You are on page 1of 20

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kepribadian Ulul Albab dalam Al-Quran

Ulul Albab adalah konsep manusia ideal menurut Al Quran. Di dalam Al Quran, kata
ulul albab dapat kita temui di 16 tempat beserta sifat-sifat yang dikonsepkan oleh Allah sebagai
karakter seorang Ulul Albab. Maka dari itu, untuk mengetahui seperti apa konsep ulul albab
tersebut, kita awali dengan mengkaji ayat-ayat dalam Al Quran yang menerangkan tentang ulul
albab beserta tafsirnya sebagai berikut:

1. Surah Al-Baqarah (2): 179

Artinya: Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa(179)

Keterangan :

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang mempunyai akal. Artinya
bisa memahami tentang hikmah aturan-aturan dan ketetapan qishos.

2. Surah Al-Baqarah (2): 197

Artinya : (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], barangsiapa yang
menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123],
berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu
kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang
berakal (197).

[122] ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.


[123] Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh
atau bersetubuh.

[124] maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari
perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.

Asbabun nuzul ayat ini : Menurut suatu riwayat, orang-orang Yaman apabila nik haji tidak
membawa bekal apa-apa, dengan alasan tawakkal kepada Allah. Maka turunlah
watazawwadu, fainna khairaz zadit taqwa. (Diriwayatkan oleh al-Bukhori dan lain-lainnya
yang bersumber dari Ibnu Abbas).

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok yang menetapi kriteria yang terkandung
dalam ayat diatas yaitu :

1. Orang-orang yang melakukan ibadah haji pada waktunya.

2. Orang-orang yang tidak melakukan hubungan seks pada saat haji.

3. Orang-orang yang meninggalkan segala perbuatan maksiat pada saat haji.

4. Orang-orang yang meninggalkan pertengkaran pada saat haji.

5. Orang-orang yang senantiasa mengerjakan perbuatan baik.

6. Orang-orang yang membawa bekal saat haji sehingga tidak merepotkan orang lain.

3. Surah Al-Baqarah (2): 269

Artinya : Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As
Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia
benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)(269).
Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang dapat mengambil
pelajaran atas apapun yang diberikan Allah pada mereka yaitu berupa ilmu yang bermanfaat
sehingga mereka dalam melakukan apapun selalu karena Allah.

4. Surah Ali Imran (3): 7

Artinya : Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat[183], Itulah pokok-pokok isi Al quran dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat[184]. adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,
Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari tawilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
tawilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal(7).

[183] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas Maksudnya, dapat dipahami
dengan mudah.

[184] termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung


beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah
diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya Hanya Allah yang mengetahui
seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang
mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang mengimani Al Quran di
mana telah tertanam dihatinya sebuah kemantapan terhadap isi dan kandungan Al
Quran. Orang yang Ulul Albab tidak akan menafsiri ayat-ayat mutasyabbihat karena hanya
Allah yang mengetahui artinya.

5. Surah Ali Imran (3): 190-191


.

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal(190). (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri dan duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan kami tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka(191).

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang Quraisy datang kepada orang Yahudi untuk
bertanya : Mujizat apa yang dibawa Musa kepada kalian?. Mereka menjawab : Tongkat dan
tangannya terlihat putih bercahaya. Kemudian mereka bertanya kepada kaum nashara :
Mujizat apa yang dibawa Isa kepada kalian?. Mereka menjawab : Ia dapat menyembuhkan
orang buta sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan orang berpenyakit sopak dan
menghidupkan orang mati. Kemudian mereka menghadap Nabi Saw. Dan berkata : Hai
Muhammad, coba berdoalah kepada Tuhanmu agar gunung Shafa ini dijadikan mas. Lalu
Rasulullah Saw. Berdoa. maka turunlah ayat tersebut diatas (QS.3 : 190). Sebagai petunjuk
untuk memperhatikan apa yang telah ada yang akan lebih besar manfaatnya bagi orang yang
menggunakan akalnya. (Diriwayatkan oleh at-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber
dari Ibnu Abbas.)

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang senantiasa menjadikan
segala sesuatu yang ada di langit dan bumi sebagai media untuk selalu mengingat Allah
akan Kebesaran-Nya, sehingga sifat ihsannya telah melekat dalam hatinya

6. Surah Al-Maidah (5): 100

Artinya : Katakanlah: Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang
buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar
kamu mendapat keberuntungan.(100).

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Nabi Saw. Menerangkan haramnya arak,
berdirilah seorang Badwi dan berkata : Saya pernah menjadi pedagang arak, dan saya menjadi
kaya raya karenanya. Apakah kekayaaanku ini bermanfaat apabila saya menggumakannya untuk
taat kepada Allah?. Nabi mebjawab : Sesungguhnya Allah tidak mnerima kecuali yang baik:.
Maka turunlah ayat ini (QS.5 : 100 ) yang membenarkan ucapan Rasul-Nya.

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang bisa menahan hawa
nafsunya dari perbuatan-perbuatan buruk yang melanggar syariat agama walaupun perbuatan
itu menguntungkan dirinya.

7. Surah Yusuf (12): 111

Artinya : Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman(111).

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang menjadikan cerita-cerita
Rasul dalam Al Quran sebagai pelajaran dan pengetahuan tentang Kebesaran Allah yang
diberikan kepada para Rasul sehingga dapat menjadikan mereka selalu ingat Allah.

8. Surah Al-Rad (13): 19

Artinya : Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang berakal saja
yang dapat mengambil pelajaran(19).

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang mengimani dan percaya
tentang segala sesuatu yang diturunkan oleh Allah dan mereka dapat mengambil pelajarannya.

9. Surah Ibrahim (14): 52


Artinya : (Al Quran) Ini adalah penjelasan yang Sempurna bagi manusia, dan supaya mereka
diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya dia adalah Tuhan
yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran (52)

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang mengetahui dan
memahami tentang hujjah yang ada dalam Al Quran dan menjadikannya sebagai nasihat
baginya.

10. Surah Shad (38): 29

Artinya : Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran(29).

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang memperhatikan ayat-ayat
Allah dan mempercayai bahwa kitab yang diturukan dapat memberikan berkah.

11. Surah Shad (38): 43

Artinya : Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami
tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari kami dan pelajaran
bagi orang-orang yang mempunyai fikiran.

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang mengumpulkan kembali
keluarganya dalam artian menyambung tali silaturrahim yang mungkin sempat terputus.
Bahkan mempererat ukhuwah islamiyah antar sesama.

12. Surah Al-Zumar (39):9



Artinya : (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran(9).

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan amman huwa qanitun
dalam ayat ini (QS.39 : 9) ialah Ustman bin Affan (yang selalu bangun malam sujud kepada
Allah SWT).

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang bangun di tengah malam
untuk bersujud kepada Allah dengan harapan menggapai ridhoNya.

13. Surah Al-Zumar (39): 18

Artinya : Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya[1311]. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka
Itulah orang-orang yang mempunyai akal.

[1311] maksudnya ialah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran
yang lain, tetapi yang diikutinya ialah ajaran-ajaran Al Quran Karena ia adalah yang paling baik.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa setelah turun ayat laba sabatu abwabin (QS.15 :
44) datanglah seorang laki-lakiAnshar menghadap kepada Nabi Saw. Dan berkata : Ya
Rasulullah, aku mempunyai tujuh hamba telah aku merdekakan seluruhnya untuk ketujuh pintu
neraka. Ayat ini (QS. 39 : 17) turun berkenaan dengan peristiwa itu yang menyatakan bahwa
orang tersebut telah mengikuti petunjuk Allah. (Diriwayatkan oleh Juwaibir dengan
menyebutkan sanadnya yang bersumber dari Jabir bin Abdillah).

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang mendengarkan perkataan
yang baik (mengikuti yang paling baik) serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari.

14. Surah Al-Zumar (39):21



Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah menurunkan air dari
langit, Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi Kemudian ditumbuhkan-Nya
dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu
kamu melihatnya kekuning-kuningan, Kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal(21).

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang berfikir bahwa apa-apa
yang ada bumi serta isinya merupakan karunia yang telah Allah limpahkan kepada
hambaNya.

15. Surah Al-Mumin (40): 53-54

Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa, dan Kami wariskan
Taurat kepada Bani Israil(53). Untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang
berfikir(54).

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang berfikir bahwa Al quran
merupakan petunjuk dan peringatan.

16. Surah Al-Thalaq (65): 10

Artinya : Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, Maka bertakwalah kepada Allah
Hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya
Allah Telah menurunkan peringatan kepadamu(10).

Dalam ayat ini, Ulul Albab dikategorikan sebagai sosok orang yang bertakwa serta beriman
kepadaNya dan Allah menyediakan azab yang pedih bagi orang yang tidak bertakwa
B. Konsep Ulul Albab
Dalam terminologi tasawuf, mengenal istilah Shadr, Qalb, Fuad, Dan Lubb atau ulul
albab. Keempatnya adalah lingkaran stasiun berlapis bertingkat sebagai suatu kesatuan yang
utuh, tiap-tiap stasiun mewadahi cahaya sendiri dan dijadikan beberapa tingkat hati .
Hati yang paling luar adalah shadr (dada), lebih dekat hubungannya dengan otak,
mewadahai cahaya Islam (praktek ibadah dan amal shaleh). Ia adalah inti dari tindakan yaitu
mengikuti perintah otak. Sebagai bagian terluar, seperti halnya rumah, tidak terbebas dari aman,
bersih dan kenyamanan, selalu saja ada gangguan. Melalui tingkatan inilah tempat masuk dan
keluarnya kebaikan dan keburukan. Ia akan datang dan pergi. Dengan demikian tidaklah cukup
kalau hanya mengandalkan shadr.
Kemudian lapisan kedua adalah Qalb, yaitu tempat pengetahuan yang lebih mendalam
dan keimanan terhadap ajaran spiritual dan keagamaan yang murni. Disinilah letaknya cahaya
iman, ia juga tempat kesadaran kita akan kehadiran tuhan, sebuah kesaadaran yang
mengarahkan kita pada transfer pemikiran dan tindakan. Namun keimanan dalam hati (Qalb)
kadang bisa saja meningkat dan bisa saja melemah.
Maka disinilah pentingnya Fuad sebagai lapisan ketiga. Fuad sebagai hati lebih dalam
mewadahi cahaya makrifat atau pengetahuan akan kebenaran spiritual. Seakan merasakan
kehadiran tuhan dengan sangat jelas, seakan-akan kita melihat Allah SWT berada dihadapan
kita. Seperti halnya orang yang khusu dalam shalatnya. Dan inti dari lapisan itu adalah Lubb
atau ulul albab.
Ulul albab adalah bagian yang paling dalam, Kata Ulul merupakan bentuk kata untuk
menunjukan kepunyaan atau kepemilikan. Albab adalah bentuk jamak dari Lubb, yang
bermakna inti, isi, sari, terpenting. Lubab adalah intisari dari segala sesuatu, murni bersih.
Definisi ini di rasionalisasikan dengan umpama bahwa ketika kita akan memakan buah kelapa,
kita membuang, mengeluarkan atau mengupas bagian luarnya, sehingga isi kelapa atau isi
buahnya terambil. Isi kelapa tersebut dinamakan Lubb.
Jadi Lubb terkandung makna aktif; mengeluarkan isi, bagian dalam dari sesuatu. Bisa
juga bermakna dinamis; menyaring atau memiliki dari sesuatu hal. Lubb terkandung makna
aflikatif progress; membuang sesuatu yang tidak bermanpaat dan mengambil hal yang berfaedah
sehingga pemikiran kita jernih yang terbebas dari kekeliruan atau kecacatan dalam berpikir.
Pemikiran jenis inilah yang mampu menyingkap rahasia-rahasia dan hikmah dibalik hukum
yang diturunkan Allah. Berpikir murni inilah yang melatar belakangi firman Allah [QS. Al-
baqarah: 269] mengaitkan kata hikmah dengan Ulul Albab:
Artinya: Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan
As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah,
ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran.
Berangkat dari pengertian bahwa Lubb merupakan saripati sesuatu, semisal kacang yang
memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai Lubb. Jadi Ulul Albab ialah orang-
orang yang memiliki akal murni yang tidak di selubungi oleh kulit, yakni kabut ide yang
dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Keistimewaan-keistimewaan Ulul Albab melingkar
dalam dan memiliki hikmah, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.
Seiring dengan itu, Prof. Wahbah Juhaili memaknai Ulul Albab dengan Ashab al-Uqul
[komunitas orang-orang cerdas]. Simpelnya orang yang melakukan perubahan terhadap dirinya
sehingga dari-individu-individu tersebut memberikan perubahan terhadap lingkungannya [agent
social of change] dengan bursa gagasan yang cerdas, analitis dan normatif. Jika hidup kita
dilandasi dengan Ulul Albab insyaAllah akan senantiasa melakukan perubahan di tengah-tengah
masyarakat; mengembalikan dari kegelapan menuju cahaya [min al-Dzulumat ila al-Nur], dari
kritis ke normal, dari labil ke stabil, itulah makna perubahan
Ulul Albab adalah tempat Tauhid dan peng-Esaan. Ia adalah cahaya yang paling sempurna
dan penguasa yang paling agung. Ia berada diluar kata-kata, teori-teori, dan pemikiran-
pemikiran. Ia tak terhingga. Dari Lubb inilah terpancar cahaya kebaikan dan kebajikan yang
kemudian ditransformasikan melaui lapisan-lapisan lain diatasnya. apabila sudah sampai Lubb,
maka kita akan menemukan sirul asrar rahasia, rahasia dibalik rahasia.
Oleh karena itu Ulul Albab adalah orang yang perjalanannya sampai kepada hati yang
paling dalam, yang dapat menangkap cahaya Allah. Lubab adalah cahaya yang bersambung,
tumbuhan yang tertanam dan akal yang terbentuk. Ia bukan susunan atau organ tubuh yang
berada di dalam, tetapi ia adalah cahaya yang tersebar seperti sesuatu yang orisinil atau murni.
Berdasarkan atas ayat-ayat tersebut, para intelektual muslim indonesia memahami,
memberikan pengertian dan karakteristik yang berbeda-beda.
Menurut Quraish Shihab: beliau meyatakan bahwa ditinjau dari etimologis, kata albab
adalah bentuk plural (jamak) dari kata lubb, yang artinya saripati sesuatu. Misalnya
kacang, memiliki kulit yamg menutupi isinya. Isi kacang disebut lubb. Berdasarkan
definisi pengertian etimologi ini, dapat kita ambil pengertian terminologi bahwa ulul
albab adalah orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi kulit.
Menurut AM Saefudin: bahwasannya ulul albab adalah intelektual muslim atau pemikir
yang memiliki ketajaman analisis atas fenomena dan proses Alamiah, dan menjadikan
kemampuan tersebut untuk membangun dan menciptakan kemaslakhatan bagi
kehidupan manusia.
Menurut Jalaluddin Rahmat beliau mengemukakan lima karakteristik ulul albab dengan
bahasa yang lebih rinci lagi yakni:
1. Kesungguhan mencari ilmu dan kecintaannya mensyukuri nimat Allah ( QS, Ali Imran:
190)
2. Memiliki kemampuan memisahkan sesuatu dari kebaikan dan keburukan, sekaligus
mengarahkan kemampuannya untuk memilih dan mengikuti kebaikan tersebut. (QS. Al-
maidah: 3)
3. Bersikap kritis dalam menerima pengetahuan atau mendengar pembicaraan orang lain,
Memiliki kemampuan menimbang ucapan, teori. Proposisi atau dalil yang dikemukakan
orang lain. ( QS. Az-zumar: 18 )
4. Memiliki kesediaan untuk menyampaikan ilmunya kepada orang lain, memiliki tanggung
jawab untuk memperbaiki masyarakat serta terpanggil hatinya untuk untuk menjadi
pelopor terciptanya kemaslakhatan dalam masyarakat. ( QS. Ibrahim: 2 dan Ai-rad: 19-
22)
5. Merasa takut hanya kepada Allah. ( QS. Albaqoroh: 197 dan Al-thalaq: 10 )
Karakteristik ulul albab, item 1-3 dan 5 terkait dengan kemampuan berfikir dan berdzikir,
dan item ke empat terkait dengan kemampuan berkarya positif dan kemanfaatannya bagi
kemanusiaan. Dengan demikian, insan ulul albab adalah komunitas yang memiliki keungulan
tertentu dan berpengaruh besar pada transformasi sosial. Kualitas dimaksud adalah terkait
dengan kedalaman spiritual ( dzikir ), ketajaman analisis ( fikir ), dan pengaruhnya yang besar
bagi kehidupan ( amal Sholeh ).
Dengan Demikian, dapat dinyatakan bahwa karakteristik dan ciri-ciri ulul albab adalah
memiliki kualitas berupa kekuatan dzikir, fikir, dan amal Sholeh. Atau dalam bahasa lain ,
masyarakat yang mempunyai status ulul albab yang mana mereka mempunyai indikator sbb:
1. Memiliki ketajaman analisis
2. Memiliki ketajaman spiritual
3. Optimisme dalam menghadapi hidup
4. Memiliki keseimbangan jasmani-ruhani, individu sosial dan keseimbangan dunia
dan akhirat.
5. Memiliki kemanfaatan bagi kemanusiaan
6. Pioneer dan pelopor dalam transformasi sosial
7. Memiliki kemandirian dan tanggung jawab
8. Berkepribadian kokoh
C. Iqra sebagai Dasar Pembentukan Kepribadian Ulul Albab
Sebagai sumber dan informasi dari berbagai macam pengetahuan (knowledge) dan ilmu
pengetahuan (science), al-Quran mendorong umat Islam untuk senantiasa memiliki ghirah
(semangat) tinggi dan motivasi yang kuat dalam mencari dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. Motivasi pengembangan keilmuan yang demikian kuat di antaranya tampak pada
ayat pertama yang diturunkan Tuhan kepada Rasulullah, yakni perintah iqra (membaca), yang
terdapat dalam surat al-Alaq ayat 1 5 berikut:
0 0 0 0
(5-1: )

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan (1) Dia telah Menciptakan
manusia dari segumpal darah (2) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah (3)Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (4) Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya (5)

Lima ayat di atas menunjukkan betapa Islam concern terhadap ilmu pengetahuan.
Bahkan dengan melihat kepada semangat ayat tersebut, keilmuan Islam dibentuk sebagai ilmu
yang holistik, yaitu ilmu yang tidak membedakan antara ilmu yang bersumber dari ayat-ayat
Quraniyah pada satu sisi, dan ayat-ayat Kauniyah pada sisi lain. Kata ( membaca)
merupakan petunjuk al-Quran akan pentingnya penggunaan alat-alat inderawi (mata dan akal)
sebagai pengumpulan informasi pengetahuan. Untuk itulah, al-Quran (Islam) sejak awal tidak
menafikan adanya ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh pengamatan inderawi terhadap
sunnatullah.
Frasa memberikan pengertian bahwa kegiatan pembacaan terhadap alam,
seperti yang dijelaskan sebelumnya, harus didasarkan pada sebuah keyakinan teologis.
Keyakinan tersebut dalam perspektif al-Quran menjadi sebuah tolok ukur hadirnya nilai-nilai
ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh pengamatan inderawi terhadap fenomena-fenomena
kealaman.
Sedangkan frase mempertegas petunjuk kepada kita bahwa hal yang
harus diamati oleh manusia pertama kali adalah menyangkut tentang dirinya sendiri, tentang
bagaimana proses penciptaannya, gejala-gejala biologis yang berada di dalamnya, dan segala
hal yang berkaitan dengan itu. Disinilah letak motivasi al-Quran terhadap berkembangnya
ilmu-ilmu alam, khususnya biologi. Penyelidikan terhadap diri manusia, pada akhirnya akan
menghadirkan sebuah kesadaran bahwa manusia berada diantara sekian penciptaan yang besar
(makrokosmik). Untuk mempelajari alam semesta yang lebih luas itu, diperlukan ilmu fisika dn
kimia agar manusia dapat mempelajari alam luas, sehingga manusia bisa mencapai kepada
kesadaran Yang Satu ().
Dengan demikian, arti membaca dalam konteks ini tidak sekedar membaca teks tetapi
juga membaca konteks. Bahkan makna iqra dalam arti membaca konteks, yakni situasi dan
kondisi sosial, dalam konteks makna iqra dalam QS. Al-alaq ini lebih relevan jika dikaitkan
dengan kondisi pribadi Rasulullah berikut setting sosio-kultural pada saat itu. Hal ini terbukti
dalam beberapa indikasi berikut:
1) Stategi dakwah yang diskenario oleh Rasulullah pada saat beliau di Makkah, adalah
didasarkan kepada keberhasilan beliau membaca situasi dan kondisi masyarakat
kota kelahiran beliau tersebut;
2) Rasulullah Muhammad tidak memiliki kemampuan membaca dan bahkan menulis
(teks). Artinya, ketidakmampuan Rasulullah dalam hal membaca dan menulis teks,
namun tetap diperintahkan untuk membaca bahkan perintah tersebut diulangi
hingga tiga kali tersebut, semakin memperkuat makna iqra tidak sekedar membaca
teks tetapi membaca konteks;
3) Ketidakmampuan Rasulullah dalam hal membaca dan menulis, memiliki blessing
teologis, sebagai bukti historis tersendiri bagi upaya membantah tuduhan para
orientalis bahwa Islam adalah agama yang disistematisir oleh Rasulullah, atau al-
Quran sebagai hasil kreasi tangan Rasulullah SAW sendiri.
Merespons perintah Allah yang diapresaisi oleh Rasulullah tersebut, menuntut kepada
semua umat Islam untuk meneladani pola kepatuhan Rasulullah terhadap semua amar
Tuhannya. Salah satu indikator kepatuhan kita kepada Allah dan rasul-Nya adalah dengan
membekali diri dengan ilmu pengetahuan, yang hanya kita dapatkan melalui iqra. Jika pada
masa dahulu iqra sudah berarti membaca kondisi sosial, maka makna iqra dalam konteks
pengertian sekarang adalah melakukan upaya eksplorasi, meneliti, membaca, menelaah,
menemukan, dan bahkan mengembangkannya untuk kepentingan seluasnya-luasnya bagi
kemanusiaan.
Bukankah ini juga merupakan apresiasi Rasulullah terhadap orang yang memiliki
kemanfaatan bagi orang lain sebagai sebaik-baik manusia. Bahwa orang yang paling baik adalah
orang yang memiliki kontribusi besar bagi kemanusiaan, yang ditunjukkan dengan karya-karya
positifnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah terntang orang yang
memiliki kontribusi besar bagi kehidupan. Bahwa orang yang memiliki karya-karya positif bagi
kehidupan diklaim sebagai manusia terbaik. Dalam hadits lain juga dijelaskan bahwa orang
yang memiliki ilmu pengetahuan dan mengkontribusikannya untuk kepentingan kemaslahatan
umat manusia, diumpamakan sebagai hujan yang menimpa bumi yang subur di mana bumi
tersebut menumbuh suburkan tanaman yang sangat bermanfaat bagi manusia.
Untuk memiliki kemampuan dan profesionalisme yang dapat memberikan kontribusi
bagi pengembangan pemikiran ini, diperlukan adanya upaya maksimalisasi potensi fikir.
Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran misalnya, bahwa kata yang serumpun dengan kata
ilm, fikr, faqih dan yang serumpun dengan tiga kata tersebut, disebutkan secara berulang-ulang
dalam berbagai bentuk atau sebanyak 750 kali. Bahkan kata tersebut, menurut Wan Mohd Daud,
merupakan kata yang paling banyak disebutkan dalam al-Quran, setelah kata allah sebanyak
2500 kali, kata rabb 950 dan kata ilm sebanyak 750 kali.
(http://www.islamhadhari.net/v4/wacana/detail.php?nkid=19.)
Banyaknya kata ilm dalam al-Quran tersebut, menjadi petunjuk jelas bahwa ilmu
merupakan salah satu unsur penting dalam konsepsi Islam. Oleh karena betapa pentingnya ilmu
itulah, maka logis jika wahyu yang pertama kali diturunkan Allah kepada rasul pilihan-Nya
adalah iqra. Iqra adalah satu-satunya sarana terpenting bagi lahir dan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan terbentuknya pribadi insan Ulul Albab.
Dalam hadits Nabi juga dinyatakan bahwa pemahaman terhadap agama, merupakan
jalan untuk mencapai kebaikan yang dikehendaki Tuhan. Urgensi ilmu pengetahuan sebagai
sistem Islam ini tampak dalam apresiasi Allah dalam berbagai kesempatan dalam al-Quran,
maupun rasulullah dalam sejumlah teks hadits. Di dalam al-Quran misalnya dinyatakan
bahwa Allah akan memberikan derajat yang tinggi terhadap orang-orang yang berilmu (QS.
Al-Mujadilah: 11), apresiasi Allah terhadap ulama yang memiliki etos ketaqwaan yang tinggi di
hadapan Allah (QS. Fathir: 28).
Berdasarkan penjelasan kedua ayat ini, dapat dinyatakan bahwa sesungguhnya Allah
hanya akan memberikan penghargaan demikian tinggi terhadap orang yang memiliki kualitas
keilmuan yang handal namun ditopang dengan basis keimanan yang kokoh pula. Karena itu
pula, kedua ayat ini ekuivalen dengan perintah ber-iqra yang ditopang dengan bismi rabbik al-
ladzi khalaq, sebagaimana dalam QS. al-Alaq: 1.
Di dalam hadits juga terdapat sejumlah teks yang menganjurkan umat Islam untuk
menjadi kelompok yang berilmu, dengan motivasi yang begitu kuat, misalnya adalah apesiasi
nabi terhadap seorang ulama yang harganya jauh lebih tinggi dari seorang ahli ibadah. Dalam
hadits itu dinyatakan bahwa keutamaan seorang ahli ilmu dibandingkan dengan ahli ibadah
laksana keutamaan bulan atas sejumlah bintang.
Makna dari hadits tersebut adalah bahwa orang yang memilki ilmu pegetahuan
memiliki kontribusi besar dan kemanfaatan bagi masyarakat luas yang diumpamakan seperti
bulan, yang sinarnya bisa menerangi kegelapan dunia.
Insan Ulul Albab adalah komunitas yang meyakini bahwa ilmu pengetahuan merupakan
salah satu dari sekian piranti terpenting untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia mupun di
akhirat. Bahwa tuntutan untuk mengembangkan keilmuan merupakan sebuah kemestian karena
hanya derngan ilmulah manusia bisa mendapatkan jalan kemudahan untuk menaklukkan dan
mendapatkan kemudahan di dunia dan mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak.
Dalam hadits Nabi yang menyatakan bahwa siapapun orang yang mencari ilmu dengan
niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mampu memberikan implikasi positif bagi diri
dan sesamanya, maka Tuhan menjanjkan kepadanya sebuah jalan kemudahan dari sekian
banyak jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai surga.
Memang tidak banyak penjelasan dalam kitab-kitab syarah hadits terkait dengan makna
jalan menuju surga sebagaimana disebutkan dalam teks hadits tersebut. Namun hemat penulis
bahwa orang yang mengkaji ilmu itu berarti mencari cara untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Orang yang telah mencapai kedekatan diri kepada Allah maka ia dengan mudah akan
mendapatkan petunjuk-Nya. Berbekal dengan petunjuk Tuhan itulah maka pengkaji ilmu
tersebut akan senantiasa berupaya melaksanakan seluruh ajaran Allah, sehingga Allah akan
memenuhi janji-Nya dengan menghadiahkan surga kepadanya.
Kajian dan pembicaraan mengenai surga Tuhan ini akan lebih menarik jika tidak hanya
dimaknai sebagai kenikmata ukhrawi, tetapi juga sejumlah kenikmatan duniawi. Sebagaimana
dinyatakan oleh Imam Khomeini, yang menyitir pendapat Shadr al-Mutaallihin, bahwa melihat
hal-hal yang menyenangkan itu berarti surga, sebaliknya melihat hal-hal yang tidak
menyenangkan berarti itu neraka. Bertolak dari pendapat tersebut, maka segala sesuatu yang
dapat memudahkan dan membahagiakan hidup bisa berarti surga, dan sebalinya segala
sesuatu yang menghambat serta menyengsarakan hidup maka itulah neraka.
Dalam konteks hadits tentang motivasi mencari ilmu di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa orang yang melengkapi dirinya dengan ilmu akan mendaparkan kemudahan dalam
hidupnya, karena ia dapat menguasai beberapa sektor kehidupan yang mendatangkan sejumlah
kebahagiaan. Dengan bekal kemudahan dan kebahagiaan hidupnya di dunia itulah, ia akan dapat
berinvestasi demikian banyak yang buahnya akan dipetik dan dinikmatinya di akhirat kelak.
Dengan makna demikian pulalah, maka hadits ini sejalan dengan teks al-Quran yang dijadikan
sebagai doa oleh setiap hamba Tuhan, agar diberikan kebaikan di dunia dan di akhirat kelak.
Maksimalisasi potensi fikir yang melahirkan ilmu pengetahuan ini, dalam konsepsi
Islam terintegrasi dengan wahyu. Dalam pengertian bahwa pengembangan potensi fikir
haruslah didasarkan kepada nilai-nilai ketuhanan. Dalam QS. al-Alaq, disebutkan bahwa iqra
yang mendasari ilmu pengetahuan adalah iqra bi ism rabbik iqra, yakni pengembangan
keilmuan yang didasarkan kepada nilai-nilai ketuhanan. Dengan kata lain, iqra yang
dikembangkan dalam Islam adalah ilmu pengetahuan yang berbasis pada nilai-nilai ilahi atau
terikat nilai-nilai ketuhanan (value bound), bukan iqra yang sekuler dan bebas nilai (value free).
Oleh karena pentingnya ilmu bagi kehidupan manusia inipula, nabi mengajarkan bahwa
seseortang boleh memiliki sifat dengki kepada dua hal, yakni terhadap orang yang memliki
keyaan dan mentasarufkannya dalam kebaikan, dan orang yang diberikan oleh Allah hikmah
dan mengajarkannya kepada orang lain.
Integrasi antara kekuatan wahyu dan kekuatan akal itulah yang dalam konsepsi Islam
disebut dengan istilah ulul albab. Insan ulul albab adalah insan yang dalam dirinya terbina di
atas dasar keimanan yang kukuh dan intelektualitas yang tinggi, sehingga mampu melahirkan
gagasan-gagasan baru yang kreatif, dinamis dan inovatif, untuk dapat diterjemahkan dalam
karya praksis yang positif (amal shaleh). Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah misalnya
dalam QS. Ali Imran: 190-191.
Ketika mengomentari dua ayat tersebut, Ibnu Katsir menyatakan bahwa komunitas ulul
albab adalah komunitas orang yang memiliki kemampuan pemikiran dan intelektualitas yang
bersih dan sempurna, sehingga mampu memahami hakikat sesuatu secara benar. Komunitas ini
mencapai strata tersebut, dilakukan dengan menggunakan dzikir dan tafakkur, melalui
pengamatan, analisis dan melakukan perenungan secara mendalam ketika menyingkap rahasia
alam. Predikat ulul albab hanya dicapai oleh orang-orang yang mampu berfikir tentang diri,
fenomena alam, kejadian dan kehidupan. Pembentukan insan ulul albab yang mampu
menghadirkan fenomena kehidupan Islam yang kukuh, yang mengintegrasikan unsur ketuhanan
(wahyu) dan nilai-nilai rasionalitas inilah yang pernah memposisikan Islam sebagai ikon
supremasi peradaban dunia selama beratus-ratus tahun.

D. Insan Ulul Albab dalam Sejarah Pengetahuan Islam


Pencapaian generasi ulul albab yang menyatu padukan antara unsur kewahyuan dan
rasionalitas tersebut menghantarkan Islam mencapai masa keemasan dan kecemerlangan (the
golden age), justru di saat Barat berada pada titik nadir kegelapan (the dark age). Zaman
keemasan Islam yang telah diletakkan dasarnya oleh rasulullah dan dikembangkan oleh para
sahabat dan tabiin ini melahirkan zaman keemasan pada era abbasiyah dan beberapa waktu
setelahnya, yakni antara tahun 700-1500 M.
Masa keemasan yang telah digoreskan Islam dalam perjalanan sejarahnya itu, telah
melahirkan pakar dan saintis Islam yang mempelopori pengkajian Islam dalam berbagai cabang
keilmuan yang demikian luas. Ibnu Shina misalnya telah menulis sebanyak 220 karya yang
salah satunya yang paling terkenal adalah tentang kedokteran, yang dikumpulkan dalam sebuah
karya masterpeace-nya yang bertitel, al-Shifa yang terdiri dari 8 jilid. Al-Kindi juga telah
melahirkan 242 karya cemerlang bidang filfsafat, ibnu Arabi sebanyak 284 buah, Zakaria al-
Razi 236 buah, dan Abu Hasan al-Asyari sebanyak 93 buah.
Para pakar dan saintis Islam tersebut tidak hanya melakukan pengkajian Islam dari salah
satu bidang, tetapi mereka mengembangkan kajian Islam secara menyeluruh. Fahruddin al-Razi
misalnya, yang terkenal sebagai seorang mufassir, juga telah melahirkan dan mengembangkan
sejumlah disiplin keilmuan di bidang metafisika, teologi, filsafat, fiqih, bahkan astronomi.
Demikian juga dengan al-Jahiz, yang terkenal sebagai seorang teolog mutazilah, juga telah
melahirkan sejumlah karya di bidang biologi terutama zoologi, yang hingga kini dijadikan
sebagai referensi tidak saja di universitas-universitas di Timur tetapi juga sejumlah universitas
di Barat.
Sejumlah bukti lain tentang lahirnya para saintis muslim, yang memiliki pengaruh besar
bagi kemajuan ilmu pengetahuan di Barat, juga dapat dilihat misalnya Abu al-Qasim al-Zahrawi
(936-1013) yang di Barat dikenal dengan nama Abulcasis, sebagai bapak ahli bedah modern. Al-
Zahrawilah tokoh penemu pertama penyakit keturunan yang dibneri nama hemofilia. Ibnu al-
Haitsam, adalah sosok lain dari saintis Islam yang juga memiliki pengaruh terhadap Barat,
karena keahliannya dalam bidang optik. Dialah orang pertama yang memberikan penjelasan
tentang bagian-bagian mata dan proses penglihatan terjadi, yang dituangkan dalam karyanya,
al-Manadzir. Selain kedua tokoh tersebut juga dapat disebut misalnya, al-Battani (868-929)
yang ahli dalam hal matematika dan astronomi, Jabir ibn Hayyan (803) sebagai bapak kimia
modern, dan al-Khawarizmi sebagai ahli matematika.
Bayt al-Hikmah yang dipersiapkan oleh khalifah al-Makmun di era abbasiyah yang
menjadi wadah pengembangan keilmuan tidak saja oleh umat Islam tetapi juga seluruh penjuru
Eropa, menjadi kontributor besar bagi upaya mengantarkan Islam mencapai derajat ketinggian
tamaddun yang paling disegani. Bahkan karya-karya para sarjana Islam ini pulalah yang
mendorong lahirnya era renaissance di Eropa, yang merupakan era pembebasan kungkungan
pemikiran yang dilakukan oleh pihak gereja. Ribuan sarjana Eropa membanjiri sejumlah
universitas di Baghdad, Spanyol, Mesir, Syiria, dan Persia (Iran sekarang). Karya-karya para
pakar dan saintis Islam tersebut telah memposisikan Islam sebagai ikon supremasi peradaban
dunia.
Ilustrasi kemajuan ilmu pengetahuan yang berbasis pada kewahyuan Islam tersebut,
menunjukkan hebatnya upaya maksimalisasi potensi akal dan berbasis pada tawhid. Oleh karena
itu pula, Islam tidak pernah memiliki pengalaman adanya pemisahan antara akal dan wahyu,
atau antara rasionalitas dan agama sebagaimana terjadi pada pengalaman tradisi gereja di Eropa,
yang memberikan otoritas kepada rasio vis a vis otoritas agama (gereja), yang keduanya
seringkali berjalan dalam konflik dan pertentangan.
Capaian sejarah kegemilangan Islam, menjadi bukti yang tidak terbantahkan betapa
integrasi keilmuan dengan tuntunan kewahyuan, menjadi niscaya dilakukan jika umat Islam
menginginkan dapat mencapai kembali kejayaan yang pernah diraih sebelumnya. Oleh sebab
itu, insan ulul albab, yakni sosok insan yang memiliki kekokohan akidah (dzikir),
kecemerlangan intelektualitas (fikir) dan senantiasa berkarya positif (amal shaleh), merupakan
tuntutan normatif sekaligus sebagai suatu keharusan sejarah yang musti diwujudkan.
Membangun dan mewujudkan insan ulul albab, tidak akan berhasil jika hanya
dilakukan oleh orang perorang. Keberhasilan hanya akan dicapai manakala urgensitas tarbiyah
ulul albab telah dipahami, dihayati dan menjadi suatu kesadaran kolektif di antara semua
elemen, mulai dari pimpinan, dosen, karyawan dan bahkan semua mahasiswa yang menimba
pengetahuan di kampus Universitas Hasanuddin tercinta.
Insan ulul albab yang memiliki kedalaman spiritual (dzikir), intelektualitas yang mapan
(fikir) dan kreativitas dan aktivitas positif (amal shaleh), dapat dikembangkan dengan cara
maksimalisasi potensi fikir secara komprehensif. Pentingnya akal bagi kehidupan manusia
adalah sebagai sarana pengembangan potensi fikir, yang dapat dilakukan dengan piranti otak
manusia. Otak manusia terdiri dari dua bagian, otak kanan dan otak kiri. Otak kanan memiliki
fungsi untuk mengembangkan potensi-potensi eros, seperti mendengar musik, memanfaatkan
paduan warna yang menarik, menciptakan simbol-simbol, humor dan memacu kreativitas.
Sedangkan otak kiri berfungsi untuk mengembangkan potensi logos, berupa kemampuan
skolastik, seperti membaca, berhitung, melakukan analisa dan penalaran serta kemampuan
menghafal.
Kedua bagian otak manusia harus dikembangkan secara bersama-sama, sehingga
melahirkan insan-insan yang memiliki keseimbangan hidup. Rasulullah SAW adalah contoh
hidup dalam realitas sejarah yang mampu mengintegrasikan kemampuan otak kanan dan kiri
sekaligus. Ketika mengutus Muadz ibn Jabal ke Yaman misalnya, beliau mengajukan sejumlah
pertanyaan yang membuat Muadz berfikir kreatif dan melatih artikulasi psikologisnya ke dalam
tatanan verbal dan logikanya. Tuntutan Islam tentang adanya keharusan menyeimbangkan
kehidupan, jasmani-rohani, dunia-akhirat, feminitas-maskulinitas, otak kiri-otak kanan,
individu-sosial, dan seterusnya, merupakan tuntunan agar setiap manusia hidup dalam
keharmonisan. Keharmonisan diri akan berimplikasi pada adanya keharmonisan sosial, yang
dicitakan oleh setiap elemen masyarakat.

E. Membangun Kepribadian Mahasiswa sebagai Insan Ulul Albab


Dalam pandangan Islam, mahasiswa merupakan komunitas yang terhormat dan terpuji.
karena ia merupakan komunitas yang menjadi cikal bakal lahirnya ilmuan (scietist) yang
diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberikan penjelasan pada
masyarakat dengan pengetahuannya itu. Oleh karenanya, mahasiswa dianggap sebagai
komunitas yang penting untuk menggerakkan masyarakat Islam khususnya, dan seluruh umat
manusia pada umumnya, menuju kekhalifahan yang mampu membaca alam nyata sebagai
sebuah keniscayaan ilahiyah, yakni mampu mengintegralkan diri dan melebur dalam kesadaran
kemanusiaan dan ketuhanan dalam waktu yang bersamaan.
Keberhasilan pendidikan mahasiswa diukur dengan standard apabila mereka memiliki
identitas dan kepribadian sebagai mahasiswa yang mempunyai: (1) ilmu pengetahuan yang luas,
(2) penglihatan yang tajam, (3) otak yang cerdas, (4) hati yang lembut dan (5) semangat tinggi
karena Allah.
PEMBAGIAN MATERINYA :
Andi Annisa : Kepribadian ulul albab dlm al-Quran
Winni : Konsep ulul Albab
Ibe : Iqra sebagai dasar pembentukan kepribadian ulul albab
Muhasbir : Insan Ulul Albab sepanjang sejarah
Nisa : Membangun kepribadian Mahasiswa sebagai insane ulul albab
Musniati : moderator
St safira : notulen

Good Luck

You might also like