Arsitektur yang dikenal dengan istilah Seni Bina dalam
bahasa Melayu merupakan wujud dari sebuah kebudayaan, ia mewakili suatu bentuk bahasa non verbal manusia. Berbicara tentang Tamadun Melayu maka tidak akan bisa dilepaskan dari konteks tamadun yang unggul ,tersebar dari semenanjung hingga menyusur jauh ke lautan pasifik disekitar Oceania. Dalam catatan sejarah dibahagian Selat Malaka sepanjang pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaya terdapat beberapa kerajaan besar, keberadaanya tidak bias dinafikan dalam memberikan sumbangan kepada perkembangan Tamadun Melayu hingga hari ini. Pada banyak catatan kuno dari China disebutkan bahwa wilayah ini merupakan tempat tumpuan para pedagang lintas benua berkenaan dengan keluaran hasil bumi pulau sumatera dan semenanjung Malaya.
Kedudukan geografis sebagai tempat tumpuan para
pedagang lintas benua ini berdampak pada banyak pengaruh kepada kebudayaan termasuk seni bina sebagai salah satu unsur dari kebudayaan itu sendiri, paling tidak ada tiga pengaruh besar yaitu, Hindu-Budha,Islam dan Kolonial/Barat.
Siak Sri Indrapura sebagai sebuah kerajaan besar di
Timur Sumatera tidak bisa dilepaskan dari riuhnya perdagangan di wilayah ini, bahkan jauh sebelum Siak Sri Indrapura wujud abad 18, wilayah disepanjang sungai Jantan ini dikatakan terdapat beberapa kerajaan dan suku yang ramai melakukan aktifitas perdagangannya. Selama berabad abad suku bangsa yang datang memberikan pengaruh kebudayaan kepada Tamadun Melayu diwilayah ini yang masih terus diwariskan hingga sekarang, termasuk corak dan ragam seni bina yang ada.
Kekayaan corak dan ragam seni bina Tamadun Melayu
ini dapat kita temukan di Siak, banyak bangunan-bangunan bersejarah yang hingga kini masih kokoh berdiri , namun tidak sedikit juga bangunan lainnya hilang dengan berbagai sebab, salah satunya adalah karena material bangunan seni bina Melayu banyak yang terbuat dari material kayu yang jika tidak dirawat akan hancur/lapuk. Ada beberapa bangunan bersejarah yang hingga saat ini masih berdiri kokoh terawat bahkan menjadi khasanah pusaka arsitektur Siak Sri Indrapura, yaitu :
1. Istana Asserayah Hasyimiah,
Istana Asserayah Hasyimiah, bangunan istana ini dibangun pada masa Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1890) untuk menggantikan istana sebelumnya terbuat dari kayu ditepi sungai jantan (Siak). Corak Arsitektur Timur Tengah,India dan Eropa serta sentuhan Arsitektur Melayu sangat kental disini, dirancang oleh arsitek berkebangsaan German Van De Worde ,bangunan berbahan bata dan beton ini terdiri dari dua lantai dengan enam ruang di lantai bawah dan Sembilan ruang dilantai atas. Ornamen didatangkan khusus dari beberapa Negara Eropa dan keramik dari Perancisn. Dipuncak bangunan terdapat enam patung elang sebagai symbol keberanian Istana dan patung ini dirancang khusus oleh arsitek kerajaan berdarah Melayu yakni Tengku Sulung Putra ( Sayid Abdurrahman) dengan Gelar Sida-Sida Indra.
2. Koto Istana ( Komplek Istana )
Didalam Lingkungan Istana juga terdapat beberapa bangunan lainnya seperti Istana Limas,Istana Peraduan dan Istana Panjang. Sementara di depan Lingkungan istana langsung berhadapan dengan Sungai Siak terdapan alun- alun dan Istana Melintang di sisi Timur serta Masjid Kerajaan di Sisi Barat.
3. Masjid Raya Syahabuddin
Masjid Kerajaan yang bernama Masjid Raya Syahabuddin merupakan saksi sejarah Kesultanan Melayu Islam Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1926 oleh Sultan Assayadis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin atau Sultan Syarif Kasim II . Bernama Syahabuddin diambil dari kata Syah yang dalam bahasa Persia berarti Penguasa dan Al-Din dari bahasa Arab yang berarti Agama, Syahabuddin sendiri bermakna bahwa Sultan bukan hanya penguasa negeri tetapi juga seseorang penguasa agama. Corak Masjid bata ini merupakan perpaduan Timur Tengah dan Melayu dengan bukaan menyerupai Istana Siak. Arsitek masjid ini belum diketahui, tetapi menurut dugaan Sultan Syarif Kasim II sangat berperan dalam perancangan bangunan ini dibantu oleh Arsitek Kerajaan Sida-Sida Indra.
4. Balai Rung Seri ( Balai Kerapatan Tinggi )
Balai Rung Seri dibangun oleh Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin, bersamaan dengan Istana Siak. Lingkungan bangunan ini disebut juga Koto Balai, Fungsi dari bangunan ini adalah tempat penobatan Sultan dan dipergunakan juga sebagai tempat bermusyawarah pembesar kerajaan dan pengadilan kesultanan Siak Sri Indrapura. Bangunan ini terdiri dari dua lantai, dengan ruang utama berada di lantai atas memiliki tiga ruangan untuk ruang sidang, ruang panitera dan ruang tunggu. Sementara dilantai bawah terdapat tiga ruangan yang dibagi kedalam tujuh bilik sebagai ruang kantor pejabat kerajaan. Pintu masuk utama ke gedung ini terbuat dari beton menghadap sungai Siak (Selatan) dan terdapat bangunan dermaga kecil yang diberi nama Balai Air sementara disisi Barat terdapat tangga Kayu dan sisi Timur Tangga Spiral Besi. Perbedaan tangga ini bermakna jika sesorang yang disidang terbukti bersalah maka dia akan turun melalui tangga kayu dan jika terbukti tidak bersalah maka dia akan turun dari tangga spiral besi. Arsitek bangunan ini adalah Tengku Sulung Putra (Sayid Abdurrahman) yang bergelar Sida-sida Indra (Arsitek Kerajaan) atau dalam bahasa Belanda disebut Architic Open Bare Weken.
5. Sultanah Latifah School
Pada tahun 1927 dibangunlah sebuah sekolah yang bernama Sultanah Latifah School.Bangunan ini berada tidak jauh dari Istana Siak, karena diperuntukan bagi anak-anak perempuan pejabat lingkungan kerajaan dan bersifat sekolah agama khusus perempuan namun sesuatu yang lazim dimasa itu penggunaan school sebagai nama sekolahnya yang berasal dari barat.
Disamping kemegahan bangunan tinggalan Kerajaan Siak
diatas tadi, kehadiran seni bina tradisional yang hadir ceruk- ceruk kampung sebagai bagian Tradisi Membangun masyarakat local perlu digali dan dihadirkan kembali, karena kecenderungan pada hari ini rumah-rumah tradisional mulai ditinggalkan dan hilang tergerus modernisasi sebab dianggap kuno. Padahal jika dilihat lebih dalam lagi tradisi masyarakat Melayu dalam membangun seni bina tradisional di kampong-kampung memiliki nilai dan makna yang sangat tinggi, baik secara teknis ketukangan, social masyarakat maupun kearifannya dalam menyesuaikan dengan lingkungan ekologi setempat. Kesadaran untuk membangkitkan kembali batang terendam, melalui seni bina sangat diperlukan, diantaranya dengan seminar dan diskusi yang di taja Ikatan Arsitek Indonesia daerah Riau dan Pemkab Siak bertema Arsitektur Nusantara serta Ziarah Arsitektur dalam satu rangkaian kegiatan memperkenalkan kembali khasanah Arsitektur Negeri Istana. Bersamaan dengan masuknya Kabupaten Siak kedalam program Kota Pusaka di Indonesia melalui kegiatan P3KP (2016) maka kegiatan ini diharapkan mampu mendorong Pemerintah dan Masyarakat Siak untuk terus melakukan upaya Pelestarian Pusaka Budaya dan sejarah Melayu khsususnya di Siak Sri Indrapura , menuju Siak sebagai Kota Pusaka Dunia (World Heritage City)