Professional Documents
Culture Documents
2.1.1. Hospes
Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitif cacing trematoda antara lain
kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, musang, harimau, dan manusia.
Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dalam:
1 Trematoda hati (Liver flukes)
a. Clonorchis Sinensis
Hospes:
Terdapat pada manusia, kucing, anjing, beruang kutub, dan babi, penyakitnya disebut
Klonorkiasis.
Morfologi dan Daur Hidup:
Hidup di saluran empedu, kadang-kadang ditemukan di saluran pankreas. Ukuran cacing dewasa
10-25 mm x 3-5 mm, bentuk pipih,lonjong menyerupai daun.
Gambar 1. Cacing Clonorchis sinensis dewasa
Telur berukuran kira-kira 30-16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi
mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu.
Gambar 2. Telur cacing Clonorchis sinensis
b. Opisthorchis Felineus
Hospes:
Terdapat pada kucing, anjing, dan manusia merupakan hospes penyakit ini, penyakitnya disebut
Opistorkiasis.
c. Opisthirchis Viverrini
Morfologi dan Daur Hidup:
Mirip dengan Opisthorchis Felineus. Infeksi terjadi dengan makan ikan mentah yang
mangandung mataserkaria.
Gambar 3. Cacing Opistorchisviverrini dewasa
d. Fasciola hepatica
Hospes:
Terdapat pada kambing dan Sapi, dan kadang-kadang parasit ini juga ditemukan pada manusia.
Penyakitnya disebut fascioliasis.
3. Trematoda Usus
a. Fasciolidae
Hospes:
Kecuali manusia dan babi yang dapat menjadi hospes definitif cacing tersebut, hewan lainnya
seperti anjing dan kelinci juga dihinggapi. Penyakitnya disebut Fasiolopsiasis.
b. Echinostomatidae
Hospes:
Hospes jenis ini beraneka ragam yaitu manusia, tikus, anjing, burung, ikan, dll (Poliksen).
Penyakitnya disebut Ekinostomiasis.
c. Heterophyidae
Hospes:
Cacing ini sangat banyak, umumnya mahkluk pemakan ikan ini seperti manusia, kucing, anjing,
rubah, dan jenis burung-burung tertentu. Nama penyakitny adalah Heterofiliasis.
4 Trematoda Darah
a. Schistosoma atau Bilharzia
Hospes:
Hospes definitif adalah manusia. Berbagai macam binatang dapat berperan sebagai hospes
reservoar. Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit Skistomosiasis atau Bilharziasis.
b. Schistosoma Japonicum
Hospes:
Hospesnya adalah manusia dan berbagai macam binatang seperti anjing, kucing, rusa, tikus
sawah (rattus), sapi, babi rusa dan lain-lain. Parasit ini pada manusia menyebabkan oriental
schistosomiasis, skistomiasis japonika, penyakit Ktayama atau penyakit demam keong.
c. Schistosoma mansoni
Hospes:
Hospes definitif adalh manusi dan kera baboon di Afrika sebagai hospes reservoar. Pada manusia
cacing ini menyebabkan skistosomiasis usus.
Morfologi dan Daur Hidup:
Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1cm dan betina kira-kira 1,4cm. Pada badan cacing
jantan S. Mansoni terdapat tonjolan lebih kasar bila dibandingkan dengan S. Haematobium dan
S.japonicum. Badan S.japonicum mempunyai tonjolan yang lebih halus. Tempat hidupnya di
vena, kolon dan rectum. Telur juga tersebar ke alat-alat lain seperti hati, paru dan otak.
d. Schistosoma haematobium
Hospes:
Hospes definitif adalah manusia. Cacing ini meyebabkan skistomiasis kandung kemih. Baboon
dan kera lain dilaporkan sebagai hospes reservoar.
2.2.4. Distomata.
Pemberian nama Distomata dipergunakan untuk memberikan gambaran secara diskritif, tidak
sebagai taksonomi.
Hermafrodit; ditemukan oral sucker dan ventral sucker; organ reproduksi seluruhnya atau
sebagian besar di sebelah posterior dari ventral sucker.
Sepasang Flame Cell ditemukan pada mirasidium; beribu spesies dalam kelompok ini yang
bertindak sebagai parasit pada hospes vertebrata; pada manusia terdiri atas tiga superfamili
sebagai berikut.
1. Superfamili Echinostamatoidea (Faust, 1929).
Trematoda dengan ukuran sedang; hidup dalam intestinum, sebagian kecil pada saluran empedu
vertebrata; ventral sucker berkembang baik, berdekatan dengan oral sucker; telur besar
beroperkulum, belum matang ketika keluar dari parasit; khas (pada famili Echinostomatidae)
dengan collar (seperti kerah baju) dari duri cervikal; mirasidium, memiliki dua bintik mata yang
terletak di tangah-tengah; berkembang menjadi redia; berkembang cercaria setelah redia dua
dengan ekor sederhana atau bergalur; menetas dalam jaringan molusca, beberapa invertebrate
lain,vertebrata atau tanaman.
Famili Echinostomaatidae.
Spesies Echinostoma ilocanum, E. Lindoense.
Famili Fasciolidae.
Spesies Fasciola hepatica, F. gigantic, Fasciolopsis buski
Keluarnya telur dari hospes definitive dapat bersama tinja misalnya Fasciolopsis, Fasciola,
Clonorchis, Heterophyes, Schistosoma mansoni, S. japonicum atau bersama urin misalnya S.
haematobium atau dapat juga bersama sputum misalnya Paragonimus westermani. Telur yang
menetas di air, mengeluarkan larva stadium I yang disebut miracidium. Larva ini permukaan
tubuhnya ditumbuhi silia yang berguna untuk berenang mencari hospes perantara I (keong air
tawar). Larva ini harus sudah berada didalam tubuh hospes perantara I dalam 24 jam, jika belum
mendapatkannya, larva akan mati. Di dalam tuan rumah perantara I, larva segera melepaskan
silianya dan berubah menjadi semacam kantung memanjang yang disebut sporokista, kemudian
akan berumah menjadi redia. Redia memperbanyak diri dan berubah menjadi larva stadium IV
yang berekor dan disebut cercaria.Cercaria berenang meninggalkan hospes perantara I menuju
hospes perantaraII dari jenis keong air tawar lain,ikan,udang,kepiting atau tumbuhan air
tergantung spesies cacing.Didalam tubuh hospes perantara II cercaria akan berubah menjadi
metacercaria,berupa kista dengan dinding cukup kuat.Manusia terinfeksi jika memakan hospes
perantara II yang mengandung metacercaria.Pada Schistosoma, cercaria tidak menjadi
metacercaria,tetapi akan menembus kulit hospes definitive.
Perkembangan dalam tuan rumah perantara pertama banyak varisainya, secara singkat dapat
diuraikan perkembangannya yaitu:
1. Telur telah matang ketika keluar dari hospes, menetas saat kontak dengan air,keluar
miracidium mencari keong air, berubah menjadi sporokista generasi I, kemudian menjadi
sporokista generasi II, akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus Schistosoma .
2. Telur belum matang, perlu pematangan di air menetas keluar miracidium, di dalam tuan rumah
perantara I berturut-turut menjadi sporokista, redia akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus
Paragonimus. Untuk genus Fasciola dan fasciolopsis, terjadi dua generasi redia.
3. Telur belum matang, pematangan di air, menetas, keluar miracidium, di dalam keong air
menjadi redia generasi I, generasi II, akhirnya menjadi cercaria, terjadi pada genus Echinostoma.
4. Telur telah matang ketika keluar dari hospes, baru menetas jika ditelan oleh keong air yang
sesuai. Kemudian berubah menjadi sporokista generasi I, redia dan akhirnya cercaria, terjadi
pada genus Clonorchis dan Metagonimus.
Stadium cercaria (berekor) adalah stadium ketika parasit tidak makan sehingga jika tidak
mendapatkan hospes akan mati. Manusia terinfeksi dengan cara metacercaria termakan bersama
tubuhan air pada Fasciola hepatica, Fasciolopsis buski, Watsonius watsoni, bersama ikan pada
Clonorchis sinensis, Heterophyes heterophyes, Metagonimus yokogawai atau bersama udang
pada Paragonimus westermani. Pada genus Schistosoma, manusia terinfeksi dengan cara cercaria
menembus kulit.
Menurut habitatnya, Trematoda di bagi ke dalam 4 kelompok yaitu:
1. Trematoda usus terdiri atas Fascilopsis buski, Metagonimus yokogawai, Echinostoma
ilocanum, Watsonius watsoni, Heterophyes heterophyes, Gastrodiscoides hominis.
2. Trematoda hati terdiri atas Fasciola hepatica, Opisthoschis felineus, Dicrocoelium
dendriticum, Opisthorchis viverini, Clonorchis sinensis.
3. Trematoda paru-paru yaitu Paragoniumus westermani
4. Trematoda darah yang terdiri atas Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum dan S.
mekongi.
Pada umumnya epidemiologi trematoda terdapat pada daerah tropik dan oriental, kecuali untuk
genus Opisthorchis ditemukan antara lain di Jerman, daerah Rusia semenanjung Balkan. Ada
beberapa keadaan yang dapat membantu penyebaran trematoda, yaitu penggunaan air sungai
untuk mencuci, mandi dan keperluan lainnya, atau memakan keong air, tumbuhan air, ikan,
ketam air tawar mentah atau kurang matang, pembuangan tinja, urin atau sputum sembarangan
serta hospes reservoir yang dapat membantu penyebaran trematoda.
2.4. Gejala Klinis
Pada umumnya infeksi oleh trematoda tidak menimbulkan gejala yang berarti. Adapun gejala
klinis ini tergantung pada beberapa hal yaitu ukuran, jumlah dan stadium cacing, organ atau
jaringan yang terinfeksi, keadaan umum hospes.
Perubahan yang dapat terjadi pada tuan rumah defitinif berupa kelainan lokal atau sistemik, tapi
kebanyakan terjadi kedua-duanya. Terdapat tiga tahapan penyakit oleh trematoda, yaitu stadium
prepaten atau masa inkubasi biologis, yaitu waktu sejak masuknya stadium infektif pada hospes
sampai dapat menghasilkan telur atau sampai timbulknya gejala klinis. Selanjutnya stadium akut,
tahapan ke tiga yaitu stadium kronis.
2.5. Pencegahan
Pencegahan penyakit oleh trematoda dapat di lakukan beberapa hal yaitu pengobatan penderita
sebagai sumber infeksi, desinfeksi dan sanitasi pembungan tinja, urine atau sputum, kampanye
antimolusca (pemberantasan keong air tawar). Serta pendidikan terutama menyangkut mandi
serta makan.