You are on page 1of 70

i

USULAN PROPOSAL PENELITIAN

KESIAPAN PERAWAT RSUD LIWA KAB. LAMPUNG BARAT


DALAM MENGHADAPI BENCANA PADA
TAHAP PREPAREDNEES (KESIAPSIAGAAN)
TAHUN 2011

Disusun Oleh :

NAMA : SRI REJEKI


NIM : P 2720010 184

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN
2011
ii

USULAN PROPOSAL PENELITIAN

KESIAPAN PERAWAT RSUD LIWA KAB. LAMPUNG BARAT


DALAM MENGHADAPI BENCANA PADA
TAHAP PREPAREDNESS (KESIAPSIAGAAN)
TAHUN 2011

Untuk Menempuh Ujian Karya Ilmiah

Disusun Oleh :

SRI REJEKI
NIM : P 27220010 184

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN
2011

ii
iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Penelitian ini diajukan oleh:

Nama : SRI REJEKI

NIM : P 27220010 184

Jurusan : Keperawatan DIV Mitra Spesialis Gawat Darurat Politeknik


Kesehatan Surakarta

Judul Penelitian : KESIAPAN PERAWAT RSUD LIWA KAB. LAMPUNG


BARAT DALAM MENGHADAPI BENCANA PADA
TAHAP PREPAREDNESS (KESIAPSIAGAAN) TAHUN
2011

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Penelitian Jurusan


Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.

Ditetapkan di : Surakarta
Tanggal : Januari 2010

Pembimbing : SUMARDINO, SST, M.Kes(.)


NIP : 196710021988031001

iii
iv

HALAMAN PENGESAHAN

Proposal Penelitian ini diajukan oleh:

Nama : SRI REJEKI

NIM : P 27220010 184

Jurusan : Keperawatan DIV Mitra Spesialis Gawat Darurat Politeknik


Kesehatan Surakarta

Judul Penelitian : KESIAPAN PERAWAT RSUD LIWA KAB. LAMPUNG


BARAT DALAM MENGHADAPI BENCANA PADA
TAHAP PREPAREDNESS (KESIAPSIAGAAN) TAHUN
2011

Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta

Ditetapkan di :

Tanggal :

DEWAN PENGUJI

Penguji I : R. ENDAH HAPPY P.,SKP.,Ns.,MKep ( )


NIP. 197305181998132002
Penguji II : SUMARDINO, SST, M.Kes ( )
NIP. 196710021988031001

Mengetahui
Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Surakarta

SUDIRO, S.Kp., Ns., M.Pd


NIP. 19680104 198903 1 002

iv
v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

penelitian dengan judul KESIAPAN PERAWAT RSUD LIWA KAB.

LAMPUNG BARAT DALAM MENGHADAPI BENCANA PADA TAHAP

PREPAREDNESS (KESIAPSIAGAAN) TAHUN 2011.Dalam penyusunan

proposal penelitian ini penulis banyak mendapat bimbingan, pengarahan dan

dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

terhormat :

1. Sudiro, S.Kp., Ns., M.Pd, selaku Ketua Jurusan Keperawatan yang telah

memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Surakarta.

2. Addi Mardi Harnanto, MN, selaku Ketua Program Studi D IV Keperawatan

yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.

3. Sumardino, SST., M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah membimbiing

dengan cermat, memberikan masukan-masukan dan inspirasi serta

memfasilitasi demi sempurnanya proposal penelitian ini.

4. Semua dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta yang

telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasan serta ilmu yang

bermanfaat.

v
vi

5. Teman-teman Mahasiswa Jurusan Keperawatan DIV Mitra Spesialis Gawat

Darurat Politeknik Kesehatan Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan

spiritual.

Semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapat pahala di sisi-Nya.

Surakarta, Januari 2011

Peneliti

vi
vii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL LUAR....................................................................... i
HALAMAN SAMPUL DALAM................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
KATA PENGANTAR...................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian.................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian................................................................ 6
E. Keaslian Penelitian............................................................... 6

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Deskripsi Teori...................................................................... 8
1. Kesiapan Perawat.......................................................... 8
2. Rumah Sakit Umum Daerah Liwa Kab. Lampung
Barat............................................................................... 21
3. Bencana
B. Kerangka Konsep Teori....................................................... 27
C. Kerangka Konsep................................................................. 28
D. Pertanyaan Penelitian.......................................................... 28

vii
viii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis dan rancangan Penelitian........................................... 30
B. Waktu dan Tempat Penelitian............................................. 31
C. Populasi dan Sampel Penelitian.......................................... 31
D. Variabel Penelitian................................................................ 33
E. Definisi Operasional............................................................. 34
F. Instrumen Penelitian............................................................ 35
G. Analisis Data.......................................................................... 40
H. Rencana Jalannya Penelitian............................................... 42

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 44
LAMPIRAN

viii
ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. Kerangka teori............................................................................. 27


Gambar 4. Kerangka konsep......................................................................... 28

ix
x

DAFTAR TABEL

Halaman
Table 3.1. Definisi operasional....................................................................... 34
Table 3.2. Kisi-Kisi Kuesioner Kesiapan Penanganan Bencana................. 36

x
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (1999), bencana adalah

kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya

nyawa atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada

skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah

yang terkena. Banyak pihak yang kurang menyadari pentingnya mengelola

bencana dengan baik. Salah satu faktor adalah karena bencana belum pasti

terjadinya dan tidak diketahui kapan akan terjadi. Sebagai akibatnya,

manusia sering kurang peduli dan tidak melakukan langkah pengamanan dan

pencegahan terhadap berbagai kemungkinan yang dapat terjadi (Soehatman,

2010).

Sebagai contoh beberapa bencana yang pernah terjadi sepanjang

abad ke-20 dan 21: Gempa bumi dengan kekuatan 7,6 Skala Richter (SR)

di Asia Selatan tahun 2005 menewaskan lebih dari 1.500 orang, tahun

2001 Gempa 7,9 SR di India menewaskan 13.000 orang (Evi, 2010).

Akibat Angin Ribut Mitch, Nikaragua, 1998 mengakibatkan 108 RS dan

pusat kesehatan rusak (Pan Amecican Health Organization (PAHO),

2006).

Demikian pula di Indonesia tidak luput dari incaran bencana,

Indonesia sering ditimpa bencana baik skala kecil maupun skala besar

1
2

yang menimbulkan korban yang besar; contoh bencana Tsunami di Aceh

(2006) yang telah mengakibatkan 150 ribu orang meninggal dan puluhan

ribu lainnya hilang, cidera atau sakit. Gempa Sumatera Barat (30

September 2009) berkekuatan 7,6 Skala Ritchter mengakibatkan korban

tewas mencapai 1.115 orang. Luapan lumpur Lapindo Brantas Porong,

Sidoardjo yang tidak terkendali telah menenggelamkan kawasan seluas

sekitar 900 hektar mengakibatkan ribuan penduduk kehilangan tempat

tinggal dan tempat usaha yang terpaksa berhenti beroperasi (Soehatman,

2010). Indonesia terletak pada zona gempa dunia yang terbagi atas dua

jalur, yaitu jalur Circum Pasifik dan jalur Mediteranian. Jalur Circum

pasifik adalah jalur wilayah dimana banyak terjadi gempa-gempa dalam

dan juga gempa-gempa besar yang dangkal. Pada jalur ini terbentang

mulai dari Sulawesi, Filipina, Jepang, dan kepulauan Hawai. Jalur

Mediteranian adalah jalur wilayah dimana banyak terjadi gempa-gempa

besar yang membentang dari Amerika, Eropa, Timur Tengah, India,

Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara. Pada jalur ini sering terjadi gempa-

gempa tektonik dan juga vulkanik (Evi, 2009).

Hasil Catatan Direktur Vulkanologi & Mitigasi Bencana Geologi

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 28

wilayah di Indonesia yang rawan gempa dan tsunami, diantaranya;

Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung,

Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian, Bali, Nusa

Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Maluku, Papua,


3

Balikpapan dan seterusnya. Tahun 1953 di Lampung Barat menewaskan

550 orang dan rumah hancur dan berulang kembali pada tahun 1994

menewaskan 197 orang dengan kekuatan gempa 6 SR, berdasarkan

catatan ini kita dapat mengetahui periodisasi gempa, misalnya di Lampung

Barat gempa terjadi 60 tahun sekali. kata Prof. Dr. Drs. Suharno,M.sc.,

PhD, Guru Besar Tetap Tehnik Geofisika Fakultas Tehnik Unila

(Lampungpost, 15-2-2010).

Belajar dari pengalaman musibah di atas istilah disaster

preparedness (kesiapsiagaan) bencana menjadi lebih sering dibicarakan

seandainya kita memiliki kesiapsiagaan terhadap bencana mungkin tidak

akan jatuh korban sebanyak itu, namun semua berbicara preparedness

setelah musibah itu terjadi (Fuad, 2006). Selama ini penanggulangan

bencana lebih banyak ditujukan kepada periode terjadi berupa bantuan

tanggap darurat, padahal sesungguhnya penanggulangan bencana sudah

harus di mulai pada periode pra bencana sehingga dapat mengurangi

kualitas dan kuantitas korban secara bermakna. Untuk itu tiap RS harus

memiliki disaster plan agar bila terjadi bencana dapat melaksanakan

tindakan pertolongan secara tepat dan tepat sesuai kebutuhan dan

menyesuaikan dengan kondisi RS tersebut (Depkes RI, 1999).

Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan dengan Kepala Ruang

UGD didapatkan data bahwa pengalaman mereka selama ini ketika terjadi

bencana seperti: kasus keracunan massal dengan 75 korban, kecelakaan

lalu lintas beruntun (truk masuk jurang) 60 korban, bus masuk jurang 25
4

korban (Buku registrasi UGD, 2006-2009) dalam upaya penanganannya

hanya dilakukan oleh perawat jaga UGD, kalaupun ada perawat yang

membantu itu sifatnya sukarela dari ruang lain, belum ada prosedur

tetap/petunjuk teknis baku tentang manajemen bencana untuk menangani

kasus-kasus bencana yang terjadi seperti kemana, siapa yang harus

dihubungi, apa yang harus dilakukan, ruang mana yang harus membantu

terutama di luar jam kerja. Perawat ruang lain pun kadang cenderung cuek

dengan kesibukan yang dihadapi UGD ketika menangani kasus massal.

Berdasarkan fakta di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana kesiapan perawat RSUD Liwa

dalam menghadapi bencana pada tahap preparedness (kesiapsiagaan)?

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana kesiapan perawat

RSUD Liwa dalam menghadapi bencana pada tahap preparedness

(kesiapsiagaan)?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kesiapan perawat RSUD Liwa dalam

menghadapi bencana pada tahap preparedness (kesiapsiagaan).

2. Tujuan Khusus
5

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat dalam penanganan

pasien pada kasus kasus-bencana di RSUD Liwa.

b. Untuk mengetahui gambaran penggunaan peralatan yang menunjang

keperawatan dalam penanganan bencana di RSUD Liwa.

c. Untuk mengetahui gambaran penggunaan jaringan komunikasi untuk

perawat dalam menghadapi bencana di RSUD Liwa.

d. Untuk mengetahui gambaran pengembangan substansi transportasi

dalam membantu penanganan penderita gawat darurat di RSUD

Liwa

e. Untuk mengetahui gambaran kerjasama lintas sektoral yang

dilakukan di RSUD Liwa.

D. Manfaat Penelitian

1. Institusi Rumah Sakit

Memberikan masukan dan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan

sehubungan dengan kesiapan perawat di RSUD Liwa dalam menghadapi

bencana.

2. Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa

khususnya mengenai kesiapan penanganan dalam menghadapi bencana.

3. Keilmuan
6

Dapat dipergunakan sebagai informasi lebih lanjut dalam usaha

peningkatan pengetahuan tentang penanganan bencana.

4. Bagi Penulis

Sebagai informasi untuk penelitian bagi peminat yang sama.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti untuk penelitian mengenai Kesiapan

perawat RSUD Liwa Kab. Lampun Barat dalam menghadapi bencana pada

tahap preparedness (kesiapsiagaan) belum pernah dilakukan. Namun

penelitian yang serupa telah dilakukan oleh Saudari Laili Nur Hidayati di

IRD RSUP Dr.Sardjito, Yogyakarta (2008), dengan judul Pengetahuan

Perawat Instalasi Rawat Darurat RSUP SARDJITO Dalam Kesiapan

Menghadapi Bencana Pada Tahap Preparedness dengan kesimpulan akhir

rata-rata baik, saudara Laili lebih menekankan pada sikap perawat dalam

pengkajian perolehan data disamping adanya pengalaman langsung pasca

gempa Yogya-Jawa Tengah tanggal 27 Mei 2006 ditunjang kondisi RS yang

memang dipersiapkan untuk penanganan korban bencana Merapi saat itu.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek yang mencakup seluruh

perawat RS, tempat penelitian dilakukan di RS daerah Type C yang

didirikan setelah pasca bencana Gempa Liwa 1994.


7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Kesiapan Perawat

Kesiapan dari kata dasar siap yang artinya: sudah sedia; sudah

disediakan (tinggal memakai atau menggunakan saja). Persiapan diartikan:

perlengkapan dan persediaan (untuk sesuatu). Perbuatan (hal dsb) bersiap-

siap atau mempersiapkan; tindakan (rancangan dsb) untuk sesuatu

(www.KamusBahasaIndonesia.org).

Perawat merupakan bagian integral dari tenaga kesehatan RS. Staf

keperawatan adalah bagian penting dalam respon utama sebuah major

incident atau bencana. Kegagalan rencana pada peran dan tanggung jawab

tim keperawatan akan berakibat kegagalan dalam menangani pasien

korban bencana. Peran ini menjadi penting ketika RS harus menyusun

disaster plan. Pada major incident ada 3 peran operasional: Manajement

roles, Clinical roles dan Nursing roles. Koordinasi ketiga tim ini sangat

penting dalam menghadapi major incident (Carley S, 2005).

Untuk menghasilkan suatu Hospital Disaster Plan yang baik,

diperlukan peran yang lebih besar dari profesi perawatan, karena perawat

sebagai salah satu komponen yang terlibat dalam operasional management

bencana, disamping peran medik maupun peran management.


8

Keperawatan gawat darurat adalah perawatan kepada individu dari

berbagai tingkat usia yang mengalami perubahan fisik dan emosional yang

membutuhkan tindakan berkelanjutan dan biasanya bersifat berkala,

primer dan akut. Perawat gawat darurat bersifat multi dimensional,

mencakup tanggungjawab, fungsi, peran dan ketrampilan yang

membutuhkan body of knowledge yang spesifik. Inti dari keperawat gawat

darurat ditunjukkan dengan praktek gawat darurat, lingkungan dengan

kejadian yang ada dan pengguna kegawatan itu sendiri. Karakteristik

khusus dari praktek keperawat gawat darurat meliputi: (1) pengkajian,

diagnosa dan pengobatan yang mendesak serta situasi yang tidak

mendesak meliputi individu dari semua umur, sering dengan pasien yang

terbatas; (2) triase dan prioritas; (3) siap siaga bencana. Karakteristik yang

melekat dalam perawatan gawat darurat adalah gabungan secara alamiah

dari tim perawatan kesehatan gawat darurat dan kualitas perawatan

tergantung dari konsep tim. Anggota tim ini meliputi: dokter, perawat,

asisten dokter dan tehnisi medis gawat darurat sebagai sebaik-bainya

penggung jawab pertama (Sheehy, 1998).

2. Rumah Sakit Umum Daerah Liwa Kab. Lampung Barat

RSUD Liwa secara geografis terletak pada koordinat 50159 LS

dan 1040425 BT dengan ketinggian 930 meter diatas permukaan laut.

Suhu disekitar RSUD Liwa terasa sejuk, letaknya jauh dari kebisingan

sehingga terasa nyaman bagi pasien maupun keluarga yang menunggui.

Merupakan rumah sakit type C yang dibangun pada tahun 1997/1998,


9

diatas tanah seluas 5,5 ha dengan luas bangunan 14.266 m. Untuk

mendukung terwujudnya Indonesia Sehat yang dicanangkan Departemen

Kesehatan RSUD Liwa mempunyai misi dan misi sebagai berikut:

Visi: Terwujudnya Pelayanan Rumah Sakit yang Optimal.

Misi: 1. Meningkatkan pelayanan yang berkualitas dan terjangkau

2. Meningkatkan profesionalisme dan kuantitas sumber daya manusia

3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana Rumah

Sakit

Tujuan:1. Meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit

2. Meningkatkan profesionalisme tenaga rumah sakit

Sasaran: 1. Terselenggaranya pelayanan yang optimal

2. Terwujudnya tenaga medis dan non medis yang professional

3. Terpenuhinya standar tenaga medis dan non medis

Fasilitas pelayanan yang telah ada di RSUD Liwa meliputi:

a. Rawat Jalan (Poli Kebidanan, Penyakit Dalam, Bedah,

Anak, Paru, Umum, dan Gigi)

b. Rawat Inap ( Ruang Kebidanan, R. Anak dan Perinatalogi,

R. Bedah, R. Penyakit Dalam, R. VIP/Kleas I, R. ICU)

c. Penunjang Medik (Radiologi, Farmasi, Fisioterapi)

d. Instalasi (UGD, Operasi, Anestesi, Gizi, IPRS,

Sanitasi/Kesehatan Lingkungan)

Jumlah tenaga di RSUD Liwa tahun 2009 sebanyak 213 orang.

Berdasarkan jenis ketenagaan, 65% tenaga kesehatan dan sisanya 35% non
10

kesehatan. Berdasarkan status kepegawaian, 81% PNS dan 19% adalah

PTT dan kontrak.

Jumlah dokter spesialis: Bedah 1 orang, Penyakit Dalam 1 orang,

Obstetri dan Ginekologi 1 orang, Anak vacuum sejak bulan Maret 2010,

Pernafasan dan Paru 1 orang. Dokter umum berjumlah 12 orang, 2

diantaranya sedang melanjutkan pendidikan spesialis Anak dan Penyakit

Dalam.

Jumlah tenaga perawat sebanyak 93 orang dari berbagai jenjang

pendidikan (SPK 3 orang, DIII 80 orang, SI Keperawatan 10 orang)


8
dengan distribusi sebagai berikut : Unit Gawat Darurat (UGD) 12 orang,

Poliklinik 6 orang, Intensif Care Unit (ICU) 12 orang, Ruang Bersalin 8

orang, Ruang Anak 12 orang, Ruang Operasi 5 orang, Ruang Bedah 13

orang, Ruang Penyakit Dalam 13 orang, Ruang VIP/kelas I 12 orang.

Perawat yang telah mengikuti Pelatihan Penanggulangan Gawat Darurat

(PPGD) 20 orang maupun Basic Cardio Trauma Life Support

(BCTLS)/Basic Life Support (BLS) sebanyak 5 orang. Terdapat juga

perawat lain dari berbagai disiplin ilmu seperti perawat Gigi 3 orang,

Penata Anestesi 5 orang, Penata Radiologi 5 orang, dan perawat

Fisioterapi 4 orang.

Pada RSUD Liwa terdapat beberapa sarana dan prasarana untuk

mendukung kegiatan operasional, diantaranya 3 mobil ambulance, 4 mobil

dinas spesialis, 1 buah genset dan sumur artesis.


11

Untuk sarana komunikasi RSUD Liwa telah dilengkapi sarana

internet, line telepon earphone antar ruangan, faxsimili dan sarana

pendukung lainnya.

Sesuai Undang-undang No. 44 tahun 2009 bahwa rumah sakit

adalah instansi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan dan gawat darurat. Tiap RS harus mempunyai disaster

plan agar bila terjadi bencana dapat melakukan tindakan pertolongan

secara cepat dan tepat sesuai dengan kebutuhan. Disaster plan tersebut

hendaknya disesuaikan dengan kondisi RS masing-masing dan pada

dasarnya harus mencakup berbagai masalah (Depkes RI, 1999)

diantaranya:

a. Kejelasan tempat masuk bencana ke Rumah Sakit

b. Sistem aktifasi Rumah Sakit dalam memobilisasi tenaga dokter,

paramedis, tenaga lain serta sarana dan prasarana yang diperlukan

c. Sistem koodinasi dan pengendalian intra Rumah Sakit

d. Penyiapan ruang cadangan dalam Rumah Sakit untuk penerimaan

korban, tindakan dan ruang perawatan

e. Koordinasi antar Rumah Sakit

f. Sistem informasi data korban dan informasi pada keluarga

g. Sumber cadangan logistik medik dalam hal persediaan intra RS bila

tidak mencukupi
12

h. Alternatif cara pelayanan bila terjadi gangguan atau kerusakan

bangunan RS setempat akibat bencana baik bencana alam maupun ulah

manusia.

3. Bencana

Menurut Undang-undang No. 24 tahun 2007 bencana adalah

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam, mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh factor

alam dan/factor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis. Bencana diklasifikasikan atas 3 jenis sebagai berikut:

a. Bencana Alam

Yaitu bencana yang bersumber dari fenomena alam seperti gempa

bumi, letusan gunung api, meteor, pemanasan global, banjir, topan,

tsunami

b. Bencana non Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa

atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal

teknologi, gagal modernisasi, epidemik dan wabah penyakit

c. Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi:

konflik sosial anti kelompok atau antar komunitas masyarakat dan

terror.

Menurut Depkes RI (2006a, 2007), siklus bencana meliputi:

a. Kejadian bencana (Impact)


13

Kejadian/peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau ulah

manusia, baik yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, dapat

menyebabkan hilangnya jiwa manusia, trauma fisik dan psikis,

kerusakan harta benda dan lingkungan, yang melampaui kemampuan

dan sumberdaya masyarakat untuk mengatasinya.

b. Tanggap darurat (Acut response)

Merupakan upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana

yang bertujuan untuk menanggulangi dampak yang timbul akibat

bencana, terutama penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan

pengungsian.

c. Pemulihan (Recovery)

Proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana baik

dampak fisik maupun psikis dengan memfungsikan kembali sarana dan

prasarana pada keadaan semula. Hal ini dilakukan dengan

memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar seperti: jalan, listrik, air

bersih, pasar, Puskesmas dan lain-lain serta pemulihan kondisi trauma

psikologis yang dialami anggota masyarakat.

d. Pembangunan (Development)

Merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak

akibat bencana. Pembangunan ini dapat dibedakan menjadi 2 tahap

yaitu tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi merupakan

upaya yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu

masyarakat memperbaiki rumah, fasilitas umum, fasilitas sosial, serta


14

menghidupkan kembali roda perekonomian sedangkan, rekonstruksi

merupakan program jangka menengah dan jangka panjang yang

tujuannya untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi

yang sama atau lebih baik.

e. Pencegahan (Prevention)

Berupa kegiatan untuk meningkatkan kesadaran atau kepedulian

mengenai bahaya bencana. Langkah-langkah pencegahan difokuskan

pada intervensi terhadap gejala-gejala alam denga tujuan agar

menghindarkan terjadinya bencana dan atau menghindarkan akibat

dengan cara menghilangkan atau memperkecil kerawanan serta

meningkatkan ketahanan atau kemampaun terhadap bahaya.

f. Mitigasi

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara

fisik struktural seperti pembuatan bangunan fisik maupun non-fisik

struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.

g. Kesiapsiagaaan (Preparedness)

Menurut Undang-undang No.24 tahun 2007, kesiapsiagaan merupakan

suatu upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Langkah-langkah preparedness harus berhubungan dengan tindakan-

tindakan yang ditentukan pada rencana tanggap darurat serta

menggambarkan pula organisasi, fungsi, sumberdaya dan prosedur

untuk menanggapi setiap keadaan maupun contingency plan.


15

Manajemen bencana adalah upaya sistematis dan komprehensif

untuk menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat tepat dan

akurat untuk menekan korban dan kerugian yang ditimbulkannya. Untuk

mengetahui manajemen penanggulangan bencana secara

berkesinambungan, perlu dipahami siklus bencana dan peran tiap

komponen pada setiap tahapan.

Dalam manajemen bencana berbasis kegawatdaruratan

menggunakan triase yaitu merupakan suatu metode penanganan korban

bencana masal untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan jumlah

korban besar dengan sarana terbatas (modul Pelatihan SPGDT, 2008).

Penilaian dalam triase keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan

berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital dan mekanisme trauma.

Tujuan dari triase adalah:

a. Mengidentifikasi korban yang membutuhkan stabilisasi segera

b. Mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan melalui

proses pembedahan darurat (live saving surgery).

Jenis triase berdasarkan kemampuan RS terbagi atas:

a. Multiple Casualities

Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan

rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan

multitrauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

b. Mass Casualities
16

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah

sakit. Penderita dengan kemampuan survival yang terbesar dan

membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit

akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

Sistem prioritas dan pelabelan dalam triase terbagi atas:

a. Prioritas pertama: gawat darurat, warna merah

Untuk korban membutuhkan stabilitasi segera dan atau dalam

keadaan kritis, akan tetapi masih memiliki harapan untuk

diselamatkan / dapat diatasi, seperti: syok oleh berbagai kausa,

gangguan pernapasan, trauma kepala dengan pupil anisokor,

perdarahan eksternal masif, penurunan respon.

b. Prioritas keduat: darurat tidak gawat, warna kuning

Korban membutuhkan pertolongan dan pengawasan ketat tetapi

perawatan dapat ditunda sementara, tidak ada ancaman nyawa,

seperti: korban dengan resiko syok, multiple fraktur, luka bakar

tanpa gangguan jalan nafas, gangguan kesadaran / trauma kepala,

cidera vertebra tanpa gangguan pernapasan.

c. Prioritas ketiga: tidak gawat tidak darurat, warna hijau

Korban yang masih mampu berjalan, pemberian pengobatan dapat

ditunda dan atau tidak memerlukan pengobatan seperti : Fraktur

minor, luka minor / luka bakar minor.

d. Prioritas keempat / nol: pasien sudah meninggal, warna hitam


17

Korban dengan tanda-tanda pasti kematian, korban ditemukan

penolong dilokasi dalam keadaan henti nafas dan atau henti jantung,

dan tidak bereaksi setelah dilakukan airway clearance.

Dalam keberhasilan manajemen bencana pada tahap acute

respons ditentukan oleh keberhasilan manajemen kesiapan bencana.

Manajemen kesiapan ini terdiri dari 6 kegiatan pokok yang meliputi:

a. Pengetahuan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan

penginderaan terhadap sesuatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia yaitu; indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan juga dapat

diperoleh melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun

pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).

Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang tercakup didalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat


18

ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan,

menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehensif)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan

dimana dapat menginterprestasikan materi secara benar. Orang

yang telah paham terhadap obyek atau materi terus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan

dan sebagainya terhadap suatu obyek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

meteri yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu

obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.


19

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,

seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampun untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi sudah yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukam

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Penilaian-penilaian itu didasarkan suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau menggunakan kriteri-kriteria yang telah ada.

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu adalah sebuah

sistem dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan

multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi

penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun

dalam keadaan bencana (Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes RI,

2004). Dalam pelayanan medis sistem ini terdiri dari 3 sub sistem

yaitu:

1) Pelayanan pra rumah sakit


20

Dilakukan dengan membentuk/mendirikan PSC (Public Service

Center) yaitu unit kerja yang memberikan layanan umum

terutama yang bersifat emergency (perlu pertolongan segera).

Selain itu dilakukan pula dengan membentuk satuan khusus

dalam penanganan bencana yang kemudian dikenal dengan BSB

(Brigade Siaga Bencana), pelayanan ambulans dan substansi

komunikasi.

Pelayanan pada saat bencana terutama yang menyebabkan

korban massal memerlukan hal khusus seperti;

a) Koordinasi, komando, dalam keadaan bencana diperlukan

kegiatan yang melibatkan unit-unit kegiatan dari lintas

sektoral. Kegiatan akan menjadi efektif dan efisien bila

berada dalam satu koordinasi. Dalam hal khusus tidak cukup

hanya dalam bentuk koordinasi tetapi juga kegiatan dalam

satu komando yang disepakati oleh semua unsur yang

terlibat.

b) Eskalasi dan sumber daya, kegiatan penanganan bencana dan

terjadinya korban massal mengharuskan dilakukannya

eskalasi atau berbagai peningkatan.

c) Simulasi, dalam penyelenggaraan kegiatan diperlukan

ketentuan baik berupa prosedur tetap (protap) maupun

petunjuk pelaksanaan (juklak) atau petunjuk teknis (juknis).


21

d) Pelaporan, monitoring dan evaluasi, penanganan bencana

yang telah dilakukan harus didokumentasikan dalam bentuk

laporan dengan sistematika yang disepakati.

2) Sistem pelayanan medis di rumah sakit

Pada pelayanan ini diperlukan sarana, prasarana, UGD,

HCU, ICU, kamar jenazah, unit-unit penunjang: radiologi,

laboratorium, klinik, farmasi, gizi, ruang rawat inap dan lain-lain.

Diperlukan Hospital Disaster Plan (perencanaan dari suatu

rumah sakit untuk menghadapi kejadian bencana) baik

perencanaan untuk yang terjadi didalam rumah sakit (intra

hospital disaster plan) dan perencanaan rumah sakit dalam

menghadapi bencana yang terjadi diluar rumah sakit (extra

hospital disaster plan).

Pelayanan di UGD adalah pelayanan pertama bagi kasus

gawat darurat yang memerlukan organisasi yang baik,

pembiayaan termasuk sumber pembiayaan, SDM yang baik dan

terlatih, mengikuti perkembangan teknologi pada pelayanan

medis.

Brigade Siaga Bencana yang berada di RS adalah satuan

tugas khusus terutama untuk memberi pelayanan medis pada saat

kejadian bencana yang terjadi di RS maupun diluar RS, juga pada

kejadian lain yang menyebabkan korban massal.


22

Pelayanan HCU adalah pelayanan khusus sebagai

kelanjutan pelayanan di UGD bila diperlukan memberikan

pengawasan ketat untuk stabilisasi, diperlukan peralatan canggih

untuk pelaksanaan monitoring sesuai dengan perkembangan

teknologi dan memerlukan pembiayaan yang cukup. Pelayanan

ICU adalah pelayanan multi disiplin yang memerlukan pelayanan

khusus untuk menghindari ancaman kematian dengan berbagai

alat bantu untuk memperbaiki fungsi vital dan memerlukan

perkembangan teknologi dan pembiayaan yang cukup besar.

Pelayanan dikamar jenazah adalah pelayanan bagi pasien

yang meninggal baik yang terjadi di RS maupun diluar RS dalam

keadaan sehari-hari maupuan keadaan bencana.

Transportasi intra hospital adalah kegiatan pendukung

untuk pelayanan gawat darurat yang perlu mendapat perhatian

untuk memberikan pelayanan antar unit pelayanan, diperlukan

prosedur, peralatan dan SDM yang memiliki pengetahuan yang

cukup.

3) Sistem pelayanan antar rumah sakit

Jejaring rujukan dibuat berdasarkan kemampuan RS. Evakuasi

adalah transportasi yang terutama ditujukan dari RS lapangan

menuju ke RS rujukan atau transportasi antar RS dikarenakan

adanya bencana yang terjadi pada satu RS dimana pasien harus

dievakuasi ke RS lain.
23

b. Penggunaan peralatan

Peralatan yang sering diperlukan untuk stabilisasi/immobilisasi

pada saat transportasi adalah:

1) Cervical collar/cervical splint/penyangga leher

2) Short spine board/penyangga pendek tulang belakang

3) Long spine board/penyangga p[anjang tulang belakang

4) Wheeled stretcer/tandu beroda

5) Scoop stretcer/tandu dengan fungsi sepert sekop dapat dibuka

bagian tengah.

Dalam melakukan evakuasi korban dimana pada keadaan-

keadaan tertentu evakuasi harus dilakukan secepatnya maka

penetapan sarana yang dipilih harus sesuai/yang paling ideal dengan

keadaan penderita dan yang tersedia pada tempat kejadian. Pada

keadaan tertentu korban harus dievakuasi secepatnya; misalnya

kebakaran, bahaya ledakan, dan sebagainya. Jenis evakuasi terbagi

atas:

a. Evakuasi darurat (korban harus dipindahkan secepatnya)

meliputi: lingkungan berbahaya, keadaan mengancam jiwa yang

membutuhkan pertolongan segera dan bila terdapat sejumlah

pasien dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan

segera.

b. Evakuasi segera
24

Yaitu evakuasi bagi pasien yang harus segera dilakukan karena

memerlukan penanganan segera terhadap adanya keadaan yang

mengancam jiwa, pertolongan hanya bisa dilakukan di RS tidak

bisa dilakukan dilapangan, faktor lingkungan yang menyebabkan

kondisi pasien menurun.

c. Evakuasi biasa

Adalah evakuasi pasien yang tidak mengalami ancaman jiwa,

tetapi masih tetap diperlukan pertolongan di RS.

Penatalaksanaan korban bencana meliputi:

a) Pencarian dan penyelamatan (SAR)

b) Perawatan dilapangan (triase, pertolongan pertama, pos

medis lanjutan)

c) Pos penatalaksanaan evakuasi

c. Jaringan komunikasi

Komunikasi pada pelayanan penanggulangan gawat darurat menjadi

penghubung semua fase penanganan gawat darurat (pra RS, Intra RS,

Antar RS, lintas sektoral). Yang melatarbelakangi peran komunikasi

adalah time saving is life and limb saving. Beberapa manfaat atas

kelancaran komunikasi meliputi:

1) Pelatihan Penanganan Gawat Darurat sehari-hari (rujukan,

konsultasi, peningkatan pengetahuan)

2) Pelatihan Penanganan Gawat Darurat dalam penanganan korban

massal
25

3) Mengatasi rasa terisolasi, memberi rasa aman petugas

Dasar pemilihan perangkat komunikasi meliputi:

1) Sebagai sarana utama: fasilitas komunikasi umum

2) Sebagai sarana cadangan: Radio komunikasi

3) Dapat menghubungkan titik pelayanan terendah tertinggi

4) Dapat mengatasi keadaan terjelek dari segi teknis

Di dalam penggunaan perangkat Radio sebagai alat komunikasi

untuk gawat darurat ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1) Mengenal perangkat radio yang akan digunakan, seperti

pemancar/penerima, antenna, power supply

2) Langkah-langkah, seperti cek antena sesuai dengan frekuensi,

cek konektor kabel antenna terpasang baik, cek hubungan kabel

dengan power supply sesuai kutub positif dan negatif

3) Pedoman pada saat berbicara: singkat, jelas dan benar.

Selain beberapa prosedur diatas, tata cara berkomunikasi juga

menjadi hal penting. Berikut adalah tata cara berkomunikasi:

1) Tahu/terampil saat untuk menekan dan melepas tombol push to

talk.

2) Tahu cara memanggil stasiun radio lain dengan cara benar

3) Tahu cara mengeja kata yang sulit dimengerti

4) Tahu cara interupsi saat kanal digunakan stasiun radio lain

5) Tahu cara menutup pembicaraan

6) Mengerti urutan prioritas.


26

Sistem komunikasi dalam pelatihan penanganan gawat darurat

meliputi:

1) Jenis jaringan (intra sektor-sistem tertutup, lintas sektor-sistem

terbuka, sistem penunjang)

2) Bentuk jaringan (lingkar intra Pusat Kesehatan Masyarakat, intra

kabupaten, intra propinsi dan lintas propinsi)

3) Aspek muatan (gawat darurat: rujukan sehari-hari dan rujukan

bencana/Kejadian Luar Biasa, keadaan normal rujukan program

alat-alat administratif)

4) Aspek teknis: hard ware (sesuai jarak dan keadaan geografi),

software (prosedur networking, cara pelaporan, kodifikasi,

pembuatan logbook)

5) Pengembangan teknis (internet, intranet, videophone,

teleconference, packet radio)

6) Aspek pengembangan Sumber Daya Manusia (perorangan teknis,

prosedur, penguasaan sistem koordinasi-pelaporan dan lain-lain)

d. Pengembangan substansi transportasi

Evakuasi dan transportasi merupakan salah satu bagian penting

dalam pelayanan gawat darurat. Melalui evakuasi dan transportasi

yang tepat dapat membantu penanganan penderita gawat darurat

dengan baik.

Pada evakuasi pasien dimana dilakukan pemindahan dan

pengangkatan penderita, memerlukan cara-cara tersendiri karena bila


27

salah dalam melakukan pengangkatan dapat menyebabkan cedera

pada petugas juga dapat memperburuk keadaan penderita. Log roll

merupakan salah satu metode untuk menggeser dan memindahkan

penderita patah tulang vertebra (cervical, toracal, atau lumbal).

Transportasi untuk korban menggunakan ambulans atau sarana lain

yang sesuai kebutuhan yang disempurnakan berdasarkan situasi dan

kondisi setempat. Standar ambulans secara umum meliputi:

kendaraan tersebut layak pakai, terdapat Disaster Kit pada ambulans

Gawat Darurat dan ambulans RS lapangan, terdapat peta lapangan,

ruang dalam kendaraan cukup luas untuk bekerja.

Menurut tujuan penggunaanya ambulans terbagi atas:

1) Ambulans transportasi yang digunakan untuk mengangkut pasien

ke fasilitas pelayanan medik dan untuk mengangkut tim

penolong ke lapangan

2) Ambulans gawat darurat digunakan untuk penanggulangan dalam

BHD pasien gawat darurat, pengangkutan pasien gawat darurat

ke tempat pelayanan definitif dalam rangka rujukan

3) Ambulans RS lapangan, untuk penanggulangan pasien gawat

darurat sehari-hari, untuk RS lapangan pada saat

bencana/disaster.

Prinsip-prinsip yang melandasi proses merujuk adalah:

1) Penderita hanya dapat dirujuk bila dalam keadaan stabil

2) Perawatan penderita harus tetap optimal selama proses merujuk


28

Kriteria dalam melakukan rujukan dapat derdasarkan 2 kriteria yaitu:

1) Kriteria Fisiologis

Penderita yang memerlukan bantuan pernafasan secara menetap

atau tingkat kesadaran yang ditentukan dengan skala Glasgow

Coma Scale tertentu, diperlukan untuk pemeriksaan CT Scan atau

tindakan bedah syaraf.

2) Kriteria Anatomis

Penderita dengan cidera wajah berat atau pasien dengan cidera

gangguan vaskuler, memerlukan rujukan yang tepat tidak

mungkin dirujuk ke RS yang tidak memiliki kemampuan

pelayanan yang diperlukan.

Mekanisme dalam melakukan rujukan adalah sebagai berikut:

1) Perhatikan keadaan umum penderita

2) Perhatikan prinsip immobilisasi pada extremitas untuk

menghindari kecacatan

3) Perhatikan mekanika tubuh pada saat pengangkatan

korban/pasien

4) Perhatikan posisi korban (duduk, berbaring/terlentang,

menggunakan helmet/tidak).

e. Kerjasama lintas sektoral

Merupakan bentuk kerjasama antara pihak rumah sakit

dengan pihak kepolisian, pemadam kebakaran, rescue team (SAR),

Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Lembaga swadaya


29

masyarakat, Pemerintah daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial,

dan instansi terkait lainnya termsasuk organisasi pemuda. Kegiatan

menghadapi bencana merupakan suatu aktifitas lintas sektoral yang

berkelanjutan. Upaya kesiapsiagaan bencana mempunyai tujuan

khusus, yakni menjamin bahwa sistem, prosedur, dan sumber daya

yang tepat siap ini membentuk suatu bagian yang tidak terpisahkan

dalam sistem nasional yang bertanggung jawab untuk

mengembangkan perencanaan dan program pengelolaan bencana.

f. Pelatihan-pelatihan gabungan

Penanganan bencana memerlukan tenaga-tenaga terlatih

dan trampil. Oleh karena itu, diperlukan suatu program pembinaan

dan pelatihan yang terencana mengenai penanganan bencana.

Standarisasi pendidikan dan pelatihan pada kasus gawat darurat

meliputi:

1) Pelatihan dasar: BLS, Penanganan Penderita Gawat Darurat

(PPGD), General Emergency Life Support (GELS)

2) Pelatihan Lanjut: First Responder, instruktur PPGD, Acute

Trauma Life Support (ACTLS), Acute Cardiac Life Support

(ACLS), Pediatric Advanced Life Support (PALS)

Kriteria pendidikan dan pelatihan untuk RS Kelas II Type C

adalah mampu memberikan pelatihan PPGD/Bantuan Hidup Dasar

(BHD) untuk perawat, awam khusus dan awam umum. jumlah

pelatihan yang dilakukan >2 kali/tahun, mengadakan pelatihan


30

penanganan musibah massal terjadwal, teratur, terencana dan

didokumentasikan.

Simulasi dapat digunakan untuk menguji sebuah ketentuan-

ketentuan baik berupa prosedur tetap (protap), petunjuk pelaksanaan

(juklak) maupun petunjuk teknis (juknis). Ketentuan tersebut perlu

diuji agar dapat diketahui apakah semua rancangan dapat

diimplementasikan pada kenyataan yang sebenarnya dilapangan

(Depkes RI, 2006).

SPGDT adalah sebuah system dan didukung berbagai

kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk

menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gawat darurat

baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana


31

B. Kerangka Konsep

Pengetahua
n perawat Pencegahan Tanggap
darurat
Pra Saat
Mitigasi
Bencana
Penanganan kasus- Pasca
Kesiap
kasus bencana
siagaan /
Penggunaan peralatan
preparednes
Penggunaan jaringan
s
komunikasi
Rekonstruks Pemulihan
Subtansi transportasi
i
Kerjasama lintas
sektoral

Sumber: Depkes RI (2006a,2007)


32

C. Kerangka konsep penelitian

Kesiapan
perawat
(variable

Pengetahuan penanganan kasus-kasus


bencana

Penggunaan
peralatan
Penggunaan jaringan
Bencana
komunikasi
tahap
Pengembangan sub system preparednes
transportasi

Kerjasama lintas
sektoral

Keterangan:

= area yang diteliti

D. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimana pengetahuan perawat RSUD Liwa tentang penanganan

kegawatan pasien pada kasus kasus bencana?

2. Bagaimana gambaran penggunaan peralatan yang menunjang keperawatan

dalam penanganan bencana?

3. Bagaimana penggunaan jaringan komunikasi untuk perawat dalam

menghadapi bencana?

4. Bagaimana pengembangan substansi transportasi dalam membantu

penanganan penderita gawat darurat?

5. Bagaimana gambaran kerjasama lintas sektoral yang dilakukan di RSUD

Liwa?
33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian

bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting

yang terjadi pada masa kini. Fenomena disajikan secara apa adanya tanpa

manipulasi dan peneliti tidak mencoba bagaimana dan mengapa fenomena

tersebut bisa terjadi, oleh karena itu penelitian jenis ini tidak memerlukan

adanya suatu hipotesis (Nursalam, 2008).

Penelitian ini menggunakan rancangan non eksperimen (penelitian

survei). Survei adalah suatu rancangan yang digunakan untuk menyediakan

informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi, dan hubungan

antar variabel dalam suatu populasi. Survei mengumpulkan informasi dari

tindakan seseorang, pengetahuan, kemauan, pendapat, perilaku, dan nilai.

Terdapat tiga metode yang sering digunakan dalam mengumpulkan data

survei: (1) wawancara melalui telepon, (2) wawancara langsung-tatap muka

dan (3) Tanya jawab dengan penyeberan kuesioner melalui surat (Nursalam,

2008).

31
22
34

B. Waktu dan Tempat Penelitan

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 dilakukan di Ruang

UGD, Ruang ICU, Poliklinik, Ruang Operasi, Ruang Anak, Ruang Bersalin,

Ruang Bedah, Ruang Penyakit Dalam, dan Ruang VIP/Kelas I RSUD Liwa.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti

(Notoadmojo, 2005). Sedangkan menurut Nursalam (2008) populasi dalam

penelitian adalah subyek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

perawat di Ruang UGD, Ruang ICU, Poliklinik, Ruang Operasi, Ruang

Anak, Ruang Bersalin, Ruang Bedah, Ruang Penyakit Dalam, dan Ruang

VIP/Kelas I RSUD Liwa yang berjumlah 93 orang.

2. Sampel

Menurut Nursalam (2008), sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau

yang dapat dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling.

Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang

dapat mewakili populasi yang ada. Pada dasarnya ada dua syarat yang

harus dipenuhi saat menetapkan sampel, yaitu:

a. Representatif

Adalah sampel yang dapat mewakili populasi yang ada.


35

b. Sampel harus cukup banyak

Semakin besar sampel yang dipergunakan semakin baik dan

representative hasil yang diperoleh.

Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :

1) Kriteria inklusi
Adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi

target yang terjangkau dan akan diteliti. Pada penelitian ini kriteria

inklusinya adalah perawat yang bersedia diteliti, sedang tidak cuti,

masa kerja lebih dari 1 tahun.


2) Kriteria eksklusi
Adalah menghilangkan/mengeluarkan subyek yang memenuhi

criteria inklusi dari studi karena pelbagai sebab. Pada penelitian ini

kriteria ekslusinya meliputi perawat yang tidak bersedia diteliti,

masa kerja kurang dari 1 tahun, sedang cuti besar.

Tehnik pengambilan sampel penelitian ditentukan dengan metode total

sampling, sehingga keseluruhan populasi yang sesuai dengan kriteria

yang telah ditentukan dapat dijadikan sebagai subyek penelitian yaitu

93 orang perawat.

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah hal-hal yang menjadi obyek penelitian, yang ditatap

(dijingleng-Jawa) dalam suatu kegiatan penelitian (point to be noticed), yang

menunjukkan variasi secara kuantitatif maupun kualitatif (Arikunto, 2010).


36

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu

kesiapan perawat RSUD Liwa dalam menghadapi bencana tahap

preparedness dengan sub variabel yang meliputi

1. Pengetahuan perawat dalam penanganan kegawatan pada kasus-kasus

bencana

2. Penggunaan peralatan yang menunjang keperawatan dalam penanganan

bencana

3. Penggunaan jaringan komunikasi untuk perawat dalam menghadapi

bencana

4. Pengembangan substansi transportasi dalam membantu penanganan

penderita gawat darurat

5. Kerjasama lintas sektoral yang dilakukan oleh RS Liwa

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang

dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang

diamati (Arikunto, 2006).

Tabel. 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


data
1 2 3 4 5
Variabel :
Kesiapan Kesiapan perawat
perawat. dalam menghadapi
bencana pada
tahap
preparedness.
Sub variabel:
1. Pengetahuan 1. Pengetahuan Kuesioner Baik: > 50-100% Ordinal
37

perawat tentang
penanganan Kurang: < 50%
kegawatan
pasien pada
kasus-kasus
bencana

2. Penggunaan 2. Penggunaan Kuesioner Baik: > 50-100% Ordinal


peralatan peralatan yang
menunjang Kurang: < 50%
keperawatan
dalam Observasi -
penanganan
bencana
1 2 3 4 5
3. Penggunaan 3. Penggunaan Kuesioner Baik: > 50-100% Ordinal
jaringan jaringan
komunikasi komunikasi Kurang: < 50%
untuk perawat
dalam Observasi -
menghadapi
bencana

4. Pengembang 4. Pengembangan Kuesioner Baik: > 50-100% Ordinal


an substansi substansi
transportasi transportasi Kurang: < 50%
dalam
membantu Observasi -
penanganan
penderita gawat
darurat

5. Kerjasama 5. Kerjasama Kuesioner Baik: > 50-100% Ordinal


lintas lintas sektoral
sektoral. yang dilalukan Kurang: < 50%
oleh RS Liwa

F. Instrumen Penelitian

Jenis instrumen penelitian yang dapat dipergunakan pada ilmu

keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi 5 bagian yang meliputi

pengukuran (1) biofisiologis; (2) obsevasi; (3) wawancara; (4) kuesioner; (5)
38

skala (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan instrumen berupa

kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner yang digunakan Closendended

question dimana responden tinggal memilih jawaban yang telah ditentukan

peneliti. Kuesioner terdiri dari 45 item pertanyaan. Pertanyaan terbagi dalam

pertanyaan positif (favourable) dan pertanyaan negatif (unfavourable) dalam

kesiapan penanggulangan bencana dapat di lihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.2
Kisi-kisi kuesioner kesiapan penanganan bencana.

Nomor pernyataan
No. Aspek Favourable unfavourabl Jumlah
e
1. Penanganan tentang 1, 2, 4, 5, 14, 12 14
kegawatan pasien pada 21, 28, 30, 31,
kasus-kasus bencana 37, 40, 44, 45
2. Penggunaan peralatan 23, 33 17, 18, 22 5
yang menunjang
keperawatan dalam
penanganan bencana
3. Jaringan komunikasi 7, 24, 25, 26, 6, 8 9
29, 38, 39
4. Pengembangan 3, 16, 19, 20, 13, 15 10
subsistem transportasi 32, 34, 35, 36
5. Kerjasama lintas sektoral 10, 11, 41 9, 27, 42, 43 7
Jumlah 33 12 45

Pertanyaan positif/favourable adalah pertanyaan yang bernilai benar

jika dijawab Benar diberi skor 1 dan jika dijawab Salah diberi skor 0.

Jumlah pertanyaan terdiri dari 33 item.

Pertanyaan negatif/unvafourable adalah pertanyaan yang bernilai benar jika

dijawab Salah diberi skor 1 dan jika dijawab Benar diberi skor 0. Jumlah

terdiri dari item 12 item.


39

Lembar observasi digunakan sebagai triangulasi untuk cross check

data yang diperoleh melalui kuesioner dan juga sebagai sarana untuk

memperoleh data yang lebih akurat untuk mendukung tujuan khusus

penelitian. Lembar observasi ini didasarkan pada standar Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (2006) mengenai pedoman Unit Gawat

Darurat yang meliputi ; sumber daya manusia, fasilitas dan peralatan yang

menunjang keperawatan, subsistem transportasi yang telah dimodifikasi

sedemikian rupa sesuai tujuan yang hendak di capai.

Pada lembar observasi tidak diberikan skor. Sebelum kuesioner

digunakan untuk penelitian, peneliti akan melakukan uji validitas dan uji

reliabilitas terlebih dahulu.

1. Uji Validitas

Menurut Nursalam (2008), prinsip validitas adalah pengukuran dan

pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam

mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang

seharusnya diukur. Ada dua hal penting yang harus dipenuhi dalam

mementukan validitas pengukuran,yaitu instrumen harus (1) releven isi

dan (2) releven cara dan sasaran. Untuk uji validitas yang akan

menggunakan adalah rumus korelasi product moment dari Pearson

(Arikunto, 2006), sebagai berikut:

N ( XY ) ( X )( Y )
R xy
N ( X 2

) ( X ) 2 N ( Y 2 ) ( Y 2 )
40

Keterangan:

R = indeks korelasi

X dan Y = skor masing-masing variabel

N = jumlah responden

Untuk mengetahui nilai korelasi tersebut signifikan, maka perlu melihat

pada tabel nilai product moment. Apabila nilai r hitung lebih besar dari r

tabel maka pernyataan dalam kuesioner tersebut memenuhi taraf

Significancy. Dan untuk pernyataan yang tidak memenuhi taraf

signifikan maka harus diganti atau direvisi, atau dihilangkan. Penilaian

validitas instrumen dengan korelasi product moment dari Pearson ini

menggunakan level of confidence interval 95 % atau tingkat kesalahan

5 % (Alpha = 0,05) (Notoatmodjo, 2005).

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen

cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data.

Pengukuran reliabilitas dalam pengertian ini dengan menggunakan rumus

alpha cronbach yang bisa berlaku untuk skore test (Arikunto, 2006),

dengan rumus sebagai berikut:

Rumus:

k St 2
ri 1
( k 1) St 2
41

Keterangan:

r1 : koefisien reliabilitas yang dicari

k : mean kuadrat antar subjek

st 2 : mean kuadrat kesalahan

st 2 : varian total

Sedangkan untuk menghitung varian total dan varian item

dengan menggunakan rumus:

st 2

x 2


xt 2

n n

jk1 jk S
st 2
n n

Keterangan:

jk1 : jumlah kuadrat seluruh skor item

jk S : jumlah kuadrat subjek

Instrumen dikatakan reliabel internal seluruh instumen sama

dengan atau lebih dari 0,60 (Sugiyono, 2005), reliabilitas diketahui

dengan membandingkan pada tabel nilai product moment.

Pada uji validitas dan reliabilitas akan mengunakan versi SPSS 16 PS.

pada lembar observasi tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas.


42

G. Analisis Data

Menurut Wasis (2008), menyatakan bahwa setelah kegiatan

mengumpulkan data, selanjutnya akan dilakukan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Editing

Data perlu di edit untuk memudahkan pengolahan data selanjutnya. Hal

yang perlu diperhatikan dalam mengedit adalah apakah pertanyaan telah

terjawab dengan lengkap, apakah catatan sudah jelas dan mudah dibaca

dan apakah coretan yang ada sudah diperbaiki.

2. Coding

Coding adalah usaha memberi kode-kode tertentu pada jawaban

responden.

3. Tabulating

Tabulating adalah usaha untuk menyajikan data, terutama pengolahan data

yang akan menjurus ke analisis kuantitatif.

Data yang disunting kemudian diolah dan dianalisis dengan

menggunakan teknik analisis univariat yang meliputi: distribusi, frekuensi,

prosentase yang tujuannya untuk mengetahui gambaran kesiapan perawat

RSUD Liwa dalam menghadapi bencana tahap preparedness (kesiapsiagaan).

menggunakan rumus perhitungan mean atau rata-rata, kemudian dihitung


43

prosentasenya. Rumus penghitungan mean adalah sebagai berikut (Sugiyono,

2006):

Me =

P= x 100%

Keterangan :

Me = Mean ( rata-rata )

= jumlah

Xi = nilai X ke i sampai ke n

n = jumlah individu

P = penghitungan prosentase

T = skor total benar

Prosentase dari masing-masing bentuk kuesioner kemudian dikelompokkan

sesuai dengan criteria yang telah dibuat yaitu dengan kategori Baik jika

persentase mean > 50100 % dan Kurang jika < 50 %. Data hasil observasi

dan wawancara kemudian dirangkum sebagai cross check untuk mengetahui

secara lebih mendalam dengan melihat secara langsung terhadap tujuan

khusus yang sudah ditetapkan. Analisis ini menggunakan versi SPSS 16 PS.

Setelah data dianalisis dilanjutkan dengan pembahasan, perumusan simpulan,

dan penyusunan laporan hasil penelitian.

H.Etika Penelitian
44

Menurut Nursalam (2008), secara umum prinsip etika dalam penelitian

atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Prinsip Manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilakukan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada

subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan

yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa

partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan,

tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan subjek

dalam bentuk apapun.

c. Resiko (benefits ratio)

Peneliti harus secara hati-hati mempertimbangkan resiko dan

keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.

2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)

a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to self-

determination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak

memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek atupun tidak,

tanpa adanya sangsi apapun atau akan berakibat terhadap

kesembuhannya, jika mereka seorang pasien.


45

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right

to full disclosure)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta

bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.

c. Informed Consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yanga akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent

juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan

dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

3. Prinsip Keadilan ( Right to Justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan

sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi

apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dropped out sebagai

responden.

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya anonymity (tanpa nama) dan

confidentiality (rahasia).

H. Rencana Jalannya Penelitian


46

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti dibantu

seorang rekan peneliti. Penelitian dilakukan setelah melalui prosedur perizinan

di RSUD Liwa sesuai dengan tempat penelitian.

Peneliti memilih responden penelitian yang sesuai dengan kriteria

inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan. Responden diberi penjelasan

tentang rencana penelitian dan diminta kesediaannya sebagai sampel

penelitian dan dijelaskan cara mengisi kuesioner.

Pengambilan data kuesioner dilakukan dengan membagikan lembar

kuesioner oleh peneliti kepada responden dan pengisian dilakukan saat

responden mempunyai waktu luang tidak sedang menangani pasien.

Pengisian lembar kuesioner dilakukan sendiri oleh responden dan

peneliti menunggu hingga selesai mengisi dan lembar kuesioner langsung

dikembalikan ke peneliti.

Pengambilan data lembar observasi dilakukan oleh peneliti dan

dilaksanakan pada saat pengambilan data lembar kuesioner. Observasi

dilakukan dengan bantuan Kepala Ruang UGD maupun Rawat Inap sesuai

kebutuhan untuk menunjukan keseluruhan bagian yang ada agar dapat

melakukan pengamatan ke lapangan secara langsung. Apabila terdapat

pernyataan yang tidak dapat dilihat secara langsung maka dilakukan

wawancara untuk cek list.

Kuesioner yang telah diisi responden selanjutnya diteliti kembali yang

meliputi kelengkapan identitas responden, kelengkapan data, kecukupan

halaman kemudian dilakukan scoring untuk tiap kuesioner dan membuat tabel
47

data mentah berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Setelah semua data

terkumpul dilakukan analisis data dengan menggunakan rumus penghitungan

mean, menghitung prosentase akhir dari data yang diperoleh dan menyajikan

data sesuai dengan ketegori yang telah ditentukan. Hasil dari penghitungan

tersebut selanjutnya dijadikan dasar untuk menjawab pertanyaan penelitian

yang dikemukakan terhadap masalah yang diteliti dan kemudian dibuat

kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2006, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi
Revisi 2010). Jakarta: Rineka Cipta

Depkes RI, 1999. Sistem Pelayanan Gawat Darurat dan Kebijakan-Nasional:


Materi Seri Pelatihan PPGD. Jakarta: Departemen Kesehatan
48

------------, 2006a. Pedoman Puskesmas dalam Penangulangan Bencana. Jakarta:


Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

------------, 2004, 2006, 2007. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu


(SPGDT). Jakarta: Departemen Kesehatan

Evi R. H., 2009. Buku Pintar Gempa. Jogjakarta: Diva Press

Laili N., 2008. Pengetahuan Perawat Instalasi Gawat Darurat RSUP DR.
Sardjito dalam kesiapan menghadapi bencana tahap preparedness. Skipsi
Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan. Fakultas Kedokteran UGM

Notoadmodjo, S. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat


(Cetakan ke-2). Jakarta: Rineka cipta

------------. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedomam Sripsi, Tesisi dan Instrumen Penelitian
Keperawatan (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika

Pan American Health Organization (PAHO)., 2006. Bencana Alam; Perlindungan


kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC

Sheehy, S.B., 1998. Emergency Nursing Principles and Practise. St. Louis:Mosby
Year Book.

Soehatman R, 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana: Disaster


Manajemen, Jakarta: Dian Rakyat

Sugiyono, 2005. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

-----------, 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta

Surat Kabar Harian Lampungpost, 15/02/1010

Wasis, 2008. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC

World Health Organization (WHO), 1999. Commumity Emergency Preparedness:


A Manual for Managers and Policy- makers. Geneva: Switzerland

www.KamusBahasaIndonesia.org diakses pada tanggal 20/01/2011


49

Lampiran 2

Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

Judul Penelitian : KESIAPAN PERAWAT RSUD LIWA KAB. LAMPUNG


BARAT DALAM MENGHADAPI BENCANA PADA TAHAP PREPAREDNESS
(KESIAPSIAGAAN) TAHUN 2011.
Peneliti : SRI REJEKI

Saya, mahasiswa Jurusan Keperawatan DIV Mitra Spesialis Gawat Darurat


Politeknik Kesehatan Surakarta bermaksud mengadakan penelitian untuk
mengetahui gambaran kesiapan perawat RSUD Liwa Kab. Lampung Barat dalam
menghadapi bencana pada tahap preparedness (kesiapsiagaan). Hasil dari
penelitian yang dilaksanakan akan dipakai sebagai bahan acuan atau landasan
dalam menentukan langkah lebih lanjut dalam membuat kebijakan mengenai
50

penanganan bencana sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan


yang profesional dan berkualitas.
Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak yang
negatif bagi siapapun. Peneliti akan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat
responden dalam penelitian ini, mempertahankan kerahasiaan data yang diperoleh
dalam proses pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data, serta mewnghargai
keinginan responden untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.Melalui
penjelasan ini peneliti sangat mengharapkan partisipasi dari Anda. Peneliti
mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan kesediaannya menjadi responden
penelitian..

Surakarta, Januari 2011

Peneliti
51

Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Pendidikan terakhir :

Pekerjaan :

Alamat :

Setelah membaca dan memahami isi penjelasan pada lembar permohonan


menjadi responden, maka saya bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden
dalam penelitian "KESIAPAN PERAWAT RSUD LIWA KAB. LAMPUNG
BARAT DALAM MENGHADAPI BENCANA PADA TAHAP PREPAREDNESS
(KESIAPSIAGAAN) TAHUN 2011" dan menyatakan dengan sungguh bahwa
saya setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Demikian surat pernyataan persetujuan ini dibuat dengan penuh kesadaran


dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Surakarta, Januari 2011

Peneliti Responden
52

SRI REJEKI ( )

Lampiran 5

KUESIONER PENELITIAN
KESIAPAN PERAWAT RSUD LIWA DALAM MENGHADAPI BENCANA
TAHAP PREPAREDNESS TAHUN 2011

Petunjuk pengisian :
1. Isilah identitas sesuai dengan keadaan Anda
2. Bacalah setiap pernyataan dengan teliti
3. Beri tanda (V) untuk pilihan Benar (B) dan Salah (S) untuk jawaban yang
Anda anggap paling sesuai.

No. Kode Responden : (kosongkan)


Tanggal pengisian :
A. Identitas Responden
1. Nama/Inisial :
2. Umur : tahun
3. Jenis kelamin :
4. Pendidikan terakhir :
5. Lama kerja di RS : tahun
6. Ruang tempat bekerja :
7. Status kepegawaian : Kontrak/CPNS/PNS (Coret yang tidak
perlu)
8. Pernah mengikuti pelatihan bencana: Ya/Tidak (Coret yang tidak perlu)
Kapan?:
Jika YA sebutkan :

B. Kesiapan perawat
NO. PERTANYAAN B S
53

1. Bencana merupakan peristiwa yang menyebabkan timbulnya


banyak korban dan mengakibatkan terganggunya kegiatan
normal masyarakat.
2. Resusitasi Jantung Paru dilakukan pada pasien/korban yang
mengalami henti nafas/jantung dengan perbandingan
kompresi:Ventilasi = 2:30.
3. Transportasi dalam penanganan bencana terdiri atas transportasi
untuk penolong dan transportasi untuk korban.

4. Untuk memilah korban bencana yang melebihi kapasitas dan


kemampuan RS diutamakan yang memiliki harapan hidup lebih
besar.
5. Log roll adalah tindakan memilah dan memilih korban bencana
berdasarkan keparahan, jenis dan keadaan luka.
6. Daftar laporan yang berisi informasi keadaan korban yang
meliputi identitas, diagnosa, pengobatan yang diberikan serta
tempat rawat inap tidak perlu ditempel di papan pengumuman
RS.
7. Daftar laporan yang berisi informasi keadaan korban yang
meliputi identitas, diagnosa, pengobatan yang diberikan serta
tempat rawat inap perlu ditempel di papan pengumuman RS.
8. Untuk mengkoordinasikan penyampaian informasi tidak perlu
dibentuk jejaring/komando dalam kejadian suatu bencana.
9. Tidak perlu adanya kerjasama antara RS dengan fasilitas
kesehatan terdekat dalam menangani korban yang sudah dapat
dipulangkan, tetapi masih memerlukan perawatan.
10. Mengadakan pelatihan gabungan antara tim kesehatan, Pemda,
organisasi pemuda/pelajar termasuk kerjasama lintas sektoral.
11. Diperlukan simulasi rutin antar lintas sektoral agar dapat di
evaluasi kekurangan dan kelemahan dalam penanganan bencana
12. Korban yang cidera berat, mengalami gangguan A, B, C, D
perlu tindakan dan transportasi segera dalam triase mendapat
prioritas Pertama dengan warna kuning.
13. Suatu kegiatan yang bertujuan untuk memilah pasien
berdasarkan beratnya cidera disebut transportasi
14. Untuk mengangkut korban dari dengan kemungkinan cidera
tulang belakang dapat dilakukan dengan tehnik log roll.
15. Syarat ambulans secara umum adalah layak pakai, tidak
54

memiliki kelengkapan emergency kit maupun disaster kit

16. Evakuasi biasa adalah evakuasi pasien yang tidak mengalami


ancaman jiwa, tetapi masih diperlukan pertolongan di RS
17. Collar Cervikal digunakan untuk menyangga panggul yang
dicurigai fraktur
18. Long Spine Board adalah penyangga pendek tulang belakang
19. Tindakan merujuk pasien dalam keadaan tidak stabil, tidak
sesuai dengan prinsip proses merujuk/rapper
20. Contoh kriteria fisiologis dalam melakukan rujukan adalah
merujuk pasien sesuai kemampuan pelayanan yang dibutuhkan
21. Pelayanan ICU merupakan pelayanan multi disiplin yang
melakukan pelayanan khusus untuk menghindari ancaman
kematian dengan berbagai alat bantu untuk memperbaiki fungsi
vital
22. Dalam memberikan pertolongan pada kasus kecelakaan lalu
lintas posisi korban saat kejadian tidak harus diperhatikan yang
penting selamat
23. Prinsip immobilisasi adalah untuk menghindari kecacatan
24. Manfaat kelancaran komunikasi salah satunya yaitu mengatasi
rasa terisolasi, dan member rasa aman petugas
25. Harus mengenal perangkat radio yang akan digunakan seperti
pemancar/penerima, antenna, power supply dalam penggunaan
perangkat radio untuk alat komunikasi
26. Diperlukan sarana komunikasi rujukan untuk RS yang
menerima maupun RS yang mengirim
27. Untuk kesiapsiagaan terhadap bencana di RS tidak diperlukan
kerjasama dengan Badan Meteorologi dan Geofisika
28. Undang-undang No.24 Tahun 2007 merupakan dasar hukum
kegiatan penanggulangan bencana di Indonesia
29. Tata cara komunikasi dalam bencana yang baik adalah singkat,
jelas dan benar
30. Dalam triase pasien dalam keadaan meninggal mendapat
prioritas terakhir dan di beri label warna hitam
31. Bila jumlah korban dan beratnya cidera melampaui kemampuan
RS, korban yang membutuhkan waktu, perlengkapan, tenaga
55

paling sedikit diprioritaskan terlebih dahulu


32. Evakuasi adalah transportasi yang bertujuan untuk
memindahkan korban dari tempat kejadian ke RS/antar RS
33. Short Spine Board (SPB) dapat digunakan untuk melakukan
tindakan RJP
34. Upaya memindahkan pasien secepatnya dari lingkungan
berbahaya termasuk jenis evakuasi darurat
35. Tidak diperlukan disaster kit/emergency kit didalam ambulans
sebagai kelengkapan rujukan
36. Sebaiknya ambulance harus stand by 24 jam didalam RS
37. Untuk penanganan kasus-kasus bencana yang melebihi
kemampuan tim sebaiknya perawat tidak perlu melakukan triase
38. Handphone dapat digunakan sebagai sarana komunikasi dalam
keadaan darurat maupun bencana
39. Sebaiknya perawat sebagai anggota tim penanggulangan
bencana harus mampu menggunakan sarana komunikasi dengan
benar
40. Masyarakat awam boleh melakukan BHD (Bantuan Hidup
Dasar) asal ia tahu dan mengerti
41. Untuk penanganan korban bencana jika melebihi kemampuan
RS dapat meminta bantuan ke pihak yang terkait
42. Latihan gabungan lintas sektoral dalam penanggulangan
bencana sebaiknya dilakukan pada masa tanggap darurat
(bencana)
43. Kerjasama RS dengan staffnya termasuk jenis kerjasama lintas
sektoral
44. Hospital Disaster Plan adalah perencanaan dari suatu RS untuk
menghadapi kejadian bencana.
45. Keberhasilan Penanganan kasus-kasus bencana dapat dilihat
dari bagaimana pelayanan penanganan kasus penyakit sehari-
hari
Lampiran 6

2. Dokter Umum (+ ACLS) On site 24 jam


3. Perawat Kepala
- S1 Jam kerja
- DIII (PPGD +BLS) Di luar jam kerja
4. Perawat (PPGD + BLS) On site 24 jam
bergilir
56

5. Non Medis:
- TU/Keuangan On site 24 jam
- Pekarya Bergilir
- Kamtib/Satpam

6. Triage Dokter Umum


/Perawat Terlatih 1
orang

1. Fasilitas dan Peralatan

No Kriteria Standar Yang


ada di
RS
1. Gedung
1). Luas gedung >2000 m
2). Ada bangunan/lapangan disekitar Ada
UGD yang dapat digunakan jika
terjadi musibah missal
3). Akses dari dan ke UGD Menampung >
3AGD
4).Akses khusus ke UGD 2 jalur AGD sejajar
5).Lokasi dekat jalan raya ya
6).Mudah dicapai dari dalam RS ya
7).Jenis Ruangan:
a. Ruang Rawat Inap:
Bedah Ada
Penyakit Dalam Ada
Kebidanan Ada
Anak Ada
VIP/Kelas I Ada
ICU Ada
b. Poliklinik Ada
c. Pendaftaran dan Rekam Medis Ada
d. Ruang UGD
Tindakan:
Bedah 1 ruang
Non Bedah 1 ruang
Observasi 1 ruang
Resusitasi 1 ruang
Rontgen 1 ruang
R. Dokter 1 ruang
57

R. Perawat 1 ruang
R. Tunggu Ada
Depot Obat Ada
Gudang Ada
Toilet Ada
e. Instalasi penunjang medik:
Radiologi Ada
Laboratorium Ada
Apotik Ada
Gizi Ada
K. Jenazah Ada
IPSRS Ada
f. Ruang Operasi Ada
g. Administrasi Ada
2. Peralatan (di IGD)
1). Medis Diagnostik
a. Umum
Stetoskop >2
Tensimeter >2
Termometer >2
Poliklinik Set >2
b. Utama
Trolley Emergency Set 2- 4 trolley
1) Ambubag 1
2) Laringoskope 3
3) ETT 2
4) Unit Suction 1
5) Pipe Oro 2
6) Tabung O2 1
7) Jarum Besar 2
8) Collar Splint 1
DC Shock 1 set
Minor Surgery >4 set
Obat bantuan hidup (Adrenalin, Lengkap
SA, Lidocain, dsb)
Obat terapi cepat (Cedocard, Lengkap
Xylocard, Nitrat Gliserin, obat
Nebulizer)
Lengkap
Bahan Habis Pakai (Antiseptik,
Desinfektan, Anestesi, Gaas)
c. NGT x jumlah TT
d. Urine Cateter x jumlah TT
58

e. Nebulizer 2 set
f. Inkubator 1 set
g. Long Spine Board (LSB) 1 set
h. Neck Collar >2 set
i. Short Spin Board (SSB) 1 set
2). Non Medis
a. Administrasi Ada
b. Alat Pemadam Kebakaran Ada
c. Tempat Sampah Ada
d. AC Ada
e. Lampu penerangan 20 (neon 40 watt)
f. TV 1
2. Jaringan Komunikasi

No. Kriteria Yang ada di RS Keterangan


1. Dalam RS:
Earphone antar ruangan Ada
Line Khusus IGD Ada
Komputer/Printer Ada
Loud Speaker Ada
Internet Ada
>2 buah
Radio HT
1 set
Perawat CB >2 line
Telepon 1 set
Faximile

Lampiran 7
FORMULIR REVIEW USULAN PENELITIAN

Nama : SRI REJEKI


NIM : P 27220010 184
Jurusan : Keperawatan DIV Mitra Spesialis Gawat Darurat
Poltekkes Surakarta
Pembimbing : SUMARDINO, SST., M.Kes
Judul :KESIAPAN PERAWAT RSUD LIWA DALAM
MENGHADAPI BENCANA TAHAP PREPAREDNESS TAHUN 2011
No Koreksi/Komentar Reviewer Halaman
59

Surakarta,...
Reviewer/Penguji

.
60

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN


NO KEGIATAN Des 2010 Jan 2011 Feb 2011 Mar 2011 April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi
pendahuluan
2 Menyusun
Proposal
3 Konsultasi
Proposal
4 Ujian Proposal
5 Revisi Proposal
6 Menyebar
Instrumen
7 Pengolahan
Data
8 Penyajian
Penelitian
9 Revisi hasil
Penelitian
10 Penggandaan
Penelitian

You might also like