You are on page 1of 21

Pathogen serangga

PATOGEN SERANGGA
Patogen adalah mikroorganisme infeksious yang membuat luka atau membunuh
inangnya. Beberapa pathogen menyebabkan penyakit pada tanaman dan hewan, akan
tetapi banyak juga mikroorganisme yang berguna : mendegradasi racun, memproduksis
nutrient bagi tanaman, beberapa pathogen berguna untuk mengendalikana gulma,
antagonis terhadap pathogen penyakit tumbuhan dan ada juga mikroorganisme yang
menyebabkan penyakit pada serangga atau arthropoda lainnya. Patogen serangga
memasuki tubuh serangga melalui dua jalan : 1) ketika inang menelan individual
pathogen selama proses makan (dikenal sebagai passive entry), dan 2) Ketika pathogen
masuk melalui bukaan-bukaan alami atau penetrasi langsung ke kurikula serangga
(disebut active entry). Perpindahan (transmission) penyakit serangga dapat terjadi dari
serangga yang sakit ke serangga yang sehat (horizontal transmission), dan bias juga
perpindahan penyakit terjadi dari serangga ke progeny/offspringnya yang sering dikenal
sebagai vertical transmission.
Seperti mikroorganisme infeksious lainnya, pathogen serangga mempunyai
perilaku spesifik di udara, air, dan yang lain. Spora bakteri, protozoa dan mikrosporidia
selalu secara cepat berada di bawah pada suspensi air. Akan tetapi spora cendawan yang
sangat kecil dan ringan akan terbawa angin. Nematoda aktif mencari inang. Karakeristik
spesifik dari stadia infektif patogen sangat dipengaruhi bagaimana patogen itu kontak dan
menginfeksi inangnya.
Mikroorganisme patogen sangat rentan terhadap faktor lingkungan. Sedikit sekali
dari patogen yang bisa survive dalam beberapa jam pada sinar matahari langsung, dan
UV. Beberapa juga sangat rentan pada kondisi kering, temperatur tinggi, freezing dan
beberapa kemikal lainnya. Kemampuan stadia infektif patogen untuk survive di luar
inangnya adalah faktor utama dalam pengembangan mikrobial insektisida. Bioinsektisida
adalah esensial karena tidak toksik bagi manusia dan vertebarta lainnya. Umumnya
bioinsektisida ini menyerang pada hama tertentu dan jarang yang berdampak buruk pada
serangga berguna. Bioinsektisida juga cepat mengalami penurunan aktivitas di lapang
(uv, desikasi), dan tidak persisten. Kenyataan ini membuat bioinsektisida itu perlu
diaplikasikan berkali-kali (inundasi) untuk memberi efek pengendalaikan yang berarti
bagi hama.
Semua patogen serangga mempunyai spesifik sebaran inang yang mana mereka
bisa survive dan bereproduksi. Beberapa patogen dapat mempunyai inang yang sangat
spesifik dan ada juga mempunyai sebaran inang yang luas. Sebaran inang ini penting
dalam introduksi patogen tertentu ke habitat baru.
Secara alami kemampuan patogen serangga menyebabkan sakit pada inangnya
sangat tergantung juga pada dosis. Hubungan patogen dan dosis sering dikenal sebagai
LDx yang berarti dosis yang dibutuhkan untuk membunuh inang pada x% dari populasi.
IDx adalah dosis yang dibutuhkan untuk menginfeksi pada x% populasi inang, sedangkan
LTx adalah waktu yanag dibutuhkan untuk membunuh pada x% populasi inang.
Bakteri, fungi, nematoda, virus, dan protozoa adalah mikroorganisme umum
yang menjadi pathogen serangga. Diantaranya telah tersedia secara komersial sebagai
insektisida biologi atau insektisida mikrobial (Tabel 5.1), akan tetapi ada juga
mikroorganisme secara alami dan cepat mendesimasi populasi hama bila didukung
dengan kondisi yang tepat. Penggunaan mikroorganisme sebagai bioinsektisida harus
Pathogen serangga

terregistrasi dan terlabeli seperti pada insektisida kimia. Dalam bab ini akan dipelajari
mikroorganisme-mikroorganisme yang bertindak sebagai patogen pada serangga dan
Arthropoda yanag lainnya.

Tabel 5.1 Patogen yang tersedia secara komersial sebagai biological atau mikrobial
insekrisida (Flint & Dreistadt, 1998).

Patogen Tipe Hama


Autographa california NPV V Alfafa looper larvae
Bacillus lentimorbus B Japanese beetle larvae, turf grubs, white grubs
Bacillus popilliae B Japanese beetle larvae, turf grubs, white grubs
Bacillus sphaericus B Mosquito larvae
B. thuringiensis ssp.aizawai B Greater wax moth caterpillar in beehives
B. thuringiensis ssp. Kurstaki B Caterpilar of butterflies and moths
B. thuringiensis ssp israelensis B Mosquito, blackfly
B.t.ssp sandiego or tenebrio B Leaf beetle larvae
Beauveria bassiana F Aphids, cricket, grasshoppers, locusts, thrips,
whiteflies
Beet armyworm NPV V Beet armyworm larvae
Codling moth granulosis virus V Codling moth larvae
Douglas fir tussock moth NPV V Douglas fir tussock moth larvae
Gypsy moth NPV V Gypsy moth larvae
Heliothis moth NPV V Bollworm, tobacco budworm
Heterorhabditis bacteriophora N Flea beetle, Japanese beetle larvae, root
maggots, tuef grubs, weevils, whitw grubs,
andsoil dwelling insect
Hirsutella thompsonii F Citrus rust mite
Lagenidium giganteum F Mosquito larvae
Metarhizium anisopliae F Cockroaches, flies
Nosema locustae P Grasshoppers, crickets. Locusts
Paecilomyces fumosoroseus F Aphids, whiteflies,
Sawfy NPV V Pine sawfy larvae
Steinernema carpocapsae N Carpenterworm, clearwing moth larvae, flea
beetle, Japanese beetle larvae, root maggots,
tuef grubs, weevils, whitw grubs, and soil
dwelling
S. feltiae N Fungus gnat larvae, and soil dwelling insect
B bacterium
F fungus
N nematoda
P protozoa
V virus
Pathogen serangga

Patogenesis Entomopatogen
Untuk menyelesaikan secara lengkap siklus hidupnya, maka kebanyakan patogen
harus kontak dengan inangnya, masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu
atau lebih jaringan inang dan mempunyai propagul untuk kontak dan menginfeksi inang
baru. Terdapat serial proses di dalam biologi patogen yang meliputi kontak dengan inang,
Penetrasi inang, Reproduksi, Keluarnya propagul patogen dari inang, dan penyebaran dan
Persistensi propagul patogen di Lingkungan.

Kontak Inang
Tidak seperti parasit dan predator, kebanyakan patogen arthopoda tidak
mempunyai stadia mobil, sehingga kontak dengan inang tidak dihasilkan oleh proses aktif
mencari tetapi terjadi secara penyebaran secara pasif pada beberapa stadia dari patogen
seperti spora cendawan oleh angin, hujan, atau oleh serangga. Jumlah kontak diantara
sebuah populasi patogen dan inangnya dideterminasikan oleh spatial pattern dari
propagul patogen relatif pada spatial distribusi inang dan survival propagul patagen
dengan waktu. Tubuh Oklusi dari nuclear polyhedrosis virus dari cadaver dari Lymantria
dispar akan menyebar ketika inang rupture, dimana tubuh oklusi virus pada awalnya
terkonsentrasi didekat tempat inang mati, kemudian selanjutnya kan tersebar pada daun
(terutama daun yang di bawah initial point) oleh hujan. Pada sistim pertanian, patogen
mungkin tersebar melalui irigasi. Angin dapt bertindak untuk distribusi kembali konidia
cendawan, yang diproduksi pada inang yang mati ke inang baru.
Ketika terjadi kontak antara propagul berbagai tipe patogen dan inang adalah
proses random yang dimediasi oleh abiotik proses (horisontal transmission), beberapa
patogen ditransmisikan diantara generasi ke generasi dari inang dari mother to offspring
(ibu ke anak) disebut vertical transmission. Beberapa patogen seperti nematoda dan
cendawan mempunyai kemampuan bergerak menuju inangnya. Beberapa nematoda
bergerak pada air di antara partikel tanah dan menggunakan rangsangan kimia seperti
CO2 dan feses inangnya untuk berkoloni disekitar inangnya (Ishibasi & Kondo, 1990).
Hampir mirip spora motil dari cendawan air Coelomomyces spp. dan Lagenidium spp.
bergerak menuju inangnya sebagai respon terhadap kemikal yang dikeluarkan oleh
inangnya.

Penetrasi Inang
Ketika propagul patogen telah kontak dengan inang, tubuh inang harus dipenetrasi
untuk mencapai jaringan yang peka. Kutikula arthropoda dilindungi oleh serangan
patogen. Kebanyakan bakteri, virus, dan protozoa masuk ke tubuh arthropoda melalui
dinding tipis (non khitin) dari midgut setelah tertelan. Tertelannya makanan yang
terkontaminasi oleh patogen adalah mekanisme penting untuk artropoda yang
mempunyai alat mulut pengunyah (chewing type) dan kontradiksi dengan serangga yang
mempunyai alat mulut pengisap (sucking type) yang relatif bebas dari makanan yang
terkontaminasi patogen, sehingga serangga seperti aphid akan sedikit terpengaruh oleh
patogen bakteri, virus dan protosoa. Nematoda dan cendawan mampu penetrasi ke dalam
inang atrhropoda. Nematoda mungkin masuk inang melalui midgut setelah tertelan atau
aktif masuk melalui mulut atau juga masuk secara langsung melalui luka atau spirakel
atau juga secara mekanik mempenetrasi langsung kutikula menggunakan stilet.
Cendawan masuk ke tubuh inang melalui penetrasi langsung ke kutikula. Penetrasi
Pathogen serangga

dilakukan oleh hifa yang memproduksi enzim yang mampu menghancurkan kutikula
serangga.

Serangga terinfeksi meng- Serangga sehat kontak Serangga kedua


kontaminasi lingkungan dengan inokulum patogen menjadi terinfeksi
baik melalui inang yang melalui konsumsi substrat dan siklus penya-
mati dan penyebaran inang yang terkontaminasi seperti kit berlanjut
atau melalui defecation daun
dari feses yang terkonta-
minasi

Gambar 5.1 Transmisi horisontal patogen (Inter/intra generasi)

Serangga pradewasa Serangga terus sur- Serangga terinfeksi


terinfeksi tetapi tetap vive sampai dewasa bereproduksi, tetapi
survive dan terus akan tetapi tetap telur masih
mengalami terinfeksi terinfeksi inolukum

Offspring terinfeksi, bebe-


rapa mati, yang lain
survive dan tumbuh dan
berkembang, tetapi
membawa infeksi untuk
melanjutkan siklus hidupya

Gambar 5.2 Transmisi vertikal patogen (Intergenerasi)

Reproduksi dalam jaringan inang


Ketika patogen telah mempenetrasi inang, maka proses selanjutnya adalah
reproduksi pada satu atau beberapa jaringan. Pada beberapa patogen reporduksi terjadi
pada jaringan tertentu seperti nonoccluded Oryctes virus reproduksi terjadi pada tubuh
lemak dan epithelium midgut. Sedangkan lain secara umum reproduksi pada semua
jaringan inang. Jaringan ini juga akan mempengaruhi jumlah propagul patogen yang
diproduksi per berat inang, seperti pada patogen yang menghasilkan infeksi sistemik pada
semua jaringan akan lebih ekonomis dibandingkan hanya reproduksi pada jaringan
tertentu. Steinernematida dan Heterorhabditidae terus berreproduksi setelah inangnya
mati oleh simbion bakteri, konsekuensinya jaringan inang harus terus tersedia untuk
reproduksi nematoda.
Pathogen serangga

Keluarnya propagul patogen dari inang atau cadaver


Proses setelah reproduksi adalah progeni dari patogen harus kontak dengan inang
lainnya untuk melanjutnya siklus hidupnya. Pada beberpa patogen dimana transmisi
dilakukan secara vertikal dari induk ke anak. Kontak terjadi dengan kontaminasi telur
kemudian baru didepositkan ke lingkungan. Pada kebanyakan patogen, propagul dilepas
secara bebas kembali ke lingkungan dan kemudian akan kontak dengan inangnya. Jika
patogen itu membunuh inangnya, maka pengeluaran propagul patogen dilakukan dengan
disintegrasi tubuh patogen yang mati. Seperti pada serangan virus, dimana kondisi inang
menjadi liquify, maka rusaknya tubuh inang yang mati dan keluarnya propagul banyak
diakibatkan oleh abiotik faktor seperti hujan. Pada cendawan, keluarnya spora terjadi
karena pertumbuhan hifa keuar tubuh inang yang mati menembus kutikula keluar tubuh
inang. Keluarnya spora bisa pasif melalui bantuan angin atau aktif yang secara mekanis
spora disemburkan keluar. Nematoda keluar dari inangnya melalui beberapa cara, ada
beberapa nematoda juvenil dan dewasanya keluar dari tubuh inang yang sudah mati
masuk dalam tanah atau air. Ada juga nematoda yang keluar dan tersebar melalui organ
reproduksi inang dan nematoda akan tersebar atau keluar ke inang lain akibat proses
oviposisi. Penyebaran protosoa dan bakteri dari inang yang terinfeksi terjadi dalam feses
yang terkontaminasi ketika inang masih hidup dan selanjutnya melalui konsumsi oleh
inang lain.

Penyebaran dan persistensi propagul patogen di lingkungan


Setelah keluarnya propagul patogen, maka proses selanjutnya adalah bagaimana
paropagul itu tersebar dan persisten di alam. Keberlanjutan populasi patogen di alam
tergantung sekali pada akontaknya dengan inang baru. Oleh sebab iitu patogen sangat
memerlukan adaptasi baik penyebaran dan persistennya di alam. Penyebaran propagul
patogen telah diterangkan, secara fisik hujan, angin merupakan faktor penting untuk
kontak dengan inang baru. Transmisi patogen ke inang baru akan terjadi bila koloni
inanag dalam jumlah besar. Serangga seperti kutu kebul, aphid, lepidoptera, atau
serangg laian yanag sering mengalami outbreak, sangat penting bagi transmisi penyakit.
Serangga yang direaring di laboratorium atau secara komersial juga sangat peka terhadap
penyakit.
Probabilitas patogen untuk kontak dengan inang sangat didukung oleh beberapa
karakteristik. Beberapa patogen tertransmisi secara vertikal dari induk ke anaknya seperti
pada mikrosporidium Nosema pyrausta terjadi secara transovarial dalam generasi
pertama ulat Ostrinia nubilalis. Patogen lain tertransmisiskan dari inang yang terinfeksi
pada spesifik habitat di mana populasi inang itu berada. Beberapa nematoda yang
menyerang lalat muscoid atau wood wasp patogen didepositkan pada habitat larvanya
oleh dewasa yang terinfeksi, dimana ovarinya terinfeksi oleh nematoda. Pada beberapa
cendawan, bakteri, dan protozoa kadang-kadang populasi inang rendah dan lingkungan
yang tidak favorable, maka mereka mempunyaia stadia dorman (resting stages). Stadia
dorman ini membantu patogen untuk kontak dengan inang sampai kondisi lingkungan
menguntungkan bagi propagul patogen tersebut.
Pada tingkat populasi transmisi verikal terjadi dimana patogen ditransmisikan dari
induk ke progeninya. Ada 2 tipe transmisi vertikal patogen yaitu transovarial dan
transovum, Pada transovarial patogen telah berada pada telur pada saat diletakkan
diakibatkan oleh invasi patogen selama perkembangan telur pada induknya. Transmisi
Pathogen serangga

ini sering terjadi pada nonoccluded virus dan mikrosporidia. Transovum terjadi ketika
offspring kontak dengan lingkungan eksternal yang terkontaminasi ketika proses
oviposisi oleh induknya. Transmisi ini sering terjadi pada baculovirus, cytoplasmik
polyhedrosis virus pada Lepidoptera dan Hymenoptera.
Semua rute transmisi umumnya adalah transmisi horisontal. Transmisi horisontal
terjadi ketika propagul patogen sikeluarkan oleh individual terinfeksi ke alam dan
kemudian kontak dan menginfeksi inang baru. Sebagai contoh transmisi horisontal
terjadi ketika feses pada daun dari lepidoptera terkontaminasi oleh propagul serangga
yang selanjutnya akan dimakan oleh ulat yang sehat. Transmisi horisontal umum terjadi
pada baculovirus dan cendawan. Transmisi patogren selama kopulasi juga dikatakan
sebagai transmisi horisontal.

BAKTERI
Bakteri adalah organisme uniseluller yang tidak mempunyai nukleus, akan tetapi
mempunyai dinding sel yang rigid dan secara umum berukuran panjang 1µ - 5 µ. Bakteri
patogen serangga dapat dibagi menjadi 2 yaitu non-sprore-forming dan spore-forming
bacteria. Meskipun kebanyakan bakteri yang diisolasi dari serangga sakit adalah non-
spore-forming bacteria, akan tetapi spore-forming bacteria, seperti genera Bacillus
adalah bakteri yang sangat penting di dalam pengendalian hayati. Spore-forming-bacteria
diberi namai karena membentuk spora yang resistan terhadap lingkungan ekstrim. Pada
dasarnya bakteri ini terdiri atas 3 genera yaitu Bacillus, Paenibacillus yang aerobik dan
Clostridium yang anaerobik.
Isolat Bt yang pertama kali ditemukan adalah subspesies yang aktif membunuh
ulat (larva Lepidoptera), dengan subspesies Bt. Var kurstaki (Btk). Subspesies yang aktif
pada Diptera ditemukan kemudian pada tahun 1976 yaitu Bt. Israelensis (Bti) yang
menginfeksi larva nyamuk di Israel. Bti sekarang tersedia secara komersial untuk
membunuh nyamuk dan blackfies yanag merupakan vektor penyakit pada vertebrata.
Pada tahun 1986 ditemukan subspesies bakteri yang aktif membunuh larva Coleoptera Bt
tenebrio (btt) yang kemudian diganti menjadi Bt morrisoni. Btm ini kemudian
dikembangkan untuk mengendalikan hama kumbang. Sampai sekarang telah 60.000
strain Bt telah diisolasi dan telah 60 subspesies telah diberi nama.
Bacillus thuringiensis pertama kali dikenal menyebabkan infeksi pada ulat sutera
pada tahun 1901 dan ulat serangga hama gudang Anagasta kuehniella pada tahun 1911.
Bt adalah spesies yang kompleks dengan banyaknya subspesies berdasarkan uji serologi.
Bakteri ini membentuk spora sekaligus juga membentuk tubuh parasporal dalam
sporangium. Tubuh parasporal mengandung satu atau lebih protein protoksin dalam
struktur cristalin, yang dikenal sebagai cristal protein. Toksin dalam cristal protein
dikenal sebagai δ-endotoksin dan setiap subspesies Bt mempunyai δ-endotoksin yang
berbeda yang infektif pada serangga yang berbeda pula.
Ketika Bt tertelan oleh serangga yang rentan, cristal protein akan terlarut dalam
kondisi basa dalam saluran pencernakan (midgut) dana menghasilkan protoksin yang
dengan adanya enzim proteolitik akan membuat protoksin ini aktif. Bagian dari molekul
toksin ini akan melekat pada dinding gut untuk membentuk lubang atau pores pada
dinding gut. Formasi pores ini akan menyebabkan terganggunya keseimbangan osmotik
sepanjang gut yang pada akhirnya sel-sel gut akan membengkak dan beberapa akan
meletus menyebabkan bakteri dapat menginvasi haemocol serangga, sehingga bakteri ini
Pathogen serangga

akan cepat memperbanyak diri dan serangga yang rentan akan mati dalam 1-2 hari
(Gambar 5.1).

Gambar 5.3. Siklus hidup Bacillus thuringiensis (Tanada & Kaya, 1993)

Larva yang terinfeksi oleh Bt akan menunjukkan perubahan perilaku dan


morfologi. Setelah beberapa jam menelan Bt, maka larva akan berhenti makan, berhenti
bergerak, kemudian ditunjukkan dengan gejala perubahan diare, berubah warna menjadi
agak gelap, dan akhirnya akan mati (Gambar 5.2)

Gambar 5.4 gejala dan Tanda infeksi Bt pada larva

Kemampuan untuk menumbuhkan Bt dalam jumlah besar seperti dalam 50.000 l


fermentor membuat Bt ini mudah dan murah diproduksi massal. Pada tahun 1983
terdapat 410 formulasi Bt dalam bentuk emulsifiable concentrate, wettable powder dan
granula. Aplikasi telah digunakan secara luas untuk mengendalikan larva serangga
Lepidoptera baik di pertanian, perkebunan dan kehutanan, tercatat lebih dari $ 100-200
juta pangsa pasar Bt di dunia (Hajek, 2004).
Keunggulan Bt di dalam mengendalikan serangga hama telah membuat para
ilmuwan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut, dengan memanfaatkan dan
memanipulasi gen Cry (cristal protein). kemudian dimasukkan dalam sel tanaman,
sehingga gen Bt itu terexpresikan pada tanaman. Bt-modified transgenic plants telah
Pathogen serangga

dikembangkan pada pertengahan tahun 1980-an dan tehnologi ini telah berkembang
secara luas di USA, dimana untuk pertama kalinya pada tahun 1996 kapas transgenik
telah tersedia secara komersial, dan penelitian tersebut telah berkembang pada tanaman
tomat, kentang dan tembakau. Pada tahun 1998 jagung Bt-transgenik telah ditanam pada
12 juta acre dan 2,8 juta acre Kapas Bt-transgenik di USA. Keadaan ini kontras di Eropa,
dimana pada tahun 2000 mereka tidak lagi menanam tanaman bt-transgenik diakibatkan
penelitian side-effects dari penggunaan bt-transgenik belum banyak diketahui
Tiga spesies dari genera Bacillus telah dikembangkan untuk mengendalikan
invertabrata lainnya. B. Spharicus telah digunakan mengendalikan larva nyamuk Culex
spp. Bacillus sangat toleran terhadap perairan tercemar dibandingkan dengan Bti.
Bakteri pembentuk spora yang lain adalah Paenibacillus popilliae adalah bakteri
pertama yang ditemukan menginfeksi larva atau uret Coleoptera pada tahun 1933. Uret
ini hidup dalam tanah dan memakan akar-akar rumput. Larva ini harus memakan
bakteria, kemudian menginfeksi. Hemolim dan abdomen dari larva ini akan
menunjukkan tanda perubahan warna menjadi putih susu atau milky, sehingga sering
gejala dan tanda serangan bakteri pada uret dinamakan milky diseases. Bakteri ini
patogen obligat sehingga sangat sulit ditumbuhkan diluar inangnya, hal ini yang membuat
bakteri sulit diproduksi secara massal. Meskipun demikian, bakteri ini mempunyai
kemampuan persistensi di tanah selama 25-30 tahun, sehingga karakteristik ini membantu
mengontrol serangat uret dalam jangka waktu yang lama.

Non-Spore-Bacterium
Bakteri jenis ini umumnya ditemukan pada golongan Enterobacteriaceae dan
Pseudomonidiaceae. Bakteri ini mempunyai patogenisitas yang rendah bila berada
dalam organ pencernakan serangga, akan tetapi sangat tinggi bila berada dalam hemocoel
(Gambar 5.3). Bakteri ini tidak seperti bt banyak ditentukana oleh tingkat stress yang
terjadi pada inangnya yang memudahkan bakteri ini masuk.
Serratia marcencens adalag spesies dari bakteri ini yang sangat patogenik dan
masuk ke tubuh inang karena proses tertelan (Gambar 5.3). Bakteri ini termasuk gram
negatif dan banyak ditemukan menyerang uret di New Zealand. Spesies lain adalah
Melissococcus pluton penyebab penyakit pada larva lebah madu dalam comb.

A B

Gambar 5.5. A. Route patogenisitas dari non-spore-bacterium dalam hemocoel, B. Gejala


seranga Serratia marcencens pada uret.
Pathogen serangga

Nematoda Entomopatogen
Nematoda entompatogenik (NEP) adalah agens pengendali hayati dalam famili
Steinernematidae dan Heterorhabditidae (Adam & Nguyen, 2002). Nematoda ini
membunuh serangga dengan bantuan yang diperoleh dari simbiotik mutualistik dengan
bakteri yang dibawa dalam saluran pencernakannya (intestine) (Xenorhabdus berasosiasi
dengan genus Steinernema spp. dan Photorhabdus berasosiasi dengan Heterorhabditisi
spp. (Boemare, 2002). Sampai sekarang telah diidentifikasi 43 spesies NEP dari dua
famili dan tiga genera (Koppenhofer & Fuzi, 2003; ), 33 spesies dari genus Steinernema,
satu spesies dari genus Neosteinernema, sembilan dari genus Heterorhabditidae. NEP ini
dapat diisolasi menggunakan larva greater wax moth Galleria mellonella (Peters, 1996).

Gambar 5.6 Serangga mati akibat serangan nematode

Studi tentang famili Steinernematidae dan Heterorhabditidae telah dilakukan


secara intensif karena kemampuan keduanya sebagai agens pengendali hayati pada
serangga hama. Kedua famili adalah nematoda yang sangat kecil atau kurang dari 1-3
mm panjang. Kedua famili ini termasuk dalam ordo Rhabditida, meskipu tidak terlalu
dekat akan tetapi keduanya memiliki strategi hidup yang sangat mirip. Untuk
Steinernema jantan dan betina harus masuk ke dalam tubuh serangga inang agar dapat
berreproduksi, sedangkan Heterorhabditis semua juvenil akan menjadi hermaphrodit ,
sehingga hanya diperlukan hanya satu individual untuk menginfeksi serangga inang agar
dapat berreproduksi. Juvenil akan tetap berada dalam tubuh ibunya, pada dasarnya
memparasit juga ibunya, hanya akan meninggalkan induknya ketika akan menjadi
dewasa.
Aspek unik dari nematoda ini adalah simbiosisnya dengan bakteri. Juvenil stadia
ke-3 membawa bakteri dalam saluran pencernaannya (gut) dan ketika sesudah
menginfeksi inangnya, maka bakteri itu akan dikeluarkan. Bakteri yang bersimbiosis itu
adalah Xenorhabdus pada Steinernematidae dan Photorhabdus pada Heterorhabditidae.
Bakteri ini bertanggung jawab untuk membunuh serangga inang secara cepat, dalam 2-3
hari. Kematian serangga inang banyak diakibatkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh
bakteri. Bakteri akan berkembang secara cepat dalam tubuh serangga inang yang telah
mati dan menggunakannya sebagai nutrien. Nematoda pada prinsipnya adlah memakan
bakteri tersebut. Nematoda akan berkembang dari generasi ke generasi pada inang yang
sama, sampai populasi menjadi padat dan nutriennya menjadi rendah, dan pada saat yang
sama juvenil akan keluar dari serangga inangnya untuk menemukan kembali serangga
Pathogen serangga

inang yang baru. Serangga inang yang mati diakibatkan oleh Heterorhabditis
/Phororhabdus dapat dikenali dengan adanya perubahan warna menjadi orange atau
merah, dikarenakan pigmen yang dihasilkan oleh bakteri dan serangga inang yang mati
(cadaver) dapat mependarkan cahaya (luminesce) pada waktu yang pendek.
Hubungan antara nematoda dan bakteri ini bersifat mutualistik karena kedua
mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut. Meskipun nematoda dapt mebunuh
serangga inang tanpa adanya bakteri, akan tetapi mereka akan sangat lambat, dan tidak
akan dapat bereproduksi tanpa memakan bakteri yang mensupplai nutrien seperti sterol.
Dengan bakteri , serangga inang akan terbunuh secara cepat dan cadaver akan terjaga
dari bakteri lain karena adanya antibiotik yang diproduksi oleh bakteri. Yang didapat
dari hubungan dengan nematoda bagi bakteri adalah karena mereka tidak bisa menyebar ,
mencari inang dan menginvasi tubuh serangga , oleh sebab itu nematoda membawa
bakteri keserangga inang.
Nematoda ini umumnya berada dalam serangga inangnya dalam 2-3 generasi
(Gambar 5.4), setelah itu free living juvenil infektif (JI) akan secara aktif mencari
inangnya (Adam & Nguyen, 2002). Juvenil infektif (JI) ketika keluar dari serangga inang
yang telah mati akan aktif mencari inangnya. Ada beberapa strategi NEP dalam mencari
inangnya (foraging behaviour). Contohnya Steinernema carpocapsae akan selalu berada
di atas permukaan tanah dan menggunakan taktik sit and wait (ambusher) dan ketika
serangga inang yang umumnya aktif bergerak akan terinfeksi oleh nematoda ini
(Campbell & Gaugler, 1993). Heterorhabditis bacteriophora mempunyai strategi
mencari inang yang dikenal sebagai cruiser, yang akan aktif bergerak di dalam tanah
untuk mencari serangga inang yang umumnya tidak aktif bergerak seperti Uret
Coleoptera dan serangga dalam tanah lainnya (Lewis et al., 1992). Akan tetapi,
Steinernema riobravis menunjukkan gabungan kedua strategi tersebut (Lewis, 2002).

Gambar 5.7 Siklus hidup nematoda entomopatogenik (NEP)


Pathogen serangga

Meskipun NEP mempunyai kisaran serangga inang luas (Tabel 1), hampir 100
spesies inang berbeda di laboratorium (Poinar, 1979), akan tetapi komersial NEP hanya
ditujukan pada beberapa serangga (Grewal & Georgis, 1999; Shapiro-Ilan et al., 2002).
Pada umumnya NEP efektif untuk mengendalikan serangga hama yang hidup dalam
tanah (Klein, 1990; Sher et al, 2000; Shapiro-Ilan et al., 2002, ) dan serangga yang hidup
dalam habitat tersembunyi (; (Kaya & Gaugler, 1993; Begley, 1990), dan serangga
pemakan daun (Mason & Wright, 1997; Schroer & Ehler, 2005; Schroer et al., 2005).
Penelitian juga menunjukkan bahwa nematoda entomopatogenik juga mampu
mengendalikan nematoda parasit tanaman (Perez & Lewis, 2004; Jagdale et al.,2002).

Tabel 5.2. Penggunaan Steinernematidae dan Heterorhabditidae sebagai agens pengendali


hayati

famili and spesiesa Serangga Target Referens

Heterorhabditidae

Heterorhabditis bacteriophora Lepidoptera, Coleoptera Begley (1990), Klein (1990)


H. megidis Coleoptera Klein (1990)
H. marelatus Coleoptera, Lepidoptera Liu and Berry (1996), Berry et al. (1997)

Steinernematidae
Lepidoptera, Coleoptera, Begley (1990), Klein (1990), Georgis and
Steinernema carpocapsae Siphonaptera Manweiler (1994)
S. feltiae Diptera (Sciaridae) Begley (1990), Klein (1990)
S. glaseri Coleoptera (Scarabaeidae) Klein (1990)
S. kushidai Coleoptera (Scarabaeidae) Ogura (1993)
S. riobrave Lepidoptera, Orthoptera Cabanillas et al. (1994)
Coleoptera (Curculionidae) Cabanillas and Raulston (1994)
S. scapterisci Orthoptera (mole crickets) Parkman et al. (1993)

Penggunaan untuk pengendalian


Sebagai agens pengendali hayati NEP mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkana dengan pestisida kimia yaitu Kemampuan mencari inang dan membunuh
dengan cepat (24-48 jam) dan kemampuan untuk survive dan recycling di dalam tanah
(Kaya & Gaugler, 1993), aman terhadap lingkungana (Akhurs, 1990), mudah diproduksi
secara massal (Fridmann, 1990), mudah diaplikasikan menggunakan alat semprot standar
(Bateman, 2005; Matthews, 2001). Pengembangan nematoda untuk pengendalian hayati
terkosentrasi pada penggunaan nematoda untuk mengendalikan moluska dan serangga
hama yang hidup di tanah dan nematoda juga digunakan pada serangga yang hidup
tersembunyi (criptic habitat).
Nematoda telah digunakan untuk pengendalian hayati klasikal dan beberapa telah
sukses sebagai contoh penggunaan nematoda Beddingia sicidicola (Famili
Phaenopsitylenchidae) telah dilepas di Australia untuk mengendalikan hama Sirex
noctilio (Hymnoptera) yang mengebor masuk kedalam tanaman pinus. Steinernema
scapterici yang sukses mengurangi populasi jengkerik di Uruguay dan Argentina setelah
3 tahun. Akan tetapi aplikasi nematoda tidak lepas dari kendala yaitu persistensinya tidak
terlalu lama. Inundatif nematoda umumnya 2.5 x 109 nematoda/ha) ini sama dengan
pengendalian dengan insektisida standar.
Pathogen serangga

Gambar 5.7 Aplikasi nematode pada padang golf

Nematoda seperti Steinernema dan Heterorhabditis dapat diproduksi massal


sebagai biopestisida, hal dikarenakan mereka dapat berkembang dengan mudah dalam
jumlah yang besar dengan media padat yang murah seperti media pork kidney atau
makanan anjing, akan tetapi perkembangan lebih lanjut nematoda ini dapat diproduksi
massal secara liquid dalam fermentor dengan kapasitas 15.000 liter atau lebih dengan
hasil 105 juvenil per millimeter (Friedman, 1990). Beberapa industri masih
menggunakan media padat atau invivo pada serangga inang. Nematoda diformulasikan ke
dalam bahan yang porous (seperti sponge atau foam). Nematoda ada yang dideksikasi
dan dicampur tepung atau granula seperti vermikulit atau bahan pembawa lainnya.
Metode optimasi formulasi dan pengepakan adalah kritikal poin bagi nematoda karena
mereka harus dalam keadaan hidup ketika diaplikasikan. Nematoda ini akan efektif bila
diaplikasikan dalam tanah yang ringan, tanah lembab pada temperatur sedang dan hangat.
Selama aplikasi , penggunaan air untuk tetap menjaga temperatur tanah dan kelembaban
adalah kritikal. Sehingga sering kali sebelum aplikasi nematoda dilakukan penyiraman
air.

Gambar 5.8 Mermithidae

Selain Steinernema dan Heterorhbditis, beberapa nematoda digunakan untuk


mengendalikan serangga seperti pada Ordo Mermithida. Obligat nematoda ini dapt
dilihat dengan mata biasa, dimana betina dewasanya berukuran panjang 5-20 cm atau
lebih, meskipun masih ramping. Satu Mermithidae membunuh serangga hama,
menyelesaikan siklus hidupnya pada satu serangga itu, kemudian meninggalkan inangnya
dan masuk ke lingkungan. Beberapa serangg hama yang diserang adalah nyamuk, lalat,
wereng daun, dan belalang. Romanomermis culicivorax, juvenilnya hidup dalam larva
nyamuk dalam beberapa minggu, kemudian keluar dari tubuh inangnya sekaligus
membunuh inangnya. Mereka akan berada di sediment bawah dari habitat perairan,
Pathogen serangga

berkembang menjadi jantan dan betina, kemudian kawin , memproduksi juvenil infektif
pada musim selanjutnya. Phasmarhabditis hermaphrodita telah dikembangkan untuk
membunuh moluska hama di Inggris.

Box 5.1 Isolasi dan Perbanyakan Nematoda Entomopatogenik

Nematoda entomopatogen (NEP) seperti nematoda yang lain mempunyai habitat


di tanah, oleh sebab itu NEP ini dapt diisolasi dari tanah dengan metoda bait trap.
Serangga yang digunakan sebagai umpan adalah Greater wax moth larva Galleria
mellonella atau larva kumbang Tenebrio molitor. Perbanyakan nematoda juga dilakukan
secara in vivo dalam tubuh larva instar akhir ulat lilin (wax moth) Galleria mellonella
(Poinar, 1979; Woodring & Kaya, 1988). Juvenil infektif (ji) sebanyak 1 ml dengan
konsentrasi 200 ji/ml dimasukkan ke dalam cawan Petri (θ 20 cm) yanag telah dilapisi
dengan dua lapis kertas saring Whatman No. 1. sebanyak 40 larva instar akhir G.
Mellonella dimasukkan ke dalam cawan Petri tersebut dan diinkubasi di tempat gelap
selama 48 jam. Larva-larva yang mati diletakkan pada cawan Petri yang telah berisi
kertas tisue lembab, kemudian dimasuskkan pada sebuah kotak plastik berukuran lebih
besar dari diameter cawan Petri. Kotak plastik ini diisi dengan air (0,1 formalin) setinggi
setengah tinggi cawan Petri. Setelah 5-6 hari maka juvenil infektif akan terperangkap
dalam air dan siap untuk dipanen. Teknik ini dikenal sebagai perangkap White (White
trap).
Resep makanan buatan untuk perbanyakan G. Melonella (Modifikasi dari Poinar
& Thomas, 1984):
Gliserin : 880 g
Madu : 900 ml
Lilin lebah madu : 200 g
Yeast : 260 g
Tepung jagung : 260 g
Tepung gandum : 1100 g

Cendawan Entomopatogen
Tidak seperti pathogen-patogen lain yang secara umum menginfeksi inang ketika
propagul infektif tertelan, maka cendawan entomopatogen mampu untuk menginvasi
serangga inang dengan mempenetrasi langsung melalui kutikula. Pada awalnya spora
cendawan kan melekat pada kutikula, pada kondisi yanag favourable, spora akan
berkecambah, mempenetrasi kutikula dan masuk ke hemocoel. Cendawan akan
berreproduksi dalam hemocoel, selalu dari bentuk yeast-like hifa. Hemocoel selanjutnya
akan terisi oleh tubuh hifa. Serangga selalu mati dan cendawan akan terus melanjutkan
siklusnya dalam fase saprofitik. Setelah tubuh serangga inang dipenuhi oleh miselia,
(mummy) maka spora infektif akan diproduksi. Warna mummy pada serangga inang
yang terserang cendawan bervariasi, ada yang putih, hijau, merah muda tergantung dari
warna spora cendawannya. Inilah ciri dari serangga yang mati karena cendawan. Ada ciri
perilaku yang terjadi dikenal sebagai summit diseases, dimana serangga yang mati
karena cendawan menunjukkan perilaku akan naik ke permukaan atas tanaman dan
Pathogen serangga

melekatkan diri disana, fenomena ini oleh beberapa pakar dikatakan sebagai usaha untuk
menyelamatkan populasi lain yang sehat dari serangan cendawan ataupun dari parasitoid
dan predator.

Gambar 5.8 summit diseases pada ulat terserang cendawan

Zygomycota

Ordo Entomophthoralean dari Zygomycota mengandung banyak spesies


cendawan yang penting dalam regulasi populasi serangga. Siklus hidudp dari spesies ini
sangat komple bila dibandingkan dengana siklus aseksual dari Ascomycota.
Karakteristik dari entomophthorales ini adalah mempunyai apa yang disebut resting
spores mempunyai dinding yang tebal agar dapat survive di alam yang tidak
menguntungkan dan spora infektif sebagai conidia primer (berumur pendek). Karena
konidia primer harus dikeluarkan dari tubuh serangga inang, sering kali serangga inang
yang terinfeksi oleh Entomophthorales nampak seperti dikeliligi oleh konidia cendawan.
Lingkaran konidia ini dapat dilihat pada lalat yang mati karena Entomophthorales
muscae. Tanda ini sering dikenal sebagai windoe pane fungus. Summit diseases juga
terjadi pada serangga yang terinfeksi oleh cendawan ini. Tanda bila cendawan ini
membentuk resting spore, maka serangga inang yang mati akan nampak berwarna hitam ,
dan apabila membentuk konidia primer akan nampak berwarna lebih terang.

A B C

Gambar 5.9 A. resting spores dari Entomophthorales, B. Konidia primer, C. Lalat yang
terinfeksi Entomophthorales muscae

Beberapa Entomophthoralean penting lainnya adalah Entomophaga grili yang


menyerang belalang dan Zoophthora yang menyerang kumbang, Entomophaga maimiga
yang menginfeksi ngengat gypsy.
Pathogen serangga

Pada Zoophthora radicans yang menyerang wereng daun kentang memprouksi


resting spore atau konidia sangat tergantung stadia serangga inangnya. Jika menginfeksi
wereng muda, maka akan memproduksi konidia primer, sedangkan bila menginfeksi
wereng yang lebih tua akan memproduksi resting spore. Konidia dari Entomophthorlean
umumnya tersebar tdak secara pasif seperti Ascomycota, akan etapi dikeluarkan secara
aktif. Jika sebuah konidia kontak dengan serangga inangnya, maka akan terbentuk
tabung kecambah (germ tube), cendawan akan menginvasi hemocoel serangga dan
infeksi akan berlanjut setelah itu. Apabila konidia yang dikeluarkan tidak jatuh pada
inang yang peka, maka konidia ini akan membentuk konidia sekunder. Beberapa spesies
mungkin saja membentuk capilliconidia jika konidia primer jatuh pada substrat selain
inang yang peka. Capilliconidia dilettakan dalam sebuah benang, melekat ke serangga
ketika berjalan sepanjang substrat dimana capilliconidia itu diletakkan. Resting spore
akan diproduksi ketika serangga inang mati, fungsinya untuk tetap survive pada
lingkungan yang tidak menguntungkan terutamapada musim dingin (overwintering).
Pada musim spring, resting spore akan berkecambah membentuk dan membentuk
konidia infektif dan siklus akan terulang dan berlanjut.

Gambar 5.10 Siklus hidup

Ascomycota

Ascomycota mempunyai beberapa spesies yang sangat penting sebagai cendawan


entomopatogen. Cendawan ini terbagi atas 2 kelompok yaitu Ascomycota dan
Deuteromycota, dan yang terakhir sering dikenal sebagai fungi imperfecti (tidak
mempunyai stadia sexual), awalnya disebut klas Hyphomycetes. Beberapa cendawan
yang sangat terkenal di dalam program pengendalian hayati dari golongan ini adalah :
Beauveria, Metarhizium, Nomurea, Verticillium dan Paecilomycetes.
Taksonomi dan identifikasi dari cendawan ini didasarkan pada struktur
konidiofor. Sel konidiogenous (dimana spora diproduksi), warna dan morfologi konidia.
Variasi strain diantara cendawan tersebut umumnya dibedakan menggunakan teknik
molecular biologi.
Pathogen serangga

A B C

Gambar 5.11 morfologi konidai A. Beauveria, B. Metarhizium, dan C. Cordecep

Siklus aseksual dari cendawan ini relatif sederhana. Konidia infekti akan melekat
pada kutikula serangga inang yang peka, berkecambah dan membentuk tabung kecambah
Menembus kutikula serangga inang menuju ke hemocoel. DI dalam hemocoel cendawan
kan memperbanyak diri dengan cara pertunasan (budding) tubuh hifa sampai seluruh
ruang hamecoel terisi oleh tubuh hifa dan serangga inang mati.

Gambar 5.12. Stadia awal dari ulat yang terinfeksi Metarhizium , dimana hifa membentuk
apressorium, yang mempunyai enzim untuk menghancurkan kutikula.

A B

Gambar 5.13 Tanda serangan A. Beauveria, B. Nomurea


Pathogen serangga

Sebagian besar cendawan Ascomycetes dapat tumbuh pada media buatan.


Nomurea rileyi tumbuh pada media buatan akan memprodukasi konidia berwarna hijau,
akan tetapi kenampakan miselianya berwarna putih pada media buatan. Beuaveria,
Metarhizium dan Nomurea dapat diproduksi massal sebagai insektisida mikrobial

Virus Entomopatogenik
Virus adalah organisme nonseluler yang mengandung DNA atau RNA. Karena
virus hanya bias memperbanyak diri pada jaringan yang hidup, maka semua virus adlah
parasit interseluler obligat. Sesudah memperbanyak genom DNA atau RNA dalam sel
inangnya, virus akan terbungkus dalam partikel yang dikenal sebagai virion yang
merupakan partikel infektif untuk menginfeksi lagi inang baru.
Virus dibagi berdasarkan komposisi asam nuleat, struktur genom dan morfologi
eksternal dari pembungkus. Ukuran virus dapt dari kecil ke besar sehingga dapt dilihat
dengan mikroskop cahaya . Virus terbesar adalah pox virus, mempunyai ukuran virion
mencapai 470 nanometer. Morfologi virus harus diinvestigasi menggunakan mikroskop
electron dan menggunakan teknik biologi molecular. Struktur dasar virus adalah viral
DNA atau RNA yang dikelilingi oleh kapsul protein dan ini dikenal sebagai virion.
Nama latin tidak digunakan untuk memberi nama virus. Virus diklasifikasikan
kedalam famili, dan individual virus diberi nama sesuai dengan ditemukan pertama kali
pada serangga inang seperti Spodoptera litura NPV, Helicoverpa armigera NPV.
Penyakit pada serangga yang diakibatkan oleh virus telah ditemukan pada hampir
13 ordo serangga. Virus adalah organisme yang sederhana yang terdiri asam nukleat dan
protein yang dikenal sebagai kapsid. Nukleokapsid mungkin saja dilapisi oleh lapisan
lipid yang dikenal sebagai virion. Beberapa virus occluded dalam matrik protein. Matrik
ini dikenal sebagai tubuh Occlusion. Tubuh Occlusion ini ditemukan pada 3 famili virus.
Virus serangga mungkin saja double stranded atau single stranded DNA (dsDNA dan
ssDNA) atau juga double atau single stranded RNA (dsRNA dan ssRNA), atau
enveloped atau unenveloped dan mungkin juga occluded atau nonoccluded dalam matriks
protein.
Diantara virus yang menyerang serangga, ada 3 famili yang mempunyai struktur
yang spesial untuk beradaptasi dan survival di lingkungan. Baculoviridae, Poxviridae
dan Reoviridae memproduksi tubuh oklusi, struktur yang melindungi partikel virus atau
virion. Tubuh oklusi resisten terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Tubuh
oklusi dari 3 famili ini terbentuk dari matrik protein yang mengandung satu atau lebih
virion. Virion yang tidak terlindungi akan rentan dan mati cepat karena desikasi dan
sinar langsung matahari. Matrik protein dari tubuh oklusi melindungi virion dari
lingkungan sebelum menginfeksi inang, sehingga meningkatkan tingkat survival virus.
Tubuh oklusi bervarias dalam bentuk dan ukuran. Diantara Baculoviridae, NPV
mempunyai banyak bentuk tubuh oklusi (0.5-15 µm) yang megandung banyak virion.
Granulosis virus (GVs) mempunyai mempunyai bentuk kapsul berukuran (200 x 600 nm)
yang mengandung satu virion setiap tubuh oklusion.
Pathogen serangga

Gambar 5.13 Polyhedra NPV

Klasifikasi virus serangga berdasarkan International Committee on Taxonomy


Viruses (1991) adalah sebagai berikut :

DNA Viruses
Baculoviruses
Nuclear polyhedrosis viruses (NPV)
Granuloviruses (GV)

Other DNA Viruses


Ascoviruses
Iridoviruses
Parvoviruses
Polydnaviruses
Poxviruses

RNA Viruses
Reoviruses
Cytoplasmic polyhedrosis viruses

Other RNA Viruses


Nodaviruses
Picorna-like viruses
Tetraviruses
Pathogen serangga

Gambar 5.14 Wilting diseases akibat infeksi Baculoviridae

Baculovirus

Famili Baculoviridae terdiri atas nuclear polyhedrosis virus (NPV) dan granulosis
virus (GV). Virus ini dsDNa dengan rod-shape nukleocapsid. Partikel virus infektif atau
virion adalah occluded dalam tubuh protein dikenal sebagai polyhedra (NPV) atau
granula (GV). NPV polyhedra lebih besar dibandingkan dengan virion (1-15 µm) dan
mengandung beberapa virion. Infeksi Baculovirus akan terjadi ketika Polyhedra atau
granule tertelan oleh serangga inang yang peka, yang selanjutnya akan terlarut dalam isi
saluran pencernakan. Virion akan dikeluarkan ketika polyhedra pecah. Virion akan
memasuki sel midgut seperti pada tubuh lemak, epidermis dan sel darah. Infeksi
baculovirus sering dikenal sebagai wilting diseases, karena jaringan tubuh inang menjadi
liquid dan infeksi pada epidermis menyebabkan tubuh inang melting melepas partikel
virus di alam.
Famili Baculoviridae sangat penting di dalam program pengendalian hayati, oleh
sebab itu studi tentang patogenisitas dan host spesifik dari baculoviridae sangat intensif.
Famili ini sering menyerang Lepidoptera, Sawfly dan larva nyamuk.

Gambar 5.15. Siklus hidup NPV dalam tubuh serangga


Pathogen serangga

Nuclear Polyhedrosis Viruses


NPV banyak menginfeksi serangga dan setiap spesies mempunyai spesifik spesies
. NPV menginfeksi lebihdari 500 spesies, Lepidoptera adalah inang yang penting dari
NPV. Partikel infektif dari virus atau virion ini dapat terbungkus oleh single SNPV atau
multiple MNPV. Polyhedra dari NPV mengandung beberapa sampai banyak virion.
Sesudah tertelan oleh inang dan akan berreproduksi di dalam sel midgut, atau jaringan
lain dan organ serangga menjadi terinfeksi terutama tubuh lemak, epidermis dan sel
darah. Serangga yang terinfeksi umumnya akan mati setelah 5-12 hari sesudah infeksi
tergantung pada dosis virus, temperatur dan stadia larva instar ketika terjadi infeksi.
Seperti pada serangan cendawan, perilaku seperti summit diseases terjadi pada serangga
yang terserang NPV. Serangga yang akan mati akan naik ke atas tanaman di mana
mereka mati dan. Jutaan polyhedra yang terkandung pada cairan tubuh serangga yang
mati dan pecah akan jatuh ke bawah dalam feeding zone (daun, sisa-sisa daun) yang
mungkin akan termakan oleh ulat sehat yang lain.

Granulosis Viruses
Granulosis virus (GVs) relatif dekat dengan NPV mirip secara struktur dan
patogenesa. Perbedaan utama keduanya adlah virion dari GV adalah singly occluded
dalam tubuh oklusi yang kecil disebut granula. Seperti pada NPV, GV berreproduksi
pada nuclei selinang. Jaringan terinfeksi dan pathogenesanya mirip dengan NPV. GV
hanya ditemukan pada Lepidoptera.
Ada 3 type genetic dari GV. Tipe 1 ditemukan pada cabbage looper Trichoplusia
ni, hanya menginfeksi sel midgut dan hanya tubuh lemak. Karena tidak menginfeksi
epidermis GV mempunyai kemungkinan hidup lebih lama daripada NPV. Type 2 GV,
diisolasi dari codling moth, Cydia pomonella, Type 3 GV hanya ditemukan pada
grapeleaf skeletonizer, Harrisina brillian.

Microsporidia
Microsporidia adalah patogen penting pada serangga. Eukariotik terkecil, spora
auniseluler dan tidak mempunyai mitokondria serta obligat parasit intraseluler.
Taksonomi status dari mikrosporidia ini secara tradisional termasuk dalam protosoa, akan
tetapi berdasarkan bukti biologi molekular, maka statusnya lebih dekat ke cendawan
primitif. Hal yang paling membedakan diantara keduanya adalah, bahwa mikrosporidia
mempunyai filamen polar, sebuah tabung yang mengandungspora yang masak dan yang
akan bertindak sebagai inokulasi needle, menusuk cell dalam dinding midgut, spora yang
ada dalam polar filamen akan masuk ke dalam sitoplasma sel dan reproduksi vegetatif
dimulai.
Mikrosporidia dapat uninukleat atau binukleat. Beberapa spesies mempunyai satu
atau lebih nuklei dalam stadia yang berbeda. Reproduksi kebanyakan aseksual, atau
keduanya tergantung pada spesies, dan siklus hidupnya dari sederhana sampai kompleks.
Beberapa spesies memerlukan inanag antara dan beberapa spesies mempunyai multi
siklus dari sporulasi dan multipel spora., kemungkinan mempunyai fungsi yang berbeda
seperti autoinfeksi ( transmisi sel ke sel, jaringan ke jaringan di dalam inang.
Pathogen serangga

Gambar 5.15 struktur mikrosporida dengan polar filamen.

Setelah infeksi dan reproduksi di dalam midgut, Mikrosporidia akan menyebar


keseluruh jaringan. Beberapa spesies menginvasi seluruh jaringan, tetapi tubuh lemak
adalah jaringan sering terinfeksi oleh mikrosporidia. Transmisi mikrosporidia dapat
terjadi secara horizontal karena tertelan, vertical atau kedua atau inokulasi secara
mekanik oleh parasitoid.. Survival serangga inang tergantung pada dosis, stadia serangga
terinfeksi, virulensi mikrosporidia yang terlibat dan kebugaran serangga inang. Meskipun
beberapa spesies dapat menyebabkan penyakit akaut dan menyebabkan kematian pada
inang, mikrosporia umumnya menyebabkan penyakit kronik. Pengaruhnya adalah
penurunankesuksesan ganti kulit pada dewasa, mereduksi longevitas dan fekunditas,
lamastadia larva dan gagal mecapai stadia pupa dan deformasi. Gejala bisa nampak jelas
atau tidak. Pada nyamuk integumennya menjadi transparan dengan infeksi berat pada
tubuh lemak sehingga nampak membengkak dan spora nampak jelas sebagi tanda. Spora
infektif terbentuk dalam ribuan atau jutaan per inang tergantung pada spora dan ukuran
inang.

Gambar 5.16 Gejala nyamuk yanag terserang mikrosporidia

You might also like