You are on page 1of 23

PORTOFOLIO

DEPRESI

Disusun sebagai syarat kelengkapan program dokter internship


oleh :

dr. Bima Akhmad Angsar

Pendamping :

dr. Sjenny Sp.KJ

RSUD Blambangan
Kabupaten Banyuwangi
Provinsi Jawa Timur
2017
No. ID dan Nama Peserta : dr. Bima Akhmad Angsar
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Blambangan
Topik : Depresi
Tanggal (kasus): 15 November 2016
Nama Pasien: Ny. S No RM: 148223
Tanggal Presentasi: Pendamping:
dr. Sjenny Sp.KJ
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pu
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Rema Dewasa Lansi
ja a m
Deskripsi: Ny. H, 50 tahun dengan sulit membuka mulut dan kulit mengelupas seluruh bada
Tujuan: Melakukan tatalaksana awal kasus dan tatalaksana lanjutan sesuai dengan kriteria diagnosis
ditegakkan
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Aud
Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos

Data pasien Nama: Ny. S No RM: 148223


Nama Rumah sakit: RSUD Blambangan Telp: (0333) 421118
Data utama untuk bahan diskusi

Diagnosis/ Gambaran Klinis/Laboratoris/Radiologis:


ANAMNESIS
Keluhan Utama: Susah tidur
Riwayat penyakit sekarang :

Menurut pengakuan os, sejak kurang lebih 5 hari os susah tidur, keluhan susah t
sebenarnya sudah dialami sejak 9 tahun yang lalu setelah melahirkan anak ke-dua. Sering
kurang lebih 2 kali dalam sebulan yaitu sebelum dan sesudah haid dan setelah melahirkan. O
bisa tidur sekitar 1 jam menjelang subuh. Saat tidak bisa tidur os melakukan kegiatan
membaca buku, berzikir tetapi os tetap tidak bisa tidur. Karena tidak bisa tertidur os meras
asa terhadap gangguan tidur yang dialaminya. Os menjadi mudah lemas, gelisah, cemas , ras
mudah tersinggung dan jengkel. Os sering merasa jantung berdebar, tengkuk terasa pegal, n
hati dan sakit perut. Menurut os jika ia bisa tidur keluhan-keluhan tersebut menghilang. Os ti
mengamuk, bicara kacau maupun bicara dan tertawa sendiri. Os tidak ada mendengar bisika
dulu waktu os pertama kali mengalami keluhan sekitar 9 tahun yang lalu os pernah
mendengar bisikan yang berisi suruhan bunuh diri dan bila mau tidur os merasa dilempari
batu oleh beberapa orang anak kecil. Menurut os tidak punya masalah dalam keluarga, hu
dengan suami dan anak-anak baik-baik saja dan os merasa tidak ada masalah dengan tetan
memang tidak terlalu dekat dengan tetangga. Saat ini os masih bisa melakukan pekerjaan
hari- hari walaupun kurang bergairah.Riwayat penyakit dahulu : Penderita mengatakan
sebelumnya pernah mengalami sakit serupa

Riwayat DM (-), riwayat Hipertensi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa

Riwayat Pengobatan : Pasien sering minum jamu pegel linu

Riwayat Sosial : merokok (-), alcohol (-)

a. PEMERIKSAAN FISIK (5 November 2016)


Keadaan umum : lemah
Kesadaran : GCS 4-5-6
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Heart Rate : 78 x/m
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu badan : 36,5C

Kepala :

Bentuk : normochepal

Rambut : lurus warna hitam

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga : sekret -/-, bau -/-, perdarahan -/-

Hidung : sekret -/-, bau -/-, perdarahan -/- ,

Mulut : sianosis (-), krusta tebal +

Bibir : sianosis (-), oedema (-), perdarahan (),

Mukosa : pucat (+), hiperemia (-), perdarahan (-) kering (+)

Leher :
Bentuk : simetris

Pembesaran KGB : (-)

Kaku kuduk : (-)

Thorak :

Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus sordis tidak teraba

Perkusi : redup

Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru :

Dextra Sinistra
Anterior I = simetris, retraksi (-) I = simetris, retraksi (-)
P = fremitus raba (+), dBN P = fremitus raba (+), dBN
P = sonor P = sonor
A = rh (-), wh (-) A = rh (-), wh (-)
Posterior I = simetris, retraksi (-) I = simetris, retraksi (-)
P = fremitus raba (+), dBN P = fremitus raba (+), dBN
P = sonor P = sonor
A = rh (-), wh (-) A = rh (-), wh (-)

Abdomen :

Inspeksi: flat, spider navi ()

Auskultasi : bising usus (-) menurun


Palpasi: defans muscular (), distensi abdomen (-)

Perkusi: hipertimpani (-)

Ekstrimitas :

Akral hangat, CRT > 2

Status Neurologis

1. GCS : 4-5-6

2. MS : Kaku kuduk (-), Babinski (-)

3. NC :

N.III: Isokor, 3mm / 3mm. RC +/+

4. MOTORIK : dbn

5. SENSORIK : dbn

6. AUTONOM : BAK (+) , BAB (+)

I. STATUS MENTAL

A. DESKRIPSI UMUM

1. Penampilan

Pada saat datang ke Poliklinik Jiwa RSUD Ulin tanggal 27 Januari 2010

Seorang perempuan, sesuai usia, berperawakan agak gemuk, berambut lurus

Penderita menggunakan baju kaos lengan panjang berwarna abu-abu dengan celana jeans

warna biru malam. Penderita datang bersama suami dan anak bungsunya.

2. Kesadaran

Baik, kompos mentis

3. Perilaku dan aktifitas psikomotor

Normoaktif
4. Pembicaraan

Koheren.

5. Sikap terhadap pemeriksa

Kooperatif

6. Kontak psikis

Kontak ada, wajar dan dapat dipertahankan.

B. KEADAAN AFEKTIF, PERASAAN, EKSPRESI AFEKTIF SERTA EMPATI

1. Afek : Hipothym

2. Ekspresi afektif : Sedih

3. Keserasian : appropriate

4. Empati : dapat dirasakan

C. FUNGSI KOGNITIF

1. Kesadaran : jernih

2. Orientasi

- Waktu : baik

- Orang : baik

- Tempat : baik

- Situasi : baik

3. Konsentrasi : baik
4. Daya ingat

- Segera : baik

- Jangka pendek : baik

- Jangka panjang : baik

5. Intelegensi dan pengetahuan umum : sesuai dengan taraf pendidikan dan usia.

6. Pikiran abstrak : baik

7. Kemampuan menolong diri sendiri baik

D. GANGGUAN PERSEPSI

1. Halusinasi : Tidak ada

2. Depersonalisasi/derealisasi : Tidak ada

E. PROSES PIKIR

1. Arus pikir

- Produktivitas : baik, pasien dapat menjawab apabila ditanya

- Kontuinitas : relevan, sesuai pertanyaan

- Hendaya berbahasa : tidak ada

2. Isi pikir

a. Preokupasi : tidak ada

b. Waham :tidak ada

Bentuk pikir

a. Autistik : tidak ada


F. PENGENDALIAN IMPULS

Terkendali

G. DAYA NILAI

1. Daya nilai sosial : tidak terganggu

2. Uji daya nilai : tidak terganggu

3. Penilaian realitas : tidak terganggu

H. TILIKAN

Tilikan derajat 5 : menyadari bahwa dirinya sakit dan gejala-gejala yang dideritan

kegagalan dirinya dalam penyesuaian sosial disebabkan oleh perasaan irrasionalnya atau ga

sendiri, tanpa menerapkan pengetahuan hal ini untuk masa yang akan datang.

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Autoanamnesa

-Os mengalami gangguan jiwa sejak 9 th yang lalu, sejak melahirkan anak ke duanya. Men

kelahiran anaknya normal tapi setelah 5 hari os mulai mengalami kesulitan tidur. Os sudah

dirawat di RSUD Banjarbaru dan RS Sari Mulya. Tapi dari pemeriksaan os tidak mengalam

apapun. Saat melahirkan anak ke tiga keluhan kembali kumat dan biasanya akan kambuh

lebih 2x dalam sebulan. Os mencoba berobat ke RS Sambang Lihum dan mendapatkan obat,

berkurang, namun setelah obat habis keluhan kambuh kembali, menurut os obat yan

diminumnya tidak mempan lagi, maka kemudian os memutuskan untuk berobat ke poliklinik
Ulin, os merasa cocok dengan obat yang diberikan, namun os tidak teratur control ulang

biaya.

-Os termasuk orang yang pendiam dan rajin bekerja.

-Tidak ada riwayat herediter dalam keluarga

-Keserasian : appropriate

-Empati : dapat dirasakan

-Kesadaran : jernih

-Orientasi W/T/O : baik

-Konsentrasi : baik

-Daya ingat : baik

-Halusinasi : Tidak ada

-Waham : tidak ada

-Tilikan derajat 5 : menyadari bahwa dirinya sakit dan gejala-gejala yang dideritanya atau ke

dirinya dalam penyesuaian sosial disebabkan oleh perasaan irrasionalnya atau gangguan

tanpa menerapkan pengetahuan hal ini untuk masa yang akan datang.

Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya


Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subyektif

Pasien datang ke IRD RSUD Blambangan tanggal 15 November


2016 dengan keluhan utama sulit tidur. Os mengalami gangguan jiwa
sejak 9 th yang lalu, sejak melahirkan anak ke duanya. Menurut os
kelahiran anaknya normal tapi setelah 5 hari os mulai mengalami
kesulitan tidur. Os sudah pernah dirawat di RSUD Genteng. Tapi dari
pemeriksaan os tidak mengalami sakit apapun. Saat melahirkan anak ke
tiga keluhan kembali kumat dan biasanya akan kambuh kurang lebih 2x
dalam sebulan. Os mencoba berobat ke RS PKU Muhammadiyah dan
mendapatkan obat, keluhan berkurang, namun setelah obat habis keluhan
kambuh kembali, menurut os obat yang telah diminumnya tidak mempan
lagi.

2. Obyektif

- Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan didapat tensi 120/70mmHg, nadi

78x/m reguler, respiration rate: 18x/m, dan temperatur aksila 36,50C.

Kesadaran compos mentis. Status psikiatri didapat

- Tidak ada riwayat herediter dalam keluarga

-Keserasian : appropriate

-Empati : dapat dirasakan

-Kesadaran : jernih

-Orientasi W/T/O : baik

-Konsentrasi : baik

-Daya ingat : baik

-Halusinasi : Tidak ada

-Waham : tidak ada

-Tilikan derajat 5 : menyadari bahwa dirinya sakit dan gejala-gejala yang


dideritanya atau kegagalan dirinya dalam penyesuaian sosial disebabkan

oleh perasaan irrasionalnya atau gangguan sendiri, tanpa menerapkan

pengetahuan hal ini untuk masa yang akan datang.

3. Assesment

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang


pasien ini di diagnosis dengan Gangguan Depresi
4. Plan
Diagnosis:
Terapi: A/P dr. Sjenny Sp.KJ
- Psikofarmaka : Clozaril 1 x 25 mg/hari
Stelasin 5 mg 2 x /hari
Trihexyphenidil 2 x 2 mg/hari
Sandapril 1x 50 mg/hari
- Psikoterapi : Support terhadap penderita dan terapi keluarga (Familial terapi),
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI DEPRESI


2.1.1 Definisi Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,
kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010).
Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat
disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik
neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP
(terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2002).
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang
ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya
penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari
seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan,
2010).
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan
perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam
beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas
sehari-hari (National Institute of Mental Health, 2010).
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan
munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan
bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan
konsentrasi (World Health Organization, 2010).
2.1.2 Klasifikasi Depresi
Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:
1. Gangguan depresi mayor
Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan dari nafsu makan
dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi,
perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya
2 minggu (Kaplan, et al, 2010).
2. Gangguan dysthmic
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala- gejala
dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2 tahun
atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan
depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat berinteraksi
dengan aktivitas sehari-harinya (National Institute of Mental Health, 2010).
3. Gangguan depresi minor
Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan depresi mayor dan
dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung lebih
singkat (National Institute of Mental Health, 2010).
4. Gangguan depresi psikotik
Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala, seperti: halusinasi
dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010).
5. Gangguan depresi musiman
Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada
musi semi dan musim panas (National Institute of Mental Health, 2010).

2.2 ETIOLOGI DEPRESI


Kaplan menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab depresi, yaitu:
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin
biogenik, seperti 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic
acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin, dan
cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait
dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin
dapat mencetuskan depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada
depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang
menurunkan konsentrasi dopamin seperti respirin dan penyakit dengan
konsentrasi dopamin menurun seperti Parkinson. Kedua penyakit tersebut
disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti
tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan,
2010). Adanya disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat
pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung
neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya
disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron
yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi
aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan
pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu
yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan
aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld, 2004). Hipersekresi Cortisol
Releasing Hormone (CRH) merupakan gangguan aksis HPA yang sangat
fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat
adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limbik atau adanya
kelainan pada
sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan,
2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan
marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan
organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik.
Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi
CRH (Landefeld, 2004).
b. Faktor genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara
anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat
(unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum.
Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar
monozigot (Kaplan, 2010).
c. Faktor psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah
kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Faktor psikososial yang
mempengaruhi depresi meliputi peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan,
kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif, dan
dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres,
lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode
selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang
peranan utama dalam depresi. Klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stresor
lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi
adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stresor psikososial yang bersifat
akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stresor kronis misalnya
kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan
interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi (Hardywinoto,
1999). Dari faktor kepribadian, beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat
pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi, sedangkan kepribadian
antisosial dan paranoid mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).

2.3 Patofisiologi Depresi


Depresi dan gangguan mood melibatkan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi. Konsisten dengan model diatesis-stres, depresi dapat
merefleksikan antara faktor-faktor biologis (seperti faktor genetis,
ketidakteraturan neurotransmitter, atau abnormalitas otak), faktor psikologis
(seperti distorsi kognitif atau ketidakberdayaan yang dipelajari), serta stressor
sosial dan lingkungan (sepreti perceraian atau kehilangan pekerjaan).
Faktor Potensial Pelindung
Sumber sumber daya
Coping
Dukungan sosial

Diatesis (+) Pengangguran


Kerentanan psikologis Perceraian
Kerentanan biologis Sosiokultural

Faktor Resiko
Gambar. Model diatesis-stres dari depresi (Nevid et al, 2005)

2.4 Manifestasi Klinik


Gejala-gejala dari gangguan depresi sangat bervarias, yaitu: (1) Merasa sedih dan
bersalah; (2) Merasa tidak berguna dan gelisah; (3) Merasa cemas dan kosong; (4) Merasa
mudah tersinggung; (5) Merasa tidak ada harapan; (6) Merasa tidak ada yang peduli.
Selain gejala-gejala tersebut, gejala lain yang dikeluhkan adalah hilangnya
ketertarikan terhadap sesuatu atau aktivitas yang dijalani; kekurangan energi dan adanya
pikiran untuk bunuh diri; gangguan berkonsentrasi, mengingat informasi dan membuat
keputusan; gangguan tidur yang menyebabkan tidak dapat tidur atau tidur terlalu sering;
kehilangan nafsu makan atau makan terlalu banyak; nyeri kepala, sakit kepala, keram perut,
dan gangguan pencernaan (Natioanl Institute of Mental Health, 2010).
Tingkat depresi dibagi menjadi 5 tingkat, yang akan dijelaskan di bawah ini:
1. Gangguan mood ringan dan depresi sedang ditandai dengan gejala depresi berkepanjangan
setidaknya 2 tahun tanpa episode depresi utama. Untuk dapat diagnosis depresi ringan-sedang
seseorang harus harus menunjukkan perasaan depresi ditambah setidaknya dua lainnya
suasana hati yang berhubungan dengan gejala.
2. Batas depresi borderline ditandai dengan gejala perasaan depresi yang berkepanjangan
disertai perasaan depresi lebih dari dua suasana hati yang berhubungan dengan gejala.
3. Depresi berat ditandai dengan gejala depresi utama selama 2 minggu atau lebih. Untuk
dapat didiagnosis depresi berat harus mengalami 1 atau 2 dari total 5 gejala depresi utama.
4. Depresi ekstrim ditandai dengan gejala depresi utama yang berkepanjangan. Untuk dapat
diagnosis depresi ekstrim mengalami lebih dari 2 dari total 5 gejala depresi utama.

2.5 Terapi Anti-Depresi


Pada terapi farmakologi menggunakan obat anti-depresi yang memiliki tiga generasi,
yaitu anti-depresi generasi pertama (MAO Inhibitor, antidepresi trisiklik), antidepresi
generasi kedua (golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors), dan antidepresi generasi
ketiga (golongan Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor). Perkembangan antidepresi
baru memang cukup pesat yang ditujukan untuk meminimalkan efek samping yang sering
terjadi pada antidepresi generasi pertama serta untuk meningkatkan khasiatnya.
2.5.1 Antidepresi Trisiklik
Imipramin suatu derivat dibenzazepin, dan amitriptilin derivate dibenzosikloheptadin,
merupakan antidepresi klasik yang karena struktur kimianya disebut antidepresi trisiklik.
Kedua obat ini paling banyak digunakan untuk terapi depresi; boleh dianggap sebagai
pengganti penghambat MAO yang tidak banyak digunakan lagi. Derivat dibenzazepin telah
dibuktikan dapat mengurangi keadaan depresi, terutama depresi endogen. Perbaikan
berwujud sebagai perbaikan suasana perasaan (mood), bertambahnya aktivitas fisik,
kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang lebih baik, serta
berkurangnya pikiran morbid. Obat ini tidak menimbulkan euforia pada orang normal.
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali neurotransmitter di
otak. Dari beraneka jenis antidepresi trisiklik terdapat perbedaan potensi dan selektivitas
hambatan ambilan kembali berbagai neurotransmitter. Ada yang sangat sensitif terhadap
norepinefrin, ada yang sensitive terhadap serotonin, dan ada pula yang sensitive terhadap
dopamin.
Berdasarkan rumus bangun kedua antidepresi klasik ini telah dicari antidepresi lain.
Sebagai derivate desmetil telah ditemukan desipramin (demetilasi imipramine) dan
nortriptilin (Demetilasi amitriptilin). Obat trisiklikyang mempunyai dua gugus metil
dinamakan amin tersier, sedangkan produk demetilasi dengan hanya satu gugus metil
dinamakan amin sekunder. Dengan mengubah beberapa unsur rumus bangun, tetapi dengan
mempertahankan gugus trisiklik, diperoleh obat: klomipramin, doksepin, opipramol, dan
trimipramin. Secara biokimia obat amin sekunder diduga berbeda mekanisme kerjanya
dengan obat amin tersier. Amin sekunder menghambat ambilan kembali norepinefrin,
sedangkan amin tersier menghambat ambilan kembali serotonin pada sinaps neuron. Hal ini
mempunyai implikasi antara lain bahwa depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih
responsif terhadap amin sekunder, sedangkan depresi kekurangan serotonin akan lebih
responsive terhadap amin tersier.
2.5.1.1 Imipramin
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet berlapius gula 10 dan 25 mg dan dalam bentuk
sediaan suntik 25 mg/2 ml. Dosis harus ditentukan untuk setiap kasus. Pada umumnya,
dimulai dengan 75 mg atau 100 mg terbagi dalam beberapa kali pemberian untuk dua hari
pertama, kemudian 50 mg tiap hari sampai dicapai dosis total harian 200-250 mg. Efek
umumnya mulai timbul setelah 2-3 minggu. Dosis yang memberikan efek antidepresi
dipertahankan selama beberapa minggu. Setelah mencapai efek yang diinginkan, dosis
dikurangi hingga 50-100 mg sehari dan dipertahankan selama 2-6 bulan, atau lebih. Pada
awal pengobatan mungkin diperlukan pemberian IM, baru setelah pasien lebih kooperatif,
dapat diberikan pengobatan oral.
2.5.1.2 Desmetilimipramin
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 25 mg. Dosis permulaan umumnya 3 kali 25 mg
sehari selama 7-10 hari. Dosis kemudian ditambahkan atau dikurangi sesuai dengan
kebutuhan. Dosis pemeliharaan 50 mg sehari dengan dosis maksimal per hari 200 mg.
2.5.1.3 Amitriptilin
Tersedia dalam bentuk tablet 10 dan 25 mg, dan dalam bentuk larutan suntik 100
mg/10 ml. Dosis permulaan 75 mg sehari dan ditinggikan sampai timbul efek terapeutik,
umumnya 150-300 mg sehari.
2.5.1.4 Efek Samping
Efek samping yang umum terjadi adalah pengeluaran keringat yang berlebihan. Obat
ini harus digunakan dengan hati-hati pada pasien glaucoma atau hipertrofi prostat.
Dibenzezapin menyebabkan perasaan lemah dan lelah menyerupai efek fenotiazin. Pasien
lanjut usia lebih sering menderita pusing, hipotensi postural, sembelit, sukar berkemih, edema
dan tremor. Imipramine serupa dengan fenotiazin menimbulkan ikterus kolestatik, gejala ini
hilang jika pengobatan dihentikan berdasarkan idiosinkrasi atau alergi.
2.5.2 Penghambat Ambilan Kembali Seretonin yang Selektif (SSRI)
Obat ini merupakan golongan obat yang secara spesifik menghambat ambilan serotonin
(Serotonin selective reuptake inhibitor). Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah
fluoksetin, paroksetin, sertraline, fluvoksamin, sitalopram dan S-sitalopram. Obat ini
merupakan inhibitor spesifik P450 isoenzim. Efek samping yang sering adalah mual,
penurunan libido dan fungsi seksual lainnya. Masa kerja obat ini panjang antara 15-24 jam,
fluoksetin paling panjang 24-96 jam. Paroksetin dan fluoksetin dapat meningkatkan kadar
antidepresi trisiklik berdasarkan hambatan enzim CYP.
2.5.2.1 Fluoksetin
Obat ini merupakan obat golongan SSRI yang paling luas digunakan karena obat ini
kurang menyebabkan antikolinergik, hampir tidak menimbulkan sedasi dan cukup diberikan
satu kali sehari. Dosis awal dewasa 20 mg.hari diberikan setiap pagi, bila tidak diperoleh efek
terapi setelah beberapa minggu, dosis dapat ditingkatkan 20 mg/hari hingga 30 mg/hari.
2.5.2.2 Sertralin
Suatu SSRI serupa fluoksetin, tetapi bersifat lebih selektif terhadap SERT (transporter
serotonin) dan kurang selektif terhadap DAT ( transporter dopamine). Sama dengan fluksetin
dapat meningkatkan kadar benzodiazepine, klozapin dan warfarin.
2.5.2.3 Flufoksamin
Efek sedasi dan efek antimuskarinik kurang dari fluoksetin. Obat ini cenderung
meningkatkan metabolit oksidatif benzodiazepine, klozapin, teofilin dan warfarin karena
menghambat CYP 1A2, CYP 2C19 dan CYP 3A3/4.
2.5.2.4 Paroksetin
Dimetabolisme oleh CYP 2D6, masa paruh 22 jam. Obat ini dapat meningkatkan
kadar klozapin, teofilin, dan warfarin. Iritabilitas terjadi pada penghentian obat secara
mendadak.
2.5.2.5 R-S-Sitalopram dan S-Sitalopram
Selektivitas terhadap SERT paling tinggi. Metabolism oleh CYP 3A4 dan CYP 2C19
meningkatkan interaksinya dengan obat lain.
2.5.3 Penghambat Mono-Amin-Oksidase
Mono-amin-oksidase (MAO) dalam tubuh berfungsi dalam proses deaminasi oksidatif
katekolamin di mitokondria. Proses ini dihambat oleh penghambat MAO karena terbentuk
suatu kompleks antara penghambat MAO dan MAO. Akibatnya kadar epinefrin, norepinefrin
dan 5-HT dalam otak naik.
Penghambat MAO tidak hanya menghambat MAO, namun enzim-enzim lain karena itu
obat ini mengganggu metabolisme banyak obat di hati. Penghambatan enzim ini sifatnya
irreversible. Penghambatan ini mencapai puncaknya dalam beberapa hari, tetapi efek
antidepresinya baru terlihat setelah 2-3 minggu. Sedangkan pemulihan metabolism
katekolamin baru terjadi setealh obat dihentikan 1-2 minggu.
Penghambat MAO digunakan untuk mengatasi depresi, namun penggunaannya sangat
terbatas karena toksik. Terkadang dapat dicapai efek yang baik, pasien menjadi aktif dan mau
berbicara. Keadaan ini mungkin berubah menjadi suatu keadaan mania. Hasil stimulasi psiko
oleh penghambat MAO tidak selalu baik, banyak keadaan depresi yang tidak dapat diubah
sama sekali.
Hipotensi dan hipertensi kedua-duanya terjadi. Hipertensi dapat disebabkan oleh
tertimbunnya katekolamin di dekat reseptor. Hipotensi mungkin terjadi karena penghambat
MAO mencegah penglepasan norepinefrin dari ujung saraf. Efek samping penghambat MAO
merangsang SSP berupa gejala tremor, insomnia dan konvulsi. Penghambat MAO dapat
merusak sel hati. Penghambat MAO jangan diberikan bersama makanan mengandung
tiramin, fenilpropanolamin, amfetamin, norepinefrin, dopamine, obat antihipertensi, dan
levodopa. Golongan obat ini jarang digunakan lagi karena telah ada obat yang lebih aman.
2.5.3.1 Isokarboksazid
Tersedia dalam bentuk tablet 10 mg. Dosis isokarboksazid tiga kali 10 mg sehari.
Efek terapi baru terlihat setelah 1-4 minggu.
2.5.3.2 Nialamid
Tersedia dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg. Sifat obat ini kurang toksik, tetapi juga
kurang efektif. Saat ini telah dikembangkan penghambat MAO tipe A yang lebih selektif
untuk pengobatan depresi, misalnya moklobemid.
2.5.3.3 Moklobemid
Menghambat MAO-A secara spesifik dan reversible. Aktivitas MAO sebesar 90%
berada di usus ialah tipe A. Jadi moklobemid menghambat deaminasi katekolamin setelah
pemberian 100 mg, 3,4-dihidroksifenil glikol dalam plasma jelas turun. Dalam uji klinik efek
antidepresi obat ini terlihat mulai hari ke-7 dosis rata-rata kurang lebih 300 mg/hari.
Berbeda dengan MAO yang tidak selektif misalnya tranilsipromin, moklobemid
kurang menyebabkan fenomena tiramin. Fenomena ini berupa terjadinya krisis hipertensi
pada pasien yang sedang diobati dengan MAO (yang tidak selektif) yang makan makanan
kaya akan tiramin, seperti keju. Tiramin yang masuk melalui makanan umumnya diinaktifkan
oleh MAO yang terdapat di mukosa usus dan hati. Pemberian penghambat MAO akan
mengakibatkan tiramin makanan mencapai vesikel saraf adrenergic kadar tinggi dan
perangsangan reseptor adrenergic secara berlebihan.
2.5.4 Senyawa lain
Obat-obat ini merupakan anti-depresi yang relative baru. Obati-obat ini merupakan
hasil dari usaha mendapatkan obat yang efek sampingnya lebih ringan dari anti-depresi
terdahulu.
2.5.4.1 Amoksapin
Antidepresi ini merupakan metabolit antipsikosis loksapin dan memiliki efek
antipsikosis. Gabungan efek antidepresi dan antipsikosis membuat obat ini cocok bagi pasien
psikosis dengan depresi. Namun, sama seperti antipsikosis lain obat ini dapat menimbulkan
gejala akatisia, parkinsonisme, amenore-galaktore dan dyskinesia tardif. Obat ini juga
menunjukkan efek sedasi dan antimuskarinik seperti antidepresi trisiklik. Dibandingkan
terhadap amitriptilin dan imipramine, obat ini jarang menimbulkan gejala takikardia dan
aritmia, tetapi tetap perlu hati-hati digunakan pada pasien dengan kelainan jantung, dan tidak
dianjurkan pemkaiannya pada pasien infark jantung.
Dosis dewasa 75 mg, dapat dinaikkan hingga 200 mg per hari diberikan dalam dosis
terbagi. Untuk pemeliharaan (maintenance, dianjurkan dosis terendah yang dapat
mempertahankan efek terapi. Pada pasien usia lanjut dan anak-anak, dosis awal 25-50
mg/hari, ditingkatkan hingga 100 mg/hari dalam dosis terbagi.
2.5.4.2 Maprotilin
Obat ini merupakan antidepresi tetrasiklik, namun memiliki profil farmakologi dan
klinik serta efektivitas yang mirip imipramin. Efek samping yang paling umum adalah kantuk
dan efek antikolinergik, tetapi tidak seberat yang disebabkan oleh amitriptilin. Rash terjadi
pada 3% pasien setelah 2 minggu pengobatan. Hipotensi dan takikardia tidak seberat pada
amitritiptilin dan imipramin, namun insidennya sama bagi ketiga obat tersebut karena itu
maprotilin pun harus digunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat infark jantung atau
kelainan-kelainan jantung.
Dosis oral awal pada pasien dewasa yang dirawat 100-150 mg/hari diberikan dalam
dosis terbagi secara bertahap ditingkatkan. Untuk pasien yang berobat jalan, dosis oral awal
dewasa 75 mg/hari diberikan dalam dosis tunggal atau terbagi selama 2 minggu, bila perlu
ditingkatkan secara betahap. Dosis tertinggi yang dianjurkan adalah 225 mg/hari.
2.5.4.3 Trazodon
Obat ini merupakan derivat triazolopiridin dengan struktur kimia yang berbeda dari
antidepresi trisiklik maupun tetrasiklik. Obat ini tidak memiliki sifat penghambatan MAO
atau efek seperti amfetamin. Trazodon menghambat ambilan serotonin di saraf, ambilan
norepinefrin dan dopamine tidak dipengaruhi. Efektivitas antidepresi hampir sama dengan
amitriptilin dan imipramin, karena efek sedasinya, trazodon berguna bagi pasien depresi
disertai ansietas.
Dosis oral bagi pasien dewasa di RS 150 mg/hari dalam dosis terbagi, dinaikkan 50
mg/hari tiap 3-4 hari. Bagi pasien depresi berat membutuhkan 400-600 mg/hari. Dosis awal
oral bagi pasien yang di luar RS, 150 mg/hari dalam dosis terbagi. Diberikan pada malam
hari, dapat dinaikkan 50 mg/hari setiap minggu terlihat perbaikan secara klinik. Pasien tua
dan anak-anak, dosis awal 25-50 mg/hari, dinaikkan hingga 100-150 mg/hari dalam dosis
terbagi bergantung kepada responya.
2.5.4.4 Bupropion
Obat ini memiliki struktur kimia mirip amfetamin. Seperti amfetamin, bupropion
diduga bekerja lewat efek dopaminergik. Walaupun obat ini dapat menimbulkan bangkitan
pada dosis tinggi, efek ini tidak terjadi pada dosis yang dianjurkan. Efek samping utama
berupa perangsangan sentra agitasi, ketidaktenangan, ansietas dan insomnia terjadi pada kira-
kira 2% pasien, efek samping lainnya yang dapat terjadi adalah mulut kering, migrain, mual,
muntah, konstipasi dan tremor. Bupropion tidak memperlihatkan efek antikolinergik dan
tidak menghambat MAO.
Dosis awal dewasa 100 mg 2 kali sehari, tergantung respons kliniknya dapat
ditingkatkan hingga 300 mg/hari, diberikan dalam dosis 100 mg per kali. Efek terlihat setelah
4 minggu atau lebih. Dosis dapat dinaikkan hingga 450 mg/hari diberikan dalam dosis
terbagi.
2.5.4.5 Mianserin
Obat ini merupakan antidepresi golongan tetrasiklik. Cara kerjanya tidak
mempengaruhi ambilan kembali amin biogenic tetapi meningkatkan norepinefrin di neuron
otak dengan jalan menghambat reseptor alfa adrenergik pada neuron prasipnatik. Dengan cara
ini, mianserin dapat merangsang pengeluaran norepinefrin di neuron otak. Dosis yang biasa
digunakan ialah 30-90 mg sehari. Untuk pasien yang belum pernah mendapatkan antidepresi,
obat ini diberikan dalam dosis rendah pada malam hari, dan secara progresif ditingkatkan.
Pasien yang telah sering memperoleh antidepresi dapat langsung diberikan dosis tinggi sekali
sehari di waktu malam. Pada hari pertama mianserin memperbaiki gangguan tidur, lebih
lanjut akan memperbaiki gangguan kecemasan dan terakhir baru memperbaiki gejala depresi.
2.5.4.6 Venlafaksin
Venlafaksin dan metabolit aktifnya O- desmetilvenlafaksin bekerja sebagai antidepresi
dengan menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin. Obat ini diindikasikan
untuk depresi yang berhubungan dengan sindrom ansietas, dan gangguan ansietas sosial.
Selain itu, obat ini juga efektif untuk gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pasca
trauma, gangguan panik dan gangguan disforik prahaid.
Profil keamanan obat ini cukup baik dibandingkan dengan antidepresi generasi
pertama. Beberapa efek samping yang sering dilaporkan adalah mual, pusing, somnolen,
insomnia, dan peningkatan tekanan darah (efek norepinefrin). Seperti efek antidepresi yang
mempengaruhi serotonin, obat ini juga menimbulkan penurunan libido. Dari beberapa studi
klinik, efikasi obat ini lebih baik dibanding fluokseting dengan efek samping yang kira-kira
sama.
DAFTAR PUSTAKA

Department of Health and Human Service. Depression and High School Students. National
Institute of Mental Health, 2010.

ISO, 2014, ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 48, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta
: 571-572.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Satu. Editor : Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta : Bina Rupa
Aksara : 113-129, 149-183.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Dua. Editor : Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta : Bina Rupa
Aksara.

Landefeld. 2004. Current Geriatric Diagnosis and Treatmet. USA : McGrow-Hill, 156-160.

Maslim. R., 2002. Gejala Depresi, Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari PPDGJ-
III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, 58-65.

Nevid, Jeffrey S., 2003, Psikologi Abnormal, Jakarta : Erlangga.

You might also like