You are on page 1of 18

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I (KMB I)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ALO


(ACUTE LONG OEDEM)

DISUSUN

OLEH

KELOMPOK 10

1. PRATIWI SUGA
2. MARYAM NUR SULEMAN
3. MUH. HAIKAL KASIM

KELAS 2C

D IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO

T.A 2016-2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah
ini yang berjudul Acute Lung Odema "
Makalah Ini Berisikan Tentang Definisi, Etiologi, Patofisiologi, Pemeriksaan Fisik,
Aspek Legal Etik Dan Asuhan Keperawatan ALO. Makalah Ini Dibuat Guna
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kardiovaskuler II.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan kesehatan bagi kita semua.

Gorontalo, 21 November 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I (PENDAHULUAN)

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat

BAB II (PEMBAHASAN)

2.1 Defini
2.2 Patofisiologi, Farmakologi, Terapi diet
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Acute Long Oedem
2.4 Pemeriksaan Diagnostik
2.5 Manajemen Kasus pada penderita Acute Long Oedem

BAB III (PENUTUP)

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Acute Lung Oedema (ALO) adalah akumulasi cairan di paru yang terjadi
secara mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2006).
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara
masif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi
dan ancaman gagal napas.
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang
patologis di dalam paru. (Soeparman;767).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan Acute Long Oedem (ALO)?
2. Bagaiman Anatomi dan Fisiologi paru?
3. Bagaimana Patolofisiologi, farmakologi, dan terapi diet pada penderita ALO?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada penderita ALO?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik?
6. Bagaimana asuhan keperawatan dengan kasus pasien yang mengalami penyakit
ALO?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Acute Long Oedem (ALO)
2. Untuk mengetahui bagaiman Anatomi dan Fisiologi paru?
3. Untuk mengetahui bagaimana Patolofisiologi, farmakologi, dan terapi diet pada
penderita ALO
4. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada penderita ALO
5. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik
6. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dengan kasus pasien yang
mengalami penyakit ALO

1.4 Manfaat

Setelah mengetahui definisi, etiologi, asuhan keperawatan, patofisiologi,


pemeriksaan diagnosa, serta asuhan keperawatan dari penderita acute lung oedema.
Diharapkan kita sebagai calon perawat dapat mengaplikasikannya pada saat di klinik
nantinya. Diharapkan ini menjadi suatu bekal agar nantinya jika menemui kasus
acute lung oedema kami sebagai perawat dapat memberikan dasar untuk melakukan
asuhan keperawatan dengan baik
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Acute Lung Oedema (ALO) adalah akumulasi cairan di paru yang terjadi
secara mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2006).
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara
masif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi
dan ancaman gagal napas.
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang
patologis di dalam paru. (Soeparman;767).

2.2 Anatomi Dan Fisiologi

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada
di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi
dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paruparu kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat
dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru
kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001).
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara 11 kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura
(Guyton, 2007).
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru dimulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada
Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary
Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan
trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung
bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya.
Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru
berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8
tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi,
pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai
pertumbuhan somatic berhenti (Evelyn, 2009).
Gambar 3. Anatomi Paru (Tortora, 2012)

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-
paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-
paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer.
Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus
berubah
14 sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus
tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut (West,
2004).
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit
(bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama (trachea).
Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan
kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat
dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia
bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan
kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis
(McArdle, 2006).
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat
mekanisme dasar, yaitu ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara
alveoli dan atmosfer, difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan
darah, transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke
dan dari sel, pengaturan ventilasi (Guyton, 2007).

2.3 Etiologi

Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Edema Paru Kardiogenik

Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.

a. Penyakit pada arteri koronaria


Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada
arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh
arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu
memompa darah lagi seperti biasa.
b. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa
ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh
infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun
dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan
ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan
dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila
ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan
kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di
paru-paru (flooding).
c. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak
mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah
mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
d. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

2. Edema Paru Non Kardiogenik


Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi paru itu
sendiri. Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

Infeksi pada paru

1. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
2. Paparan toxic
3. Reaksi alergi
4. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
5. Neurogenik

2.4 Patofisiologi, Farmakologi, Terapi Diet

2.4.1 Patofisiologi

ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang


mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan
tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis
tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri
alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini
sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami
ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25
mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan
dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru
sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan
mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty.
Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan
fungsinya.
2.4.2 Farmakologi

1. Posisi duduk.
2. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
3. jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
5. Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru. Nitrogliserin
(NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama.
6. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
9. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
10. Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai
bronkokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh
karena faktor kardiogenik atau non-kardiogenik, karena selain bersifat
bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif, venodilatasi ringan dan
diuretik ringan.
11. Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan
pengobatan, dapat diberikan digitalis seperti Deslano-side (Cedilanide-D). Obat
lain yang dapat dipakai adalah golongan Simpatomi-metik (Dopamine,
Dobutamine) dan golongan inhibitor Phos-phodiesterase (Amrinone, Milrinone,
Enoxumone, Piroximone)

2.4.3 Terapi Diet

Diet yang di anjurkan pada penderita ALO adalah Diet rendah garam.

Garam adalah hal yang sering dipersalahkan ketika seseorang mengidap hipertensi.
Bahkan, setelah diagnosa pertama, si penderita pantang untuk mengonsumsi garam
dalam jumlah yang berlebih. Karna Hipertensi adalah salah satu etiologi dari Acute
Long Oedem jadi terapi diet yang di anjurkan adalah diet rendah garam.

2.5 Askep (Konsep Asuhan Keperawatan)


2.5.1 PENGKAJIAN

1. Identitas :
Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
2. Riwayat Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas,
cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang
sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
3. Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik
seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital
bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
4. Pemeriksaan fisik
- Sistem Integumen
Subyektif :
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat,
kemerahan
- Sistem Pulmonal
Subyektif :Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot
bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat,
Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru,
- Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara
jantung tambahan
- Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
- Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
- Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
- Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
- Studi Laboratorik
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
- Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

2.5.2 DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial
(penurunan).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
4. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurang terpajang informasi
2.6 Pemeriksaan Diagnosa

A. Menurut Marilynn E Dongoes dkk. 1999


1. EKG : Hiportrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia, dan
kerusakan pola mungkin terlihat, disritmia mis takikardia, fiblirasi atrial,
munkin sering terdapat KVP, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau
lebih setelah infark miokard menunjukan adanya aneurisme ventricular ( dapat
mengakibatkan gagal / disfungsi jantung )
2. Sonogram ( ekokardiogram, ekokardiogram dopple ) : dapat menunjukan
dimensi perbearan bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area
penurunan kontraktilitas ventricular
3. Skan jantung ( multigated acquisition/MUGA ) : Tindakan penyuntikan fraksi
dan memperkirakan gerakan dinding
4. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membedakan
gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi.
Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras disuntik ke dalam ventrikel
menunjukan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi /perubahan kontraktilitas
5. Rontgen dada : dapat menunjukan perbesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal mis ..
bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukan aneurisme ventrikel.
B. Menurut wordpress.com
1. Pemeriksaan Fisik
a) Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
b) Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh
lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang
akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
c) Takikardia dengan S3 gallop.
d) Murmur bila ada kelainan katup.

2. Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau


fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi
ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.

3. Laboratorium
a) Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
b) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
c) Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim
jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.

Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang
dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-
bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur
tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih
banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-
kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification
(pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari
bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli
sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang
minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.

4. Gambaran Radiologi yang ditemukan :


a) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
b) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
c) Kranialisasi vaskuler
d) Hilus suram (batas tidak jelas)
e) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)

5. Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi


ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung
Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.

6. Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP).


Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang
mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic
peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang
akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar
jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari
beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary
edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan
gagal jantung sebagai penyebabnya.
7. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis
(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan
dimajukan melalui ruang ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam
kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara
langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary
artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah
konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang
kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary
edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada
intensive care unit (ICU).

2.7 Manajemen Kasus

2.7.1 Pengkajian
1. alasan masuk rumah sakit
Ny. Sinden (41 tahun) mengalami keluhan sesak napas saat beraktivitas sejak
1 minggu SMRS, batuk, mual muntah dan mengaku setiap tidur harus
menggunakan 2 bantal agar tidak sesak. Sesak napas memberat sejak 1 hari SMRS.
Pada 07/03/2011 pasien dibawa keluarga ke RS e dan dirawat di ruang jantung. Pada
09/07/2011 jam 07.15, pasien apneu kemudian dilakukan RJPO selama 15 menit.
Pasien ROSC Aloesaboe dan dipindah ke ICCU.

2. Diagnosa medis:
TAVB post TPM + ALO + DC FC + PJK OMI anteroseptal + Asidosis metabolik

3. Observasi dan pemeriksaan fisik

1. Vital sign

TD: 120/60 mmHg


Nadi: 82 kali/menit
Suhu: 37,1 C
RR: 24 kali/menit

2. Sistem pernapasan (B1)


Sesak, suara napas krekels pada lapang paru lateral sinistra, menggunakan alat bantu
napas simple mask dengan O2 flow 10 lpm.
Hasil pemeriksaan BGA tanggal 09/03/2011:
Ph 7,27 (7,35 - 7,45)
pCO2 45 (35 45 mmHg)
PaO2 127 (88 108 mmHg)
HCO3 20,7 (21 28 mmol/L)
Be - 6,2 (- 3 - + 3 mmol/L)
SaO2 98% (95 98%)
Masalah keperawatan: Gangguan pertukaran gas

3. Sistem kardio vaskular (B2)

Irama jantung reguler, CRT 3 detik, akral hangat kering, klien terpasang CVP 26
cmH2O. Pasien terpasang RL 20 TPM, setting HR: 80, sensitivity: 3, output:
Masalah keperawatan: PK. Penurunan curah jantung

4. Sistem persyarafan (B3)

GCS 456.
Masalah keperawatan: Tidak ditemukan masalah

5. Sistem perkemihan (B4)

Tidak terdapat nyeri pinggang, klien tampak tidak ada distensi pada vesica urinaria,
warna urine klien nampak kuning dengan bau khas amoniak.

6. Sistem pencernaan (B5)

Warna kulit abdomen merata, bentuk abdomen simetris, kontur datar, gerakan
abdomen normal, perisltaltik usus 6x/mnt tidak terdapat nyeri tekan. Tidak terdapat
pembesaran hepar, lien dan ginjal. Tidak ada distensi kandung kemih

7. Sistem muskuloskeletal dan integumen (B6)

Pasien tampak lemah dan memerlukan bantuan dalam pemenuhan ADL. Pasien
mengatakan merasa sesak saat melakukan aktivitas.
Masalah keperawatan: Intoleran aktivitas.

2.7.2 Daftar diagnosa keperawatan

1. PK Penurunan curah jantung


2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan fungsi alveoli dan pertukaran gas
sekunder akibat ALO
3. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan preload, penurunan kontraktilitas,
penurunan cardiac output sekunder terhadap OMI
4. Intoleran aktivitas b.d ketidakadekuatan suplai O2 ke jaringan

2.7.3 Analisa Data


Data Subjektif
1. Klien mengatakan merasakan nyeri pada bagian dada
2. Klien mengeluh Sesak
3. Klien mengatakan merasa takut atas penyakitnya

Data Objektif

1. Klien tampak terpasang CVP dengan nilai 26 cmH2O


2. Adanya edema paru
3. Klien tampak lemah berbaring
4. Suara nafas terdengar krekels pada lapang paru lateral sinistra,
5. Klien tampak menggunakan alat bantu napas simple mask dengan O2 flow 10
lpm.
6. TTV: TD: 120/80, RR: 24x/mnt, N: 82x/mnt

SB: 37,1 cc
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang Terjadi
Secara Mendadak. Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, Edema paru
kardiogenik dan Edema paru non kardiogenik.
Edema paru kardiogenik Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan
pada jantung atau sistem kardiovaskuler. Biasanya terjadi karena adanya penyakit
pada arteri koronaria, Kardiomiopati, Gangguan katup jantung, Hipertensi
Edema paru non kardiogenik Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena
keainan pada jantung tetapi paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: Infeksi pada paru, Lung injury, seperti
emboli paru, smoke inhalation dan infark paru, Paparan toxic, Reaksi alergi, Acute
respiratory distress syndrome (ards), Neurogenik.

3.2 Saran
Semoga Setelah mengetahui definisi, etiologi, asuhan keperawatan,
patofisiologi, pemeriksaan diagnosa, serta asuhan keperawatan dari penderita acute
lung oedema kita sebagai calon perawat dapat mengaplikasikannya pada saat di klinik
nantinya. Diharapkan ini menjadi suatu bekal agar nantinya jika menemui kasus
acute lung oedema kami sebagai perawat dapat memberikan dasar untuk melakukan
asuhan keperawatan dengan baik.

You might also like