Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Air mata memegang peranan penting dalam sistem penglihatan yang berfungsi untuk
melicinkandan sebagai lubrikasi pergesekan palpebra dan kornea, sebagai pelepasan sel
deskuamasi, dan suplai oksigen ke kornea. Air mata diatur dalam sistem lakrimal yang
terdirI dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar lakrimal dan sistem
ekskresi. Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi akibat
berbagai etiologi. Sistem eksresi lakrimal aberfungsi untuk mengalirkan air mata dari
kelenjar air mata menuju cavum nasal. Tersumbatnya aliran air mata secara patologis
menyebabkan terjadinya peradangan pada sakus lakrimal yang biasa disebut dengan
dakriosistitis.
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis akut
ditandai dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada regio kantus
medial, sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus lakrimal ditandai
dengan adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian sakus lakrimal dan disertai
dengan demam. Selain dakriosistitis akut dan kronis, terdapat bentuk khusus dakriosistitis
yaitu dakriosistitis kongenital yang berkaitan dengan embriologi.1,2
Dakriosistitis dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa. Dakriosistitis pada bayi
yang baru lahir hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada. Dalam kepustakaan lain
menyebutkan telah diderita oleh 6% bayi baru lahir. Pada orang dewasa biasanya terjadi
pada usia diatas 40 tahun dengan puncak insiden pada usia 60-70%. Dalam beberapa
penelitian menyebutkan bahwa wanita lebih banyak mengalami dakriosistitis yaitu sekitar
70-83% kasus, sedangkan dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara pria
dan wanita.1,2
Dakriosistitis yang tidak mendapat pengobatan dapat menyebabkan pecahnya
kantong air mata sehingga membentuk fistel. Selain itu, dapat terjadi abses kelopak mata,
ulkus, bahkan selulitis orbita.1,2 Oleh karena itu, pemahaman tentang dakriosistitis sangat
penting mengenai diagnosis dan penatalaksanaan dakriosistitis sehingga dapat dilakukan
penatalaksanaan yang tepat serta dapat mencegah terjadinya komplikasi. Terlebih lagi,
sebagai dokter layanan primer, Standar Kompetensi Dokter untuk penyakit dakriosistitis
adalah 3A yang berarti mampu membuat diagnosa klinik berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang dan melakukan terapi awal dan selanjutnya merujuk ke
spesialis yang relevan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem eksresi air mata mulai dari punctum lakrimalis yang terletak
medial dari bagian atas dan bawah kelopak mata. Bagian bawah
punctum terletak lebih lateral dibandingkan bagian atas. Setiap
puntum dikelilingi oleh ampula. Setiap punctum mengarah ke
3
kanalikuli yang tersusun dari epitel squamous non mucin, lalu air
mata akan masuk ke sakus lakrimalis yang terlihat sebagai
cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan
mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara pada meatus
nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki
panjang sekitar 12 mm atau lebih panjang. Duktus nasolakrimal
membuka ke dalam hidung melalui ostium.1,3
4
Gambar 2. Dakriosistitis Akut
2.3 Faktor Predisposisi dan Etiologi Dakriosistitis
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis
2,5
:
a. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau
koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
b. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
c. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
d. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
Staphylococcus aureus dan Streptococcus -haemolyticus merupakan penyebab
infeksi dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus dan
Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab infeksi dakriosistitis kronis.
Golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab
terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis. Sedangkan pada anak-anak sering
disebabkan oleh Haemophylus influenzae. 2,4,5,6
5
b. Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau
purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
c. Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk
suatu kista.1,4
6
zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak
obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test. Adapun masing-masing
pemeriksaan yang dilakukan yaitu: 1,2,4,5,6
a.
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.
b.
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah
itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien
diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue
didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.
c.
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada
Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian
kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan
ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak
ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir
sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas
dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya.
Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan
fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan
tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka
dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.
7
Gambar 4. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II
d.
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke
dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal.
e.
Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air
mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini,
punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke
dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebi dari 8 mm
berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti
ada obstruksi.
8
2.7 Diagnosis Banding Dakriosistitis
Adapun beberapa diagnosis banding dakriosistitis adalah:
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita
di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata
merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus
diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila
terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh
vena dengan edema papil. 1,2
b. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal
bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan
infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan. 1,2
9
adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan
langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan
bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal
dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter
telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang
panjang atau laser. 1,2,4,5,6
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan
dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma
minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi
kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena
operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass,
dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit). 1,2,4,5,6
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Benjolan keluar nanah pada kelopak mata kanan bawah
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
11
Riwayat Sosial
Penderita bekerja sebagai petani. Pasien sering menggaruk mata tanpa mencuci
tangan.
12
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Palpebra inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Benjolan Ada Tidak ada
Hiperemis Ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
Hiperemi Tidak Ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis Tidak ada Tidak ada
Hiperemi
- Konjungtiva Tidak Ada Tidak ada
- Silier Tidak ada Tidak ada
13
Iris
Warna Coklat Coklat
Koloboma Tidak ada Tidak ada
Sinekia anterior Tidak ada Tidak ada
Sinekia posterior Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Regularitas Reguler Reguler
Refleks cahaya langsung Positif Positif
Refleks cahaya konsensual Positif Positif
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Dislokasi/subluksasi Tidak ada Tidak ada
3.4 Resume
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan keluar nanah pada kelopak mata kanan
bawah sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan awalnya kecil dan semakin membesar,
kemudian benjolan tersebut pecah sendiri dan mengeluarkan nanah. Pada benjolan
tersebut dirasakan gatal dan nyeri. Setiap gatal dikatakan selalu keluar nanah. Benjolan
tersebut dikatakan setiap 3 bulan mengeluarkan nanah. Keluhan sudah sempat diobati
namun tidak kunjung membaik. Benjolan sudah pernah di operasi 3 bulan yang lalu
dan kini benjolan sudah mengecil tetapi masih sering mengalami keluhan yaitu keluar
nanah.. Pasien merupakan seorang petani kebiasaan pasien sering menggaruk mata
tanpa mencuci tangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik umum dalam batas normal.
Pemeriksaan Oftalmologi
OD Pemeriksaan OS
6/6 Visus 6/6
Benjolan, Hiperemis Pungtum lakrimal Normal
Hiperemis Palpebra Normal
Normal Konjungtiva Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Bulbi Tenang
Jernih Kornea jernih
Normal Kamera Okuli Anterior Normal
Bulat,regular,sentral Iris/Pupil Bulat, reguler, sentral
Positif Refleks Pupil Positif
Jernih Lensa Jernih
14
3.5 Diagnosis Banding
1. Dakriosistitis
2. Selulitis orbita
3. Hordeolum Eksterna
3.9 Prognosis
Dubius ad bonam
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki berusia 40 tahun datang dengan keluhan kelopak mata kanan bawah
terdapat benjolan dan mengeluarkan nanah sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya benjolan
tersebut kecil dan semakin membesar. Kemudian benjolan tersebut pecah sendiri dan
mengeluarkan nanah. Pada benjolan tersebut dirasakan gatal dan nyeri. Setiap gatal
dikatakan selalu keluar nanah. Benjolan tersebut dikatakan setiap 3 bulan
mengeluarkan nanah. Pasien juga mengeluhkan mata keluar air. Keluhan sudah sempat
diobati namun tidak kunjung membaik. Benjolan sudah pernah dioperasi 3 bulan yang
lalu dan kini benjolan sudah mengecil tetapi masih sering mengalami keluhan yaitu
keluar nanah.
Hasil ini sesuai dengan tinjauan pustaka, pada anamnesis didapatkan gejala umum
dari dakriosistitis adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada dakriosistitis akut,
pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora) yang menyebar ke
daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat
edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga
mengalami demam. Beberapa kasus juga terlihat mengalami konjungtivitis dan
selulitis. Jika sakus lakrimalis ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan benjolan dan hiperemis pada pungtum
lakrimal OD, hiperemis pada palpebra inferior OD. Pada kasus belum dilakukan
pemeriksaan fisik yang menunjang diagnosis dakriosistitis. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab
obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test
dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2%
sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan
probing test dan anel test. Pemeriksaan penunjang juga tidak dilakukan pada kasus.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosis dengan
OD Dakriosistitis. Pada tanggal 31/7/2015 dilakukan irigasi dan hasilnya lancar.
Kemudian dilakukan insisi. Pasien diterapi dengan Gentamicin ED (OD) 6 x gtt 1,
Amoksisilin 3x500 mg, Asam Mefenamat 3x500 mg. Hal ini sesuai dengan tinjauan
16
pustaka, untuk pengobatan dakriosistitis akut pada orang dewasa, dapat diterapi dengan
melakukan kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang
cukup sering. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500 mg p.o. tiap 6 jam) juga
merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk mengatasi
nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen). Bila
terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase.
17
BAB V
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas.S, Yulianti.S. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Sueiro, S et al. 2012. Dacryocystitis: Systemic Aprroach to Diagnosis and
Therapy. Current Infectious Disease Report: 13 (5).
3. Moore.K, Agur,A. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta. Hipokrates. Hal. 367-
378.
4. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [20 November 2010]
5. Anonim. 2015. Tear Duct Infection (Dacryocystitis). American. Harvard Medical
School. acc ad: www.patienteducationcenter.org/articles/tear-duct-infection-
dacryocystitis/
6. Riordan, P et al. 2011. Vaughan and Asburys: General Ophtalmology. America.
McGraw-Hill Companies.
19