You are on page 1of 17

MAKALAH SISTEM POLITIK INDONESIA

PERAN LEMBAGA YUDIKATIF dan KONSISTENSI ANTAR


LEMBAGA

OLEH

MUHAMMAD LA AJI JOHAN YUNIOR DIRU

VERONIKA RUBA PENA CHYNTIA R. OEMATAN

YOSEPH R. L. GAE CHRISTIAN SANCA RATU

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
dapat selesai tepat pada waktunya yang berjudul PERAN LEMBAGA YUDIKATIF dan
KONSISTENSI ANTAR LEMBAGA.

Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian dan Syarat PERAN LEMBAGA
YUDIKATIF dan KONSISTENSI ANTAR LEMBAGA. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang integrasi sosial.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan YME senantiasa
menyertai segala usaha kita. Amien.

Kupang, 09 Mei 2016


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1

1.3 Tujuan ......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Peran Lembaga Yudikatif ............................................................................. 2

2.1.1 Badan Yudikatif Dalam Negara Demokratis ................................. 2

2.1.2 Badan Yudikatif Dalam Negara Komunis ..................................... 3

2.1.3 Badan Yudikatif dan Judical Review ............................................. 3

2.1.4 Kebebasan Badan Yudikatif .......................................................... 4

2.1.5 Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia ...................................... 4

2.2 Konsistensi Antar Lembaga .......................................................................... 5

2.2.1 Lembaga Negara yang Memegang Kekuasaan Legislatif .............. 5

2.2.2 Lembaga Negara yang Memegang Kekuasaan Eksekutif .............. 7

2.2.3 Lembaga Negara yang Memegang Kekuasaan Yudikatif .............. 8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 13

3.2 Saran ............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 14


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Badan Yudikatif Indonesia berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia,
kini dikenal adanya tiga badang yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-
badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Kekuasaan Negara
yang absolut (mutlak) yang menguasai seluruh bidang kehidupan negara sentalistik dalam satu
kekuasaan akan melahirkan hasil yang tidak efektif dan efisien bahkan cenderung menyimpang dari
konstitusi dan peraturan yang berlaku. Untuk itu kenyataan ini mendorong para filosof untuk mencari
solusi mengenai upaya distribusi kekuasaan agar merata dan tidak menumpuk pada satu orang atau
institusi kekuasaan saja. Pemikiran yang dilahirkan oleh para filosof tersebut adalah salah satunya
berupa teori Trias Politica. Teori ini menyatakan bahwa kekuasaan negara perlu dilakukan pemisahan
dalam tiga bagian yaitu kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Pemisahan ini ditujukan untuk
menciptakan efekstivitas dan evisiensi serta transparansi pelaksanaan kekuasaan dalam negara
sehingga tujuan nasional suatu negara dapat terwujud dengan maksimal.

Khusus mengenai Yudikatif adalah fungsi untuk mengadili penyelewengan peraturan yang
telah dibuat oleh Legislatif dan dilaksanakan oleh Eksekutif. Dalam sejarahnya, Indonesia telah
mengalami rotasi pergantian kekuasaan. Ini ditandai dengan adanya masa kekuasaan yang dikenal
dengan tiga masa, yaitu masa Orde Lama, masa Orde Baru, dan masa Orde Reformasi. Disetiap masa
memiliki ciri khas kekuasaan yang berbeda-beda. Dari perbedaan setiap masa, dapat dilihat cara
dalam menerapkan kekuasaannya terhadap lembaga-lembaga yang terdapat pada masa itu. Kekuasaan
Yudikatif mungkin juga berbeda perananya dalam setiap adanya tiga masa kekuasaan tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Sesuai dengan judul diatas maka kami akan merumuskan masalah mengenai peran lembaga
yudikatif dan konsistensi antar lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

1.3. Tujuan
Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sistem Politik Indonesia.

Menambah wawasan mengenai peran lembaga yudikatif serta konsistensi antar lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif di Indonesia.

Melatih membuat laporan dalam bentuk Makalah.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Peran Lembaga Yudikatif


Negara Indonesia menerapkan triaspolitikal rosseou, sehingga didalam negara tersebut terbagi
atas tiga komponen, yaitu :

- Legislatif (lembaga pembuat Undang-Undang)


- Eksekutif (lembaga pelaksana Undang-Undang)
- Yudikatif (lembaga pengawas pelanggaran Undang-Undang)

Triaspolitikal rosseou atau lebih dikenal dengan trias politika, dalam artinya yang asli dan
murni maka doktrin itu diartikan sebagai pemisahan kekuasaan (separation of powers) yang mutlak di
antara ketiga cabang kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif), baik mengenai fungsi serta tugasnya
maupun mengenai organ yang menjalankan fungsi tersebut. Namun dalam perkembangannya, telah
kita ketahui bahwa doktrin pemisahan kekuasaan yang mutlak dan murni tersebut tidak mungkin
dipraktekkan dalam jaman modern karena tugas Negara sudah semakin kompleks sehinggan doktrin
itu diartikan hanya sebagai pembagian kekuasaan (distribution of powers) saja. Artinya hanya fungsi
pokoknya yang dipisahkan, sedangkan untuk selebihnya ketiga cabang kekuasaan itu terjalin satu
sama lain.

Kekuasaan yudikatif erat hubungannya dengan kedua kekuasaan lainnya (legislatif dan
yudikatif) serta erat hubungannya dengan hak dan kewajiban individu. Yudikatif merupakan lembaga
yang mengawasi jalannya pelaksanaan Undang-Undang. Yudikatif digunakan sebagai kontrol
terhadap Legislatif dan Eksekutif. Contah lembaga yudikatif adalah Mahkamah Agung, Dewan
Pertimbangan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan.

A. Badan Yudikatif dalam Negara-Negara Demokratis

Ada 2 sistem hukum yang berbeda dalam Negara-negara Komunis, yaitu:

1. Common Law

Sistem ini terdapat di negara-negara Anglo Saxon dan memulai pertumbuhannya di Inggris
pada abad pertengahan. Sistem ini berdasarkan prinsip bahwa disamping undang-undang yang dibuat
oleh parlemen (yang dinamakan statute law) masih terdapat peraturan-peraturan lain yang merupakan
Common Law. Common Law bukan peraturan berupa aturan-aturan yang telah dikodifisir
(dimasukkan dalan suatu Kitab Undang-Undang seperti Code Civil) tetapi merupakan kumpulan
keputusan yang dalam jaman yang lalu telah dirumuskan oleh hakim. Jadi sesungguhnya hakim juga
turut menciptakan hukum dengan keputusannya itu, Inilah yang dinamakan case law atau judge-made
law ( hukum buatan hakim).
2. Civil Law

Civil Law adalah peraturan yang berdasarkan pada produk hukum terdahulu yang diputuskan
oleh para hakim, dan kemudian hakim dapat membuat peraturan baru berdasar revisi dari peraturan
sebelumnya.

B. Badan Yudikatif di Negara-Negara Komunis

Realisasi dari sosialisme ini merupakan unsur yang paling menentukan dalam kenegaraan
serta menentukan pula peranan hukum didalamnya. Dikatakan bahwa Socialist Legaility, secara aktif
memajukan masyarkat kearah komunisme, dan karenanya segala aktifitas serta semua alat
kenegaraan, termasuk penyelenggaraan hukum dan wewenang badan yudikatif merupakan prasarana
untuk melancarkan perkembangan kearah komunisme. Tingkat perjuangan ini berbeda-beda menurut
tempat dan Negara komunis yang lebih menekankan penyelenggaraan kekerasan terhadap musuh-
musuh komunisme (Hongaria). UUD pasal 41 berbunyi Badan pengadilan republik rakyat Hongaria
menghukum musuh-musuh rakyat pekerja dan mendidik rakyat pekerja untuk hidup tertib dalam
masyarakat sosialis.

Di Uni Soviet, sistem pengadilan dan kejaksaan merupakan alat yang kuat dari diktatur
proletar, dengan mana tercapainya tugas-tugas sejarah dapat terjamin, tata hukum sosialis diperkuat
dan pelanggar UUD diberantas.

Hak asasipun dilihat dalam rangka yang sama dan fungsi badan yudkatif tidak dimaksud
untuk melindungi kebebasan individu dari tindakan sewenang-wenang pemerintah.

C. Badan Yudikatif dan Judical Review

Satu ciri yang terdapat di kebanyakan negara, baik yang memakai sistem Common Law
maupun sistem Civil Law ialah hak yang menguji apakah peraturan peraturan hukum yang lebih
rendah dari undang undang sesuai atau tidak dengan undang undang yang bersangkutan. tetapi,
dalam beberapa negara tertentu (Amerika Serikat, India, India, Jerman Barat) Mahkamah Agung juga
mempunyai wewenang untuk menguji apakah sesuatu undang undang sesuai dengan undang
undang dasar atau tidak, dan untuk menolak melaksanakan undang undang serta peraturan peraturan
lainnya yang dianggap bertentangan dengan undang undang dasar ini dinamakan Judicial Review.
Wewenang ini tidak secara eksplisit dinyatakan dalam undang undang dasar Amerika, tetapi dalam
tahun 1803 telah ditafsirkan demikian oleh ketua Mahkamah Agung John Marshall, dan kemudian
diterima oleh masyarakat sebagai suatu hal yang wajar.

Untuk sarjana-sarjana ilmu politik wewenang ini sangat menarik perhatian, karena keputusan
hakim yang menyangkut soal-soal konstitusionil mempunyai pengaruh besar atas proses politik. Peran
politik ini sangat nyata di Amerika Serikat; maka dari itu setiap penunjukan hakim agung baru atau
setiap keputusan Mahkamah Agung yang menyangkut soal soal konstitusionil mendapat perhatian
besar dari masyarakat umum.
Di Amerika keputusan Mahkamah Agung yang dianggap telah sangat mempengaruhi keadaan
politik ialah keputusan mengenai Public School Desegregation Act (Brown v Board of Education
1954) bahwa segregation (pemisahan antara golongan kulit putih dan golongan negro) untuk hak
hak sipil.

Di India dapat disebut keputusan Mahkamah Agung yang pada tahun 1969 telah menyatakan
undang-undang yang diprakarsai oleh pemerintah Indira Gandhi menasionalisasikan beberapa bank
swasta, sebagai unconstitutional.

D. Kebebasan Badan Yudikatif

Dalam kekuasaan yudikatif , prinsip yang tetap di pegang adalah bahwa dalam tiap Negara
Hukum badan yudikatif haruslah bebas dari campur tangan badan eksekutif. Hal ini dimaksudkan agar
badan yudikatif dapat berfungsi secara sewajarnya demi penegakkan hukum dan keadilan serta
menjamin hak-hak asasi manusia. Hanya dengan azas kebebasan badan yudikatif itulah dapat
diharapkan bahwa keputusan yang diambil oleh badan yudikatif dalam suatu perkara tidak akan
memihak dan berat sebelah dan semata-mata berpedoman pada norma-norma hukum dan keadilan
serta hati nurani hakim itu sendiri dengan tidak usah takut bahwa kedudukannya terancam.

Pasal 10 Universal Declaration of Human Rights memandang kebebasan dan tidak


memihaknya badan-badan pengadilan (independent and impartial tribunals) di dalam tiap-tiap Negara
sebagai suatu hal yang essensiil. Badan yudikatif yang bebas adalah syarat mutlak di dalam suatu
masyarakat yang bebas dibawah Rule of Law. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan dari campur
tangan badan eksekutif, legislatif atau pun masyarakat umum, di dalam menjalankan tugas
yudikatifnya. Tetapi bukan berarti bahwa hakim boleh bertindak secara serampangan. Kewajibannya
adalah untuk menafsirkan hukum serta prinsip-prinsip fundamental dan asumsi-asumsi yang
berhubungan dengan hal itu berdasarkan perasaan keadilannya serta hati nuraninya.

Di dalam beberapa Negara jabatan hakim itu adalah permanen, seumur hidup atau setidaknya
sampai saatnya pensiun, selama ia berkelakuan baik dan tidak tersangkut kejahatan. Selain itu dalam
kebanyakan Negara jabatan kehakiman tidak didasarkan atas hasil pemilihan seperti halnya pada
jabatan legislatif dan kepala eksekutif. Hakim biasanya di angkat oleh badan eksekutif yang dalam hal
Amerika Serikat didasarkan atas persetujuan Senat atau dalam hal Indonesia atas rekomendasi badan
legislatif. Ini dimaksudkan agar kekuasaan yudikatif itu tidak dipengaruhi oleh fluktuasi politik suatu
massa, sehingga dengan demikian diharapkan tugas yudikatifnya bisa dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya.

E. Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia

Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya sistem hukum perdatanya, hingga
kini masih terdapat dualisme, yaitu:

1. Sistem hukum adat

Tata hukum yang bercorak asli Indonesia dan umumnya tidak terulis.
2. Sistim hukum Eropa Barat

Yang bercorak kode-kode perancis zaman Napoleon yang dipengaruhi oleh hukum Romawi.

Pada permulaan masa demokrasi pancasila telah sangat mendesak pemerintah untuk
mengakui adanya hak menguji undang-undang pada Mahkamah Agung . Diharapkan dengan adanya
wewenang judicial review ini , dijamin tidak akan terulang kembali penyelewengan yang terjadi
seperti yang dilakukan oleh Ir. Soekarno dalam masa demokrasi terpimpin.

Dalam pasal 26 yang mengatur Mahkamah Agunguntuk menguji dan menyatakan dan
menyatakan tidak sah semua peraturan perundangan dari tingkat yang lebih rendah dari undang-
undang , tanpa pasal tersebut menyebut wewenang menyatakan tidak sah undang-undang, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pedoman kita dalam hal ini adalah sesuai dengan jiwa pasal 130 Undang-
Undang Dasar R.I.S dan Pasal 95 Undang-Undang Dasar 1950 bahwa Undang-undang tidak dapat
diganggu gugat.

Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki hak menguji undang-undang dan
peraturan pelaksanaan undang-undang terhada Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengaturnya, maka
tidak dengan sendirinyahak menguji undang-undang terhada Undang-Undang Dasar oleh Mahkamah
Agung dapat diletakan dalam sebuah Undang-Undang. Jadi hanya Undang-Undang Dasar atau
Ketetapan MPR(S) yang dapat memberikan ketentuan.

2.2. Konsistensi Antar Lembaga

A. Lembaga Negara yang Memegang Kekuasaan Legislatif

1. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)

Pasal 2 UUD 1945 setelah amandemen mengatakan MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD
yang di pilih melalui pemilihan umum. Selanjutnya dalam ayat 2 ayat tersebut dinyatakan MPR
bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota Negara. Kemudian dalam ayat 3 pasal 2
tersebut dinyatakan pula segala putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak dan ada pakar
menyatakan kelemahan pasal ini justru kurang menghargai asas musyawarah mufakat atau
mengesampingkan kepentingan minoritas.

Wewenang (pasal 3 (1) UUD 1945 sesudah amandemen)

a) Mengubah dan menetapkan UUD

b) Melantik Presiden dan Wakil Presiden

c) MPR hanya dapat memperhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam
masa jabatanya menurut UUD.
Wewenang MPR (pasal 3 (1) UUD 1945 sebelum amandemen)

a) Memilih dan atau mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;

b) Menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN)

c) Menyelenggarakan sidang istimewa untuk meminta pertanggung jawaban


presiden dalam hal presiden sungguh-sungguh melanggar haluan Negara.

Jika mencermati tugas dan wewenang MPR pasca perubahan UUD 1945 jelas telah
berkurang, selain itu banyak pihak menilai perubahan UUD 1945 sebuah kemunduran dari segi
eksistensi dan tugas serta wewenang. Eksistensi MPR yang tadinya adalah lembaga tertinggi Negara
sekarang menjadi lembaga tinggi Negara sejajar dengan Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilah Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Badan
Pengawas Keuangan (BPK). Adapun ide dalam perbuahan status ini secara konseptual ingin
menegaskan bahwa MPR bukan satu-satunya lembaga yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Setiap
lembaga yang mengemban tugas-tugas politik Negara dan pemerintahan (kecuali kehakiman dan
kejaksaan) pada hakikatnya adalah pelaksana kedaulatan rakyat secara objektif dan konsisten.

2. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)

Dalam pembahasan sebelumnya sudah kami singgung bahwa pasca perubahan UUD 1945
serta merta membawa perubahan pada jumlah lembaga Negara, wewenang dan tugas DPR. Sebelum
perubahan UUD 1945 dikatakan bahwa DPR adalah kuat dan senantiasa dapat mengaweasi tindakan-
tindakan Presiden bahkan jika DPR menganggap bahwa presiden sungguh-sungguh melanggar haluan
Negara yang diatur dalam UUD 1945 atau melanggar ketetapan MPR, maka DPR dapat mengundang
MPR untuk menyelenggarakan sidang istimewa duna meminta pertanggung jawaban Presiden. Untuk
lebih jelasnya berikut tugas dan wewenang DPR sebelum amandemen dan sesudah amandemen.

Wewenang DPR sebelum Amandemen

a) Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.

b) Memberikan persetujuan atas PERPU.

c) Memberikan persetujuan atas Anggaran.

d) Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta


pertanggungjawaban presiden.

e) Tidak disebutkan bahwa DPR berwenang memilih anggota-anggota BPK dan


tiga hakim pada Mahkamah Konstitusi.
Wewenang DPR setelah Amandemen

a) Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat


persetujuan bersama

b) Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti


Undang-Undang

c) Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan
dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan

d) Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan


DPD

e) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan


pemerintah

3. DPD (Dewan Perwakilan Daerah)

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga baru yang hadir di era reformasi.
Perubahan kedua UUD 1945 memasukan DPD dalam pasal 22C BAB VIIA Mengenai jumlah
anggota, cara pemilihannya, dan wewenangnya. Menurut pasal 22C UUD 1945 (1) Anggota dewan
dipilih dari setiap profinsi melalui pemilihan umum. Ayat (2) Anggota DPD dari setiap Provinsi
jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR.

Adapun untuk selanjutnya dijelaskan mengenai tugas dan wewenang, adalah sebagai berikut:

a) Mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan Otonomi Daerah

b) Ikut membahas Rancangan Undang-undang yang berkaitan dengan Otonomi


Daerah

c) Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang yang


berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

d) Melakikan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi


daerah menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR.

B. Lembaga Negara yang Memegang Kekuasaan Eksekutif

1. Presiden

Sistem ketatanegaraan Indonesia tidak dapat disetarakan dengan sistem ketatanegaraan lain
meskipun sama-sama menganut pembagian kekuasaan. Presiden adalah lembaga Negara yang
berperan sebagai lembaga Eksekutif, dimana presiden adalah lembaga yang menjalankan
pemerintahan yang dalam prakteknya dibantu oleh Wakil Presiden dan Mentri-mentri. Dalam hal ini
presiden mempunyai tugas memegang dan menjalankan kekuasaan pemerintahan menurut UUD
1945 .
Menurut UUD 1945 kepada presiden diberikan wewenang untuk :

a) Grasi yaitu hak member ampun kepada seseorang yang telah dijatuhi putusan
hakim

b) Amnesty yaitu hak unntuk menghapuskan segala akibat hukum dari beberapa
kejahatan dari beberapa orang yang sudah ditangkap, belum ditangkap, sudah di
hukum.

c) Abolisi yaitu hak meniadakan/menghentikan terhadap penentuan yang belum


selesai tetapi sudah mulai atau terhadap penuntutan yang belum diadakan

d) Rehabilitasi yaitu mengembalikan nama baik seperi seseorang semula.

2. Wakil Presiden

Jika presiden tidak bisa menjalankan amanah karena mangkat, berhenti atau diberhentikan
maka tugas diambil alih oleh wakil presiden sampai batas waktu jabatan. Jika jabatan wakil presiden
kosong maka selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari MPR menyelenggarakan sidang pemilihan
dari usulan presiden.

Tugas dan wewenang wakil presiden

a) Membantu presiden dalam melakukan kewajibannya

b) Menggantikan presiden sampai waktunya presiden meninggal dunia, berhenti


atau diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajiban dengan sebaik-baknya

c) Memperhatikan secara khusus, menampung masalah yang perlu menyangkut


bidang tugas kesejahteraan rakyat

d) Melakukan pengawasan operasional pembangunan dengan bantuan


departemen-departemen, lembaga non-departemen.

C. Lembaga Negara yang Memegang Kekuasaan Yudikatif

Menurut UUD 1945 pasca amandemen menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk melaksanakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Utnuk melaksanakan hal hal itu dibutuhkan badan-badan atau lembaga peradilan yang sanggup
bekerja dengan penuh profesionalitas dan integritas tinggi guna menegakkan hukum dan keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Kekuasaan kehakiman yang merdeka tersebut yang dijalankan melalui
lembaga peradilan tersebut yang dijalankan melalui lembaga peradilan adalah dalam rangka
mewujudkan cita-cita Negara hukumcdan cita-cita keadilan dimana lembaga peradilan tersebut harus
bebas dari campur tangan pihak manapun.

Upaya kearah tersebut menurut Triwulan Tutik dilakukan dengan mengadakan penataan ulang
lembaga Yudikatif, peningkatan kualifikasi dan kualitas hakim dan penataan perundang-undangan
yang berlaku. Implikasi dari ketentuan dalam amandemen UD 1945 telah membagi kekuasaan
yudikatif dalam tiga kamar yaitu Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi
Yudisial (KY).
1. Mahkamah Agung (MA)

Merujuk pada UUD 1945 pasca amanndemen menentapkan bahwa Mahkamah Agung dan
badan peradilan dibawahnya adalah dalam lingungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan
TUN adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka di samping Mahkamah Konstitusi. Dengan
kata lain reformasi bidang hukum menenmpatkan MA tidak satu-satunya kekuasaan kehakiman, tetapi
MA hanyalah satu pelaku kekuasaan kehakiman. Mahkamah Agung memiliki posisi yang strategis
terutama bidang hukum dan ketatanegaraan yang di format :

- Menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;

- Mengadili pada tingkat kasasi;

- Menguji peranturan perundang-undangan dibawah undang-undang; dan

- Berbagai kekuasaan atau kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang.

a) Susunan Keanggotaan Mahkamah Agung

Susunan dan kekuasaan bada-badan kehakiman diatur dengan UU No.14


tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No.4 tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman dan khusus tentang Mahkamah Agung diatur dalam UU No. 5 tahun 2004
menentukan susunan MA terdiri atas Hakim Agung (Pimpinan), Hakim anggota,
panitera dan seorang sekretaris.Adapun jumlah Hakim Agung paling banyak enam
puluh orang.

b) Tugas dan Wewenang MA

MA sebagai salah satu kuatan kehakiman memiliki tugas dan kewenangan antara lain:

i. Memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenagan


mengadili dan permohonan peninjauan kembali.

ii. Menguji dan menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan


dibawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan UU diatasnya.

iii. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggraan peradilan dan


mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim disemua lingkungan
peradilan.

iv. Memberikan pertimbangan hukum kepada presiden dalam permohonan


grasi dan rehabilitas ataupun pertimbangan hukum lainnya.

c) Badan Peradilan di Lingkungan MA

Susunan peradilan di Indonesia dibawah kuasaan kehakiman Mahkamah Agung

i. Peradilan Umum, kekuasaan peradilan Umum meliputi

- Pengadilan Negeri yaitu peradilan umum sehari-hari yang


berwenang memeriksa dan memutuskan perkara dalam tingkat
pertama segala perkara perdata dan pidana sipil. Pengadilan Negeri
berkedudukan di Ibu Kota Kabupaten/Kota.
- Peradilan Tinggi yaitu pengadilan banding yang akan mengadili
kembali perkara perdata dan pidana yang telah diadili pengadilan
negeri oleh terdakwa atau jaksa yang kurang puas atas keputusan
pengadilan negeri. Peradilan tinggi berada di Ibu Kota Provinsi.

ii. Peradilan Agama, merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman bagi


masyarakat yang beraga Islam mengenai perkara perdata tertentu yaitu
Perkawinan terdiri atas (pencegahan, pembatalan, pemutusan perkawinan),
Kewarisan, dan Hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam serta Infaq
dan Shodaqoh.

iii. Peradilan Tata Usaha Negara, adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan di dalam sengketa tata usaha Negara.
Kekuasaan peradilan tata usaha Negara dilaksanakan oleh pengadilan TUN
dan pengadilan tinggi TUN.

iv. Peradilan Militer, bertugas memeriksa dan memutus perkara pidana yang
dlakukan oleh seseotrag yang pada waktu itu menjado anggota TNI atau
POLRI atau yang dipersamakan dengan itu.

2. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi adalah sebuah lembaga Negara yang ada setelah amandemen UUD
1945. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia MK di konstruksikan; Pertama, sebagai pengawal
konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional ditengah kehidupan masyarakat.
Kedua, MK bertugas menjamin dan mendorong agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh
semua komponen Negara secara konsisten dan bertanggungjawab. Ketiga, di tengah kelemahan sistem
konstitusi yang ada , MK berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai
keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.

a) Susunan Keanggotaan Mahkamah Konstitusi.

Sesuai dengan Pasal 7 UU No. 24 tahun 2003 yang berisikan untuk


memperlancar pelaksanaan dan wewenangnya MK dibantu dengan Sembilan hakim
konstitusi dibantu oleh sekretaris jendral dan kepaniteraan.

b) Hakim Konstitusi

Sembilan hakim tersebut diajukan masing-masih tiga oleh DPR, tiga oleh
Mahkamah Agung dan tiga oleh Presiden lalu ditetapkan oleh keputusan Presiden
untuk masa jabatan tiga tahun.
c) Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstitusi.

Wewenang mahkamah konstitusi diatur dalam pasal 24 C ayat (1) UUD 1945
jo Pasal 10 ayat (1) UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang
menyatakan

i. Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat perama dan


terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD.

ii. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewengannya


diberikan oleh UUD.

iii. Memutus pembubaran partai politik.

iv. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

3. Komisi Yudisial

Setelah terjadi amandemen komisi yudisial adalah lembaga mandiri dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Dalam konteks
ketatanegaraan KY mempunyai peranan yang penting yaitu pertama, mewujudkan kekuasaan
kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung, kedua, melakukan pengawasan terhadap
hakim yang transparan dan partisipatif guna menjaga dan menegakkan kohormatan keluhuran
martabat serta perilaku hakim.

a) Susunan Keanggotaan Komisi Yudisial

Komisi Yudisial adalah komisi yang terdiri atas seorang ketua, seorang wakil
ketua yang merangkap anggota dan tujuh orang anggota dibantu oleh secretariat
jendral. Keanggotaan terdiri atas unsur mantan hakim, praktisi hukum, akademisi,
dan anggota masyarakat. Ketua dan wakil dipilih oleh anggota KY. Diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR untuk masa jabatan lima tahun.
Anggota KY dilarangmerangkap jabatan menjadi pejabat Negara, hakim, advokat,
notaries/PPATK, pengurus BUMN, pengusaha, pegawai negeri, pengurus patai
politik.

b) Tugas dan Wewenang

Sebagaimana yang ditetapkan undang-undang tugas pertama adalah


mengusulkan pengangkatan hakim dengan prosedur

i. Melakukan pendaftaran calon hakim agung

ii. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung

iii. Menetapkan calon hakim agung

iv. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.


Tugas kedua, mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga,
menegakkan kohormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Dengan cara

i. Menerima laporan dari masyrakat tentang perilaku hakim

ii. Meminta laporan berkala kepada badan peradilan

iii. Memeriksa dugaan pelanggaran perilaku hakim

iv. Memanggil kode etik perilaku hakim

v. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan


disampaikan kepada MA/MK serta tindakannya disampaikan kepada
Presiden dan DPR.

4. Kekuasaan Eksaminatif (BPK)

Lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.

Kekuasaan eksaminatif menurut UUD 1945 dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan

a) Susunan Keanggotaan BPK

Dalam melakukan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah akan tetapi


tidak berdiri diatas pemerintah terdiri atas ketua dan wakil yang merangkap anggota
dan lima anggota, pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota.

b) Tugas dan Wewenang

Tugas dan wewenang memiliki posisi strategis karena menyangkut semua


aspek yang berkaitan dengan sumber dan penggunaan anggaran dan keuangan Negara
yaitu

i. Memeriksa tanggungjawab tentang keuangan Negara. Hasil pemeriksaan


itu diberitahukan kepada DPR, DPD, dan DPRD.

ii. Memeriksa semua pelaksanaan APBN

iii. Memeriksa tanggungjawab pemerintah tentang keuangan Negara.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem kelembagaan Indonesia terbentuk atas dasar pembagian kekuasaan. Adapun dasar
Pembagian kekuasaan adalah keinginan untuk membatasi kekuasaan atau penunmpukan yang ada
pada satu lembaga. Oleh hal itulah kemudian di Indonesia adanya pembagian kekuasaan tersebut,
meliputi; Legislatif yaitu lembaga yang berkuasa untuk membuat undang-undang dalam hal ini yang
berperan di Indonesia ada tiga lembaga yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Eksekutif yaitu lembaga yang
melaksanakan Undang-undang dalam hal ini adalah Presiden dan Wakil Presiden Dibantu dengan
Mentri-Mentri Khusus; dan Yudikatif yaitu lembaga Independen yang mengawasi dan Mengontrol
jalannya pembuatan Perundang-undangan dan jalannya pelaksanaan pemerintahan atau perundang-
undangan yang dalam hal ini adalah Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam
perkembangannya untuk masalah keuangan Negara walaupun dalam pembuatan RABN dibuat oleh
DPR dan Presiden dan jajaranya, untuk mengawasi dan mengontrol belanja Negara di Indonesia
memiliki Lembaga yang berkuasa secara Eksaminatif yaitu Badan Pengawas Keuangan (BPK).

3.2. Saran

1. Pemerintah

Sebagai pemegang kekuasaan hendaknya pemerintah dapat menjalankan tugas dan


pekerjaannya sesuai dengan aturan yang tentunya untuk kebaikan bersama. UU yang dibuat
hendaknya dilakukan dan diawasi dengan baik.

2. Lembaga Kehakiman

Lembaga Kehakiman merupakan lembaga netral yang bekerja untuk keadilan, hendakanya
dalam pelaksanaan tugasnya sesuai dengan aturan dan UU untuk melanyai seluruh masyrakat.
Diharapkan juga untuk menegakan aturan dengan seadil-adilnya.

3. Masyarakat

Masyarakat merupakan subyak dan sasaran dari setiap aturan dan kebijkan yang dibuat.
Hendaknya masyarakat dapat menjadi pengawas pemerintahan dan lembaga hukum negara agar
menjalankan tugasnya dengan baik. Selain itu masyarakat juga diharapkan dapat menaati aturan yang
telah dibuat oleh lembaga berwenang sesuai UU.
DAFTAR PUSTAKA

Sinalu. Nomensin. 2014. Hukum Tata Negara Indonesia. Pratama Aksara : Jogjakarta

Asshiddiqie. Jimly . 2003. Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat


Uud Tahun 1945. Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional Viii, Tema; Penegakan
Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI.Denpasar Juli 14- 18.

https://antoniawdy.wordpress.com/2014/05/20/fungsi-lembaga-yudikatif-dalam-sistem-
politik-indonesia-pada-masa-orde-baru-dan-reformasi/

http://desbayy.blogspot.co.id/2015/05/makalah-sistem-kelembagaan-negara.html

http://cynthiadeviportfolio.blogspot.co.id/2009/04/makalah-politik-lembaga-yudikatif.html

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id

http://www.mpr.go.id

ejournal.unisba.ac.id/index.php/syiar_hukum/article/download/649/pdf

http://id.wikipedia.org

You might also like