Professional Documents
Culture Documents
A. Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian gangguan siklus haid
2. Mahasiswa mengetahui berbagai jenis gangguan siklus haid
3. Mahasiswa mampu memahami tanda gejala pada gangguan siklus haid
4. Mahasiswa mengetahui tentang Menopause
5. Mahasiswa mengetahui pengertian dan manfaat pemberian HRT
6. Mahasiswa mengetahui indikasi dan kontra indikasi pemberian HRT
7. Mahasiswa mampu mengetahui metode pemberian HRT
B. Materi Pembelajaran
1. Pengertian gangguan siklus haid dan HRT
2. Jenis gangguan siklus hai
3. Tanda gejala pada gangguan siklus haid
4. Pengertian, tanda gejala, dan langkah penanganan menopause
5. Pengertian dan manfaat pemberian HRT
6. Indikasi dan kontra indikasi pemberian HRT
7. Metode pemberian HRT
C. Metode Pembelajaran
Ceramah, tanya jawab dan diskusi
G. Referensi
1. Varney H, dkk. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC
2. Permadi W (2013). Terapi Hormon pada Menopause. Jurnal UNPAD :
makalah seminar nasional, pp: 1-15.
3. Manuaba IB, dkk. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta : EGC
4. Sinclair C (2010). Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC
5. Marmi (2014). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
6. Prawirohardjo S (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
7. Prawirohardjo S (2003). Menopause dan Andropause. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
MATERI
A. Pendahuluan
Alat kandungan pada saat lahir belum berkembang. Setelah
pancaindera menerima rangsangan yang diteruskan ke pusat dan diolah
hipotalamus, melalui system portal mengeluarkan hormone gonadotropik
perangsang folikel dan luteinizing hormone yang merangsang indung telur.
Hormone perangsang folikel (FSH), merangsang folikel primodial yang dalam
mperjalanannya mengeluarkan hormone estrogen untuk pertumbuhan tanda
seks sekunder (pertumbuhan rambut, pembesaran payudara, penimbunan
jaringan lemak, sesuai dengan pola wanita yaitu di bokong dan di payudara).
Pada permulaan hanya hormone estrogen saja yang dominan dan
perdarahan (menstruasi) yang terjadi untuk pertama kali (menarche) muncul
pada umur 12-13 tahun. Dominannya estrogen pada permulaan menstruasi
sangat penting karena menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan tanda seks sekunder. Itu sebabnya pada permulaan perdarahan
sering tidak teratur karena bentuk menstruasinya anovulatoir (tanpa pelepasan
telur). Baru setelah umur wanita mencapai remaja sekitar 17-18 tahun,
menstruasi teratur dengan interval 26-32 hari.
Pada proses menstruasi dengan ovulasi (terjadi pelepasan telur),
hormone estrogen yang dikeluarkan makin meningkat yang menyebabkan
lapisan dalam Rahim mengalami pertumbuhan dan perkembangan (fase
poliferasi). Peningkatan estrogen ini menekan pengeluaran hormone
perangsang foliel (FSH), tetapi merangsang hormon luteinizing (LH) sehingga
dapat merangsang foliel Graf yang telah dewasa, untuk melepaskan telur yang
disebut sebagai proses ovulasi. Telur ini akan ditangkap oleh rubai pada tuba
fallopii, dan dibungkus oleh korona radiata yang akan memebri nutrisi selama
48 jam. Folikel Graf yang mengalami ovulasi menjadi korpus rubrum dan
segera menjadi korpus luteum dan mengeluarkan dua macam hormon indung
telur yaitu estrogen dan progesterone.
Hormon estrogen yang menyebabkan lapisan dalam rahim
(endometrium) berkembang dan tumbuh dalam bentuk poliferasi, setelah
dirangsang oleh korpus luteum mengeluarkan estrogen dan progesteron
lapisan dalam rahim berubah menjadi fase sekresi, sehingga pembuluh darah
makin dominan dan mengeluarkan cairan (fase sekresi). Bila tidak terjadi
pertemuan antara spermatozoa dan ovum (telur), korpus luteum mengalami
kematian. Korpus luteum berumur 8 hari, sehingga setelah kematiannya tidak
mampu lagi mempertahankan lapisan dalam rahim, oleh karena hormon
estrogen dan progesteron berkurang sampai menghilang. Berkurang dan
menghilangnya estrogen dan progesteron, menyebabkan terjadi fase
vasokonstriksi (pengerutan) pembuluh darah, sehingga lapisan dalam rahim
mengalami kekurangan aliran darah (kematian). Selanjutnya diikuti dengan
vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan pelepasan darah dalam bentuk
perdarahan yang disebut menstruasi (Manuaba, 2009).
Haid terkait erat dengan sistem hormon yang diatur di otak, tepatnya di
kelenjar hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim sinyal ke indung
telur untuk memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini terganggu,
otomatis siklus haid pun akan terganggu.
2. Kelainan Sistemik
3. Stress
4. Kelenjar Gondok
E. Menopause
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa ada sebagian wanita yang mengalami
menopause dengan siklus menstruasi yang berakhir secara tiba-tiba. Jika ini terjadi,
gejala-gejala yang dialami biasanya akan lebih parah.
Menjelang menopause, terdapat beberapa indikasi emosional serta fisik yang dapat
dirasakan oleh seorang wanita. Gejala-gejala tersebut biasanya meliputi:
Kekeringan pada vagina yang dapat menyebabkan rasa gatal atau sakit saat
berhubungan seks.
Sulit konsentrasi.
Sakit kepala.
Hubungi dokter jika mengalami gejala menopause yang parah, misalnya terjadi
infeksi atau muncul rasa nyeri akibat vagina yang kering, maupun apabila terjadi
pendarahan setelah melewati masa menopause. Pemeriksaan rutin untuk mencegah
penyakit-penyakit tertentu juga sebaiknya dilakukan, misalnya dengan mammografi,
kolonoskopi, serta pemeriksaan kondisi payudara dan panggul (Marmi, 2014).
Sebagian besar wanita dapat melakukan perubahan dalam gaya hidup mereka untuk
mengurangi gejala-gejala tersebut. Beberapa langkah sederhana berikut mungkin
dapat membantu.
1. Mengatasi sensasi rasa panas, berkeringat, dan jantung berdebar (hot flushes).
Gejala ini dapat ditangani dengan mengenakan pakaian tipis berbahan katun,
serta menghindari faktor pemicu berupa kafein, minuman panas, makanan
pedas, minuman keras, serta stres. Langkah ini juga berguna untuk menangani
gejala berkeringat pada malam hari.
2. Menerapkan pola makan yang seimbang (perbanyak serat dengan
mengonsumsi buah serta sayur) dan teratur berolahraga. Selain mencegah
kenaikan berat badan yang cenderung mengiringi masa menopause, langkah
ini juga berguna untuk menguatkan tulang agar tidak mudah keropos.
Terapi penggantian hormon estrogen hanya dianjurkan bagi wanita yang telah
menjalani operasi pengangkatan ovarium dan rahim karena estrogen dapat
meningkatkan risiko kanker rahim. Sedangkan terapi penggantian hormon kombinasi
(estrogen dan progesteron) diberikan bagi wanita yang masih memiliki rahim.
Penggunaan obat-obatan dalam terapi ini dapat dihentikan secara bertahap setelah
gejala-gejala menopause berakhir. Pada umumnya, durasi gejala menopause yang
dialami oleh seorang wanita adalah sekitar 4 tahun setelah menstruasi terakhir
(Permadi, 2013).
Terapi Sulih Hormon (TSH) atau saat ini disebut terapi hormone
merupakan terapi hormon estrogen untuk mengurangi gejala menopause, pada
wanita yang masih memiliki uterus maka terapi dikombinasi dengan
pemberian estrogen untuk melindungi lapisan endometrium. Estrogen yang
diberikan dapat secara oral, intravagina atau transdermal.sedangkan
progesteron cara pemberiannya dapat secara oral, transdermal maupun
diberikan bersama alat intrauterine (Mirena, Bayer Schering). Pada terapi
hormon, regimen estrogen diberikan setiap hari, dengan diselingi pemberian
progesteron ataupun juga diberikan setiap hari. Tibolone adalah obat steroid
sintetik dengan efek estrogenik, androgenik dan progesterogenik yang dapat
juga digunakan pada terapi hormone (Prawirohardjo, 2003).