You are on page 1of 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Selain dibutuhkan
untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan
pengangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang
berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses
katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Diperkirakan sekitar
30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan
anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara
yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas,
masukan protein hewani yang rendah dan infestasi parasit yang merupakan
masalah endemik. Saat ini di Indonesia, anemia defisiensi besi masih merupakan
salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein, vitamin A
dan yodium (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).
Tingkat kemampuan sebagai dokter umum untuk penanganan anemia
defisiensi besi yaitu 4 yaitu mampu mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
secara mandiri dan tuntas. Berdasarkan data-data diatas oleh karena itu pentingnya
untuk membahas tentang anemia defisiensi besi.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mempelajari dan memahami tentang
definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis banding, penatalaksanaan dan komplikasi serta prognosis dari Anemia
Defisiensi Besi pada seorang Anak.

1
BAB 2
ISI

a. Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Selain dibutuhkan
untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan
pengangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang
berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses
katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan demikian,
kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi
belajar dan mengurangi aktivitas bekerja (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).
Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif selama masa anak
diperlukan 0,8-1,5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan.
Banyaknya Fe yang diabsorbsi dari makanan sekira 10% setiap hari, sehingga
untuk nutrisi yang optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10
mg Fe perhari. Fe yang berasal dari susu ibu diabsorbsi secara lebih efisien
daripada yang berasal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapatkan ASI lebih
sedikit membutuhkan Fe dari makanan lain. Sedikitnya makanan yang kaya Fe
yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi
jumlah yang diharapkan, oleh karena itu diet bayi harus mengandung makanan
yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).

b. Epidemiologi
Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari
setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih
sering ditemukan di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan
kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah dan
infestasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini di Indonesia, anemia
defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping

2
1kekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium (Raspati, Reniarti, & Susanah,
2012).
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak
usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-
8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil
26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan
besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika Serikat
kekurangan besi dan 2% menderita anemia, sedangkan pada anak laki-laki sekitar
50% cadangan besinya berkurang saat pubertas (Raspati, Reniarti, & Susanah,
2012).
Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibandingkan kulit putih.
Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam
yang lebih rendah (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012). Berdasarkan penelitian di
Indonesia prevalensi ADB pada anak balita sekitar 40-45%. Dari hasil SKRT
tahun 2001 menunjukkan prevalensi ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan,
dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8%, dan 48,1%. Penelitian kohort
terhadap 211 bayi berusia 0 bulan selama 6 bulan dan 12 bulan didapatkan
insidensi ADB sebesar 40,8% dan 47,4%. Pada usia balita, prevalensi tertinggi
ADB umumnya terjadi pada tahun kedua kehidupan akibat rendahnya asupan besi
melalui diet dan pertumbuhan yang cepat pada tahun pertama. Angka kejadian
ADB lebih tinggi pada usia bayi, terutama pada bayi premature (sekitar 25-85%)
dan bayi yang mengonsumsi ASI secara eksklusif tanpa suplementasi (Gatot, et
al., 2011).

c. Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorbsi besi, diit yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan oleh (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012):
1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
- Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan
masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini
insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya

3
meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali
lipat dibanding saat lahir. Bayi prematur dengan pertumbuhan yang sangat
cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 4 kali dan massa
hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
- Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah
kehilangan darah lewat menstruasi.
2. Kurangnya besi yang diserap
- Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan
makanan yang banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap
lebih kurang 200 mg besi selama 1 tahun pertama (0,5 mg/hari) yang
terutama digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang mengandung ASI
eksklusif jarang menderita kekurangan besi pada 6 bulan pertama. Hal ini
disebabkan besi yang terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap
dibandingkan besi yang terkandung pada susu formula
- Malabsorbsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa
ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang
yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB
walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan
berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui
bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme
3. Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab tersering
terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status
besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg,
sehingga kehilangan darah 3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan
keseimbangan negatif besi. Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna,
milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil
salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan
infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) yang

4
menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh
darah submukosa usus.
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi Ibu akan menyebabkan
ADB pada akhir massa fetus dan pada awal masa neonatus.
5. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung
buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi
melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan
laboratorium berisiko untuk menderita ADB.
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru
yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul.
Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5-3 gr/dl
dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolahraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar
40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya <10
g/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang
hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.

d. Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi
yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini
menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Terdapat tiga tahapan
defisiensi besi yaitu sebagai berikut (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012; Edward
& Benz, 2008).
1. Tahap Pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai
dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi.
Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini

5
terjadi peningkatan absorbsi besi non heme. Ferritin serum menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan masih
normal.
2. Tahap Kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient
erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang
tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free
erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap Ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

e. Manifestasi klinis
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari
temuan laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB
dengan kadar Hb 6-10 gr/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga
gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <5 gr/dl gejala iritabel dan
anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi
takikardia, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada
kadar Hb <3-4 gr/dl pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan
kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi
seperti (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012):
Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk kuku
konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papila lidah, postricoid oesophageal
webs dan perubahan mukosa lambung dan usus halus.
Intoleransi terhadap latihan : penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh

6
Termogenesis yang tidak normal : terjadi ketidakmampuan untuk
mempertahankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin
Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi
leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai
kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E.coli dan
S.aureus menurun.

f. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan informasi adanya (Pudjiadi, Hegar,
Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009):
- Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan
- Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan
tubuh terhadap infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi
belajar
- Memakan bahan makanan yang kurang mengandung zat besi, bahan
makanan yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan fitat
(beras, gandum), serta konsumsi susu sebagai sumber energi utama sejak
bayi sampai usia 2 tahun (milkalcoholics)
- Infeksi malaria, infeksi parasit seperti ankylostoma dan schistosoma.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan tanda klinis sebagai berikut
(Pudjiadi, Hegar, Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009).
- Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan
oleh keluarga. Bila kadar Hb <5gr/dl ditemukan gejala iritabel dan
anoreksia
- Pucat ditemukan bila kadar Hb <7 gr/dL
- Tanpa organomegali
- Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardia, gagal
jantung, protein losing enteropathy
- Rentan terhadap infeksi
- Gangguan pertumbuhan
- Penurunan aktivitas kerja

7
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat didapatkan adalah sebagai berikut
(Pudjiadi, Hegar, Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009).
- Darah lengkap yang terdiri dari hemoglobin rendah, MCV, MCH dan
MCHC rendah. Red cell distrbution width (RDW) yang lebar dan MCV
yang rendah merupakan salah satu skrining defisiensi besi.
Nilai RDW tinggi >14,5% pada defisiensi besi, bila RDW normal
(<13%) pada talasemia trait.
Ratio MCV/RBC (Mentzer Index) >13 dan RDW Index
(MCV/RBCxRDW) 220, merupakan tanda anemia defisiensi besi,
sedangkan jika kurang dari 220 merupakan tanda talasemia trait.
Apusan darah tepi : mikrositik, hipokromik, anisositosis dan
poikilositosis
- Kadar besi serum yang rendah, TIBC, serum feritin <12 ng/mL
dipertimbangkan sebagai diagnostik defisiensi besi
- Nilai retikulosit : normal atau menurun menunjukkan produksi sel darah
merah tidak adekuat
- Serum transferin receptor (STfR) : sensitif untuk menentukan defisiensi
besi, mempunyai nilai yang tinggi untuk membedakan anemia defisiensi
besi dengan anemia penyakit kronis
- Kadar zinc protoporphyrin (ZPP) akan meningkat
- Pemberian terapi besi : dengan dosis 3mg/kgBB/hari, ditandai dengan
kenaikan retikulosit 5-10 hari diikuti dengan kenaikan hemoglobin 1 gr/dl
atau hematokrit 3% setelah 1 bulan menyokong diagnosis anemia
defisiensi besi. Kira-kira 6 bulan lagi, Hb dan Hct diperiksa kembali untuk
menilai keberhasilan terapi.

Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,


pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas. Terdapat beberapa kriteria diagnosis yang
dipakai untuk menentukan ADB yaitu sebagai berikut (Raspati, Reniarti, &
Susanah, 2012).

8
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO (Pudjiadi, Hegar, Handryastuti,
Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009).
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N:32-35%)
3. Kadar Fe serum <50 Ug/dl (N:80-180 ug/dl)
4. Saturasi transferin <15% (N:20-50%)

Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen


1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferin <16%
3. Nilai FEP >100 ug/dl eritrosit
4. Kadar Ferritin serum <12 ug/dl

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, ferritin serum


dan FEP) harus dipenuhi.
Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat dikethui melalui (Raspati, Reniarti, &
Susanah, 2012):
1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan
kadar MCV, MCH dan MCHC yang menurun, RDW <17%
2. FEP meningkat
3. Ferritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST<16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
- Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
- Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 gr/dl/hari atau PCV
meningkat 1%/hari
6. Sumsum tulang
- Tertundanya maturasi sitoplasma
- Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang

9
f. Diagnosis Banding

Pemeriksaan Anemia Talasemia Minor Anemia Penyakit


Laboratorium Defisiensi Besi Kronis
MCV N/
Fe Serum N
TIBC N
Saturasi N
Transferin
FEP N N/
Feritin Serum N

g. Penatalaksanaan
Mengetahui faktor penyebab: riwayat nutrisi dan kelahiran, adanya
perdarahan yang abnormal, pasca pembedahan.
- Preparat besi
Preparat yang tersedia ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat,
dan ferous suksinat. Dosis besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Respons terapi
dengan menilai kenaikan kadar Hb/Ht setelah satu bulan, yaitu kenaikan
kadar Hb sebesar 2 gr/dl atau lebih. Bila respons ditemukan, terapi
dilanjutkan sampai 2-3 bulan. Komposisi besi elemental (Pudjiadi, Hegar,
Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009):
a. Ferous fumarat: 33% merupakan besi elemental
b. Ferous glukonas: 11,6% merupakan besi elemental
c. Ferous sulfat: 20% merupakan besi elemental
- Transfusi darah
Jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat berat
dengan kadar Hb < 4 gr/dl. Komponen darah yang diberi PRC (Pudjiadi,
Hegar, Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009).

10
Gatot et al. (2011) merekomendasikan dosis dan lama pemberian
suplementasi besi berdasarkan usia:
Usia (tahun) Dosis besi elemental Lama pemberian
Bayi : BBLR (<2.500 gr) 2-4 mg/kgBB/hari Usia 1 bulan sampai 2 tahun
Cukup bulan 1 mg/kgBB/hari Usia 4 bulan sampai 2 tahun
2 - 5 (balita) 2 mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun
> 5 - 12 (usia sekolah) 2 mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun
12 - 18 (remaja) 60 mg/hari 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun

Preparat besi oral (Gatot, et al., 2011).


Nama generik Sedian Tablet (kandung Sediaan elixir (kandungan
besi (mg)) besi (mg/5ml)
Ferrous sulfate 325 mg (65) 300 mg (60)
Ferrous fumarate 325 mg (107)
195 mg (64)
Ferrous gluconate 150 mg (150) 100 mg (100)
50 mg (50)

h. Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penangan yang adekuat. Gejala
anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat
besi. Jika terjadi kegagalan pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinan sebagai berikut (Raspati, Reniarti, & Susanah, 2012).
- Diagnosis salah
- Dosis obat yang tidak adekuat
- Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluwarsa
- Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap

11
- Disertai penyakit yang mempengaruhi absorbsi dan pemakaian besi (seperti :
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit
karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
- Gangguan absorbsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan
pada ulkus peptikum dapat menyebabkan peningkatan terhadap besi)

12
BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : An. SIM
Usia : 2 tahun 4 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Selili, Samarinda
MRS : 22 Desember 2015
Anak ke-1

Identitas Orang Tua


Nama ayah : Tn. RS / 30 tahun
Nama ibu : Ny. R / 24 tahun
Pekerjaan ayah : Swasta
Pekerjaan ibu : IRT

Pertumbuhan dan perkembangan


BB lahir : 2750 gram
PB lahir : 45
BB sekarang : 11,7kg
TB sekarang : 84cm
Gigi keluar : 7 bulan
Tersenyum : 1 hari
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak :7 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 1 tahun 3 bulan

Makan dan Minum Anak


ASI : 0 sekarang
Susu Sapi :-

13
Buah : pisang
Makan padat : Nasi dan lauk pauk, tidak terlalu suka sayur
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : RS
Persalinan ditolong oleh : Bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus : Spontan per vaginam

Pemeliharaan postnatal :
Periksa di : Posyandu
Keadaan anak : Sehat

Imunisasi

Imunisasi Usia saat imunisasi

I II III IV Booster I Booster II

BCG + //////// /////// /////// /////// ///////

Polio + + + + - -

Campak + - /////// /////// /////// ///////

DPT + + + /////// - -

Hepatitis B + + + /////// - -

Anamnesis
Keluhan utama : Demam

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke IGD dengan keluhuan demam yang naik turun sejak 1
minggu yang lalu, demam yang dirasakan semakin hari semakin tinggi. Keluhan
disertai batuk pilek sejak 1 minggu yang lalu, perdarahan gusi sejak 1 hari
sebelum MRS, sariawan, bibir kering dan pecah-pecah. Keluhan juga disertai

14
ruam merah kebiruan di badan yang timbul pada daerah pipi, bibir dan punggung.
Ibu pasien mengatakan anak tampak pucat dan lemas sejak 1 minggu yang lalu,
nafsu makan menurun dan hanya mau minum ASI.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa, riwayat MRS (-), riwayat
operasi (-), riwayat alergi (-).

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa, riwayat alergi(-),
riwayat DM (-), riwayat hipotensi pada ibu.

Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 30 Desember 2015

Kesan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 102 x/menit, isi cukup, reguler
Frekuensi napas : 26 x/menit
Temperatur : 36,5o C per axila

Antropometri
Berat badan : 11,7 kg
Panjang Badan : 84 cm
BMI : 16,58

Kepala
Rambut : Hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks
Cahaya (+/+), Pupil Isokor (3mm), edema palpebra (-/-)
Mulut : Lidah kotor (-), faring hiperemis(-), mukosa bibir basah,
pembesaran Tonsil (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-)

15
Leher
Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB (-/-),

Thoraks
Inspeksi : Bentuk dan gerak dinding dada simetris dextra = sinistra,
retraksi (-), Iktus kordis (-)
Palpasi : Fremitus raba dekstra = sinistra, Ictus cordis teraba ics V
MCLS
Perkusi : Sonor di semua lapangan paru
Batas jantung
Kiri : ICS V midclavicula line sinistra
Kanan : ICS III para sternal line dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-), S1S2
tunggal reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, flat
Palpasi : Soefl, nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-),
Perkusi : Shifting Dulness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Nyeri tekan (-/-), Akral hangat (+), edema ekstremitas atas
(-/-), edema ekstremitas bawah (-/-) capilary refill test < 2
detik, sianosis (-)

Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
21-12-2015 22-12-2015 23-12-2015

WBC 10.4 103/uL 7.1 103/uL 13.23 103/uL

RBC 4.51 106/uL 4.25 106/uL 4.76 106/uL

HGB 8.6 g/dL 8.1 g/dL 9.1 g/dL

HCT 28.0 % 26.1 % 28.6 %

16
MCV 62.1 fL 61.3 fL 60.2 fL

MCH 19.1 pg 19.1 pg 19.1 pg

MCHC 30.7 g/dL 31.1 g/dL 31.7 g/dL

RDW-CV 18.4 % 17.7 % 17.8 %

RDW-SD 37.2 fL 36.3 fL 39.4 fL

PLT 265 103/uL 221 103/uL 280 103/uL

MPV 7.7 fL 7.9 fL 8.3 fL

PDW 14.7 14.7 15.4

PCT 2.04 mL/L 0.175 mL/L 0.234 mL/L

P-LCC 48 103/uL 46 103/uL 52 103/uL

P-LCR 18.0 % 20.9 % 18.4 %

23-12-2015
Retikulosit 0,7%

Elektrolit
22-12-2015

Natrium 137

Kalium 3.6

Chloride 107

Kimia Darah
22-12-2015 23-12-2016
GDS 100

SI 20

TIBC 283

17
Serologi
23-12-2015

Dengue igG Negatif

Dengue IgM Negatif

Tubex Skala 4

Urin Lengkap

23-12-2015 24-12-2015

Berat Jenis 1005 1000

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

pH 6.0 7.0

Sel Epitel + +

Leukosit 0-2 1-2

Eritrosit 0-1 0-2

HDT
Eritrosit : Mikrositik hipokrom, anisositosis normoblast (-)
Leukosit : Kesan jumlah cukup, PMN>L, sel blast (-)
Trombosit : Kesan jumlah cukup
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom suspek defisiensi Fe DD APK

Diagnosis Kerja : Anemia Defisiensi Besi + ISPA

Penatalaksanaan ruangan
- D5 NS 10 tpm
- Ambroksol syr 3 x cth
- PCT 3 x cth
- CTM 1 mg
- Vit C tab pulv 3 x 1
- Vit B tab

18
Follow Up

Tanggal Subjektif & Objektif Assesment & Planning


Hari ke- 1 S: Luka di bibir (+), BAK +, A: Anemia DD ADB +
23-12-2015 BAB +, Bapil (+) Susp. Demam Tifoid +
Melati Infeksi virus DD
O: TD: 90/60, T: 38,1 0C,
Dengue + ISPA
N: 112x/i, RR: 28 x/i,
BB : 11.7 kg P:
Ane (+/+), ikt (-/-), Rh (-/-),
D5 NS 10 tpm
Wh (-/-), BU(+)N, NT(-),
Ambroksol syr 3 x cth
organomegali (-)
PCT 3 x cth
CTM 1 mg
Vit C tab pulv 3 x 1
Vit B tab
Hari ke-6 S: Bapil (-), BAK +, BAB + A: Susp. ADB + ISPA
28-12-2015 P:
O: TD: 90/60, T: 37 0C,
Melati D5 NS 10 tpm
N: 100x/i, RR: 26 x/i,
PCT 3 x 1 cth
Ane (+/+), ikt (-/-), Rh (-/-),
BB : 11.7 kg CTM 1 mg
Wh (-/-), BU(+)N, NT(-),
Vit C tab pulv 3 x 1
organomegali (-)
Vit B tab
Cefixime 2 x cth
Hari ke-7 S: Bapil (-), BAK +, BAB + A: Susp. ADB + ISPA
29-12-2015 P:
O: TD: 90/60, T: 36.9 0C,
Melati D5 NS 10 tpm
N: 106x/i, RR: 27 x/i,
PCT 3 x 1 cth
Ane (+/+), ikt (-/-), Rh (-/-),
BB : 11.7 kg CTM 1 mg
Wh (-/-), BU(+)N, NT(-),
Vit C tab pulv 3 x 1
organomegali (-)
Vit B tab
Cefixime 2 x cth
Hari ke-8 S: BAK +, BAB + A: ADB
30-12-2015 P:
O: TD: 90/60, T: 36.5 0C,
Melati Ferryz syr 3 x 1 cth

19
N: 102x/i, RR: 26 x/i, Acc KRS

BB : 11.7 kg Ane (-/-), ikt (-/-), Rh (-/-),


Wh (-/-), BU(+)N, NT(-),
organomegali (-)

20
BAB 4
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien An.SIM usia 2


tahun 4 bulan datang bersama orang tuanya ke IGD RSUD AWS dan kemudian di
rawat inap di melati pada tanggal 22 desember 2015.

TEORI KASUS

ANAMNESIS

Di Indonesia Balita 40-45%, Usia 2 tahun 4 bulan


prevalensi tertinggi pada tahun kedua Jenis kelamin laki-laki
kehidupan karena rendahnya asupan Pasien datang ke IGD demam
besi melalui diet dan pertumbuhan (1 minggu), semakin hari
yg cepat pada tahun pertama semakin tinggi. Batuk pilek (1
Pucat yang berlangsung lama tanpa minggu). Perdarahan gusi (1 hari),
manifestasi perdarahan sariawan, bibir kering dan pecah-
Mudah lelah, lemas, tidak ada nafsu pecah. Ruam merah kebiruan di
makan, daya tahan tubuh terhadap badan (pipi, bibir, punggung).
infeksi menurun Anak tampak pucat dan lemas (1
Memakan bahan makanan yang minggu), nafsu makan menurun
kurang mengandung zat besi, bahan dan hanya minum ASI.
makanan yang menghambat
penyerapan zat besi seperti kalsium
dan fitat (beras, gandum), serta
konsumsi susu sebagai sumber energi
utama sejak bayi sampai usia 2 tahun
(milkalcoholics)
PEMERIKSAAN FISIK

- Gejala klinis ADB sering terjadi TD: 90/60, T: 36.5 0C, N: 102x/i,
perlahan dan tidak begitu RR: 26 x/i, Ane (-/-), ikt (-/-), Rh (-/-

21
diperhatikan oleh keluarga. Bila ), Wh (-/-), BU(+)N, NT(-),
kadar Hb <5gr/dl ditemukan gejala organomegali (-)
iritabel dan anoreksia
- Pucat ditemukan bila kadar Hb <7
gr/dL
- Tanpa organomegali
- Dapat ditemukan koilonikia, glositis,
stomatitis angularis, takikardia, gagal
jantung, protein losing enteropathy
- Rentan terhadap infeksi
- Gangguan pertumbuhan
- Penurunan aktivitas kerja

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap DL :
- HB, MCV, MCH, MCHC rendah - RBC : 4.51 106/uL
- RDW lebar - Hb : 8.6 g/dL ()
- Mentzer index dan RDW index - MCV : 62.1 fL ()
- HDT : mikrositik, hipokromik, - MCH : 19.1 pg ()
anisositosis, poikilositosis - MCHC : 30.7 g/dL ()
Besi serum rendah, TIBC, serum - RDW-CV : 18.4 % ()
feritin <12 ng/mL - RDW-SD : 37.2 fL (N)
Retikulosit normal / menurun - Mentzer index : 13,76
(eritrosit tdk adekuat) - RDW index : 253.18
STfR (Serum transferin receptor) - HDT : Eritrosit : Mikrositik
ZPP (zinc protoporphyrin) hipokrom, anisositosis,
meningkat normoblast (-)
Pemberian terapi besi Serum Fe : 20 ()
TIBC : 283(N)
Retikulosit : 0,7% (N)

22
DIAGNOSIS

Diagnosis dibuat berdasarkan Pasien datang ke IGD demam


anamnesis, pemeriksaan fisik dan (1 minggu), semakin hari semakin
penunjang tinggi. Batuk pilek (1 minggu).
Kriteria Lanzkowsky : Perdarahan gusi (1 hari), sariawan,
- HDT : hipokrom mikrositer dan bibir kering dan pecah-pecah. Ruam
dikonfirmasi dengan MCV, MCH, merah kebiruan di badan (pipi, bibir,
MCHC yang turun, RDW >17% punggung). Anak tampak pucat dan
- FEP meningkat lemas (1 minggu), nafsu makan
- Feritin serum menurun menurun dan hanya minum ASI.
- Fe serum menurun, TIBC
TD: 90/60, T: 36.5 0C, N: 102x/i,
meningkat, ST <16%
RR: 26 x/i, Ane (-/-), ikt (-/-), Rh (-
- Respon terhadap preparat besi
/-), Wh (-/-), BU(+)N, NT(-),
- Sumsum tulang
organomegali (-)

DL :
- RBC : 4.51 106/uL
- Hb : 8.6 g/dL ()
- MCV : 62.1 fL ()
- MCH : 19.1 pg ()
- MCHC : 30.7 g/dL ()
- RDW-CV : 18.4 % ()
- RDW-SD : 37.2 fL (N)
- Mentzer index : 13,76
- RDW index : 253.18
- HDT : Eritrosit : Mikrositik
hipokrom, anisositosis,
normoblast (-)
Serum Fe : 20 ()
TIBC : 283(N)
Retikulosit : 0,7% (N)

23
PENATALAKSANAAN

Preparat Besi D5 NS 10 tpm


- Dosis besi elemental 4-6 PCT 3 x 1 cth
mg/bb/hari Ambroksol 3 x cth
- Komposisi besi elemental : CTM 1 mg
Ferous fumarat : 33% Vit C tab pulv 3 x 1
Ferous glukonas : 11,6% Vit B tab
Ferous sulfat : 20% Cefixime 2 x cth
- Respon terapi kenaikan Hb >2
Ferryz syr 3 x 1 cth
gr/dL respon + lanjutkan 2-
3 bulan
Transfusi darah pada anemia berat
Hb <4 gr/dL

24
BAB 5
PENUTUP

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh


kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Kekurangan besi
mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,
menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi
aktivitas bekerja. Berdasarkan penelitian di Indonesia prevalensi ADB pada anak
balita sekitar 40-45%. Dari hasil SKRT tahun 2001 menunjukkan prevalensi ADB
pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar
61,3%, 64,8%, dan 48,1%. Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan
absorbsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan
jumlah yang hilang.

Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10
gr/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya
ringan saja. Bila kadar Hb turun <5 gr/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai
tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardia, dilatasi
jantung dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada kadar Hb <3-4 gr/dl
pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan kompensasi, sehingga
beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.

Penatalaksanaan awal mengetahui faktor penyebab: riwayat nutrisi dan


kelahiran, adanya perdarahan yang abnormal, pasca pembedahan. Preparat yang
tersedia ferous sulfat, ferous glukonat, ferous fumarat, dan ferous suksinat. Dosis
besi elemental 4-6 mg/kgBB/hari. Respons terapi dengan menilai kenaikan kadar
Hb/Ht setelah satu bulan, yaitu kenaikan kadar Hb sebesar 2 gr/dl atau lebih.
Transfusi darah jarang diperlukan, hanya diberi pada keadaan anemia yang sangat
berat dengan kadar Hb < 4 gr/dl. Komponen darah yang diberi PRC.

25

You might also like