You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang sering ditemukan pada
anak-anak dan ditandai dengan jumlah bakteri yang bermakna dalam urin.
Insidens ISK masih tinggi dan sebagai penyakit infeksi yang hanya ditandai
dengan panas badan, menempati urutan kedua penyakit infeksi yang paling sering
setelah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).1

Di Swedia insidens penyakit ini adalah 2,2% pada anak laki-laki dan 2,1%
pada anak perempuan usia 2 tahun. Angka rujukan ISK di Inggris meningkat
menjadi 2,8% pada anak laki-laki dan 8,2% anak perempuan usia 7 tahun dan
3,6% pada anak laki-laki dan 11,3% anak perempuan usia 10 tahun.2,3,4 Pada
masa preantibiotik, mortalitas ISK adalah 20%. Komplikasi akut pada anak sehat
saat ini jarang kecuali pada bayi yang dapat berkembang menjadi infeksi sistemik.
Komplikasi jangka panjang ISK adalah keadaan yang berhubungan dengan parut
ginjal yaitu hipertensi dan gagal ginjal kronik. Pada penelitian di Swedia selama
tahun 1950-1960 ditemukan anak dengan parut ginjal akibat pielonefritis
berkembang menjadi hipertensi sebanyak 23% dan penyakit ginjal terminal
sebanyak 10%.2

Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi dan tergantung pada umur, mulai
dengan asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak
terdeteksi baik oleh tenaga medis maupun oleh orangtua. Kesalahan dalam
menegakkan diagnosis (under diagnosis atau over diagnosis) akan sangat
merugikan. Under diagnosis dapat berakibat penyakit berlanjut ke arah kerusakan
ginjal karena tidak diterapi. Sebaliknya over diagnosis menyebabkan anak akan
menjalani pemeriksaan dan pengobatan yang tidak perlu. Bila diagnosis ISK
sudah ditegakkan, perlu ditentukan lokasi dan beratnya invasi ke jaringan, karena
akan menentukan tata laksana dan morbiditas penyakit.1
Diagnosis dan tata laksana ISK yang adekuat bertujuan untuk mencegah
atau mengurangi risiko terjadinya komplikasi jangka panjang seperti parut ginjal,
hipertensi, dan gagal ginjal kronik.1

Dalam literatur, sering dijumpai perbedaan dalam hal kriteria diagnostik,


tata laksana, rencana pemeriksaan penunjang, pemberian antibiotik profilaksis,
maupun pelaksanaan tindakan bedah pada ISK. Hal ini sering menjadi bahan
perdebatan.

Berikut beberapa kategori infeksi saluran kemih, yakni sebagai berikut:


1. Infeksi Saluran Kemih Primer : Berdasarkan gejala sistemik pada
infeksi saluran kemih ini maka ISK primer dapat dibagi menjadi 2
kategori sebagai berikut :
o ISK lokal dapat diterapi antibiotika lokal.

o ISK dengan beberapa gejala sistemik yang bisa diterapi secara


antibiotika sistemik seperti amoksilin.
2. Infeksi Saluran Kemih Sekunder : Infeksi saluran kemih yang
disebabkan oleh penyakit lainnya. ISK berulang sendiri merupakan
pertanda bahwa Infeksi saluran kemih tersebut termasuk dalam
kategori sekunder karena penanganan dan pengobatan ISK
sebelumnya tidak tepat. Penyebab penyakit infeksi saluran kemih
sekunder adalah diakibatkan oleh obstruksi saluran kemih seperti
pembesaran prostat, struktur uretra dan batu saluran kemih. Oleh
karena itu, penanganan dan pengobatan penyakit infeksi saluran
kemih sekunder haruslah berdasarkan penyebabnya yang perlu
diketahui.
Bakteri utama penyebab Infeksi saluran kemih adalah bakteri Escherichia
coli (E. coli) yang banyak terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon.
Wanita lebih rentan terkena ISK karena uretra wanita lebih pendek daripada uretra
pria sehingga bakteri ini lebih mudah menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu
oleh batu di saluran kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis
juga dapat menimbulkan batu.
Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga dapat
menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi cenderung hanya di
uretra dan sistem reproduksi. Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat
ditularkan secara seksual sehingga penanganannya harus bersamaan pada suami
dan istri.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Berdasarkan ada tidaknya komplikasi, ISK dibagi menjadi ISK
simpleks dan kompleks. ISK simpleks/ sederhana/ uncomplicated UTI
adalah terdapat infeksi pada saluran kemih tetapi tanpa penyulit (lesi)
anatomis maupun fungsional saluran kemih. ISK kompleks/ dengan
komplikasi/ complicated UTI adalah terdapat infeksi pada saluran kemih
disertai penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih
misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter, urolithiasis, parut
ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya.2
Berdasarkan letaknya, ISK dibagi menjadi ISK atas dan bawah.
ISK atas adalah infeksi pada parenkim ginjal atau ureter, lazimnya disebut
sebagai pielonefritis. ISK bawah adalah infeksi pada vesika urinaria
(sistitis) atau uretritis. Batas antara atas dan bawah adalah vesicoureteric
junction.2

B. ANATOMI dan FISIOLOGI


Kandung kemih, merupakan suatu ruang oto polos yang teridir dari
dua bagian utama yaitu bagian korpus yang merupakan bagian utama
kandung kemih dan tempat pengumpulan urin serta bagian leher berbentuk
corong yang merupakan perluasan bagian korpus kandung kemih, berjalan
kebawah dan kedepan menuju segitiga urogenital dan berhubungan dengan
uretra. Bagian bawah leher kandung kemih disebut juga uretra posterior
karena bagian ini berhubungan dengan uretra.8
Urin yang dikeluarkan dari kandung kemih pada dasarnya memiliki
komposisi yang sama dengan cairan yang mengalir keluar dari duktus
koligentes. Tidak ada perbedaan komposisi urin yang bermakna selama
mengalir menuju ke kandung kemih. Urin mengalir dari duktus koligentes
menuju kalies ginjal. Urin meregangkan kalies dan meningkatkan aktivita
pacemaker, yang kemudian akan memicu kontraksi peristaltik yang
menyebar ke pelvis ginjal dan kearah bawah di sepanjang ureter, dengan
demikian memaksa urin mengalir dari pelvis ginjal menuju ke arah
kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos yang dipersarafi oleh
saraf simpatis dan parasimpatis serta neuron dan serabut saraf pleksus
intramural yang meluas disepanjang ureter. 8

C. EPIDEMIOLOGI
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian
ISK tergantung pada umur dan jenis kelamin. 3
Prevalensi ISK pada neonatus berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan
meningkat menjadi 14% pada neonatus dengan demam, dan 5,3% pada
bayi. Pada bayi asimtomatik, bakteriuria didapatkan pada 0,3 hingga
0,4%.13 Risiko ISK pada anak sebelum pubertas 3-5% pada anak
perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan demam berumur
kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%. Data studi kolaboratif pada 7
rumah sakit institusi pendidikan dokter spesialis anak di Indonesia dalam
kurun waktu 5 tahun (1984-1989) memperlihatkan insidens kasus baru
ISK pada anak berkisar antara 0,1%-1,9% dari seluruh kasus pediatri yang
dirawat. Di RSCM Jakarta dalam periode 3 tahun (1993-1995) didapatkan
212 kasus ISK, rata-rata 70 kasus baru setiap tahunnya.3

D. ETIOLOGI
Sekitar 50% ISK disebabkan Escherichia coli, penyebab lain
adalah Klebsiella, Staphylococcus aureus, coagulase-negative
staphylococci, Proteus dan Pseudomonas sp. dan bakteri gram negatif
lainnya.
Penelitian di dalam negeri antara lain di RSCM Jakarta juga
menunjukkan hasil yang sama. Kuman lain penyebab ISK, yang sering
adalah Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka,
Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter aerogenes, dan
Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus. Pada ISK kompleks,
sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah seperti Pseudomonas,
golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau epidermidis.
Haemofilus influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai penyebab
ISK pada anak. Kuman ini tidak dapat tumbuh pada media biakan standar
sehingga sering tidak diperhitungkan sebagai penyebab ISK. 1,3
Bila penyebabnya Proteus, perlu dicurigai kemungkinan batu
struvit (magnesiumammonium- fosfat) karena kuman Proteus
menghasilkan enzim urease yang memecah ureum menjadi amonium,
sehingga pH urin meningkat menjadi 8. Pada urin yang alkalis, beberapa
elektrolit seperti kalsium, magnesium, dan fosfat akan mudah mengendap.4
Sebagian besar jenis E.coli tidak berbahaya dan merupakan bagian
yang penting dari saluran cerna manusia yang sehat karena berfungsi
menghasilkan vitamin K dan menjaga keseimbangan bakteri di usus.
Namun, beberapa jenis E.coli(disebut E.coli patogenik) dapat
menimbulkan penyakit infeksi, seperti infeksi pada kantung empedu,
saluran kemih, selaput otak, paru, dan saluran cerna. Infeksi infeksi
tersebut tidak hanya dapat disebabkan oleh E.coli, namun dapat juga
disebabkan bakteri jenis lain.

E. PATOFISIOLOGI
Awal terjadinya ISK adalah bakteri berkolonisasi di perineum pada
anak perempuan atau di preputium pada anak laki-laki. Kemudian bakteri
masuk kedalam saluran kemih mulai dari uretra secara asending. Setelah
sampai di kandung kemih, bakteri bermultiplikasi dalam urin dan melewati
mekanisme pertahanan antibakteri dari kandung kemih dan urin. Pada
keadaan normal papila ginjal memiliki sebuah mekanisme anti refluks
yang dapat mencegah urin mengalir secara retrograd menuju collecting
tubulus. Akhirnya bakteri bereaksi dengan urotelium atau ginjal sehingga
menimbulkan respons inflamasi dan timbul gejala ISK.4
Mekanisme tubuh terhadap invasi bakteri terdiri dari mekanisme
fungsional, anatomis dan imunologis. Pada keadaan anatomi normal,
pengosongan kendung kemih terjadi reguler, drainase urin baik dan pada
saat setiap miksi, urin dan bakteri dieliminasi secara efektif. Pada tingkat
seluler, bakteri dihancurkan oleh lekosit polimorfonuklear dan
komplemen. Maka setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
pertahanan normal tersebut dapat menyebabkan risiko terjadinya infeksi.7
Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas
darimikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada
saatmikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang biak
di dalammedia urin. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4
cara, yaitu :1,7
1.
Ascending
2.
Hematogen
3.
Limfogen
4.
Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi
ataueksogen sebagai akibat dari pemakaian intrumen.

Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending,


tetapi dari kedua cari ini ascending-lah yang paling sering terjadi :1

1. Hematogen

Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya


tahan tubuh yang rendah, karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau
pada pasien yang mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran
hematogen bisa juga timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat lain,
misalnya infeksi S. aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau tempat lain. M.
Tuberculosis, Salmonella, pseudomonas, Candida, dan Proteus sp
termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat menyebar secara hematogen.3

Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat


mengakibatkan infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus
dapat menimbulkan abses pada ginjal.

2. Infeksi Ascending
Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu :
a. Kolonisasi mikroorganisme pada uretra dan daerah introitus
vagina.
b. Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli.
c. Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung
kemih.
d. Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.

Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan


keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen)
sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan
keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang
menurun atau karena virulensi agent yang meningkat.5

a. Faktor host
Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam
saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
- Pertahanan lokal dari host
- Peranan sistem kekebalan tubuh yang terdiri dari imunitas selular dan
humoral

Pertahanan lokalsistem saluran kemih yang paling baik adalah


mekanisme wash out urin, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan
kuman-kuman yang ada di dalam urin. Gangguan dari sistem ini akan
mengakibatkan kuman mudah sekali untuk bereplikasi dan menempel pada
urotelium. Agar aliran urin adekuat dan mampu menjamin mekanisme
wash out adalah jika :7

- Jumlah urin cukup

- Tidak ada hambatan didalam saluran kemih

Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan gagal ginjal


menghasilkan urin yang tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadinya
infeksi saluran kemih. Keadaan lain yang dapat mempengaruhi aliran urin
dan menghalangi mekanisme wash out adalah adanya :
- Stagnansi atau stasis urin (miksi yang tidak teratur atau sering menahan
kencing, obstruksi saluran kemih, adanya kantong-kantong pada saluran
kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik misalnya pada divertikula,
dan adanya dilatasi atau refluk sistem urinaria.

- Didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai


tempat persembunyian kuman.7

b. Faktor agent (mikroorganisme)

Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di


permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui
reseptor yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya
terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu :

- Tipe pili 1, banyak menimbulkan infeksi pada sistitis.

- Tipe pili P, yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut.

Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk


antigen, menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim urease
yang dapat merubah suasana urin menjadi basa.

Sebagian besar kasus ISK disebabkan oleh bakteri Escherichia coli atau E.
coli yang umumnya hidup di dalam saluran cerna. Diperkirakan bakteri ini masuk
ke dalam saluran uretra seseorang ketika kurang baik dalam melakukan
pembersihan setelah buang air besar maupun kecil. Misalnya pada saat kertas
toilet yang dia gunakan untuk membersihkan anus turut menyentuh organ
kelaminnya, maka bakteri dapat masuk ke saluran kemih. Dalam kasus seperti ini
wanita lebih rentan terkena ISK karena jarak uretra dengan anus pada tubuh
mereka lebih dekat dan pintu uretra yang dekat dengan kandung kemih.
ISK juga bisa disebabkan oleh iritasi setelah berhubungan seksual dan
akibat terganggunya kinerja pengosongan urin oleh kondisi tertentu (misal, pada
sumbatan saluran kemih akibat batu ginjal).

F. KLASIFIKASI
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi
infeksi, dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan
menjadi ISK asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK
dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan
saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks.
ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik
yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik.
Sekitar 10-20% ISK yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau
sistitis baik berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang
disebut dengan ISK non spesifik.4,5
Membedakan ISK atas atau pielonefritis dengan ISK bawah
(sistitis dan urethritis) sangat perlu karena risiko terjadinya parut ginjal
sangat bermakna pada pielonefritis dan tidak pada sistitis, sehingga tata
laksananya (pemeriksaan, pemberian antibiotik, dan lama terapi) berbeda.
Untuk kepentingan klinik dan tata laksana, ISK dapat dibagi menjadi ISK
simpleks (uncomplicated UTI) dan ISK kompleks (complicated UTI).
ISK kompleks adalah ISK yang disertai kelainan anatomik dan
atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis ataupun aliran
balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat berupa RVU, batu
saluran kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, buli-buli neurogenik,
benda asing, dan sebagainya. ISK simpleks ialah ISK tanpa kelainan
struktural maupun fungsional saluran kemih. National Institute for Health
and Clinical Excellence (NICE) membedakan ISK menjadi ISK atipikal
dan ISK berulang. Kriteria ISK atipikal adalah; keadaan pasien yang sakit
berat, diuresis sedikit, terdapat massa abdomen atau kandung kemih,
peningkatan kreatinin darah, septikemia, tidak memberikan respon
terhadap antibiotik dalam 48 jam, serta disebabkan oleh kuman non E.
coli.
ISK berulang berarti terdapat dua kali atau lebih episode
pielonefritis akut atau ISK atas, atau satu episode pielonefritis akut atau
ISK atas disertai satu atau lebih episode sistitis atau ISK bawah, atau tiga
atau lebih episode sistitis atau ISK bawah.1,2

G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh
intensitas reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan
umur pasien. Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik,
umumnya ditemukan pada anak umur sekolah, terutama anak perempuan
dan biasanya ditemukan pada uji tapis (screening programs). ISK
asimtomatik umumnya tidak berlanjut menjadi pielonefritis dan prognosis
jangka panjang baik.1,6
Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak
mau minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Peningkatan suhu
tidakbegitu tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadang-kadang gejala klinik
hanya [-berupa apati dan warna kulit keabu-abuan (grayish colour).1,4
Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa
demam,penurunan berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang,
cengeng, kolik,muntah, diare, ikterus, dan distensi abdomen. Pada palpasi
ginjal anak merasakesakitan. Demam yang tinggi dapat disertai
kejang.Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam
yangtinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat
timbuldehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang
dan lebihringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa
polakisuria,disuria, urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit
perut, sakitpinggang, atau pireksia lebih jarang ditemukan.1
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil,
gejalasaluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada
umumnyamasih normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala
neurologis dapat berupairitabel dan kejang. Nefritis bakterial fokal akut
adalah salah satu bentukpielonefritis, yang merupakan nefritis bakterial
interstitial yang dulu dikenalsebagai nefropenia lobar.
Pada sistitis, demam jarang melebihi 38 0C, biasanya ditandai
dengannyeri pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa
frequensi,nyeri waktu berkemih, rasa diskomfort suprapubik, urgensi,
kesulitan berkemih,retensio urin, dan enuresis. 4

H. DIAGNOSIS
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin.
ISK serangan pertama umumnya menunjukkan gejala klinik yang
lebih jelas dibandingkan dengan infeksi berikutnya. Gangguan
kemampuan mengontrol kandung kemih, pola berkemih, dan aliran urin
dapat sebagai petunjuk untuk menentukan diagnosis. Demam merupakan
gejala dan tanda klinik yang sering dan kadang-kadang merupakan satu-
satunya gejala ISK pada anak.
Pemeriksaan tanda vital termasuk tekanan darah, pengukuran
antropometrik, pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih,
muara uretra, pemeriksaan neurologik ekstremitas bawah, tulang belakang
untuk melihat ada tidaknya spina bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK.
Genitalia eksterna diperiksa untuk melihat kelainan fimosis, hipospadia,
epispadia pada laki-laki atau sinekie vagina pada perempuan. Pemeriksaan
urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang terpenting. Oleh sebab itu
kualitas pemeriksaan urin memegang peran utama untuk menegakkan
diagnosis. 1
Urinalisis sampel urin segar dan tidak disentrifugasi (lekosituria >
5/LPB atau dipstickpositif untuk lekosit) dan biakan urin adalah
pemeriksaan yang penting dalampenegakkan diagnosis ISK. Diagnosis
ISK ditegakkan dengan biakan urin yangsampelnya diambil dengan urin
porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan bakteri >100.000 koloni/ml urin
dari satu jenis bakteri, atau bila ditemukan > 10.000 koloni tetapidisertai
gejala yang jelas dianggap ISK. Cara pengambilan sampel lain yaitu
melaluikateterisasi kandung kemih, pungsi suprapubik dan menampung
urin melalui sterilcollection bag yang biasa dilakukan pada bayi. Akurasi
cara pengambilan urin tersebutmemberikan nilai intepretasi yang
berbeda.Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan selain pemeriksaan rutin
adalah: kadarCRP, LED, LDH dan Antibody Coated Bacteria.

Berdasarkan gejalanya, ISK dapat dibagi menjadi dua, yaitu ISK


bagian bawah dan ISK bagian atas. ISK bagian bawah merupakan infeksi
yang terjadi pada uretra dan kandung kemih (sistitis). Gejala dari kondisi
ini meliputi rasa ingin selalu buang air kecil, nyeri atau perih saat buang
air kecil, warna urine yang keruh, dan bau urine yang tidak sedap.
Sedangkan ISK bagian atas merupakan infeksi yang terjadi pada ureter dan
ginjal. Gejala dari kondisi ini meliputi nyeri pada bagian
selangkangan, mual, dan demam.
I. PENATALAKSANAAN
Penanganan Infeksi Saluran Kemih yang ideal adalah: agens
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus
urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan v4gina.

J. Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :


- Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang
sesuai
- Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor
predisposisi.
Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut,
mencegah terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkhim ginjal. Jika
seorang anak dicurigai ISK, berikan antibiotik dengan kemungkinan yang
paling sesuai sambil menunggu hasil biakan urin, dan terapi selanjutnya
disesuaikan dengan hasil biakan urin. Pemilihan antibiotik harus
didasarkan pada pola resistensi kuman setempat atau lokal, dan bila tidak
ada dapat digunakan profil kepekaan kuman yang terdapat dalam
literatur.6,26 Umumnya hasil pengobatan sudah tampak dalam 48-72 jam
pengobatan. Bila dalam waktu tersebut respon klinik belum terlihat
mungkin antibiotik yang diberikan tidak sesuai atau mungkin yang
dihadapi adalah ISK kompleks, sehingga antibiotik dapat diganti. Selain
pemberian antibiotik, dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan.1,7
Penelitian tentang lama pemberian antibiotik pada sistitis
menunjukkan tidak ada perbedaan dalam outcome anak dengan pemberian
antibiotik jangka pendek dibandingkan dengan jangka panjang. Oleh
karena itu, pada sistitis diberikan antibiotik jangka pendek. Biasanya,
untuk pengobatan ISK simpleks diberikan antibiotik per oral selama 7
hari, tetapi ada penelitian yang melaporkan pemberian antibiotik per oral
dengan waktu yang lebih singkat (3-5 hari), dan efektifitasnya sama
dengan pemberian selama 7 hari.
Deteksi kelainan anatomi atau fungsional ginjal saluran kemih
dilakukan untukmencari faktor predisposisi terjadinya ISK dengan
pemeriksaan fisik danpencitraan. Dengan pemeriksaan fisik saja dapat
ditemukan sinekia vagina padaanak perempuan, fimosis, hipospadia,
epispadia pada anak laki-laki. Pada tulangbelakang, adanya spina bifida
atau dimple mengarah ke neurogenic bladder.
Pemeriksaan pencitraan sangat penting untuk melihat adanya
kelainananatomi maupun fungsional ginjal dan saluran kemih, yang
merupakan faktorrisiko terjadinya ISK berulang dan parut ginjal. Berbagai
jenis pemeriksaanpencitraan antara lain ultrasonografi (USG), miksio-
sistouretrografi (MSU),PIV (pielografi inravena), skintigrafi DMSA
(dimercapto succinic acid), CT-scanatau magnetic resonance imaging
(MRI). 3,4,6 Dulu, PIV merupakan pemeriksaanyang sering digunakan,
tetapi belakangan ini tidak lagi rutin digunakan padaISK karena berbagai
faktor antara lain efek radiasi yang multipel, risiko syokanafilaktik, risiko
nekrosis tubular akut, jaringan parut baru terlihat setelahbeberapa bulan
atau tahun, tidak dapat memperlihatkan jaringan parut pada permukaan
anterior dan posterior. PIV digunakan untuk kasus tertentu,misalnya untuk
melihat gambaran anatomi jika tidak jelas terlihat dengan USGdan
skintigrafi DMSA, misalnya ginjal tapal kuda.
Selain terapi kausal terhadap infeksi, pengobatan suportif dan
simtomatik juga perlu diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam
dan muntah. Terapi cairan harus adekuat untuk menjamin diuresis yang
lancar. Anak yang sudah besar dapat disuruh untuk mengosongkan
kandung kemih setiap miksi. Higiene perineum perlu ditekankan terutama
pada anak perempuan. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan
fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan dosis 7 10 mg/ kgbb/hari.
Perawatan di rumah sakit diperlukan bagi pasien sakit berat seperti demam
tinggi, muntah, sakit perut maupun sakit pinggang. 3

ISK pertama

(biakan Urin) Disangka ISK pertama dan


biakan urin sudah dilakukan

Anak
Neonatus

Bayi

Gejala sistemik Gejala saluran


kemih bawah

Rawat Inap Rawat Jalan


antibiotik I.V Antibiotik oral

Biakan Urin 48
jam sesuaikan
antibiotka
USG + MSU 24
minggu sesudah
terapi

Tindak lanjut untuk mencegah Pertimbangka PIV atau skan


infeksi

Gambar 1. Algoritme penanggulangan dan pencitraan anak dengan ISK

K. KOMPLIKASI
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan
meningitis. Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi,
gagal ginjal, komplikasi pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut
ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah mengalami episode pielonefritis
akut. Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara lain umur muda,
keterlambatan pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi
berulang, RVU, dan obstruksi saluran kemih .3

L. PROGNOSIS
Komplikasi yang ditimbulkan merupakan salah satu penentu
prognosis atau keadaan dari anak yang menderita infeksi saluran kemih.
Kerusakan ginjal merupakan salah satu komplikasi jangka panjang dari
kasus ISK. Akan tetapi, ISK bukan faktor utama penyebab komplikasi
renal.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah
suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus
Tessy, 2001)

2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri
pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)

3. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada
saluran kemih, yang bisebabkan oleh bakteri Eschericia coli. Penderita
ISK kebanyakan adalah wanita karena uretra wanita yang lebih pendek
sehingga bakteri kontaminan lebih mudah melewati jalur ke kandung
kemih.

4. Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:

Kandung kemih (sistitis)

uretra (uretritis)

prostat (prostatitis)

ginjal (pielonefritis)
DAFTAR PUSTAKA

1. Akram M, Shahid M, Khan AU. Etiology and antibiotic ressistance patterns


of community-acquired urinary tract infection. Annals of Clinical
Microbiology and Antimicrobials. 2009; 6(4): 1-7.
2. Rusdijas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Alatas H. Tambunan T,
Trihono PP, penyunting. Buku ajar Nefrologi anak. Jakarta: IDAI, 2012.
3. IDAI. 2011. Konsensus Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. UKK Nefrologi.
Jakarta.
4. Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto;2013.
5. Lambert H, Coultard M. The child with urinary tract infection. Dalam: Webb
NJA, Postlethwaite RJ, penyunting, Clinical Paediatric Nephrology, edisi ke-
3, Oxford, Oxford University Press, 2013.197-225.
6. Hasan R. dkk., Buku Kuliah 2, Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2010
7. Wilianti N.P., Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi
Saluran Kemih Pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP Dr. Kariadi Semarang
Tahun 2008, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, 2009
8. Guyton C arthrur, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11, EGC. Jakarta,
2009.

You might also like