You are on page 1of 8

Nurul Annazhifah

240210130070

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Praktikum pada tanggal 5 Maret 2015 membahas tentang analisis kadar
abu. Analisis kadar abu yang dilakukan dalam praktikum menggunakan metode
oven (pengabuan kering). Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah
mineral yang terkandung dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli
sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil
pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan
hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal
organik dan segera terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa
dengan ion-ion negatif. Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang
digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan (Krisno, dkk.,
2001).
Sampel yang digunakan adalah biskuit susu, biskuit gandum, susu bubuk
lowfat, ikan asin, dan ikan segar. Prosedur pertama yang dilakukan dalam analisis
kadar abu adalah mengonstankan cawan. Cawan yang digunakan adalah cawan
porselen karena lebih tahan panas. Selain cawan porselen, cawan platina juga
dapat digunakan. Cawan tersebut di oven selama 60 menit. Perlakuan ini
bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan adanya air dalam pori pori cawan
porselen. Selanjutnya, cawan diletakkan ke dalam desikator selama 30 menit
untuk mempertahan RH dan menjagar agar cawan tidak terlalu panas. Kemudian,
cawan ditimbang. Prosedur tersebut dilakukan sampai diperoleh berat cawan yang
konstan. Kemudian, sampel ditimbang seberat 2-3 gram dan dimasukan ke dalam
cawan yang sudah konstan. Cawan dan sampel tersebut kemudiian ditimbang dan
dikeringkan dengan cara ditanur pada suhu sekitar 600 oC agar senyawa senyawa
volatile dalam bahan tidak hilang, dan mendapatkan abu yang baik. Setelah
ditanur, sampel ditimbang. Prosedur tersebut dilakukan sampai diperoleh berat
cawan dan sampel yang konstan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengonstanan Cawan
Wc Ws + Wc Kadar
Ws Awal
Kel Sampel Konstan Akhir Wabu (g) Abu
(g)
(g) (g) (%)
8 Ikan asin 10,9470 1,0059 11,1628 0,2159 21,46%
3 Ikan asin 9,0493 1,0170 9,2611 0,2119 20,84%
Nurul Annazhifah
240210130070

Wc Ws + Wc Kadar
Ws Awal
Kel Sampel Konstan Akhir Wabu (g) Abu
(g)
(g) (g) (%)
7 Ikan segar 14,0777 1,0234 14,0959 0,0183 1,79%
1 Ikan segar 8,9007 1,0472 8,9153 0,0146 1,39%
5 Biskuit susu 9,4269 1,0055 9,4398 0,0129 1,28%
9 Biskuit susu 11,0394 1,0005 11,054 0,0146 1,46%
2 Biskuit gandum 9,3897 1,0011 9,4209 0,0313 3,13%
10 Biskuit gandum 9,7086 1,0083 9,7304 0,0218 2,16%
6 Susu low fat 12,1239 1,0089 12,2023 0,0784 7,77%
4 Susu low fat 8,7054 1,0008 8,7836 0,0782 7,81%
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015.
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi
selama beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat
anorganik berwarna putih keabu-abuan yang disebut abu. Kandungan abu dan
komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang
digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam
bahan tersebut (Muchtadi, 1989).
Faktor yang memengaruhi kadar abu pada pengabuan kering yaitu suhu,
waktu, dan agen. Suhu, semakin tinggi suhu yang digunakan maka pengabuan
akan semakin cepat; Waktu, semakin lama waktu yang digunakan maka
pengabuan akan semakin sempurna; Zat/agen pengoksidasi, mempercepat proses
oksidasi, dalam hal ini pengabuan kering zat perngoksidasinya ialah oksigen
karena didalam posesnya tidak disertai dengan penambahan reagen.
Menurut Irawati (2008), manfaat menganalisa kadar abu adalah untuk
menentukan baik tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang
digunakan, penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan, dan mengetahui
kandungan mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Kadar abu dalam
sampel dapat dihitung menggunakan rumus:
w residu(abu)
% kadar abu = w sampel x 100%

w 1w 2
% kadar abu = w x 100%

Dimana:
Nurul Annazhifah
240210130070

w = berat sampel sebelum diabukan w1 = berat sampel dan cawan


(g) sesudah diabukan (g)
w2 = berat cawan konstan (g)
w endapan = 1,28%
%kadar abu = w sampel x100% 6. Susu low fat
0,0784
1. Sampel Ikan Segar %kadar abu = 1,0089 x100%
0,0146
%kadar abu = 1,0234 x100% = 7,77%
7. Ikan Segar
= 1,39% 0,0183
2. Sampel Biskuit Gandum %kadar abu = 1,0234 x100%
0,0313
%kadar abu = 1,0011 x100% = 1,79%
8. Ikan Asin
= 3,13% 0,2159
3. Sampel Ikan Asin %kadar abu = 1,0059 x100%
0,2119
%kadar abu = 1,0170 x100% = 21, 64%
9. Biskuit Susu
= 20,84% 0,146
4. Sampel Susu low fat %kadar abu = 1,0005 x100%
0,0782
%kadar abu = 1,0008 x100% = 1,46%
10. Biskuit Gandum
= 7,81% 0,0218
5. Biskuit Susu %kadar abu = 1,0083 x100%
0,0129
%kadar abu = 1,0055 x100% =2,16%
Berdasarkan hasil praktikum, rata-rata kadar abu biskuit gandum adalah
2,645 %. Menurut SNI 01-2973-1992, syarat mutu biskuit memiliki kadar abu
maksimum 1,6 %, sedangkan syarat mutu gandum utuh memiliki kandungan gizi
antara lain, karbohidrat 60% -80%, protein 6% - 17%, lemak 1,5% - 2,0%,
mineral 1,5% - 2,0%, dan sejumlah vitamin. Jika dibandingkan dengan standar
mutu biskuit dan gandum yang tertera pada SNI, dapat dikatakan bahwa biskuit
gandum yang digunakan dalam praktikum memiliki kadar abu melebihi standar
mutu yang telah ditetapkan.
Selain biskuit gandum, analisis kadar abu dilakukan pada biskuit susu.
Rata-rata kadar abu pada biskuit susu adalah 1,37 %, sedangkan menurut SNI 01-
2973-1992 kadar abu maksimal pada biskuit adalah 1,6 %. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kadar abu biskuit susu yang digunakan dalam praktikum
masih memenuhi standar mutu biskuit untuk dikonsumsi. Jika kadar abu biskuit
susu dan biskuit gandum dibandingkan, maka kadar abu pada biskuit gandum
lebih besar dibandingkan biskuit susu. Hal tersebut dikarenakan kandungan
gandum yang terdapat pada biskuit, sehingga kandungan mineral dalam biskuit
juga meningkat. Syarat mutu biskuit dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Standar Mutu Biskuit
Kandungan Jumlah
Kalori (kkal) 458
Air (%) 2.2
Karbohidrat (%) 75.1
Protein (%) 6.9
Lemak (%) 14.4
Vit B1 (mg) 0.09
Besi (mg) 2.7
Kalium (mg) 62
Fosfor (mg) 87
Sumber: Faridi, 1994.
Standar mutu ikan segar berdasarkan SNI 01-2354.1-2006, ialah memiliki
kadar abu kurang dari 2%. Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata kadar abu ikan
segar adalah 1,59 %. Dapat dikatakan bahwa ikan segar yang digunakan dalam
praktikum masih memenuhi standar mutunya. Berbeda dengan ikan segar, kadar
abu ikan asin cukup besar yaitu 21,15 %, sedangkan menururt SNI, standar mutu
ikan asin memiliki kadar abu maksimal 20,03 %. Dapat dikatakan bahwa kadar
abu pada ikan asin yang digunakan dalam praktikum sudah melewati batas standar
ikan asin yang telah ditetapkan. Jika dibandingkan dengan ikan segar, kadar abu
ikan asin lebih besar karena dalam pembuatan ikan asin telah diberi perlakuan
tertentu, misalnya adalah penambahan garam. Garam merupakan mineral,
sehingga kadar abu pada ikan asin menjadi lebih tinggi. Standar mutu ikan asin
dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Standar Mutu Ikan Asin


Sumber: SNI 2354.1
Kadar abu susu lowfat yang digunakan dalam praktikum adalah 7,79 %,
sedangkan standar mutu susu memiliki kadar abu maksimal 6,11 %. Dapat
dikatakan bahwa kadar abu susu low fat yang digunakan pada praktikum sudah
melebihi standar mutunya.

Gambar 3. Standar Mutu Susu Segar


Sumber: Buku Panduan Teknologi Pangan, LIPI, 1993

Pengabuan yang dilakukan dalam praktikum masih belum sempurna,


karena warna yang dihasilkan belum sepenuhnya berwarna putih keabuan. Hal
tersebut dapat disebabkan karena suhu yang kurang tinggi, atau waktu saat sampel
dan cawan ditanur yang kurang lama. Selain itu, rata-rata kadar abu yang
dihasilkan dari tiap bahan pangan yang dipraktikumkan memiliki nilai yang lebih
besar dibandingkan standar mutu SNI. Mineral memang diperlukan oleh tubuh
untuk kelangsungan hidup, tetapi kandungan mineral yang berlebihan tentu akan
mengganggu kesehatan manusia, misalnya kardiovaskular yang merupakan
penyakit akibat kelebihan kalsium.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Metode pengabuan yang dilakukan dalam praktikum merupakan metode
pengabuan kering dengan prinsip mengoksidasikan semua zat organik pada suhu
yang tinggi, yaitu sekitar 6000C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
2. Rata-rata kadar abu ikan segar dan susu low fat masih memenuhi standar
mutu yang telah ditetapkan dalam SNI
3. Rata-rata kadar abu ikan asin, biskuit gandum, susu low fat sudah melebihi
standar mutu yang telah ditetapkan dalam SNI.
4. Sampel dengan kadar abu terbesar adalah ikan asin, yaitu 21,15%.
5. Sampel dengan kadar abu terkecil adalah biskuit susu, yaitu 1,37%.

5.2. Saran
1. Praktikan sebaiknya lebih memerhatikan kekonstanan cawan, suhu tanur, dan
waktu pengabuan.
2. Sebaiknya pemindahan cawan dari tanur ke desikator tidak terlalu lama karena
dapat memengaruhi hasil pengamatan.

6.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1993. Standar Mutu Susu Segar. Buku Panduan Teknologi Pangan LIPI.

Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Mutu Ikan Asin. Standar Nasional
Indonesia 2354.1

Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Mutu Ikan Segar. SNI 01-2354.1-
2006.

Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Mutu Biskuit. SNI 01-2973-1992.

Faridi, H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Capman and
Hall. New York.

Irawati. 2008. Modul Pengujian Mutu 1. Diploma IV PDPPTK VEDCA. Cianjur.

Krisno, dkk. 2001. Dasar Dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhammadiyah Malang
Press. Malang.

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium: Evaluasi Nilai Gizi Pangan,


Depdikbud-Dirjen Dikti, PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

You might also like