You are on page 1of 3

Hamba yang tidak mau mengampuni (Matius 18:21-35)

Dalam tradisi Yahudi suatu kesalahan yang sama hanya bisa diampuni sebanyak 3 kali.
Tradisi ini berakar dari perkataan Rabi Yoma yang mengatakan: if a man commits a
transgression, the first, second and third time he is forgiven, the fourth time he is not
forgiven. (jika seseorang melakukan sebuah pelanggaran hukum, untuk yang pertama kali,
kedua dan ketiga, dia akan diampuni, tetapi pelanggaran yang keempat kali ia tidak akan
diampuni lagi). Petrus mencoba untuk menunjukkan suatu sikap yang lebih baik dari pada
para Rabi Yahudi menggandakan jumlah pengampunan itu dari 3 menjadi 7 kali kemudian
menanyakannya kepada Yesus, apakah cukup sampai 7 kali? Tuhan Yesus tidak melihat
pengampunan seperti para rabi atau Petrus melihat.

Pengampunan bukan masalah berapa kali akan mengampuni, oleh karena itu Yesus
memberikan jawaban yang berbeda: bukan 7 kali melainkan tujuh puluh tujuh
kali atau beberapa penafsir menerjemahkan tujuh puluh kali tujuh kali. Bagi Yesus
pengampunan berarti sikap sepenuh hati dan konstan. Perkalian yang diungkapkan Yesus
bukan menunjuk pada jumlah perkalian angka-angka tertentu karena Yesus sedang tidak
berbicara mengenai berapa kali orang percaya harus mengampuni. Yesus sedang berbicara
tentang pengampunan yang terus menerus harus dilakukan oleh orang-orang percaya. Yesus
sedang menekankan bahwa pengampunan orang percaya bersifat tidak terbatas atau dengan
kata lain hidup mengampuni adalah gaya hidup murid-murid Kristus.

Pertanyaan penting yang perlu diajukan berkaitan dengan hal ini adalah: apakah mungkin
manusia mengampuni kesalahan orang lain secara tidak terbatas dan terus menerus?
Sebelum menjawab pertanyaan ini kita perlu kembali kepada pertanyaan Petrus. Pada waktu
itu Petrus sedang memberikan contoh mengenai berapa kali ia harus mengampuni saudaranya
(Petrus menyebutnya my brother) yang berdosa melawan dia. Hal ini merupakan kesalahan
yang sangat serius dan mungkin sangat menyakitkan. Karena disakiti oleh orang yang lebih
dekat atau dikasihi akan terasa jauh lebih sakit dari pada dilakukan oleh orang lain yang tidak
terlalu dikasihi. Tetapi Yesus mengatakan bahwa murid-murid harus mengampuni bukan
sampai 7 kali tetapi tidak terbatas. Pengampunan hingga tidak terbatas sepertinya suatu
gambaran yang terlalu ideal dan ada di awan-awan sehingga sangat sulit untuk dipercaya
terjadi secara faktual. Namun Yesus sendiri yang membantah perkataan Petrus, bukan 7 kali
tetapi tidak terbatas. Realitanya memang tidak mudah menemukan pengampuanan yang tidak
terbatas seperti ini. Tetapi jika Yesus yang mengatakannya dan menekankan hal ini kepada
murid-murid maka hal ini merupakan kerinduan Kristus kepada murid-muridNya berkaitan
dengan pengampuan. Oleh sebab itu Yesus memulai perumpamaanNya dengan mengatakan
bahwa semuanya ini merupakan hal kerajaan Surga.

Pengampunan dan Analogi Hutang


Perumpamaan yang Yesus gunakan sangat ekstrim (hiperbola), jumlah 10.000 talenta adalah
uang yang terlalu banyak jumlahnya. Sebagai perbandingan, Josephus, sejarawan Yahudi
mencatat bahwa pada waktu itu Palestina memberikan pajak sebesar 8000 talenta. Ia juga
mengatakan Raja Antipas menerima 200 talenta sebagai pajak dari daerah Perea dan Galilea
dan Archelaus menerima 600 talenta sebagai pajak di daerah kekuasannya. Jadi jika
dibandingkan dengan jumlah pajak atau upeti pada masa itu maka berhutang sejumlah 10.000
talenta merupakan jumlah yang sangat-sangat besar dan mustahil. Mendengar angka tersebut
kemungkinan besar orang-orang yang mendengar perumpamaan Yesus tertawa karena hal
tersebut terlalu ekstrim, tetapi justru pada angka yang terlalu ekstrim itulah Yesus
memberikan pesan yang kuat dalam perumpamaan ini. Bagi orang yang mendengarkan
perumpamaan ini, hamba tersebut adalah hamba yang bodoh bisa memiliki hutang
sedemikian besar dan raja tersebut adalah raja yang bodoh karena melepaskan hamba itu
begitu saja dengan jumlah angka yang terlalu besar untuk diampuni begitu saja. Perintah sang
raja untuk menjadikan isteri dan anak-anak hamba tersebut menjadi budak merupakan sebuah
ekspresi dari kemarahannya karena hambanya telah berhutang terlalu banyak tetapi tidak
sanggup membayarnya. Jika hamba itu harus bekerja menjadi budak maka hutang tersebut
baru akan terbayar selama 250.000 tahun. Jika saja ia harus bekerja, isterinya harus bekerja,
dan ia mempunyai 3 anak yang bisa bekerja maka mereka berlima akan bekerja selama
50.000 tahun barulah hutang itu terlunasi, dan tentu saja hal ini mustahil. Meresponi kasus ini
Yesus mengatakan bahwa raja itu berbelas kasihan kepada hambanya itu setelah ia memohon
pengampunan. Raja itu memiliki belas kasihan dan membebaskannya dari segala hutang yang
melilitnya, semuanya dibebaskan sehingga ia sama sekali tidak berhutang kepada raja itu.

Melalui perumpaman bagian pertama ini Yesus ingin mengajarkan bahwa pengampunan
merupakan hal yang sangat penting dalam dunia yang berdosa dimana seluruh umat manusia
adalah manusia yang berdosa dan sesungguhnya semua manusia membutuhkan pengampunan
akan dosa dan orang-orang yang ada disekeliling orang percaya adalah orang-orang yang
akan terus menerus berbuat dosa sehingga murid-murid Kristus perlu memanifestasikan
pengampunan terhadap mereka semua.

Menurut seorang teolog (Leon Morris) hamba yang dimaksud dalam bagian ini bukanlah
budak melainkan salah seorang pejabat tinggi yang dipercayakan jumlah uang yang sangat
banyak namun gagal mengelolanya sehingga raja tersebut melakukan perhitungan dengannya.
Uang raja atau tuannya itu harus ia pertanggungjawabkan dan ia disebut berhutang kepada
tuannya itu. Jadi yang dituntut oleh si raja untuk dibayar adalah apa yang menjadi miliknya
dan si hamba dianggap bersalah karena telah menggunakannya/ memakainya dan ia wajib
mengembalikannya. Analogi hubungan hutang-piutang seperti inilah yang disebut Yesus
sebagai tuntutan mengampuni. Dosa atau kesalahan diperhitungkan sebagai hutang. Jika kita
bersalah kepada seseorang maka kita berhutang kepadanya dan hutang membuat hubungan
menjadi tidak lagi sejajar melainkan menjadi raja dan hamba. Si penghutang menjadi
hamba dan si pemiutang menjadi raja. Hal ini cukup jelas dalam perumpamaan ini. Pada
waktu teman si hamba yang berhutang 10.000 talenta itu memaksa temannya membayar
hutangnya yang hanya 100 dinar itu, temannya itu memohon belas kasihan dan mengucapkan
permohonan yang sama persis dengan permohonan si hamba yang pertama kepada raja:
sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Padahal mereka berdua sama-sama hamba
yang bekerja kepada tuan yang sama, secara status tidak ada yang lebih tinggi dan berhak
memperlakukan yang lain dengan kasar seolah-olah dirinya adalah tuan. Hutang yang ada di
antara mereka telah membuat hubungan itu menjadi bertingkat.

Mengampuni karena telah Diampuni


Sang raja terpaksa memerintahkan untuk menjual si hamba beserta isteri dan anak-anaknya
karena ia tidak bisa membayar lunas hutang-hutangnya, meskipun menjual ia beserta seluruh
keluarganya menjadi budak tidak akan mampu melunaskan hutang-hutangnya namun
setidaknya, hal itu bisa membayar sebagian dari hutang-hutang itu. Seperti yang sudah
dijelaskan di atas jikalau saja ia beserta keluarganya (misalnya berjumlah 5 orang) bekerja
maka hutangnya baru terbayar 50.000 tahun kemudian. Sebenarnya tidak ada satu bentuk
usaha apapun yang dapat dilakukan oleh si hamba ini untuk dapat membayar hutangnya.
Namun ketika sang raja memerintahkan untuk menjual ia dan keluarganya menjadi budak, ia
sujud menyembah (proskuneo) kepada sang raja sambil memohon kesabaran sang raja dan
mengatakan bahwa ia akan membayar seluruh hutang-hutangnya. Permohonan sang hamba
merupakan hal yang tidak masuk akal, meskipun ia sujud menyembah dan memohon
kesabaran sang raja, hutang itu mustahil dan tidak akan pernah sanggup ia bayar sampai
kapanpun selama ia hidup. Tetapi ia tetap berani mengatakan bahwa ia akan membayar
seluruh hutang tersebut dan meminta sang raja untuk sabar, mengulur waktu lebih panjang
baginya (have patience!). Di ayat 27 Yesus menceritakan bahwa sang raja tergerak oleh belas
kasihan kepada hambanya itu kemudian ia menghapuskan hutang hambanya itu sehingga
hamba itu tidak perlu menjadi budak atau membayar sepeserpun dari hutang-hutang itu
semuanya dianggap lunas. Hutang sebesar 10.000 talenta itu ditiadakan.

Setelah menerima pengampunan yang tidak terkira besarnya, hamba itu bertemu dengan
hamba yang lain dan berhutang kepadanya sebesar 100 dinar. Angka ini sebenarnya tergolong
besar, yakni sama dengan gaji kerja 100 hari, namun jika dibandingkan dengan hutangnya
kepada raja sangat jauh sekali perbedaannya (sebagai perbandingan 1 talenta = 6000 dinar).
Ia memaksa temannya itu untuk membayar hutang itu sambil mencekiknya. Apa respon
temannya yang berhutang itu? Ia mengatakan kalimat yang persis dengan apa yang telah
diucapkan oleh hamba yang berhutang 10.000 talenta: sabarlah dahulu, hutangku itu akan
kulunaskan (ayat 29). Perbedaan kalimat itu (ayat 29) dengan ayat 26 adalah tidak ada kata
seluruh/ semua. Jika saja ia mau bersabar dan memberi waktu lebih lagi, temannya itu
kemungkinan besar bisa membayar. Sementara ia yang tidak mungkin membayar saja
mengucapkan kalimat yang sama persis. Namun ia tidak mau mendengar permohonan
temannya itu sehingga ia memasukkannya ke dalam penjara.

Kesimpulan singkat tentang hamba ini, ia adalah hamba yang jahat dan tidak mengenal belas
kasihan. Ia diampuni 10.000 talenta yang tidak mungkin ia bayar bagaimanapun cara dan
usahanya tetapi ia tidak mau bersabar kepada temannya yang sebenarnya masih mungkin
sanggup membayar hutangnya. Ia tidak memiliki belas kasihan, ia tidak mengerti bahwa ia
telah diampuni begitu besar dan tidak terbatas. Ketika sang raja yang telah memberikan
pengampunan 10.000 talenta itu mendengar perbuatan hambanya itu ia menyebut hamba itu
jahat. Dalam pandangan si raja seharusnya ia mengampuni sebagaimana raja itu telah
mengampuninya. Tidak mengampuni dipandang sebagai ketidakadilan oleh sang raja, karena
ia sebenarnya telah memberikan pengampunan yang tidak terbatas dan tak mungkin terbayar
tetapi hamba tersebut tidak rela memberikan pengampunan terhadap hutang yang tidak
seberapa. Jumlah hutang hamba yang tidak mengampuni digambarkan teramat sangat besar
untuk menunjukkan bahwa tidak mungkin ada orang yang lebih besar dari pada hutang itu,
tetapi hutang itu dihapuskan dan raja itu menuntut hanya melakukan hal yang sama.

Orang-orang percaya adalah kelompok orang-orang yang telah ditebus dari dosa dan upah
dosa adalah maut (kematian kekal). Apakah ada tindakan manusia yang dapat menebus
dosanya atau sanggup menyelamatkan dirinya dari hukuman kekal? TIDAK! Tetapi Kristus
melakukan penebusan dan pembayaran hutang itu dengan nyawaNya supaya orang-orang
percaya tidak dihukum melainkan memperoleh hidup yang kekal. Oleh karena itu kelompok
orang yang ditebus adalah kelompok orang yang seharusnya mewartakan, memberitakan,
menyaksikan pengampunan Allah yang tidak terbatas pada dirinya dengan mengampuni
orang yang bersalah kepada mereka. Sehingga murid-murid atau gereja Tuhan menjadi
cahaya dan saluran pengampunan Allah kepada dunia yang telah jatuh dalam dosa.

You might also like