You are on page 1of 11

PEMBAHASAN

2.1. Morfologi Trematoda


Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral dan simetri, bilateral, tidak
mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat beranekaragam dari 1 mm
sampai kurang lebih 75 mm. tanda khas lainnya adalah terdapatnya dua buah batil isap, yaitu
batil isap mulut dan batil isap perut. Beberapa spesies mempunyai batil isap genital. Saluran
pencernaan menyerupai huruf Y terbalik yang di mulai dengan mulut dan berakhir buntu pada
sekum. Pada umumnya trematoda tidak mempunyai alat pernapasan khusus, karena hidupnya
secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior.
Susnan saraf di mulai dengan ganglion di bagian dorsal esofagus, kemudian terdapat saraf yang
memanjang di bagian dorsal, ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermafrodit dengan
alat reproduksi yang kompleks.
Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitif. Telur diletakan di saluran hati, rongga
usus, paru, pembuluh darah, atau di jaringan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar
bersama tinja, dahak atau urine. Pada umumnya telur berisi sel telur, hanya pada beberapa
spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Bila sudah
mengandung mirasisium telur, menetas di dalam air (telur matang). Pada spesies trematoda yang
mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3
minggu. Pada beberapa spesies trematoda, telur matang menetes bila ditelan keong (hospes
perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong, atau telur dapat
langsung menetas dan mirasidium berengang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah
menemukan keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi
sebagai hospes perantara pertama (HP I). Dalam keong air tersebut mirasidium berkembang
menjadi sebuah kantung yang berisi embryo, disebut sporokista (S). Sporokista ini dapat
mengandung sporookista lain atau redia (R), bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai
mulut, faring dan sekum. Di dalam sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi
serkaria (SK).
Perkembangan larva dalam hospes perantara I terjadi sebagai berikut:
M S R SK: Misalnya Clonorchis Sinensis
M S1 S2 SK: Misalnya Schistosoma
M S R1 R2 SK: Misalnya Trematoda lainnya
Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan,
tumbuh-tumbuhan air, katam, udang batu dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes
definitif secara langsung seperti pada Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah
menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitif mendapat infeksi bila makan hospes
perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing
Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes definitif, yang kemudian
berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes.

2.1.1. Hospes
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitif cacing trematoda antara lain
kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, musang, harimau, dan manusia.
Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dalam:
1 Trematoda hati (Liver flukes)
a. Clonorchis Sinensis
Hospes:
Terdapat pada manusia, kucing, anjing, beruang kutub, dan babi, penyakitnya disebut
Klonorkiasis.
Morfologi dan Daur Hidup:
Hidup di saluran empedu, kadang-kadang ditemukan di saluran pankreas. Ukuran cacing dewasa
10-25 mm x 3-5 mm, bentuk pipih,lonjong menyerupai daun.
Gambar 1. Cacing Clonorchis sinensis dewasa

Telur berukuran kira-kira 30-16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi
mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu.
Gambar 2. Telur cacing Clonorchis sinensis

b. Opisthorchis Felineus
Hospes:
Terdapat pada kucing, anjing, dan manusia merupakan hospes penyakit ini, penyakitnya disebut
Opistorkiasis.

Morfologi dan Daur Hidup:


Hidup dalam saluran empedu dan saluran pankreas. Cacing dewasa berukuran 7-12 mm,
mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut. Bentuknya seperti lanset, pipih dorsoventral.
Telur jenis ini mirip dengan C.Sinensis hanya bentuknya lebih langsing.
Infeksi terjadi dengan dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria dan dimasak kurang
matang.

c. Opisthirchis Viverrini
Morfologi dan Daur Hidup:
Mirip dengan Opisthorchis Felineus. Infeksi terjadi dengan makan ikan mentah yang
mangandung mataserkaria.
Gambar 3. Cacing Opistorchisviverrini dewasa

d. Fasciola hepatica
Hospes:
Terdapat pada kambing dan Sapi, dan kadang-kadang parasit ini juga ditemukan pada manusia.
Penyakitnya disebut fascioliasis.

Morfologi dan Daur Hidup:


Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya kurang lebih 30x13mm. bagian
anterior berbentuk seperti kerucut dan pada puncak kerucut terdapat batil isap mulut yang
besarnya kurang lebih 1mm, sedangkan pada bagian dasar kerucut terdapat batil isap perut yang
besarnya kurang lebih 1,6mm. saluran pencernaan bercabang-cabang sampai ke ujung distal
sekum. Testis dan kelenjar vitelin juga bercabang-cabang.
Gambar 4. Cacing Fasciola hepatica dewasa
Telur cacing ini berukuran 140x90 mikron, dikeluarkan melalui selauran empedu ke dalam tinja
dalam keadaan belum matang. Telur menjadi matang dalam air setelah 9-15 hari dan berisi
mirasidium.
Gambar 5. Telur Cacing Fasciola hepatica

2. Trematoda Paru (Parangominus westermani)


Hospes:
Manusia dan binatang yang memakan ketam atau udang batu, seperti kucing, musang, anjing,
harimau, serigala, dll.

Morfologi dan Daur Hidup:


Cacing dewasa hidup dalam kista di paru. Bentuknya bundar lonjong,menyerupai biji kopi,
dengan ukuran 8-12 x 4-6mm dan berwarna coklat tua. Batil isap mulut hampir sama besar
dengan batil isap perut. Testis berlobus terletak berdampingan antara batil isap perut dan ekor.
Ovarium terletak di belakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong yang berukuran 80-118
mikron x 40-60 mikron dengan oper kolum agak tertekan ke dalam.

3. Trematoda Usus
a. Fasciolidae
Hospes:
Kecuali manusia dan babi yang dapat menjadi hospes definitif cacing tersebut, hewan lainnya
seperti anjing dan kelinci juga dihinggapi. Penyakitnya disebut Fasiolopsiasis.

Morfologi dan Daur Hidup.


Cacing dewasa yang ditemukan pada manusia mempunyai ukuran panjang 2-7,5cm dan lebar
0,8-2,0 cm. Bentuknya agak lonjong dan tebal. Biasanya kutikulum ditutupi duri-duri kecil yang
letaknya melintang duri-duri tersebut sering rusak karena cairan usus. Batil isap kepala
berukuran kira-kira seperempat ukuran batil isap perut. Saluran pencernaan terdiri dari prefaring
yang pendek, faring yang menggelembung, esofagus yang pendek, serta sepasang sekum yang
tiudak bercabang dengan dua indentasi yang khas. Dua buah testis yang bercabang-cabang
letaknya agak tandem di bagian posterior cacing. Vitelaria letaknya lebih lateral dari sekum,
meliputi badan cacing setinggi batil isap perut sampai ke ujung badan.ovarium bentuknya agak
bulat. Uterus berpangkal pada ootip, berkelok-kelok ke arah anterior badan cacing, untuk
bermuara pada atrium genital, pada sisi anterior batil isap pertut.
Telur berbentuk agak lonjong, berdinding tipis transparan, dengan sebuag operkulum yang nyaris
terlihat pada sebuah kutubnya, berukuran panjang 130-140 mikron dan lebar 80-85 mikron.
Setiap ekor cacing dapat mengeluarkan 15.000-48.000 butir telur sehari.

b. Echinostomatidae
Hospes:
Hospes jenis ini beraneka ragam yaitu manusia, tikus, anjing, burung, ikan, dll (Poliksen).
Penyakitnya disebut Ekinostomiasis.

Morfologi dan Daur Hidup:


Cacing trematoda dari keluarga Echinostomatidae, dapat dibedakan dari cacing-cacing trematoda
lain, dengan adanya ciri-ciri khas berupa duri-duri leher dengan jumlah antara 37 buah sampai
kira-kira 51 buah. Letaknya dalam dua baris berupa tapal kuda, melingkari bagian belakang serta
samping batil isap kepala. Cacing tersebut berbentuk lonjong berukuran panjang dari 2,5 mm
hingga 13-15 mm dan lebarnya 0,4-0,7 mm hingga 2,5-3,5 mm.
Testis berbentuk agak bulat, berlekuk-lekuk, letaknya tersusun tandem pada bagian posterior
cacing. Vitelaria letaknya sebelah lateral, meliputi duapertiga badan cacing dan melanjut hingga
bagian posterior cacing. Cacing dewasa hisup dalam usus halus, mempunyai warna agak merah
keabu-abuan. Telur mempunyai operkolum, besarnya berkisar antara 103-137 x 59-75 mikron.
Telur setelah tiga minggu dalam air, berisi tempayak yang disebut mirasidium. Bila telur
menetas, mirasidium keluar dan berenang bebas untuk hinggap pada hospes perantara I yang
berupa keong jenis kecil seperti genus Anisus, Gyraulus,, Lymnaea dan sebagainya.

c. Heterophyidae
Hospes:
Cacing ini sangat banyak, umumnya mahkluk pemakan ikan ini seperti manusia, kucing, anjing,
rubah, dan jenis burung-burung tertentu. Nama penyakitny adalah Heterofiliasis.

Morfologi dan Daur Hidup:


Cacing dari keluarga Heterophyidae berukuran panjang antara `1-1,7 mm dan lebar antara 0,3-
0,75 mm,kecuali genus Haplorcis yang jauh lebih kecil, yaitu panjang 0,41-0,51 mm dan lebar
0,24-o,3 mm di samping batil isap kelamin yang terdapat di sebelah kiri belakang.
Morfologi dan Daur Hidup:
Cacing ini mempunyai 2 buah testis yang lonjong, ovarium kecil yang agak bulat dan 14 bua
folikel vitelin yang letaknya lateral. Bentuk uterus sangat berkelok-kelok, letaknya diantara
kedua sekum. Telur berwarna agak coklat muda,mempunyai operkulum, berukuran 26,5-30 x 15-
17 mikron, berisi mirasidium.
Mirasidium yang keluar dari telur, menghinggapi keong air tawar/payau, seperti genus pirenella,
Cerithidia, Semisulcospira, sebagai hospes perantara I dan ikan dari genus Mugil, Tilapia,
Aphanius, Achantogobius, Clarias dan lain-lain sebai hospes perantara II. Dalam keong,
mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian menjadibanyak redia induk, berlanjut menjadi
banyak redia anak untuk pada gilirannya membentuk banyak serkaria. Serkaria ini menghinggapi
ikan-ikan tersebut menjadi metaserkaria.

4 Trematoda Darah
a. Schistosoma atau Bilharzia
Hospes:
Hospes definitif adalah manusia. Berbagai macam binatang dapat berperan sebagai hospes
reservoar. Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit Skistomosiasis atau Bilharziasis.

Morfologi dan Daur Hidup:


Cacing dewasa jantan berwarna kelabu atau putih kehitam-hitaman, berukuran 9,5-19,5 mm x
0,9 mm. Badannya berbentuk gemuk bundar dan pada kutikulumnya terdapat tonjolan halus
sampai kasar tergantung spesiesnya. Di bagian ventral badan terdapat canalis gynaecophorus,
tempat cacing betina, sehingga tampak seolah-olah cacing betina ada di permukaan cacing
jantan. Cacing betina badanya lebih halus dan panjang berukuran 16,0-26,0 mm x 0,3 mm pada
umumnya uterus 50-300 butir telur. Cacing trematoda ini hidup di pembulih darah terutama
dalam kapiler darah dan vena kecil dekat permukaan selaput lendir usus atau kandung kemih.
Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah. Telur tidak mempunyai operkulum. Telur
cacing Schistosoma mempunyai duri dan lokalisasi duri tergantung pada spesiesnya. Telur
berukuran 95-135 x 50-60 mikron. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah,
berimigrasi ke jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus, atau kandung kemih untuk kemudian
di temukan di dalam tinja atau urin. Telur menetas di dalam air dan larva yang keluar disebut
mirasidium.

b. Schistosoma Japonicum
Hospes:
Hospesnya adalah manusia dan berbagai macam binatang seperti anjing, kucing, rusa, tikus
sawah (rattus), sapi, babi rusa dan lain-lain. Parasit ini pada manusia menyebabkan oriental
schistosomiasis, skistomiasis japonika, penyakit Ktayama atau penyakit demam keong.

Morfologi dan Daur Hidup:


Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,5cm dan betina kira-kira 1,9cm, hidupnya di vena
mesenterika superior. Telur ditemukan di dinding usus halus dan juga di alat-alat dalam seperti
hati,paru dan otak.

c. Schistosoma mansoni
Hospes:
Hospes definitif adalh manusi dan kera baboon di Afrika sebagai hospes reservoar. Pada manusia
cacing ini menyebabkan skistosomiasis usus.
Morfologi dan Daur Hidup:
Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1cm dan betina kira-kira 1,4cm. Pada badan cacing
jantan S. Mansoni terdapat tonjolan lebih kasar bila dibandingkan dengan S. Haematobium dan
S.japonicum. Badan S.japonicum mempunyai tonjolan yang lebih halus. Tempat hidupnya di
vena, kolon dan rectum. Telur juga tersebar ke alat-alat lain seperti hati, paru dan otak.

d. Schistosoma haematobium
Hospes:
Hospes definitif adalah manusia. Cacing ini meyebabkan skistomiasis kandung kemih. Baboon
dan kera lain dilaporkan sebagai hospes reservoar.

Morfologi dan Daur Hidup:


Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,3 cm danyang betina kira-kira 2,0cm. Hidupnya di
vena panggul kecil, terutama di vena kandung kemih. Telur ditemukan di urin dan alat-alat dalam
lainnya, juga di alat kelamin dan rectum.
2.2. Klasifikasi Trematoda Umum
Phylum Platyhelminthes terdiri atas tiga kelas, yaitu Turrbellaria, Trematoda, dan Cestoidea.
Yang dibicarakan dari kelas trematoda dan cestoidea.
2.2.1. Kelas Trematoda
Hanya bersifat parasit; stadium definitif ditutupi dengan integument tidak bersilia; epitel bersilia
terbatas pada larva yang menetas dari telur biasanya memiliki batil isap; biasanya ditemukan
saluran pencernaan makanan kecuali generasi sporokista Digenea.
Subkelas Digenea. Hampir semua spesies bersifat endoparasit; alat untuk melekat terdiri atas
satu atau lebih batil isap, salah satunya sirkumoral; porus eksretorius terbuka ke posterior
(tunggal pada stadium definitif, ganda pada stadium larva); perkembangannya kompleks, dengan
perubahan tiga atau lebih generasi, satu diantaranya pada tuan rumah yang melahirkan stadium
peralihan pada moluska; telur menetas, keluar larva yang memiliki silia.

2.2.2. Ordo Prostomata


Mulut pada / dekat ujung anterior badan, dikelilingi sebuah batil isap. Ordo ini merupakan
parasit bagi manusia.
Subordo Strigeata. Stadium definitif (dewasa) monecious / diecious, hidup dalam saluran
pencernaan makanan atau darah vertebrata; selalu didapat batil isap anterior; biasanya ditemukan
satu atau lebih acetabula ventral; cercaria dengan ekor bercabang dua; pada mirasidium terdapat
dua pasang flam cells.
Superfamili Schistosomatoidea (Stiles dan Hassall, 1926). Stadium definitif monecious atau
diecious, hidup dalam darah portal dari vertebrata; tidak memiliki otot pharyng; dengan /tanpa
asetabulum ventral; telur tidak beroperkulum cercaria apharyngeal, batil isap anterior posisinya
preoral;tidak ditemukan stadium metacercaria; cercaria memasuki tubuh tuan rumah definitif
dengan menembus kulit.

2.2.3. Famili Schistosomatidae


Spesies Schistosoma japonicium, S. mansoni, S. Haematobium dan S. mekongi.
Subordo Paramphistomata. Hermafrodit, ventral sucker berkembang dengan baik,
posteroterminal atau subterminal di samping organ reproduksi.
Superfamili Paramphistomatoidea. Stiles dan Goldberger, 1910. Acetabulum caudoterminal atau
subterminal; ditemukan oral sucker dan eosofagus; porus genitalis di daerah pre-equatorial testes
satu atau dua buah umumnya preovarial; vitellaria dilateral; telur beroperkulum; sepasang flam
cell pada mirasidium.
Famili Paramphistomatidae.
Spesies Watsonius watsoni.
Famili Gastrodiscidae.
Spesies Gasdiscoides hominis

2.2.4. Distomata.
Pemberian nama Distomata dipergunakan untuk memberikan gambaran secara diskritif, tidak
sebagai taksonomi.
Hermafrodit; ditemukan oral sucker dan ventral sucker; organ reproduksi seluruhnya atau
sebagian besar di sebelah posterior dari ventral sucker.
Sepasang Flame Cell ditemukan pada mirasidium; beribu spesies dalam kelompok ini yang
bertindak sebagai parasit pada hospes vertebrata; pada manusia terdiri atas tiga superfamili
sebagai berikut.
1. Superfamili Echinostamatoidea (Faust, 1929).
Trematoda dengan ukuran sedang; hidup dalam intestinum, sebagian kecil pada saluran empedu
vertebrata; ventral sucker berkembang baik, berdekatan dengan oral sucker; telur besar
beroperkulum, belum matang ketika keluar dari parasit; khas (pada famili Echinostomatidae)
dengan collar (seperti kerah baju) dari duri cervikal; mirasidium, memiliki dua bintik mata yang
terletak di tangah-tengah; berkembang menjadi redia; berkembang cercaria setelah redia dua
dengan ekor sederhana atau bergalur; menetas dalam jaringan molusca, beberapa invertebrate
lain,vertebrata atau tanaman.
Famili Echinostomaatidae.
Spesies Echinostoma ilocanum, E. Lindoense.
Famili Fasciolidae.
Spesies Fasciola hepatica, F. gigantic, Fasciolopsis buski

2. Superfamili Plagiorchioidea (Dolfus, 1930).


Trematoda dengan ukuran sedang dan kecil; pipih atau silindris; hidup di dalam saluran biler,
saluran pankreas, intestine atau paru-paru vertebrata. Mengeluarkan telur kecil / sedang,
operculum tebal, mengandug mirasidium sempurna ketika di keluarkan dari tubuh cacing.
Miracidia membentuk sporo kista; cercaria (memiliki / tidak styllet) dihasilkan dalam sporokista
generasi II atau redia, membentuk kista di dalam crustace, insek, moluska atau hospes perantara
lain atau dalam tumbuhan, untuk kemudian ditularkan ke dalam tuan rumah definitif.
Famili Dicrocoliidae.
Spesies Dicrocoelium dendriticum.
Famili Troglotrematidae.
Spesies Paragonimus westermani
Gambar 7. Cacing Paragonimus westermani dewasa
3. Superfamili Opisthorchioidea (Vogel,1934 Faust, 1949).
Cacing berukuran kecil / sedang; seringkali spinose, perkembangan muskulatur tidak sempurna,
dengan atau tapa bintik mata pada stadium dewasa. Tidak memiliki kantung cirrus, testis di
belakang ovarium, tidak memiliki reseptakulum seminalis, metraterm dan duktus ejakolatoris
bersatu membentuk duktus genitalis komunis. Telur kecil, dinding tebal, memiliki operkulum,
mengandung mirasidium yang berkembang sempurna ketika keluar dari cacing, akan tetapi baru
menetas jika di telan tuan rumah yang sesuai. Cercaria berkembang dari redia sederhana,
berbintik mata, acetabulum rudimeter, tanpa stylet tetapi memiliki dua atau tiga baris pendek,
duri pengait di atas mulut. Cercaria ensitasi dalam ikan; dewasa pada saluran pencernaan
makanan atau traktus bilaris mamalia, burung, reptil atau ikan.
Famili Opisthorchiidae.
Spesies Opisthorchis felineus, O. viverini, Clonorchis sinensis.
Famili Heteophydae.
Spesies Heterophyes heterophyes, metagonimus yokogawi
2.3. Siklus Hidup Trematoda
Telur yang keluar dari tubuh cacing mungkin telah matang terdapat pada
Schistosoma,Chlonorchis, Metagonimus dan Opisthorchis.Pada Schistosoma telur langsung
menetas di air,sedangkan pada Chlonorchis dan Metagonimus, baru akan menetas jika masuk
kedalam tubuh keong air.Keadaan telur lainya yang perlu pematangan terlebih dulu di air,
misalnya Fasciola, Fasciolopsis dan Paragonimus.
Gambar 6. Siklus hidup Trematoda

Keluarnya telur dari hospes definitive dapat bersama tinja misalnya Fasciolopsis, Fasciola,
Clonorchis, Heterophyes, Schistosoma mansoni, S. japonicum atau bersama urin misalnya S.
haematobium atau dapat juga bersama sputum misalnya Paragonimus westermani. Telur yang
menetas di air, mengeluarkan larva stadium I yang disebut miracidium. Larva ini permukaan
tubuhnya ditumbuhi silia yang berguna untuk berenang mencari hospes perantara I (keong air
tawar). Larva ini harus sudah berada didalam tubuh hospes perantara I dalam 24 jam, jika belum
mendapatkannya, larva akan mati. Di dalam tuan rumah perantara I, larva segera melepaskan
silianya dan berubah menjadi semacam kantung memanjang yang disebut sporokista, kemudian
akan berumah menjadi redia. Redia memperbanyak diri dan berubah menjadi larva stadium IV
yang berekor dan disebut cercaria.Cercaria berenang meninggalkan hospes perantara I menuju
hospes perantaraII dari jenis keong air tawar lain,ikan,udang,kepiting atau tumbuhan air
tergantung spesies cacing.Didalam tubuh hospes perantara II cercaria akan berubah menjadi
metacercaria,berupa kista dengan dinding cukup kuat.Manusia terinfeksi jika memakan hospes
perantara II yang mengandung metacercaria.Pada Schistosoma, cercaria tidak menjadi
metacercaria,tetapi akan menembus kulit hospes definitive.
Perkembangan dalam tuan rumah perantara pertama banyak varisainya, secara singkat dapat
diuraikan perkembangannya yaitu:
1. Telur telah matang ketika keluar dari hospes, menetas saat kontak dengan air,keluar
miracidium mencari keong air, berubah menjadi sporokista generasi I, kemudian menjadi
sporokista generasi II, akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus Schistosoma .
2. Telur belum matang, perlu pematangan di air menetas keluar miracidium, di dalam tuan rumah
perantara I berturut-turut menjadi sporokista, redia akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus
Paragonimus. Untuk genus Fasciola dan fasciolopsis, terjadi dua generasi redia.
3. Telur belum matang, pematangan di air, menetas, keluar miracidium, di dalam keong air
menjadi redia generasi I, generasi II, akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus Echinostoma.
4. Telur telah matang ketika keluar dari hospes, baru menetas jika ditelan oleh keong air yang
sesuai. Kemudian berubah menjadi sporokista generasi I, redia dan akhirnya cercaria, terjadi
pada genus Clonorchis dan Metagonimus.

Stadium cercaria (berekor) adalah stadium ketika parasit tidak makan sehingga jika tidak
mendapatkan hospes akan mati. Manusia terinfeksi dengan cara metacercaria termakan bersama
tubuhan air pada Fasciola hepatica, Fasciolopsis buski, Watsonius watsoni, bersama ikan pada
Clonorchis sinensis, Heterophyes heterophyes, Metagonimus yokogawai atau bersama udang
pada Paragonimus westermani. Pada genus Schistosoma, manusia terinfeksi dengan cara cercaria
menembus kulit.
Menurut habitatnya, Trematoda di bagi ke dalam 4 kelompok yaitu:
1. Trematoda usus terdiri atas Fascilopsis buski, Metagonimus yokogawai, Echinostoma
ilocanum, Watsonius watsoni, Heterophyes heterophyes, Gastrodiscoides hominis.
2. Trematoda hati terdiri atas Fasciola hepatica, Opisthoschis felineus, Dicrocoelium
dendriticum, Opisthorchis viverini, Clonorchis sinensis.
3. Trematoda paru-paru yaitu Paragoniumus westermani
4. Trematoda darah yang terdiri atas Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum dan S.
mekongi.
Pada umumnya epidemiologi trematoda terdapat pada daerah tropik dan oriental, kecuali untuk
genus Opisthorchis ditemukan antara lain di Jerman, daerah Rusia semenanjung Balkan. Ada
beberapa keadaan yang dapat membantu penyebaran trematoda, yaitu penggunaan air sungai
untuk mencuci, mandi dan keperluan lainnya, atau memakan keong air, tumbuhan air, ikan,
ketam air tawar mentah atau kurang matang, pembuangan tinja, urin atau sputum sembarangan
serta hospes reservoir yang dapat membantu penyebaran trematoda.
2.4. Gejala Klinis
Pada umumnya infeksi oleh trematoda tidak menimbulkan gejala yang berarti. Adapun gejala
klinis ini tergantung pada beberapa hal yaitu ukuran, jumlah dan stadium cacing, organ atau
jaringan yang terinfeksi, keadaan umum hospes.
Perubahan yang dapat terjadi pada tuan rumah defitinif berupa kelainan lokal atau sistemik, tapi
kebanyakan terjadi kedua-duanya. Terdapat tiga tahapan penyakit oleh trematoda, yaitu stadium
prepaten atau masa inkubasi biologis, yaitu waktu sejak masuknya stadium infektif pada hospes
sampai dapat menghasilkan telur atau sampai timbulknya gejala klinis. Selanjutnya stadium akut,
tahapan ke tiga yaitu stadium kronis.

2.5. Pencegahan
Pencegahan penyakit oleh trematoda dapat di lakukan beberapa hal yaitu pengobatan penderita
sebagai sumber infeksi, desinfeksi dan sanitasi pembungan tinja, urine atau sputum, kampanye
antimolusca (pemberantasan keong air tawar). Serta pendidikan terutama menyangkut mandi
serta makan.

You might also like