Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Rezha Nugraha I0412043
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan mengenai siklus termodinamika adalah penting di dalam
sistem pembangkit tenaga (seperti mesin bensin, diesel, turbin gas, dll). Mesin-
mesin ini menggunakan campuran bahan bakar dan udara untuk operasinya.
Karena massa bahan bakar yang digunakan sangat kecil bila dibandingkan dengan
massa udara, sehingga campuran diasumsikan mengikuti sifat-sifat gas sempurna.
Siklus termodinamika terdiri dari urutan operasi/proses termodinamika,
yang berlangsung dengan urutan tertentu, dan kondisi awal diulangi pada akhir
proses. Jika operasi atau proses dilukiskan pada diagram p-v, akan membentuk
lintasan tertutup. Karena daerah dibawah setiap kurva merupakan kerja yang
dilakukan, sehingga kerja netto dalam satu siklus diberikan oleh daerah yang
ditutupi oleh lintasan.
Maka dari itu, dalam makalah ini dibahas salah satu siklus dari siklus
termodinamika yaitu siklus Brayton dan efek penambahan intercooler pada siklus
Brayton.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan siklus Brayton?
2. Bagaimana penjelasan efek penambahan intercooler pada siklus Brayton :
diagram p-v, proses yang terjadi dan effisiensi thermal?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan siklus Brayton.
2. Untuk mengetahui penjelasan efek penambahan intercooler pada siklus
Brayton : diagram p-v, proses yang terjadi dan effisiensi thermal.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Siklus Brayton
Siklus Brayton dikembangkan pertama kali oleh John Barber pada tahun
1791, dan disempurnakan lebih lanjut oleh George Brayton. Pada awal penerapan
siklus ini, Brayton dan ilmuwan lainnya mengembangkan mesin reciprocating
dikombinasikan dengan kompresor. Mesin tersebut berdampingan dengan mesin
Otto diaplikasikan pertama kali ke otomotif roda empat. Namun mesin Brayton
kalah pamor dengan mesin Otto empat silinder yang dikembangkan oleh Henry
Ford. Pada perkembangan selanjutnya, siklus Brayton lebih diaplikasikan khusus
ke mesin-mesin turbojet dan turbin gas.
4
turbin gas akan menjadi inlet untuk kompresor. Sehingga untuk menganalisa
siklus Brayton pada mesin turbojet menjadi lebih mudah.
5
atmosfer setelah melewati turbin. Fenomena-fenomena termodinamika yang
terjadi pada siklus Brayton ideal adalah sebagai berikut:
(1-2) Proses Kompresi Isentropik
Udara atmosfer masuk ke dalam sistem turbin gas melalui sisi inlet
kompresor. Oleh kompresor, udara dikompresikan sampai tekanan tertentu diikuti
dengan volume ruang yang menyempit. Proses ini tidak diikuti dengan perubahan
entropi, sehingga disebut proses isentropik. Proses ini ditunjukan dengan angka 1-
2 pada kurva di atas.
(2-3) Proses Pembakaran Isobarik
Pada tahap 2-3, udara terkompresi masuk ke ruang bakar. Bahan bakar
diinjeksikan ke dalam ruang bakar, dan diikuti dengan proses pembakaran bahan
bakar tersebut. Energi panas hasil pembakaran diserap oleh udara (q in),
meningkatkan temperatur udara, dan menambah volume udara. Proses ini tidak
mengalami kenaikan tekanan udara, karena udara hasil proses pembakaran bebas
berekspansi ke sisi turbin. Karena tekanan yang konstan inilah maka proses ini
disebut isobarik.
(3-4) Proses Ekspansi Isentropik
Udara bertekanan yang telah menyerap panas hasil pembakaran,
berekspansi melewati turbin. Sudu-sudu turbin yang merupakan nozzle-nozzle
kecil berfungsi untuk mengkonversikan energi panas udara menjadi energi kinetik
(baca artikel berikut). Sebagian energi tersebut dikonversikan turbin untuk
memutar kompresor. Pada sistem pembangkit listrik turbin gas, sebagian energi
lagi dikonversikan turbin untuk memutar generator listrik. Sedangkan pada mesin
turbojet, sebagian energi panas dikonversikan menjadi daya dorong pesawat oleh
sebentuk nozzle besar pada ujung keluaran turbin gas.
(4-1) Proses Pembuangan Panas
Tahap selanjutnya adalah pembuangan udara kembali ke atmosfer. Pada
siklus Brayton ideal, udara yang keluar dari turbin ini masih menyisakan sejumlah
energi panas. Panas ini diserap oleh udara bebas, sehingga secara siklus udara
tersebut siap untuk kembali masuk ke tahap 1-2 lagi.
6
Efisiensi Siklus Brayton Ideal
7
T4
1) T1(
W Q Qou t Qout T 4T 1 T1
brayton= = =1 =1 =1
Q Q Q T 3T 2 T
T 2 3 1
T2 ( )
Karena proses 1-2 merupakan proses isetropik, maka:
T 1k P1k k 1k
1 =T 2 P 2
1k
T 2 P1
=
( )
T 1 P2
k
K
T 2 P2
=
( )
T 1 P1
K1
1k
T4 P
T3 P4( )
= 3 k
K
T 4 P4
T3
=
( )
P3
K1
brayton=1
T1 ( T2
1 ) =1
T1 1
=1 =1
1
T3 T2 T2 P2 K K1
T2
( T2
1
) T1 ( )
P1
8
B. Modifikasi Turbin Gas
Dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dari turbin gas, modifikasi
terkonsentrasi di tiga bidang:
1. Meningkatkan temperatur inlet turbin (pembakaran).
2. Meningkatkan efisiensi komponen-mesin turbo.
3. Menambahkan modifikasi pada siklus dasar (brayton)
Efisiensi siklus turbin gas pada awalnya masih sederhana, namun pada
perkembangannya, kini dapat hampir dua kali lipat efisiensi semula dengan
memasang/ melakukan intercooling, regenerasi, dan pemanasan (reheating). Back
work ratio siklus turbin gas meningkat sebagai hasil dari intercooling dan reheating.
Tetapi efisiensi termalnya akan menurun. Intercooling dan reheating selalu akan
menurunkan efisiensi termal kecuali mereka disertai oleh regenerasi. Hal ini karena
intercooling menurunkan suhu rata-rata di mana panas yang ditambahkan, dan
meningkatkan pemanasan suhu rata-rata di mana panas ditolak. Oleh karena itu,
dalam pembangkit listrik gas turbin, intercooling dan pemanasan selalu digunakan
bersama dengan regenerasi.
9
Gambar 4. Skema
susunan intercooling pada turbin gas siklus tertutup.
10
Gambar 5. Diagram T-s untuk intercooling.
11
Pada akhir proses kompresi pada kompresor, terjadi kenaikan temperatur dari
fluida gas. Dari perumusan termodinamika didapat bahwa kenaikan temperatur
sebanding dengan rasio tekanannya. Adapun persamaannya sebagai berikut :
Tb/Ti = (Pd/Pi)(n-1)/n
Tb = Ti (Pd/Pi)(n-1)/n
dimana
Tb = temperatur akhir kompresi
Ti = temperatur awal kompresi
pd = tekanan akhir kompresi
pi = tekanan hisap kompresi
n = faktor politropik ( n=1 ~n = 1,4)
Wkompresor = Ri Ts n/(n-1)[(Tb/Ti)-1]
Wkompresor = Ri Ts ln(Pb/Pi)
12
D. Peningkatan efisiensi isotermal pada siklus Brayton menggunakan intercooling
dengan reheating dan regeneration
Penurunan efisiensi isotermal pada siklus Brayton dengan penambahan
intercooler diakibatkan oleh terbuangnya panas pada saat penurunan termperatur rata-
rata seperti yang dijelaskan pada subbab sebelumnya. Oleh karena itu dibutuhkan
regenerator agar tidak ada panas yang terbuang dan meningkatkan effisiensi
isotermal. Skema siklus Brayton dan diagram p-v dan t-s ini terlihat pada gambar
13
panas. Pada regenerator ideal udara yang terkompresi dipanaskan menuju turbin
dengan dengan temperatur keluaran T9 sebelum memasuki ruang pembakaran
(combustion chamber). Akibatnya terlihat pada gambar 6 siklus T-s nilai temperatur
T9 = T7 = T5 dan diasumsikan nilai h9=h7=h5.
Nilai effisiensinya
w net
nth =
q
Dari persamaan ini dapat dianalisa bahwa nilai h 5 pada siklus Brayton dengan
intercooling, reheating dan regenerator lebih besar dari nilai h4 pada siklus Brayton
ideal yang berakibatkan semakin kecilnya qin. Semakin besar nilai nilai h5 akan
memperkecil nilai qin dan meningkatkan efisiensi isotermalnya.
Proses intercooling dan reheating juga berperan besar dalam penurunan kerja
yang terjadi pada siklus. Akibatnya suhu regenerator T5 pada siklus dapat ditingkatkan
lebih tinggi ke T7 dan T9. Nilai T5 tanpa intercooling dan reheating tidak dapat
mencapai titik maksimum menyebabkan nilai efisiensi isotermal siklusnya lebih
rendah dibandingkan adanya intercooling dan reheating.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah yang dibuat didapatkan beberapa kesimpulan antara lain
1. Siklus Brayton diaplikasikan pada mesin-mesin turbojet dan turbin gas dan
dapat dimodifikasi untuk meningkatkan efisiensi termalnya.
2. Pemodifikasian siklus brayton dengan penambahan intercooler dapat
mengurangi kerja yang terjadi pada siklus namun membuang panas yang
menimbulkan penurunan efisiensi.
3. Dengan penambahan proses regenerator dan reheating pada siklus Brayton
dengan intercooler dapat meningkatkan efisiensi isotermal.
4. Akibat dari penurunan kerja oleh proses intercooling nilai suhu regenerasi
pada regenerator meningkat. Hal ini meningkatkan nilai efisiensi isotermal
dari siklus.
15
DAFTAR PUSTAKA
16