You are on page 1of 33

MAKALAH HEMATOLOGI

ERITROSIT DAN INTERPRETASI DATA

Dosen :

Dra. Refdanita, MSi, Apt.

Disusun Oleh:

Nurwanda Hafsari (13330038)

Kelas :

A Reguler

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Taala Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang. Hanya dengan rahmat serta petunjuk-Nya, penulisan makalah
dengan judul : Eritrosit dan Interpretasi Data ini dapat diselesaikan.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Hematologi. Dengan selesainya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dra. Refdanita, MSi, Apt. selaku dosen mata kuliah Hematologi yang telah
memberikan bimbingan terkait mata kuliah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini
dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca.

April, 2016

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................ii

Daftar Isi........................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB 2 Pembahasan........................................................................................3

2.1 Istilah pada Transplantasi......................................................................3

2.1.1 Istilah khusus..................................................................................3

2.1.2 Istilah lain.......................................................................................4

2.2 Respon imun terhadap allograft............................................................7

2.2.1 Rekognisi Alloantigen....................................................................9

2.2.1.1 Rekonisi langsung (direct recognition) alloantigen..................12

2.2.1.2 Rekonisi tidak langsung (indirect recognition) alloantigen......14

2.2.2 Aktivasi limfosit alloreaktif .........................................................15

2.3 Mekanisme Effektor Rejeksi Allograft................................................18

2.3.1 Rejeksi hiperakut..........................................................................21

2.3.2 Rejeksi akut..................................................................................22

2.3.3 Rejeksi kronik...............................................................................25

2.4 Pencegahan dan Pengobatan Rejeksi Allograft...................................26

2.4.1 Immunosupresi untuk Mencegah atau Mengobati Rejeksi


Allograft................................................................................................26

2.4.2 Metode untuk Mengurangi Immunogenicity Allograft................30

2.4.3 Metode untuk Menginduksi Toleransi terhadap Donor................32


2.5 Organ yang dapat Ditransplantasikan..................................................33

BAB 3 Kesimpulan......................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu fungsi darah di dalam tubuh adalah sebagai alat transportasi. Di
dalam tubuh darah berperan dalam transport oksigen, karbon dioksida, zat makanan ,
metabolit- metabolit yang tidak diperlukan, mengatur suhu tubuh normal,
mempertahankan keseimbangan asam basa, mengatur keseimbangan air, mengatasi
infeksi, transport hormon untuk metabolisme dan transport metabolit- metabolit antar
jaringan. Jumlah darah dalam tubuh sekitar 5 -7 % dari berat badan. Pada wanita
angka ini sedikit lebih rendah. Plasma terdiri dari 91 -92% adalah air dan sisanya
merupakabn zat- zat yang larut didalamnya berupa protein, enzim, hormon, vitamin,
lipid, asam amino, dsb. Plasma darah ini merupakan system transport yang melayani
semua sel melalui medium cairan ekstraselular.

Darah berwarna merah karena adanya sel-sel darah merah. Sel darah
merah berbentuk bulat gepeng yang kedua permukaannya cekung. Sel darah
merah tidak memiliki inti sel dan mengandung hemoglobin. Eritrosit merupakan
bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan
pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Berbentuk Bikonkaf, warna merah disebabkan
oleh Hemoglobin (Hb) fungsinya adalah untuk mengikat Oksigen. Kadar 1 Hb inilah
yang dijadikan patokan dalain menentukan penyakit Anemia. Eritrosit berusia sekitar
120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di Limpa 4. Hemoglobin dirombak
kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).

Fungsi utama dari sel-sel darah merah (eritrosit) adalah mengangkut Hb yang
seterusnya akan membawa oksigen yang berasak dari paru- paru ke jaringan. Sel
darah merah normal berbentuk pelat, cekung ganda dan berdiameter 8 mikron.
Konsentrasi pada pria lebih besar daripada wanita.Menghitung sel-sel darah dari
ketiga jenis sel darah leukosit, eritrosit, dan trombosit dihitung jumlahnya persatuan
volume darah. Upaya itu biasanya dilakukan dengan menggunakan alat hitung
elektronik. Pada dasarnya alat semacam itu yang lazimnya dipakai bersama alat
pengencer otomatik memberi hasil yang sangat teliti dan tepat. Harga alat penghitung
elektronik mahal dan mengharuskan pemakaian dan pemeliharaan yang sangat
cermat. Selain itu perlu ada upaya untuk menjamin tepatnya alat itu bekerja dalam
satu program jaminan mutu (quality control). Cara-cara menghitung sel darah secara
manual dengan memakai pipet dan kamar hitung tetap menjadi upaya dalam
laboratorium (Gandasoebrata,R. 2007).

Kanker adalah suatu keganasan yang terjadi karena adanya sel dalam
tubuh yang berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebabkan
kerusakan bentuk dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. Kanker
kolorektal adalah kanker ketiga yang banyak terjadi di dunia dengan persentase
9,8% dari jumlah seluruh penderita kanker di dunia serta penyebab kematian
keempat pada pasien kanker di dunia. Berdasarkan jenis kelamin penderitanya
diseluruh dunia kanker kolorektal menempati posisi ketiga yang umum terjadi
pada pria (746.000 kasus atau sebesar 10%) dan posisi kedua pada wanita
(614.000 kasus, 9,2%). Prevalensi kanker kolorektal yang makin meningkat di
seluruh dunia menjadikannya sebagai salah satu masalah kesehatan global yang
serius. Pada tahun 2012, diperkirakan ditemukan 1,3 juta kasus baru dan
sebanyak 694.000 kasus meninggal dunia.

Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik
bergantung pada lokasi tumor. Gejala yang tidak spesifik ini yang menyebabkan
pasien kanker kolorektal terlambat didiagnosis dan menyebabkan tingginya
mortalitas pasien kanker kolorektal. Gejala umum pasien kanker kolorektal
adalah lelah dan lemas akibat anemia, nafas pendek, perubahan pola defekasi,
diare, konstipasi, feses berdarah, nyeri perut dan penurunan berat badan.

Anemia pada pasien kanker kolorektal sering dilaporkan dengan


prevalensi sebesar 51%. Kanker kolorektal adalah penyebab utama terjadinya
anemia pada keganasan non-hematologis sehingga anemia menjadi salah satu
tanda yang sering ditemukan pada pasien kanker kolorektal. Dilaporkan bahwa
faktor risiko anemia pada pasien kanker kolorektal adalah lokasi tumor, usia,
jenis kelamin, stadium klinik dan ukuran tumor. Anemia juga ditemukan sebagai
faktor yang mempengaruhi mortalitas pasien kanker kolorektal preoperatif.
Pasien kanker kolorektal yang mendapatkan tranfusi darah sebelum prosedur
operatif memiliki outcome yang buruk dibandingkan pasien yang tidak
mendapatkan tranfusi.
Terdapat beberapa penelitian yang membandingkan hasil pemeriksaan
laboratorium darah rutin menurut lokasi tumor keganasan kolorektal dengan
menggunakan variabel lokasi tumor, MCV (Mean Corpuscular Volume) dan/atau
kadar hemoglobin. Penelitian di RSUP Kariadi menunjukkan hasil terdapat
hubungan antara derajat anemia dengan lokasi tumor pada kanker kolorektal.
Anemia derajat ringan lebih banyak ditemukan pada keganasan di kolon sisi kiri
sedangkan anemia derajat sedang dan berat lebih sering ditemukan pada
keganasan di kolon sisi kanan. Penelitian lain yang membedakan nilai MCV dan
kadar hemoglobin berdasarkan lokasi tumor pada keganasan kolorektal
menunjukkan pasien dengan lokasi tumor di kolon kanan, memiliki kadar
hemoglobin dan nilai MCV dibawah normal dibandingkan dengan pasien dengan
lokasi tumor di kolon kiri.7 Selain itu, penelitian mengenai skrining kanker
kolorektal menunjukkan bahwa setiap penderita dengan anemia defisiensi besi
dengan hemoglobin < 11g% pada pria dan < 10g% pada wanita pasca
menopause serta nilai MCV < 78 fL merupakan nilai prediktif tinggi adanya
kanker kolorektal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan eritrosit ?
2. Berapa jumlah nilai normal eritrosit dalam darah?
3. Penyakit apa yang disebabkan oleh kelainan eritrosit ?
4. Bagaimana pemeriksaan klinik nilai eritrosit?
5. Bagaimana cara penatalaksanaan pada penyakit kelainan eritrosit ?
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa memahami apa yang dimaksud dengan eritrosit.
2. Agar mahasiswa mengetahui kadar kadar normal eritrosit dalam darah.
3. Agar mahasiswa mengetahui penyakit karena kelinan eritrosit.
4. Agar mahasiswa memahami cara pemeriksaan klinik kadar eritrosit.
5. Agar mahasiswa memahami cara penatalaksanaan pada penyakit kelainan
eritrosit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sel Darah Merah


Sel darah merah, eritrosit (en:red blood cell, RBC, erythrocyte) adalah jenis
sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan
tubuh lewat darah dalam hewan bertulang belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri
dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan
mengambil oksigen dari paru-paru dan insang, dan oksigen akan dilepaskan saat
eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal
dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel
darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf.
Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama
120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel).

Sel Darah Merah

2.1.1 Struktur Eritrosit

Sel darah merah (eritrosit) bentuknya seperti cakram/ bikonkaf dan tidak
mempunyai inti. Ukuran diameter kira-kira 7,7 unit (0,007 mm), tidak dapat
bergerak. Banyaknya kirakira 5 juta dalam 1 mm3 (41/2 juta). Warnanya kuning
kemerahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin,
warna ini akan bertambah merah jika di dalamnya banyak mengandung oksigen.
Jumlah eritrosit juga bervariasi, tergantung jenis kelamin , usia , dan ketinggian
tempat tinggal seseorang. Jumlah eritrosit pada laki-laki normal 5,1-5,8 juta per
mililiter kubik darah dan pada wanita normal 4,3-5,2 juta per mililiter kubik
darah. Orang yang hidup di dataran tinggi cenderung memiliki eritrosit yang lebih
banyak. Eritrosit dapat berkurang lebih banyak karena ada luka yang
mengeluarkan darah banyak dan penyakit anemia. Aktivitas seseorag akan
berpengaruh pada peredaran darah sehingga oksigen yang dilepas akan berbeda-
beda untuk setiap orang (Marieb 2004; Solomon at al. 2005).

2.1.2 Fungsi Eritrosit


Fungsi sel darah merah adalah mengikat oksigen dari paruparu untuk
diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan
tubuh untuk dikeluarkan melalui paruparu. Pengikatan oksigen dan karbon
dioksida ini dikerjakan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa dengan oksigen
yang disebut oksihemoglobin (Hb + oksigen 4 Hb-oksigen) jadi oksigen diangkut
dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin yang nantinya setelah tiba di jaringan
akan dilepaskan: Hb-oksigen Hb + oksigen, dan seterusnya. Hb tadi akan
bersenyawa dengan karbon dioksida dan disebut karbon dioksida hemoglobin (Hb
+ karbon dioksida Hb-karbon dioksida) yang mana karbon dioksida tersebut akan
dikeluarkan di paru-paru.
Ketika eritrosit berada dalam tegangan di pembuluh yang sempit, eritrosit
akan melepaskan ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk
berelaksasi dan melebar. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat
hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh
darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang
kekurangan oksigen.
Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah
merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di
dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan
dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.
Eritrosit juga mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida (CO) dan air,
karena eritrosit mengandung karbonat anhidrase dalam jumlah besar. Reaksi ini
memungkinkan darah bereaksi dengan CO dan mengangkutnya dari jaringan ke
paru-paru.
2.1.3 Pembentukan Eritrosit
Sel darah merah (eritrosit) diproduksi di dalam sumsum tulang merah,
limpa dan hati. Proses pembentukannya dalam sumsum tulang melalui beberapa
tahap. Mula-mula besar dan berisi nukleus dan tidak berisi hemoglobin kemudian
dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan siap diedarkan
dalam sirkulasi darah yang kemudian akan beredar di dalam tubuh selama kebih
kurang 114 - 115 hari, setelah itu akan mati.
Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua zat
yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk membuat eritrosit baru
dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat didalam eritrisit yang berguna
untuk mengikat oksigen dan karbon dioksida. Jumlah normal pada orang dewasa
kira- kira 11,5 15 gram dalam 100 cc darah. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan
laki-laki 13,0 mg%. Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya
terdiri dari asam amino dan memerlukan pula zat besi, sehingga diperlukan diit
seimbang zat besi. Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang,
demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila kedua-
duanya berkurang maka keadaan ini disebut anemia, yang biasanya disebabkan
oleh perdarahaan yang hebat, penyakit yang melisis eritrosit, dan tempat
pembuatan eritrosit terganggu.

Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis. Pada beberapa


minggu kehidupan embrio di dalam kandungan, eritrosit dihasilkan dari
kantong kuning telur. Beberapa bulan kemudian, pembentukan eritrosit terjadi
di hati, limfa, dan kelenjar limfa. Setelah bayi lahir eritrosit di bentuk oleh
sumsum tulang. Produksi eritrosit distimulasi oleh hormon eritropoietin. Kira-
kira di usia 20 tahun, sumsum bagian proksimal tulang panjang sudah tidak
lagi berproduksi. Sebagian besar eritrosit di hasilkan dari sumsum tulang
membranosa ( tulang belakang, dada, rusuk, dan panggul). Dengan
meningkatnya usia, sumsum tulang menjadi kurang produktif.

2.1.4 Eritrosit Pada Manusia

Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 m dan


ketebalan 2 m, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh
[13]
manusia. Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 fL (9 femtoliter) Sekitar
sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta molekul
hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme.

Orang dewasa memiliki 23 1013 eritrosit setiap waktu (wanita


memiliki 4-5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 4.5 5.9 (4.5
5.5) juta. Sedangkan orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar
oksigen yang rendah maka cenderung untuk memiliki sel darah merah yang lebih
banyak). Eritrosit terkandung di darah dalam jumlah yang tinggi dibandingkan
dengan partikel darah yang lain, seperti misalnya sel darah putih yang hanya
memiliki sekitar 4000-11000 sel darah putih dan platelet yang hanya memiliki
150000-400000 di setiap mikroliter dalam darah manusia.

Pada manusia, hemoglobin dalam sel darah merah mempunyai peran


untuk mengantarkan lebih dari 98% oksigen ke seluruh tubuh, sedangkan sisanya
terlarut dalam plasma darah.

Eritrosit dalam tubuh manusia menyimpan sekitar 2.5 gram besi, mewakili
sekitar 65% kandungan besi di dalam tubuh manusia.

2.1.5 Daur Hidup Eritrosit


Proses dimana eritrosit diproduksi dinamakan eritropoiesis. Secara terus-
menerus, eritrosit diproduksi di sumsum tulang merah, dengan laju produksi
sekitar 2 juta eritrosit per detik (pada embrio, hati berperan sebagai pusat
produksi eritrosit utama). Produksi dapat distimulasi oleh hormon eritropoietin
(EPO) yang disintesa oleh ginjal. Hormon ini sering digunakan dalam aktivitas
olahraga sebagai doping. Saat sebelum dan sesudah meninggalkan sumsum tulang
belakang, sel yang berkembang ini dinamai retikulosit dan jumlahnya sekitar 1%
dari seluruh darah yang beredar.
Eritrosit dikembangkan dari sel punca melalui retikulosit untuk
mendewasakan eritrosit dalam waktu sekitar 7 hari dan eritrosit dewasa akan
hidup selama 100-120 hari.
2.1.6 Kelainan-kelain pada Eritrosit
1) Polisitemia, yaitu peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi.
a) Polisitemia Relatif
Peningkatan konsentrasi sel darah merah tetapi tidak disertai peningkatan
jumlah masa total sel darah merah (karena dehidrasi dan
hemokonsentrasi).
b) Polisitemia Vera (Primer)
Peningkatan sel darah merah disertai peningkatan masa total sel darah
merah (akibat hiperaktivitas produksi sel darah merah oleh sumsum
tulang).
c) Polisitemia Sekunder
Merupakan polisitemia fisiologi (normal) karena merupakan respon
terhadap hipoksia.
2) Hiperbilirubinemia, merupakan peningkatan bilirubin darah yang berlebihan
ditandai dengan terjadinya ikterus, hal ini dapat diakibatkan karena :
a) Peningkatan penghancuran eritrosit.
b) Sumbatan saluran empedu.
c) Penyakit hati.
3) Anemia, kekurangan sel darah merah yang dapat disebabkan karena
hilangnya darah yang terlalu cepat atau produksi sel darah merah yang terlalu
lambat. Macam-macam penyakit anemia , yaitu :
a) Anemia Hemoragis
Anemia akibat kehilangan darah secara berlebihan. Secara normal cairan
plasma yg hilang akan diganti dalam waktu 1-3 hari namun dengan
konsentrasi sel darah merah yang tetap rendah. Sel darah merah akan
kembali normal dalam waktu 3-6 minggu.
b) Anemia Aplastika
Sumsum tulang yang tidak berfungsi sehingga produksi sel darah merah
terhambat. Dapat dikarenakan oleh radiasi sinar gamma (bom atom), sinar
X yang berlebihan, bahan2 kimia tertentu, obat2an atau pada orang2 dengan
keganasan.
c) Anemia Megaloblasitik
Vitamin B12, asam folat dan faktor intrinsik(terdapat pd mukosa lambung)
merupakan faktor2 yang berpengaruh terhadap pembentukan sel darah
merah. Bila salah satu faktor di atas tidak ada maka produksi eritroblas
dalam sumsum tulang akan bermasalah. Akibatnya sel darah tumbuh
terlampau besar dengan bentuk yang aneh, memiliki membran yg rapuh
dan mudah pecah.. ciri2 ini disebut sebagai Megaloblas. Dapat terjadi pada
:
Atropi mukosa lambung (faktor intrinsik terganggu)
Gastrektomi total (hilangnya faktor intrinsik)
Sariawan usus (absorbsi asam folat dan B12 berkurang)
d) Anemia Hemolitik
Sel darah merah yang abnormal ditandai dengan rapuhnya sel dan masa hidup
yg pendek (biasanya ada faktor keturunan).Contoh anemia hemolitik, yaitu :
Sferositosis, sel darah merah kecil, bentuk sferis, tidak mempunyai
struktur bikonkaf yg elastis (mudah sobek).
Anemia sel sabit, 0,3-10 % orang hitam di Afrika Barat dan Amerika
sel2nya mengandung tipe Hb yg abnormal (HbS), bila terpapar dengan
O2 kadar rendah maka Hb akan mengendap menjadi kristal 2 panjang di
dalam sel darah merah.. sehingga sel darah merah menjadi lebih
panjang dan berbentuk mirip seperti bulan sabit. Endapan Hb merusak
membran sel. Tekanan O2 jaringan yg rendah menghasilkan bentuk
sabit dan mudah sobek. Penurunan tekanan O2 lebih lanjut membentuk
sel darah semakin sabit dan penghancuran sel darah merah meningkat
hebat.
Eritroblastosis Fetalis, Ibu dengan Rh(-) yang memiliki janin Rh (+)
pada saat kehamilah pertama.. setelah ibu terpapar darah janin.. maka
ibu secara otomatis akan membentuk anti bodi terhadap Rh(+),
sehingga pada kehamilan yang ke dua anti Rh ibu akan
menghancurkan darah bayi, dan bayi akan mengalami anemia yg hebat
hingga meninggal.
Hemolisis karena malaria atau reaksi dengan obat-obatan.
e) Nutrional Anemia,
Anemia defisiensi besi (Fe).
Anemia defisiensi asam folat.
(akibat kekurangan asupan atau gangguan absorbsi GI track).
f) Anemia Pernisiosa
Vitamin B12 penting untuk sintesa DNA yang berperan dalam
penggandaan dan pematangan sel. Faktor intrinsik berikatan dengan B12
sebagai transport khusus absorbsi B12 dari usus. Anemia pernisiosa bukan
karena kekurangan Intake B12 melainkan karena defisiensi faktor intrinsik yg
mengakibatkan absorbsi B12 terganggu.
g) Renal Anemia
Terjadi karena sekresi eritropoietin dari ginjal berkurang akibat penyakit
ginjal.
2.1.7 Indeks Eritrosit
Indeks Eritrosit terdiri atas : isi / volume atau ukuran eritrosit (MCV :
Mean Corpuscular Volume atau Volume eritrosit rata rata), berat eritrosit
(MCH : Mean Corpuscular Hemogblobin atau Hemoglobin Eritrosit rata rata),
Konsentrasi eritrosit (MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration atau
kadar hemoglobin eritrosit rata rata), dan perbedaan ukuran (RDW : RBC
Distribution Width atau luas distrubusi eritrosit).
Indeks Eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasi anemia
atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia. Indeks
eritrosit dapat ditetapkan dengan dua metode, yaitu manual dan elektronik
(automatik) menggunakan hematology analyzer. Untuk dapat menghitung indeks
eritrosit secara manual diperlukan data kadar hemoglobin, hematokrit / PCV dan
hitung eritrosit. Indeks eritrosit bertujuan untuk :
Untuk mengetahui volume eritrosit rata-rata atau Mean Corpuscular
Volume (MCV).
Untuk mengetahui bobot hemoglobin di dalam eritrosit atau Mean
Corpuscular Hemoglobin (MCH).
Untuk mengetahui konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit atau
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC).
Untuk mengetahui kadar Hemoglobin, Hematokrit dan jumlah eritrosit.
Untuk mengetahui jenis kelainan eritrosit atau anemia dan membedakan
berbagai macam anemia.
2.1.8 Macm-macam Pemeriksaan Eritrosit
a) Volume Eritrosit Rata Rata (VER) atau Mean Corpuscular Volume
(MCV)
Volume rata-rata sebuah eritrosit dalam femtoliter (Fl), MCV
mengindikasikan ukuran eritrosit, yaitu : mikrositik (MCV lebih kecil
daripada normal), normositik (MCV normal), dan makrositik (MCV lebih
besar daripada normal).
Cara Perhitungan :
MCV (VER) = Nilai Hematokrit (Hmt) /Jumlah Eritrosit (AE) X 10 Fl
Nilai Normal : 82-92 Fl
Interpretasi Hasil :
- Penurunan MCV (VER) terjadi pada pasien anemia mikrositik,
Defisiensi besi, arthritis rheumatoid, talasemia, anemia sel sabit, HBC,
keracunan timah, dan radiasi.
- Peningkatan MCV (VER) terjadi pada pasein anemia aplastik, anemia
hemolitik, anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam folat, penyakit
hati kronis, hipotiroidisme, efek obat vitamin B12, antikonvulsan, dan
antimetabolik
b) Hemoglobin Eritrosit Rata Rata (HER) atau Mean Corpuscular
Hemoglobin (MCH)
MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit (peritrosit)
dalam pikogram (Pg). Derajat hemoglobinisasi sel dapat diperkirakan
dengan mengukur MCH dan dapat digambarkan sebagai memiliki
hemoglobin rata rata normal (normokromik) atau hemoglobin rata rata
kurang daripada normal (hipokromik).
Cara Perhitungan :
MCH (HER) = Kadar HB (g%)/Jumlah Eritrosit (AE) X 10 Pg
Nilai Normal : 27-31 Pg
Interpretasi Hasil :
- Penurunan MCH (HER) terjadi pada anemia mikrositik, dan
anemia hipokromik.
- Peningkatan MCH (HER) terjadi pada anemia makrositik-
normokromik (sferositosis), defisiensi besi.
c) Kadar Hemoglobin Eritrosit Rata Rata (KHER) atau Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit
dan merupakan hal penting dalam mengevaluasi anemia dan kelainan
hematologik lain. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia
hipokromik, defisiensi zat besi serta talasemia.
Cara Perhitungan :
MCHC (KHER) = Kadar HB (g%)/ Nilai Hematokrit (Hmt) X 100
Nilai Normal : 32- 37 %
Interpretasi Hasil :
- Penurunan MCHC terjadi pada anemia hipokromik dan talasemia.
- Peningkatan MCHC terjadi pada penderita defisiensi zat besi.
2.2 Kanker Kolorektal
Kanker kolorektal adalah jenis kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon)
atau rektum. Kanker ini umumnya bermula dari polip yang tumbuh di sepanjang
dinding permukaan dalam usus besar serta rektum. Polip atau jaringan yang
tumbuh ini biasanya jinak dan tidak menyebabkan gangguan. Kanker kolorektal
adalah kanker ketiga yang banyak terjadi di dunia dengan persentase 9,8% dari
jumlah seluruh penderita kanker di dunia serta penyebab kematian keempat pada
pasien kanker di dunia. Berdasarkan jenis kelamin penderitanya diseluruh dunia
kanker kolorektal menempati posisi ketiga yang umum terjadi pada pria (746.000
kasus atau sebesar 10%) dan posisi kedua pada wanita (614.000 kasus, 9,2%).
Prevalensi kanker kolorektal yang makin meningkat di seluruh dunia
menjadikannya sebagai salah satu masalah kesehatan global yang serius. Pada
tahun 2012, diperkirakan ditemukan 1,3 juta kasus baru dan sebanyak 694.000
kasus meninggal dunia.
2.2.1 Gejala Kanker Kolorektal

Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak
spesifik bergantung pada lokasi tumor. Gejala yang tidak spesifik ini yang
menyebabkan pasien kanker kolorektal terlambat didiagnosis dan
menyebabkan tingginya mortalitas pasien kanker kolorektal. Gejala umum
pasien kanker kolorektal adalah lelah dan lemas akibat anemia, nafas pendek,
perubahan pola defekasi, diare, konstipasi, feses berdarah, nyeri perut dan
penurunan berat badan.

2.3 Anemia pada Kanker Kolorektal

Anemia pada pasien kanker kolorektal sering dilaporkan dengan


prevalensi sebesar 51%. Kanker kolorektal adalah penyebab utama terjadinya
anemia pada keganasan non-hematologis sehingga anemia menjadi salah satu
tanda yang sering ditemukan pada pasien kanker kolorektal. Dilaporkan bahwa
faktor risiko anemia pada pasien kanker kolorektal adalah lokasi tumor, usia,
jenis kelamin, stadium klinik dan ukuran tumor. Anemia juga ditemukan sebagai
faktor yang mempengaruhi mortalitas pasien kanker kolorektal preoperatif.
Pasien kanker kolorektal yang mendapatkan tranfusi darah sebelum prosedur
operatif memiliki outcome yang buruk dibandingkan pasien yang tidak
mendapatkan tranfusi

Terdapat beberapa penelitian yang membandingkan hasil pemeriksaan


laboratorium darah rutin menurut lokasi tumor keganasan kolorektal dengan
menggunakan variabel lokasi tumor, MCV (Mean Corpuscular Volume) dan/atau
kadar hemoglobin.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Latar Belakang Penelitian

Gejala klinis pasien kanker kolorektal dipengaruhi lokasi tumor. Anemia


merupakan salah satu gejala umum pada pasien kanker kolorektal. Kadar hemoglobin
dan nilai indeks eritrosit pada pasien kanker kolorektal dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Salah satu faktor yang signifikan adalah lokasi tumor.

3.2 Tujuan Penelitian


Untuk membuktikan hubungan indeks eritrosit dan kadar hemoglobin
terhadap lokasi tumor pada pasien kanker kolorektal di RSUP Kariadi.
3.3 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni sampai Juli 2010 di ruang Rekam
Medik RSUP Dr. Kariadi Semarang. Desain peneltian yang digunakan adalah
observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Variabel bebas pada
penelitian ini adalah lokasi tumor pada keganasan kolorektal yang dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kolon kanan (meliputi kolon asendens, fleksura hepatica dan kolon
transversum), dan kolon kiri (meliputi fleksura lienalis, kolon desendens, kolon
sigmoid, rektosigmoid dan rektum). Skala pengukurannya adalah nominal.
Sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah kategori hemoglobin.
Pengelompokan kadar hemoglobin berdasarkan kriteria National Cancer Institute
(NCI) Amerika. Kategori hemoglobin dibagi menjadi normal (>12 gram% untuk
perempuan dan >14 gram%), anemia derajat ringan (10-12 gram% untuk perempuan
dan 10-14 gram% untuk laki-laki), derajat sedang (Hb=8-9.9 gram%), derajat berat
(Hb=6.5-7.9 gram%), dan derajat mengancam jiwa (<6.5 gram%) jadi skala
pengukurannya adalah skala ordinal. Untuk indeks eritrosit dibagi menjadi 3 yaitu,
MCH, MCV dan MCHC. Kategori MCH dibagi 3 yaitu : rendah (<27 pg), normal
(27-33 pg) dan tinggi (>33 pg). Kategori MCV dibagi 3 yaitu : rendah (<80 fL),
normal (80-96 fL) dan tinggi (>96 fL). Kategori MCHC dibagi 3 yaitu : rendah (<33
% ), normal (33-36%) dan tinggi (>36%).
Data yang digunakan merupakan data sekunder dari rekam medik (RM)
pasien karsinoma kolorektal yang diperoleh dengan cara consecutive sampling.
Sampel penelitian ini adalah pasien karsinoma kolorektal (KKR) yang dirawat di
RSUP Dr. Kariadi dari bulan Januari 2010 sampai bulan Desember 2013 yang
memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi tersebut meliputi adanya data pada rekam
medik mengenai usia, jenis kelamin, lokasi tumor, penyakit komorbid, kadar
hemoglobin pasien dan nilai indeks eritrosit pasien. Sampel dieksklusi bila pada RM
didapatkan informasi bahwa pasien memiliki riwayat penyakit kronik, kelainan
hematologi seperti anemia hemolitik, anemia sideroblastik, thalassemia, kelainan
sumsum tulang dan riwayat keganasan yang lain. Pasien yang sudah pernah
menderita karsinoma kolorektal sebelumnya (kasus residif) dan pasien yang sudah
mendapatkan transfusi darah. Pasien yang sudah menjalani terapi untuk karsinoma
kolorektal, termasuk pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi juga disingkirkan.
Analisis data yang digunakan adalah metode analitik observasional dengan
menggunakan program SPSS 21.0 for windows. Uji hipotesis yang digunakan adalah
uji komparasi Chi-Square bila memenuhi syarat dan bila tidak, yang digunakan
adalah uji Kolmogorov-Smirnov sebagai alternatifnya. Data profil pasien kanker
kolorektal disajikan dalam bentuk table dan grafik.
3.4 Hasil Penelitian
Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek penelitian berupa usia, masa kerja, dan kadar hemoglobin dapat
dilihat pada Tabel .

Tabel 1. Karakteristik usia dan jenis kelamin subjek penelitian

Karakteristik n(%) rerata (SD)


(min-maks)
Jenis Kelamin
Pria 104 (58,8%)
Wanita 73 (41,2%)
Rerata Usia 50,85
13,392
(10-81)
Kelompok usia
40 tahun (muda) 39 (22%)

4160 tahun (baya) 95 (53,7%)


>60 tahun (tua) 43 (24,3%)

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa mayoritas pasien yang menjadi subyek
penelitian berjenis kelamin pria (58,8%). Rerata usia dari subyek penelitian adalah
50,85 13,392. Usia sampel paling muda adalah 10 tahun sedangkan sampel paling
tua berusia 81 tahun. Menurut kelompok usia, dibagi menjadi 3 kategori, kategori
golongan usia muda (40 tahun) sebanyak 39 sampel (22%), kategori usia baya (41
60 tahun) sebanyak 95 sampel (53,7%), dan kategori usia tua (>60 tahun) sebanyak
43 sampel (24,3%).

Tabel 2. Karakteristik hemoglobin dan indeks eritrosit subjek penelitian


Karakteristik n (%)
Hemoglobin
Normal 26

Anemia derajat ringan (14,7%)

Anemia derajat sedang 80


(45,2%)
Anemia derajat berat
48
Anemia mengancam jiwa
(27,1%)
15
(8,5%)
8
(4,5%)
MCH
Normal 79

Rendah (44,6%)

Tinggi 98
(55,4%)
0 (0%)
MCV
Normal 89

Rendah (50,3%)

Tinggi 88
(49,7%)
0 (0%)
MCHC
Normal 79

Rendah (44,6%)

Tinggi 98
(55,4%)
0 (0%)

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa mayoritas pasien kanker kolorektal yang
menjadi subyek penelitian termasuk dalam kategori anemia sebesar 85,3% , dan
subjek penelitian yang termasuk dalam kategori normal atau tidak anemia sebesar
14,7%. Menurut derajatnya, mayoritas subjek penelitian dalam kategori anemia
derajat ringan (45,2%), subjek penelitan yang termasuk dalam kategori anemia
derajat sedang sebesar 27,1% sedangkan subjek penelitian yang termasuk dalam
kategori anemia derajat berat sebesar 8,5% dan sisanya sebesar 4,5% mengalami
anemia derajat mengancam jiwa.

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa pasien kanker kolorektal yang menjadi
subyek penelitian dan memiliki nilai MCH di bawah normal sebesar 55,4%, dan
subjek penelitian yang termasuk dalam kategori MCH normal sebesar 44,6% dan
tidak ada subyek penelitian yang memiliki nilai MCH di atas nilai normal (0%).

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa pasien kanker kolorektal yang menjadi
subyek penelitian dan memiliki nilai MCV di bawah normal sebesar 49,7%, dan
subjek penelitian yang termasuk dalam kategori MCV normal sebesar 50,3% dan
tidak ada subyek penelitian yang memiliki nilai MCV di atas nilai normal (0%). Dari
tabel 2 dapat dilihat bahwa pasien kanker kolorektal yang menjadi subyek penelitian
dan memiliki nilai MCHC di bawah normal sebesar 55,4%, dan subjek penelitian
yang termasuk dalam kategori MCHC normal sebesar 44,6% dan tidak ada subyek
penelitian yang memiliki nilai MCHC di atas nilai normal (0%).

Tabel 3. Karakteristik lokasi tumor subjek penelitian


Lokasi Jumlah
Kanan 72 (40,7%)

Kiri 105 (59,3%)

Dari table 3dapat dilihat bahwa pasien kanker kolorektal yang lokasi tumor
berada di sisi kanan adalah sebesar 40,7% dan pasien kanker kolorektal dengan
lokasi tumor di sisi kiri sebesar 59,3%.
16,4% ,2%
23
11,3% 11,3%
7,3%
,7%
0,6%
27
1,7% 0,6%

Lokasi Tumor

60

50

40
Jumlah
30

20

10

0
Kolon Kolon Kolon
Fleksura Fleksura Kolon rectoig
ascende transver descend Rectum Anorecti
hepatica lienalis sigmoid moid
n sum en
Jumlah 49 3 20 1 20 29 13 41 1
Gambar 1. Proporsi Lokasi Tumor

Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa kolon ascenden merupakan lokasi tumor
terbanyak pada pasien kanker kolorektal yaitu sebesar 27,7% diikuti rectum dengan
persentase sebesar 23,2%. Lokasi tumor paling sedikit terdapat di fleksura lienalis
dan anorecti sebesar 0,6%.

Hubungan Lokasi Tumor dan Kadar Hemoglobin

Kategori

Tabel 4. Hubungan Lokasi Tumor dan Kadar Hemoglobin

Normal Anemia Anemia Anemia Anemia mengancam jiwa P

ringan Sedang berat


Kanan 12 26 18 10 6

Lokasi Kiri 14 54 30 5 2 0,028


Total 26 80 48 15 8
Hubungan kedua variabel tersebut diuji signifikansinya secara statistik dengan
uji Chi-square dalam table 2 x 5. Setelah dilakukan uji Chi-square terdapat 2 sel yang
memiliki nilai expected count kurang dari 5 (20%), sehingga syarat dilakukannya uji
Chi-square terpenuhi. Dari uji tersebut didapatkan nilai signifikansi p = 0,028
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lokasi tumor terhadap
hemoglobin pada pasien kanker kolorektal.

Hubungan Lokasi Tumor dan Nilai MCH

Kategori
P
Rendah Normal Tinggi

Tabel 5. Hubungan Lokasi Tumor dan Nilai MCH

Kanan 48 24 0

Lokasi Kiri 50 55 0 0,012

Total 98 79 0
Hubungan kedua variabel tersebut diuji signifikansinya secara statistik dengan
uji Chi-square dalam table 2 x 2. Setelah dilakukan uji Chi-square tidak terdapat sel
yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 (0%), sehingga syarat dilakukannya
uji Chi-square terpenuhi. Dari uji tersebut didapatkan nilai signifikansi p = 0,012
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lokasi tumor terhadap
nilai MCH pada pasien kanker kolorektal.

Hubungan Lokasi Tumor dan Nilai MCV

Kategori
P
Rendah Normal Tinggi

Tabel 6. Hubungan Lokasi Tumor dan Nilai MCV

Kanan 54 18 0

Lokasi Kiri 34 71 0 0,000

Total 88 89 0
Hubungan kedua variabel tersebut diuji signifikansinya secara statistik dengan
uji Chi-square dalam table 2 x 2. Setelah dilakukan uji Chi-square tidak terdapat sel
yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 (0%), sehingga syarat dilakukannya
uji Chi-square terpenuhi. Dari uji tersebut didapatkan nilai signifikansi p=0,000
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lokasi tumor terhadap
nilai MCV pada pasien kanker kolorektal.

Hubungan Lokasi Tumor dan Nilai MCHC

Kategori
P
Rendah Normal Tinggi

Tabel 7. Hubungan Lokasi Tumor dan Nilai MCHC

Kanan 42 30 0

Lokasi Kiri 56 49 0 0,551

Total 98 79 0
Hubungan kedua variabel tersebut diuji signifikansinya secara statistik dengan
uji Chi-square dalam table 2 x 2. Setelah dilakukan uji Chi-square tidak terdapat sel
yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 (0%), sehingga syarat dilakukannya
uji Chi-square terpenuhi. Dari uji tersebut didapatkan nilai signifikansi p=0,551
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lokasi tumor
terhadap nilai MCHC pada pasien kanker kolorektal.
3.5 Pembahasan
Lokasi tumor terbanyak dalam penelitian ini ditemukan di kolon ascenden
(27.68%). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian
di Amerika Serikat menunjukkan hasil rectum merupakan lokasi tumor terbanyak
pada pasien kanker kolorektal sebesar 38%. Penelitan di RSUP Dr. Kariadi di tahun
2010 juga menunjukkan 60% pasien kanker kolorektal, lokasi tumornya berada di
rectum.
Dalam penelitian ini, ditemukan 85,3% atau sebanyak 151 pasien kanker
kolorektal dalam keadaan anemia dan sisanya 14,7% atau sebanyak 26 pasien tidak
mengalami anemia. Hal tersebut serupa dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Beale et al dimana 69% pasien kanker kolorektal mengalami anemia.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Chao Hung Ho et al mendapatkan hasil
51% pasien kanker kolorektal dalam kondisi anemia. Perbedaan persentase anemia
pada pasien kanker kolorektal ini disebabkan perbedaan kriteria anemia sebagai
definisi operasional antara penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Beale et
al dan Chao Hung Ho et al. Dalam penelitian ini, titik potong antara anemia dan tidak
anemia pada pria adalah <14 g/dL dan wanita <12 g/dL sedangkan Beale et al
menentapkan batas <12,5 g/dL untuk pria dan <11,5 g/dL untuk wanita. Chao Hung
Ho et al menetapkan <12 g/dL untuk kedua jenis kelamin sebagai batas kriteria
anemia dan tidak anemia pada penelitiannya.
Penelitian ini memperoleh hasil pasien kanker kolorektal yang tidak masuk
dalam kategori anemia adalah sebesar 14,7%. Anemia derajat ringan lebih sering
ditemui pada pasien kanker kolorektal dengan lokasi tumor di kolon kiri (51,4%)
dibandingkan dengan kolon kanan (36,1%). Anemia derajat sedang lebih sering
ditemui pada pasien dengan lokasi tumor di kolon kiri sebesar 28,57% sedangkan
kolon kanan sebesar 25%. Anemia derajat berat dan derajat mengancam jiwa lebih
sering terjadi di kolon kanan dengan persentase masingmasing sebesar 13,88% dan
8,33% sedangkan pada pasien dengan lokasi tumor di sisi kiri sebesar 4,76% dan
1,9%. Hubungan antara lokasi dan kadar hemoglobin ini signifikan secara statistik
dengan nilai signifikansi p = 0,028 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan kadar hemoglobin dengan lokasi tumor pada pasien kanker kolorektal.
Penelitian oleh Luluk Qurrota Aini menunjukkan bahwa anemia derajat sedang dan
berat lebih sering ditemui pada pasien kanker kolorektal dengan lokasi tumor di sisi
kanan dibandingkan dengan yang kiri. Penelitian oleh Chao Hung Ho et al
menemukan sebanyak 74% pasien kanker kolorektal dengan lokasi tumor di kolon
kanan menderita anemia dan 44% pasien kanker kolorektal dengan lokasi tumor di
kolon kiri. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa lokasi tumor di kolon kanan
merupakan salah satu faktor yang signifikan terjadinya anemia pada pasien kanker
kolorektal. Penelitian oleh Spell et al menunjukkan bahwa 69% pasien kanker kolon
dengan lokasi tumor di sisi kanan mengalami anemia dan 44% pasien kanker kolon
dengan lokasi tumor di sisi kiri mengalami anemia. Penelitian oleh AlSaeed et al
menunjukkan bahwa pasien dengan lokasi tumor di sebelah kanan memiliki nilai
hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien dengan lokasi tumor di
kiri dengan nilai p=0,001. Hasil penelitian serupa juga didapatkan dari penelitian oleh
Saidi et al, dilaporkan pada 253 pasien kanker kolorektal bahwa tingkat kadar
hemoglobin pra operasi secara signifikan lebih rendah untuk lokasi tumor di sisi
kanan.
Dalam penelitian ini digunakan nilai indeks eritrosit yaitu MCH, MCV, dan
MCHC sebagai variabel tergantung dan lokasi tumor sebagai variabel bebas. Terdapat
hubungan yang signifikan antara lokasi tumor dan nilai MCH dengan nilai p = 0,012
dimana pasien kanker kolorektal dengan lokasi tumor di kolon kanan 66,66%
didapatkan nilai MCH rendah sedangkan pada paien dengan lokasi tumor di kolon
kiri 47,61% didapatkan nilai MCH rendah. Penelitian serupa dilakukan oleh Sadahiro
et al dimana lokasi tumor di kanan merupakan faktor yang menyebabkan gambaran
anemia mikrositik hipokromik dengan nilai MCH dan MCV di bawah batas normal.
Dalam penelitian ini, secara signifikan ditemukan hubungan antara lokasi
tumor dengan nilai MCV dengan nilai p = 0,000 dimana 75% pasien kanker
kolorektal sisi kanan didapatkan nilai MCV di bawah normal sedangkan hanya
32,38% pasien kanker kolorektal dengan lokasi tumor di sisi kiri didapatkan nilai
MCV di bawah normal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Spell et al dimana 55% pasien kanker kolorektal sisi kanan memiliki nilai MCV yang
rendah sedangkan hanya 22% pasien kanker kolorektal dengan lokasi tumor isi kiri
yang memiliki nilai MCV rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Beale et al, mayoritas pasien yang baru
didiagnosis kanker kolorektal berada dalam kondisi defisieni zat besi. Hal ini
dibuktikan dengan melakukan pengukuran serum ferritin dan saturasi tranferin pada
pasien yang didiagnosis kanker kolorektal melalui pemeriksaan fecal occult blood
screening. Hasil penelitiannya juga membuktikan bahwa pasien dengan kanker kolon
dengan lokasi tumor di sisi kanan mayoritas berada dalam kondisi defisiensi zat besi
(80%) dan 69% pasien kanker kolorektal dengan lokasi tumor di kanan mengalami
anemia defisiensi besi. Hal ini serupa dengan hasil yang didapatkan dari penelitian ini
dimana 75% pasien kanker kolorektal sisi kanan memiliki nilai MCV yang rendah.
Dalam penelitian ini nilai MCV digunakan karena nilai MCV pun dapat dijadikan
sebagai indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia dan anemia
penyakit kronis disingkirkan dan dalam penelitian ini penyakit kronik dan
thalassemia dimasukkan dalam kriteria eksklusi oleh peneliti.
Penelitian lain tentang anemia pada pasien kanker kolorektal menunjukkan
bahwa MCV dan MCHC rendah pada pemeriksaan laboratorium darah rutin pasien
kanker kolorektal dan menunjukkan morfologi eritrosit mikrositik hipokromik. Pada
penelitian ini ditemukan 55,36% pasien kanker kolorektal, tanpa mempertimbangkan
lokasi tumor, memiliki nilai MCHC di bawah normal. Namun seteleh dilakukan
analisis bivariat antara lokasi tumor sebagai variable bebas dan nilai MCHC sebagai
variable tergantung didapatkan nilai P = 0,551 yang memiliki arti tidak terdapat
hubungan antara lokasi tumor dan nilai MCHC. Dalam studi pustaka menyatakan
bahwa jika nilai MCV di bawah normal maka nilai MCHC pun juga turun di bawah
batas normal. Dalam penelitian oleh Storm et al, tanpa memperhatikan lokasi tumor,
didapatkan 22,44% pasien kanker kolorektal yang dalam kondisi anemia memiliki
nilai MCHC dibawah normal dan 31% pasien kanker kolorektal dalam kondisi
anemia memiliki nilai MCV kurang dari normal. Dalam penelitian ini, peneliti tidak
dapat menemukan adanya penelitian tentang hubungan antara lokasi tumor pasien
kanker kolorektal dengan nilai MCHC sehingga tidak dapat dibandingkan dengan
hasil penelitian sebelumnya.
Gejala pada pasien kanker kolorektal dipengaruhi oleh lokasi tumor. Pasien
kanker kolorektal dengan lokasi tumor di kolon kanan cenderung terlambat
didiagnosis. Hal ini disebabkan karena lumen kolon sisi kanan cenderung lebih besar
dibandingkan dengan kolon kiri. Feses yang berada di kolon kanan masih berbentuk
cair sehingga dengan lumen kolon yang besar dan feses yang melewatinya masih
berbentuk cair menyebabkan pasien dengan lokasi tumor di kolon kanan tidak
menunjukkan gejala yang khas. Anemia dapat terjadi pada pasien dengan lokasi
tumor di kanan karena lumen kolon yang besar membuat tumor leluasa untuk
tumbuh. Tumor yang besar ini dapat mengalami perdarahan kronik yang tidak kasat
mata karena darah sudah bercampur di dalam feses, hal ini berbeda dengan
perdarahan per rectal pada pasien dengan lokasi tumor di sisi kiri dimana darah
terdapat di permukaan feses tidak bercampur di dalamnya dan disadari oleh pasien.
Perdarahan semu kronik yang tidak disadari dan terus menerus ini yang dapat
menyebabkan anemia dan memperparah kondisi anemia pada pasien kanker
kolorektal. Selain itu, perdarahan kronik dapat menyebabkan defisiensi zat besi yang
menghasilkan nilai MCV dan MCH rendah pada pasien kanker kolorektal dengan
lokasi tumor di sisi kanan.

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

MCH dengan nilai p = 0,012 dimana pasien kanker kolorektal dengan lokasi
tumor di kolon kanan 66,66% didapatkan nilai MCH yang dapat diartikan rendah
merupakan faktor yang menyebabkan gambaran anemia mikrositik hipokromik
dengan nilai MCH dan MCV di bawah batas normal.
Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan terdapat hubungan antara lokasi
tumor dengan kadar hemoglobin, nilai MCH dan MCV. Namun tidak ditemukan
adanya hubungan antara lokasi tumor dengan nilai MCHC.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang lain serta
mengggunakan variabel yang bervariasi dan dalam skala numerik. Perlu dilakukan
penelitian kualitatif mengenai faktor-faktor risiko anemia pada pasien kanker
kolorektal.

Daftar Pustaka
1. Jong D. Buku Ajar Ilmu Bedah. In: Riwanto Ignatius, Hamami AH,
Pieter John, Tjambolang Tadjuddin Ahmadsyah Ibrahim. Usus Halus,
Appendiks, Kolon, dan Anorektum. Jakarta: EGC, 2013. 731-98.
2. WHO IAFRIC. Globocan 2012 Estimated Cancer Incidence,Mortality
and Prevalence Worldwide in 2012. 2012; v. 2013. [cited 2013 Nov 20].
Available from : http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx
3. Ho CH, Yu YB, Wu PH. The Prevalence of Iron Deficiency Anemia and
Its Clinical Implications in Patients with Colorectal Carcinoma. J Chin
Med Assoc 2008 [cited : 2013 Nov 25] ;71(3):119-22.
4. Aisyah S. Distribusi Derajat Anemia pada Pasien Kanker Kolorektal di
RSU Dr. Soedarso Pontianak Tahun 2007-2011. Jurnal UNTAN 2013
[cited : 2013 Nov 23]
5. Munoz Manuel, Ramirez G, Montanez EM ,Auerbach M. Perioperative
anemia management in colorectal cancer patient : A pragmatic approach.
World Journal Gasteroenterology 2013 [cited : 2014 Feb 25]
20(8):19721985.
6. Aini LQ. Hubungan derajat anemia sebagai faktor prediktif letak tumor
pada keganasan kolorektal. UNDIP Institutional Repository 2010.
7. Spell DW, Jones DV, Jr., Harper WF, David Bessman J. The value of a
complete blood count in predicting cancer of the colon. Cancer Detect
Prev 2004 [cited : 2013 Nov 25];28(1):37-42.
8. Indonesia. KKAK. Pengelolaan Karsinoma Kolorektal Suatu Panduan
Klinis Nasional.2006. Available from:
download.ikabdi.org/Panduan_KKR_(radioterapi_updated).do
9. http://serpihanilmuku.blogspot.co.id/2011/02/kelainan-kelainan-
pada-sel-darah-merah.html
10. http://dwiarnita.blogspot.co.id/2014/12/indeks-eritrosit.html
11. http://serpihanilmuku.blogspot.co.id/2011/02/kelainan-kelainan-
pada-sel-darah-merah.html
12. http://analiskesehatan-indonesia.blogspot.co.id/2012/05/nilai-
eritrosit-rata-rata-indeks.html

You might also like