You are on page 1of 14

Definisi Stroke

Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat
menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan
vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan
pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
Epidemiologi Stroke
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan stroke mengakibatkan hampir 150.000
kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian
akibat stroke.
Pada suatu saat, 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang mengakibatkan biaya kesehatan
berkenaan dengan stroke mendekati 70 miliar dolar per tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan$73,7
juta untuk menbiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia 55-64
tahun mengalami infark serebral silent; prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia
85 tahun.
Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI
Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi
stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga
meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per1000 (2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke Dunia mencatat
hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke bila menyadari dan mengatasi faktor
resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring
dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030
(Yastroki, 2012).
Faktor Resiko Stroke
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai berikut (Sjahrir, 2003) :
1. Non modifiable risk factors : b. Physiological risk factors
a. Usia 1. Penyakit hipertensi
b. Jenis kelamin 2. Penyakit jantung
c. Keturunan / genetic 3. Diabetes mellitus
2. Modifiable risk factors 4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
a. Behavioral risk factors 5. Gangguan ginjal
1. Merokok 6. Kegemukan (obesitas)
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam 7. Polisitemia, viskositas darah meninggi &
urat, kolesterol, low fruit diet penyakit perdarahan
3. Alkoholik 8. Kelainan anatomi pembuluh darah
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, 9. Dan lain-lain
antiplatelet, obat kontrasepsi hormonal
Klasifikasi Stroke
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan,
pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 3. Completed stroke
1. Stroke Iskemik III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
a. Transient Ischemic Attack (TIA) 1. Sistem karotis
b. Thrombosis serebri 2. Sistem vertebrobasiler
c. Emboli serebri Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi,
2. Stroke Hemoragik 2007) :
a. Perdarahan intraserebral 1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
b. Perdarahan subarachnoid 2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu 3. Lacunar Infark (LACI)
1. Transient Ischemic Attack (TIA) 4. Posterior Circulation Infark (POCI)
2. Stroke in evolution
Patofisiologi Stroke
1. Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh darah otak yang mengakibatkan perubahan
dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir, 2003).
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar
darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel,asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler,
eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas (Sherki dkk,2002).

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.


(Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy in Acute Central Nervous System
Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54:271-284)
Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan
perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi,
sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan
beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa
jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria
serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan
berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada
percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut.
Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria
karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria
itu akan tersumbat dengan sempurna.
2. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan
intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid
dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi
maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik
menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding
pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada
kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil.
Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang
akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan,
2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik
timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi
ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma
sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam
beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari
akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak
selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa
perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut :
Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, dan terjadi secara tiba-
tiba
Muntah
Pandangan ganda
Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
Kesulitan menelan
Kesulitan menulis atau membaca
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian
tubuh, atau penurunan keterampilan motorik
Kelemahan pada anggota gerak
Diagnosis Stroke
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis hemoragik atau iskemik, dapat ditentukan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan
penunjang.
I. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan riwayat kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah
ada disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan
pada identitas yaitu nama, usia, alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat tangan. Menanyakan cekat tangan untuk
mengetahui pusat bahasa lebih dominan di hemisfer cerebri kanan atau kiri. Pada kinan (cekat tangan kanan), 90%
pusat bahasa berada di hemisfer kiri sehingga jika ada lesi di hemisfer kiri dapat mengakibatkan gangguan bicara atau
afasia. Sedangkan pada kidal (cekat tangan kiri), 60% pusat bahasa berada kiri dan 40% berada di kanan, sehingga
gangguan bicara tidak menonjol karena masih terkompensasi.
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke dalam kasus apakah penyakit tersebut.
Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam penyakit vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang menandakannya
yaitu awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak. Ada 3 hal yang harus disebutkan dalam keluhan utama, yaitu
defisit neurologi yang terjadi, onset, dan kata kunci yang menandakan kasus tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90% anamnesis dapat menegakkan diagnosis.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik. Gejala
stroke hemoragik diawali dengan peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan
ganda, dan penurunan kesadaran.
Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang mencakup gangguan motorik, sensorik,
dan otonom. Kelemahan pada anggota gerak menandakan adanya gangguan fungsi motorik. Rasa kesemutan dan mati
rasa / baal berhubungan dengan fungsi sensorik. Untuk mengetahui adanya gangguan otonom dapat ditanyakan
tentang alvi, uri, dan hidrosis. Adanya inkontinensia menandakan lesi UMN dan retensi pada lesi LMN. Bicara pelo
dan mulut mencong berhubungan dengan nervus VII. Riwayat tersedak ketika makan atau minum berhubungan
dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel berhubungan dengan nervus XII. Hal-hal tersebut dapat ditanyakan
ketika anamnesis pasien.
Awitan / onset pada pasien stroke terjadi secara mendadak. Maka dari itu perlu ditanyakan waktu kejadian dan apa
yang sedang pasien lakukan sebelum terjadi serangan. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombus atau embolus.
Pada pasien stroke iskemik dengan penyebab trombus, serangan biasanya terjadi saat pasien sedang beristirahat atau
saat aktivitas ringan yang tidak meningkatkan kerja jantung. Kelemahan anggota gerak yang terjadi bersifat progresif,
semakin lama semakin memburuk. Sedangkan pada pasien stroke iskemik dengan penyebab embolus umumnya terjadi
saat pasien sedang beraktivitas berat yang meningkatkan kerja jantung, seperti olahraga, menaiki dan menuruni
tangga, atau emosi yang meningkat. Kelemahan anggota gerak yang tidak bersifat progresif.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai gejala-gejala yang menyusul berikutnya,
secara berurutan
Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi, peningkatan TTIK)
Sifat dan beratnya serangan
Lokasi dan penyebarannya
Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas apa saja)
Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu sisi, mulut mencong, tersedak, cadel,
pelo, lidah mencong, mengompol, baal)
Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan
Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama
Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien; juga
tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita
Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :
Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :

Keterangan :
1. SSS > 1: stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
II. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan untuk mengetahui adanya gangguan aliran
darah. Denyut nadi dan pernapasan berhubungan dengan saraf otonom. Suhu diukur untuk menyingkirkan
adanya keterlibatan infeksi.
Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang telah ditanyakan. Komponen status
neurologis yang dinilai :
GCS Nervus cranialis Fungsi otonom
Pupil Fungsi motorik Gait dan
Tanda rangsang Fungsi sensorik koordinasi
meningeal
III. Pemeriksaan Penunjang
IV. Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis, preventif dalam menanggulangi
faktor resiko, dan untuk menentukan prognosis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi terdiri dari CT-scan kepala non kontras dan foto thoraks AP.
CT-scan kepala non kontras merupakan pemeriksaan gold standard yang dilakukan untuk menyingkirkan
perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik, sedangkan foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya
hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan salah satu faktor resiko stroke. Foto thoraks PA merupakan pilihan
terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka dilakukan
foto thoraks AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko stroke.
Perbandingan hasil CT-scan kepala pada stroke hemoragik dan iskemik :
V.

VI. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu Hb, profil lipid darah
(kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah puasa (GDP), G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis
lengkap (aPTT, INR, D-dimer, fibrinogen). Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk
menentukan prognosis terdiri dari pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan differential count. Semakin tinggi
kadar gula darah sewaktu, prognosis semakin buruk karena semakin banyak sel neuron otak yang rusak.
Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu keadaan yang menguntungkan
tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan hidup. Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada
keadaan seperti ini harus diputuskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan. Terdapat 3 mekanisme yang
mungkin dapat menerangkan hubungan besarnya akibat stroke dan derajat hiperglikemia (Habib, dkk, 2001;
Martin, dkk, 1987) :
1. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami metabolisme anaerob menjadi asam
laktat dan hasil akhirnya akan menyebabkan asiosis intra dan ekstraseluler, yang akan menyebabkan
terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan jaringan vascular. Pada keadaan tersebut mungkin produksi
asam laktat pada daerah iskemik akan dibantu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah otak
atau pada membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan masuknya glukosa ke dalam sel.
2. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan kadar neurotransmitter glutamate dan aspartat, yang
keduanya mempunyai sifat eksitasi dan neurotoksik, pada keadaan normal pelepasan glutamate akan
merangsang saraf pada lokasi pasca reseptor dan depolarisasi. Dalam keadaan hiperglikemia dan hipoksia
maka kadar asam amino ekstraseluler yang akan merangsang neuron makin meningkat, karena pelepasan yang
berlebihan bersama kegagalan reuptake yang biasanya terjadi pada detoksikasi glutamate dan aspartat.
Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi neuron pasca sinaptik yang kemudian akan menyebabkan
kematian neuron.
3. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron akan terjadi peningkatan kalsium
intraseluler, yang akan mengakibatkan terjadinya kerusakan neural.
VII. Pemeriksaan differential count untuk melihat ada atau tidaknya leukositosis relatif. Prognosis buruk
jika ada leukositosis relatif. Sitokin yang dilepaskan oleh sel yang iskemik akan memanggil leukosit yang berada
di marginal pool dan leukosit matur di sumsum tulang masuk ke dalam sirkulasi. Leukosit sendiri dapat
mengakibatkan kerusakan yang lebih luas pada daerah yang mengalami kerusakan tersebut karena menyumbat
mikrovaskularisasi, vasokontriksi, dan infiltrasi ke sel neuron dan mengeluarkan enzim hidrolitik, pelepasan lipid,
dan radikal bebas. Peningkatan leukosit pada keadaan ini disebut leukositosis reaktif, yakni terdapat peningkatan
kadar leukosit di dalam darah tanpa disertai dengan adanya pergeseran proporsi ke arah kanan (shift to right)
maupun ke kiri (shift to left).
VIII. Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu :
1. Diagnosis klinis
IX. Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Diagnosis klinis dapat berupa suatu sindrom.
X. Gejala Awal XI. Stroke XII. Stroke Iskemik
Perdarahan
XIII. Gejala Peningkatan XVIII. Muncul pada XIX. Dapat muncul
TIK awal kemudian, atau
XIV. -Nyeri Kepala serangan tidak muncul
XV. -Penurunan Kesadaran
XVI. -Muntah Menyemprot
XVII. -Pandangan Ganda
XX. Gejala Lateralisasi XXIV. Dapat XXV. Muncul pada awal
XXI. -Kelemahan anggota muncul serangan
gerak sesisi kemudian,
XXII. -Baal sesisi atau tidak
XXIII. -Otonom (BAB, BAK, muncul
keringat)

XXVI.
XXVII.
2. Diagnosis topis
XXVIII. Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan. Pada stroke iskemik, lokasi kelainan yang
ditemukan dapat berasal dari korteks atau subkorteks. Jika lesi terdapat di korteks, kelemahan pada satu
sisi anggota gerak berbeda nilainya. Pada bagian yang dipersarafi oleh daerah yang mengalami kerusakan,
nilai motorik lebih berat dibanding bagian yang lain. Sedangkan pada subkorteks, nilai motorik pada satu
sisi anggota gerak sama.
XXIX. Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal dari intraserebral atau
subarakhnoid. Untuk membedakannya dapat diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Dari
anamnesis, pasien mengeluhkan nyeri tengkuk pada pasien stroke perdarahan subarachnoid dan kaku kuduk
positif pada pemeriksaan tanda rangsang meningeal. Sedangkan pada stroke perdarahan intraserebral tidak
ditemukan kelainan tersebut.
3. Diagnosis etiologis
XXX. Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada stroke iskemik, dapat disebabkan oleh
trombus atau embolus. Penyebab tersebut dapat diketahui dari anamnesis yang telah dilakukan. Untuk
membedakannya dilihat dari kelemahan anggota gerak progresif dan hal yang dilakukan pasien sebelum
serangan. Pada stroke hemoragik, penyebabnya yaitu pecah / ruptur pembuluh darah.
4. Diagnosis patologis
XXXI. Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis yang terjadi, yaitu iskemik atau
hemoragik.
XXXII.Penatalaksanaan Stroke
XXXIII. Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati,
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu / mengancam fungsi otak. Pengobatan
yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama
pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan
memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :

1. Pengelolaan umum : Terapi trombolitik


Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan Neurosurgical intervention
Stabilisasi hemodinamik Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :
Mencegah peningkatan tekanan intrakranial Antiagregasi trombosit
Mengendalikan kejang Statin
Mengendalikan suhu tubuh Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan
2. Pengelolaan spesifik : asam folat)
Manajemen cairan dan elektrolit Neuroprotektor
Manajemen peningkatan tekanan intrakranial Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut yaitu
Manajemen tekanan darah :
Manajemen glukosa darah Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12,
Manajemen kejang dan asam folat)
Neuroprotektor
3. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
4. Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang paling ideal, obat
trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan
dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit).
Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam,
sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah,
CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.
5. Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki hemorheologi seperti obat
pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah
dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril dengan
memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300
mg/hari.
Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
6. Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan yang tersedia yaitu
anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
7. Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk terjadi emboli otak seperti
pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark
miokard baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000
u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral,
Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika
jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian
dosis dengan melihat INR pasien.
8. Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi trombosis vena dalam dan
emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 10
hari.
9. Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis 80 1.200 mg/hari
mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin
25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase
dan ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas
fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine.
Proteksi neuronal/sitoproteksi
10. Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena diharapkan dapat dengan
memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut
antara lain :
CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa
phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin
suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group
Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 2.000 mg
sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna.
Therapeutic Windows 2 14 hari.
Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan memperbaiki integritas sel,
memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan
4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat,
minggu ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 12 jam.
Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain, penghambat caspase dan
sebagai neurotropik dosis 30 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang
bermakna.
Statin
11. Statin di klinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif untuk iskemia otak dan
stroke. Mempunyai efek anti oksidan downstream dan upstream. Efek downstream adalah stabilisasi
atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek upstream
adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan
dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
2. Stroke Hemoragik
Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
12. Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk
mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi
seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K
intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.
13. Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat diberikan obat-obat yang
mempunyai sifat neuropriteksi.
Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang sadar, penggunaan
morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel Blockers dengan dosis 60
90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per
oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya terjadi
pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi
vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis
18 20 mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan
tekanan sistolik sampai 180 220 mmHg menggunakan dopamin.
Pengelolaan operatif
14. Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah, penyaluran cairan serebrospinal &
pembedahan mikro pada pembuluh darah. Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi
adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.
15. Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
16. Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi
17. 60 70 th pertimbangan operasi lebih ketat
18. Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
19. Koma/sopor tak dioperasi
20. Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan neurologiknya menurun
21. Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun kesadarannya koma
3. Topis lesi
Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
22. Bila TIK tak meninggi tak dioperasi
23. Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun) operasi
Perdarahan putamen
24. Bila hematoma kecil atau sedang tak dioperasi
25. Bila hematoma lebih dari 3 cm tak dioperasi, kecuali kesadaran atau defisit
neurologiknya memburuk
Perdarahan talamus
26. Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat perdarahan
dengan VP shunt bila memungkinkan.
Perdarahan serebelum
27. Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka operasi
28. Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan pengawasan
29. Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak operasi
4. Penampang volume hematoma
30.Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc operasi
31.Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya menurun ada tanda
tanda penekanan batang otak maka operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
32.Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 7 jam setelah serangan sebelum timbulnya edema
otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 15 hari kemudian.
33.
34. Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade
Hunt & Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat (setelah 14
hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 5 menunjukkan angka kematian yang
tinggi (75%).
Fase Pasca Akut
35. Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi penderita, dan
pencegahan terulangnya stroke.
Terapi Preventif
36. Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan jalan antara
lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke :
37. Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
Menghindari rokok, obesitas, stres
Berolahraga teratur
Rehabilitasi

38. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang paling penting
pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi
wicara, dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan
kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit
rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.

39. Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan


2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang mereka cintai di
rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

40. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke :

41. Hari 1-3 (di sisi tempat Kurangi penekanan pada daerah yang sering tertekan (sakrum, tumit)
tidur) Modifikasi diet, bed side, positioning
Mulai PROM dan AROM
42. Hari 3-5 Evaluasi ambulasi
Beri sling bila terjadi subluksasi bahu
43. Hari 7-10 Aktifitas berpindah
Latihan ADL: perawatan pagi hari
Komunikasi, menelan
44. 2-3 minggu Team/family planing
Therapeuthic home evaluation
45. 3-6 minggu Home program
Independent ADL, tranfer, mobility
46. 10-12 minggu Follow up
Review functional abilities

47. Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat sebaiknya datang ke
rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk
memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.

48. Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang menjaganya,
yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau
sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas
perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud
baik untuk merawatnya.

49. Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :

1. Bed exercise 7. Latihan mobilisasi


2. Latihan duduk 8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
3. Latihan berdiri 9. Latihan berpakaian
4. Latihan mobilisasi 10. Latihan membaca
5. Latihan ADL (activity daily living) 11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
6. Latihan Positioning (Penempatan)
12. PENATALAKSANAAN DARURAT HIPERTENSI PADA PASIEN STROKE AKUT
13. Penurunan tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan terjadinya edema serebral,
transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut dan terjadinya serangan stroke ulang (early
recurrent stroke). Akan tetapi, disisi lain, penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mengakibatkan penurunan
perfusi serebral sehingga kerusakan daerah iskemik di otak akan menjadi semakin luas. Terlebih pada hipertensi
kronik dengan kurva perfusi (tekanan darah aliran darah ke otak) bergeser ke kanan, Penurunan tekanan darah pada
kondisi seperti ini akan semakin mengakibatkan penurunan perfusi serebral.
14. Atas dasar itu, dalam batas-batas tertentu, penurunan tekana darah pada pasien stroke fase akut
dengan kondisi darurat emergensi sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, karena dapat memperburuk kondisi pasien,
menimbulkan kecacatan dan kematian. Sementara itu, pada banyak pasien stroke akut, tekanan darah akan turun
dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.
15. Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke Tahun 2011 perhimpunan dokter
spesialis saraf Indonesia.
16. Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di anjurkan, karena
kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan
penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan
beberapa kondisi dibawah ini :
1. Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24
jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120
mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik
diturunkan hingga < 185 mmHg dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang
digunakan adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.
2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik > 200 mmHg atau mean
Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
3. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.
4. Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga
MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada Studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah
sistole hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
5. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan dikendalikan bersama
pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta
perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke
perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 160 mmHg.
Sedangkan tekanan darah sistole 160 180 mmHg sering digunakan sebagai target tekanan darah sistole
dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien,
berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas kardiovaskuler.
6. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target diatas pada
kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema
paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 25% pada jam
pertama dan tekanan darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
17. Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak di kelola dengan baik dapat berakibat meluasnya area
infark (reinfark), edema serebral serta transformasi perdarahan, sedangkan pada stroke perdarahan, hipertensi dapat
mengakibatkan perdarahan ulang dan semakin luasnya hematoma (perdarahan).
18. Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-hati. Penurunan tekanan
darah yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan semakin parah dan memperburuk keadaan klinik
neurologik pasien. Oleh karena itu, pemilihan obat anti hipertensi parenteral yang ideal adalah yang dapat dititrasi
dengan mudah dengan efek vasodilator serebral yang minimal. Pedoman penurunan tekanan darah pada stroke akut
adalah sebagai berikut :
1. Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting agent)
2. Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah
3. Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat mengakibatkan penurunan aliran
darah otak
4. Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)
5. Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan dicapai.
19. Prognosis stroke
20. Prognosis stroke dapat dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan gula darah
sewaktu dan differential count. Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami
kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa
disembuhkan.
21. Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan.
Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi
komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan
stroke.
22. Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya
dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung
dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.
23. PERBEDAAN STROKE HEMORAGIK DAN STROKE NON-HEMORAGIK
24. Gejala Klinis 25. Stroke Hemoragik 26. Stroke Non Hemoragik
28. PIS 29. PSA
31. 1. Gejala 32. Berat 33. Ringan 34. Berat/ringan
defisit lokal
35. 2. SIS 36. Amat 37. - 38. +/ biasa
sebelumnya jarang
39. 3. Permulaan 40. Menit/jam 41. 1-2 menit 42. Pelan (jam/hari)
(onset)
43. 4. Nyeri kepala 44. Hebat 45. Sangat hebat 46. Ringan/ tak ada
47. 5. Muntah 48. Sering 50. Sering 52. Tidak, kecuali lesi di
pada awalnya 49. 51. batang otak
53. 6. Hipertensi 54. Hampir 55. Biasanya tidak 56. Sering kali
selalu
57. 7. Kesadaran 58. Bisa 59. Bisa hilang 60. Dapat hilang
hilang sebentar
61. 8. Kaku kuduk 63. Jarang 65. Bisa ada pada 66. Tidak ada
62. 64. permulaan 67.
68. 9. Hemiparesis 69. Sering 70. Tidak ada 71. Sering dari awal
sejak awal
72. 10. Deviasi mata 73. Bisa ada 74. Tidak ada 75. mungkin ada
76. 11. Gangguan 77. Sering 78. Jarang 79. Sering
bicara
80. 12. Likuor 81. Sering 82. Selalu berdarah 83. Jernih
berdarah
84. 13. Perdarahan 85. Tak ada 86. Bisa ada 87. Tak ada
Subhialoid
88. 14. 89. - 90. Mungkin (+) 91. -
Paresis/gangguan N III
92.
93.

You might also like