You are on page 1of 26

REFERAT

SPONDYLOARTHROSIS CERVICAL

Oleh

Vega Nitya Eridani

1161050168

Pembimbing

Dr. dr. Robert Sinurat, Sp.BS (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

PERIODE 27 FEBUARI 2017 06 MEI 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
Spondyloarthrosis cervicalis sebagai pemenuhan salah satu syarat di Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah.

Berbagai kendala yang telah penulis hadapi sehingga dapat terselesaikannya referat
ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Atas bantuan yang telah
diberikan, baik moril maupun materiil maka selanjutnya ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada dr. Robert Sinurat, Sp.BS selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, serta masukan kepada penulis di dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan baik dari segi materi maupun bahasa yang disajikan. Untuk itu
penulis mohon maaf atas segala kekurangan & kekhilafan yang tidak disengaja. Semoga
referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya di dalam
memberikan sumbang pikir dan dalam perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna memperoleh hasil yang
lebih baik di dalam penyempurnaan referat ini dari penulisan sampai dengan isi dan
pembahasannya.

Jakarta, Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi .........................................................................................2

2.2. Definisi .........................................................................................8

2.3. Epidemiologi..................................................................................9

2.4. Etiologi...........................................................................................9

2.5. Patofisiologi...................................................................................10

2.6. Manifestasi Klinis..........................................................................12

2.7. Pemeriksaan...................................................................................14

2.8. Penatalaksanaan.............................................................................18

BAB III KESIMPULAN....................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri pada leher dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi lebih sering disebabkan
oleh karena usia. Diskus dan sendi pada cervical perlahan mengalami degenerasi seiring
dengan pertambahannya usia. Spondyloarthrosis cervical merupakan keadaan haus pada
vertebrae, yaitu pada diskus dan sendi di cervical. Hal tersebut merupakan keadaan yang
normal dari proses penuaan.1 Mayoritas individu dengan spondyloarthrosis adalah
asimtomatik. Tetapi, dapat juga menimbulkan gejala bagi sebagian individu. Ada 3 gejala
yang dapat timbul, yaitu nyeri pada leher, radikulopati cervical, dan mielopati cervical.2

Spondyloarthrosis cervical merupakan kasus yang umum terjadi. Spondyloarthrosis


cervical terjadi lebih dari 85% pada individu yang berusia 60 tahun. Pada kebanyakan kasus,
spondyloarthrosis berespon baik dengan pengobatan konservatif yang meliputi pemberian
obat-obatan dan terapi fisik.1

Tulang vertebra merupakan tempat keluarnya medulla spinalis dan roots nerve. Pada
kasus yang berat, spondyloarthrosis dapat menyebabkan penekanan pada saraf vertebrae. Hal
tersebut dapat menimbulkan gejala pada lengan dan tungkai. Dalam kasus yang berat,
dilakukannya tindakan operasi dapat menjadi pilihan.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
1. Cervical I-VII

a. Vertebrae cervical I
Disebut juga sebagai atlas. Vertebrae cervical I tidak mempunyai
corpus vertebrae, tetapi memiliki arcus anterior yang terdapat fovea, dan
memiliki arcus posterior untuk tempat lewatnya arteri vertebralis.

b. Vertebrae cervical II
Disebut juga sebagai axis. Pada vertebrae cervical II terdapat tonjolan
seperti gigi, disebut dens atau processus odontoid.

c. Vertebrae cervical III-V


Processus spinosus bercabang menjadi dua. Foramen transversarium
membagi processus transversus menjadi tuberculum anterior dan posterior.
Lateral foramen transversarium terdapat sulcus nervi spinalis.

d. Vertebrae cervical VI
Terdapat tuberculum caroticum karena dekat dengan arteri carotis.

e. Vertebrae cervical VII


Dapat diraba sebagai processus spinosus columna vertebralis yang
tertinggi. Oleh karena itu dinamakan vertebrae prominens.4,5

Gambar 1. Vertebrae cervical

2. Ligamentum
Ligamentum adalah pita jaringan fibrosa yang kuat dan berfungsi untuk
mengikat serta menyatukan tulang atau bagian lain atau untuk menyangga suatu
organ.

a. Ligamentum longitudinal anterior


Ligamentum longitudinal anterior merupakan suatu serabut yang
membentuk pita lebar, tebal, serta kuat, yang melekat pada bagian corpus
vertebrae, dimulai dari sebelah anterior corpus vertebrae cervicalis II dan
memanjang ke bawah sampai bagian atas depan fascies pelvina os sacrum.
Ligamen longitudinal anterior ini berfungsi untuk membatasi gerakan extensi
columna vertebralis.

Gambar 2. Ligamentum longitudinal anterior

b. Ligamentum longitudinal posterior


Ligamentum longitudinal posterior berada pada permukaan posterior
corpus vertebrae sehingga berada di sebelah depan canalis vertebralis.
Ligamentum ini melekat pada corpus vertebrae cervical II dan memanjang ke
bawah os sacrum. Ligamentum ini di atas diskus intervertebralis di antara
kedua vertebrae, sedangkan di belakang corpus vertebrae akan menyempit.
Ligamnetum longitudinal posterior berfungsi membatasi gerakan ke arah
fleksidan membantu memfiksasi.

Gambar 3. Ligamentum longitudinal posterior


c. Ligamentum intertransversarium
Ligamentum intertransversarium melekat antara processus transversus
dua vertebrae yang berdekatan. Ligamentum ini berfungsi untuk membuat
stabilnya persendian.

Gambar 4. Ligamentum intertransversarium


d. Ligamentum flavum
Ligamentum flavum melekat mulai dari permukan anterior tepi bawah
suatu lamina, kemudian memanjang ke bawah melekat pada bagian atas
permukaan posterior lamina yang berikutnya. Ligamentum ini akan menutup
foramen intervertebral untuk lewatnya arteri, vena serta nervus intervertebral.
Adapun fungsi ligamentum ini adalah untuk memperkuat antara vertebrae.

Gambar 5. Ligamentum flavum

e. Ligamentum interspinale
Ligamentum interspinale melekat pada tepi bawah processus suatu
vertebrae menuju ke tepi atas processus vertebrae berikutnya.4,5
Gambar 6. Ligamentum interspinale

3. Sendi
Regio cervical disusun oleh 3 sendi, yaitu atlanto-occipital joint
(occipital-C1), atlanto-axial joint (C1-C2), dan vertebrae joints (C2-C7). Adapun
gerakan yang dihasilkan dari regio ini, yaitu fleksi-ekstensi, rotasi, dan lateral
fleksi cervical.

a. Atlanto-occipital joint (occipital-C1)


Atlanto-occipital joint berperan dalam gerakan fleksi-ekstensi dan
lateral fleksi cervical.

b. Atlanto-axial joint (C1-C2)


Gerakan utama pada atlanto-axial joint adalah gerakan rotasi cervical
ditambah dengan gerakan fleksi dan ekstensi.

c. Vertebrae joints (C2-C7)


Pada vertebrae joints terjadi gerakan fleksi-ekstensi, rotasi, dan lateral
fleksi cervical.4,5

Gambar 7. Gerakan pada leher


4. Diskus intervertebralis
Diskus intervetebralis adalah lempengan kartilago yang berbentuk sebuah
bantalan di antara dua vertebrae. Material yang keras dari fibrosa digabungkan
dalam satu kapsul. Bantalan di bagian tengah diskus dinamakan nukleus pulposus.
Diskus pada vertebrae cervical lebih kecil dibandingkan toracal dan lumbal.
Diskus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus, annulus fibrosus, dan 2
cartilaginous end plate.4,6

Gambar 8. Diskus intervertebralis

5. Dermatom cervical
Kapsul fibrosa dipersarafi oleh mechanoreceptors (tipe I, II, dan III),
dan ujung saraf bebas telah ditemukan pada areolar longgar subsynovial dan
jaringan kapsuler padat. Bahkan, ada mechanoreceptors lebih banyak di
vertebrae cervical dibandingkan vertebrae lumbar. Input neural
dari facet ini mungkin penting untuk proprioseptif, sensasi nyeri dan dapat
memodulasi refleks otot pelindung yang penting untuk mencegah
ketidakstabilan sendi dan degenerasi.
Sendi facet pada tulang belakang cervical dipersarafi oleh kedua
bagian anterior dan posterior rami. Atlanto-oksipital dan atlanto-axial sendi
dipersarafi oleh rami bagian anterior saraf spinal cervical pertama dan kedua.
C2-C3 sendi facet dipersarafi oleh 2 cabang ramus posterior dari cervical
ketiga spinal saraf, cabang communicating dan cabang medial dikenal
sebagai saraf oksipital ketiga.
Facet cervical yang tersisa, C3-C4 hingga C7-T1, dipasok oleh
posterior rami cabang medial yang muncul satu tingkat ke arah cephal dan
cauda dari sendi. Oleh karena itu, setiap sendi dari C3-C4 hingga C7-T1
dipersarafi oleh cabang medial bagian atas dan bawah. Cabang medial ini
mengirimkan cabang artikulasi ke sendi facet karena mereka membungkus
pilar artikulasi di sekitar pinggang.
Dermatom adalah konsep fundamental dalam anatomi manusia dan sangat
penting dalam praktek klinis. Dermatom juga merupakan kunci dalam diagnosis
klinis radikulopati. Dermatomal somatosensori berfungsi dalam menentukan
tingkat cedera tulang.14

Gambar 9. Dermatom cervical anterior view

Gambar 10. Cervical radicular

2.2 Definisi
Spondyloarthrosis cervicalis merupakan keadaan dimana terjadi destruksi
facet joints secara progresif yang disebabkan oleh proses non inflamasi. 13 Pada
keadaan ini, diskus intervertebralis cervical mengalami degenerasi yang berkaitan
dengan bertambahnya usia, dapat mengenai tulang, sendi, dan jaringan lunak
penyokong lainnya pada cervical.7
Spondyloarthrosis adalah kondisi dimana terjadi perubahan degeneratif pada
sendi intervertebralis antara corpus dan diskus. Spondyloarthrosis merupakan bagian
dari osteoarthritis yang juga dapat menghasilkan perubahan degeneratif pada sendi-
sendi synovial sehingga dapat terjadi pada sendi-sendi apophyseal tulang belakang.
Secara klinis kedua perubahan degeneratif tersebut terjadi secara bersamaan.
Spondyloarthrosis cervical merupakan suatu kondisi proses degenerasi pada diskus
intervertebralis dan jaringan pengikat persendian antara ruas-ruas tulang belakang
sehingga mengganggu fungsi dan struktur normal tulang belakang.8
2.3 Epidemiologi
Spondilosis cervical lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan
wanita. Prevalensi spondilosis cervical pada pria sebesar 13% di usia dekade ke tiga,
dan meningkat mendekati 100% pada usia 70 tahun. Sedangkan prevalensi pada
wanita sebesar 5% di usia dekade ke empat dan meningkat menjadi 96% pada wanita
usia 70 tahun. Pada usia 60 tahun, separuh dari pria dan sepertiga dari wanita
memiliki penyakit yang signifikan.9

2.4 Etiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, diskus intervertebralis mengalami
degenerasi sehingga tulang-tulang vertebrae kehilangan space antar tulang dan
mengalami bulging, dan juga mengalami penurunan kadar air.

Gambar 11. Degeneratif tulang vertebrae cervical

Pada facet joint juga mengalami peningkatan tekanan oleh karena proses
degenerasi. Selain itu, jaringan tulang rawan (joint capsule and joint cavity) yang
berfungsi melindungi facet joint semakin menipis dan akan dapat menyebabkan
gesekan pada tulang dan timbulnya arthritis.

Gambar 12. Facet joint

Pada kasus spondyloarthrosis terjadi perubahan diskus intervertebralis,


pembentukan osteofit paravertebral dan facet joint serta perubahan arcus laminalis
posterior. Osteofit yang terbentuk seringkali menonjol ke dalam foramen
intervertebralis dan menyebabkan iritasi atau menekan akar saraf.1
2.5 Patofisiologi

Gambar 13. Degeneratif diskus intervertebralis

Saat mengalami degenerasi, diskus mulai menipis karena kemampuannya


menyerap air berkurang sehingga terjadi penurunan kandungan air dan matriks dalam
diskus. Degenerasi yang terjadi pada diskus menyebabkan fungsi diskus sebagai
shock absorber menghilang, yang kemudian akan timbul osteofit yang menyebabkan
penekanan pada radiks, medulla spinalis dan ligamen yang pada akhirnya timbul
nyeri dan menyebabkan penurunan mobilitas jaringan terhadap suatu regangan yang
diterima sehingga tekanan selanjutnya akan diterima oleh facet joint. Degenerasi
pada facet joint akan diikuti oleh timbulnya penebalan subchondral yang kemudian
terjadi osteofit yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan pada foramen
intervertebralis. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kompresi atau penekanan pada
isi foramen intervertebral ketika gerakan ekstensi, sehingga timbul nyeri yang pada
akhirnya akan menyebabkan penurunan mobilitas jaringan terhadap suatu regangan
yang diterima. Pada uncinate joint yang memang sebagai sendi palsu yang terus
mengalami friksi dan iritasi secara terus-menerus akan timbul osteofit juga yang
kemudian akan menekan kanalis spinalis sehingga timbul nyeri dan menurunkan
mobilitas jaringan terhadap suatu regangan yang diterima.
Berkurangnya tinggi diskus akan diikuti dengan pengenduran ligamen yang
mengakibatkan fungsinya berkurang dan instabilitas. Akibatnya nukleus pulposus
dapat berpindah ke arah posterior, sehingga menekan ligamentum longitudinal
posterior, menimbulkan nyeri dan menurunkan mobilitas jaringan terhadap suatu
regangan yang diterima. Spasme otot-otot cervical juga dapat menyebabkan nyeri
karena iskemia dari otot tersebut menekan pembuluh darah sehinggga aliran darah
akan melambat dan juga terjadi penurunan mobilitas jaringan terhadap suatu regangan
yang diterima. Dari semua faktor diatas akan menimbulkan penurunan lingkup gerak
sendi pada cervical.
Proses degenerasi juga dapat menimbulkan penipisan tulang rawan dan
penonjolan tulang yang disebut osteofit atau biasa disebut pengapuran. Akibatnya otot
dan jaringan penunjang sekitarnya dapat teriritasi oleh tonjolan tulang tersebut dan
penderita akan merasakan nyeri dan kaku.10

Skema 1. Patofisiologi spondyloarthrosis

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala dapat timbul dari sedang sampai berat. Gejala dapat berupa:
1. Nyeri leher
Dapat menyebar ke bahu. Gerakan leher dapat memperparah rasa nyeri.
Kadang-kadang, rasa nyeri dapat menjalar ke lengan sampai jari-jari tangan. Hal
ini disebabkan oleh iritasi saraf. Nyeri bersifat menetap dan kronis.
2. Leher terasa kaku
Dirasakan terutama setelah istirahat.
3. Sakit kepala
Dirasakan mulai dari kepala belakang tepat di atas cervical.
4. Kesemutan
Gejala ini disebabkan oleh karena adanya iritasi dari saraf spinal yang
meninggalkan area vertebrae. Lama kelamaan dapat berkembang menjadi baal
pada lengan. Gejala tersebut menunjukkan adanya penekanan yang berlebih pada
saraf, keadaan ini disebut cervical radikulopati.3

Gejala dan tanda dari gangguan masing-masing radiks spinalis:3

Radiks Kelemahan otot Gangguan sensibilitas Kelemahan


gerak

C5 Biceps Leteral arm Shoulder


abduction,
elbow flexion
C6 Biceps, supinator Lateral forearm, thumb, Elbow flexion,
and index finger wrist extension
C7 Triceps Middle finger Elbow
extension
C8 None Medial forearm, little and Finger flexion
ring finger
Tabel 1. Gejala dan tanda gangguan radiks spinalis
Gambar 14. Musculus biceps dan triceps

Gambar 15. Musculus supinator

2.7 Pemeriksaan
a. Anamnesis
Kapan nyeri dirasakan pertama kali?
Apakah nyeri yang dirasakan terus menerus atau hilang timbul?
Apakah saat sedang beraktivitas, nyeri semakin hebat dirasakan?
Apakah keluhan seperti ini pernah dialami sebelumnya?
Apa yang dilakukan saat nyeri muncul? Apakah sudah mengkonsumsi obat
untuk mengurangi nyeri?
Apakah pernah memiliki riwayat terjatuh/riwayat kecelakaan/riwayat
trauma pada leher?1

b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Postur tubuh
Cara berjalan
Palpasi
Rasa raba
Nyeri tekan
Spasme otot

Move
ROM
Ada tidaknya nyeri
Ada tidaknya keterbatasan gerak1
MMT (Manual Muscle Test)
Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kekuatan otot atau
kemampuan mengontraksikan otot secara volunteer dengan tujuan
membantu menegakkan diagnosa.11

Tabel 2. Manual Muscle Test


c. Pemeriksaan penunjang
X-ray
Dapat memperlihatkan alignment dari tulang cervical. Pada
pemeriksaan x-ray dapat menunjukkan perubahan tulang yang mengalami
degeneratif dengan memperlihatkan ketinggian diskus yang berbeda.

Gambar 16. Foto x-ray spondyloarthrosis cervicalis

Gambaran yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan Radiologi


adalah sebagai berikut:
Penyempitan ruang diskus intervertebralis
Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf
Osteofit/Spur formation di anterior ataupun posterior vertebrae
Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
Celah sendi menghilang

MRI
Memperlihatkan jaringan lunak lebih baik jika dibandingkan dengan
pemeriksaan x-ray. Pada MRI dapat terlihat otot, diskus, nervus spinalis.

Gambar 17. MRI pada spondyloarthrosis cervicalis


CT Scan
Lebih baik jika dibandingkan dengan pemeriksaan x-ray. CT Scan
dapat memperlihatkan gambaran kanalis spinalis dan taji tulang.1

Gambar 18. CT Scan menunjukkan gambaran bone spurs

2.8 Penatalaksanaan
Skema 2. Algoritma penatalaksanaan15

Secara umum ada penanganan bedah dan non-bedah. Penanganan bedah baru
disarankan apabila penderita menampilkan gejala gangguan neurologis yang
mengganggu kualitas hidup penderita. Apabila tidak perlu, maka dokter akan
menyarankan penanganan non bedah yang meliputi pemberian obat anti inflamasi
(NSAID), analgetik, dan muscle relaxant. Selain itu apabila perlu dokter dapat
menganjurkan pemasangan alat bantu seperti cervical collar yang tujuannya untuk
meregangkan dan menstabilkan posisi. Fisioterapi berupa pemberian panas dan
stimulasi listrik juga dapat membantu melemaskan otot. Dan yang tak kalah
pentingnya adalah exercise. Dengan exercise maka otot-otot yang lemah dapat
diperkuat, lebih lentur dan memperluas jangkauan gerak.

Terapi atau tindakan yang dapat dilakukan pada penderita spondyloarthrosis dapat
digolongkan menjadi nonsurgical treatment dan surgical treatment.

1. Nonsurgical treatment
Kebanyakan kasus spondyloarthrosis dilakukan nonsurgical treatment.
Yang termasuk nonsurgical treatment, yaitu:
a. Fisioterapi
Program fisioterapi pada penderita spondyloarthrosis cervicalis
bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan lingkup
gerak sendi, menguatkan otot serta meningkatkan aktifitas hidup
sehari-hari. Fisioterapi dilakukan 6 sampai 8 minggu, dilakukan 2
sampai 3 kali per minggu.
b. Medikamentosa
Acetaminophen
Dapat mengatasi nyeri sedang.
Obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
Ibuprofen atau naproxen merupakan lini pertama untuk nyeri
leher. Keduanya dapat mengatasi rasa nyeri dan swelling
(pembengkakan).
Muscle relaxant
Cyclobenzaprine atau carisoprodol dapat mengatasi spasme
otot.
c. Soft cervical collar
Untuk membatasi gerakan leher dan memungkinkan otot-otot
di leher berelaksasi. Soft cervical collar tidak dipakai dalam jangka
waktu yang lama karena dapat menurunkan kekuatan otot leher.
d. Injeksi steroid
Cervical epidural block
Dalam hal ini, steroid dan obat anestesi di injeksikan ke
ruang epidural. Prosedur ini biasanya digunakan untuk nyeri
leher dan/atau nyeri lengan yang disebabkan oleh karena
herniasi diskus intervertebralis atau lebih dikenal radikulopati
atau saraf terjepit.

Gambar 19. Cervical epidural block


Cervical facet joint block
Dalam prosedur ini, steroid dan obat anestesi di
injeksikan ke dalam kapsul facet joint. Facet joint berlokasi di
belakang leher yang fungsinya adalah untuk memelihara
stabilitas dan untuk pergerakan. Sendi ini merupakan tempat
terjadinya arthritis yang dapat menyebabkan nyeri leher.

Gambar 20. Cervical facet joint

Gambar 21. Cervical facet joint block

2. Surgical treatment
Apabila ada gangguan berupa penekanan saraf/akar saraf yang
progresif atau instabilitas yang hebat maka perlu pembedahan.
Indikasi operasi:
Disfungsi kandung kemih
Kondisi ini jarang terjadi. Disfungsi kandung kemih
terjadi karena adanya kompresi pada nervus spinalis.
Stenosis spinal
Disfungsi neurologi
Spondyloarthrosis mempengaruhi bagian-bagian tulang,
terutama facet joint (sendi yang membantu mengontrol gerakan
pada tulang belakang), sehingga dapat terjadi ketidakstabilan
pada vertebrae dan berisiko untuk terjadinya masalah pada
neurologis. Disfungsi neurologi ditandai dengan adanya
kelemahan pada lengan atau kaki, atau pasien merasa baal.

Tindakan operasi pada spondiloarthrosis melibatkan dua komponen


utama, yaitu dekompresi dan stabilisasi. Dekompresi adalah
menghilangkan jaringan yang dapat menekan saraf. Dekompresi dan
stabilisasi dilakukan pada waktu yang bersamaan.

Pilihan tindakan operasi dekompresi pada spondiloarthrosis, yaitu:

1. Facetectomy
Sendi pada vertebrae disebut facet joint. Facet joint berfungsi
untuk membantu menstabilkan vertebrae. Namun, pada kasus
spondiloarthrosis, facet joint dapat menekan saraf. Sehingga
dilakukan facetectomy, yaitu dilakukan pembuangan facet joint
untuk mengurangi tekanan tersebut.

2. Foraminotomy
Teknik operasi ini dilakukan jika diskus atau osteofit yang
menekan saraf meninggalkan vertebrae melalui foramen. Pada
foraminotomy dilakukan membuka foramen lebih besar sehingga
saraf dapat keluar tanpa terkompresi.
Gambar 22. Foraminotomy cervical

3. Laminectomy
Lamina berfungsi sebagai pelindung kanalis spinalis dan tulang
vertebrae. Lamina dapat menekan saraf spinal, sehingga dapat
dilakukan laminectomy, yaitu membuat ruang untuk saraf dengan
cara membuang sebagian lamina.

4. Laminotomy
Tekniknya sama dengan foraminotomy. Pada tindakan ini,
dilakukan pembukaan yang lebih besar pada lamina sehingga tidak
menekan saraf.

Sedangkan, untuk tindakan operasi stabilisasi pada spondiloarthrosis,


yaitu dilakukan Fusion. Pada tindakan ini dilakukan bone graft (digunakan
tulang dari tubuh pasien) atau dapat juga digunakan screw and plate untuk
stabilisasi.12
Gambar 23. Laminectomy and Fusion

Komplikasi yang dapat timbul pasca operasi:


Cedera tulang belakang atau saraf spinal
Pseudoarthrosis
Infeksi atau timbul rasa nyeri pada daerah yang telah
dilakukan bone graft12

BAB III

KESIMPULAN

Spondyloarthrosis cervicalis merupakan keadaan dimana diskus intervertebralis


cervical mengalami degenerasi yang berkaitan dengan bertambahnya usia, dapat mengenai
tulang, sendi, dan jaringan lunak penyokong lainnya pada cervical. Gejala yang dapat timbul
berupa nyeri leher, leher terasa kaku, sakit kepala dan kesemutan. Diagnosis dapat ditegakkan
melalui pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
cervical, didapatkan gambaran penyempitan ruang diskus intervertebralis, perubahan
kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf, osteofit/spur formation di anterior ataupun
posterior vertebrae, vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine), dan celah sendi
menghilang. Penatalaksanaannya dapat berupa tindakan operasi bila ditemukan disfungsi
kandung kemih, stenosis spinal, dan disfungsi neurologis.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Acamedy of Orthopaedic Surgeons. 2015. Cervical Spondylosis


(Arthritis of The Neck). USA: AAOS.
2. Mullin J, Shedid D, Benzel E. 2011. Overview of Cervical Spondylosis
Pathophysiology and Biomechanics. Canada: World Spinal Column Journal. Vol.2
No.3: 89-97.
3. EMIS. 2010. Cervical Spondylosis. Available at www.patient.co.uk
4. Snell R. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi
6, Jakarta: EGC.
5. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta : EGC.
6. Premkumar, K., 2004. Anatomy and Physiology. USA: Lippincott Williams and
Wilkins.
7. Kelly J, Groarke P, Butler J, et al. 2011. The Natural History and Clinical
Syndromes of Degenerative Cervical Spondylosis. Available at
www.ncbi.nlm.nih.gov
8. Robert Bruce Salter. 1983. Text Book Of Disorders And Injuries Of The
Musculoskeletal System. p 201.
9. Medscape. 2015. Diagnosis and management of cervical spondylosis. Available
at www.medscape.com
10. Donatelli, Robert, Wooden, Micheal J. 1999. Orthopaedic Physical therapy.
Churchil.
11. Urban, J. 2003. Degeneration of the intervertebral disc. UK: BioMed Central Ltd.
12. Highsmith J. 2015. Surgery for spondylosis. Available at www.spineuniverse.com
13. Weyreuther M, Heyde C, Westphal M, et al. 2007. MRI Atlas: Orthopaedic and
Neurosurgery The Spine. p 101.
14. Lee M, McPhee R, Stringer M. 2008. An Evidence Based Approach to Human
Dermatomes. New Zealand: Department of Anatomy and Structural Biology,
Otago School of Medical Sciences. Vol.21:363-373.
15. Depalma M, Barry B, Tenerelli J, et al. 2011. Evidence Based Interventional Spine
Care. New York: Demos Medical Publishing. p 374.

You might also like