orang yang memberikan
informasi berkaitan dengan masalah yang diteliti maupun keterangan tentang subyek
penelitian (orang-orang yang diteliti).
Untuk itulah pada penelitian kali ini juga sangat dibtuhkan keberadaan
seorang informan penelitian. Yang termasuk ke dalam informan pada penelitian ini
adalah di antaranya yaitu saudara, kerabat dekat, ketua RT atau RW setempat,
tetangga, tokoh masyarakat, dan orang-orang dari instansi pemerintah daerah yang
ada hubungannya dengan masalah penelitian ini.

E. Sumber Data Penelitian


Dalam sebuah penelitian, dalam mendapatkan sebuah hasil penelitian
tentunya sangatlah dibutuhkan adanya sumber data penelitian. Sumber data penelitian
sendiri adalah subyek dari mana data penelitian tersebut dapat diperoleh.
Dalam pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini, peneliti
memperoleh sumber data berdasarkan 2 jenis sumber yaitu:
1.Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dan dikumpulkan dari
objeknya. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan responden dan informan
yang ada di lapangan. responden dalam penelitian ini adalah keluarga yang
mempunyai masalah pada rumah tangganya dan kemudian berujung pada tindakan
kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan informan lapangan pada penelitian ini
adalah tokoh masyarakat, ketua RT atau RW setempat, tetangga dekat, dan orang-
orang yang berasal dari instansi pemerintah daerah yang menangani hal terkait dengan
tema penelitian.
2.Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh bukan dari objek secara langsung
melainkan melalui suatu perantara tertentu. Pada penelitian ini data sekunder yang
digunakan berasal dari buku-buku, hasil penelitian, dokumen, dan sumber-sumber
yang relevan dengan tema penelitian ini.

F. Metode Pengumpulan Data


Dalam suatu penelitian tentulah diperlukan adanya suatu metode yang pada
nantinya digunakan sebagai landasan atau acuan untuk melakukan pengumpulan data
dari subyek yang diteliti. Tanpa adanya suatu metode tertentu yang digunakan,
tentulah mustahil untuk dilakukan suatu penelitian. Untuk itu pada penelitian ini
metode pengumpulan data yang digunakan yaitu:
1. Observasi
Istilah observasi berasal dari bahasa latinyang berarti melihat
danmemperhatikan. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan
antar aspek dalam fenomena tersebut. Metode pengumpulan data berupa observasi
adalah suatu usaha untuk mendapatkan gambaran mengenai suatu peristiwa secara
kasar (Djarwanto 1990:10). Teknik pengumpulan data observasi dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu yang pertama observasi non sistematisyang dilakukan oleh
pengamat dengan tidak menggunakan instrument penelitian. Dan yang kedua adalah
observasi sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman
sebagai instrument pengamatan (Arikunto 2006:157).
1). Observasi
yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah,
sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checking atau pembukuan
terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Metode pengumpulan data ini dipilih digunakan dalam penelitian ini adalah
karena untuk mengetahui bagaimana gambaran mengenai keadaan di lapangan yang
terkait dengan tema penelitian, yang kemudian dianalisis sesuai dengan data yang
diperoleh dari hasil observasi (pengamatan) tersebut. Observasi dilakukan secara
teratur dan berpedoman pada instrument penelitian yang telah dibuat sebelumnya. Hal
ini dimaksudkan agar pada nantinya dapat diketahui secara jelas bagaimana kegiatan
yang dilakukan sehari-hari oleh orang-orang yang mengalami tindakan kekerasan
dalam rumah tangga secara terstruktur dan sistematis.
Observasi yang dilakukan untuk mendapatkan data-data terkait masalah
penelitian adalah dengan observasi secara langsung pada warga yang sebelumnya
telah dipilih dan juga orang-orang yang telah mengalami tindakan kekerasan dalam
rumah tangga. Peneliti melakukan mengamati secara langsung kepada informan dan
subyek yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu kemudian peneliti berada pada
tempat dimana data tersebut digali agar pada nantinya dapat dilihat dan dicermati
keadaan yang sebenarnya terjadi dalam jangka waktu tertentu. Agar hasil penelitian
tersebut benar-benar mantap dan tidak terkesan kekurangan data.

2) Wawancara
Dalam penelitian ini selain menggunakan metode observasi, juga
dengan ditambah lagi menggunakan metode wawancara. Wawancara sendiri adalah
percakapan tertentu oleh dua pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan
pertanyaan yang diwawancarai yang kemudian memberikan jawaban atas pertanyaan
itu (Moleong 2002:135). Selain itu ada yang mengatakan bahwa wawancara adalah
metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan
sistematik, dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan (Hadi, 1993).
Metode wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan
tatap muka yang sebelumnya telah disusun secara sistematis kepada orang-orang yang
bertindak sebagai informan dan subyek penelitian yang telah dipilih sebelumnya.
Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang memang mengetahui keadaan yang
terjadi berkaitan dengan masalah penelitian dan juga yang mengalami sendiri hal
tersebut secara langsung fenomena tersebut.
Wawancara secara mendalam dilakukan terhadap subyek penelitian dan
informan penelitian, hal ini agar dapat diperoleh data semaksimal mungkin yang pada
nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam memecahkan masalah pada penelitian
ini.

G. Kerangka konsep penelitian

KEKERASAN DEPRESI PADA ISTRI


DALAM RUMAH
TANGGA

H. HIPOTESIS PENELITIAN

1. Variable penelitian
Dalam penelitian di atas terdapat dua variable penelitian yaitu kekerasan rumah
tangga dan depresi pada istri.
X = Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Y = Depresi pada istri

2. Klasifikasi variable
Variabel bebas (independent) = Kekerasan dalam rumah tangga
Variabel terikat (dependent) = depresi pada istri
Variabel bebas yaitu variable yang mempengaruhi variabel yang lainnya,
sedangkan variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

I. DEFENISI OPERASIONAL
Kekerasan rumah tangga adalah suatu tindakan kekerasan baik secara fisik,
psikologis, seksual maupun ekonomi yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada
anggota keluarga yang lain yang dapat memberikan dampak baik secara medis,
emosional, personal maupun professional
Depresi adalah gangguan mental yang berawal dari stres yang tidak diatasi,
maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi diatndai dengan konsentrasi dan perhatian
berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentaang rasa bersalah
dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau
perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan
berkurang
J. ANALISI DATA
1.Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi dari masing
masing variabel yang di teliti dengan menggunakan rumus :

P = F/N x 100%

Keterangan
P = presentasi
F = Frekuensi
N = jumlah responden

2. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah dua variabel yang diduga ada pengaruhdengan
menggunakan analisa uji statistik chi squaredengan program aplikasi komputer
dengan deraat kepercayaan 95 % .

Interpretasi data
a. Bila diperoleh nilai p kecil dari 0,05 Ho ditolak berarti ada pengaruh antara variabel
bebas dengan variabel terkait.
b. Bila diperoleh nilai P besar dari 0,05 maka Ho diterima,berarti tidak ada pengaruh
antara variabel bebas dengan variabel terkait.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.jatimprov.go.id, di akses 19-10-2009

http://www.kompas.com/hai.para.istri.kenali.hakmu, diakses13/10/2009
http://www.d-infokom-jatim.go.id, diakses 19-10-2009
http://surabayapagi.com, diakses 19-10-2009
http://www.perempuan.or.id/?q=content/tahun-2007-statistik-kekerasan-dalam-
rumah-tangga, di akses 13-10-2009
http://www.kabarindonesia.com/berita. Diakses 29-10-2009
http://www.kompas.com/hai.para.istri.kenali.hakmu, diakses13/10/2009
http://vemarp.multiply.com/journal/item/4, di akses 29-10-2009
http://www.lodaya.web.id/?p=2660, akses 24/11/2009
http://prov.bkkbn.go.id, diakses 24/11/2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Depresi
http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/apa-itu-depresi/
www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm

http://olapsyche.multiply.com/journal/item/21

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang


Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Departemen of Public Information, United Natios, 1995. The advancement of


woman. Notes for speakers. NY: United Nations. Nurhayati, Siti Rohmah. 2005.
Atribusi Kekerasan dalam Rumah Tangga, Kesadaran Terhadap Kesetaraan Gender,
dan Strategi Menghadapi Masalah Pada Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah
Tangga. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Jurnal psikologi, vol 32, No 1
Venny, Adriana.2003. Memahami Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta:
Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) & The Japan Foundation
Isroqunnajah, 2001., Dorsumsisi, Awal Kekerasan Terhadap Wanita. Malang :
jurnal el Harakah No.56/XXVII/Januari-Maret.
Hakimi,M., Hayati, E.N., Marlinawati, V.U., Winkvist, A.,& Ellsberg, M.C.
2001. Membisu Demi Harmoni Kekerasan terhadap istri dan kesehatan perempuan
di Jawa Tengah, Indonesia. Yogyakarta: LPKGM-FK UGM).
Ch, Mufidah.2003. Paradigma Gender. Malang : Bayumedia
Arivia, G. 1996. Mengapa Perempuan Disiksa?. Jurnal perempuan, edisi 01
(Agustus/September), 3-8
Skrobanek, S. 1991. violence against woman in the family. The case of
Thailand. Makalah (tidak diterbitkan) Jakarta: Kalyanamitra. Nurhayati, Siti Rohmah.
2005. Atribusi Kekerasan dalam Rumah Tangga, Kesadaran Terhadap Kesetaraan
Gender, dan Strategi Menghadapi Masalah Pada Perempuan Korban Kekerasan dalam
Rumah Tangga. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Jurnal psikologi, vol 32, No 1
Ciciek, Farha. 1999. Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga:
Belajar dari Kehidupan Rasulullah SAW. Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan
Gender, Perserikatan Solidaritas Perempuan & The Asia Foundation
Maslim R. (Ed.). 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III. Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta..

You might also like