You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

Air mata memegang peranan penting dalam sistem penglihatan yang berfungsi untuk
melicinkandan sebagai lubrikasi pergesekan palpebra dan kornea, sebagai pelepasan sel
deskuamasi, dan suplai oksigen ke kornea. Air mata diatur dalam sistem lakrimal yang
terdirI dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar lakrimal dan sistem
ekskresi. Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi akibat
berbagai etiologi. Sistem eksresi lakrimal aberfungsi untuk mengalirkan air mata dari
kelenjar air mata menuju cavum nasal. Tersumbatnya aliran air mata secara patologis
menyebabkan terjadinya peradangan pada sakus lakrimal yang biasa disebut dengan
dakriosistitis.
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis akut
ditandai dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada regio kantus
medial, sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus lakrimal ditandai
dengan adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian sakus lakrimal dan disertai
dengan demam. Selain dakriosistitis akut dan kronis, terdapat bentuk khusus dakriosistitis
yaitu dakriosistitis kongenital yang berkaitan dengan embriologi.1,2
Dakriosistitis dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa. Dakriosistitis pada bayi
yang baru lahir hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada. Dalam kepustakaan lain
menyebutkan telah diderita oleh 6% bayi baru lahir. Pada orang dewasa biasanya terjadi
pada usia diatas 40 tahun dengan puncak insiden pada usia 60-70%. Dalam beberapa
penelitian menyebutkan bahwa wanita lebih banyak mengalami dakriosistitis yaitu sekitar
70-83% kasus, sedangkan dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara pria
dan wanita.1,2
Dakriosistitis yang tidak mendapat pengobatan dapat menyebabkan pecahnya
kantong air mata sehingga membentuk fistel. Selain itu, dapat terjadi abses kelopak mata,
ulkus, bahkan selulitis orbita.1,2 Oleh karena itu, pemahaman tentang dakriosistitis sangat
penting mengenai diagnosis dan penatalaksanaan dakriosistitis sehingga dapat dilakukan
penatalaksanaan yang tepat serta dapat mencegah terjadinya komplikasi. Terlebih lagi,
sebagai dokter layanan primer, Standar Kompetensi Dokter untuk penyakit dakriosistitis
adalah 3A yang berarti mampu membuat diagnosa klinik berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang dan melakukan terapi awal dan selanjutnya merujuk ke
spesialis yang relevan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Lakrimalis


Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yaitu kelenjar lakrimalis
dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis lakrimalis, sakus
lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior. Kelenjar lakrimalis
terletak di temporo antero superior rongga orbita. Bagian utama
kelenjar ini mirip biji almond, yang terhubung dengan suatu
penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian posterior dari
palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata diproduksi dan
kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke
bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan disebar ke
seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata.1,3

Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase

Sistem eksresi air mata mulai dari punctum lakrimalis yang terletak
medial dari bagian atas dan bawah kelopak mata. Bagian bawah
punctum terletak lebih lateral dibandingkan bagian atas. Setiap
puntum dikelilingi oleh ampula. Setiap punctum mengarah ke

3
kanalikuli yang tersusun dari epitel squamous non mucin, lalu air
mata akan masuk ke sakus lakrimalis yang terlihat sebagai
cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan
mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara pada meatus
nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki
panjang sekitar 12 mm atau lebih panjang. Duktus nasolakrimal
membuka ke dalam hidung melalui ostium.1,3

2.2 Definisi dan Klasifikasi Dakriosistitis


Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada
duktus nasolakrimalis. Pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran
nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada
salurannya, misal adanya polip hidung.1,2,4,5
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga)
jenis 1-6, yaitu:
a. Akut
Morbiditas yang berat namun jarang menimbulkan kematian. Morbiditas yang
terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan penyebaran
infeksinya.
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan
terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga
sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis
orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital
dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat
sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia,
dan kegagalan perkembangan.

4
Gambar 2. Dakriosistitis Akut
2.3 Faktor Predisposisi dan Etiologi Dakriosistitis
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis
2,5
:
a. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau
koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
b. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
c. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
d. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
Staphylococcus aureus dan Streptococcus -haemolyticus merupakan penyebab
infeksi dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus dan
Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab infeksi dakriosistitis kronis.
Golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab
terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis. Sedangkan pada anak-anak sering
disebabkan oleh Haemophylus influenzae. 2,4,5,6

2.4 Patofisiologi Dakriosistitis


Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada
duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya
akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung. Obstruksi ini dapat
menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis
yang merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui
dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan tersebut antara
lain:
a. Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang
keluar hanyalah air mata yang berlebihan.

5
b. Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau
purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
c. Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk
suatu kista.1,4

2.5 Gejala Klinis Dakriosistitis


Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada
dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora)
yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus
lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak
mata dan pasien juga mengalami demam. Beberapa kasus juga terlihat mengalami
konjungtivitis dan selulitis. Jika sakus lakrimalis ditekan, maka yang keluar adalah
sekret mukopurulen.1,4,5
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang
berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang
ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret
yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu
dengan lainnya.1,2,4,5,6
Pada dakriosistitis kongenital mata pasien merah pada satu sisi, bengkak pada
daerah pangkal hidung, keluar air mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus
dan demam. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan
(epifora). 1,2,4,5,6

2.6 Diagnosis Dakriosistitis


Dalam menegakkan diagnosis dakriosistitis dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis untuk menggali gejala-gejala yang berkaitan
dengan dakriosistitis dan faktor risiko yang dimiliki oleh pasien. Pemeriksaan fisik
yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan
penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada
tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test,
fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan

6
zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak
obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test. Adapun masing-masing
pemeriksaan yang dilakukan yaitu: 1,2,4,5,6
a.
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.

Gambar 3. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri

b.
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah
itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien
diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue
didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.
c.
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada
Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian
kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan
ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak
ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir
sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas
dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya.
Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan
fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan
tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka
dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.

7
Gambar 4. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II

d.
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke
dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal.
e.
Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air
mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini,
punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke
dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebi dari 8 mm
berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti
ada obstruksi.

Gambar 5. Anel Test Gambar 6. Probing Test

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan


diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab
obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi
adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal. 1,2,4,5

8
2.7 Diagnosis Banding Dakriosistitis
Adapun beberapa diagnosis banding dakriosistitis adalah:
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita
di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata
merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus
diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila
terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh
vena dengan edema papil. 1,2
b. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal
bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan
infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan. 1,2

2.8 Penatalaksanaan Dakriosistitis


Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase
kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5%
atau azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari. 1,2,4,5,6
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres
hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering.
Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan
pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk mengatasi nyeri dan
radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu
dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena,
seperti cefazoline tiap 8 jam. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase.
Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi
dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara
pembedahan jika sudah tidak radang lagi. 1,2,4,5,6
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi
angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis

9
adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan
langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan
bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal
dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter
telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang
panjang atau laser. 1,2,4,5,6
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan
dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma
minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi
kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena
operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass,
dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit). 1,2,4,5,6

2.9 Komplikasi Dakriosistitis


Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata
sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan
selulitis orbita. Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen
superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik
pascaoperasi yang tampak jelas. 1,2,4,6

2.10 Prognosis Dakriosistitis


Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi
kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat,
sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi
internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam.
1,2,5

10
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama :IWO
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Payangan, Gianyar
Pekerjaan : Petani
Agama : Hindu
Suku Bangsa : Bali/ Indonesia

3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Benjolan keluar nanah pada kelopak mata kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kelopak mata kanan bawah terdapat benjolan keluar
nanah sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya terdapat benjolan tersebut kecil yang semakin
membesar. Kemudian benjolan tersebut pecah sendiri dan mengeluarkan nanah. Pada
benjolan tersebut dirasakan gatal dan nyeri. Setiap gatal dikatakan selalu keluar
nanah. Benjolan tersebut dikatakan mengeluarkan nanah setiapa 3 bulan. Pasien juga
mengeluhkan mata keluar air. Pandangan kabur dan mata merah disangkal oleh
pasien. Pasien sebelumnya tidak pernah menggunakan kacamata. Keluhan sudah
sempat diobati namun tidak kunjung membaik.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan


Sebelumnya pasien belum pernah menderita keluhan yang sama. Pasien sudah pernah
menjalani operasi 3 bulan yang lalu. Kini benjolan sudah mengecil tetapi masih
sering mengalami keluhan yaitu keluar nanah. Riwayat penyakit kronis disangkal
oleh pasien.

Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

11
Riwayat Sosial
Penderita bekerja sebagai petani. Pasien sering menggaruk mata tanpa mencuci
tangan.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 kali / menit
Temperatur aksila : 36,6 C

3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)

Gambar 7. Dakriosistitis pada mata kanan pasien

Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra


Visus 6/6 6/6
Refraksi/Pin Hole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Supra cilia
Madarosis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Palpebra superior
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak Ada

12
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada

Palpebra inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Benjolan Ada Tidak ada
Hiperemis Ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
Hiperemi Tidak Ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis Tidak ada Tidak ada
Hiperemi
- Konjungtiva Tidak Ada Tidak ada
- Silier Tidak ada Tidak ada

Perdarahan dibawah Tidak ada Tidak ada


konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pingueculae
Sklera
Warna Putih Putih
Pigmentasi Tidak ada Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Odem Tidak ada Tidak ada
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Keratik presifitat Tidak ada Tidak ada
Kamera okuli anterior
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dalam Dalam

13
Iris
Warna Coklat Coklat
Koloboma Tidak ada Tidak ada
Sinekia anterior Tidak ada Tidak ada
Sinekia posterior Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Regularitas Reguler Reguler
Refleks cahaya langsung Positif Positif
Refleks cahaya konsensual Positif Positif
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Dislokasi/subluksasi Tidak ada Tidak ada

3.4 Resume
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan keluar nanah pada kelopak mata kanan
bawah sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan awalnya kecil dan semakin membesar,
kemudian benjolan tersebut pecah sendiri dan mengeluarkan nanah. Pada benjolan
tersebut dirasakan gatal dan nyeri. Setiap gatal dikatakan selalu keluar nanah. Benjolan
tersebut dikatakan setiap 3 bulan mengeluarkan nanah. Keluhan sudah sempat diobati
namun tidak kunjung membaik. Benjolan sudah pernah di operasi 3 bulan yang lalu
dan kini benjolan sudah mengecil tetapi masih sering mengalami keluhan yaitu keluar
nanah.. Pasien merupakan seorang petani kebiasaan pasien sering menggaruk mata
tanpa mencuci tangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik umum dalam batas normal.

Pemeriksaan Oftalmologi
OD Pemeriksaan OS
6/6 Visus 6/6
Benjolan, Hiperemis Pungtum lakrimal Normal
Hiperemis Palpebra Normal
Normal Konjungtiva Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Bulbi Tenang
Jernih Kornea jernih
Normal Kamera Okuli Anterior Normal
Bulat,regular,sentral Iris/Pupil Bulat, reguler, sentral
Positif Refleks Pupil Positif
Jernih Lensa Jernih

14
3.5 Diagnosis Banding
1. Dakriosistitis
2. Selulitis orbita
3. Hordeolum Eksterna

3.6 Diagnosis Kerja


OD Dakriosistitis

3.7 Usulan Pemeriksaan


-
3.8 Terapi
Irigasi lancar (31/7/2015)
Incisi (tanggal 31/7/2015)
Gentamicin ED (OD) 6 x gtt 1
Amoksisilin 3x500 mg
Asam Mefenamat 3x500 mg

3.9 Prognosis
Dubius ad bonam

15
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki berusia 40 tahun datang dengan keluhan kelopak mata kanan bawah
terdapat benjolan dan mengeluarkan nanah sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya benjolan
tersebut kecil dan semakin membesar. Kemudian benjolan tersebut pecah sendiri dan
mengeluarkan nanah. Pada benjolan tersebut dirasakan gatal dan nyeri. Setiap gatal
dikatakan selalu keluar nanah. Benjolan tersebut dikatakan setiap 3 bulan
mengeluarkan nanah. Pasien juga mengeluhkan mata keluar air. Keluhan sudah sempat
diobati namun tidak kunjung membaik. Benjolan sudah pernah dioperasi 3 bulan yang
lalu dan kini benjolan sudah mengecil tetapi masih sering mengalami keluhan yaitu
keluar nanah.
Hasil ini sesuai dengan tinjauan pustaka, pada anamnesis didapatkan gejala umum
dari dakriosistitis adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada dakriosistitis akut,
pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora) yang menyebar ke
daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat
edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga
mengalami demam. Beberapa kasus juga terlihat mengalami konjungtivitis dan
selulitis. Jika sakus lakrimalis ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan benjolan dan hiperemis pada pungtum
lakrimal OD, hiperemis pada palpebra inferior OD. Pada kasus belum dilakukan
pemeriksaan fisik yang menunjang diagnosis dakriosistitis. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab
obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test
dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2%
sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan
probing test dan anel test. Pemeriksaan penunjang juga tidak dilakukan pada kasus.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosis dengan
OD Dakriosistitis. Pada tanggal 31/7/2015 dilakukan irigasi dan hasilnya lancar.
Kemudian dilakukan insisi. Pasien diterapi dengan Gentamicin ED (OD) 6 x gtt 1,
Amoksisilin 3x500 mg, Asam Mefenamat 3x500 mg. Hal ini sesuai dengan tinjauan

16
pustaka, untuk pengobatan dakriosistitis akut pada orang dewasa, dapat diterapi dengan
melakukan kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang
cukup sering. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500 mg p.o. tiap 6 jam) juga
merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk mengatasi
nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen). Bila
terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase.

17
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, pasien didiagnosis dengan dakriosistitis berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dalam anamnesis, pasien mengeluh terdapat benjolan
pada kelopak mata kanan bawah yang semakin membesar, nyeri, keluar nanah dan gatal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan dan hperemis pada pungtum lakrimal dan
palpebra inferioir dekstra didapatkan hiperemis. Irigasi dan insisi telah dilakukan pada
pasien saat mengalami dakriosistitis akut dan abses lakrimal. Setelah itu pasien diberikan
antibiotik lakoal dan oral serta analgetik. Hal ini telah sesuai dengan teori berdasarkan
berbagai kepustakaan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas.S, Yulianti.S. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Sueiro, S et al. 2012. Dacryocystitis: Systemic Aprroach to Diagnosis and
Therapy. Current Infectious Disease Report: 13 (5).
3. Moore.K, Agur,A. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta. Hipokrates. Hal. 367-
378.
4. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [20 November 2010]
5. Anonim. 2015. Tear Duct Infection (Dacryocystitis). American. Harvard Medical
School. acc ad: www.patienteducationcenter.org/articles/tear-duct-infection-
dacryocystitis/
6. Riordan, P et al. 2011. Vaughan and Asburys: General Ophtalmology. America.
McGraw-Hill Companies.

19

You might also like