You are on page 1of 32

Al Ahda Adawiyah

04011381419153
GAMMA

Hazard dan Manajemen Resiko

Bahaya (hazard) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada manusia
atau kerusakan pada alat atau lingkungan. Sedang resiko (risk) didefinisikan sebagai
peluang terpaparnya seseorang atau alat pada suatu bahaya (hazard).
Macam-macam kategori hazard (Wells, 1996; Plog, 2002; Donoghue, 2004):
Physical hazards: suara bising, radiasi, getaran, temperatur
Chemical hazards: zat beracun, debu, uap berbahaya
Mechanical hazards: mesin, alat-alat bergerak
Electrical hazards: arus listrik, percikan bunga api listrik
Ergonomic hazards: ruangan sempit, mengangkat, mendorong, dsb (catatan:
sebenarnya ergonomi tidak hanya melingkupi hal-hal ini karena ergonomi
sebenarnya adalah prinsip atau azas K3 secara keseluruhan, namun karena istilah
ergonomi mulai dikenal dari ranah postur kerja, beban kerja, MSD dan sejenisnya
maka bisa dimaklumi jika hal-hal seperti ini lebih erat dengan istilah ergonomi)
Behavioral hazards: tidak mematuhi peraturan, kurangnya ketrampilan kerja
Environmental hazards: cuaca buruk, api, berkerja di tempat tak rata
Biological hazards: virus, bakteri, jamur, parasit
Psychosocial hazards: waktu kerja yang lama, tekanan atasan, trauma

Segala macam potensi hazard tersebut harus diidentifikasi. Untuk memudahkan


pengidentifikasian, ada beberapa macam metode yang dapat digunakan seperti What-
If Analysis, Energy Barrier Analysis, dan lainnya. Setelah hazard teridentifikasi,
langkah selanjutnya adalah menilai sejauh mana pengaruhnya terhadap keselamatan
karyawan dan keseluruhan operasi.

Penilaian ini umumnya menggunakan dua parameter: konsekuensi dari suatu


hazard dan kemungkinan frekuensi kejadian. Peringkat paling tinggi akan ditempati
oleh hazard yang mampu menimbulkan konsekuensi kerusakan besar dikombinasikan
dengan frekuensi kejadian yang sering atau berulang dan hazard atau bahaya ini
disebut sebagai critical hazard. Semua critical hazard harus mendapat perhatian dan
penanganan sesegera mungkin.

Bahaya-bahaya (hazards) di tempat kerja tersebut harus ditangani dengan


prinsip ergonomi yakni menyesuaikan kerja dengan keterbatasan atau kapasitas
manusia (fit the task to the worker). Misalnya kebisingan harus dikontrol karena
manusia mempunyai batasan paparan, zat-zat kimia korosif harus dikontrol karena
tubuh manusia tidak mampu kontak dengan zat tersebut, desain control dan display
mesin harus disesuaikan dengan karakteristik kognitif manusia sehingga mengurangi
eror, shift kerja disesuaikan dengan kapasitas beban kerja manusia dan masih banyak
lagi. Semua itu dilakukan melalui tiga cara yakni engineering control, work practice
control, dan alat pelindung diri.

Dalam ergonomi sistem kerja harus disesuaikan dengan manusia atau pekerja
(fit the job to the man / the worker). Termasuk jika dalam sistem kerja tersebut
terdapat bahaya atau risiko (hazards) yang mengancam pekerja, maka sistem kerja
tersebut harus didesain atau redesain agar sesuai dengan pekerja (tidak mungkin kan
si pekerja harus dilatih atau dievolusikan supaya kebal terhadap hazards tersebut).
Hal tersebut perlu dilakukan karena hazards tersebut dapat mengganggu keselamatan,
kesehatan, produktivitas, dan kualitas kerja. Jadi perusahaan harus melindungi pekerja
dari bahaya-bahaya atau risiko-risiko (hazards) di tempat kerja tersebut seperti mesin,
bahan berbahaya, dan prosedur kerja yang berbahaya.

Perusahaan harus melakukan kontrol yakni kontrol rekayasa / keteknikan


(engineering controls) dan kontrol metode kerja (work practice controls). Jika kedua
control tersebut tidak dapat mengeliminasi bahaya atau risiko (hazards) maka
gunakanlah alat pelindung diri (APD) atau personal protective equipment (PPE) yang
tepat (untuk mengetahui lebih lanjut mengenai APD klik disini). Jadi APD adalah
kontrol tingkat terakhir (Remember, PPE is the last level of control!).
a. Engineering controls
Hazards dapat dieliminasi dengan engineering controls jika mesin atau
lingkungan kerja dapat diubah (baik diubah dalam hal fisik atau non fisik, tapi
umumnya berkaitan dengan fisik) untuk mencegah pekerja terkena efek atau
bahaya dari hazards.
Contoh engineering controls:
- Spesifikasi desain
- Mengganti dengan bahan atau material yang tidak berbahaya / mempunyai
tingkat bahaya lebih rendah
- Mengganti proses
- Mengurung proses
- Mengisolasi proses
- Ventilasi, dsb
b. Work practice control
Hazards dapat dieliminasi dengan work practice controls jika pekerja dapat
terhindar dari efek atau bahaya dari hazards dengan cara merubah cara atau
prosedur kerja.
Contoh work practice controls:
- Menggunakan metode kerja yang basah untuk menekan debu
- Personal hygiene
- Housekeeping dan perawatan / maintenance
- Rotasi kerja, dsb

Kantin tanpa sertifikat dan koki tanpa tes kesehatan


Kurangnya higienitas baik makanan maupun tempatnya
Berisko tertularnya penyakit

Daerah endemik demam berdarah


Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti.Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan
Metode Iingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
- Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
- Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.
- Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
- Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah
dan lain sebagainya.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
- Bersihkan dan kuras tempat penyimpanan air seperti bak mandi,drum, dan
lain-lain minimal seminggu sekali
- Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air
- Kubur atau buanglah barang-barang bekas pada tempatnya
- Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen
- Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap
- Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
serbuk ABATE ke dalam genangan air tersebut

2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ikan cupang/ikan kepala timah), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
- Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
- Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lainlain

Frekuensi kasus narkoba dan alkohol yang tinggi


1. Preventif
- Pendidikan Agama sejak dini
- Pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis dengan penuh
perhatian dan kasih saying.
- Menjalin komunikasi yang konstruktif antara orang tua dan anak
- Orang tua memberikan teladan yang baik kepada anak-anak.
- Anak-anak diberikan pengetahuan sedini mungkin tentang narkoba, jenis,
dan dampak negatifnya
2. Tindakkan Hukum
Dukungan semua pihak dalam pemberlakuan Undang-Undang dan peraturan
disertai tindakkan nyata demi keselamatan generasi muda penerus dan
pewaris bangsa. Sayangnya KUHP belum mengatur tentang penyalah gunaan
narkoba, kecuali UU No :5/1997 tentang Psikotropika dan UU no : 22/1997
tentang Narkotika. Tapi kenapa hingga saat ini penyalah gunaan narkoba
semakin meraja lela ? Mungkin kedua Undang-Undang tersebut perlu di
tinjau kembali relevansinya atau menerbitkan kembali Undang-Undang yang
baru yang mengatur tentang penyalahgunaan narkoba ini.
3. Rehabilitasi
Didirikan pusat-pusat rehabilitasi berupa rumah sakit atau ruang rumah sakit
secara khusus untuk mereka yang telah menderita ketergantungan.

Pekerja 300 orang dimana 50% dari pekerja berasal dari luar
Perusahaan bisa melakukan vaksinasi agar meminimalisir para pekerja dari luar
daerah terkena penyakit endemis.
Perusahaan dapat mananggulangi masalah yang timbul dengan cara:
Sering memberikan waktu berkumpul bersama antar pekerja
Memberikan posisi dalam perusahaan secara obyektif
Sedangkan untuk masalah kesehatan, dapat diberikan penyuluhan akan bahaya
DBD pada karyawan yang berasal dari luar daerah agar lebih mawas diri.

Marmer umumnya tersusun atas mineral kalsit atau kalsium karbonat (CaCO3)
dengan kandungan mineral minor lainnya yaitu kuarsa, mika, klorit, tremolit, dan
silikat lainnya seperti graphit, hematit, dan limonit
Mesin
Saat dilakukan pemotongan batu marmer lakukan pembasahan dengan air
ketika mesin menyala dan beroperasi
Manusia
Gunakan masker, pelindung mata, sepatu khusus, sarung tangan, dan pakaian
pelindung ketika berada di dalam lingkungan kerja
Biological Hazard

Pengertian potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan


terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat
mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.

Bahaya faktor biologi atau biological hazard (biohazard) didefinisikan sebagai agen
infeksius atau produk yang dihasilkan agen tersebut yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia. Sedangkan agen faktor biologi atau biological agent didefinisikan sebagai
mikroorganisme, kultur sel, atau endoparasit manusia, termasuk yang sudah
dimodifikasi secara genetic, yang dapat menyebabkan infeksi, reaksi alergi, atau
menyebabkan bahaya dalam bentuk lain yang mengganggu kesehatan manusia.

Pajanan bahaya potensial kesehatan sangat tergantung dengan jenis pekerjaan


yang dilakukan oleh pekerja di rumah sakit tersebut. Dapat juga terjadi suatu
bahaya potensial kesehatan menyebabkan pajanan pada semua pekerja yang
berada ditempat tersebut dan tidak hanya pekerjanya.

Termasuk dalam kelompok biologis adalah virus, bakteri, jamur dan parasit
lainnya. Selain kelompok biologis diatas terdapat juga bahaya biologis yang
berasal dari serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. Faktor bahaya
biologis merupakan penyebab utama untuk penyakit akibat kerja.

Untuk itu perlu pengendalian yang lebih untuk faktor bahaya biologis. Berikut ini
adalah faktor bahaya biologis di rumah sakit:

1. Virus

Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 300 nano


meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus
menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang
diakibatkan oleh virus: influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan
sebagainya (HIV), menyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh,
ditularkan melalui: Tranfusi darah yang tercemar, Tertusuk/teriris
jarum/pisau yag terkontaminasi, Hubungan sexual, Luka jalan lahir
waktu melahirkan. Pekerja berisiko (HIV), Pekerja RS, Pekerja yang
sering ganti-ganti pasangan.

Virus Hepatitis B merupakan salah satu faktor resiko gangguan kesehatan


yang ditularkan dengan kontak melalui cairan tubuh. Sedangkan untuk
virus Hepatitis C merupakan jenis pathogen yang tinggi resiko
penularannya pada kelompok pekerja rumah sakit. Risiko penularan
Hepatitis C ini tergantung pada frekuensi terkena darah dan produk darah
dan termasuk dengan cara tertusuk jarum suntik. (Kepmenkes RI, 2007)
Gambar 1: Perbesaran dari Virus Hepatitis B

2. Bioaerosol

Salah satu faktor biologis yang mengganggu kesehatan dapat masuk


kedalam tubuh melalui inhalasi bioaerosol. Bioaerosol adalah disperse
jasad renik atau bahan lain dari bagian jasadrenik di udara. Sumber
bioaerosol adalah kapang, jamur, protozoa dan virus. Sumber-sumber
tersebut menimbulkan bahan-bahan alergen, pathogen dan toksin di
lingkungan.

Gambar 2 : Bio Aerosol

3. Bakteri dan Patogen lainnya


Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung
dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat
kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak
dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang
yangterinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri :
anthrax, tbc, lepra, tetanus,thypoid, cholera, dan sebagainya.
Gambar 3 : Bacteria

Selain virus, jamur, bakteri dan parasit faktor biologis penyebab penyakit
akibat kerja yang lain berasal dari binatang pengganggu seperti serangga,
tikus, dan binatang pengganggu lainnya. Untuk binatang pengganggu
jenis serangga memang memerlukan pengawasan lebih dari binatang
yang lain karena sifat-sifatnya lebih banyak mendatangkan penyakit.
Diantara jenis serangga yang bisa menyebabkan infeksi bila menggigit
manusia karena bibit penyakit yang dibawa serangga masuk ke tubuh
manusia, contohnya adalah nyamuk aedes aegypti pembawa virus DHF.
Jenis serangga lain yang hidup di tempat-tempat kotor seperti kecoa,
sangat berbahaya bila merayap di alat-alat dapur seperti piring, cangkir
dan lain-lain karena alat dapur tersebut bisa terkontaminasi oleh bibit
penyakit.

Kemudian serangga yang suka hinggap pada kotoran yang mengandung


bibit penyakit, lalu terbang dan hinggap pada makanan yang
menyebabkan makanan tersebut terkontaminasi bibit penyakit. Contohnya
lalat. Untuk itu pengendalian terhadap serangga, tikus dan binatang
pengganggu lainnya perlu dilakukan untuk mengurangi populasinya
sehingga keberadaannya tidak menjadi vektor penularan penyakit.

Pengendalian Faktor Bahaya Biologis

Apabila suatu resiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah
diidentifikasi dan dinilai, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pengendalian resiko untuk mengurangi resiko sampai batas-batas yang dapat
diterima berdasarkan ketentuan, peraturan dan standar yang berlaku.

a. Pengendalian Virus, Jamur, Bakteri Pathogen lainnya


Untuk pengendalian bahaya biologis yang berupa virus, jamur, bakteri dan
pathogen lainnya dapat dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu dengan
cara sebagai berikut:

a. Upaya pengendalian dengan Eliminasi


Eliminasi merupakan pengendalian resiko faktor bahaya yang harus
diterapkan pertama kali. Eliminasi dilakukan dengan cara meniadakan
atau menghilangkan objek yang menyebabkan kecelakaan atau penyakit
akibat kerja. Tetapi kita tahu bahwa objek utama yang menyebabkan
penyakit akibat kerja adalah pasien itu sendiri, jadi sangat tidak mungkin
kalau kita menghilangkan pasien sebagai penyebab utama. Jadi dalam hal
ini eliminasi tidak dapat dilaksanakan.

b. Upaya pengendalian dengan Subtitusi


Jika eliminasi tidak berhasil untuk mengendalikan faktor resiko maka
subtitusi merupakan langkah yang harus diambil selanjutnya. Substitusi
dilakukan dengan cara mengganti bahan-bahan dan peralatan yang
berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya.
Dalam hal ini pengendalian secara Substitusi tidak dapat dilaksanakan
juga.

c. Upaya pengendalian dengan Rekayasa Teknik


Rekayasa Teknik untuk pengendalian faktor bahaya biologis dapat
dilakukan dengan cara memisahkan alat-alat bekas perawatan pasien,
seperti jarum suntik, perban kedalam wadah tersendiri. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan dalam proses pembuangan dan
pengolahannya, selain itu juga untuk menghindarkan menyebarnya virus
dari pasien.

Gambar 5: Konsep Air Purification

Untuk penyebaran faktor Biologis yang ditularkan melalui media udara,


Rekayasa Teknik dapat membantu dalam hal pembuatan instalasi HVAC,
yaitu dengan mensirkulasi udara dalam ruangan tertentu, memfilter udara
tersebut, sehingga Virus, Jamur, dan Bakteri tersebut dapat tertangkap
pada filter, sedangkan udara yang sudah tersaring dapat dimasukkan
dalam ruangan itu kembali. Yang perlu diperhatikan berikutnya adalah
proses pencucian dan penggantian filter udara tersebut secara berkala.
Umumnya instalasi ini dipasangkan pada Ruangan Operasi.

d. Upaya Pengendalian Administratif


Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem
kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi
bahaya. Upaya untuk pengendalian secara administratif sudah dilakukan
misalnya dengan perputaran jadwal kerja bagi petugas kesehatan yang
dibagi dalam tiga shift kerja. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
pajanan bahaya kepada tenaga kerja.

Gambar : Pembersihan Lantai Secara Periodik

e. Upaya pengendalian dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)


Alat Pelindung Diri merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem
pengendalian resiko. Untuk pengendalian faktor bahaya biologis dapat
menggunakan Alat Pelindung Diri berupa masker, sarung tangan, penutup
kepala, yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Pemakaian APD tersebut
dapat mengurangi resiko paparan penularan penyakit kepada petugas
kesehatan.

Kebiasaan untuk mencuci tangan setelah melakukan tindakan medis


dengan sabun anti septic dapat juga mengurangi kemungkinan pajanan,
terutama yang kontak dengan tangan tenaga kerja tersebut.

Gambar 7 : Sarung Tangan sebagai APD dan Kebiasaan Mencuci Tangan


b. Pengendalian Serangga, Tikus dan binatang pengganggu
lainnya

Pengendalian dan pemberantasannya dilaksanakan dengan menjaga kebersihan


lingkungan di dalam maupun di luar ruangan dengan cara menyapu dan
mengepel lantai setiap hari, membuang dan mengolah sampah sesuai dengan
syarat kesehatan, menutup celah atau lubang yang berpotensi sebagai tempat
tinggal serangga dan tikus. Hal ini dilakukan untuk mengurangi keberadaan
serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di lingkungan rumah sakit.

b.1. Nyamuk
Pencegahan :
a. Melakukan pembersihan sarang nyamuk dengan mengubur, menguras
dan menutup.
b. Pengaturan pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan
tertutup.
c. Pembersihan tanaman sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi
tempat perindukan.
d. Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu
terutama diruang perawatan anak.
Pemberantasan :
a. Pemberantasan pada larva atau jentik nyamuk aedes sp. dilakukan
dengan cara abatisasi.
b. Melakukan pemberantasan larva atau jentik dengan menggunakan
predator.
c. Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular dirumah sakit
maka perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumah sakit.

Gambar 8 : Nyamuk dan Kecoa


b.2. Kecoa
Pencegahan :
a. Menyimpan bahan makanan dan makanan siap saji pada tempat
tertutup.
b. Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
c. Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk
kedalam ruangan.
Pemberantasan :
a. Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan
telur yang terdapat pada celah-celah dinding, lemari, peralatan dan telur
kecoa dimusnahkan dengan dibakar/dihancurkan.
b. Pemberantasan kecoa
Pemberantasan kecoa secara fisik atau mekanis : membunuh langsung
kecoa dengan alat pemukul, menyiram tempat perindukan dengan air
panas. Dan menutup celah-celah dinding.
Sedangkan secara kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan
pengasapan bubuk, semprotan dan umpan.

b.3. Tikus
Pencegahan :
a. Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding,
plafon, pintu dan jendela.
b. Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
Pemberantasan :
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan
perangkap, pemukulan atau sebagai alternative terakhir dapat dilakukan
secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.

Gambar 9 : Tikus dan Lalat

b.4. Lalat
Untuk pecegahannya dapat dilakukan dengan cara pengelolaan sampah
atau limbah yang memenuhi syarat kesehatan.
Sedangkan pengendaliannya dengan cara : Bila kepadatan lalat disekitar
tempat sampah (perindukan) melebihi 2 ekor per block grill maka
dilakukan pengendalian lalat secara fisik, biologic dan kimia.

b.5. Binatang pengganggu lainnya


Melakukan pengelolaan makanan dan sampah yang memenuhi syarat
kesehatan adalah pencegahan, sedangkan apabila dijumpai kucing dan
anjing maka perlu dilakukan:
a. Penangkapan lalu dibuang jauh dari rumah sakit.
b. Bekerja sama dengan Dinas Peternakan setempat untuk menangkap
kucing dan anjing.

Analisis Masalah :

1. Apa saja bentuk biological hazard yang mungkin terdapat dalam


kasus?

a) Food safety dan food hygiene


b) Bakteri coliform pada persediaan air
c) vektor
2. Apa penyakit yang dapat disebabkan dengan adanya paparan
biological hazard?

a) Food safety dan food hygiene


Kantin yang tidak ada sertifikat pada kasus ini dapat mengakibatkan dampak biologi
pada pekerja di PT. ARWN. Tempat, jenis makanan, dan kebersihan makanan tidak
akan sesuai dengan standar, yang artinya akan banyak bakteri dan virus bakteri,
ataupun debu yang bisa masuk ke makanan. Hal ini akan mengakibatkan penyakit
seperti diare, ditambah lagi keadaan air yang mengandung bakteri coliform. Kantin
pada tempat kerja yang jumlah pekerjanya banyak seperti ini harusnya sesuai standar
kesehatan, karena akan lebih mudah menyebar bahayanya ke pekerja lain. Koki yang
tidak pernah di tes kesehatan juga demikian. Cara memasak dan kebersihan koki
mungkin akan menjadi masalah bagi masakan yang diberikan ke pekerja PT. ARWN.

b) Bakteri coliform pada persediaan air

Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam saluran
pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri
patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya
pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran
dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri
patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana
daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri coliform adalah,
Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Jadi, coliform adalah indikator kualitas
air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya, kualitas air semakin baik. E. coli
sebagai suatu hal yang bersifat patogen pada penyakit diare manusia. Dua tipe toksin
E.coli disebut sebagai toksin labil dan toxin stabil. Jika bakteri E. coli terdapat dalam
air, maka air tersebut berbahaya bagi para pekerja di PT ARWN dan dapat
menimbulkan penyakit misalnya diare.

c) Vektor

Pada daerah sekitar PT. ARWN merupakan daerah endemik demam berdarah. Tidak
heran kasus demam berdarah yang dialami pegawai tinggi.
3. Bagaimana cara mengurangi dampak biological hazard?
Mengelola Air Bersih dengan Penyaringan dan perebusan
Meski tampak bersih, air yang akan diminum harus disaring dan direbus hingga
mendidih setidaknya selama 5-10 menit. Hal ini dapat membunuh bakteri, spora,
ova, kista dan mensterilkan air. Proses ini juga menghilangkan karbon dioksida
dan pengendapan kalsium karbonat.

Menggunakan Filter air


Ada beberapa jenis filter, antara lain filter keramik lilin dan UV filter.
Bagian utama dari sebuah filter keramik lilin ini adalah lilin yang terbuat dari
porselin atau tanah infusorial. Permukaannya dilapisi dengan katalis perak
sehingga bakteri yang masuk ke dalam akan dibunuh. Metode ini menghilangkan
bakteri yang biasanya ditemukan dalam minum air, tetapi tidak efektif dengan
virus yang bisa lolos saringan.

4. Bagaimana standar food hygiene yang seharusnya diterapkan?


Kantin

- Kantin terpisah dibutuhkan apabila terdapat 10 atau lebih pekerja yang makan di
tempat kerja padasatu waktu atau apabila lingkungan kerja menyebabkan resiko
kesehatan dan keselamatan pekerja saat menyiapkan makanan atau makan di
tempat kerja
- Kantin harus:
Higinis dan waterproof
Terpisah dari semua hazard (termasuk noise, heat, kontaminasi atmosferik dan
fasilitas toilet)
Terpisah dari proses kerja apapun
Temperature sekitar 20-26 C
- Ukuran dari kantin: menyediakan ruang 1 m/s 2 untuk masing-masing orang yang
akan menggunakan kantin ada satu waktu. Ruang yang dikalkulasikan bebas dari
segala furniture, fitting, atau obstruksi. Apabila kanting yang disediakan untuk 10
orang maka minimal 10 m/s2, ditambah dengan ruang tambahan untuk furniture,
fitting seperti wastafel dan tempat duduk, dan obstruksi seperti pillar
- Penanggungjawab pekerja harus memastikan bahwa kantin tersebut dapat
mengakomodasi seluruh pekerja yang akan menggunakannya dan pekerja dapat
mengakses fasilitas secara gratis.
- Meja dan Kursi
Meja yang disediakan minimal lebar 600 mm dan kedalaman 300 mm untuk
space meja per orang
Kursi yang digunakan dengan back support per orang
- Food handling dan hygiene
Fasilitas harus dilengkapi dengan fasilitas yang mudah dipakai, termasuk
pekerja dapat menyiapkan dan mengkonsumsi makanan pada kondisi yang
higinis
Fasilitas harus menyediakan alat untuk mencuci, seperti wastafel dan tempat
pengering dengan air hangat dan dingin, ember atau tub adalah alternative
apabila fasilitas tetap tidak mungkin digunakan. Hal ini harus tetap bersih dan
hanya digunakan untuk mencuci. Alat untuk mencuci dan detergen juga harus
disediakan.
Fasilitas penghangat makanan, seperti microwave, harus disediakan
Penyimpanan yang vermin dan dust-proof harus disediakan untuk makanan
dan alat makan. Hal ini termasuk kulkas yang dapat menyimpan makanan
untuk pekerja yang menggunakan fasilitas.
- Tempat sampah atau container dibutuhkan untuk fasilitas kantin dan dikosongan
minimal 1 hari sekali. Tempat sampah harus fly and vermin-proof
- Air mendidih dan air minum yang bersih harus ada di kantin. Suplai air harus
terpisah dari wastafel yang digunakan untuk mencuci tangan. Alat yang
- menyediakan air mendidih seperti termos dapat digunakan untuk tempat kerja
dengan jumlah yang sedikit.
- Harus ada air yang cukup untuk persediaan pekerja. Air harus memenuhi kualitas
air yang diminum.

5. Bagaimana cara menangani isu kesehatan yang berupa penyakit


endemis pada kasus?

Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa


metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
1) Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar
nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini
dapat dilakukan dengan:

Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-


kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan
telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat
air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya seminggu
sekali.
Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas
terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti
sampah kaleng, botol pecah, dan ember plastik.
Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dengan
menggunakan tanah.
Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan
salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
2) Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan
jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan
cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14

3) Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian
nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara
pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan Aides aegypti sampai batas
tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

Pemberantasan Sarang Nyamuk

PSN merupakan tindakan untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk.


Tindakan PSN terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:

1) 3 M
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:

a) Menguras:
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan,
ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
b) Menutup:
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum,
dan lain-lain.
c) Mengubur:
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat
menampung air hujan.
2) Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk

3) Cegah gigitan nyamuk dengan cara:

a) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras
atau sulit air dengan menaburkan bubuk temephos (abate) atau altosoid 2-3
bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram
altosoid untuk 100 liter air. Abate dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di
apotek.
b) Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
c) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
d) Memasang kawat kasa di jendela dan di ventilasi
e) Tidak membiasakan menggantung pakaian.
f) Gunakan sarung kelambu waktu tidur

2. Ergonomic Hazard
1. Apa saja bentuk ergonomic hazard yang mungkin terdapat
dalam kasus?
Proses packing dengan mengangkut beban yang berat
Shift kerja 8 jam sehari dengan 6 hari dalam seminggu
2. Apa penyakit yang dapat disebabkan dengan adanya paparan
ergonomic hazard?
Bahaya dari resiko aergonomik adalah :

i. Repetitive Motions
Adalah melakukan gerakan yang sama berulang-ulang. Resiko yang timbul
bergantung dari berapa kali aktifitas tersebut dilakukan, kecepatan dalam
pergerakan/perpindahan, dan banyaknya otot yang terlibat dalam kerja tersebut.
Gerakan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan ketegangan pada syaraf dan
otot yang berakumulatif. Dampak resiko ini akan semakin meningkat apabila
dilakukan dengan postur/posisi yang kaku dan penggunaan usaha yang terlalu
besar.

ii. Awkward Postures

Sikap tubuh sanga menentukan sekali pada tekanan yang diterima otot pada saat
aktivitas dilakukan. Awkward postures meliputi repetitive reaching, twisting,
bending, kneeling, squatting, working overhead dengan tangan maupun lengan,
dan menahan benda dengan posisi yang tetap. Sebagai contoh terdapat
tekanan/ketegangan yang berlebih pada bagian low back seperti aktifitas
mengangkat benda yang dilakukan pada gambar.

iii. Contact Stresses


Tekanan pada bagian tubuh yang diakibatkan karena sisi tepi atau ujung dari
benda yang berkotak langsung. Hal ini dapat menghambat fungsi kerja syaraf
maupun aliran darah. Sebagai contoh kontak yang berulang-ulang dengan sisi
yang keras/tejam pada meja secara kontinu

iv. Vibration
Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak
dengan benda yang bergetar seperti menggunakan power handtool dan
pengoprasian forklift mengangkat beban

v. Forceful exertions (termasuk lifting, pushing, pulling)

Force adalah jumlah usaha yang digunakan untuk melakukan pekerjaan seperti
mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan yang
digunakan, berat objek, durasi aktivitas, poster tubuh dan jenis dari aktivitasnya.

vi. Duration
Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu
pekerjaan. Semakin lama durasinya dalam melakukan pekerjaan yang sama akan
semakin tinggi resiko yang diterima dan semakin lama waktu yang diperlukan
untuk pemulihan tugasnya.

3. Bagaimana cara mengurangi dampak ergonomic hazard?


Lamanya shift kerja pada kasus ini dampaknya dapat dikurangi dengan menambah
waktu atau memperbanyak waktu istirahat antar jam kerja. Bekerja secara terus
menerut akan memperberat resiko terjadinya MSDs. dengan menambah waktu
istirahat yang digunakan untuk duduk dan meluruskan badan.

Cara lain adalah dengan pemanasan atau senam sebelum bekerja, terutama untuk
pekerja yang mengangkat marmer berat secara terus menerus. Hal ini akan
mengurangi resiko terjadinya kaku otot maupun keseleo selama mengangkat barang
barang berat.

Cara lainnya adalah dengan pembenaran postur tubuh saat melakukan pekerjaan. Saat
mengangkat barang berat, pekerja harus jongkok saat mengambil barang yang berada
di bawah.
1. Apa dampak dari

Proses angkat-angkut
Gangguan kenyamanan kerja
Kelelahan otot
Cedera otot
Cedera tulang belakang (back pain)
MSDs
Trauma muskuloskeletal
Kecelakaan kerja

Shift kerja 8 jam sehari dengan 6 hari dalam seminggu


Sleep dept (hutang tidur) dapat menyebabkan
Penurunan fungsi otak
Kemampuan insulin berkurang
Kadar hormon kortisol meningkat (jika kadarnya tinggi dalam waktu lama bisa
mengakibatkan hipertensi dan gangguan kemampuan mengingat)
Penurunan kemampuan berpikir
Dalam waktu singkat
Perubahan irama sirkardian
Rasa mengantur
Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
Efek dalam waktu lama
Gangguan pencernaan
Gangguan jantung

Kantin tanpa sertifikat dan koki tanpa tes kesehatan


Kurangnya higienitas baik makanan maupun tempatnya
Berisko tertularnya penyakit

Tidak memiliki fasilitas air, membuat sumur sendiri, mengandalkan air tanah
yang mengandung Ferum (Fe) dan Manganese (Mn), penampungan dari air hujan
dan hasil analisa bakteri ditemukan coliform
Konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dan 0,01 mg/l sampai
dengan +25 mg/l. Konsentrasi besi dalam air minum dibatasi maksimum 0.3 mg/l
(sesuai Kepmenkes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002), Mn di air tanah sekitar
<0.1 mg/l
Dampak air yang mengandung Fe dan Mn, antara lain:
Apabila kelarutan besi dalam air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air
berbau seperti telur busuk.
Dapat meninggalkan noda pada pakaian yang dicuci, oleh karena itu sangat
tidak diharapkan pada industri kertas, pencelupan/textil dan pabrik minuman.
Menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar
dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya
dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan
terjadinya iritasi pada mata dan kulit.
Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi terlarut dalam air adalah
timbulnya warna, bau, rasa. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi
terfarutnya > 1,0 mg/l.
Kelebihan Mn dapat menimbulkan racun yang lebih kuat dibanding besi.
Toksisitas Mn hampir sama dengan nikel dan tembaga. Mangan bervalensi 2
terutama dalam bentuk permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat
mengganggu membran mucous, menyebabkan gangguan kerongkongan,
timbulnya penyakit manganism yaitu sejenis penyakit parkinson, gangguan
tulang, osteoporosis, penyakit Perthes, gangguan kardiovaskuler, hati,
reproduksi dan perkembangan mental, hipertensi, hepatitis, posthepatic
cirrhosis, perubahan warna rambut, kegemukan, masalah kulit, kolesterol,
neurological symptoms dan menyebabkan epilepsi.

Coliform merupakan suatu kelompok bakteri yang digunakan sebagai


indikator adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air,
susu segar, dan produk olahan susu. Adanya bakteri coliform didalam makanan
atau minuman menunjukkan kemungkinan hidupnya mikroorganisme yang
bersifat enteropatogenik/toksigenik yang sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia. Dampak air yang mengandung coliform :
Diare
Disentri Amuba
Kolera
Leptospirosis

Apabila air yang mengandung logam berat atau mengandung bakteri masih
dapat digunakan untuk kebutuhan industri atau sebagai pembangkit tenaga listrik,
akan tetapi tidak dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga (keperluan air
minum, memasak, mandi dan mencuci)

Open dumping
Dampak bagi lingkungan
Lindi merupakan limbah cair yang berasal dari sampah basah atau sampah
organik yang terkena air hujan. Jika lindi tersebut tidak ditata dengan baik,
maka dapat menyebar ke dalam tanah dan masuk ke aquifer air tanah yang
dapat menyebabkan pencemaran air tanah
Penyumbatan badan air.
Cairan yang dihasilkan akibat proses penguraian (leachate) dapat mencemari
sumber air.
Lahan yang luas akan tertutup oleh sampah dan tidak dapat digunakan untuk
tujuan lain.
Gas yang dihasilkan dalam proses penguraian akan terperangkap di dalam
tumpukan sampah dapat menimbulkan ledakan jika mencapai kadar dan
tekanan tertentu.
Sungai dan pipa air minum mungkin teracuni karena bereaksi dengan zat-zat
atau polutan sampah.
Dampak bagi manusia
Lindi mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh seperti adanya kandungan
Hg, H2S, tergantung jenis sampah yang dibuang di TPA tersebut.
Merupakan sumber dan tempat perkembangbiakan organisme penyebar
penyakit.
Noise rata-rata 90dB dan di dalam pabrik bisa mencapai 120dB
Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja, seperti :
1. Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan ini dapat berupa
peningkatan tekanan darah (mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh
darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat
dan gangguan sensoris.
2. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stress, kelelahan,
dan lain-lain.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa
menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya
kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; gangguan
komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga
kerja.
4. Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala
pusing (vertigo) atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran
Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat
menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat
sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising
namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang
secara menetap dan tidak akan pulih kembali.
Menurut Depnaker yang dikutip oleh Srisantyorini (2002) kebisingan mempunyai
pengaruh terhadap tenaga kerja, mulai dari gangguan ringan berupa gangguan
terhadap konsentrasi kerja, pengaruh dalam komunikasi dan kenikmatan kerja
sampai pada cacat yang berat karena kehilangan daya pendengaran (tuli) tetap.
1. Gangguan terhadap konsentrasi kerja dapat mengakibatkan menurunnya
kualitas pekerjaan. Hal ini pernah dibuktikan pada sebuah perusahaan film
dimana penurunan intensitas kebisingan berhasil mengurangi jumlah film yang
rusak sehingga menghemat bahan baku.
2. Gangguan terhadap komunikasi, akan menganggu kerja sama antara pekerja
dan kadang-kadang mengakibatkan salah pengertian secara tidak langsung
dapat menurunkan kualitas atau kuantitas kerja. Kebisingan juga mengganggu
persepsi tenaga kerja terhadap lingkungan sehingga mungkin sekali tenaga
kerja kurang cepat menanggapi adanya situasi yang berbahaya dan lambat
dalam bereaksi sehingga dapat menimbulkan kecelakaan.
3. Gangguan dalam kenikmatan kerja berbeda-beda untuk tiap-tiap orang. Pada
orang yang sangat rentan kebisingan dapat menimbulkan rasa pusing,
gangguan konsentrasi, dan kehilangan semangat kerja.
4. Penurunan daya pendengaran akibat yang paling serius dan dapat
menimbulkan ketulian total sehingga seseorang sama sekali tidak dapat
mendengarkan pembicaraan orang lain.
Untuk melindungi pekerja dari kebisingan industri (lingkungan tempat
kerja), NIOSH = National Institute of Occupational Safety and Health (adalah
bagian dari pusat pencegahan dan pengendalian penyakit/Center for Disease
Control and Prevention di dalam departemen pelayanan kesehatan Amerika
Serikat) menyerankan waktu maksimum untuk tiap paparan kebisingan tertentu,
dan di Indonesia sendiri waktu paparan kebisingan diatur dalam Permenakertrans
No.13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai Ambang Batas) Faktor Fisika dan
Kimia di Tempat Kerja Kebutuhan Hearing Loss Prevention Program (HLPP),
akibat kerugian dari terpaparnya bising di tempat kerja, antara lain , untuk
perkerja dan pihak perusahaan Pekerja :
Kehilangan kemampuan :
Pendengaran secara parmanen,
Tinnitus parmanen,
Masalah berkomunikasi di tempat kerja yang bising,
Meningkatnya kemungkinan terjadinya kecelakaan, dan,
Kelelahan dan stress
Perusahaaan :
Dari klaim kompensasi, kerugian dari perushaan akibat bising tidaklah
seberapa karena biaya konpensasi jauh lebih rendah dari pada biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan Hearing Loss Prevention Program (HLPP),
Klaim kompensasi Ketika seorang pekerja didiagnosa mengalami kehilangan
kemampuan pendengaran akibat kebisinngan, perusahaan menanggung
kompensasi untuk pekerja,
Produktivitas. Bising dapat secara langsung mempengauhi tingkat
produktivitas dengan memperlambat performansi kerja dan meningkatnya
jumlah keselahan saat bekerja,
Resiko kecelakaan. Bising dapat menjadi kontribusi dalam kecelakaan
industri, yaitu saat keselamatan pelaksanan pekerjaan bergantung pada
komunikasi suara, dan bising akan menjadi ancaman untuk keselamatan
Pengaruh kebisingan seperti tidur terganggu, beberapa ketegangan mental yang
disebabkan oleh kebisingan, akan menyebabkan bertambah cepatnya denyut nadi
serta hipertensi, yang dapat mengarah kepada suatu bahaya lain di mana si
penderita tidak dapat mendengar teriakan atau suara peringatan sehingga
memungkinkan dapat mengakibatkan kecelakaan. Secara terus-menerus berada
ditengah-tengah kebisingan ditempat kerja dan lalu lintas dapat berakibat
hilangnya kepekaan mendengar yang mengarah kepada ketulian.

Getaran 4 m/det2 pada hand and arm vibration


Faktor-faktor yang mempengaruhi efek getaran pada tangan

Tenaga kerja normal yaitu yang tidak mengalami gangguan getaran pada
tangannya memperlihatkan sedikit saja penurunan suhu kulit tangan tepat sesudah
bekerja mengalami getaran dan suhu kulit tangannya akan naik 1- 2 derajat
sesudah terpapar getaran selama 5 menit.
Bila tenaga kerja terpapar oleh getaran lengan tangan,efek dalam jangka waktu
pendek yang akan timbul adalah kelelahan dan ketidaknyamanan saat bekerja
serta turunnya produktivitas kerja. Pemaparan dalam jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan terjadinya carpal tunnel syndrome(CTS).
Gejala yang timbul akibat hand arm vibration syndrome adalah: mati rasa yang
sifatnya sementara pada ujung jari tetapi tidak mempengaruhi aktivitas kerja.
Selanjutnya ujung jari memutih, ada rasa sakit jika aliran darah kembali normal.
Para teknisi banyak memberikan perhatian terhadap frekuensi getaran yang
menyebabkan fenomin Raynaud.Frekuensi sekitar 30-40 Hz adalah penyebab
terjadinya gejala. Fenomin Raynaud tidak timbul pada frekuensi kurang dari 35
Hz. Frekuensi diatas 160 Hz mengakibatkan bukan gejala demikian, melainkan
gejala iritasi saraf.
Vibrasi dapat menyebabkan perubahan dalam tendon, otot, tulang dan sendi, dan
dapat mempengaruhi sistem saraf. Secara kolektif, efek vibrasi tangan lengan
dikenal dengan hand arm vibration syndrome(HAVS).
Tenaga kerja yang mengalami HAVS akan mengalami:
a. Serangan pemutihan (blancing) satu jari atau lebih bila juga terpapar dingin.
b. Rangsangan nyeri seperti disengat (tingling) dan kehilangan rasa di jari.
c. Kehilangan rasa rabaan lembut.
d. Sensasi nyeri dan dingin diantara serangan jari menjadi putih(white finger).
e. Kehilangan kekuatan menggemgam.
f. Struktur tulang membentuk kista di jari dan pergelangan tangan.
Perkembangan dari HAVS bersifat bertahan dan keparahan semakin lama
semakin meningkat. HAVS mungkin menjadi dapat diamati secara klinis setelah
beberapa bulan atau beberapa tahun. Pada pemaparan, maka aliran darah (efek
vaskular) akan terkena dan menyebabkan kehilangan sensasi raba (efek
neurologis) pada jari. Menurunnya aliran darah dapat mengakibatkan white finger
dalam lingkungan dingin. Keparahan dari sindrom hand arm vibration tergantung
dari beberapa faktor seperti karakteristik dari pemaparan vibrasi, pelaksanaan
kerja, riwayat perorangan, dan kebiasaan.
Klasifikasi Stockholm untuk perubahan sensorineural pada jari pada penderita
HAVS

Sindrom getaran tangan lengan juga dikenal dengan fenomena raynaud akibat
kerja. Fenomena raynaud disebabkan oleh kondisi aliran darah ke ekstremitas
terganggu. Faktor lingkungan kerja berperan dalam terjadinya fenomena tersebut,
dimana hal ini biasanya berarti terjadinya konstriksi saluran darah di tangan yang
mengarah ke gejala seperti nyeri, nyeri seperti disengat, serta pemucatan jari dan
ibu jari.
Daerah endemik demam berdarah
Lebih berisiko terkena DBD
Dampak Psikososial : cemas dan takut
Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam
keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan penduduk.
Dampak ekonomi langsung pada penderita DBD adalah biaya pengobatan,
sedangkan dampak ekonomi tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu
sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti
transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita

Pekerja 300 orang dimana 50% dari pekerja berasal dari luar
Jika daerah tempat para pekerja itu memiliki penyakit endemism maka ada
kemungkinan 50% pekerja yang berasal dari luar daerah tidak mempunyai
imunitas terhadap penyakit endemis tersebut sehingga lebih rentan terkena
penyakit tersebut.

2. Bagaimana manajemen resiko terhadap

Kantin tanpa sertifikat dan koki tanpa tes kesehatan


Syarat kantin sertifikat BPOM, diantaranya penerapan sistem higienisasi yang
baik, perilaku pedagang dan perawatannya, pemisahan pangan mentah dan
pangan matang, serta pengetahuan mengenai pembuatan produk dan praktek
pengolahannya.
Dampak:
Kurangnya higienitas baik makanan maupun tempatnya
Berisko tertularnya penyakit

Daerah endemik demam berdarah


Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti.Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
4. Lingkungan
Metode Iingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
- Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
- Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.
- Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
- Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah
dan lain sebagainya.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
- Bersihkan dan kuras tempat penyimpanan air seperti bak mandi,drum, dan
lain-lain minimal seminggu sekali
- Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air
- Kubur atau buanglah barang-barang bekas pada tempatnya
- Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen
- Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap
- Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
serbuk ABATE ke dalam genangan air tersebut

5. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ikan cupang/ikan kepala timah), dan bakteri (Bt.H-14).
6. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
- Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
- Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lainlain

3. Bagaimana manajemen resiko dan program yang dibuat untuk mengurangi masalah:
DBD
Manajemen Risiko DBD
1. 4 M- PLUS
- MENGURAS : Menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air
seperti : bak mandi dan drum.
- MENUTUP : Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti : drum,
tempayan dan lain-lain.
- MENGUBUR : Mengubur atau menimbun barang-barang bekas serta
mengumpulkan barang-barang bekas yang dapat menampung air dan
dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS).
- PLUS CARA LAIN : Mengganti air vas bunga seminggu sekali,
mengeringkan air di alas pot bunga, memperbaiki saluran air dan talang air
yang tidak lancar/rusak serta memasang kawat kasa atau menggunakan obat
anti nyamuk serta menggunakan kelambu untuk menghindari dari gigitan
nyamuk.
- MEMANTAU : Memantau dan memeriksa tempat-tempat penampungan air
sebagai tempat berkembangbiak nyamuk aedes aegpty seperti bak mandi,
drum, ban bekas, alas pot bunga, dispenser, tempat minum burung dan lain-
lain.
2. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
3. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
- Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit
dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk temephos (abate) atau
altosoid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau
2,5 gram altosoid untuk 100 liter air. Abate dapat di peroleh/dibeli di
Puskesmas atau di apotek.
- Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
- Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
- Memasang kawat kasa di jendela dan di ventilasi
Program untuk mengurangi DBD
1. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan informasi dan
pengetahuan kepada pekerja tentang penyakit DBD, bagaimana cara mencegah
dan memberantas penyakit demam berdarah yang lebih efektif, yaitu melalui
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah (PSN-DBD) dengan 4 M-
Plus.
Manfaat dari kegiatan penyuluhan adalah menambah pengetahuan pekerja
yang pada akhirnya mau dan mampu secara bersama sama dan terus menerus
berperan aktif melakukan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ) dengan 4 M-
plus.
2. Pemantauan Jentik Berkala
Pemantauan jentik berkala kegiatan untuk melihat situasi kepadatan jentik
pada tempat penampungan air di pabrik oleh kader Juru Pemantau Jentik
(Jumantik) atau dokter tempat kerja, sehingga dapat meningkatkan
kewaspadaan dini agar pekerja terhindar dari penularan penyakit Demam
Berdarah Dengue.
3. Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN )
Kegiatan dimaksud adalah pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN )
secara bersama sama pada waktu yang bersamaan ( serentak ) oleh semua
pekerja pabrik. Sehingga kegiatan ini dapat memotivasi dan menggerakkan
pekerja untuk berperan serta dalam melakukan PSN-DBD secara mandiri dan
berkesinambungan.
4. Fogging dengan Insektisida
Pengasapan dilakukan sesuai dengan kesimpulan analisis dari kegiatan
penyelidikan epidemiologi penyakit DBD di tempat tinggal penderita dan
lingkungan sekitarnya.
Apabila kesimpulan akhir harus dilaksanakan pengasapan (fogging), maka
Pengasapan ( fogging ) dilakukan oleh petugas puskesmas atau bekerjasama
dengan dinas kesehatan kabupaten/kota.
Persyaratan Fogging dengan insektisida :
- Adanya penderita positif DBD berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
dan laporan (SO) dari Rumah Sakit/Klinik/BP/Puskesmas.
- Didukung hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang telah terlatih dengan ditemukannya penderita demam tanpa
sebab minimal 3 orang dan atau tersangka penderita DBD serta ditemukan
positif jentik Aedes ( 5 % ) dari rumah/bangunan disekitar rumah
penderita.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Jusoh. Et. al. 2005. Study on the Removal of Iron and Manganese in Groundwater
by Granular Activated Carbon. Santa Margherita Italia : Elsevier.

Animous, 2010, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan Kerja, Jakarta,


KementerianTenagaKerjadanTransmigrasi.

Anonim. Iron and Manganese Removal. Minnesota USA : SDWA


[Internet]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26007/4/Chapter%20II.pdf.
[Internet]http://ikk354.weblog.esaunggul.ac.id/wp-
content/uploads/sites/310/2013/03/MANAJEMEN-PENGENDALIAN-BISING.pdf.
[Internet]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27601/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 18 Mei 2016.
Murwani Anita, Skep. 2003. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta. Fitramaya.
Nugraheni, Awaliana, 1999. Kelahan Otot Dalam Kaitannya Dengan
Penerapan Ergonomi. Kudus : PT Bura Barutama.
Pusat kesehatan kerja, 2005. Mengangkat dan mengangkut. Jakarta : Balai Hiperkes Pusat.
Rachman, Abdul, et al. 1990. Pedoman Studi Hiperkes pada Institusi Pendidikan Tenaga
Sanitasi. Jakarta: Depkes RI, Pusdiknakes.

You might also like