You are on page 1of 149

URINE DAN PEMERIKSAANNYA 1

A. Pengertian
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang
diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari
dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan
untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang
disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan
tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan
urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam
ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya
dibuang keluar tubuh melalui uretra. Dari urin kita bisa
memantau penyakit melalui perubahan warnanya. Meskipun
tidak selalu bisa dijadikan pedoman namun ada baiknya kita
mengetahui hal ini untuk berjaga-jaga. Urin merupakan cairan
yang dihasilkan oleh ginjal melalui proses penyaringan darah.
Oleh karena itu kelainan darah dapat menunjukkan kelainan di
dalam urin.
Sistem urinary bertanggung jawab untuk berlangsungnya
ekskresi bermacam-macam produk buangan dari dalam tubuh.
Sistem ini juga penting sebagai faktor untuk mempertahankan
homeokinesis (homeositasis), yaitu suatu keadaan relatif konstan
dari lingkungan internal di dalam tubuh. Hal tersebut mencakup
faktor-faktor yang beragam seperti keseimbangan air, pH,
tekanan osmotik, tingkat elektrolit, dan konsentrasi banyak zat di
dalam plasma.pengendalian itu dilaksanakan dengan
penyaringan sejumlah besar plasma dan molekul-molekul kecil
melalui glomerolus.
Proses pembentukan urine dalam ginjal meliputi proses
penyaringan (filtrasi), penyerapan kembali (reabsorbsi), dan
penambahan zat zat (augmentasi). Proses filtrasi terjadi di
glomerulus dan kapsula bowman. Proses reabsorbsi terjadi di
tubulus proksimal, dan augmentasi terjadi di tubulus distal.Ginjal

1
kira-kira mengandung 1,3 x 106 nefron yang beroprasi secara
paralel. Tiap nefron terdiri dari suatu glomerulus yang dibekali
dengan darah dalam sistem kapiler arteri sedemikian sehingga
terjadi tekanan filtrasi yang memadai untuk mempengaruhi
ultrafiltrasi material berberat molekul rendah dalam plasma.

Tabel 1.1 : Proses Pembentukan Urine


B. Komposisi
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa
metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik.
Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan
interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi
ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap
kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang
tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai
senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang
keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat
diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat
menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat
digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos.

2
Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui
urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung gula
yang tidak akan ditemukan dalam urine orang yang sehat.
C. Fungsi Urin
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti
racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum
menganggap urin sebagai zat yang "kotor". Hal ini berkaitan
dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau
saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan
mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan
saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup
steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga
bisa diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril .Urin
dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita
dehidrasi akan mengeluarkan urin yang bening seperti air.
Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urin berwarna kuning
pekat atau cokelat.
D. Pemeriksaan Urine
Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urine secara fisik, kimia,
dan mikroskopik, Urinalisis adalah suatu tes yang dilakukan pada
urine pasien yang bertujuan mendiagnosa infeksi saluran kemih,
screening , dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal. Uranilisis
juga merupakan tes untuk memantau perkembangan penyakit
ginjal, diabetes, dan tekanan darah ( hipertensi ) dan screening
kesehatan secara umum.
Urinalisis dapat memberikan informasi klinik yang penting.
Urinalisis merupakan pemeriksaan rutin pada sebagian besar
kondisi klinis, pemeriksaan urin mencakup evaluasi hal-hal
berikut:
1. Observasi warna dan kejernihan urin.
2. Pengkajian bau urin

3
3. Pengukuran keasaman dan berat jenis urin
4. Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa, dan badan
keton dalam urin (masing- masing untuk proteinuria, glukosuria,
dan ketonuria)
5. Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan
pemusingan (centrifuge) untuk mendeteksi sel darah merah
(hematuria), sel darah putih, slinder (silindruria), Kristal
(kristaluria), pus (piuria) dan bakteri (bakteriuria).

Cara Pengumpulan Sampel Urine


Cara Pengumpulan Sampel Urin adalah Pengumpulan sampel
urin dilakukan sewaktu bangun tidur pagi, karena specimen ini
lebih pekat dan lebih besar kemungkinannya untuk
mengungkapkan abnormalitas. Spesimen tersebut dikumpulkan
dalam wadah yang bersih dan dilindungi terhadap kontaminasi
bakteri serta perubahan kimiawai. Lakukan pemeriksaan dalam
waktu satu jam setelah buang air kecil. Penundaan pemeriksaan
terhadap spesimen urine harus dihindari karena dapat mengurangi
validitas hasil. Analisis harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam
setelah pengambilan spesimen. Semua specimen harus diseimpan
dalam lemari pendingin. Karena jika dibiarkan dalam suhu kamar
urin akan menjadi alkalis akibat kontaminasi bakteri pemecah
ureum dari lingkungan sekitarnya.
a. Jenis-Jenis Sampel Urine
Terdapat lima jenis sampel urine sesuai dengan tujuan
pemeriksaannya yaitu:
1. Urine sewaktu
Urine sewaktu adalah sampel urine yang diambil sewaktu
pasien akan melakukan pemeriksaan, urine sewaktu
digunakan untuk pemeriksaan urine rutin.
2. Urine pagi
Urine pagi adalah sampel urine yang diambil saat pagi hari
ketika pasien bangun tidur dan belum mengonsumsi apapun.

4
Urine pagi digunakan untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis,
dan kehamilan
3. Urine osprundial
Urine osprundial adalah sampel urine yang diambil antara
1 1.5 jam setelah makan. Urine osprundial digunakan untuk
pemeriksaan glukosa.
4. Urine 24 jam
Urine 24 jam adalah sampel urine yang ditampung selama
24 jam. Urine 24 jam ini digunakan untuk analisa kuantitatif
5. Urine tiga gelas dan urine dua gelas
Urine tiga gelas dan urine dua gelas sudah mulai jarang
dilakukan. Sampel urine ini digunakan untuk mengetahui
adanya radang.

b. Macam-Macam Pengawet Urine


Tidak ada pengawet urin yang dapat digunakan secara
universal untuk menghindari perubahan urin dari segala macam
perubahan yang mungkin terjadi. Dari itu ada berbagai macam
bahan pengawet urin, antara lain :
1. Toluena Merupakan pengawet urin yang berfungsi untuk
menghambat perombakan urin oleh kuman,yang bekerja
optimal pada keadaan dingin, biasanya digunakan untuk
pengawetan glukosa, aseton dan asam aseto-asetat. Toluena
biasanya digunakan sebanyak 2- 5 ml untuk mengawetkan
urin 24 jam, 2 5 ml toluena dimasukan ke dalam botol
penampung, dan setiap kali botol penampung ditambahkan
urin, botol harus dikocok dengan baik.
2. Thymol merupakan bahan pengawet yang memiliki daya
seperti toluena. Pada pengawetan urin menggunakan thymol,
thymol hanya digunakan sebanyak satu butir, apabila jumlah
thymol terlalu banyak ada kemungkinan terjadi hasil positif
palsu pada reaksi terhadap proteinuria.
3. Formaldehid Merupakan bahan pengawet urin yang husus
digunakan untuk mengawetkan sedimen, pengawetan

5
sedimen merupakan hal yang sangat penting apabila hendak
melakukan pemeriksaan kuantitatif unsur unsur dalam
sedimen. Larutan formaldehi 40 % sebanyak 1 2 ml
digunakan untuk mengawetkan urin 24 jam. Kelemahan
penggunaan formaldehid sebagai pengawet urin apabila
menggunakannya dengan jumlah besar, ada kemungkinan
akan mengadakan reduksi pada tes benedict dan menggaggu
tes obermayer.
4. Asam Sulfat Pekat Merupakan bahan pengawet urin yang
digunakan guna menetapkan kuantitatif calsium, nitrogen dan
kebanyakan zat anorganik lainnya. Yang bereaksi dengan cara
mencegah terlepasnya N dalam bentk amoniak dan
mencegah terjadinya endapatn calsiumfosfat. Jumlah
penggunaan asam sulfat pekat untuk mengawetkan urin
disesuaikan dengan keadaan urin, yang harus ditekankan
adalah PH urin harus tetap lebih rendah dari 4,5.
5. Natrium karbonat Merupakan bahan pengawet urin yang
khusus dipakai untuk mengawetkan urobilinogen abila hendak
memeriksa ekskresi per 24 jam. Penggunaan natrium
karbonat adalah dengan memasukan 5 gram natrium
karbonat dalam botol penampung bersama dengan beberapa
ml toluena.
6. Natrium Klorida pekat digunakan sebagai bahan pengawet
urin. Natrium klorida pekat menghambat pertumbuhan dan
aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang, dan khamir.
7. Asam benzoat (C6H5COOH) dan garamnya merupakan bahan
pengawet urin yang efektif untuk mencegah pertumbuhan
khamir, kapang dan bakteri pada tingkat keasaman pH 2.5
4.0.
8. Asam Borak Berfungsi mengawetkan elemen urin seperti
estriol dan esterogen, asam borak 0,8 % dapat mengawetkan

6
urin selama lebih dari 7 hari, Mengawetkan Kreatinin, Asam
urat, Glukosa, protein dan mempertahankan PH.
Yang dimaksud dengan pemeriksaan urin rutin adalah
pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia urin yang
meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan yang
dimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan
urin rutin yang dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton,
bilirubin, urobilinogen, darah samar dan nitrit.
1. Pemeriksaan Makroskopik
Yang diperiksa adalah volume, warna, kejernihan, berat jenis,
bau dan pH urin. Pengukuran volume urin berguna untuk
menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi
kuantitatif suatu zat dalam urin, dan untuk menentukan kelainan
dalam keseimbangan cairan badan. Pemeriksaan Makroskopik
adalah pemeriksaan yang meliputi :

a. Volume urine
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti
umur, berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu
badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan. Rata-rata
didaerah tropik volume urin dalam 24 jam antara 800--1300 ml
untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama 24 jam
lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Bila volume
urin selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan
oliguri, keadaan ini mungkin didapat pada diare, muntah
-muntah, deman edema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu
keadaan dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 ml.
Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal.
Jumlah urin siang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali
lebih banyak dari urin malam 12 jam. Bila perbandingan

7
tersebut terbalik disebut nokturia, seperti didapat pada diabetes
mellitus.
Prosedur kerja :
Alat :
Pot Urine
Gelas Ukur
Label
Bahan :
Urine sewaktu
Cara kerja :
a. Pra Analitik : Persiapan pasien ; Tidak ada persiapan
khusus.
b. Analitik :
Urine di tampung pada pot , diberi label pada masing-
masing sampel (label berisi Nama; Alamat; Umur; Jenis
kelamin).
Mengukur volume urine menggunakan gelas ukur
c. Pasca Analitik : Mencatat hasil pengamatan
Interpretasi Hasil : Volume Urine Normal : 800 - 1300 ml/24 jam.

b. Warna urine
Pemeriksaan terhadap warna urine mempunyai makna karena
kadang-kadang dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urin
dinyatakan dengan tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning
tua, kuning bercampur merah, merah, coklat, hijau, putih susu
dan sebagainya. Warna urin dipengaruhi oleh kepekatan urin,
obat yang dimakan maupun makanan. Warna normal urin
berkisar antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan
oleh beberapa macam zat warna seperti urochrom, urobilin dan
porphyrin.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat
mengindikasikan kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah
di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau eritrosit

8
dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah warna
urin. Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar
protein dalam urin (proteinuria). Urin yang baru di kemihkan
berwarna jernih. Beberapa keadaan yang menyebabkan warna
urine adalah :
1. Merah
Penyebab patologik : hemoglobin,
mioglobin,porfobilinogen, porfirin.
Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat
warna
2. Orange
Penyebab patologik : pigmen empedu.
Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saluran kemih
(piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
3. Kuning
Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin,
urobilin.
Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara,
nitrofurantoin.
4. Hijau
Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama
Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif,
diuretik.

5. Biru
Tidak ada penyebab patologik.
Penyebab nonpatologik Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
6. Coklat
Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen
empedu.
Penyebab nonpatologik Pengaruh obat : levodopa,
nitrofuran, beberapa obat sulfa.
7. Hitam atau hitam kecoklatan

9
Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat,
indikans, urobilinogen, methemoglobin.
Penyebab nonpatologik : Pengaruh obat levodopa, cascara,
kompleks besi, fenol.
8. Seperti susu
Penyebab patologik : fosfat dan urat jumlah besar, getah
prostat, protein yang membeku.

Prosedur kerja
Alat :
Tabung Reaksi
Bahan :
Urine sewaktu
Cara kerja :
a. Pra Analitik :
Persiapan Pasien : Tidak ada persiapan khusus
Persiapan Sampel: Siapkan urine sewaktu, urine
ditampung pada saat praktikum hendak dilakukan
b. Analitik :
Memasukkan urine ke dalam tabung reaksi 3/4 tabung
Mengamati warna urine
c. Pasca Anaitik : Mencatat hasil pengamatan
Interpretasi Hasil : Kuning Muda Kuning Tua : Normal
c. Berat jenis urine
Pemeriksaan berat jenis urin berkaitan dengan pemekatan
ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan
memakai falling drop, gravimetri, menggunakan piknometer,
refraktometer dan reagens 'pita'.
BJ urin 24 jam pada orang normal sekitar 1,016 1,022.
Sedangkan BJ urin sewaktu pada orang normal 1,003 1,030.
Bila BJ urin sewaktu 1,025 atau lebih sedangkan reduksi urin dan
protein negatif, hal ini menunjukan faal pemekatan ginjal baik.
Dan bila BJ urin lebih dari 1,030 kemungkinan glukosuria. Nilai ini

10
dipengaruhi sejumlah variasi, antara lain umur. Berat jenis urin
dewasa berkisar pada 1.016-1.022, neonatus (bayi baru lahir)
berkisar pada 1.012, dan bayi antara 1.002 sampai 1.006. Urin
pagi memiliki berat jenis lebih tinggi daripada urin di waktu lain,
yaitu sekitar 1.026.
BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi
reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500
ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau
mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque
kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau
larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004
untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat
terlarut non-glukosa. Pemeriksaan berat jenis urin dapat
dilakukan dengan cara piknometer, carik celup, dan urinometer.
Yang lebih umum di gunakan adalah dengan carik celup, namun
pemeriksaan berat jenis urin dengan piknometer lebih teliti.
Abnormalitas:
1. Berat jenis urin yang lebih dari normal menunjukkan
gangguan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih, kelebihan
hormon antidiuretik, demam, diabetes melitus, diare /
dehidrasi.
2. Berat jenis urin yang kurang dari normal menunjukkan
gangguan fungsi ginjal berat, diabetes insipidus, atau
konsumsi antibiotika (aminoglikosida).

Prosedur kerja :
Alat :
Neraca analitik
Pipet tetes
Wadah kosong
Thermometer
Bahan :

11
Urine sewaktu
Cara kerja :
Pra Analitik : Persiapan pasien ; Tidak ada persiapan
khusus
Analitik :
a. Ditimbang piknometer kosong
b. Dipipet urin kedalam piknometer hingga mencapai
mulut piknometer
c. Didinginkan hingga 250 C dalam wadah yang berisi es
batu
d. Dipantau suhu dengan menggunakan termometer
e. Ditimbang berat piknometer + urin 25o C
f. Ditimbang masing masing bobotnya.
Pasca Analitik : Mencatat hasil pengamatan
Interpretasi Hasil :
BJ Urine 24 Jam Normal : 1,016 1,022.
BJ Urine sewaktu pada orang normal 1,003 1,030.

d. Bau urine
Untuk menilai bau urin dipakai urin segar, yang perlu
diperhatikan adalah bau yang abnormal. Bau urin normal
disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang
berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai,
obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada
ketonuria. Bau amoniak disebabkan perombakan ureum oleh
bakteri dan biasanya terjadi pada urin yang dibiarkan tanpa
pengawet. Adanya urin yang berbau busuk dari semula dapat
berasal dari perombakan protein dalam saluran kemih
umpamanya pada karsinoma saluran kemih.

12
Prosedur Kerja
Alat :
Tabung reaksi
Bahan :
Urine sewaktu
Cara kerja :
Pra Analitik : Tidak ada persiapan khusus
Analitik :
a. Memasukkan urine ke dalam tabung reaksi 3/4
tabung.
b. Menilai bau urine
Pasca Analitik : Mencatat hasil pengamatan
Interpretasi Hasil : bau pessing yang berasal dari makanan atau
obat-obatan.
e. Derajat Keasaman / pH urine
Penetapan pH dapat memberi kesan tentang keadaan dalam
tubuh pada gangguan keseimbangan asam basa. pH urine juga
dapat memberi petunjuk etiologi infeksi saluran kencing. Infeksi
oleh E. coli biasanya menghasilkan urine asam, sedangkan
infeksi oleh proteus biasanya menyebabkan urine alkali.
Penetapan Ph urine dapat dilakukan dengan menggunakan
indicator strip atau reagen strip. Ph urine normal (urine harus
segar) berkisar antara 4,6-8,5.
Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan
terlalu lama, maka pH akan berubah menjadi basa. Urine basa
dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai terhadap
albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urine, seperti
eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urine yang basa
sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan
pH yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam
urat.

13
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat
mempengaruhi pH urine :
a. pH basa
Setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran
kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi
CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal,
spesimen basi.
b. pH asam
Ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak),
asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis
respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan
meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.

Prosedur Kerja
Alat :
Tabung reaksi
Bahan :
Urine sewaktu
Cara kerja :
Pra Analitik : Tidak ada persiapan khusus
Analitik :
a. Memasukkan urine ke dalam tabung reaksi 3/4 tabung
b. Memasukkan pH indicator ke dalam urine
Pasca Analitik : Mencatat hasil pengamatan
Interpretasi Hasil : Normal PH 4,6-8,0 dengan rata-rata : 6,5.
2. Pemeriksaan Mikroskopik
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu
pemeriksaan sedimen urin. Ini penting untuk mengetahui adanya
kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya
penyakit. Pemeriksaan mikroskopis urine meliputi pemeriksaan
sedimen urine. Pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk
mengamati sel dan benda berbentuk partikel lainnya. Banyak
macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik yang ada

14
kaitannya dengan infeksi (bakteri, virus) maupun yang bukan
karena infeksi misalnya perdarahan, disfungsi endotel dan gagal
ginjal.
Sedimen urin adalah unsur yang tidak larut di dalam urin
yang berasal dari darah, ginjal dan saluran kemih, sehingga
pemeriksaan sedimen urin sangat penting dalam membantu
menegakkan diagnosa dan mengidentifikasi jenis sedimen yang
dipakai untuk mendeteksi kelainan ginjal dan saluran kemih serta
berat ringannya suatu penyakit.
Unsur-Unsur Sedimen
Unsur-unsur sedimen terbagi dalam 2 golongan yaitu unsure
organic dan anorganik.
Unsur organic adalah unsur yang berasal dari suatu organ
atau jaringan, dan unsure anorganik adalah unsur yang
tidak berasal dari jaringan. Unsur organic lebih bermakna
daripada unsure anorganik. Contoh unsur organic: sel
epitel, eritrosit, leukosit, silinder, mikroorganisme (jamur,
ragi bakteri), spermatozoa.
Unsur anorganik dibedakan menjadi kristal-kristal normal
dalam urin antara lain: asam urat, kalsium oksalat, urat
ammorf, tripel fosfat dan kristal-kristal abnormal antara
lain: bilirubin, tirosin dan leucine.

Unsur yang terdapat dalam urine :


a. Leukosit
Leukosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira
1,5 2 kali eritrosit. Leukosit dalam urine umumnya adalah
neutrofil (polymorphonuclear, PMN). Leukosit dapat berasal dari

15
bagian manapun dari saluran kemih. Leukosit dalam urine juga
dapat merupakan suatu kontaminan dari saluran urogenital,
misalnya dari vagina dan infeksi serviks, atau meatus uretra
eksterna pada laki-laki.
Leukosit hingga 4 atau 5 per LPK umumnya masih dianggap
normal. Peningkatan jumlah lekosit dalam urine (leukosituria atau
piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
baik bagian atas atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau
glomerulonefritis akut
b. Eritrosit
Eritrosit dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun
dari saluran kemih. Secara teoritis, harusnya tidak dapat
ditemukan adanya eritrosit, namun dalam urine normal dapat
ditemukan 0 3 sel/LPK. Hematuria adalah adanya peningkatan
jumlah eritrosit dalam urin karena: kerusakan glomerular, tumor
yang mengikis saluran kemih, trauma ginjal, batu saluran kemih,
infeksi, inflamasi, infark ginjal, nekrosis tubular akut, infeksi
saluran kemih atas dan bawah, nefrotoksin, dll. Hematuria
dibedakan menjadi hematuria makroskopik (gross hematuria)
dan hematuria mikroskopik. Darah yang dapat terlihat jelas
secara visual menunjukkan perdarahan berasal dari saluran
kemih bagian bawah, sedangkan hematuria mikroskopik lebih
bermakna untuk kerusakan glomerulus.
Dinyatakan hematuria mikroskopik jika dalam urin ditemukan
lebih dari 5 eritrosit/LPK. Hematuria mikroskopik sering dijumpai
pada nefropati diabetik, hipertensi, dan ginjal polikistik.
Hematuria mikroskopik dapat terjadi persisten, berulang atau
sementara dan berasal dari sepanjang ginjal-saluran kemih.
Hematuria persisten banyak dijumpai pada perdarahan
glomerulus ginjal.

16
c. Sel Epitel
Ini adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian
dalam ginjal dan saluran kemih. Sel epitel merupakan sel berinti
satu dengan ukuran lebih besar dari leukosit. Bentuknya berbeda
menurut tempat asalnya sehingga dapat menggambarkan lokasi
kelainan. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine, apalagi
yang berasal dari kandung kemih (vesica urinary), urethra dan
vagina. Sel epitel gepeng berasal dari vulva dan uretra bagian
distal, sel epitel transisional berasal dari kandung kemih, dan sel
epitel bulat berasal dari pelvis atau tubulus ginjal.
Sel Epitel Tubulus. Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau
oval, lebih besar dari leukosit, mengandung inti bulat atau oval
besar, bergranula dan biasanya terbawa ke urin dalam jumlah
kecil. Namun, pada sindrom nefrotik dan dalam kondisi yang
mengarah ke degenerasi saluran kemih, jumlahnya bisa
meningkat. Jumlah sel tubulus 13 / LPK atau penemuan
fragmen sel tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal
yang aktif atau luka pada tubulus, seperti pada nefritis, nekrosis
tubuler akut, infeksi virus pada ginjal, penolakan transplantasi
ginjal, keracunan salisilat.
Sel epitel transisional Sel epitel ini dari pelvis ginjal, ureter,
kandung kemih (vesica urinaria), atau uretra, lebih besar dari sel
epitel tubulus ginjal, dan agak lebih kecil dari sel epitel
skuamosa. Sel epitel ini berbentuk bulat atau oval, gelendong
dan sering mempunyai tonjolan. Besar kecilnya ukuran sel epitel
transisional tergantung dari bagian saluran kemih yang mana dia
berasal. Sel epitel skuamosa adalah sel epitel terbesar yang
terlihat pada spesimen urin normal. Sel epitel ini tipis, datar, dan

17
inti bulat kecil. Mereka mungkin hadir sebagai sel tunggal atau
sebagai kelompok dengan ukuran bervariasi.
Sel skuamosa Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang
lebih rendah dan berasal dari permukaan kulit atau dari luar
uretra. Signifikansi utama mereka adalah sebagai indikator
kontaminasi.
d. Silinder
Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang
terbentuk di tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine.
Silinder terbentuk hanya dalam tubulus distal yang rumit atau
saluran pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal dan
lengkung Henle bukan lokasi untuk pembentukan silinder.
Silinder dibagi-bagi berdasarkan gambaran morfologik dan
komposisinya. Faktor-faktor yang mendukung pembentukan
silinder adalah laju aliran yang rendah, konsentrasi garam tinggi,
volume urine yang rendah, dan pH rendah (asam) yang
menyebabkan denaturasi dan precipitasi protein, terutama
mukoprotein Tamm-Horsfall. Mukoprotein Tamm-Horsfall adalah
matriks protein yang lengket yang terdiri dari glikoprotein yang
dihasilkan oleh sel epitel ginjal. Semua benda berupa partikel
atau sel yang terdapat dalam tubulus yang abnormal mudah
melekat pada matriks protein yang lengket.
Jenis - jenis silinder :
a. Silinder hialin
Silinder hialin tidak selalu menunjukkan penyakit klinis.
Silinder hialin dapat dilihat bahkan pada pasien yang sehat.
Sedimen urin normal mungkin berisi 0 1 silinder hialin per LPL.
Jumlah yang lebih besar dapat dikaitkan dengan proteinuria
ginjal (misalnya, penyakit glomerular) atau ekstra-ginjal
(misalnya, overflow proteinuria seperti dalam myeloma). Silinder
protein dengan panjang, ekor tipis terbentuk di persimpangan

18
lengkung Henle's dan tubulus distal yang rumit disebut silindroid
(cylindroids).
b. Silinder Eritrosit
Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung
hemoglobin dari kerusakan eritrosit. Adanya silinder eritrosit
disertai hematuria mikroskopik memperkuat diagnosis untuk
kelainan glomerulus. Cedera glomerulus yang parah dengan
kebocoran eritrosit atau kerusakan tubular yang parah
menyebabkan sel-sel eritrosit melekat pada matriks protein
(mukoprotein Tamm-Horsfall) dan membentuk silinder eritrosit.
c. Silinder Leukosit
Silinder leukosit atau silinder nanah, terjadi ketika leukosit masuk
dalam matriks Silinder. Kehadiran mereka menunjukkan
peradangan pada ginjal, karena silinder tersebut tidak akan
terbentuk kecuali dalam ginjal. Silinder leukosit paling khas untuk
pielonefritis akut, tetapi juga dapat ditemukan pada penyakit
glomerulus (glomerulonefritis). Glitter sel (fagositik neutrofil)
biasanya akan menyertai silinder lekosit. Penemuan silinder
leukosit yang bercampur dengan bakteri mempunyai arti penting
untuk pielonefritis, mengingat pielonefritis dapat berjalan tanpa
keluhan meskipun telah merusak jaringan ginjal secara progresif.
Silinder Granular.
d. Silinder granular
Silinder granular adalah silinder selular yang mengalami
degenerasi. Disintegrasi sel selama transit melalui sistem saluran
kemih menghasilkan perubahan membran sel, fragmentasi inti,
dan granulasi sitoplasma. Hasil disintegrasi awalnya granular
kasar, kemudian menjadi butiran halus.
e. Silinder Lilin (Waxy Cast)

19
Silinder lilin adalah silinder tua hasil silinder granular yang
mengalami perubahan degeneratif lebih lanjut. Ketika silinder
selular tetap berada di nefron untuk beberapa waktu sebelum
mereka dikeluarkan ke kandung kemih, sel-sel dapat berubah
menjadi silinder granular kasar, kemudian menjadi sebuah
silinder granular halus, dan akhirnya, menjadi silinder yang licin
seperti lilin (waxy). Silinder lilin umumnya terkait dengan
penyakit ginjal berat dan amiloidosis ginjal. Kemunculan mereka
menunjukkan keparahan penyakit dan dilasi nefron dan karena
itu terlihat pada tahap akhir penyakit ginjal kronis.
Yang disebut telescoped urinary sediment adalah salah satu di
mana eritrosit, leukosit, oval fat bodies, dan segala jenis silinder
yang ditemukan kurang lebih sama-sama berlimpah. Kondisi
yang dapat menyebabkan telescoped urinary sediment adalah
lupus nefritis, hipertensi gana, diabetes glomerulosclerosis,
glomerulonefritis progresif cepat.
e. Ragi
Sel-sel ragi bisa merupakan kontaminan atau infeksi jamur
sejati. Mereka sering sulit dibedakan dari sel darah merah dan
kristal amorf, membedakannya adalah bahwa ragi memiliki
kecenderungan bertunas. Paling sering adalah Candida, yang
dapat menginvasi kandung kemih, uretra, atau vagina.
f. Trichomonas vaginalis
Trichomonas vaginalis adalah parasit menular seksual yang
dapat berasal dari urogenital laki-laki dan perempuan. Ukuran
organisme ini bervariasi antara 1-2 kali diameter leukosit.
Organisme ini mudah diidentifikasi dengan cepat dengan melihat
adanya flagella dan pergerakannya yang tidak menentu.
g. Kristal

20
Kristal yang sering dijumpai adalah kristal calcium oxallate,
triple phosphate, asam urat. Penemuan kristal-kristal tersebut
tidak mempunyai arti klinik yang penting. Namun, dalam jumlah
berlebih dan adanya predisposisi antara lain infeksi,
memungkinkan timbulnya penyakit "kencing batu", yaitu
terbentuknya batu ginjal-saluran kemih (lithiasis) di sepanjang
ginjal saluran kemih, menimbulkan jejas, dan dapat
menyebabkan fragmen sel epitel terkelupas. Pembentukan batu
dapat disertai kristaluria, dan penemuan kristaluria tidak harus
disertai pembentukan batu.
a. Kalsium Oksalat
Kristal ini umum dijumpai pada spesimen urine bahkan pada
pasien yang sehat. Mereka dapat terjadi pada urin dari setiap pH,
terutama pada pH yang asam. Kristal bervariasi dalam ukuran
dari cukup besar untuk sangat kecil. Kristal ca-oxallate bervariasi
dalam ukuran, tak berwarna, dan bebentuk amplop atau halter.
Kristal dapat muncul dalam specimen urine setelah konsumsi
makanan tertentu (mis. asparagus, kubis, dll) dan keracunan
ethylene glycol. Adanya 1 5 ( + ) kristal Ca-oxallate per LPL
masih dinyatakan normal, tetapi jika dijumpai lebih dari 5 ( ++
atau +++ ) sudah dinyatakan abnormal.
b. Triple-fosfat
Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dapat dijumpai
bahkan pada orang yang sehat. Kristal terlihat berbentuk prisma
empat persegi panjang seperti tutup peti mati (kadang-kadang
juga bentuk daun atau bintang), tak berwarna dan larut dalam
asam cuka encer. Meskipun mereka dapat ditemukan dalam
setiap pH, pembentukan mereka lebih disukai di pH netral ke
basa. Kristal dapat muncul di urin setelah konsumsi makan
tertentu (buah-buahan). Infeksi saluran kemih dengan bakteri

21
penghasil urease (mis. Proteus vulgaris) dapat mendukung
pembentukan kristal (dan urolithiasis) dengan meningkatkan pH
urin dan meningkatkan amonia bebas.
c. Asam Urat
Kristal asam urat tampak berwarna kuning ke coklat,
berbentuk belah ketupat (kadang-kadang berbentuk jarum atau
mawar). Dengan pengecualian langka, penemuan kristal asam
urat dalam urin sedikit memberikan nilai klinis, tetapi lebih
merupakan zat sampah metabolisme normal; jumlahnya
tergantung dari jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan
metabolisme dan konsentrasi urin. Meskipun peningkatan 16%
pada pasien dengan gout, dan dalam keganasan limfoma atau
leukemia, kehadiran mereka biasanya tidak patologis atau
meningkatkan konsentrasi asam urat.
d. Sistin (Cystine)
Cystine berbentuk heksagonal dan tipis. Kristal ini muncul
dalam urin sebagai akibat dari cacat genetic atau penyakit hati
yang parah. Kristal dan batu sistin dapat dijumpai pada
cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan
ketika konsentrasinya > 300mg. Sering membingungkan dengan
kristal asam urat. Sistin crystalluria atau urolithiasis merupakan
indikasi cystinuria, yang merupakan kelainan metabolisme
bawaan cacat yang melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal tertentu
termasuk asam amino sistin.
e. Leusin dan Tirosin
Leusin dan tirosin adalah kristal asam amino dan sering
muncul bersama-sama dalam penyakit hati yang parah. Tirosin
tampak sebagai jarum yang tersusun sebagai berkas atau mawar
dan kuning. Leusin muncul-muncul berminyak bola dengan radial
dan konsentris striations. Kristal leucine dipandang sebagai bola

22
kuning dengan radial konsentris. Kristal ini kadang-kadang dapat
keliru dengan sel-sel, dengan pusat nukleus yang menyerupai.
Kristal dari asam amino leusin dan tirosin sangat jarang terlihat
di sedimen urin. Kristal ini dapat diamati pada beberapa penyakit
keturunan seperti tyrosinosis dan "penyakit Maple Syrup". Lebih
sering kita menemukan kristal ini bersamaan pada pasien
dengan penyakit hati berat (sering terminal).
f. Kristal Kolesterol
Kristal kolesterol tampak regular atau irregular , transparan,
tampak sebagai pelat tipis empat persegi panjang dengan satu
(kadang dua) dari sudut persegi memiliki takik. Penyebab
kehadiran kristal kolesterol tidak jelas, tetapi diduga memiliki
makna klinis seperti oval fat bodies. Kehadiran kristal kolesterol
sangat jarang dan biasanya disertai oleh proteinuria.
g. Kristal lain
Berbagai macam jenis kristal lain yang dapat dijumpai dalam
sedimen urin misalnya adalah :
1. Kristal dalam urin asam
Natirum urat : tak berwarna, bentuk batang ireguler
tumpul, berkumpul membentuk roset.
Amorf urat : warna kuning atau coklat, terlihat sebagai
butiran, berkumpul.
2. Kristal dalam urin alkali
Amonium urat (atau biurat) : warna kuning-coklat, bentuk
bulat tidak teratur, bulat berduri, atau bulat bertanduk.
Ca-fosfat : tak berwarna, bentuk batang-batang panjang,
berkumpul membentuk rosset.
Amorf fosfat : tak berwarna, bentuk butiran-butiran,
berkumpul..
Ca-karbonat : tak berwarna, bentuk bulat kecil, halter.
Banyak obat diekskresikan dalam urin mempunyai potensi
untuk membentuk kristal, seperti kristal Sulfadiazin dan kristal
Sulfonamida.

23
Secara umum, tidak ada intepretasi klinis, tetapi jika terdapat
dalam jumlah yang banyak, mungkin dapat menimbulkan
gangguan. Jumlah unsur sedimen bermakna di laporkan secara
semi kuantitatif,yaitu : Jumlah rata-rata per LPK untuk silinder
dan per LPB untuk eritrosit dan leukosit.

Prosedur Kerja
Alat :
Pot urine
Tabung sentrifuge
Sentrifuge
Mikroskop
Objek glass
Cover glass
Bahan :
Urine pagi
Cara kerja :
Pra Analitik : Tidak ada persiapan khusus
Analitik :
a. Memasukkan urine ke dalam tabung tabung.
b. Dikocok supaya sedimen urine bercampur dengan
cairan bagian atas .
c. Memasukkan 7-8 ml urine ke dalam tabung sentrifuge
dan putar selama 5 menit dengan kecepatan 1500-2000
rpm.
d. Menuang cairan atas keluar dari tabung dengan satu
gerakan agak cepat, tetapi luwes kemudian ditegakkan
kembali tabung hingga cairan yang masih melekat pada
dinding mengalir kembali ke tabung. Volume cairan dan
sedimen kurang lebih 0,5 ml.
e. Mengocok tabung untuk meresuspensikan sedimen.
f. Meneteskan 2 tetes cairan sedimen ke permukaan objek
glass dan ditutup dengan cover glass.

24
g. Diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10X
(Untuk mencari lapangan pandang), selanjutnya ubah
ke perbesaran 40X.
Pasca Analitik : Mengambar hasil pengamatan
Interpretasi Hasil :
a. Ada : (+)
b. Banyak : (++)
c. Banyak sekali : (+++)

3. Pemeriksaan Kimia Urin


Secara kimiawi kandungan zat dalam urine diantaranya
adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam
hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat
sisa metabolisme lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium,
sulfat,Ca dan Mg), hormon, zat toksin (obat, vitamin dan zat
kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal
kapur dsb.)
a) Pemeriksaan glukosa
Glukosa adalah suatu aldoheksosa yang sering disebut
dekstrosa, karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya
terpolarisasi kearah kanan. Glukosa di alam terdapat dalam
buah-buahan dan madu lebah. Darah manusia normal
mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi tetap, yaitu
antara 70-100mg tiap 100 mL darah. Glukosa darah dapat
bertambah setelah kita makan makanan sumber karbohidrat,
namun kira-kira setelah itu jumlah glukosa darah akan kembali
pada keadaan semula. Penderita diabetes mellitus, jumlah
glukosa darah lebih besar dari 130mg per 100mL darah.
Gula darah orang sehat dikendalikan oleh insulin. Insulin
adalah hormon yang dibuat oleh pankreas. Insulin membantu
glukosa dalam darah masuk ke sel untuk menghasilkan tenaga.
Gula darah yang tinggi dapat berarti bahwa pankreas tidak

25
memproduksi cukup insulin, atau jumlah insulin cukup namun
tidak bereaksi secara normal. Hal ini disebut dengan resistensi
insulin.
Gula darah setelah diserap oleh dinding usus akan masuk
dalam aliran darah lalu masuk ke hati, dn disintesis
menghasilkan glikogen kemudian dioksidasi menjadi CO2 dan
H2O atau dilepaskan untuk dibawa oleh aliran darah ke dalam sel
tubuh yang memerlukannya. Kadar gula dalam tubuh
dikendalikan oelh suatu hormon yaitu hormon insulin, jika
hormon insulin yang tersedia kurang dari kebutuhan, maka gula
darah akan menumpuk di sirkulasi darah sehingga glukosa darah
meningkat. Bila kadar gula darah meninggi hingga melebihi
ambang ginjal, maka glukosa darah akan keluar besama urine
yang sering disebut glukosuria.
Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam
urin. Glukosuria dapat terjadi karena peningkatan kadar glukosa
dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum tubulus untuk
mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi
diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma Cushing,
phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau
karena ambang rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal
glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi (Wirawan dkk, tt).
Kadar gula yang tinggi dibuang melalui air seni , dengan
demikian air seni penderita kencing manis yang mengandung
glukosa sehingga sering dilebung atau dikerebuti semut ,
selanjutnya orang tersebut akan kekurangan energi / tenaga,
muda lelah, emas, mudah haus , dan lapar sering kesemutan,
sering buang air kecil, gatal-gatal dan sebagainya
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus
muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria
(kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal
terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun.

26
Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun,
glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar
glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu
dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.
Tes glukosa urine adalah pemeriksaan pada sampel urine
untuk mengetahui ada tidaknya glukosa pada urine.
Pemeriksaan ini termasuk penyaringan dalam urinalisis. Glukosa
mempunyai sifat mereduksi. Ion cupri direduksi menjadi cupro
dan mengendap dalam bentuk merah bata. Semua larutan sakar
yang mempunyai gugusan aldehid atau keton bebas akan
memberikan reaksi positif. Na sitrat dan Na karbonat (basa yang
tidak begitu kuat) berguna untuk mencegah pengendapan Cu+
+ . Sukrosa memberikan reaksi negative karena tidak
mempunyai gugusan aktif (aldehid/ke ton bebas). Glukosa dalam
urin ditentukan dengan reaksi reduksi menggunakan reagen
Benedict (terbaik), Fehling dan Nylander. Cara lainnya adalah
menggunakan carik celup.
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan
gula pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis
monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan
maltose. Uji benedict menggunakan larutan fehling ataupun
benedict yang berfungsi memeriksa kehadiran gula pereduksi
dalam suatu cairan. Larutan benedict yang mengandung
tembaga alkalis akan direduksi oleh gula yang mempunyai gugus
aldehida dengan membentuk kuprooksida yang berwarna hijau,
kuning atau merah.
Reaksi benedict sensitive karena larutan sakar dalam jumlah
sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan,
sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan,
hingga praktis lebih mudah mengenalnya. Hanya terlihat sedikit
endapan pada dasar tabung. Uji benedict lebih peka karena

27
benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara
kasar, karena dengan berbagai kadar glukosa memberikan warna
yang berlainan.
Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh pengaruh asam
hogentisat, salisilat dalam jumlah besar, asam
hidroksindolasetat, berat jenis urine > 1,020 dan terutama bila
disertai dengan Ph urine yang tinggi, adanya bahan keton dapat
mengurangi sensitivitas pemeriksaan serta reagen benedict yang
sudah tak layak pakai atau tak layak direaksikan.
Kurangnya asupan glukosa menyebabkan banyak efek terjadi
pada tubuh begitupun ketika tubuh memperoleh terlalu banyak
glukosa dari makanan yang dinikmati setiap hari. Ada berbagai
efek kesehatan yang akan dialami tubuh sewaktu gula yang
berlebihan dikonsumsi, seperti : kerusakan gigi, mudah lapar,
berat badan bertambah, resistensi insulin, diabetes,
obesitas/kegemukan, kegagalan system kerja hati, kanker
pancreas, penyakit ginjal, tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, kecanduan, penurunan kognitif, gizi tidak seimbang dan
penyakit gont.

Prosedur Kerja
Alat :
Satu buah tabung reaksi
Tempat tabung reaksi
Penjepit tabung
Lampu spritus
Korek api
Pipet tetes
Bahan :
Urine segar
Pereaksi benedict

Cara kerja :
Pra analitik : Tidak memerlukan persiapan khusus.

28
Analitik :
a. Memasukkan 5 ml pereaksi benedict ke dalam tabung
reaksi.
b. Diteteskan 5-8 ml tetes urine ke dalam tabung yang
telah berisi benedict.
c. Memasukkan tabung ke dalam air mendidih selama 5
menit.
d. Tabung diangkat, dan dikocok isinya dan menilai
hasilnya.
Pasca analitik: Mencatat hasil pengamatan
Interpretasi hasil :
a. (-) : Tetap biru jernih atau sedikit kehijauan dan agak keruh
b. (+) : Hijau kekuningan dan keruh, kadar glukosa 0,5 1 %
c. (++) : Kuning keruh, kadar glukosa 1 1,5 %
d. (+++) : Jingga atau warna lumpur keruh, kadar glukosa 2 3,5
%
e. ( ++++ ) : Merah keruh, kadar protein lebih dari 3,5 % .
b) Benda- benda keton
Zat-zat keton atau benda-benda keton dalam urin ialah
aceton, asam aceto-acetat dan asam beta-hidroxibutirat. Karena
aceton, yaitu zat yang terpenting diantara benda-benda keton
bersifat mudah menguap, maka urin yang diperiksa harus segar;
kalau urin dibiarkan asam aceto-acetat berubah menjadi aceton,
begitu pula asam beta-hidroxibutirat yang lebih dulu menjadi
asam aceto-acetat, sehingga zat-zat itu juga menghilang dari
urin.
Keton itu sebenarnya adalah hasil pemecahan protein, disaat
tubuh sudah kehilangan glukosa, disaat lemak sudah tidak ada
maka protein akan di bongkar tubuh menjadi asam amino dan
benda-benda keton, keton tinggi biasanya kita temukan pada
pasien Diabetes melitus, karena pada DM (diabetes melitus) itu
gula/glukosa tidak dapat masuk sel, sehingga sel akan
kelaparan(tidak dapat menghasilkan energi), sehingga yang jadi
korban adalah protein yang dibongkar (untuk menghasilkan

29
energi) jadilah keton, bahaya keton tinggi adalah dapat
menyebabkan ketoasidosis metabolik (salah satu komplikasi DM
yang berbahaya) yaitu pembongkaran protein besar-besaran
yang menyebabkan kadar keton sangat tinggi. Pasien akan shock
berat, PH darah akan menjadi sangat asam (asidosis).
Ketoasidosis merupakan salah satu komplikasi akut diabetes
mellitus yang terjadi disebabkan karena kadar glukosa pada
darah sangat tinggi. Kondisi ketoasidosis dapat terjadi kapan pun
terutama pada penderita diabetes mellitus tipe I
Badan keton, juga disebut badan aseton atau hanya keton,
adalah salah satu dari tiga senyawa yang dihasilkan bila hati
memetabolisme asam lemak.Ketiga jenis badan keton asam
asetoasetat, asam beta-hidroksibutirat, dan aseton dilepaskan
ke dalam aliran darah setelah metabolisme terjadi.Asam
asetoasetat dan asam beta-hidroksibutirat digunakan untuk
bahan bakar otak dan otot, tapi tubuh tidak dapat memecah
aseton dan karena itu mengeluarkannya dalam urin.Aseton atau
badan keton berlebih dalam darah dan urin dapat menjadi tanda
dari penyakit metabolisme yang serius, dan dokter sering
menggunakan pengukuran badan keton sebagai alat dalam
diagnosis penyakit tersebut.
Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam
aseotasetat, dan asam -hidroksibutirat, yang merupakan produk
metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Badan
keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk
menghasilkan energi yang disebabkan oleh : gangguan
metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitus yang tidak
terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak
seimbang : tinggi lemak rendah karbohidrat), gangguan
absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan

30
mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam
lemak untuk dibakar.
Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan
ketosis sehingga dapat menghabiskan cadangan basa (mis.
bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada
ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga mencapai
lebih dari 50 mg/dl.
Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke
dalam urin.Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada
plasma atu serum, kemudian baru urin.Ketonuria (keton dalam
urin) terjadi akibat ketosis.Benda keton yang dijumpai di urine
terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
Macam - macam pemeriksaan, terdiri atas 2 yaitu :
1. Test Rothera
Percobaan ini berdasar kepada reaksi antara nitroprussida dan
asam aceto-acetat atau aceton yang menyusun suatu zat
berwarna ungu. Teristimewa terhadap asam aceto-acetatlah
reaksi ini peka seakali(positif sampai 1 : 400.000); terhadap
aceton kepekaan 1 : 20.000, sedangkan asam beta-hidroxibutirat
tidak dapat dinyatakan dengan reaksi ini
Reagens Rothera : natriumnitroprussida 5 g; ammonium sulfat
200 g; campur baik-baik dengan menggerusnya dalam
lumpangdan simpanlah sebuk itu dalam botol bersumbat teguh.
Dalam tes ini Penting untuk memakai urin yang segar.
Perubahan asam aceto-acetat menjadi aceton dan menguapnya
aceton dari urin yang diberikan mengurangi kemungkinan hasil
positif dalam urin yang mengandung zat-zat keton itu. Test ini
sangat sensitif terhadap Asam Asetoasetat dan aseton. Dan
merupakan reaksi warna dengan natrium nitroprusid dalam
larutan alkali

Prosedur Kerja

31
Alat :
Tabung reaksi
Penjepit tabung
Bahan :
Urine segar
Bubuk rothera
Amonium hidroxida pekat (28%)
Cara kerja :
Pra Analitik: Tidak memerlukan persiapan khusus.
Analitik :
a. Memasukkan 5 ml urine ke dalam tabung reaksi
b. Ditambahkan 1 gram bubuk Rothera dan dikocok
sampai larut
c. Memegang tabung dalam sikap miring dan secara hati-
hati alirkan atau diteteskan sebanyak 1 2 ml
ammonium hidroxida pekat (28%) melalui dinding
tabung ke atas urine itu. Ammonium hidroxida itu harus
menyusun lapisan atas dari cairan di dalam tabung
d. Diletakkan tabung dalam sikap tegak dan bacalah
hasilnya setelah 3 menit.
Pasca Analitik: Mencatat hasil pengamatan
Interpretasi hasil :
a. Negatif jika tidak terjadi perubahan warna
b. Warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan
cairan menandakan adanya zat-zat keton. Makin cepat
warna itu terjadi dan makin tua warnanya maka makin
banyak juga zat keton yang terkandung. Warna coklat
diberi arti negative. Karena pada tes ini tidak dapat
diberikan penilaian secara semikuantitatif secara teratur
dan pasti maka hasil dinyatakan dengan (-) atau (+) saja.
2. Test Gerhardt
Tes ini berdasar kepada reaksi antara asam aceto-acetat dan
ferrichlorida yang menyusun zat berwarna seperti anggur port
(warna merah-coklat). Asam aceto-acetat sampai pengenceran

32
1 : 1000 dapat dinyatakan oleh reaksi ini (jauh kurang peka dari
reaksi Rothera), sedangkan aceton dan asam beta-hidroxibutirat
tidak bereaksi
Warna yang dicari mungkin samar-samar oleh presipitat
ferrifosfat yang selalu terbentuk; maka dari itu dianjurkan supaya
menyaring cairan dan mencari warna itu di dalam filtrate. Warna
merah anggur itu tidak hanya dapat ditimbulkan oleh asam
aceto-acetat.fenol, salicylat-salicylat, antipyrin dan
natriumbikarbonat juga memberi warna serupa, hasil tes itu
menjadi positif palsu. Jarang-jarang terjadi warna hijau,
disebabkan fenilalanin.
Test Gerhardt yang positif selalu harus disertai test Rothera
yang positif juga. Seandainya Gerhardt positif, sedangkan
Rothera negative, maka konklusi ialah Gerhardt positif palsu
karena tes Rothera amat lebih peka terhadap asam aceto-acetat
daripada tes Gerhardt. Meskipun tes Gerhardt kurang peka, ada
gunanya juga dipakai disamping tes Rothera, karena bilamana
tes Gerhardt itu positif, diberikan olehnya isyarat bahwa
ketonuria lebih berat daripada yang hanya menyebabkan
Rothera positif saja. Kurang sensitif di banding dengan rothera,
sensitif terhadap asam asetoasetat, merupakan reaksi warna
3++
dengan ion Fe dalam larutan asam dan dapat timbul reaksi
positif palsu dengan obat-obatan fenolat terutama salisilat.

Faktor yang mempengaruhi hasil laboratorium dalam


pemeriksaan zat keton :
a. Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak dapat
menyebabkan temuan positif palsu.
b. Urin disimpan pada temperature ruangan dalm waktu yang
lama dapatmenyebabkan hasil uji negative palsu.
c. Adanya bakteri dalam urin dapat menyebabkan kehilangan
asam aseto asetat.

33
d. Anak penderita Diabetes cenderung mengalami ketonuria dari
pada dewasa.

Prosedur Kerja
Alat :
Tabung reaksi
Pipet tetes
Bahan :
Urine segar
Larutan feriklorida 10%
Kertas saring

Cara kerja :
Pra Analitik: Tidak memerlukan persiapan khusus.
Analitik :
a. Memasukkan 5 ml urine ke dalam tabung reaksi
b. Menambahkan larutan feriklorida 10% sebanyak 3-5
tetes ke dalam tabung dan dikocok sampai larut
c. Jika terbentuk endapan putih, maka disaring.
d. Terhadap filtrate ditambahkan beberapa tetes larutan
feriklorida lagi dan diperhatikan hasilnya.
Pasca Analitik: Mencatat hasil pengamatan
Interpretasi hasil
a. Negatif jika tidak terjadi perubahan warna
b. Warna merah coklat menandakan hasil tes positif
c) Pemeriksaan bilirubin
Pengertian bilirubin
Bilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin yang terjadi
dalam sel-sel RES dan sel-sel poligonal hati. Bilirubin yang terjadi
tidak larut dalam plasma, oleh karena itu untuk memungkinkan
terjadinya transportasi ke dalam hepar maka pigmen tersebut
berikatan dengan protein plasma terutama albumin. Bilirubin
yang berasal dari sel-sel RES dilepas kedalam peredaran darah
untuk kemudian memasuki hepar.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus
dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal

34
dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem
bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang
mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas.

Pembentukan bilirubin
Dalam keadaan fisiologis, masa hidup erytrosit manusia
sekitar 120 hari, eritrosit mengalami lisis 1-2108 setiap jamnya
pada seorang dewasa dengan berat badan 70 kg, dimana
diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari.
Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan
oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi
komponen asam-asam aminonya. Katabolisme heme dari semua
hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel
oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme oksigenase yang
merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450.
Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan
jembatan metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier.
Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-
reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi
dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon
monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena dan
biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi
oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga
rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III IV
dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin.
Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi
degradasi ini.
Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan
dengan biliverdin. Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan

35
membentuk 35 mg bilirubin dan tiap hari dibentuk sekitar 250
350 mg pada seorang dewasa, berasal dari pemecahan
hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan
pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan
retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma
dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan diangkut oleh
albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25
mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang
melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas
dan berdifusi ke jaringan.
Bilirubin yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan
diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein
pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini
mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan
bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan
dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar akan menetap
dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut. Hepatosit akan
mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat
diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses
perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang
dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzim bilirubin
glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform
enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada
retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua
tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor
glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin
monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian
dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap
kedua.
Metabolisme bilirubin

36
Bila eritrosit telah hidup melampaui masa hidupnya selama
rata-rata 120 hari maka membrannya akan pecah dan
hemoglobin yang dikeluarkan di fagositosis oleh sel Retikulo
Endotel System (RES) diseluruh tubuh. Hemoglobin pertama-
tama dipecah menjadi heme dan globin, lingkaran protoporfirin
terbuka, Fe dilepaskan untuk diikat menjadi transferin, kemudian
berubah menjadi biliverdin dan direduksi menjadi bilirubin. Fe
yang dilepaskan diikat oleh protein dalam jaringan dan beredar
dalam darah sebagai Iron Binding Protein Capacity. Rantai globin
sebagian akan dipecah menjadi asam-asam amino yang
disimpan dalam Body Fool of Amino Acid, sebagian tetap dalam
bentuk rantai globin yang akan lagi digunakan untuk membentuk
hemoglobin baru. Bilirubin yang dilepaskan kedalam darah
sebagian besar terikat dengan albumin, sebagian kecil terikat
dengan 2-globulin dan dibawa ke hati. Bilirubin yang terikat
dengan protein ini disebut prebilirubin atau Unconjugated
bilirubin.
Di dalam sel hati (hepatosit), bilirubin diikat oleh 2 protein
intraseluler utama dalam sitoplasma, protein sitosolik Y
(misalnya, ligandin atau glutathione S-transferase B) dan protein
sitosolik z (dikenal juga sebagai fatty acidbinding protein).
Didalam hati bilirubin dilepaskan dari albumin dan selanjutnya
mengalami konjugasi dengan Asam glukoronat membentuk ester
Bilirubin monoglukoronat atau Bilirubin diglukoronat (BDG) yang
dikenal dengan nama Conjugated Bilirubin (CB). Proses ini
berlangsung karena pengaruh enzim Urindhyn di-Phosphate
Glukoronil Transferase (UDPG). CB ini bersifat sangat mudah larut
di air dan merupakan pigmen utama dari empedu. Bilirubin
dikonjugasi (CB) disekresikan ke dalam saluran empedu dan
melewati usus.

37
Ketika direct bilirubin (CB) ini sampai di usus besar / kolon
oleh bakteri-bakteri usus direduksi menjadi urobilinogen dimana
sebagian urobilinogen tersebut direabsorpsi melalui mukosa usus
masuk dalam darah. Sebagian zat ini diekskresi oleh hati dan
kembali masuk kedalam usus kemudian sekitar 5 % diekskresi
oleh ginjal melalui urine. Setelah urine tersebut kena udara maka
urobilinogen teroksidasi menjadi Urobilin sedangkan pada faeces
sterkobilinogen teroksidasi menjadi sterkobilin.
Pemeriksaan bilirubin
Bilirubin terbagi menjadi 2 jenis yaitu Bilirubin Indirek yang
merupakan bilirubin yang menglami konjugasi oleh hati dengan
asam glukoronat dan Bilirubin Direk yang telah mengalami
konjugasi dengan asam glukoronat di dalam hati. Pemeriksaan
bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium
dengan bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna
biru atau ungu tua. Garam diazonium terdiri dari p-nitrobenzene
diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang
dipakai adalah asam sulfo salisilat.
Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil
positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran
empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat
mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi
sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung
metabolit pyridium atau serenium.

Prosedur Kerja
Alat :
Tabung reaksi
Bahan :
Urine segar
Larutan Ba Cl2 10 %

38
Kertas saring
Aluminium foil (untuk menutup tabung)
Reagen Fouchet
Cara kerja :
Pra Analitik : Tidak memerlukan persiapan khusus
Analitik :
a. Memasukkan 5 ml urine ke dalam tabung reaksi, dan
dikocok.
Cl2
b. Ditambahkan 5 ml larutan Ba 10 % campur dan

disaring.
c. Kertas saring yang berisi presipitat diangkat dari corong,
dibuka lipatannya dan ditaruh mendatar di atas corong
itu. Biarkan beberapa saat hingga agak kering.
d. Meneteskan 2-3 tetes pereaksi Fouchet ke atas
presipitat di atas kertas saring itu.
e. Timbulnya warna hijau menandakan positif bilirubin.
Pasca Analitik : Mencatat hasil pengamatan
Interpretasi hasil
a. Negatif, jika tidak terjadi perubahan warna.
b. Adanya warna hijau menandakan hasil positif yang dapat
dinilai sebagai + atau ++

d) Pemeriksaan urobilinogen metode Wallace Diamond


Urobilinogen adalah larut dalam air dan transparan produk
yang merupakan produk dengan pengurangan bilirubin dilakukan
oleh interstinal bakteri . Hal ini dibentuk oleh pemecahan
hemoglobin. Sementara setengah dari Urobilinogen beredar
kembali ke hati, setengah lainnya diekskresikan melalui feses
sebagai urobilin. Ketika ada kerusakan hati, kelebihan itu akan
dibuang keluar melalui ginjal. Siklus ini dikenal sebagai
Urobilinogen enterohepatik siklus . Terdapat berbagai faktor yang
dapat menghambat siklus ini . Salah satu alasan menjadi
gangguan lebih dari hemoglobin (hemolisis) karena malfungsi

39
hati berbagai seperti hepatitis, sirosis. Ketika ini terjadi,
Urobilinogen lebih diproduksi dan diekskresikan dalam urin. Pada
saat seseorang menderita penyakit kuning, itu didiagnosa oleh
warna kulit yang sedikit kuning dan warna kuning dari
urin.Namun bila ada obstruksi pada saluran empedu, hal itu akan
menyebabkan penurunan jumlah Urobilinogen dan ada lebih
sedikit urobilin dalam urin. Lebih rendah jumlah urobilin Sof
dapat disebabkan oleh hilangnya flora bakteri usus yang
berperan dalam sintesa produk HTI. Untuk mendeteksi jenis
kerusakan di hati, tes Urobilinogen dilakukan dengan mengukur
kadar uribilinogen dalam urin.
Urobilinogen sering didapat dalam urine karena urobilinogen
merupakan suatu zat hasil perombakan hemoglobin yang
digunakan untuk memberi warna urine. Kadar eksresi
urobilinogen normal dalam urine adalah 1-4mg/24jam. Jika
didapati kadar urobilinogen lebih dari kadar normal, maka
kemungkinan terdapat kerusakan hati atau berlebihnya Hb yang
dirombak oleh hati (kiana, 2103).
Urobilinogen dan beberapa macam zat lain yang mungkin
terdapat dalam urine bereaksi dengan pereaksi Erlich menyusun
zat warna yang merah. Karena urobilinogen yang tidak dapat
bereaksi dengan pereaksi Erlich itu, maka sangat penting untuk
memakai urine segar atau memakai urine yang diawetkan
dengan menggunakan pengawet natrium karbonat. Selain
Urobilinogen, beberapa zat lain (kromogen) yang juga menyusun
warna merah jika bereaksi dengan pereaksi Erlich adalah zat-zat
yang termasuk dalam golongan derivate indol, diantaranya 5,6-
dihidroxindol dan skatoxil sulfat (indikan) dan porfobilinogen.
Jika akan melakukan pemeriksaan ini dengan urine sewaktu
sebaiknya digunakan urine yang dikeluarkan pada sore hari
karena ekskresi urobilinogen meningkat pada sore hari. Bilirubin

40
mengganggu percobaan ini, karena akan membentuk zat hijau
dengan Erlich. Jika ada, harus dibuang dulu dengan cara
mengocok urine dengan kalsium hidroksida padat dan kemudian
menyaringnya. Filtrate dipakai untuk pemeriksaan Urobilinogen.
Dalam keadaan normal kadar urobilinogen berkisar antara 0,1 -
1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan ekskresi urobilinogen
urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu
atau proses hemolisa yang berlebihan di dalam tubuh. Tes
terhadap urobilinogen sebaiknya dilakukan dengan cara yang
memberi kemungkinan untuk penilaian semikuantitatif.
Hasil pemeriksaan harus dibaca dalam waktu paling lama 5
menit, karena jika dibiarkan maka warna merah tersebut akan
menjadi lebih merah lagi dan mencapai puncaknya setelah 30
menit. Dalam keadaan normal urine memberikan reaksi positif
sampai pengenceran 20x sedangkan yang diencerkan 40x
negative. Jika urine pada pengenceran 40x masih positif
menandakan ekskresi urobilinogen (kromogenlain) bertambah
banyak. Jika warna merah hanya timbul dalam urine yang tidak
diencerkan atau di dalam urine yang diencerkan kurang dari 20x
mungkin ekskresi urobilinogen kurang dari normal.

Tingkat Urobilinogen dalam urin


a. Dalam urin: kisaran Urobilinogen normal adalah kurang dari 17
umol / L (<1mg/dl). Kisaran Urobilinogenukur adalah 0 8 mg /
dl. Nilai Urobilinogen abnormal dapat menampilkan meningkat
serta nilai-nilai rendah.
b. Peningkatan nilai adalah indikasi dari kerusakan RBC secara
berlebihan, membebani hati, produksi Urobilinogen berlebih, hati
yang berfungsi dalam batasan, hematoma, keracunan, sirosis
hati, fungsi hati.
c. Nilai-nilai rendah adalah indikasi penyumbatan di bileducts dan
kegagalan empedu produksi.

41
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium
1. Reaksi positif palsu
Pengaruh obat : fenazopiridin (Pyridium), sulfonamide,
fenotiazin, asetazolamid (Diamox), kaskara, metenamin
mandelat (Mandelamine), prokain, natrium bikarbonat,
pemakaian pengawet formaldehid.
Makanan kaya karbohidrat dapat meninggikan kadar
urobilinogen, oleh karena itu pemeriksaan urobilinogen
dianjurkan dilakukan 4 jam setelah makan.
Urine yang bersifat basa kuat dapat meningkatkan kadar
urobilinogen; urine yang dibiarkan setengah jam atau lebih
lama akan menjadi basa.
2. Reaksi negatif palsu
Pemberian antibiotika oral atau obat lain (ammonium
klorida, vitamin C) yang mempengaruhi flora usus yang
menyebabkan urobilinogen tidak atau kurang terbentuk
dalam usus, sehingga ekskresi dalam urine juga berkurang.
Paparan sinar matahari langsung dapat mengoksidasi
urobilinogen menjadi urobilin.
Urine yang bersifat asam kuat.

Prosedur Kerja
Alat :
Tabung reaksi
Bahan :
Reagen Erlich

Cara kerja :
Pra Analitik: Tidak memerlukan persiapan khusus.
Analitik :
a. Memasukkan 10 ml urine ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 1 ml pereaksi Erlich.

42
b. Dicampur dan dibiarkan selama 3-5 menit (tidak boleh
lebih).
c. Hasil pemeriksaan ditentukan sbb: dilihat dari atas ke
bawah ke dalam tabung reaksi itu yang didirikan vertical
dengan sepotong kertas putih di bawahnya. Jika warna
yang terlihat pada cara itu hanya samar-samar saja,
percobaan dianggap selesai. Namuun, jika warna merah
yang terlihat sangat pekat, lanjutkan pemeriksaan
dengan pengenceran.
Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8
No
Urine (ml) 1,0 0,5 0,3 0,2 0,2 0,1 0,12 0,1
5 0 5 5 0
Air (ml) 10 10 10 10 10 10 10 10
Pengence 10x 20x 30x 40x 50x 70x 80x 100
ran x

d. Dengan memakai urine yang diencerkan itu dilakukan


lagi pemeriksaan seperti di atas.
e. Hasil pemeriksaan dilaporkan berdasarkan pengecatan
tertinggi yang masih memperhatikan warna merah dan
juga menyebutkan pengenceran yang tidak
menimbulkan warna merah lagi. Contoh : pengecatan
1 : 40 positif, pengenceran 1:50 negatif.
Pasca Analitik :Mencatat hasil pengamatan
Interpretasi hasil :
a. Negatif : Tidak berubah warna
b. Adanya warna merah menandakan hasil positif yang dapat
dinilai sebagai (+) atau (++).
e) Pemeriksaan urobilin metode Schlesinger
Urobilin adalah pigmen alami dalam urin yang menghasilkan
warna kuning. Empedu, yang sebagian besar dibentuk dari
bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri
usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen.

43
Pembentukan urobilin yaitu Bilirubin terkonjugasi yang
mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym
bakteri glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida
direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa
tetrapirol tak berwarna.Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali
dari usus ke perdarahan portal dan dibawa ke ginjal kemudian
dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada
urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan
dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang
berwarna kuning kecoklatan.
Banyak tes urin (urinalisis) yang memantau jumlah urobilin
dalam urin karena merupakan zat penting dalam metabolisme/
produksi urin.
Dalam urine segar tidak ada urobilin, zat itu timbul oleh
adanya oxidasi urobilinogen yang sering disebut sebagai
penderita Hiperbilirubinemia neonatal merupakan penyebab
hemolisis pada bayi yang baru lahir. Pada pemeriksaan terhadap
urobilin sengaja ditambahkan sedikit iodium sebagai larutan
lugol untuk menjalankan oxidase itu. Yang dipakai untuk
menyatakan urobilin ialah pereaksi Schlesinger, yaitu larutan
zinkasetat atau zink klorida yang jenuh dalam alcohol 95
%.Prinsip pemeriksaan Urobilin ialah Reaksi antara urobilin
dengan reagen Shlesinger akan membentuk florosensi berwarna
hijau terang. Di mana penambahan lugol pada pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mengoksidasi urobilinogen karena dalam
urine segar tidak ada urobilin.
Bilirubin dapat mengganggu pada percobaan ini. Bila ada
bilirubin harus dihilangkan dulu dengan cara menambahkan
calcium hidroksida padat dalam urin, lalu filtrate hasil saringan
dipakai untuk pemeriksaan. Jika ada florosensi sebelum diberikan
pereaksi Schlesinger, mungkin hal itu disebabkan oleh zat-zat

44
yang mempunyai daya florosensi. Diantara zat-zat yang sering
didapat adalah riboflavin dari tablet multivitamin, dsb, flurosensi
(dipakai sebagai diagnostikum), eosin dan erytrosin (dipakai
untuk mewarnakan gula-gula mercurochrome dan acriflavin).
Florosensi yang disebabkan oleh riboflavin dapat dikenal dengan
percobaan Numann. Pada tes ini dapat dipakai cara
semikuantitatif untuk menilai hasilny, meskipun dari kerasnya
florosensi dapat juga diduga konsentrasi urobilin. Untuk itu, hasil
percobaan hanya dinilai dengan -, +, ++ saja.
Jumlah urobilin dalam urine adalah zat penting dalam
metabolisme, produksi urin. Tingkat Urobilin dapat memberikan
wawasan tentang efektivitas fungsi saluran kemih. Normalnya,
urin akan muncul sebagai baik urin berwarna kuning muda atau
Kuning pada urin adalah dari keberadaan urobilin. Jika ada bahan
kimia lain dalam urin, penampilan urin bisa menggelapkan, atau
dapat muncul dalam kasus partikel mendung yang hadir, atau
hanya oranye urin dalam kasus dehidrasi.
Urobilin ditemukan pada :
a. Obstruksi saluran empedu d. Gangguan faal hati
Ekstra hepata e. Konstipasi
Intra hepata f. Diare
b. Flora usus g. Gangguan faal ginjal
c. Produksi Bilirubin
Tes terhadap urobilin menurut Schlesinger masih juga ada
manfaat lain, yaitu jika terpaksa memeriksa urine yang tidak
segar lagi. Biarpun urine itu tidak lagi berisi urobilinogen,
sehingga test menurut Wallace Diamond menjadi negative, tetapi
reaksi florosensi kuat dengan pereaksi Schlesingerr memberi
petunjuk bahwa semula mungkin ada banyak urobilinogen dalam
urine yang diperiksa.
Prosedur Kerja
Alat :

45
Tabung reaksi
Bahan :
Urine sewaktu
Lugol (0,5 gr dan I2 dan 1 gr KI dilarutkan dalam air,
setelah larut ditambah air sampai 15o ml).
Pereaksi Schlesinger (10 gr Zn (CH3COOH)2 disuspensikan
dalam 100 ml alcohol 96 %).
Kertas saring
Cara kerja :
Pra Analitik : Tidak memerlukan persiapan khusus.
Analitik :
a. Memasukkan 5 ml urine ke dalam tabung reaksi dan
diperhatikan adanya florosensi atau tidak.
b. Jika terdapat florosensi, maka urine itu tidak dapat dipakai
untuk tes terhadap urobilin, karena akan menjadikan hasil
tes positif palsu.
c. Jika tidak ada florosensi, ditambahkan 2-4 tetes larutan
lugol, dicampuran, dan dibiarkan selama 5 menit atau
lebih.
d. Dibubuhi 5 ml pereaksi Schlesinger, dicampur, dan
kemudian disaring.
e. Diperiksan adanya florosensi dalam filtrate, diuji dengan
cahaya matahari berpantul dengan latar belakang yang
hitam .
Pasca Analitik : Mencatat hasil pengamatan.
Interpretasi hasil :
a. Negatif, jika tidak terjadi perubahan warna/tidak ada
florosensi.
b. Adanya florosens hijau menandakan hasil positif yang
dapat dinilai sebagai + atau ++
f) Pemeriksaan ProteinUrine
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur
C,H,O dan N . Protein sangat penting sebagai sumber asam
amino yang digunakan untuk membangun struktur tubuh. Selain

46
itu protein juga bisa digunakan sebagai sumber energi bila terjadi
defisiensi energi dari karbohidrat dan/atau lemak.
Sifat-sifat protein beraneka ragam, dituangkan dalam berbagai
sifatnya saat bereaksi dengan air, beberapa reagen dengan
pemanasan serta beberapa perlakuan lainnya.
Protein tersusun dari peptida-peptida sehingga membentuk
suatu polimer yang disebut polipeptida. Setiap monomernya
tersusun atas suatu asam amino. Asam amino adalah molekul
organik yang memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang
mana pada bagian pusat asam amino terdapat suatu atom
karbon asimetrik (Gambar 1). Pada keempat pasangannya yang
berbeda itu adalah gugus amino, gugus karboksil, atom
hidrogen, dan berbagai gugus yang disimbolkan dengan huruf R.
Gugus R disebut juga sebagai Rantai samping yang berbeda
dengan gugus amino. (Campbell et al., 2009).
Protein yang tersusun dari rantai asam amino akan memiliki
berbagai macam struktur yang khas pada masing-masing
protein. Karena protein disusun oleh asam amino yang berbeda
secara kimiawinya, maka suatu protein akan terangkai melalui
ikatan peptida dan bahkan terkadang dihubungkan oleh ikatan
sulfida. Selanjutnya protein bisa mengalami pelipatan-pelipatan
membentuk struktur yang bermacam-macam. Adapun struktur
protein meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur
tersier, dan struktur kuartener .

47
Gambar 1.1 Reaksi pembentukan peptida melalui reaksi
dehidrasi
a. Struktur primer merupakan struktur yang sederhana dengan
urutan-urutan asam amino yang tersusun secara linear yang
mirip seperti tatanan huruf dalam sebuah kata dan tidak terjadi
percabangan rantai.
b. Struktur sekunder merupakan kombinasi antara struktur
primer yang linear distabilkan oleh ikatan hidrogen antara gugus
=CO dan =NH di sepanjang tulang belakang polipeptida. Salah
satu contoh struktur sekunder adalah -heliks dan -pleated.
Struktur ini memiliki segmen-segmen dalam polipeptida yang
terlilit atau terlipat secara berulang (Campbell et al., 2009).
c. Struktur tersier adalah lapisan yang tumpang tindih di atas
pola struktur sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak
beraturan dari ikatan antara rantai samping (gugus R) berbagai
asam amino. Struktur ini merupakan konformasi tiga dimensi
yang mengacu pada hubungan spasial antar struktur sekunder.
Struktur ini distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni ikatan
hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen, dan ikatan hidrofobik.
Dalam struktur ini, ikatan hidrofobik sangat penting bagi protein.
Asam amino yang memiliki sifat hidrofobik akan berikatan di

48
bagian dalam protein globuler yang tidak berikatan dengan air,
sementara asam amino yang bersifat hodrofilik secara umum
akan berada di sisi permukaan luar yang berikatan dengan air di
sekelilingnya (Murray et al, 2009; Lehninger et al, 2004).
Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa
metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik.
Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan
interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di
glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke
dalam urin. Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150
mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan
sebagai proteinuria. Adanya protein dalam urine disebut
proteinuria.Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu
sehat karena perubahan fisiologis. Selama olahraga, stress atau
diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan
protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urine. Pra-
memstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan
jumlah protein tinggi. Protein terdiri atas fraksi albumin dan
globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang
sensitive untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena
penyakit glomerular, diabetes mellitus, dan hipertensi.
Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul
rendah merupakan pertanda yang sensitive untuk beberapa tipe
penyakit tubulointerstitiel.
Proteinuria
Proteinuria yaitu urin manusia yang terdapat protein yang
melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau
pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2. Dalam keadaan normal,
protein didalam urin sampai sejumlah tertentu masih dianggap
fungsional. Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin

49
rutin, baik tanpa gejala, ataupun dapat menjadi gejala awal dan
mungkin suatu bukti adanya penyakit ginjal yang serius.
Walaupun penyakit ginjal yang penting jarang tanpa adanya
proteinuria, kebanyakan kasus proteinuria biasanya bersifat
sementara, tidak penting atau merupakan penyakit ginjal yang
tidak progresif. Lagipula protein dikeluarkan urin dalam jumlah
yang bervariasi sedikit dan secara langsung bertanggung jawab
untuk metabolisme yang serius. Adanya protein di dalam urin
sangatlah penting, dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
menentukan adanya penyebab/penyakit dasarnya.
Adapun proteinuria yang ditemukan saat pemeriksaan
penyaring rutin pada orang sehat sekitar 3,5%.Jadi proteinuria
tidak selalu merupakan manifestasi kelainan ginjal.
Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya
diatas 200mg/hari.pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu
yang berbeda. Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika
protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan
jumlahnya biasanya hanya sedikit diatas nilai normal. Dikatakan
proteinuria massif bila terdapat protein di urin melebihi 3500
mg/hari dan biasanya mayoritas terdiri atas albumin. Dalam
keadaan normal, walaupun terdapat sejumlah protein yang cukup
besar atau beberapa gram protein plasma yang melalui nefron
setiap hari, hanya sedikit yang muncul didalam urin. Ini
disebabkan 2 faktor utama yang berperan yaitu:
1. Filtrasi glomerulus
2. Reabsorbsi protein tubulus
Patofisiologi Proteinuria
Proteinuria dapat meningkatkan melalui salah satu cara dari
ke-4 jalan yaitu:

50
1. Perubahan permeabilitas glumerulus yang mengikuti
peningkatan filtrasi dari protein plasma normal terutama abumin.
2. Kegagalan tubulus mereabsorbsi sejumlah kecil protein
yang normal difiltrasi.
3. Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal,Low Molecular
Weight Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas
reabsorbsi tubulus.
4. Sekresi yang meningkat dari mekuloprotein uroepitel dan
sekresi IgA dalam respon untuk inflamasi.
Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler
glomerulus tetapi tidak memasuki urin. Muatan dan selektivitas
dinding glomerulus mencegah transportasi albumin, globulin dan
protein dengan berat molekul besar lainnya untuk menembus
dinding glomerulus. Protein yang lebih kecil (100 kDal)
sementara foot processes dari epitel/podosit akan
memungkinkan lewatnya air dan zat terlarut kecil untuk transpor
melalui saluran yang sempit. Saluran ini ditutupi oleh anion
glikoprotein yang kaya akan glutamat,aspartat, dan asam silat
yang bermuatan negatif pada pH fisiologis. Muatan negatif akan
menghalangi transpor molekul anion seperti albumin.
Mekanisme lain dari timbulnya proteinuria ketika produksi
berlebihan dari proteinuria abnormal yang melebihi kapasitas
reabsorbsi tubulus. Ini biasanya sering dijumpai pada diskrasia
sel plasma (mieloma multipel dan limfoma) yang dihubungkan
dengan produksi monoklonal imunoglobulin rantai pendek. Rantai
pendek ini dihasilkan dari kelainan yang disaring oleh glomerulus
dan di reabsorbsi kapasitasnya pada tubulus proksimal. Bila
ekskersi protein urin total melebihi 3,5 gram sehari, sering
dihubungkan dengan hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
edema (sindrom nefrotik) (Ganong, W. F, 2000).

51
Proteinuria Fisiologis
Proteinuria sebenarnya tidaklah selalu menunjukkan
kelainan/penyakit ginjal. Beberapa keadaan fisiologis pada
individu sehat dapat menyebabkan proteinuria. Pada keadaan
fisiologis sering ditemukan proteinuria ringan yang jumlahnya
kurang dari 200 mg/hari dan bersifat sementara. Misalnya, pada
keadaaan demam tinggi, gagal jantung, latihan fisik yang kuat
terutama lari maraton dapat mencapai lebih dari 1 gram/hari,
pasien hematuria yang ditemukan proteinuria masif, yang
sebabnya bukan karena kebocoran protein dari glomerulus tetapi
karena banyaknya protein dari eritrosit yang pecah dalam urin
akibat hematuri tersebut (positif palsu proteinuria masif)
(Ganong, W. F, 2000).
Proteinuria Patologis
Sebaliknya, tidak semua penyakit ginjal menunjukkan
proteinuria, misalnya pada penyakit ginjal polikistik, penyakit
ginjla obstruksi, penyakit ginjal akibat obat-obatan analgestik
dan kelainan kongenital kista, sering tidak ditemukan proteinuria.
Walaupun demikian proteinuria adalah manifestasi besar
penyakit ginjal dan merupakan indikator perburukan fungsi
ginjal. Baik pada penyakit ginjal diabetes maupun pada penyakit
ginjal non diabetes.
Kita mengenal 3 macam proteinuria yang patologis:
Proteinuria yang berat, sering kali disebut masif, terutama pada
keadaan nefrotik, yaitu protein didalam urin yang mengnadung
lebih dari 3 gram/24 jam pada dewasa atau 40 mg/m2/jam pada
anak-anak, biasanya berhubungan secara bermakna dengan
lesi/kebocoran glomerulus. Sering pula dikatakan bila protein di
dalam urin melebihi 3,5 gram/24 jam.

52
Akibat kekurangan dan kelebihan protein.
Kekurangan
Diantara kelaparan yang berat dan nutrisi yang cukup,
terdapat tingkatan yang bervariasi dari nutrisi yang tidak
memadai, seperti kurang kalori protein (kkp), yang merupakan
penyebab kematian pada anak-anak di negara-negara
berkembang. pertumbuhan yang cepat, adanya infeksi, cedera
atau penyakit menahun, dapat meningkatkan kebutuhan akan
zat-zat gizi, terutama pada bayi dan anak-anak yang sebelumnya
telah menderita malnutrisi. Kurang kalori protein disebabkan oleh
konsumsi kalori yang tidak memadai, yang mengakibatkan
kekurangn protein dan mikronutrisi (zat gizi yang diperlukan
dalam jumlah sedikit, misalnya vitamin dan mineral).
Kelebihan
Beberapa penyakit atau efek akibat kelebihan protein, yaitu :
a. Kerusakan ginjal
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang paling penting
dengan fungsi utamanya untuk menyaring semua zat, racun
serta limbah yang diproduksi oleh organ lain di dalam tubuh.
Apabila protein yang masuk di dalam tubuh terlalu banyak, maka
kinerja dari ginjal akan semakin berat karena banyak limbah
berupa racun dan juga zat tidak berguna yang harus dikeluarkan
serta disaring oleh ginjal. Kerusakan ginjal ini sering ditemukan
pada orang yang mengonsumsi banyak protein hewani serta
makanan olahan seperti mie instan, efek dari pencucian darah
dan juga allopurinol.
b. Rentan terkena resiko kanker
Penyakit akibat kelebihan protein lainnya adalah rentan
terkena berbagai macam kanker. Sumber protein yang tertinggi
diperoleh dari hewani, namun protein hewani juga memiliki
kandungan lemak yang tinggi sehingga lemak tersebut tidak bisa

53
dicerna dan diserap oleh tubuh secara maksimal sehingga
menimbulkan banyak penumpukan.
Penumpukan lemak secara berlebihan bisa memicu
kemunculan dari berbagai radikal bebas yang masuk ke dalam
tubuh dan menyebabkan pertumbuhan dari sel kanker manjadi
lebih cepat dan berbahaya. Seringnya mengonsumsi daging asap
ataupun daging beku dalam kemasan juga bisa memicu
penumpukan protein di dalam tubuh yang menyebabkan
tumbuhnya sel kanker.
c. Meningkatkan Kolesterol
Penyakit karena protein berlebih bisa memicu tingginya kadar
kolesterol dalam tubuh. Kolesterol merupakan titik awal dari
munculnya penyakit yang berbahaya untuk tubuh karena
menyebabkan pembekuan arteri dalam darah sehingga bisa
memunculkan gejala penyakit jantung yang berbahaya. Selain
jantung, kolesterol juga memicu terjadinya berbagai penyakit
keras lainnya seperti gula darah tinggi sehingga menimbulkan
diabetes, tekanan darah tinggi yang bisa memicu penyakit stroke
serta asam urat yang berbahaya. Protein hewani merupakan
salah satu pemicu terjadinya kolesterol dalam tubuh.
d. Pemicu penyakit kekurangan kalsium
Masuknya protein dengan jumlah berlebih dalam tubuh bisa
memicu produksi asam semakin meningkat dan tinggi sehingga
membuat kemampuan tulang dalam menyerap kalsium akan
semakin rendah dan akhirnya berbagai macam penyakit
kekurangan kalsium seperti osteoporosis bisa terjadi pada setiap
orang. Tanda-tanda yang terjadi bila seseorang mengalami
kekurangan kalsium adalah adanya rasa sakit yang terjadi di
sekitar pergelangan tangan ataupun nyeri tulang.

Pemeriksaan Protein Urine dengan Asam Asetat


(Kualitatif)

54
Pemeriksaan terhadap protein termasuk pemeriksaan rutin.
Kebanyakan cara rutin untuk menyatakan adanya protein dalam
urin berdasarkan kepada timbulnya kekeruhan. Karena padatnya
atau kasarnya kekeruhan itu menjadi satu ukuran untuk jumlah
protein yang ada, maka menggunakan urin yang jernih betul
menjadi syarat yang penting terhadap protein. Jika urine yang
akan diperiksa jernih, boleh terus dipakai, dan apabila kekeruhan
tidak dapat dihilangkan maka bisa dilakukukan penjernihan atau
penyaringan pada urine sehingga urin yang digunakan untuk
pemeriksaan adalah urin yang benar-benar jernih.
Salah satu cara pemeriksaan protein urine ialah pemanasan
dengan asam asetat. Protein dengan pemanasan akan terbentuk
presipitat yang terlihat berupa kekeruhan. Pemberian asam
asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik isoelektrik
protein. Pemanasan selanjutnya mengadakan denaturasi dan
terjadi presipitasi. Kekeruhan yang ringan sangat sukar dilihat,
maka harus digunakan tabung yang bersih dan bagus. Jika
tabung telah tergores tidak dapat digunakan lagi.
Sumber reaksi positif palsu
Sumber reaksi positif palsu yaitu kekeruhan yang tidak
disebabkan oleh globulin atau albumin, kemungkinannya adalah :
a. Nukleoprotein, kekeruhan terjadi pada saat pemberian asam
asetat sebelum pemanasan.
b. Mucin, kekeruhan juga terjadi pada saat pemberian asam
asetat sebelum pemanasan.
c. Proteose, presipitat terjadi setelah campuran reaksi
mendingin, jika dipanasi akan menghilang lagi.
d. Asam-asam renin, kekeruhan oleh zat ini larut dalam alcohol.
e. Protein Bence Jones, protein ini larut dalam pada suhu didih
urine, terlihat kekeruhan pada suhu kira-kira 60 derajat
celcius.

55
Prosedur Kerja
Alat :
Tabung reaksi
Lampu spiritus
Rak tabung reaksi
Penjepit tabung reaksi
Bahan :
Urine sewaktu
Asam acetat 6%
Cara kerja :
Pra Analitik : Tidak memerlukan persiapan khusus
Analitik :
a. Memasukkan urine ke dalam tabung reaksi tabung.
b. Dengan memegang tabung reaksi pada ujung bawah,
lapisan atas urine itu dipanasi di atas nyala api sampai
mendidih selama 30 detik.
c. Diperhatikan terjadinya kekeruhan di lapisan atas urine
itu. Jika terjadi kekeruhan mungkin disebabkan oleh
protein, tetapi juga mungkin oleh kalsium karbonat atau
kalsium fosfat.
d. Meneteskan 3-5 tetes larutan asam asetat 6% ke dalam
urine. Jika kekeruhan itu disebabkan oleh kalsium fosfat
kekeruhan itu akan lenyap. Jika kekeruhan disebabkan
karbonat kekeruhan akan hilang juga tetapi dengann
pembentukan gas. Jika kekeruhan tetap ada atau
menjadi lebih keruh lagi, maka tes terhadap protein
dinyatakan positif.
e. Dipanasi sekali lagi lapisan atas itu sampai mendidih
dan kemudian memberi penilaian semi kuantitatif pada
hasilnya.
Pasca Analitik

56
Interpretasi Hasil :
a. (-) : Tidak ada kekeruhan
b. (+) : Kekeruhan ringan (seperti awan) tanpa butir (kadar
protein 0,01-0,05%)
c. (++) : Kekeruhan mudah dilihat dan tampak butir-butir
dalam kekeruhan (0,05-0,2%)
d. (+++) : Urine jelas keruh dan kekeruhan itu berkeping-
keping (0,2-0,5%)
e. (++++) : Urine sangat keruh dan berkeping-keping besar
atau bergumpal-gumpal (> 0,5%).
Penetapan Jumlah Protein Metode Esbach (Kuantitatif)
Pengukuran proteinuria penting dilakukan dalam
mendiagnosis gangguan ginjal dan mengetahui respon
pengobatan. Proteinuria massive biasanya terjadi pada gangguan
glomerular, dimana tingkat tertinggi pada sindrom nefrotik (SN).
Proteinuria massive dapat ditentukan dengan uji Esbach, yang
merupakan standar terbaik untuk pengukuran proteinuria.
Uji Esbach merupakan pemeriksaan untuk menilai kadar
protein dalam urin (Proteinuria). Pada uji ini, pemeriksaan
kuantitatif albumin dalam urine dengan cara mencampurkan
larutan asam pikrat 1% dalam air dan larutan asam sitrat 2%
dalam air dengan urine. Asam sitrat ini hanya digunakan untuk
tujuan menjaga keasaman cairan. Hasil positif dilihat dengan
adanya kekeruhan dan tingkat kekeruhan sesuai dengan jumlah
protein.
Pada uji urinalisis, salah satu parameter yang dapat diukur
untuk mengetahui adanya kelainan ginjal adalah protein (protein
loss).
Jadi untuk mendapatkan sampel urin ini, pasien diharuskan
menampung semua urinnya selama 24 jam mulai dari jam 6 pagi
sampai jam 6 pagi pada hari berikutnya. Urine yang keluar
pertama kali pada pagi hari tidak ditampung, karena merupakan

57
hasil dari malam harinya. Jadi urine mulai ditampung setelah
berkemih pertama kali pada pagi hari sampai pasien berkemih
pertama kali pada pagi hari di hari berikutnya.
Pada uji Esbach, hasil positif palsu (false positif) dapat terjadi
bila sampel urine sifatnya terlalu basa atau terlalu encer. Selain
itu bila pemeriksaan menunjukkan hasil positif palsu maka harus
diperiksa dengan asam salisilsufonat atau dengan tes pendidihan
karena hasil positif palsu mungkin ditimbulkan oleh urine alkali
yang berbuffer kuat. Prinsip pemeriksaan Asam pikrat dapat
mengendapkan protein dan endapan ini dapat diukur secara
kuantitatif.

Prosedur Kerja
Alat :
Alat Tabung Esbach.
Bahan :
Sampel Urine 24 Jam.
Reagen Esbach (Asam pikrat 10 ml;Asam sitrat ml; 20
Aquadest ad 1 L).
Cara kerja :
Pra analitik :
a. Sampel yang digunakan urine 12 jam dan 24 jam.
b. Menyiapkan botol penampung urine (volume minimal 2
L) yang telah diberi pengawet (Toluena 2-5 ml atau 1-2
ml formalin).
c. Mencatat waktu pertama penampungan.
d. Menampung urine setiap kali berkemih dalam botol.
e. Menutup rapat dan dikocok hingga tercampur dengan
pengawet.
Analitik :
a. Sampel urine 24 jam dikumpulkan dan diukur
volumenya.

58
b. Urine jernih yang dipakai harus pereaksi asam, jika perlu
ditambahkan beberapa tetes asam asetat glacial (asam
cuka 6 % sampai Ph < 6) pada urine sehingga reaksinya
menjadi asam.
c. Tabung Esbach diisi dengan urine sampai tanda U.
d. Ditambahkan dengan reagen Esbach sampai tanda R.
e. Menyumbat tabung, kemudian bolak balik (jangan
dikocok).
f. Didiamkan selama 24 jam.
Pasca analitik : Mencatat hasil pemeriksaan sebagai hasil
protein dalam gr/l.
Interpretasi hasil :
Endapan protein urine dengan metode Esbach mungkinkan
evaluasi keparahan proteinuria yaitu :
a. Ringan < 1 g / hari (fisiologis, infeksi saluran kemih, batu
ginjal.)
b. Sedang 1-3 g / hari (nephropathies glomerulus dan tubulus-
interstisal).
c. Berat > 3,5 g / hari (sindrom nefrotik) protein loss = a g/L x
V L/24 jam.
Urine dikatakan :
a. Normal, apabila mengandung sejumlah kecil Albumin (<30
mg/hari) dan tes menunjukkan hasil negative (-).
b. Mikroalbuminuria, apabila jumlah albumin 30-300 mg/hari =
merupakan karakteristik untuk diabetes nefropati, tetapi tidak
dapat diungkapkan selama uji urinalisi.
c. Proteinuria (Albuminuria), apabila jumlah albumin > 300 mg /
hari = dan hasil tes positif dari 1 (+) hingga 4 (+) (15-500
mg/dl).

59
CAIRAN LAMBUNG 2
A. Pengertian

Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti


huruf J, dengan volume 1200-1500 ml pada saat berdilatasi.
Pada bagian superior, lambung berbatasan dengan bagian distal
esofagus, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan
duodenum. Lambung terletak pada daerah epigastrium dan
meluas ke hipokhondrium kiri. Kecembungan lambung yang
meluas ke gastroesofageal junction disebut kurvatura mayor.
Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor,
dengan ukuran dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ
lambung terdapat di dalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh
omentum.

Gambar 2.1. Pembagian daerah anatomi lambung

Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah (gambar


2.1.) yaitu:

60
1. Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di
dekat gastroesofageal junction.
2. Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian
kiri dari kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi
gastroesofageal junction
3. Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di
bawah fundus sampai ke bagian paling bawah yang
melengkung ke kanan membentuk huruf J.
4. Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung.
Keberadaannya secara horizontal meluas dari korpus hingga
ke sphincter pilori.
5. Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal
dari lambung. Bagian ini secara kelesulurhan dikelilingi oleh
lapisan otot yang tebal dan berfungsi untuk mengontrol
lewatnya makanan ke duodenum.
Permukaan fundus dan korpus banyak dijumpai lipatan rugae
lambung. Pembuluh darah yang mensuplai lambung merupakan
percabangan dari arteri celiac, hepatik dan splenik. Aliran
pembuluh vena lambung dapat secara langsung masuk ke sistem
portal atau secara tidak langsung melalui vena splenik dan vena
mesenterika superior. Nervus vagus mensuplai persyarafan
parasimpatik ke lambung dan pleksus celiac merupakan inervasi
simpatik. Banyak ditemukan pleksus saluran limfatik dan kelenjar
getah bening lainnya.
Drainase pembuluh limfe di lambung terbagi atas empat
daerah yaitu:
(1). Kardia dan sebagian kurvatura minor ke kelenjar getah
bening gastrik kiri; (2). Pilorik dan kurvatura minor distal ke
kelenjar getah bening gastrik dan hepatik kanan;
(3). Bagian proksimal kurvatura mayor ke kelenjar limfe
pankreatikosplenik di hilum splenik; serta

61
(4). Bagian distal kurvatura mayor ke kelenjar getah bening
gastroepiploik di omentum mayor dan kelenjar getah bening
pilorik di kaput pankreas.

4 Lapisan dinding lambung


a. Mucosa
Mukosa ialah lapisan di mana sel-sel mengeluarkan berbagai
jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan hormon. Lapisan
ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan
antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah
lambung yang dapat dikeluarkan.
b. Submucosa
Submucosa ialah lapisan di mana pembuluh darah arteri dan
vena dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke
sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap,
urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut.
c. Muscularis
Muscularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam
pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot,
yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dan
ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan
d. Gerak peristaltik (gerak menggelombang)
Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung
diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai
lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan
sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi
antara perut dengan anggota tubuh lainnya.

3 jenis sel di lapisan mukosa yang berfungsi dalam


pencernaan
a. Sel goblet

62
Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir
untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim
pepsin dan asam lambung.
b. Sel parietal
Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung
(Hydrochloric acid) yang berguna dalam pengaktifan enzim
pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1.5 mol
dm3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam
lambung mencapai pH 2.
c. Sel chief
Sel chief berfungsi untuk memproduksi pepsinogen, yaitu
enzimpepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi
dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna
protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan
kematian pada sel tersebut.
Dinding lambung mengandung sel-sel kelenjar yang berfungsi
sebagai kelenjar pencernaan yang menghasilkan getah lambung.
Getah lambung mengandung air lendir ( musin ), asam lambung,
enzim renim, dan enzim pepsinogen. Getah lambung bersifat
asam karena banyak mengandung asam lambung.
Asam lambung berfungsi membunuh kuman penyakit atau
bakteri yang masuk bersama makanan dan juga berfungsi untuk
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin-pepsin yang berfungsi
memecah protein menjadi pepton dan proteosa-enzim renin
berfungsi menggumpalkan protein susu (kasein) yang terdapat
dalam susu. Adanya enzim renin dan enzim pepsin menunjukkan
bahwa didalam lambung terjadi proses pencernaan kimiawi-
selain menghasilkan enzim pencernaaan, dinding lambung juga
menghasilkan hormon gastrin. Hormon gastrin berfungsi untuk
mengeluarkan (sekresi) getah lambung.

63
Getah lambung merupakan cairan yang disekresi secara aktif
oleh sel mukosa lambung yang terdiri atas dua kelenjar yaitu
kelenjar peptic fundus dan kelenjar pilorik. Kelenjar peptic
mensekresi pepsin, lipase, dan HCl, sedangkan kelenjar pilorik
mensekresi bahan untuk proses fermentasi.
Berikut proses pembentukan asam lambung :
a. Asam HCl
Asam ini dihasilkan oleh sel-sel parietal. Proses
pembentukannya adalah Proses pembentukan asam HCl ini
diawali oleh reaksi pembentukan asam karbonat dari CO 2 dan
H2O dengan enzim karbonatanhidrase. H 2CO3 yang terbentuk
dalam sel parietal melepaskan ion H+ keluar, sedangkan ion
HCO3 mengalami perpindahan menggantikan ionCl dalam
plasma. Ion Cl- dikeluarkan dari dalam sel parietal dan dengan
+
adanya ion H maka terbentuk asam HCl dalam lambung.
Adanya asam HCl ini menyebabkan cairan dalam lambung
bersifat asam dengan pH antara 1,0 dan 2,0.
Asam HCl berfungsi sebagai :
Membuat pH yang baik untuk proses pemecahan molekul
protein oleh enzim pepsindengan cara hidrolisis.
Merupakan kerja pendahuluan terhadap protein sebelum
dipecah oleh pepsin, yaitu berupa denaturasi dan
hidrolisis.
Mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin4.
Mempermudah penyerapan Fe.
Sedikit menghidrolisis suatu disakarida.
Merangsang pengeluaran sekretin, suatu hormone yang
terdapat dalam usus 12 jari (duodenum).
Mencegah terjadinya fermentasi dalam lambung oleh
mikroorganisme.
b. Pepsin

64
Yang juga ditemukan dalam getah lambung adalah pepsin,
enzim yang memulai hidrolisis protein. Pepsin memecah ikatan
peptide yang berdekatan dengan asam amino tertentu, sehingga
memotong-motong protein menjadi polipeptida yang lebih kecil.
Pepsin merupakan salah satu di antara sedikit enzim yang
bekerja paling baik dalam lingkunganyang sangat asam.
Sesungguhnya pH getah lambung yang rendah mendenaturasi
protein dalam makanan, yang meningkatkan pemaparan ikatan
peptidanya ke pepsin.Sel-se terspesialisasi yang berlokasi di
ceruk-ceruk lambung mensintesis dan mensekresikan pepsin
dalam bentuk inaktif yang disebut pepsinogen. Pepsinogen
memiliki bobot molekul 42.500, sedangkan bobot molekul
pepsin34.500, itu artinya pada proses pengaktifan enzimada
sebagian molekul pepsinogen yang lepas, bagian yang lepas
itulah yang semula menutupi bagian aktif enzim. Dengan
terbentuknya bagian aktif enzim maka terjadilah kontak antara
enzim -substrat, yang selanjutnya akan membentuk hasil reaksi.
Pemecahan molekul pepsin ini terjadi pada ikatan
Glutamil -/- tirosil
Glutamil -/- fenil alanil
Sisteinil -/- tirosil
Pepsin juga dapat menggumpalkan susu, kasein dalam susu
diubah menjadi parakasein oleh ion Ca++ baru kemudian terjadi
pemecahan
c. Lipase
Enzim ini merupakan katalis pada proses pemecahan lipid.
Lipase bekerja optimal pada pH antara 5.5- 7,5, dengan demikian
tidak bekerja efektif pada lambung. Akan tetapi ia masih bisa
terus bekerja melangsungkan reaksi hidrolisis terhadap molekul

65
triasil gliserolatau trigliserida yang mengandung asam lemak
pendek atau sedang.
d. Renin
Renin berasal dari prorenin (zimogen) dalam suasana asam
diubah menjadi rennin.Rennin hanya terdapat pada lambung
bayi.Penting karena dapat mengubah kasein dalamsusu menjadi
parakasein (dengan bantuan ion Ca++). Dengan perubahan ini
maka protein susuyang sudah ada dalam lambung bayi tidak
akan keluar terlalu cepat dan parakasein dapatdihirolisis lebih
lanjut dan digunakan sebagai makanan oleh bayi. Penting karena
dapat mengubah kasein dalam susu menjad parakasein (dengan
bantuan ion Ca+). Dengan perubahan ini maka protein susu yang
sudah ada dalam lambung bayi tidak akan keluar terlalu cepat
dan paraksein dapat dihidrolisis lebih lanjut dan digunakan
sebagai makanan oleh bayi.
3 fase sekresi asam lambung
a. Fase cephalic, 30% dari total asam lambung diproduksi dan
dirangsang oleh antisipasi makan dan bau atau rasa
makanan
b. Fase lambung/Gastrik, 60% dari asam dikeluarkan
dirangsang oleh distensi perut dengan makanan, yang
menyebabkan produksi lebih gastrin
c. Fase usus, Sisanya yang 10% asam disekresi ketika perut
yang menghancurkan makanan memasuki usus kecil, dan
dirangsang oleh distensi usus kecil.

Pemeriksaan Getah lambung

Fungsi pemeriksaan getah lambung :


a. Mengetahui motilitas lambung

66
b. Mengetahui sekresi lambung
c. Mencari adanya unsur-unsur abnormal ( pus,leukosit,eritrosit)
d. Untuk medical forensic
e. Untuk pemeriksaan Sitologi ( mengetahui adanya sel tumor )
A. Pemeriksaan Makroskopis
Tujuan dilakukannya pemeriksaan makroskopis yaitu untuk
mengetahui bentuk dan gambaran cairan yang diperiksa secara
makroskopis.
Prinsip : bentuk dan gambaran cairan dilihat secra visual dengan
mata.
1. Volume
Normal : 25-72 ml
Abnormal :
a. < 25 ml : hiposekresi hypoacidity
b. > 75 ml : hiposekresi / hyperacidity
c. > 100 ml : patologis (gastritis kronis, obstruksi
pylorus)
2. Warna
Normal : abu-abu mutiara & opalescent ( agak keruh )
Abnormal :
a. Hijau (bilirubin )
b. Kuning ( biliverdin )
c. Merah (darah )
d. Coklat ( Hb yang teroksidasi / hematin )
3. Bau
Normal : agak asam
Abnormal :
a. asam keras ( adanya statis desertai peragian )
b. busuk ( nekrosis lambung )
c. feses ( statis dalam usus dan fisteri antara usus dan
lambung)
4. Lendir
Pengaruh lendir adalah lendir akan mengikat sebagian asam
bebas sehingga menyebabkan hasil rendah palsu.
Normal : (-)

67
Abnormal : (+) berasal dari mulut saluran pencernaan
5. Sisa makanan
Normal : (-)
Abnormal : (+)
6. Pus
Normal : (-)
Abnormal : (+) menunjukkan adanya proses tumor.

B. Pemeriksaan Mikroskopis
Syarat sampel yang digunakan yaitu sampel terbaik pada
keadaan puasa karena bila tidak puasa sisa makanan akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan sehingga supaya didapatkan
hasil pemeriksaan yang benar sampel berasal dari lambung.

Prosedur Kerja
a. Setetes getah lambung diletakkan diatas objek glass
kemudiandibuat apusan.
b. Periksa dibawah mikroskop dengan objektif 10x/40x.
c. Pengecatan :
Sudan III : lemak
Lugol : amylum
Loeffler : leptospira
Gram : mencari adanya kuman
Zn : mengetahui adanya kuman M. TBC
Papanicolou : mencari adanya sel tumor.
Peroksidase : membedakan lekosit dari jenis granula,
monosit dan limfosit

C. Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan Kimia Meliputi Keasaman getah lambung ( HCl
bebas) dan asam laktat.
1. Pemeriksaan keasaman (HCl Bebas)
Tujuan pemeriksaan keasamaan getah lambung yaitu untuk
mengetahui apakah lambung mensekresikan HCl atau tidak dan

68
Mengetahui apakah HCl yang disekresikan lambung dalam batas
normal atau tidak.
Syarat sampel :
a. Tidak mengandung lendir
b. Ph < 4 karena HCl bebas dapat terdeteksi pada Ph 2,9 4.
Metode :
a. Indikator Toepfer
Tujuan : mengetahui ada tidaknya asam total dalam getah
lambung.
Prinsip : asam total dalam getah lambung akan bereaksi
dengan indikator toepfer membentuk warna merah.
Prosedur Kerja
a. 1ml getah lambung dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
b. Ditambahkan 1 tetes indicator toepfer,campur.
Interpretasi Hasil
a. (+) warna merah
b. (-) warna kuning
b. Indikator Gunzburg
Tujuan : mengetahui ada tidaknya HCl bebas dalam
getah lambung.
Prinsip : HCl bebas dalam getah lambung akan
bereaksi dengan indikator gunzburg membentuk warna
merah.
Prosedur Kerja
a. Memasukkan 5-10 tetse indikator gunzburg kedalam
cawan.
b. Panaskan mendidih sampai kering, timbul bercak
berwarnakuning.
c. Tambahkan beberapa tetes getah lambung yang diperiksa
diatas bercak yang telah kering,panaskan lagi sampai
kering.
Interpretasi hasil

69
a. (+) warna merah jambu
b. (-) tidak terjadi warna merah jambu.
2. Pemeriksaan Asam Laktat
Tujuan : Untuk mengetahui adanya asam laktat dalam
getah lambung.
Prinsip : Reaksi antara FeCl3 10% dengan asam laktat
membentuk ferri laktat yang berwarna kuning.
Prosedur Kerja
a. Memasukkan 20 ml aquadest pada tabung reaksi.
b. Ditambahkan 4tetes FeCl3 10%, campur, dan bagi 2:
Tabung I : sbg control + 1ml aquadest.
Tabung II : sbg test + 1ml getah lambung.
c. Dibandingkan. Jika pada tabung test lebih kuning dari
tabung kontrol maka hasil test (+) dengan latar belakang
putih.
Interpretasi Hasil : (-) tidak terjadi warna kuning melebihi
control.

CAIRAN OTAK 3
A. Anatomi dan Fisiologi otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel
aktif yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas
fungsi mental dan intelektual kita. Otak terdiri dari sel-sel otak
yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang sangat mudah

70
beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak
mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada
otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil
alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya
belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling
penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP)
terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar
SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah
menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian
tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).

Gambar 3.1 bagian bagian Otak

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat


bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
2. Cerebellum (Otak Kecil)
3. Brainstem (Batang Otak)
4. Limbic System (Sistem Limbik)

1. Cerebrum (Otak Besar)

71
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga
disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak
Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang
terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari
korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus.
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir,
analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga
ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum dibagi menjadi
beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar,
bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi.
Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area
asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah
broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur
gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif
(Purves dkk, 2004).
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah
posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan
dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik
di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran.

72
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang
ini dengan informasi saraf lain & memori.
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,
memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan
perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan otonom (White, 2008).

Gambar 3.2 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping.

Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi


menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing,
seperti terlihat pada gambar di bawah ini :

73
Gambar 3.3: area fungsi lobus
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa
dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak
kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung
oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum,
belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak
kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otakkanan terlibat dalam
kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk
logika dan berpikir rasional.
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki
peran koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang
didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima,
inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum
terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima
dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan
dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter

74
secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus
anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis.

Gambar 3.4 Cerebellum, dilihat dari belakang atas.

3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur
seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan
diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-
struktur fungsional batang otak yang penting adalah jaras
asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla
spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12
pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari
tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid
Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang
menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan
tubuh dan pendengaran.

75
Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang
belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan
badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi
otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah,
pernafasan, dan pencernaan.
Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan
data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons
yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

Catatan: Kelompok tertentu mengklaim bahwa Otak Tengah


berhubungan dengan kemampuan supranatural seperti melihat
dengan mata tertutup. Klaim ini ditentang oleh para ilmuwan dan
para dokter saraf karena tidak terbukti dan tidak ada dasar
ilmiahnya.

Gambar 3.5 Brainstem.


4) Limbic System
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus
batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin
yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan
mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi

76
menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara

homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa


senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.

Gambar 3.6 System Limbik


B. Cairan Otak
Cairan otak dibentuk oleh plexus chroideus dan merupakan
hasil filtrasi dari plasma. Cairan ini serupa dengan plasma
bedanya hanya elemen-elemen yang terkandung didalamnya,
umpamanya kadar Na, Ca HCO3, glukosa dalam jumlah yang
rendah dll. Perbedaan ini disebabkan adanya permobility yang
selektif dan faktor-faktor sekresi dari dinding plexus choroedeus.
Disamping itu dikenal pula istilah blood brain barrier dimana
pada keadaan normal mencegah masuknya beberapa bahan
kedalam cairan otak misalnya bilirubin dan penicillin pada
keadaan patologis barrier ini rusak sehingga terdapat cairan otak
yang patologis.

77
Gambar 3.7 anatomi cairan serebro spinal (CSL)
a. Fungsi cairan otak
1. Pelindung otak dari goncangan
2. Mengatur volume otak dengan jalan mengatur produksi
cairan otak
3. Sebagai alat transport zat-zat makanan dan sisi
metabolisme
b. Cara memperoleh cairan otak
Cairan otak diperoleh cara melakukan punksi pada :
1. Daerah lumbal (L3 dan L4)
2. Sisterna magna
3. Ventrikel otak ( sesuai dengan indikasi)

C. Pemeriksaan cairan otak


Pemeriksaan Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis )
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan spesimen
cairan otak, yaitu sebagai berikut :
a. Jangan menunda-nunda pemeriksaan cairan otak. Barbagai
selk dan tripanosoma cepat lisis pada sampel cairan otak.

78
Glukosa juga cepat rusak, kecuali kalau dengan fluorida-
oksalat.
b. Bekerjalah dengan hati-hati dan hemat. Spesimen yang dapat
diambil untuk pemeriksaan cairan otak atau Liquor cerebro
spinalis sering kali hanya sedikit karena pengambilannya sulit.
c. Liquor cerebro spinalis mengandung organisme virulen.
Pakailah pipet dengan sumbat kapas yang tak menyerap
cairan, atau pakailah penghisap karet untuk menarik cairen
dalam pipet.
Jenis-Jenis Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Makroskopik
a. Pemeriksaan tentang kekeruhan
Untuk melihat adanya kekeruhan maka cairan oatak
dibandingkan dengan yang berisi aquadest, dalam keadaan
normal cairan otak jernih. Keadaan patologis dapat terjadi
sebagai berikut:
Opalescent : seperti kabut halus, gris hitam pada dasar
tabungmasih dapat dilihat.
Keruh : garis hitam pada dasar tabung tidak tampak
lagi ada keadaan ini jumlah sel umumnya lebih besar 500
sel/mm3
Keadaan ini bisa disebabkan oleh perdarahan, sel-sel radang,
dan kuman, leukositosis tidak selalu disertai kekeruhan misalnya
pada meningitis tuberculosa, meningitis syphili catabes dorsalis
dan polio myelitis pada keadaan ini cairan otak masih jernih.

b. Pemeriksaan tentang pH
Cairan otak dalam keadaan normal pH bereaksi sedikit alkalis
c. Pemeriksaan tentang Berat Jenis
Dalam keadaan normal Berat Jenis cairan otak sekitar 1.003-
1.008

79
d. Pemeriksaan tentang warna
Dalam keadaan normal cairan otak tidak berwarna, dalam
keadaan patologis cairan otak berwarna :
Kekuning-kuningan
Warna ini dapat disebaakan derivat hemoglobin dari
perdarahan yang telah lama terjadi ( minimum 6 jam maximum
1-1,5 minggu), brasal dari bilirubin darah bila intensitas ikterus
hebat. Cairan otak xanthocrome karena kadar protein yang
sangat tinggi atau pendarahan dapat membeku.
Merah
Warna merah disebakan oleh karena pendarahan artifisialyang
merupakan komplikasi dari punksi dan pendarahan sub
arachnoidal.
Coklat
Warna coklat disebabkan perdarahan yang lama disertai
dengan adanya hemolisis , maka LC akan berwarna coklat.
Keabu-abuan
Warna keabu-abuan ini disebabkan oleh adanya leukosit
dalam jumlah besar.
e. Pemeriksaan tentang pellicle ( bekuan halus)
Pada cairan otak yang normal pellicle / bekuan halus dapat
diperlihatkan. Bila cairan otak dibiarkan pada suhu kamar pada
24 jam. Pada meningitis purulenta, pellicle akan cepat terbentuk
besar dan kasar dalam waktu beberapa menit sampai 1 menit
sampai 1 jam.

2. Pemeriksaan Mikroskopik

80
Pemeriksaan mikroskopik diarahkan kepada jumlah dan jenis
sel dalam cairan otak dan kepada adanya bakteri serta jenis
secara bakterioskopik.
a. Menghitung jumlah sel
Pemeriksaan ini di lakukan sebaik-baiknya setengah jam
setelah mendapat liquor karna leukosit sangat cepat rusak.
Selain itu penyebaran sel dalam cairan itu cepat menjadi
serbaneka (teristimewa dalam cairan keruh) dan tidak dapat lagi
di jadikan homogen dengan mengocok.
Tabung ketigalah yang baik dipakai untuk menghitung jumlah
sel karena merupakan sampel yang paling murni. Jika terdapat
darah dalam cairan otak, penetapan jumlah sel (leukosit ) tidak
mungkin teliti lagi dan banyak orang menggap usaha itu tanpa
arti. Dalam keadaan normal di dapat 0-5 sel/l cairan otak,
karenaitu dipakai pengenceran dan kamar hitung yang berlainai
dari pada cara menghitung leukosit dalam darah.
Kamar hitung yang sering dan sebaiknya dipakai ialah
menurut fuchs-Rosenthal, tinggi kamar hitung itu 0,2 mm dan
luasnya 16 mm2 . Larutan pengencer ialah larutan turk pekat :
methylviolet (gentianviolet) 200 mg, asam asetat glacial 4 ml,
aquadest 100 ml. Saring sebelum dipakai.
Prosedur Kerja
a. Dikocoklah dulu cairan otak yang akan di periksa.
b. Diisaplah lebih dulu larutan turk pekat sampai garis tanda 1
dalam pipet leukosit.
c. Kemudian diisaplah cairan otak sampai garis 11
d. Dikocoklah pipet benar-benar, buanglah 3 tetes dari pipet
dan kemidian isilah kamar hitung fuchs-rosenthal dan
biarkan kamar hitung itu mendatar selama 5 menit.
e. Dihitunglah semua sel yang dilihat dalam seluruh bidang
yang dibagi dengan memakai lensa objektif 10 x.

b. Menghitung jenis sel

81
Meskipun dalam cairan otak ada lebih dari dua jenis sel,
namun dalam praktek sehari hari hanya dibuat perbedaan antar
sel yang berinti (hanya limfosit) dan polinuklear (segmen).
Prosedur Kerja
a. Cairan yang jernih atau yang agak keruh saja, harus
dipusing terlebih dahulu dengan kecepatan sedang,
umpamanya 1500-2000 rpm selama 10 menit.
b. Cairan yang dibuat dan sedimen dipakai untuk membuat
sediaan apus yang dibiarkan kering pada hawa udara.
Jangan memakai panas untuk merekat sediaan it.
c. Buanglah hitung jenis sel.
c. Bakterioskopi
Diantara kuman yang paling sering didapat dalam getah otak
ialah M. Tuberculosis, meningococci, pneumococci, streptococci
dan H. Influenzae. Dengan mengadakan pemeriksaan
bakterioskopi, sering sudah dapat diperoleh petunjuk ke arah
etiologi radang ; sebaiknya disamping itu diusahakan biakan dan
percobaan hewan pula. Yang diperlukan untuk bakterioskopi ialah
pulasan menurut gram dan menurut ziehl-neelsen atau kinyoun,
pulasan itu dikerjakan dengan memakai sedimen sebagai bahan
pemeriksaan.
Pulasan terhadap batang tahan asam baik sekali dilakukan
dengan bekuan halus atau dengan selaput permukaan. Tidak
terdapatnya batang tahan asam dalam bahan itu tidak
mengesampingkan kemungkinan meningitis tuberculosa.

3. Pemeriksaan Kimia
Diantara banyak macam pemeriksaan kimia yang dapat
dilakukan atas cairan otak, ada beberapa macam yang sering
dikehendaki, yaitu pemeriksaan terhadap kadar protein ,glukosa
dan cholorida. Selain itu,meskipun bukan bersifat penetapan
kimia sebenar-benarnya sering dikendaki juga test-test koloid.
a. Protein

82
1. Penetapan Protein Kualitatif
Pemeriksaan terhadap protein dalam cairan otak ialah yang
paling penting diantara pemeriksaan kimia. Usaha mengetahui
jumlahnya dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Jiak
ada darah dalam cairan otak, hasil pemeriksaan ini ( dengan cara
maupun juga ) tidak ada artinya lagi.
Test busa
Percobaan ini merupakan test kasar terhadap kadar protein
yang sangat meningkat. Kalau cairan otak normal dikocok kuat-
kuat, maka busa yang terjadi hanya sedikit saja dan menghilang
setelah ditenangkan selama 1-2 menit. Kalau kadar protein
sangat meninggi, lebih banyak busa terbentuk dan busa itu juga
belum lenyap selama 5 menit. Test ini hanya memberi kesan saja
tentang kadar protein dalam cairan otak.
Interpretasi Hasil
a. Normal : hilang dala 1-2 menit
b. Abnormal : hilang > 5 menit
Test Pandy
Reagens pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air (penolum
liquefactum 10 ml : aqua dest 90 ml; simpan beberapa hari
dalam lemari peneram 37dengan sering dikocok-kocok) bereaksi
dengan globulin dan dengan albumin.
Test pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melakukan
fungsi dan memang sering dijalakan demikian sebagai bedside
test. Itulah sebabnya maka test Pandy masih juga dipertahankan
dalam penuntun ini, meskipun pada waktu ini dikenal test-test
terhadap protein yang lebih spesifik dan lebih bermanfaat bagi
klinik.
Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan atau
kekeruhan yang sangat ringan berupa kabut halus. Semakin
tinggi kadar protein, semakin keruh hasil reaksi ini yang selalu
harus segera dinilai setalah pencampuran liquor dengan

83
reagens.Tak ada kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus
berupa kabut menandakan hasil reaksi yang negatif. Kekeruhan
yang lebih berat berarti test Pandy ini menjadi lebih positif.

Prosedur Kerja
a. Disediakanlah 1 ml reagens pandy dalam tabung serologi
yang kecil bergaris tengah 7 mm.
b. Menambahkan 1 tetes cairan otak tanpa sedimen.
c. Segeralah dibaca hasil tes itu dengan melihat kepada derajat
kekeruhan yang terjadi.
Interpretasi Hasil
a. Negatif : Tidak ada kekeruhan (15-45mg%
b. [+] 1 : Terjadi opalescent (50-100mg%)
c. [+] 2 : Cairan keruh (100-300mg%)
d. [+] 3 : Keruh (300-500mg%)
e. [+] 4 : Keruh seperti susu (>500mg%)
Test Nonne
Percobaan ini yang juga dikenal seperti test Nonne-Apelt atau
test Ross-Jones, memggunakan larutan jenuh amoniumsulfat
sebagai reagens. ( amonium sulfat 80 g: aquadest 100 ml; saring
sebelum memakainya ). Test seperti dilakukan dibawah ini
terutama menguji kadar globulin dalam cairan otak.
Seperti juga test Pandy, test Nonne sering dilakukan seperti
badside test pada waktu mengambil cairan otak dengan pungsi.
Sebenarnya test Nonne ini sudah usang, dalam laboratorium
klinik modern ia sudah kehilangan tempatnya. Dalam keadaan
normal hasil test ini negatif, artinya: tidak terjadi kekeruhan pada
perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin
keruh yang terjadi. Laporkan hasil test ini sebagai negatif atau
positif saja.
Test Nonne memakai lebih banyak bahan dari test Pandy,
tetapi lebih bermakna dari test Pandy karena dalam keadaan
normal test ini berhasil negatif: sama sekali tidak ada kekeruhan
pada batas cairan.

84
Prosedur Kerja
a. Ditaruhlah -1 ml reagens Nonne dalam tabung kecil yang
bergaris kira-kira 7 mm.
b. Dengan berhati-hati dimasukan sama banyak cairan otak
kedalam tabung itu, sehinggga kedua macam cairan tinggi
terpisah menyusun dua lapisan.
c. Ditegakkanlah selama 3 menit, kemudian diselidiki perbatasan
kedua cairan tersebut.
Interpretasi Hasil
a. Negatif : Tidak terbentuk cincin diantara 2 lapisan
b. Positif : Terbentuk cincin diantara 2 lapisan

2. Penetapan Protein Kuantitatif


Kadar protein dapat di ukur secara kuantitatif dengan
bermacam-macam cara yang menggunakan dasar
fotokolorimeter atau turbidimeter. Cara fotokolorimeter
mengukur absorbansi larutan setelah membuat warna dengan
reaksi biuret atau mengukur warna hasil reaksi warna dengan
tirosin atau triptofan. Pada turbidimeter diukur kekeruhan yang
timbul akibat reaksi antara protein sulfosalisilat atau reagens lain
yang mengendapkannya.
Cara-cara kuantitatif ini mudah dijalankan dan jauh lebih
bermakna dari pada hanya melakukan test Pandy atau Nonne
saja. Kalau cairan otak tercampur darah hasil penetapan inipun
akan menjadi tanpa arti. Batas-batas normal kadar protein
dipengaruhi oleh tempat mengabil cairan otak; semakin kranial,
semakin kurang kadian lubar protein. Kadar protein dalam cairan
otak dalam ventriculi; 55-15 mg/dl; dalam cisterna magna 10-25
mg/dl dan dari bagian lumbal 15-40 mg/dl.
Dalam keadaan normal terutama albumin yang ada dalam
cairan otak, pada keadaan patologik globulin-globulin juga akan

85
muncul beserta fibrinogen. Laboratorium klinik modern
selayaknya dapat memisah-misahkan fraksi-fraksi itu dengan
elektroforesis dan dengan imunoelektroforesis. Untuk melakukan
elektroforesis dan dengan memakai cellulose acetat sebagai
media pendukung, perlu terlebih dahulu melakukan pemekatan
dari protein-protein dengan cara dianalisis.
Dalam cairan otak normal didapat fraksi-fraksi protein sbb:
Prealbumin 4,6 1,3%

Albumin 49,5
Alfa-1-globulin 6,7 2,1%

Alfa-2-globulin 8,3 2,1%


Beta-globulin 8,2 2,7 %. Perubahan dalam konsentrasi
fraksi-fraksi protein dapat dihubungkan dengan kelainan
neurologis tertentu.
Pada banyak keadaan abnormal kadar protein total mengikat
kadar protein yang sangat tinggi ( 200- 1000 mg/dl) didapat pada
meningitis purulate, pada perdarahan subarachnoidal dan jika
ada satu penyumbatan (block). Hampir semua macam penyakit
organik pada susunan saraf pusat disertai meningginya kadar
protein : dearajat meningkatnya sesuai dengan breatnya lesi.
Kombinasi kadar protein tinggi, xanthochromi dan pleiositosis
limpositik dikenal dengan nama sindroma froin.
b. Glukosa
Penetapan glukosa harus dikerjakan dengan cair otak segar
karena sel-sel dan mikroorganismus akan mengurangi jumlhnya.
Penetapan biasanya mengunakan 0,1 ml cairan, tetapi ada juga
yang memakai lebih banyak tergantung cara penetapan.
Normal 50-80 mg/dl glukosa atau kira-kira setengah dari kadar
dalam plasma. Kadar glukosa dalamm liquor sangat dipengaruhi
oleh kadar glukosa dalam plasma, maka itu sebainya setelah
melakukan penetapan kadar glukosa darah disamping kadar
dalam liquor untuk dapat menafsirkan hasil penetapan. Pada

86
hipoglikemia kadar glukoisa merendah dan pada hiperglikemia
meningkat.
Indikasi terutama pada penetapan glukosa dalam cairan otak
ialah persangkaan meningitis. Pada meningitis kadar bakterial
menurun. Kadar yang normal yang mendampingi pleisitosis
mengarah kepada peradangan nonbakterial. Juga pada
meningitis purulenta kadar glukosa turun, mungkin hingga
menjadi nol. Kadar glukosa biasanya tidak berubah pada
encephalitis, tumor otak dan neurosyphilis. Pemakaian cairan
celup seperti diterangkan pada bab uirinalisis untuk penetapan
kadar glukosa dalam cairan otak tidak dianjurkan.
c. Chlorida
Seperti juga kadar glukosa, kadar chorida dalam cairan otak
turut naik turun dengan kadar chorida dalam plasma darah,
maka dari itu penetapan chorida serum disamping chorida liquor
membawa manfaatnya. Dalam keadaan normal terdapat 720-750
mg chorida per dl ( disebut sebagai NaCL ) dalam cairan otak.
Bandingkanlah nilai normal dalam plasma darah : 550-620 mg/dl
sebagai NaCL. Penetapan kadar chlorida berguana dala diagnosa
meningitis : pada meningitis acuta kadar itu akan merendah
hingga kurang dari 680 mg/dl.
Pada meningitis cubertulosa didapat penyusutan yang sangat
besar, biasanya sampai kurang dari 600 mg/dl. Peradangan
setempat, peradangan non-bakterial, tumor otak, encephalitis
dan neurosyphilis tidak disertai perubahan dalam kadar chlorida.
Pendapat: cairan otak jernih dengan tekanan meninggi,
pleiositosis, kadar protein meninggi, kadar glukosa dan chlorida
kedua-duanya merendah merngarahkan persangkaan kepada
meningitis tuberculosa.
Sumber-sumber Kesalahan dalam pemeriksaan Cairan
Otak

87
a. Wadah sampel yang tidak steril menyebabkan sampel
terkontaminasi oleh kuman-kuman sehingga memberikan
hasil positif palsu.
b. Penundandaan pemeriksaan sampel tanpa ad perlakuan
tertentu menyebakan berbagai sel cepat lisis, glukosa cepat
rusak sehingga memberikan hasil negatif palsu.

c. Penyimpanan sampel di dalam lemari es yang menyebabkan


bakteri yang tidak tahan pada suhu redah, sehingga
memerikan hasil negatif palsu.
d. Cairan serebrospinal yang purulen, dalam waktu 24 jam
setelah pemberian antibiotik seringkali sudah tidak
mengandung bakteri penyebab, misalkan Haemophilus
influenzae, sehingga ,e,berikan hasil yang negatif palsu.
e. Cedera pembuluh darah yang diakibat karena tindakan lumbal
fungsi menyebabkan terdapatnya darah pada sampel
sehingga memberikan hasil pemeriksaan yang positif palsu.

CAIRAN SENDI 4
A. Pengertian Sendi

88
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh
dapat bergerakdengan baik, juga merupakan suatu penghubung
antara ruas tulang yang satudengan ruas tulang lainnya,
sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkansesuai dengan
jenis persendian yang diperantarainya.Sendi merupakan tempat
pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi menjadi
tiga tipe, yaitu:
1. sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara
tulang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi
menjadi dua subtipe yaitu sutura dan sindemosis;
2. sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago
hialin, disokong oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi
menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis; dan
3. sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat
mengalami pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan
sendinya dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus
tendon-tendon yang melintasi sendi, tidak meluas tetapi terlipat
sehingga dapat bergerak penuh. Sinovium menghasilkan cairan
sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku, dan
mengandung leukosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab
atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus
sinovial. Cairan sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber
nutrisi bagi rawan sendi.
Jenis sendi sinovial :
(1)Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ;
(2)Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila ;
(3)Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond multi
axial ;
(4)Trochoid : rotasi, mono aksis ;
(5)Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis.

Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada saat


bergerak terjadi tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser ke

89
tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan gerakan ke depan,
cairan bergeser mendahului beban ketika tekanan berkurang
cairan kembali ke belakang. Tulang rawan merupakan jaringan
pengikat padat khusus yang terdiri atas sel kondrosit, dan
matriks.Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein
yang terbenam di dalam bahan dasar amorf. Berdasarkan atas
komposisi matriksnya ada 3 macam tulang rawan, yaitu :
1. tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada dinding
saluran pernafasan dan ujung-ujung persendian;
2. Tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikulam dan tuba
auditiva; dan
3. tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus fibrosus, diskus
intervertebralis, simfisis pubis dan insersio tendo-tulang.
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban
pada sendi sinovial. Rawan sendi tersusun oleh kolagen tipe II
dan proteoglikan yang sangat hidrofilik sehingga memungkinkan
rawan tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi
menerima beban yang kuat. Perubahan susunan kolagen dan
pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau
penambahan usia .

Gambar 4.1 anatomi tulang


Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan
tulang yang bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak
dan licin.Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong,

90
terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul.Jaringan ini
dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial
untuk meminyaki sendi.Bagian luar kapsul diperkuat oleh
ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-
kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat
dilakukan.
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai
mempunyai fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang
agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi
mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam
benturan.Agar rawan berfungsi baik, maka diperlukan matriks
rawan yang baik pula. Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul,
yaitu :
Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi,
mengandung 70-80% air, hal inilah yang menyebabkan
tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi
elastic
Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan
sendi, sangat tahan terhadap tarikan. Makin kearah ujung
rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal
kolagennya akan tahan terhadap tarikanDisamping itu
matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain
seperti enzim.
B. Cairan Sendi
Cairan sendi adalah cairan pelumas yang terdapat pada
persendian atau sendi-sendi.Cairan itu merupakan ultrafiltrat
plasma yang mengandung asam Hialuronat yang disekresikan
oleh lapisan synovia sendi.Asam Hialuronat tersebut
menyebabkan cairan sendi bersifat kental sehingga cairan itu
dapat berfungsi sebagai pelumas.

91
Secara patologi cairan sendi digolongkan 4 kelompok:
a. Non Inflamatorik
b. Inflamatorik Akut
c. Septik
d. Hemoragik.
Indikasi aspirasi cairan sendi:
a. Memastikan diagnosis.
b. Mengurangi rasa sakit & memperbaiki fungsi gerak
persendian
c. DD.
d. Pemberian obat intra artikuler (terapeutik).
Kontra indikasi :
a. Infeksi local
b. Diatesis hemoragik
c. Fraktur intra artikuler
d. Osteoporosis juxta-artikuler yang berat
e. Sendi yang tidak stabil
f. Tidak ada indikasi yang tepat
g. Kegagalan suntikan terdahulu
Komplikasi :
a. Infeksi
b. Perdarahan
c. Kerusakan kartilago sendi
d. Ruptur tendo/ligamen.

C. Jenis-Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan cairan sendi dilakukan untuk membantu
mendiagnosis penyebab peradangan, nyeri, dan pembengkakan
pada sendi.Cairan sendi diambil menggunakan jarum yang
ditusuk ke dalam cairan itu berada (area diantara tulang pada
sendi tersebut). Cairan sinovial menjadi pelumas dalam sendi.

92
Cairan sinovial akan memberikan nutrisi bagi tulang rawan
sehingga tidak dapat aus selama penggunaan (gesekan dalam
pergerakan sendi).
Proses pengambilan sampel cairan sendi
Arthrocentesis dilakukan oleh dokter atau paramedik terlatih
dengan mengunakan alat yang steril dan tepat.
Pre Analitik
a. Spuit yang digunakan (19/21 untuk sendi besar, 23/25
untuk sendi kecil).

b. Digunakan sarung tangan steril.

c. Dilakukan anastesi lokal (lidokain atau etiklorida spray).

d. Kapas alkohol dan betadine.

e. Empat tabung penampungan tanpa antikoagulan.


Analitik
a. Ditentukan lokasi penusukan, daerah ektensor lebih
aman (bebas saraf) dan beri tanda.

b. Dilakukan tindakan aseptik pada lokasi.

c. Dilakukan anastesi lokal (inflamasi lidokain/prokain


dengan jarum halus atau etiklorida spray).

d. Ditusuk daerah yang sudah ditandai dengan spuit yang


berisi 25 sodium heparin (dibilas) dan gunakan jarum
yang sesuai hingga terasa jarum menembus membran
sinovia (seperti menusuk kertas).

e. Dilakukan aspirasi perlahan-lahan (untuk


meminimalisasi nyeri).

93
f. Spesimen ditampung (sesuai urutan tabung pertama
kali diisi).
1. Tabung I (tabung heparin ) steril untuk pemeriksaan
mikrobiologis (gram dan biakan).
2. Tabung II (tabung EDTA) untuk pemeriksaan mikroskopis,
memeriksa kristal, dan hitung jenis sel.
3. Tabung III (tanpa EDTA) untuk pemeriksaan kimia atau
imunologi dan untuk pemeriksaan makroskopis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel:
a. Mengetahui apakah pasien mempunyai gangguan
hemostasis.
b. Melakukan dengan tehnik yang benar dan berusaha untuk
selalu steril.
c. Sampel yang didapatkan sesegera mungkin untuk dibawa
kelaboratoium.
d. Jika akan dikerjakan pemeriksaan glukosa cairan sendi
maka pasien dipuasakan 6-8 jam terebih dahulu.
e. Bila dikehendaki antikoagulan digunakan heparin.
f. Bila akan dilakukan pemeriksaan mikrobiologi wadah untuk
menampung cairan sendi harus steril.

1. Pemeriksaan Makroskopik
a. Volume
Dalam keadaan normal cairan sendi susah didapat dan
biasanya volume normal tidak melebihi 2 ml. Volume yang
melebihi 2 ml menandakan adanya kelainan, makin besar volume
itu, maka makin luas juga kelainan yang ada.
b. Warna dan Kejernihan
Warna, cairan sendi normal tidak berwarna atau mempunyai
warna kekuning-kuningan yang sangat muda.Jika terjadi warna
merah karena adanya darah biasanya disebabkan oleh trauma
pungsi.
Kejernihan, dalam keadaan normal cairan sendi jernih.Proses
patologis seperti radang dapat mengubah ciri-ciri itu menjadi
agak keruh sampai keruh sekali. Selain oleh peradangan

94
kekeruhan mungkin juga disebabkan proses-proses lain, yakni
oleh adanya beberapa macam Kristal atau oleh sel-sel synovia
yang terlepas.
Prosedur Kerja
Pra Analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : setiap kelainan memberi warna dan
kejernihan yang berbeda.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
a. Sampel dimasukan kedalam tabung steril
b. Dilihat warna dan kejernihan sampel .
Pasca Analitik : hasil pengamatan.
Interpretasi hasil
a. Tidak berwarna dan Jernih : Normal
b. Kuning jernih : artritis traumatik, osteoartritis dan artritis
rematoid ringan.
c. Kuning keruh : inflamasi spesifik dan non spesifik, karena
bertambahnya lekosit.
d. Seperti susu (chyloid) : artritis rematoid dengan efusi kronik,
pirai dengan efusi akut dan obstruksi limfatik dengan efusi.
e. Seperti nanah atau purulent : artritis septik yang lanjut.
f. Seperti darah : pada trauma, hemofilia dan sinovisitis
vilonodularis hemoragik. Bila darah terjadi karena trauma
pada waktu aspirasi maka warna merahnya akan berkurang
bila aspirasi diteruskan, sedangkan jika bukan oleh trauma
maka warna merah akan menetap.
g. Kuning kecoklatan :pada perdarahan yang telah lama.

c. Viskositas

95
Cairan sendi mempunyai nilai viskositas tertentu, beberapa
keadaan patologis dapat mengurangi viskositas sehingga cairan
itu seolah-olah menjadi encer.Untuk menguji viskositas isaplah
cairan sendi kedalam semprit 2 ml, kemudian biarkan cairan itu
mengalir keluar dari semprit (tanpa jarum) dan perhatikan
panjangnya benang lendir yang dapat dibentuk sampai saat
cairan itu jatuh. Dalam keadaan normal panjangnya paling
sedikit 5 cm. Makin pendek benang itu, maka makin abnormal,
kadang-kadang viskositas itu rendah sekali sehingga menetesnya
seperti air saja.
Prosedur Kerja
Pra analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : asam hialuronat dalam cairan sendi
menentukan viskositas cairan.
Alat : spuit atau semprit tanpa jarum.
Analitik
a. Dihisap sampel ke dalam spuit atau semprit tanpa
jarum.
b. Diteteskan sampel ke luar dari spuit tersebut.
c. Diukur panjang tetesan. Atau diambil sampel dengan jari
telunjuk, direntangkan antara jari telunjuk dan ibu jari.
e. Hitung panjang rentangan.
Nilai rujukan : panjangnya tanpa putus 4-6 cm disebut
viskositas tinggi.
Pasca analitik
Interpretasi hasil :
a. Nilai rujukan : panjangnya tanpa putus 4-6 cm disebut
viskositas tinggi.
b. non inflamatorik Viskositas tinggi.
c. Viskositas menurun (< inflamatorik akut dan septik)
hemoragik Viskositas bervariasi.
d. Bekuan

96
Cairan sendi normal tidak membeku karena tidak berisi
fibrinogen. Proses peradangan dapat menyebabkan
menyusupnya fibrinogen ke dalam cairan sendi. Kalau ada
bekuan laporkanlah besarnya bekuan itu, semakin besar bekuan
itu, maka semakin berat proses inflamasi.
Prosedur Kerja
Pra analitik
Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Prinsip tes : fibrinogen menyebabkan sampel membeku.
Alat : tabung yang steril.
Analitik
a. Sampel dimasukan kedalam tabung steril.
b. Dibiarkan sampel selama 1 jam.
c. Dilihat ada tidaknya bekuan.
Pasca analitik
Interpretasi hasil :
a. Nilai rujukan : tidak membeku.
b. Bekuan + : ada proses peradangan.

2. Pemeriksaan Mikroskopis
a. Menghitung jumlah sel
Upaya ini dilakukan seperti menghitung leukosit dalam darah
tepi.Akan tetapi cairan pengencer Turk tidak dapat dipakai
karena asam acetat membekukan mucin yang terdapat dalam
cairan sendi. Pakailah larutan NaCl 0,85 % sebagai pengganti
cairan Turk untuk menghitung jumlah sel dan kamar hitung
Fuchs-Rosenthal seperti diterangkan dalam bab sebelumnya
mengenai cairan otak.Dalam keadaan normal jumlah sel dalam
cairan sendi kurang dari 200 per l. Pertambahan cairan sendi
oleh causa bukan radang dapat meningkatkan jumlah itu sampai
2.000 per l, sedangkan adanya radang mendorong angka itu
sampai lebih dari 2.000 per l. Hasil hitung lekosit total maupun

97
hitung jenis lekosit pada sendi dapat membedakan inflammatory
arthritis, non inflammatory arthritis dan infectious arthrtis.

Prosedur Kerja
Pra analitik
a. Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
b. Persiapan sampel :
Sampel diencerkan dengan NaCl 0,9% atau metilen
biru dalam NaCl 0,9% untuk cairan yang jernih.
Jika cairan sendi terlalu kental kemungkinan sulit
untuk dipipet, maka sampel harus diencerkan
dengan buffer hialuronidase.
Bila cairan sendi banyak mengandung eritrosit, maka
digunakan HCl 0,1% atau saponin 1%, karena cairan
ini dapat melisiskan eritrosit.
c. Prinsip tes : Sampel diencerkan dan dimasukkan ke
dalam kamar hitung (hemositometer). Dengan
memperhitungkan faktor pengenceran, jumlah lekosit
dalam darah dapat diketahui.
Analitik
a. Dipipet sampel ke dalam pipet lekosit sampai tanda 0,5.
b. Dipipet NaCl 0,9% sampai tanda 11, kocok isi pipet
beberapa menit agar isi pipet bercampur baik.
c. Kemudian dibuang 4 5 tetes isi pipet.
d. Disiapkan kamar hitung dengan cover glass di atasnya.
e. Diteteskan isi pipet pelahan-lahan ke dalam kamar
hitung
f. Dihitung jumlah lekosit yang tampak dalam 4 kotak
lekosit dengan menggunakan perbesaran lensa objektif
10 x dan hasilnya dikali 50 (pengenceran).
Pasca analitik
Interpretasi hasil :
a. Nilai rujukan: jumlah lekosit < 200/mm3.
b. Jumlah lekosit 200-500/mm3 penyakit non inflamatorik
(penyakit degeneratif).

98
c. Jumlah lekosit 2.000-100.000/mm3 menandakan
inflamatorik akut.
Artritis gout akut : jumlah lekosit 750-45.000/mm3, rata-
rata 13.500/mm3.
Faktor rematoid : jumlah lekosit 300-98.000/mm3, rata-
rata 17.800/mm3
Artritis rematoid : jumlah lekosit 300-75.000/mm3, rata-
rata 15.500/mm3.
Septik (infeksi) : jumlah lekosit 20.000-200.000/mm3
Artritis TB : jumlah lekosit 2.500-105.000/mm3,
rata-rata 23.500/mm3.
Atritis gonore : jumlah lekosit 1.500-
108.000/mm3, rata-rata 14.000/mm3.
Atritis septik : jumlah lekosit 15.600-
213.000/mm3, rata-rata 65.400/mm3.
Hemoragik : jumlah lekosit 200-10.000/mm3.

b. Menghitung jenis sel


Cairan sendi diperiksa seperti cairan tubuh yang lain dengan
cara membuat sediaan apus yang dipulas Giemsa atau Wright.
Dalam keadaan normal leukosit berinti segment kurang dari 25%
dari semua jenis sel yang ada dalam cairan sendi.Semakin tinggi
angka itu, maka semakin akut keadaan patologis. Hitung jenis
lekosit pada sendi dapat membedakan inflammatory arthritis,
non inflammatory arthritis dan infectious arthrtis.

Prosedur Kerja
Pra Analitik
a. Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
b. Persiapan sampel :
Sampel harus diperiksa < 1 jam setelah
pengambilan.

99
Sampel dapat langsung dari cairan aspirasi atau dari
sedimen cairan sendi yang telah disentrifus (paling
baik).
c. Prinsip tes : cairan sendi diapuskan di atas obyek glass
kemudian diwarnai.
Analitik : Cara kerja pewarnaan MGG
a. Diambil cairan sendi yang telah disentrifuge
b. Diteteskan 1-2 tetes cairan sendi diatas objek glas,
kemudian dibuat hapusan di atas objek glass, dibiarkan
mengering.
c. Difiksasi apusan tersebut dengan metanol selama 5
menit lalu dibilas dengan air mengalir.
d. Diteteskan sediaan apusan dengan larutan May
Grunwald 1 2 menit.
e. Digenangi dengan larutan buffer pH 6,4 dan diamkan
selama 3 menit.
f. Diwarnai dengan larutan Giemsa yang sudah diencerkan
dengan buffer pH 6,4 dan dibiarkan 5 10 menit, cuci
dengan air mengalir lalu keringkan.
g. Diamati apusan di bawah mikroskop dengan
pembesaran 100 x menggunakan oil emersi.
Pasca analitik
Interpretasi hasil :
a. Jumlah netrofil < normal atau non inflamatorik25%
b. Jumlah netrofil pada kelompok akut inflamatorik :
Artritis gout akut : jumlah netrofil 48 94%, rata-rata
83%.
Faktor rematoid : jumlah netrofil 8 89%, rata-rata
46%.
Artritis rematoid : jumlah netrofil 5 96%, rata-rata
65%.
Artritis tuberkulosa : jumlah netrofil 29 96%, rata-rata
67%.
Artritis gonore : jumlah netrofil 2 - 96% , rata-rata
64%.

100
Artritis septik : jumlah netrofil 75 100%, rata-rata
95%.
Jumlah netrofil pada kelompok hemoragik : <50 o:p="">
c. Kristal-Kristal
Prosedur Kerja
Pra analitik
a. Persiapan pasien : tidak diperlukan persiapan khusus.
b. Persiapan sampel : sampel disentrifus terlebih dahulu.
c. Prinsip tes : jenis kristal tergantung jenis kelainan.
Analitik
a. Diteteskan satu sampai dua tetes cairan sendi yang
telah disentrifus diatas objek glass dan ditutup dengan
cover glass.
b. Diperiksa dengan mikroskop lensa objektif 10x dan 40x.
Pasca analitik
Interpretasi hasil
a. Kristal monosodium urat (MSU) ditemukan pada artritis gout.
b. Calcium pyrophosphate dihydrate (CPPD) yang ditemukan
pada kondro-kalsinosis (pseudogout).
c. Calcium hydroxyapatite (HA) terdapat pada calcific
periarthritis dan tendenitis.
d. Kristal kolesterol ditemukan pada artritis rematoid.

3. Pemeriksaan Kimia
a. Tes bekuan mucin
Test ini menguji kualitas mucin yang ada dalam cairan sendi.
Mucin adalah satu komplex yang tersusun dari asam hialuronat
dan protein, mucin itu membeku oleh pengarah asam acetat.
Dalam keadaan normal dan pada proses non-radang :

101
Mucin berkualitas baik : terlihat satu bekuan kenyal dalam
cairan jernih. Mucin berkualitas lumayan : menyusun bekuan
yang kurang kuat,bekuan itu tidak mempunyai batas-batas tegas
dalam cairan jernih.
Prosedur Kerja
Pra analitik
a. Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
b. Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
c. Prinsip tes : asam asetat dapat membekukan asam
hialuronat dan protein.
d. Alat dan bahan :
Tabung reaksi
Pengaduk
Aquades
Asam asetat glacial
Asam asetat 7 N
Analitik
a. Kedalam 1 tabung reaksi dimasukan 4mL aquadest.
b. Dimasukan sebanyak 1 mL cairan sendi.
c. Diteteskan 1 tetes larutan asam asetat 7 N.
d. Diaduk kuat-kuat dengan batang pengaduk.
e. Kemudian diperiksa hasil reaksi segera setelah diaduk
dan setelah 2 jam.
Pasca analitik
Interpretasi hasil :
a. Nilai rujukan : Terlihat satu bekuan kenyal dalam cairan
jernih Mucin baik : normal.
b. Mucin sedang : Jika bekuan kurang kuat dan tidak
mempunyai batas tegas dalam cairan jernih misalnya pada
RA.
c. Mucin buruk : jika bekuan yang terjadi berkeping-keping
dalamcairan keruh, misalnya karena infeksi.
b. Tes Glukosa
Prosedur Kerja
Pre analitik
a. Persiapan pasien : pasien harus berpuasa 6-12 jam
sebelum pengambilan sampel.

102
b. Persiapan sampel : tidak hemolisis, cairan sendi
disentrifus terlebih dahulu.
Analitik :Tes Glukosa menggunakan alat Cobas Mira
a. Dimasukkan 50 l sampel cairan sendi ke dalam tabung
mikro.
b. Kemudian diletakkan dalam rak sampel sesuai dengan
nomor pemeriksaan.
c. Ditempatkan reagen pada rak reagen sesuai program
tes (protein, glukosa, LDH).
d. Memasukkan nomor identitas penderita dan program
tes.
e. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
f. Hasil tes akan keluar pada print out.
Pasca analitik
Interpretasi hasil :
Nilai rujukan: Perbedaan antara glukosa serum dan glukosa
cairan sendi adalah < 10 mg%.
a. Kelompok non inflamatorik : perbedaannya <10 mg%.

b. Kelompok inflamatorik :
arthritis gout akut perbedaannya 0 41 mg%, rata-rata
12 mg%.
faktor rematoid perbedaannya 6 mg%.
artritis rematoid perbedaannya 0 88 mg%, rata-rata
31 mg%.
c. Kelompok septik :
artritis tuberkulosa perbedaannya 0 108 mg%, rata-
rata 57 mg%.
artritis gonore perbedaannya 0 97 mg%, rata-rata 26
mg%.
artritis septik perbedaannya 40 122 mg%, rata-rata
71 mg%.
Kelompok hemoragik perbedaannya < 25 mg%.
c. Tes Laktat dehidroginase (LDH)
Prosedur Kerja
Pre analitik
a. Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus.

103
b. Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus.
Analitik :Tes Laktat dehidrogenase (LDH) menggunakan alat
Cobas Mira
a. Memasukkan 50 l sampel cairan sendi ke dalam tabung
mikro.
b. Kemudian diletakkan dalam rak sampel sesuai dengan
nomor pemeriksaan.
c. Ditempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes
(protein, glukosa, LDH).
d. Memasukkan nomor identitas penderita dan program
tes.
e. Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
f. Hasil tes akan keluar pada print out.
Pasca analitik
Interpretasi hasil

CAIRAN EJAKULAT
Nilai rujukan : 100-190 U/L
LDH meningkat pada RA, gout dan artritis karena infeksi, 5
tetapi tetap normal pada penyakit sendi generative.

A. Pengertian Sperma
Sperma atau disebut juga spermatozoa adalah sel gamet dari
laki-laki. Sel ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan 50-60
mikrometer, dimana terdiri tiga bagian yaitu bagian kepala,
bagian tengah (leher) dan ekor. Dimensi kepala dengan panjang
4 - 5 mikrometer, lebar 2.5 - 3.5 mikrometer, dengan rasio antara
panjang dan lebar yaitu 1.50 - 1.75. Spermatozoa atau sperma
dihasilkan oleh testis, sedangkan cairan seminal diproduksi oleh
kelenjar tambahan di sepanjang saluran reproduksi pria, yaitu
kelenjar vesikula seminalis, prostat, kelenjar bulbo urethralis
(Cowpers) dan kelenjar urethra (Littres).

104
Gambar 5.1 Spermatozoa
Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan
padat yang tidak lagi mengalami pembelahan atau
pertumbuhan, berasal dari gonosit yang menjadi
spermatogonium, spermatosit primer dan sekunder dan
selanjutnya berubah menjadi spermatid dan akhirnya berubah
menjadi spermatozoa.
B. Struktur sperma
Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian
tengah dan ekor (flagellata). Kepala sperma mengandung
nukleus. Bagian ujung kepala ini mengandung akrosom yang
menghasilkan enzim yang berfungsi untuk menembus lapisan
lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah sperma
mengandung mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai
sumber energi untuk pergerakan sperma. Ekor sperma berfungsi
sebagai alat gerak.

Gambar 5.2 struktur anatomi sperma


1. Kepala

105
Kepala spermatozoa bentuknya bulat telur dengan ukuran
panjang 5 mikron, diameter 3 mikron dan tebal 2 mikron yang
terutama dibentuk oleh nukleus berisi bahan-bahan sifat
penurunan ayah. Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian
ujung kepala atau pada bagian anterior kepala spermatozoa
terdapat akrosom, suatu struktur yang berbentuk topi yang
menutupi dua per tiga bagian anterior kepala dan mengandung
beberapa enzim hidrolitik antara lain: hyaluronidase, proakrosin,
akrosin, esterase, asam hidrolase dan Corona Penetrating Enzim
(CPE) yang semuanya penting untuk penembusan ovum (sel
telur) pada proses fertilisasi.
Bahan kandungan akrosom adalah setengah padat yang
dikelilingi oleh membran akrosom yang terdiri dari dua lapis,
yaitu membran akrosom dalam (inner acrosomal membran) dan
membran akrosom luar (outer acrosomal membran). Secara
molekuler susunan kedua membran akrosom ini sangat berbeda,
membran akrosom luar bersatu dengan plasma membran
(membran spermatozoa) pada waktu terjadinya reaksi akrosom
sedang membran akrosom dalam menghilang. Bagian ekuatorial
akrosom merupakan bagian penting pada spermatozoa, hal ini
karena bagian anterior pada akrosom ini yang mengawali
penggabungan dengan membran oosit pada proses fertilisasi
berubah menjadi spermatid dan akhirnya berubah menjadi
spermatozoa.

2. Ekor
Ekor dibedakan atas 3 bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Bagian tengah (midpiece)
b. Bagian utama (principle piece)
c. Bagian ujung (endpiece).
Panjang ekor seluruhnya sekitar 55 mikron dengan diameter
yang makin ke ujung makin kecil: di depan 1 mikron, di ujung 0,1

106
mikron. Panjang bagian tengah: 5-7 mikron, tebal 1 mikron;
bagian utama panjang 45 mikron, tebal 0,5 mikron dan bagian
ujung panjang 4-5 mikron, tebal 0,3 mikron. Bagian ekor tidak
bisa dibedakan dengan mikroskop cahaya tetapi harus dengan
mikroskop electron (Anonim, 2009).
Mitokondria sebagai pembangkit energi pada spermatozoa.
Principle piece dibungkus oleh sarung fibrous (fibrous sheath)
yang perbatasannya disebut anulus. Sarung fibrous bentuknya
terdiri dari kolom ventral dan dorsal yang masing-masing melalui
rusuk-rusuk. Ke arah sentral ada semacam tonjolan yang
memegangi cincin nomor 3, 8 dari aksonema. Keduanya
(tahanan rusuk dan pegangan cincin aksonema) memberikan
gerak tertentu (Anonim, 2009).
Spermatozoa
Sel tunggal yang terdiri atas kepala, leher dan ekor, panjang
50 , kepala berbentuk oval (lonjong), berisi nukleus, lebar 2,5-
3,5 dan panjang 4-5 . Akrosom adalah suatu massa yang
terdapat pada bagian anterior spermatozoa yang merupakan
struktur berupa selubung yang menutupi 2/3 daerah kepala
spermatozoa. Mengandung enzim-enzim : akrosin, hyaluronidase,
CPE (corona penetrating enzyme). Akrosin adalah enzim
proteolitik untuk menembus zona pellusida, hyaluronidase untuk
menembus cumulus ooforus dan CPE untuk menembus corona
radiata.

Spermatozoa Abnormal
Terdapat pada orang yang fertil maupun pada orang yang
infertil. Terjadi karena gangguan pada waktu spermatogenesis
dan spermiogenesis. Sebab-sebab yaitu faktor hormonal, nutrisi,
obat, akibat radiasi, penyakit.
C. Jenis-Jenis Pemeriksaan
1. Persiapan dan Persyaratan

107
Seseorang yang akan memeriksakan spermanya, sebaiknya
terlebih dahulu melakukan pantangan (abstinensi) untuk tidak
mengeluarkan sperma sedikit-dikitnya selama 3 hari (3 x 24 jam)
dengan alasan menurut penyelidikan, jangka waktu sebesar itu
sudah cukup untuk suatu spermiogenesis dan untuk sampel yang
baik. Tetapi untuk baiknya pasien diminta supaya tidak
mengadakan kegiatan seksual selama 3-5 hari. Pengeluaran
ejakulat sebaiknya dilakukan pagi hari sebelum melakukan
aktifitas, sedekat mungkin sebelum pemeriksaan laboratorium.
2. Cara memperoleh Sperma
Banyak penderita tidak mengerti bagaimana cara
memeriksakan sperma. Kita harus maklum, bahwa pemeriksaan
sperma lain dengan pemeriksaan kencing atau tinja, karena
bahan-bahan yang terakhir itu dengan wajar dapat dikeluarkan
oleh penderita. Tetapi masalah memperoleh sperma yang akan
diperiksa merupakan persoalan tersendiri untuk penderita. Hal ini
dapat dimengerti, sebab tidak pada setiap kesempatan
seseorang dapat mengeluarkan sperma. Adapun cara-cara yang
digunakan untuk memperoleh sampel sperma yaitu dengan :
1. Masturbasi
Merupakan suatu metode pengeluaran sperma yang paling
dianjurkan. Tindakan ini berupa menggosok kemaluan lelaki
(penis) berulang-ulang, sampai terjadi ketegangan dan pada
klimaks akan keluar sperma. Sebelum melakukan masturbasi
hendaknya penis dicuci dahulu agar tidak tercemar oleh kotoran.
Untuk mempermudah masturbasi kadang-kadang dalam
menggosok penis diberi pelicin misalnya sabun, krim atau jelly.
Tetapi saat dipakai jangan sampai mencapai lubang keluarnya
sperma. Kebaikan dari cara ini, di samping menghindari
kemungkinan tumpah ketika menampung sperma, juga

108
pencemaran sperma dari zat-zat yang tak diinginkan dapat
dihindari. Tempat penampungan sperma sebaiknya dari botol
kaca yang bersih, kering dan bermulut lebar atau boleh dengan
tempat lain dengan syarat tidak spermatotoksik.
2. Coitus Interuptus
Cara ini dilakukan dengan menyela atau menghentikan
hubungan saat akan keluar sperma. Walaupun cara ini banyak
dilakukan untuk memperoleh sampel sperma untuk diperiksa,
namun cara ini kurang baik karena hasilnya kurang dapat
dipertanggungjawabkan, lebih-lebih bila hasil pemeriksaannya
mendapatkan hasil dimana jumlah spermatozoanya di bawah
kriteria normal (oligosperma). Tetapi cara ini kelemahannya
dikhawatirkan sebagian telah tertumpah ke dalam vagina
sehingga tidak sesuai lagi untuk pemeriksaan. Seperti yang telah
kita ketahui, bahwa sperma yang dikeluarkan pada waktu
ejakulasi terbagi menjadi beberapa tahap, paling sedikit dua
tahap. Tahap pertama adalah merupakan ejakulat yang
mengandung spermatozoa yang terbanyak, sedangkan tahap
yang kedua hanya mengandung spermatozoa sedikit saja atau
bahkan sering tidak dijumpai spermatozoa, tetapi mengandung
porsi fruktosa yang terbanyak. Dalam pengendalian orgasme
sewaktu melakukan interuptus tidak menjamin bahwa sebagian
besar atau sebagian kecil terlanjur dikeluarkan di vagina
sehingga mengakibatkan kita memperoleh sampel sperma yang
tidak lengkap, sehingga memberikan hasil yang tidak
sewajarnya.
3. Coitus Condomatosus
Dengan alasan apapun pengeluaran sperma dengan memakai
kondom untuk menampung mani tidak dianjurkan dan tidak
diperkenankan karena zat-zat pada permukaan karet kondom

109
mengandung suatu bahan yang bersifat spermicidal yang
mempunyai pengaruh melemahkan atau membunuh
spermatozoa, biarpun kondom sudah dicuci dan dikeringkan.
Selain daripada itu kemungkinan terjadi tumpahnya sperma
sewaktu pelepasan kondom atau menuangkan ke botol
penampung. Tetapi ada beberapa kondom khusus yang
dipergunakan untuk keperluan penampungan sperma, karena
bahan dipakai tidak bersifat spermasida.
4. Vibrator
Masih ada cara lain untuk mempermudah mengeluarkan
sperma ialah dengan vibrator. Alat ini mempunyai berbagai
ukuran, terbuat dari plastik dengan permukaan halus, dapat
digerakkan dengan baterai yang menghasilkan getaran lembut.
Alat ini kalau ditempelkan pada glans penis, akan menimbulkan
rasa seperti mastrubasi dan dengan fibrasi yang cukup lama,
diharapkan sperma akan keluar.
5. Refluks Pasca Sanggama
Dengan memeriksa sperma yang telah ke vagina. Cara ini
tidak dianjurkan karena dipergunakan cairan fisiologis untuk
pembilasan, dan sperma tercampur dengan sekret vagina,
sehingga akan didapatkan hasil yang tidak mencerminkan
keadaan sesungguhnya.
3. Wadah Penampung
Mani langsung dikeluarkan ke dalam satu wadah terbuat dari
gelas atau plastik yang bermulut lebar dan yang lebih dahulu
dibersihkan dan dikeringkan. Wadah harus dapat ditutup dengan
baik untuk menjaga jangan sampai sebagian tertumpah. Pasien
diminta mencatat waktu pengeluaran mani tepat sampai
menitnya dan menyerahkan sampel itu selekasnya kepada

110
laboratorium. Laboratorium juga wajib mencatat waktu
pemeriksaan-pemeriksaan dijalankan.
4. Penyerahan sampel sperma
Segera setelah sperma ditampung, maka sperma harus
secepatnya diserahkan kepada petugas laboratorium. Hal
tersebut perlu dilakukan karena beberapa parameter sperma
mempunyai sifat mudah berubah oleh karena pengaruh luar.
Sperma yang dibiarkan begitu saja akan berubah pH, viskositas,
motiltas dan berbagai sifat biokimianya.
5. Waktu pemeriksaan
Setelah penderita diberikan penerangan tentang cara-cara
serta syarat-syarat pengeluaran sperma dan lainnya, maka
waktu pengeluaran sperma dapat pula ditetapkan. Hal ini
tergantung dari kesiapan pasien dan kesiapan laboratorium.
Kalau syarat-syarat serta semua persiapan baik penderita
maupun laboratorium telah dipenuhi, maka pengeluaran sperma
dapat dilakukan. Segera setelah diterima petugas laboratorium,
hendaknya sperma secepatnya diperiksa. Sperma harus
diletakkan di dalam suhu kamar. Contoh sperma tidak boleh
didinginkan dibawah 20OC atau dipanaskan diatas 40OC, oleh
karena kedua hal ini dapat mempengaruhi motilitas dan viabilitas
spermatozoa.
Parameter sperma dapat berupa parameter sperma dasar
serta parameter biokimia sperma. Dalam pemeriksaan rutin atau
pemeriksaan dasar, yang dilakukan adalah mengukur parameter
yang diperlukan sebagai dasar umum untuk mendiagnosis
keadaan andrologis, serta yang mudah dilakukan dengan tidak
memakai alat-alat serta pengetahuan yang lebih rumit.
a. Pemeriksaan Makroskopis

111
Pemeriksaan makroskopis memperhatikan volume, warna,
kekeruhan dan kentalnya mani, selain itu biasanya pH juga
diperiksa. Mengukur volume dilakukan dengan memindahkan
ejakulat kedalam gelas ukur 5 atau 10 ml sesuai dengan keadaan
yang dihadapi.
1. Likuefaksi (pencairan)
Sperma yang baru saja dikeluarkan selalu menunjukkan
adanya gumpalan diantara lendir putih yang cair. Liquefaction ini
terjadi karena daya kerja dari enzim-enzim yang diproduksi oleh
kelenjar prostat antara lain enzim seminin. Untuk sperma yang
normal gumpalan ini akan mencair setelah waktu 15-20 menit.
Makna Klinis : Jika liquefaction melebihi dari waktu 20 menit
atau lebih lama lagi berarti terjadi gangguan pada kelenjar
prostat dan defisiensi enzim seminin.

2. Pemeriksaan Viscositas (Kepekatan)


Setelah terjadi likuefaksi, biasanya cairan sperma menjadi
homogen, tetapi tetap menunjukkan suatu sifat kepekatan.
Untuk mengukur suatu viscositas dari sperma yang termudah
dengan jalan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau
batang pengaduk, kemudian ditarik, maka akan terjadi benang
yang panjangnya antara 3-5 cm. makin panjang benang yang
terjadi, maka makin tinggi viscositasnya. Pengukuran viscositas
seperti tersebut diatas sifatnya sangat subyektif dan tergantung
dari keterampilan si pemeriksa. Ada suatu cara yang lebih tepat
untuk mengukur suatu viscositas dengan mempergunakan suatu
pipet standar yang disebut Pipet Elliasson. Pipet ini mempunyai
volume 0, 1 ml.
ProsedurKerja :
a. Sperma diisap dengan pipet Elliason sampai menunjukkan
volume 0,1 ml

112
b. Kemudian tekanan dilepaskan
c. Tetesan pertama diukur dengan stopwatch.
Interpretasi hasil : Normal : 1-2 detik
Catatan : Baik liquefaction maupun viscositas tergantung dari
daya kerja enzim-enzim kelenjar prostat. Perlu ditekankan bahwa
viscositas sangat erat hubungannya dengan motilitas
spermatozoa, artinya viscositas yang tinggi sering disertai
dengan motilitas yang rendah.
Makna klinis :
a. Jika semen terlalu kental (panjang benang > 5 cm) maka
enzim likuefaksi dari prostat kurang berfungsi.
b. Jika terlalu encer (panjang benang <> 8 maka radang akut
pada kelenjar genitalia tambahan atau epiddiymitis. Sedang
pada pH <> 6 ml.

b. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah sperma
mengalami liquefaction. Jadi kira-kira 20 menit setelah
dikeluarkan. Adapun pemeriksaan mikroskopis yang umum
dilakukan meliputi :
1. Pergerakan (Motilitas) Spermatozoa
a) Mekanisme pergerakan
Spermatozoa bergerak (Motil), dengan maksud agar sampai
dialat reproduksi wanita untuk pembuahan. Energi untuk
motilitas bersumber pada bagian tengah spermatozoa. Dibagian
tengah itu dapat diibaratkan generator spermatozoa. Energi dari
bagian tengah disalurkan kebagian distal, yaitu ke ekor,
kemudian ekor bergerak. Jadi ekor dapat diibaratkan sebagai
kemudi juga sebagai pendorong spermatozoa.

113
Energi yang keluar menyebabkan dua macam gerakan.
Pertama, gerakan bergelombang keujung ekor. Gelombang itu
makin ke ekor makin lemah. Gerakan kedua bersifat sirkuler.
Energi yang keujung ekor itu tidak lurus kebelakang tapi arahnya
melingkari batang tubuh bagian tengah, terus keujung ekor.
Resultante dari dua gerak tersebut menyebabkan motilitas
spermatozoa, seluruh tubuh spermatozoa mulai dari kepala
sampai ke ekor bergerak melingkar pada as-nya dan ke depan.
Hal ini menyebabkan gerak lurus ke depan aktif, lincah dengan
irama getar ekor yang teratur.Irama getar ekor spermatozoa
normal manusia ialah 15x/detik. Pada sapi getaran itu kira-kira
20 x/detik.
Maka dari itu dapat dibayangkan bahwa hanya spermatozoa
yang normal saja yang dapat bergerak normal pula. Sebab
andaikata bentuk kepala spematozoa tak normal katakanlah
bentuk terato maka arah gerakan tak mungkin lurus ke depan
sebab bagian depan sedemikian tak ideal untuk memperoleh
gerak lurus . Demikian pula andaikata terdapat bagian tengah
yang bengkok, bagian ekor yang melingkar, bagian kepala yang
masih tertempel oleh sisa sitoplasma (imatur) kesemuanya
mengakibatkan terganggunya gerak lurus ke depan dan lincah.
b) Macam Motilitas spermatozoa
Berdasarkan mekanisme motilitas tersebut dapat dibedakan
dua macam motilitas spermatozoa, yaitu :
Spermatozoa Motilitas Baik.
Spermatozoa bergerak lurus kedepan, lincah, cepat dengan
beat ekor yang berirama.
Spermatozoa Motilitas kurang baik
Semua motilitas spermatozoa kecuali yang tersebut
spermatozoa motilitas baik, dianggap spermatozoa dengan
motilitas kurang baik atau jelek.
c. Pemeriksaan motilitas spermatozoa

114
Pemeriksaan motilitas spermatozoa dilakukan dengan cara
meneteskan setetes sperma pada gelas obyek. Tetesan
diusahakan sama besarnya untuk setiap pemeriksaan. Bilamana
tetesan tidak sama besarnya pengamatan spermatozoa secara
prosentase dan kuantitatif akan berbeda. Terdapat beberapa cara
untuk mendapatkan tetesan sperma yang sama, yaitu :
1. Sperma diteteskan dengan pipet. Diharapkan dengan tetesan
pipet volume sperma yang diteteskan sama. Dalam hal ini
untuk setiap sperma harus memakai pipet yang berbeda dan
harus baru/bersih benar. Sebab kalau sebuah pipet telah
pernah digunakan untuk satu sperma, kemudian
dipergunakan untuk sperma lainnya akan ada unsur pada
sperma pertama yang terpindahkan ke sperma kedua. Kalau
misalnya sperma yang kedua azoospermi maka kemungkinan
akan dinilai tidak azoospermi sebab telah tercampur oleh
spermatozoa dari sampel pertama.
2. Sperma diteteskan dengan batang pengaduk terbuat dari
pada gelas
Cara ini kebanyakan akan memperoleh tetesan yang sama
besar. Apalagi kalau ujung batang gelas tidak sama besarnya.
Keadaan yang mempengaruhi ialah kekentalan sperma . Bila
sperma kental tetesan akan berbeda bilamana sperma encer.
Perbedaan-perbedaan ini dapat diatasi kalau para pemeriksa
sperma banyak pengalaman meneteskan sperma pada gelas
objek.
3. Sperma diteteskan dengan batang kawat baja berujung bulat.
Dengan cara ini memang diperoleh ukuran tetesan yang
sama. Untuk menghindari kontaminasi sperma lain maka
setelah loop dipakai untuk satu spesimen sperma, kemudian
dibakar, setelah itu dapat dipergunakan untuk memeriksa
sperma yang lain.

115
Tujuan : untuk mengetahui dan menentukan baik tidaknya
pergerakan (motilitas) spermatozoa dan jumlah prosentase yang
bergerak.
Prinsip : Sperma dengan zat tambahan atau tidak dilihat
pergerakannya dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x45
dan hasilnya dilaporkan dalam persen (%).
Prosedur Kerja
Alat
a. Objek Glass
b. Pipet tetes
c. Cover glass
d. Mikroskop
Cara Kerja
a. Mengambil 1 tetes sperma,diletakkan diatas objek glass.
b. Ditutup dengan cover glass.
c. Diperiksa dibawah mikroskop perbesaran objektif 40-
45x.
d. Diperiksa adanya spermatozoa yang :
Bergerak aktif (%)
Bergerak tidak aktif (%)
Tidak bergerak (%)

d. Penilaian motilitas spermatozoa.


Penilaian motilitas spermatozoa dilakukan sebagai berikut :
1. Spermatozoa yang bergerak aktif adalah spermatozoa yang
bergerak cepat ke depan, lincah dan aktif (%)
2. Spermatozoa yang kurang aktif bergerak adalah
spermatozoa yang bergerak berputar di tempat (%)
3. Spermatozoa tidak bergerak (%).
4. Jumlah spermatozoa yang aktif ditentukan dalam persen
(%). Misalnya : jumlah spermatozoa 110 yang bergerak

116
aktif 50 maka spermatozoa yang aktif adalah 50/110 x
100% = 45,5%
5. Besar kecilnya tetesen dan berat ringannya gelas penutup
berpengaruh pada motilitas spermatozoa. Sebelum
diteteskan sperma terlebih dahulu diaduk rata sehingga
homogen. Motilitas spermatozoa biasanya dilihat setelah
terjadi likuefaksi lengkap.
6. Pemeriksaan harus segera dilakukan setelah gelas obyek
ditempelkan. Bila terlalu lama dibiarkan baru kemudian
diperiksa akan terjadi perbedaan dalam miotilitas
spermatozoa.
7. Untuk tahap permulaan sediaan diperiksa dengan
pembesaran objektif 10 x. Setelah itu diganti dengan
pembesaran objektif 40 x
8. Dalam keadaan normal yang motil aktif harus diatas 70%,
yang motil lemah dibawah 20% dan tidak motil dibawah
0%.
e. Berkurangnya derajat motilitas Spermatozoa
Motilitas spermatozoa akan berkurang bila dibiarkan setelah
ejakulasi. Angka yang dilaporkan perlu dihubungkan dengan
waktu yang sudah berlalu sejak saat ejakulasi, semakin banyak
waktu lewat, semakin berkurang motilitas spermatozoa.
Penilaiannya :
1. Biasanya didapat bahwa sampai 1 jam setelah dikeluarkan,
mani berisi 70% atau lebih spermatozoa aktif, angka itu
terus menerus menurun sehingga menjadi 50% sekitar 5
jam lewat ejakulasi.
2. Pada keadaan normal kemunduran motilitas terjadi kira-
kira 10-20% dalam waktu 2-3 jam.
3. Dalam melaksanakan pemeriksaan motilitas berurutan ini
temperatur laboratorium harus dijaga agar konstan, sebab
perbedaan suhu juga berpengaruh terhadap motilitas
spermatozoa.

117
4. Dalam pemeriksaan rutin tidak banyak gunanya mengikuti
penyusutan motilitas dari jam ke jam, berkurangnya
motilitas banyak dipengaruhi oleh cara menyimpan
sampel.
2. Pemeriksaan Vitalitas Spermatozoa
Spermatozoa yang tidak bergerak, belum tentu mati.
Adakalanya lingkungannya tidak cocok, spermatozoa tidak
bergerak. Tetapi kalau keadaan lingkungannya suatu ketika baik,
ada kemungkinan spermatozoa bergerak lagi. Maka dari itu perlu
dibedakan lagi antara spermatozoa yang hidup dengan
spermatozoa yang mati. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan
vitalitas spermatozoa.
Untuk memeriksa vitalitas spermatozoa, dilakukan
pengecatan vital atau vital staining. Cara ini digunakan untuk
memastikan diagnosa nekrozoospermia.
Metode : Eosin-Nigrosin Supravital Stainning Sperma Viability
Tujuan : Untuk membedakan dan mengetahui sperma yang hidup
dan yang mati.
Prinsip : Sampel sperma dibuat hapusan, diwarnai, dikeringkan
dan diperiksa sperma yang mati dan yang hidup dibawah
mikroskop perbesaran 10 x 100.
Prosedur Kerja
Alat
a. Pipet tetes
b. Objek glass
c. Mikroskop
d. Rak dan bak pewarnaan
e. Tabung reaksi
f. Botol semprot
Bahan
a. Eosin 5 %
b. Negrosin 10 %
Cara Kerja
a. Sampel sperma diteteskan kedalam tabung reaksi kecil

118
b. Ditambahkan 1 tetes eosin 5 % dan 1 tetes negrosin 10
%, di aduk
c. Diambil 1 tetes, dibuat hapusan diatas objek glass,
dikeringkan.
d. Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran
10x100 pada 100 lapang pandang dan hasil dinyatakan
dalam persen ( % ).
Interpretasi hasil : Nilai Normal 75 % atau lebih spermatozoa
yang hidup
Penilaian: Spermatozoa yang mati akan berwarna merah.
Spermatozoa yang hidup akan terlihat tidak berwarna
Catatan :
a. Spermatozoa yang mati berwarna kemerahan karena
dinding spermatozoa rusak, zat warna masuk ke dalam sel.
b. Spermatozoa yang hidup tetap tidak berwarna karena
dinding sel masih utuh, tak dapat ditembus zat warna.
c. Untuk membuat pengecatan vitalitas yang baik, zat warna
harus baru, jangan terlalu kental dan jangan banyak
endapan.
3. Pemeriksaan Jumlah Spermatozoa
Menghitung jumlah spermatozoa dapat dilakukan dengan
metode hemocytometer biasa menggunakan pipet Thoma atau
dengan modifikasi hemocytometer dengan pengenceran dalam
tabung menggunakan Clinipette. Larutan yang biasa yang
dipergunakan ialah larutan pengencer 5% Natrium bikarbonat
dalam aquadest ditambah dengan formaldehide 1 ml.
Larutan pengencer ini juga bertindak sebagai zat spermisida
yang mematikan spermatozoa, serta merupakan garam fisiologis.
Dengan demikian spermatozoa yang terdapat didalam kamar
hitung dapat lebih cermat dihitung.

Jumlah spermatozoa dihitung menurut beberapa cara :

119
1. Jumlah Spermatozoa per ml ejakulat.
2. Jumlah Spermatozoa per volume ejakulat. Namun yang
umum dipakai adalah spermatozoa per ml ejakulat.
Bilamana menghendaki perhitungan untuk seluruh
ejakulat, tinggal mengalikan dengan volume ejakulat.
Tujuan : Untuk mengetahui jumlah sperma yang terdapat dalam
sampel sperma yang diperiksa.
Prinsip : Sampel sperma diencerkan dalam pipet lekosit dengan
larutan pengencer tertentu, diperiksa dalam bilik hitung.
Prosedur Kerja
Alat
a. Kamar hitung Improved Neubauer atau Burker
b. Pipet Thoma leukosit atau eryhtrosit
c. Kertas saring / tissue
Bahan
Larutan Pengencer Sperma :
NaHCO3 5 gram
Formalin 5% 1 ml
Larutan Eosin 2% 5 ml
Aquadest add 100 ml
Cara Kerja
1. Cara Pipet Thoma :
a. Diisap sperma dengan pipet leukosit sampai tanda
0,5 tepat.
b. Diisap larutan Pengencer Sperma sampai tanda 11
tepat.
c. Dikocok selama 2 menit, buang cairan 3-4 tetes,
memasukkan dalam kamar hitung improved
Neubauer dengan menempelkan ujung pipet ditepi
kaca penutup.
d. Menghitung sel sperma yang terdapat dalam 4 kotak
sedang
e. Hasilnya dinyatakan dalam juta/ml
2. Cara Tabung dengan Clinipette :
a. Memasukkan 400 ul cairan pengencer sperma
kedalam tabung reaksi dengan clinipette.

120
b. Dibuang 20 ul dengan clinipette cairan tadi.
c. Dipipet 20 ul sperma yang telah dihomogenkan dan
dicampur dengan larutan pengencer.
d. Mengocok beberapa kali tabung atau letakkan diatas
pengocok khusus (vibrator).
e. Memasukkan dalam kamar hitung improved
Neubauer dengan menempelkan ujung clinipette
ditepi kaca penutup.
f. Dihitung sel sperma yang terdapat dalam 4 kotak
sedang
g. Hasilnya dinyatakan dalam juta/ml
Perhitungan :
Misal jumlah didapat : 200 spermatozoa 200 x 50 =
10.000/mm3 = 10.000 x 1000 = 10 juta/ml
Interpretasi hasil :Nilai Normal : 20 70 juta / ml.
Catatan :
a. Untuk mempermudah penghitungan didalam bilik hitung
dapat digunakan pipet eryhtrosit sebagai pipet pengencer
dan sperma diisap sampai 0,5 tepat dan pengencer 101.
pengenceran pipet 200x dikalikan untuk perhitungan.
b. Untuk pengenceran yang lebih teliti sebaiknya
menggunakan pengenceran menggunakan Clinipette
dalam tabung. Pengenceran dapat diubah sesuai dengan
keinginan.
c. Menurut R. Gandasoebrata bila tidak memiliki larutan
pengencer Natrium bikarbonat maka dapat digunakan
aquadest sebagai larutan pengencer.

4. Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa


Pemeriksaan morfologi spermatozoa ditujukan untuk melihat
bentuk-bentuk spermatozoa yang didasarkan atas bentuk kepala

121
dari spermatozoa. Seperti diketahui spermatozoa mempunyai
beberapa macam bentuk. Dengan pemeriksaan ini diketahui
beberapa banyak bentuk spermatozoa normal dan abnormal.
Bentuk yang normal adalah spermatozoa yang kepalanya
berbentuk oval dan mempunyai ekor yang panjang. Untuk
pemeriksaan morfologi ini dimulai dengan pembuatan preparat
smear di atas objek glass, yang dibiarkan kering dalam
temperatur kamar. Setelah preparat smear tersebut kering, maka
selanjutnya dilakukan prosedur pewarnaan. Agar memperoleh
hasil yang baik pemeriksaan morfologi spermatozoa dilakukan
pengecatan khusus.
Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya kelainan morfologi
sperma dalam sampel yang diperiksa.
Prinsip : Sperma dibuat hapusan diwarnai dengan giemsa, dicuci,
dikeringkan dan diperiksa morfologi sperma dibawah mikroskop
dengan anisol perbesaran 10 x 100.
Prosedur Kerja
Alat
a. Pipet tetes
b. Objek glass
c. Rak dan Bak pewarnaan
d. Mikroskop
e. Botol semprot
f. Lampu spritus
Bahan: Karbol Fuchsin 0,25 %

Cara Kerja
1. Cara Karbol Fuchsin
a. Setetes sperma dibuat hapusan diatas objek glass.
b. Difiksasi dengan nyala api 2 5 kali
c. Diwarnai dengan carbol fuchsin 0,25% selama 5
Menit, dicuci dengan air.

122
d. Dikeringkan dan diperiksa dibawah mikroskop
perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa.
2. Cara Giemsa
a. Sediaan hapus difiksasi dengan metanol selama 10
menit.
b. Sisa metanol dibuang, sediaan dibiarkan kering di
udara.
c. Sediaan dicat dengan larutan Giemsa (17 tetes
giemsa dicampur dengan 5 ml aquades) selama 20
menit.
d. Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan.
diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100
dalam 100 spermatozoa
3. Cara Hematoxilin Meyer
a. Sediaan hapus ditetesi larutan formalin 10% selama
1 menit.
b. Sediaan dibilas dengan aquadest.
c. Sediaan dicat dengan hematoksilin menurut Meyer
selama 2 menit.
d. Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan
diudara. diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10
x 100 dalam 100 spermatozoa
4. Cara O.Steeno
a. Sediaan hapus dimasukkan ke dalam larutan metanol
selama 5 menit dan dikeringkan diudara.
b. Sediaan dicelupkan kedalam larutan safranin 0,1%
selama 5 menit
c. Sediaan dibilas dalam air buffer dua kali.
d. Sediaan dicelupkan kedalam larutan kristal violet
0,25% selama 5 menit
e. Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan
diudara. diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10
x 100 dalam 100 spermatozoa.
5. Cara lain dengan Fast Green, Wright, Bryan/leishman,
Papanicolou, Romanowsky dan lainnya.
5. Spermatozoa imatur

123
Spermatozoa yang masih mengandung sisa sitoplasma, yang
paling tidak besarnya separuh dari ukuran kepala dan masih
terikat, baik pada kepala, bagian tengah maupun pada ekor
spermatozoa.
1) Leukosit dalam sperma
Dalam sperma kecuali terdapat spermatozoa juga terdapat
rundzellen / round cell atau sel bundar yang terdiri dari leukosit
dan sel-sel spermiogenesis. Dalam keadaan biasa terdapat
leukosit dalam sperma, jumlahnya meningkat melebihi normal
akan berpengaruh terhadap gambaran spermiogenesis, sehingga
perlu dilakukan penghitungan leukosit.
2) Menghitung rundzellen (sel bundar)
Karena terdiri dari dua sel yaitu sel muda sperma dan
leukosit, maka untuk membedakannya dapat dilakukan
penghitungan sebagai berikut :
a. 1 tetes sperma ditambah 1 tetes larutan Sedicolor (larutan
Methylen Blue) diaduk rata diobjek glass, dibiarkan beberapa
menit, diperiksa di mikroskop dengan pembesaran 400-600
kali.
b. Dilakukan diferensiasi antara sel spermatozoa muda dan
leukosit yang dinyatakan dalam 100%.
c. Ciri-ciri sel
Sel spermiogenesis : Dinding sel tampak tebal dengan inti
yang kompak.
Leukosit : Dinding kelihatan tipis dengan inti yang khas
untuk leukosit.
d. Dihitung 100-200 sel bundar dan cara ini dilakukan jika junlah
sel bundar per Lp lebih dari 6-10. Jika pada sediaan jelas
terlihat adanya leukosit maka dapat dipakai cara tanpa
pengecatan, yaitu :
0,1 ml sperma diteteskan diatas objek glass lalu ditutup
dengan gelas penutup dan diperiksa dengan pembesaran
400-600 kali.

124
Jika didapat sel leukosit 6-10/Lp atau lebih, kemungkinan
menunjukkan adanya infeksi pada traktus genitalis.
3. Aglutinasi Spermatozoa
Aglutinasi spermatozoa ialah penggumpalan atau perlekatan
antara satu spermatozoa dengan beberapa spermatozoa yang
lain. Aglutinasi spermatozoa dapat disebabkan oleh faktor
imunologis dan non-imunologis. Cara membedakan keduanya
dengan mengukur titer antibodi yang terdapat pada pasangan
suami isteri. Namun guna informasi pendahuluan proses
aglutinasi spermatozoa, dapat dilakukan cara :
Satu tetes sperma diberi garam fisiologis. Kalau terjadi
aglutinasi sejati, spermatozoa akan tetap melekat satu dengan
yang lain. Kalau dengan penambahan garam fisiologis
spermatozoa lepas satu dengan yang lain, maka aglutinasi
tersebut adalah aglutinasi palsu.
Cara lain oleh Hellinga (1976)
Setetes sperma segar, setelah likuefaksi total, diletakkan pada
objek glass, lalu ditutup dengan gelas penutup. Sediaan
dibiarkan tidak disentuh sedikitpun selama paling tidak 1 jam.
Pada sperma tertentu akan terjadi penggumpalan satu dengan
yang lain. Macam-macam aglutinasi atau penggerombolan
spermatozoa tersebut yaitu :
a. Aglutinasi ekor dan ekor
Pada keadaan ini ujung atau bagian ekor yang lebih proksimal
bersentuhan atau berlekatan satu dengan yang lain, sedangkan
kepalanya bebas bergerak. Ini dinamakan tail to tail agglutination
(TT).

b. Aglutinasi kepala dan kepala


Pada keadaan ini kepala spermatozoa saling berlekatan atau
bergerombol, sedangkan kepalanya bebas bergerak. Ini
dinamakan head to head agglutination (HH).

125
c. Aglutinasi kepala dengan ekor
Pada keadaan ini kepala satu spermatozoa atau lebih
berlekatan dengan ekor sebuah spermatozoa atau lebih. Ini
dinamakan head to tail agglutination (HT).
d. Spermatozoa saling menggerombol atau melekat pada suatu
sel muda spermatozoa, epitel atau lain-lain benda pada
sperma.
e. Spermatozoa dapat menggerombol seperti benang pada
pinggir daerah sperma tertentu. Ini dinamakan aglutinasi
rantai (string agglutination).
4. Benda-benda khusus spermatozoa
Didalam sperma kecuali spermatozoa dan spermatozoa muda,
terdapat benda-benda khusus lainnya. Benda-benda itu berasal
dari saluran genital atau kelenjar asesoria atau benda-benda lain
baik hidup maupun benda mati.
1) Benda-benda mati
a. Sel epitel
Biasanya berupa sel epitil pipih, yang berasal dari lepasan sel
pada saluran urogenitalis. Sel pada traktus urogenitalis memang
mudah lepas, apalagi kalau terjadi proses keradangan, sehingga
tambahan diagnostik untuk sesuatu keradangan.
b. Kristal-kristal
Kristal-kristal ini berasal dari kelenjar-kelenjar asesoria.kristal
yang banyak dijumpai pada sperma : fosfat, urat dan sitrat.
c. Lemak
Lemak dalam sperma berasal dari kelenjar prostat, berbentuk
bundar jernih. Benda ini tak banyak artinya dalam klinis.
d. Benda prostat
Berasal dari prostat, berbentuk bundar tepinya tidak rata,
serta tidak berinti.
2) Benda-benda hidup
a) Bakteri
Bakteri ini berasal dari infeksi traktus urogenitalis, bentuknya
tak nampak jelas.

126
b) Protozoa
Infeksi traktus urogenitalis oleh protozoa sering terjadi, misal
Trichomonas, amoeba dan Clamydia trachomatis.
c) Jamur
Dapat dijumpaipada pasien yang dermatitis didaerah genitalia
atau perineum.

c. Pemeriksaan Kimia
Karbohidrat yang ada dalam mani ialah fruktosa dan kadar
fruktosa itu mempunyai korelasi positif dengan kadar testosteron
dalam tubuh. Penetapan kadar fruktosa memakai reaksi
Selivanoff sebagai dasar, pada reaksi itu fruktosa bereaksi
dengan resorcinol dengan menyusun warna merah.
Tujuan : Untuk mengetahui dan menentukan kadar fruktosa
dalam semen yang bertalian dengan kadar testosteron.
Prinsip : Fruktosa akan berubah menjadi furfural oleh pengaruh
HCl dan pemanasan, furfural yang terjadi akan berkondensasi
dengan resorsinol menyusun senyawa yang berwarna merah.
Bahan :
a. Larutan Ba(OH)2 0,3 N dibuat dengan melarutkan 47,5 g
Ba(OH)2.8H2O dalam 1000 ml aquadest.
b. Larutan ZnSO4 0,175 M dibuat dari 50 g ZnSO4.7H2O
dalam 1000 ml aquadest.
c. Larutan resorcinol 0,1% dalam 100 ml alkohol 95%, larutan
ini bertahan 2 bulan bila disimpan dalan lemari es.
d. HCl 10 N dibuat dari 1 volume aquadest ditambah 6
volume HCl pekat.
e. Standard fruktosa stock 50 mg fruktosa larutkan dalam 100
ml larutan asam benzoat 0,2%.
Standard fruktosa sebagai larutan kerja. 1 ml standard
fruktosa stock diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml. Pada

127
cara dicantumkan dibawah, larutan kerja ini sesuai dengan 200
mg /dl fruktosa mani.
Prosedur Kerja :
a. Lakukan deproteinisasi mani yang akan diperiksa dengan
terlebih dahulu mengencerkan 0,1 ml mani dengan 2,9 ml
air. Kemudian tambah 0,5 ml larutan Ba(OH)2, campur,
tambahkan 0,5 ml larutan ZnSO4, campur lagi dan
pusinglah kuat-kuat.
b. Sediakan 3 tabung T (test), S (standard) dan B (blanko).
Tabung T diisi 2 ml cairan atas dari langkah 1, tabung S
diisi 2 ml standard fruktosa larutan kerja dan tabung B diisi
2 ml air/ aquadest.
c. Kepada tabung T, S dan B masing dibubuhkan 2 ml
resorsinol dan 6 ml HCl.
d. Campur isi tabung masing-masing, panasilah dalam bejana
air 90OC selama 10 menit.
e. Bacalah absorbansi T dan S terhadap B pada 490 nm.
f. Hitunglah kadar fruktosa dengan rumus AT/AS x 200 =
mg / dl fruktosa mani.
Catatan :
Kadar fruktosa dalam mani normal berkisar antara 120-450
mg/dl dan fruktosa itu berasal dari vesiculae seminales. Selain
dipengaruhi oleh kadar testosteron dalam tubuh, banyaknya
fruktosa dalam mani juga mengalami perubahan oleh proses-
proses dalam vesiculae seminales dan ductuli ejaculatorii, pada
hipoplasia dan radang vesiculae seminales dan pada
penyumbatan partial ductuli ejaculatorii kadar fruktosa menurun.
PEMERIKSAAN FESES
Penyumbatan ductuli ejaculatorii yang total berakibat kadar
6
fruktosa dalam mani menjadi nol.

A. Pengertian Feses

128
Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai
lagi oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja
(faeces) merupakansalah satu sumber penyebaran penyakit yang
multikompleks. Orang yang terkena diare, kolera dan infeksi
cacing biasanya mendapatkan infeksi ini melalui tinja (faeces).
Seperti halnya sampah, tinja juga mengundang kedatangan lalat
dan hewan-hewan lainnya. Lalat yang hinggap di atas tinja
(faeces) yang mengandung kuman-kuman dapat menularkan
kuman-kumanitu lewat makanan yang dihinggapinya, dan
manusia lalu memakan makanantersebut sehingga berakibat
sakit. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan akibat tinja
manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam
cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis, dan
sebagainya.
Pengerasan tinja atau feses dapat menyebabkan
meningkatnya waktu dan menurunnya frekuensi buang air
besar antara pengeluarannya atau pembuangannya disebut
dengan konstipasi atau sembelit. Dan sebaliknya, bila
pengerasan tinja atau feses terganggu, menyebabkan
menurunnya waktu dan meningkatnya frekuensi buang air
besar disebut dengan diare atau mencret.
Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan
sisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus,
bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, debris, celulosa gas
indol, skatol, sterkobilinogen dan bahan patologis. Normal : 100
200 gram / hari. Frekuensi defekasi : 3x / hari 3x / minggu.
B. Dekomposisi Feses
Tinja dimana saja berada atau ditampung akan segera mulai
mengalami penguraian (decompotition), yang pada akhirnya

129
akan berubah menjadi bahan yang stabil, tidak berbau, dan tidak
mengganggu.

Aktifitas utama dalam proses dekomposisi adalah :


a. Pemecahan senyawa organic kompleks, seperti
protein dan urea, menjadi bahan yang lebih sederhana
dan lebih stabil
b. Pengurangan volume dan massa (kadang - kadang sampai
80%) dari bahan yang mengalami dekomposisi, dengan
hasil gas metan, karbondioksida, amoniak, dan nitrogen
yang dilepaskan ke atmosfer; Bahan - bahan yang terlarut
yang dalam keadaan tertentu meresap kedalam tanah di
bawahnya.
c. Penghancuran organisme pathogen yang dalam beberapa
hal tidak mampu hidup dalam proses dekomposisi, atau
diserang oleh banyak jasad renik didalam massa yang
tengah mengalami dekomposisi. Bakteri memegang
peranan penting dalam dekomposisi. Aktifitas bakteri
dapat berlangsung dalam suasana aerobik, yakni dalam
keadaan terdapat udara, atau anaerobic dalam keadaan
tidak terdapat oksigen.
Proses dekomposisi berlangsung pada semua bahan organic
mati yang berasal dari tumbuhan atau hewan, terutama pada
komponen nitrat, sulfat,atau karbonat yang dikandungnya. Pada
kotoran manusia yang merupakan campuran tinja dan air seni
yang relative kaya akan senyawa nitrat, proses dekomposisi
terjadi melalui siklus nitrogen. Pada siklus ini, pertama - tama,
senyawa dipecahkan menjadi amonia dan bahan sederhana

130
lainnya. Kemudian, diubah oleh bakteri nitrit (nitrifying bacteria)
menjadi nitrit dan nitrat. Bau merangsang yang timbul selama
dekomposisi air seni disebabkan oleh amonia yang terlepas
sebelum berubah menjadi bentuk yang lebih stabil. Dekomposisi
dapat berlangsung sangat cepat, dari beberapa hari pada
dekomposisi mekanis yang sangat terkendali sampai dengan
beberapa bulan, bahkan hamper satu tahun pada kondisi rata -
rata lubang jamban. Pada umunya, kondisi yang terjadi pada
dekomposisi tinja tidak menguntungkan bagi kehidupan
organisme pathogen. Bukan hanya karena temperatur dan
kandungan airnya yang menghambat pertumbuhan
organisme pathogen itu, melainkan kompetisi antara flora bakteri
dan protozoa, yang bersifat predator dan merusak.
Hasil akhir proses dekomposisi mengandung nutrient tanah
yang bermanfaat dan dapat memberikan keuntungan bila
digunakan sebagia pupuk penyubur tanaman (fertilizer). Kadang
- kadang petani mengeluh karena sedikitnya kandungan nitrogen
pada tinja yang telah memngalami dekomposisi. Tinja segar
memang mengandung lebih banyak bahan nitrogen, namun
bahan itu tidak dapat digunakan oleh tanaman pada susunannya
yang asli. Tanaman hanya dapat menggunaan nitrogen sebagian
amonia, nitrit, atau nitrat yang mana dihasilkan selama
dekomposisi tahap lanjutan. Bila tinja segar dihamparkan diatas
tanah, kebanyakan nitrogen akan berubah menjadi bahan padat
yang menguap ke udara sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh
tanaman.

C. Jenis-Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan Feses merupakan cara yang dilakukan untuk
mengambil feces sebagai bahan pemeriksaan , yaitu pemeriksan

131
lengkap dan pemeriksaan kultur. Jenis makanan serta gerak
peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun
konsistensinya.
Indikasi Pemeriksaan
a. Adanya diare dan konstipasi
b. Adanya icterus
c. Adanya gangguan pencernaan
d. Adanya lendir dalam tinja
e. Kecurigaan penyakit gastrointestinal
f. Adanya darah dalam tinja

Syarat Pengumpulan Feces


a. Tempat harus bersih, kedap, bebas dari urine, diperiksa 30
40 menit sejak dikeluarkan. Bila pemeriksaan ditunda
simpan pada almari es.
b. Pasien dilarang menelan Barium, Bismuth, dan Minyak
dalam 5 hari sebelum pemeriksaan.
c. Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi
kelainan.
d. Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher
pemeriksaan tinja sewaktu
e. Pasien konstipasi Saline Cathartic
f. Kasus Oxyuris Schoth Tape & object glass

Pengambilan Spesimen Feses


Spesimen feses diperlukan untuk skrining infeksi
gastrointestinal, biasanya diperlukan sampel feses sebesar
kenari.
1. Jelaskan prosedur dan dapatkan persetujuan tindakan
darinya.
2. Siapkan alat :
a. Pispot bersih.

132
b. Wadah specimen feses dengan alat pengambil feses.
c. Sarung tangan bersih.
3. Minta ibu untuk defekasi di pispot, hindari kontaminasi
dengan urine.
4. Cuci tangan dan pakai sarung tangan.
5. Dengan alat pengambil feses, ambil dan masukkan feses
ke dalam wadah specimen, kemudian tutup dan bungkus.
6. Observasi warna, konsistensi, dan adanya parasite pada
sampel.
7. Buang alat dengan benar.
8. Cuci tangan.
9. Beri label pada wadah specimen dan kirim ke
laboratorium.
10. Lakukan pendokumentasi dan tindakan yang sesuai.

Alur pemeriksaan
Pengumpulan bahan Pemeriksaan, Pengiriman dan
Pengawetan bahan tinja, Pemeriksaan tinja, serta Pelaporan
hasil pemeriksaan.
Jika akan memeriksa tinja, pilihlah selalu sebagian dari
tinja itu yang memberi kemungkinan sebesar-besarnya untuk
menemui kelainan umpamanya bagian yang tercampur darah
atau lendir dan sebagainya. Oleh Karen unsure-unsur
patologik biasanya tidak terdapat merata, maka hasil
pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dinilai derajat
kepositifannya dengan tepat, cukup diberi tanda (negative),
+, ++ atau +++ saja.
Pemeriksaan feces lengkap merupakan pemeriksaan feces
yang terdiri atas :
1. Pemeriksaan makroskopik
Dapat dilihat dengan mata telanjang: konsistensi,
warna, darah, lendir. Adanya darah dan lendir
menandakan infeksi yang harus segera diobati, yaitu
infeksi karena amuba atau bakteri shigella.
2. Pemeriksaan mikroskopik

133
Hanya dapat dilihat melalui mikroskop: leukosit,
eritrosit, epitel, amilum, telur cacing dan amuba. Adanya
amuba menandakan adanya infeksi saluran cerna
terhadap amuba tersebut, dan adanya telur cacing
menandakan harus diobatinya pasien dari infeksi parasit
tersebut.
3. Pemeriksaan kimia
Untuk mengetahui adanya Darah Samar, Urobilin,
Urobilinogen, Bilirubin dalam feses / tinja.
a. Pemeriksaan Makroskopis
1. Warna
Feses umumnya berwarna Kuning di karenakan Bilirubin (sel
darah merah yang mati, yang juga merupakan zat pemberi
warna pada feses dan urin).Bilirubin adalah pigmen kuning yang
dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin (Hb) di dalam hati (liver).
Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses.
Fungsinya untuk memberikan warna kuning kecoklatan pada
feses. Selain itu warna dari feses ini juga dapat dipengaruhi oleh
kondisi medis, makanan serta minuman yang dikonsumsi, karena
itu sangat mungkin warna feses berubah sesuai dengan
makanan yang dikonsumsi.
a. Warna Kuning Kecoklatan
Feses berwarna Kuning adalah normal. Karena Feses manusia
pada umumnya adalah warna ini. Warna keCoklatan ato
keKuningan ini disebabkan karena feses mengandung suatu zat
berwarna orange-kuning yg disebut Bilirubin. Nah, ketika Bilirubin
ini bergabung dgn zat besi dari usus maka akan dihasilkan
perpaduan warna cokelat kekuning - kuningan.
b. Warna Hitam Feses
Feses berwarna Hitam bisa jadi mengandung darah dari
sistem pencernaan sebelah atas, kerongkongan, lambung ato jg
bagian hulu usus halus. Zat Lain yg memberi warna Hitam ke

134
feses kita bisa juga dari zat-zat makanan berwarna
Hitam(Licorice), timbal, pil yg mengandung besi, pepto-bismol
atau blueberry. Bisa juga karena mengkonsumsi herb (sejenis
tumbuhan yang dikenal dengan akar manis).
c. Warna Hijau
Feses warna Hijau didapat dari Klorofil sayuran, seperti bayam
yang dikonsumsi. Selain itu pewarna makanan biru atau hijau
yang biasa terkandung dalam minuman atau es bisa
menyebabkan feses berwarna hijau. Kondisi ini biasanya
disebabkan oleh makanan yang terlalu cepat melewati usus
besar sehingga tidak melalui proses pencernaan dengan
sempurna. Feses Hijau jg bisa terjadi pada diare, yakni ketika
bahan pembantu pencernaan yg diproduksi hati dan disimpan
dalam empedu usus tanpa pengolahan atau perubahan. Ada
kejadian khusus pada bayi dimana jika feses berwarna hijau
dianggap feses normal, khususnya ketika bayi itu baru aja
dilahirkan.

d. Warna Merah
Seperti layaknya feses hitam, tetapi bedanya feses merah ini
dominan diberi oleh kandungan darah. Darah ini di dapat dari
sistem pencernaan bagian bawah. Wasir dan radang usus besar
adalah yang menjadi penyebab utama Feses menjadi berwarna
merah. Feses merah akibat makanan umumnya disebabkan oleh
buah bit, makanan dengan pewarna merah termasuk minuman
bubuk dan juga makanan yang mengandung gelatin.
Mengkonsumsi tomat juga bisa membuat feses jadi merah.
e. Warna Abu-abu / Pucat

135
Feses pucat menandakan seseorang sedang dilanda sakit.
Biasanya sedang mengalami penyakit Liver, pankreas, atau
empedu, maka anus dari seseorang akan berwarna abu-abu atau
pucat.
2. Bau
Bau khas dari tinja atau feses disebabkan oleh
aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa
seperti indole, skatole, dan thiol (senyawa yang
mengandung belerang), dan juga gas hidrogen sulfida. Asupan
makanan berupa rempah-rempah dapat menambah bau khas
feses atau tinja. Di pasaran juga terdapat beberapa produk
komersial yang dapat mengurangi bau feses atau tinja.
Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada
tinja. Bau busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan
protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman. Tinja yang
berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang
tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu
menjadi asam. Konsumsi makanan dengan rempah-rempah
dapat mengakibatkan rempah-rempah yang tercerna menambah
bau tinja.
3. Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan
berbentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau
cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras atau skibala
didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus
menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas. Konsistensi
tinja berbentuk pita ditemukan pada penyakit hisprung. feses
yang sangat besar dan berminyak menunjukkan malabsorpsi
usus.
4. Lendir

136
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam
tinja. Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan
atau radang pada dinding usus.
5. Pemeriksaan Darah pada Feses
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda, coklat
atau hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau
bercampur baur dengan tinja.
a. Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan
bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini
disebut melena seperti pada tukak lambung atau varices
dalam oesophagus.
b. Pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah
terdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda
yang dijumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum.
Semakin proksimal sumber perdarahan semakin hitam
warnanya.
6. Pemeriksaan Nanah pada Feses
Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal ini
terdapat pada pada penyakit Kronik ulseratif kolon , fistula colon
sigmoid, dan lokal abses. Sedangkan pada penyakit disentri
basiler tidak didapatkan nanah dalam jumlah yang banyak.

b. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis adalah pemeriksaan yang hanya
dapat dilihat melalui mikroskop.
1. Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam
seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan
peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit.Eusinofil
mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada
penderita dengan alergi saluran pencernaan.

137
2. Eritrosit
Eritrositnya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum
atau anus. Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit
telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti
abnormal.
3. Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epitel
yaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitelyang
berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel
inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak
kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian
distal.
4. Amilum
Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal
mungkin terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam
lemak. Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan
setelah memakan bayam atau strawberi, sedangkan kristal asam
lemak didapatkan setelahbanyak makan lemak.
Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden
Tinja, Butir-butir amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat
Leyden didapat pada ulkus saluran pencernaan seperti yang
disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran pencernaan
mungkin didapatkan kristal hematoidin.
5. Telur Cacing
Pemeriksaan telur-telur cacing dari tinja terdiri dari dua
macam cara pemeriksaan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.
Pemeriksaan kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode
natif, metode apung, dan metode harada mori. Sedangkan
pemeriksaan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode
kato.

138
1. Pemeriksaan Kualitatif
a. Metode Natif
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan
baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit
ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan
larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin
2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur
cacing dengan kotoran disekitarnya.
Maksud : Menemukan telur cacing parasit pada feses yang
diperiksa.
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit pada
seseorang yang diperiksa fesesnya.
Dasar teori :
Eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang
berwarna kekuning-kuningan dan untuk lebih jelas memisahkan
feses dengan kotoran yang ada.
Kekurangan :
Dilakukan hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit
terditeksi.
Kelebihan :
Mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua
spesies, biaya yang di perlukan sedikit, peralatan yang di
gunakan sedikit.
Prosedur Kerja
Alat
a. Gelas objek
b. Pipet tetes
c. Lidi
d. Cover glass
e. Mikroskop
Bahan

139
a. Tinja anak kecil
b. Eosin 2%
Cara Kerja
a. Gelas obyek yang bersih di teteskan 1-2 tetes NaCl
fisiologi atau eosin 2%
b. Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan
tersebut
c. Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di
tutup dengan gelas beda/cover glass.
b. Metode Apung (Flotation method)
Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula
atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis)
telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati.
Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang
mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat
jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung
dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang
besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil
untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus,
telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur
Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.
Maksud :
Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi
ringan.
Tujuan :
Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada
seseorang yang diperiksa fesesnya.
Dasar teori :
Berat jenis NaCl jenuh lebih berat dari berat jenis telur.
Kekurangan :

140
Penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang
lama, perlu ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak
turun lagi
Kelebihan :
Dapat digunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur
dapat terlihat jelas.

Prosedur kerja
Alat
a. Obyek glass
b. Mikroskop
c. Cover glass
d. Penyaring the
e. Tabung reaksi
f. Pengaduk dan beker glass
Bahan
a. Tinja
b. Larutan NaCl jenuh (33%)
c. Aquades
Cara kerja
a. 10 gram tinja di campur dengan 200 ml NaCl jenuh
(33%), kemudian di aduk sehingga larut. Bila terdapat
serat-serat selulosa di saring menggunakan penyaring
teh.
b. Didiamkan selama 5-10 menit, kemudian dengan lidi di
ambil larutan permukaan dan di taruh di atas gelas
obyek, kemudian di tutup dengan cover glass. Di periksa
di bawah mikroskop.
c. Di tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh,
yaitu rata dengan permukaan tabung, didiamkan
selama 5-10 menit dan di tutup/di letakkan gelas obyek
dan segera angkat. Selanjutnya di letakkan di atas gelas
preparat dengan cairan berada di antara gelas preparat
dan gelas penutup, kemudian di periksadi bawah
mikroskop.

141
c. Metode Harada Mori
Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi
larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus,
Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus yang didapatkan
dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacing
dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring
basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan
ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.
Maksud:
Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale,
Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan
Trichostronngilus spatau mencari larva cacing-cacing parasit
usus yang menetas diluar tubuh hospes
Tujuan:
Mengetahui adanya infeksi cacing tambang
Dasar teori :
Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes
akan menetas 7 hari menjadi larva dengan kelembaban yang
cukup.
Kekurangan:
Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang,
waktu yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang
banyak.
Kelebihan:
lebih mudah dilakukan karena hanya untuk
mengidentifikasi larva infektif mengingat bentuk larva jauh lebih
besar dibandingkan dengan telur.
Prosedur kerja
Alat
a. Kantong plastik ukuran 30x200mm
b. Kertas saring ukuran 3x15cm
c. Lidi bamboo
d. Penjepit
e. Mikroskop

142
Bahan
a. Tinja
b. Aquades steril

Cara kerja
a. Plastik di isi aquades steril kurang lebih 5ml.
b. Dengan lidi bambu, tinja di oleskan pada kertas saring
sampai mengisi sepertiga bagiannya tengahnya.
c. Kertas saring di masukkan ke dalam plastik tersebut
diatas. Cara memasukkan kertas saring dilipat
membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan
aquades dan tinja jangan sampai terkena aquades.
d. Nama penderita, tanggal penamaan, tempat penderita,
dan nama mahasiswa. Tabung di tutup plastik/dijepret.
e. Simpan selama 3-7 hari.
f. Disentrifuge dan diambil dengan pipet tetes kemudian
diamati dibawah mikroskop.
2. Pemeriksaan Kuantitatif
a. Metode Kato
Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear
tecnique) atau disebut teknik Kato. Pengganti kaca tutup seperti
teknik digunakan sepotong cellahane tape. Teknik ini lebih
banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih
banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara
massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing
cukup jelas untuk membuat diagnosa.
Prosedur kerja
Alat
a. Selophane
b. Gelas preparat
c. Karton berlubang
d. Soket bamboo
e. Kawat saring
f. Kertas minyak
Bahan

143
Bahan yang di gunakan adalah larutan untuk memulas
selophane terdiri dari 100 bagian aquades (6%), 100
bagian gliserin, 1 bagian melachite green 3% dan tinja
30mg.
Cara kerja
a. Sebelum pemakaian, pita selophane di masukkan ke
dalam larutan melachite green selam kurang lebih 24
jam.
b. Di atas kertas minyak, di taruh tinja sebesar butir
kacang, selanjutnya di atas tinja tersebut di tumpangi
dengan kawat saringan dan ditekan-tekan sehingga di
dapatkan tinja yang kasar tertinggal di bawah kawat
dan tinja yang halus keluar di atas penyaring.
c. Dengan lidi, tinja yang sudah halus tersebut di ambil di
atas kawat penyaring kurang lebih 30mg, dengan
menggunakan cetakan karton yang berlubang di taruh
gelas preparat yang bersih.
d. Selanjutnya ditutup dengan pita selophane dengan
meratakan tinja di seluruh permukaan pita sampai
sama tebal, dengan bantuan gelas preparat yang lain.
e. Dibiarkan dengan temperatur kamar selama 30-60
menit supaya menjadi transparan.
f. Seluruh permukaan di periksa dengan menghitung
jumlah semua telur yang ditemukan dengan
perbesaran lemah.
6. Pemeriksaan Sisa Makanan pada Feses
Hampir selalu dapat ditemukan juga pada keadaan normal,
tetapi dalam keadaan tertentu jumlahnya meningkat dan hal ini
dihubungkan dengan keadaan abnormal. Sisa makanan sebagian
berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi berasal
dari hewan seperti serat otot, serat elastisdan lain-lain. Untuk
identifikasi lebih lanjut, emulsi tinja dicampur dengan larutan
lugol untuk menunjukkan adanya amilum yang tidak sempurna

144
dicerna. Larutan jenuh Sudan III atau IV dipakai untuk
menunjukkan adanya lemak netral seperti pada steatorrhoe.Sisa
makanan ini akan meningkat jumlahnya pada sindroma
malabsorpsi.
7. Pemeriksaan Protozoa pada Feses
Biasanya didapati pada kista, bila konsistensi tinja cair baru
didapatkan bentuk trofozoit.

c. Pemeriksaan Kimia
1. Pemeriksaan Darah Samar pada Feses
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan
terhadap darah samar. Tes terhadap darah samar dilakukan
untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat
dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik.
Adanya darah dalam tinja selalu abnormal. Pada keadaan
normal tubuh kehilangan darah 0,5 2 ml / hari. Pada keadaan
abnormal dengan tes darah samar positif (+) tubuh kehilangan
darah > 2 ml/ hari . Macam-macam metode tes darah samar
yang sering dilakukan adalah guajac tes, orthotoluidine,
orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan penentuan aktivitas
peroksidase / oksiperoksidase dari eritrosit (Hb).
Metode benzidine basa
a. Membuat emulsi tinja dengan air atau dengan larutan
garam kira-kira 10 ml dan panasilah hingga mendidih.
b. Menyaring emulsi yang masih panas itu dan biarkan
filtrat sampai menjadi dingin kembali.
c. Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa
sebanyak sepucuk pisau.
d. Menambahkan 3 ml asam acetat glacial, kocoklah
sampai benzidine itu.
e. Membubuhi 2 ml filtrate emulsi tinja, campur.
f. Memberi 1 ml larutan hydrogen peroksida 3 %, campur.

145
Metode Benzidine Dihidrochlorida
Jika hendak memakai benzidine dihirochlorida sebagai
pengganti benzidine basa dengan maksud supaya tes menjadi
kurang peka dan mengurangi hasil positif palsu, maka caranya
sama seperti diterangkan di atas.
Prosedur Kerja :
a. Membuat emulsi tinja sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi
dan ditambahkan 1 ml asam asetat glasial, kemudian
dicampur.
b. Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau
serbuk guajac dan 2 ml alkohol 95 %, campur.
c. Tuang hati-hati isi tabung kedua dalam tabung yang berisi
emulsi tinja sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai
lapisan terpisah.
d. Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada
batas kedua lapisan itu. Derajat kepositifan dinilai dari
warna itu.
Zat yang mengganggu pada pemeriksaan darah samar
diantara lain adalah preparat Fe, chlorofil, extract daging,
senyawa merkuri, Vitamin C dosis tinggi dan anti oxidant dapat
menyebabkan hasil negatif (-) palsu, sedangkan leukosit,
formalin, cupri oksida, jodium dan asam nitrat dapat
menyebabkanpositif (+) palsu.

2. Pemeriksaan Urobilin pada Feses


Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan
berkurang pada ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total
hasil tes menjadi negatif, tinja dengan warna kelabu disebut
akholik.
Prosedur kerja :

146
a. Taruhlah beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan
campurlah dengan larutan mercurichlorida 10 % dengan
volume sama dengan volume tinja.
b. Campurlah baik-baik dengan memakai alunya.
c. Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih
mudah menguap dan biarkan selama 6-24 jam.
d. Adanya urobilin dapat dilihat dengan timbulnya warna
merah.
3. Pemeriksaan Urobilinogen pada Feses
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan
hasil yang lebih baik jika dibandingkan terhadap tes urobilin,
karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak jumlah
urobilinogen yang diekskresilkan per 24 jam sehingga bermakna
dalam keadaan seperti anemia hemolitik dan icterus obstruktif.
Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit,
karena itu jarang dilakukan di laboratorium. Bila masih diinginkan
penilaian ekskresi urobilin dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan urobilin urin.
4. Pemeriksaan Bilirubin pada Feses
Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja
normal,karena bilirubin dalam usus akan berubah menjadi
urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi menjadi
urobilin. Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada
keadaan yang menghalangi perubahan bilirubin menjadi
urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang dengan
antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora
usus yang menyelenggarakan perubahan tadi.Untuk mengetahui
adanya bilrubin dapat digunakan metode pemeriksaan Fouchet.

147
DAFTAR PUSTAKA

An-Nazar, Zaglul. 2006. Pembuktian Sains dalam Sunnah (Buku

2). Jakarta : Amzah.

Davies, Kim. 2007. Buku Pintar Nyeri Tulang dan Otot. Jakarta :

Erlangga.

Departemen Biologi Kedokteran. Standarisasi Analisis Semen dan


Interpretasi Hasil. Jakarta: FKUI.

Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Heryy. 2000. Parasitologi


Kedokteran. Jakarta: FKUI.

Gandasoebrata, R. 2006. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta:

Dian Rakyat.

Ganong, W.F. 2000. Fisiologi Kedokteran Edisi 14. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran.

Hardidjaja, Pinardi & TM. 1994. Penuntun Laboratorium


Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FKUI.

Koentjoro, Soehadi dan M. Arsyad. 1982. Analisis Sperma.


Palembang: FK Univ Sriwijaya. Surabaya: FK UNAIR.

Mahode, Albertua. 2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk


Laboratorium Kesehatan. Jakarta: EGC.

Soejoto dan Soebari. 1996. Parasitologi Medik Jilid 3 Protozoologi


dan Helmintologi. Solo: EGC.

148
Widman, Frances. 2010. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta: EGC.

Wilmar, Musram. 2000. Praktikum Urine. Jakarta: Widya Medika.

149

You might also like