You are on page 1of 35

Hasil

A. Praktikum Ekstraksi dengan Metode Infundasi

Percobaan ekstraksi dengan metode infundasi menggunakan bahan daun

salam sebanyak 10 gram yang terlebih dahulu di potong kecil-kecil dengan

ditambahkan aquades sebagai pelarut sebanyak 100 mL. Setelah bahan tercampur

dengan aquades, lalu dipanaskan pada suhu 90 derajat celcius selama 15 menit

sambil sesekali diaduk. Kemudian setelah 15 menit dipanaskan, hasil penyarian

didinginkan kemudian disaring hingga cairan penyari habis, ini disebut Colatur 1.

Jika hasil saringan kurang, maka ulangi penyaringan dengan menambahkan cairan

penyari pada ampas, kemudian disaring sebanyak kekurangan beratnya, ini disebut

Colatur 2.

Hasil dari percobaan didapatkan pada penyaringan pertama yaitu colatur

I larutan berwarna coklat muda sebnyak 80 mL. Kemudian pada colatur II

didapatkan larutan coklat lebih muda sebanyak 20mL. Jumlah semua colatur yang

didapatkan adalah 100 mL larutan. Hasil ini berbeda-beda dengan kelompok yang

lain. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu bedanya orang yang

mengerjakan ekstrak, teknik yang dilakukan benar atau tidak, waktu perendaman

yang berbeda, dan kemungkinan kesalahan proses infundasi.

Gambar 1. Ekstraksi Colatur I Gambar 2. Ekstraksi Colatur

II

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Gambar 3. Hasil ekstraksi Colatur I + Colatur II

Hasil
B. Praktikum Skrining Fitokimia (Skrining Glikosida Jantung)
Ekstrak uji yakni ekstrak daun sirih ditambahkan dengan larutan 3ml FeCl3,

kemudian masukan ketabung reaksi dan ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


melalui dinding tabung reaksi. Hasil percobaan setelah diamati tidak terjadi

perubahan warna dari coklat ke merah perlahan-lahan berubah menjadi biru atau

violet, sehingga tidak menunjukkan hasil gula 2 dioksi ( hasil negatif ).

Gambar 1. Proses skrining

Gambar 2. Hasil skrining negatif (-), tidak mengandung gula 2 dioksi

PEMBAHASAN

A. Infundasi

1. Pengertian Infundasi

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Infuse adalah sediaan cair yang di buat dengan menyari simplisia dengan

air pada suhu 90 derajat selama 15 menit.Infudasi adalah proses penyarian yang

umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dan

bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasikan sari yang tidak stabil

dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh

dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.Cara ini sangat sederhana

dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa

modifikasi, cara ini sering digunakan untuk membuat ekstrak.

Infus dibuat dengan cara :

1. Membasahi bahan bakunya, biasanya dengan air 2 kali bobot bahan, untuk

bunga 4 kali bobot bahan dan untuk karagen 10 kali bobot bahan.

2. Bahan baku ditambah dengan air dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu

900 980C. Umumnya untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian bahan.

Pada simplisia tertentu tidak diambil 10 bagian bahan. Hal ini di sebabkan

karena:

o Kandungan simplisia kelarutannya terbatas, misalnya kulit kina digunakan

6 bagian.

o Disesuaikan dengan cara penggunaannya dalam pengobatan, misalnya

daun kumis kucing, sekali minum infuse 100cc karena itu diambil 1/2

bagian.

o Berlendir, misalnya karagen digunakan 11/2 bagi.

o Daya kerjanya keras, misalnya digitalis digunakan 1/2 bagian.

3. Untuk memindahkan penyarian kadang-kadang perlu ditambah bahan kimia

misalnya:

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


o Asam sitrat untuk infuse kina.

o Kalium atau natrium karbonat untuk infuse kelembaman.

4. Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas, kecuali bahan yang
mengandung bahan yang mudah menguap.Simplisia yang digunakan untuk
pembuatan infuse harus mempunyai derajat kehalusan tertentu.

Tabel 1. Derajat kehalusan untuk pembuatan infuse dalam metode infundasi

Derajat Kehalusan

2/3 3/6 6/8 8/24

- Daun kumis - Rimpangan - Rimpang - Kulit kina


kucing lengkuas
- Akar
- Daun sirih kelembak - Rimpang
temulawak
- Akar manis
- Rimpang jahe

2. Cara kerja infundasi

Simplisia yang telah dihaluskan sesuai dengan derajat kehalusan yang

telah ditetapkan dicampur dengan air secukupnya dalam sebuah panci. Kemudian

dipanaskan dalam tangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu dalam panci

mencapai 90 derajat celcius sambil sesekali diaduk. Infuse diserkai sewaktu masih

panas melalui kain flannel. Untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan air

mendidih melalui ampasnya. Infuse simplisia yang mengandung minyak atsiri harus

diserkai setelah dingin.

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


3. Sediaan yang dibuat dengan metode infundasi

Percobaan ekstraksi dengan metode infundasi menggunakan bahan

sediaan daun salam sebanyak 10 gram yang terlebih dahulu di potong kecil-kecil

dengan ditambahkan aquadest sebagai pelarut sebanyak 100 mL. Setelah bahan

tercampur dengan aquadest, lalu dipanaskan pada suhu 90 derajat celcius selama

15 menit sambil sesekali diaduk. Kemudian setelah 15 menit dipanaskan, hasil

penyarian didinginkan kemudian disaring hingga cairan penyari habis, ini disebut

Colatur 1. Jika hasil saringan kurang, maka ulangi penyaringan dengan

menambahkan cairan penyari pada ampas, kemudian disaring sebanyak kekurangan

beratnya, ini disebut Colatur 2.

Hasil dari percobaan didapatkan pada penyaringan pertama yaitu colatur

I larutan berwarna coklat muda sebnyak 80 mL. Kemudian pada colatur II

didapatkan larutan kuning sebnyak 20mL. Jumlah semua colatur yang didapatkan

adalah 100 mL larutan. Hasil ini berbeda-beda dengan kelompok yang lain. Hal itu

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu bedanya orang yang mengerjakan ekstrak,

teknik yang dilakukan benar atau tidak, waktu perendaman yang berbeda, dan

kemungkinan kesalahan proses infundasi.

4. Keuntungan dan kekurangan metode infundasi

Keuntungan dengan metode infundasi adalah unit alat yang dipergunakan

sangatlah sederhana dan biaya operasionalnya relative murah. Kerugian metode

infundasi adalah zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan mengendap

kembali apabila kelarutannya sudah mendingin (lewat jenuh), hilangnya zat-zat

atsiri, dan adanya zat-zat yang tidak tahan panas lama disamping itu simplisia yang

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


mengandung zat-zat albumin tentunya zat ini akan menggumpal dan menyukarkan

penarikan zat-zat berkhasiat tersebut.

B. Glikosida Jantung

1. Pengertian

Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan dua bagian senyawa,

yaitu gula dan bukan gula. Keduanya dihubungkan oleh suatu bentuk ikatan berupa

jembatan oksigen (O glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-

glikosida,adenosine), jembatan sulfur (S-glikosida, sinigrin), maupun jembatan

karbon (C-glikosida, barbaloin). Bagian gula biasa disebut glikon sedangkan

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


bagian bukan gula disebut sebagai aglikon atau genin. Apabila glikon dan aglikon

saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai glikosida. Jembatan oksigen yang

menghubungkan glikon-anglikon ini sangat mudah terurai oleh pelarut asam ,basa,

enzim , air dan panas . semakin pekat kadar asam atau basa maupun semakin panas

lingkungannya maka glikosida akan semakin mudah dan cepat terhidrolosis. Saat

glikosida terhidrolisis maka molekul akan pecah menjadi dua bagian ,yaitu bagian

gula dan bagian bukan gula.

Glikosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman yang kemudian

diketahui berisi digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik positif

pada gagal jantung.

Digoksin adalah suatu obat yang diperoleh dari tumbuhan Digitalis lanata.

Digoksin digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa

(kemampuan kontraksi) jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart

failure (CHF). Obat ini juga digunakan untuk membantu menormalkan beberapa

dysrhythmias ( jenis abnormal denyut jantung). Obat ini termasuk obat dengan

Therapeutic Window sempit (jarak antara MTC [Minimum Toxic Concentration]

dan MEC [Minimum Effectiv Concentration] mempunyai jarak yang sempit.

Artinya rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan

yang dapat menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma

harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan efek toksik.

Efek samping pada pemakaian dosis tinggi, gangguan susunan syaraf pusat:

bingung, tidak nafsu makan, disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah

dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


juga terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya payudara pria) mungkin

terjadi.

2. Stabilitas dan sifat dari glikosida jantung

Glikosida steroid merupakan glikosida dengan aglikon steroid. Glikosida

jantung / cardiac gycocide / sterol glycocide/ digitaloida adalah glikosida yang

mempunyai daya kerja yang kuat dan spesifik terhadap otot jantung. Daya kerja

glikosida steroid yaitu: menambah kontraksi sistemik, berakibat pada pengosongan

ventrikel menjadi lebih sempurna, akibat selanjutnya lamanya kontraksi sistole

dipersingkat, sehingga jantung dapat beristirahat lebih panjang di antara dua

kontraksi.

Aglikon steroid atau genin terdiri dari dua tipe, yaitu tipe kardenolida dan

bufadienolida. Yang umum dalam alam adalah tipe kardenolida yang merupakan

steroida C23dengan rantai samping yang terdiri dari lingkaran lakton lima anggota

yang tidak jenuh - dan menempel pada C nomor 17 bentuk . Tipe bufadienolida

adalah homolog C24 dari kardenolida dan mempunyai rantai simpang lingkaran

lakton enam anggota tidak jenuh ganda menempel pada C nomor 17. Nama

bufadienolida berasal dari nama genus untuk katak Bufo, karena prototipe dari

senyawa bufalin diisolasikan dari kulit katak.

Aspek kimiawi yang luar biasa dari kardenolida dan bufadienolida adalah

bahwa hubungan lingkaran C/D mempunyai konfigurasi sis. Agar daya kerja

terhadap jantung optimum, ternyata bahwa aglikon harus mempunyai lingkaran

lakotn tidak jenuh - dan menempel pada posisi 1 dari steroida dan hubungan-

hubungan A/B dan C/D harus mempunyai konfigurasi sis. Bila glikosida dipecah

aglikon masih mempunyai kegiatan terhadap jantung, tetapi bagian gula dari

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


glikosida yang menyebabkan dapat larutnya glikosida sangat penting untuk

absorbsi dan penyebaran glikosida dalam tubuh. Subtitusi oksigen pada inti

steroida juga mempengaruh penyebaran glikosida dalam tubuh. Substitusi oksigen

pada inti steroida juga mempengaruhi penyebaran dan metabolisme glikosida. Pada

umumnya makin banyak gugus hidroksi pada molekul lebih cepat waktu mulainya

bekerja dan selanjutnya lebih cepat dikeluarkan dari tubuh.

Struktur dan daya kerja dari glikosida jantung mepunyai hubungan yang

sangat erat, pergantian tempat dari gugus hidroksi atau aalnya perubahan kecil

dalam molekul akan, mengubah bahkan melenyapkan sama sekali sifat

kardioaktifnya. Ciri khas untuk aglikon dan kardioaktif adalah adanya gugus

hidroksi yang menempel pada posisi 3 dan 14 dari inti steroida.

Setiap glikosida jantung mempunyai bagian gula yang terdiri dari satu,

dua, tiga, atau empat gugus gula pentosa atau heksosa, tetapi gula yang ti ujung

biasanya adalah glukosa. Gugus OH dari aglikon yang btereaksi pada pembentukan

glikosida adalah yang terdapat paa posisi 3. Monosakarida yang biasa terdapat

pada glikosida yang umum digunakan dalam pengobatan adalah D-glukosa, D-

Digitoksosa, D-Simarosa, L-Ramnosa, D-arabinosa.

Hidrolisis asam yang lama dari glikosida jantung akan menyebabkan

terpecahnya glikosida tersebut menjadi gula dan aglikon. Sedang hidrolisis yang

terjadi karena enzim yang terdapat dalam banyak tanaman glikosida jantung

memecah glikosida menjadi suatu gula bebas dan suatu glikosida sekunder yang

menandung lebih sedikit gula. Adanya enzim-enzim ini memungkinkan dipelajarinya

secara terperinci susuanan dari glikosida jantung. Seringkali enzim-enzim tersebut

terikat sangat erat di dalam protoplasma sel (desmoenzim). Bila tidak diperhatikan

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


secara cermat, selama pengeringan dan penyimpanan banyak obat jantung, maka

enzim tadi akan memecah gula dan glukosa yang biasanya terdapt di ujung hingga

dari heterosida yang asli akan terjadi senyawa yang kurang kompleks. Misalnya

dari ekstrak gubal strofanti dapat diahrapkan akan terdapat senyawa kardioaktif

seperti: strofantidin, simarin, k-strofantin dan k-strofantosida.

Kecuali dengan hidrolisa, glikosida jantung dapat pula rusak dengan cara

yang lain. Lingkaran lakton di dalamnya mudah terbuka dengan adanya alkali, yang

akan membentuk garam dari asam aldehid. Sekali terbuka, lingkaran tersebut tidak

dapat dibentuk kembali menjadi lakton yang asli (cardenolide); sekarang karboksil

tadi membentuk lakton dengan suatu hidroksil di bagian lain dari aglikon tersebut

menghasilkan isogenin, cardanolide, yang secara fisiologi tidak aktif. Inilah

sebabnya mengapa adanya alkali kuat menghancurkan aktivitas dari glikosida

jantung.

Gugus hidroksil tersier (yaitu pada kedudukan 14 dari digitoksigenin)

mudah terpisah sebagai air pada suhu yang tinggi memebentuk anhidrogenin,

misalnya anhidro digitoksigenin. Jadi selama pengeringan, penyimpanan dan

ekstraksi mungkin dan memang terjadi bermacan-macam perubahan dari obat

jantung. Glikosida jantung juga terhidrolisis sebagian oeh asam lambung tetepi

tidak cukup cepat hingga tidak mengacaukan pengobatan.

Karena panas dapat menghancurkan enzim, maka dapat diahrapkan

bahwa obat jantung yang diawetkan dengan panas (heat-stabilized) kwalitasnya

akan tahan lama, tetapi penggunaan panas dapat mengubah sebagian dari glikosida

yang asli.

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Kelarutan dari glikosida jantung berbeda cukup besar sesuai dengan kadar

gula dalam molekul. Pada umumnya makin besar jumlah gugus gula yang terdapat

dalam molekul, makin besar kelarutannya dalam air, tetapi makin kecil

kelarutannya dalam kloroform. Alkohol dapat melarutkan kedua macam glikosida

baik glikosida asli maupun glikosida sekunder dan juga aglikon, karena itu

nampaknya alkohol merupakan pelarut yang cocok untuk zat kardioaktif (cardiac

principles). Glikosida jantung tidak larut dalam petroleum eter dan dalam eter, dan

pelarut tersebut digunakan untuk menghilangkan lemak biji strofanti sebelum

diekstraksi dengan alkohol. Infusa air satu persen daun digitalis mengandung

hampir seluruh jumlah heterosida aktif yang terdapat dalam obat. Hal ini mungkin

disebabkan karena obat tersebut disamping mengandung glikosida jantung juga

mengandung saponin yang berperan sebagai emulgator (emulsifier) untuk glikosida

sekunder.

3. Identifikasi kimiawi

a. Reaksi Legal

Glikosida jantung kecuali scillaren, memberikan reaksi legal. Heterosida

atau ekstrak murni dari obat gubal dilarukan dalam piridina. Bila natrium

hidroksida dan natrium nitropurusida ditambahkan secara berturutan, akan terjadi

warna merah darah.

b. Reaksi Keller Killiani

Glikosida dilarutkan dalam asam asetat glasial yang mengandung

jejak/rumutan/trace feri klorida. Asam sulfat pekat yang mengandung sejumlah feri

klorida yang sama diteteskan pada dasar tabung reaksi dengan suatu pipet. Suatu

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


warna yang jelas akan terjadi pada batas antara dua reagen, yang secaraperlahan-

lahan menyebar ke dalam lapisan asam asetat. Reaksi ini menunjukkan adanya gula

deoksi. Glikosida dari oleander dan squill memberikan warna merah, sedang

gliolosida dari adonis, apocymun dan digitalis memberikan warna hijau kebiruan.

c. Reaksi Sterol dan Liebermann

Kepada larutan glikosida dalam asam asetat glasial diatmbahkan satu tetes

asam sulfat pekat. Pergantian warna terjadi dari rosa melaui merah, violet dan biru

ke hijau. Warna-warna tersebut sedikit berbeda untuk satu senyawa dengan

senyawa yang lain. Reaksi ini disebabkan oleh bagian steroida dari molekul dan

karakteristik untuk aglikon dari tipe scillarenin. Asam sulfat 80% digunakan

sebagai alat untuk identifikasi biji strophanti. Biji strophanthus kombe memberikan

warna hijau dengan reagen ini, sedang kebanyakan pemalsunya

(S.courtmanni danS. gratus) memberikan warna merah.

4. Tanaman yang Mengandung Glikosida Jantung

Di dalam tanaman, glikosida jantung terdapat dalam tumbuhan berbiji.

Umumnya banyak ditemukan pada suku Apocynaceae dan Asclepiadaceae, tetapi

juga ditemukan di dalam beberapa tanaman Liliaceae, Ranunculaceae, dan

Euphorbiaceae.

a. Digitalis

Kegunaannya sendiri adalah sebagai kardiotonikum. Efek penggunaan

terutama ditimbulkan oleh bagian aglikon digitalis. Mekanisme kardiotonikum

adalah meningkatkan tonus otot jantung yang mengakibatkan pengosongan otot

jantung lebih sempurna dan curah jantung meningkat.

b. Strophantus

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Biji strophantus mengandung glikosida strofantin sampai 5 %, minyak lemak 30

%, asam kombat, trigonelina, kholina, dan asam tak larut. Aksi dari penggunaan

strophantus sama seperti daun digitalis, yaitu sebagai kardiotonikum atau

pengobatan payah jantung. Bijinya juga memiliki aksi diuretikum serta

meningkatkan sirkulasi darah. Dosis pemakaian umumnya 60 mg.

c. Urginea maritime

Squill Urginea maritima mengandung glikosida jantung skilaren A 60 % dari

jumlah seluruh glikosida yang ada. Skilaren-A terdiri dari aglikon skilarenin dan

bagian gula ramnosa + glukosa. Kadang-kadang juga mengikat gula lain misalnya

skilabiosa. Kegunaan sebagai glikosida jantung. Dosis pemakaian 100 mg oral.

Sebagai catatan, skilaren juga memiliki sifat emetikum dan diuretikum.

d. Convallaria

Convallaria adalah akar dan rimpang kering dari tanaman Convallaria

majalis Linne (famili Liliaceae). Tanaman ini telah dimuat di farmakope sejak tahun

1882. Setiap 100 mg akar covallaria setara dengan 3 unit USP digitalis. Kandungan

kimia convallaria antara lain konvalatoksin, konvalarin, konvalamarin,

konvalatoksol, dan konvalosida. Kandungan kimia tersebut merupakan kelompok

glikosida jantung. Kandungan yang lain antara lain minyak atsiri, dan berbagai

macam gula hasil hidrolisisnya.

e. Apocynum

Apocynum atau biasa dikenal dengan black Indian bemp adalah akar dari

rimpang tanaman Apocynum cannabinum Linne (family Apocynaceae). Konstituen

utamanya adalah simarin, apokanosida, lapokanida, dan sianokanosida. Apocynum

merupakan glikosida jantung karena dapat mengobati payah jantung (kardiotonik).

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


f. Adonis

Adonis adalah bagian tanaman di atas tanah yang telah dikeringkan dari

tanaman Adonis vernalis Linne (famili Ranunculaceae). Glikosida jantung yang

terkandung adalah adonitoksin, simarin, dan vernadigin. Seperti yang lainnya,

tanaman ini dapat mengobati payah jantung (kardiotonik).

g. Heleborus

Heloborus adalah akar atau rimpang yang telah dikeringkan dari

tanaman Hellebores niger Linne (famili Ranunculaceae). Kandungan utama yang

berkhasiat sebagai glikosida jantung adalah hellebrin. Sifat aksi adalah stimulansia

jantung. Heleborus juga mengandung helleborein yang aksinya tidak begitu kuat

dan helleborin.

h. Nerium oleander

Nerium oleander merupakan tanaman asli India dan sekarang menyebar

dimana-mana. Semua bagian tanaman memiliki efek terhadap jantung. Daun dan

korteks secara hati-hati digunakan untuk diuretik, ekspektoransia, diaforetik, dan

emetikum, tetapi terhadap jantung memiliki efek kardiotonikum.

Daun Nerium oleander mengandung neriin, neriifolin, folinerin (oleandrin).

Kulit kayu mengandung kortenerin, oleandrin, neriin, neriantin, neriokorin, dan

neriodolein. Folinerin memiliki sifat emetikum yang kuat. Kegunaan sebagai

glikosida jantung.

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


C. Kromotografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran

senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang

menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan

bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya (1).

KLT dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT

merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan

elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya

diisikan atau dikemas di dalamnya, pada KLT, fase diamnya berupa lapisan yang

seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng

kaca, pelat aluminium atau pelat plastic. Meskipun demikian, kromatografi planar

ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (2).

KLT dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan

kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam KLT,

peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir

semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (2).

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai

metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam

kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (3).

KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya

hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan

kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk

kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,

identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.

Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa

yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak

bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang

diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai

Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar.

Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik

asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu

bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (1).

Pelaksanaan KLT akan melalui enam tahap, yaitu fase diam, fase gerak,

penotolan sampel, pengembangan, deteksi bercak, dan perhitungan Rf. Fase gerak

yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam

karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau

karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (2).

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil

dengan diameter partikel antara 10-30 m. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel

fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja

KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada

KLT adalah adsorpsi dan partisi.

Tabel berikut merupakan ringkasan beberapa penjerap (fase diam) yang sering

digunakan dalam KLT beserta mekanisme pemisahannya, serta penggunaannya

untuk analisis.

Tabel 1. Beberapa penjerap fase diam yang digunakan pada KLT.

Penjerap Mekanisme sorpsi Penggunaan


Silika gel Adsorpsi Asam amino,
hidrokarbon, vitamin,
alkaloid.
Silika yang dimodifikasi Partisi termodifikasi Senyawa-senyawa non
dengan hidrokarbon polar.
Serbuk selulosa Partisi Asam amino, nukleotida,
karbohidrat.
Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion logam,
pewarna makanan,
alkaloid.
Kieselguhr (tanah Partisi Gula, asam-asam lemak.
Diatomae)
Selulosa penukar ion Pertukaran ion Asam nukleat, nukleotida,
halida, dan ion-ion logam.
Gel sephadex Eksklusi Polimer, protein,
kompleks logam.
-siklodekstrin Interaksi adsorpsi Campuran enansiomer.
stereospesifik

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan

mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling

sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua

pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi

secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi

fase gerak:

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif.


Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf

terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica

polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti

juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar

seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metal benzene akan

meningkatkan harga Rf secara signifikan.

Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran

pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan

perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia

masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa dan

asam.

Gambar 1. Lempeng dalam beaker (chamber) dengan garis pembatas penotolan


sampel dan batas eluen (4)

Tahapan selanjutnya adalah melakukan penotolan sampel menggunakan pipa

kapiler. Pemisahan pada KLT yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Untuk memperoleh

reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 l. Jika volume

sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 l, maka penotolan harus dilakukan

secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan (2).

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan

sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase

gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan

kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus

dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel (2).

Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase

gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai

ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase

gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai

ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh (2).

Gambar 2. Lempeng dengan penunjukkan kenaikan bercak dan batas atas


pengelusian (4)

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Gambar 3. Bejana kromatografi (5)

Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia

yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi

melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat

digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif

dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk

senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas (2).

Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak (2):

Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi

secara kimia dengan solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga

bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk

mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.

Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang

gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solute sebagai bercak yang

gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi

seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang

sudah diberi dengan senyawa fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan ke

dalam fase diam untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan

menyemprot lempeng dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan

pengembangan.

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu

dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai

bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.

Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.

Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu

instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari

permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak.

Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak)

dalam pencatatan (recorder).

Gambar 4. Penampakan bercak dengan penyemprotan (4)

Gambar 5. Penampakan bercak dengan sinar UV (4)

Tahapan terakhir dari prosedur kerja KLT adalah perhitungan nilai Rf.
Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus:

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf

yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara

0,2-0,8 (2).

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Gambar 6. Perhitungan nilai Rf

Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen

dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi,

menentukan efektivitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk

kromatografi kolom, serta memantau kromatografi kolom, melakukan screening

sampel untuk obat (2).

Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa

baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak langsung

pada lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometry

dan cara berikutnya adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar

senyawa yang terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang lain, misalnya

dengan metode spektrofotometri. Untuk analisis preparatif, sampel yang ditotolkan

dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan

cara yang nondekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya

dikerok dan dilakukan analisis lanjutan (2).

Saat ini metode KLT semakin berkembang dengan hadirnya KLT-KT

(Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi), dimana cara ini lebih efisien dan dengan

menghasilkan analisa yang lebih baik dibandingkan KLT biasa (2).

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


D. Daun Salam / Syzygium polyanthum

1. Pengertian daun salam

Syzygium polyanthum yang dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan

daun salam, juga mempunyai nama lain Eugenia polyantha atauEugenia lucidula.

Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan

ketinggian 1800 dari permukaan laut. Pohon bertajuk rimbun, tinggi mencapai 25

meter, berakar tunggang, batang bulat dan permukaan licin. Daun tunggal yang

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


letaknya berhadapan dengan mempunyai tangkai yang panjang 0,5-1 cm. Helaian

daun bentuknya lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, ujung meruncing,

pangkal runcing, tepi rata, panjangnya 5-15 cm, lebar 3-8 cm, pertulangan

menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau tua, permukaan bawahnya berwarna

hijau muda.

Berbagai literatur menyebutkan bahwa Syzygium polyanthummempunyai

banyak khasiat pengobatan, antara lain untuk mengobati kencing manis, hipertensi,

kolesterol tinggi, gastritis, diare, asam urat, eksim, kudis, dan gatal-gatal. Dalam

kehidupan sehari-hari biasanya daun salam dipergunakan sebagai bumbu masakan,

tetapi semenjak penggunaan tanaman tradisional sebagai obat semakin

marak,Syzygium polyanthum pun ikut diteliti efeknya terhadap fungsi kekebalan

tubuh manusia. Hal ini berhubungan dengan berbagai macam komponen yang

terdapat di dalam Syzygium polyanthum. Kandungan Syzygium polyanthum antara

lain minyak atsiri, tannin, eugenol dan flavonoid.

Gambar 1. Daun Salam

Tabel 1. Klasifikasi Daun Salam

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas Rosidae
Ordo Myrtales
Family Myrtaceae (suku jambu-jambuan)
Genus Syzygium
Spesies Syzygium polyanthum Wigh Walp

2. komponen-komponen aktif dalam daun salam

a. Minyak atsiri

Minyak atsiri atau dikenal orang dengan nama minyak ateris atau minyak

terbang (essential oil, volatile) dihasilkan oleh tanaman tertentu. Mekanisme

toksisitas fenol dalam minyak atsiri menyebabkan denaturasi protein pada dinding

sel kuman dengan membentuk struktur tersier protein dengan ikatan nonspesifik

atau ikatan disulfida. Sekuisterpenoid dalam minyak atsiri juga menyebabkan

kerusakan membran sel kuman olah senyawa lipofilik (Guenther, 1987).

b. Tannin

Tannin menyebabkan denaturasi protein dengan membentuk kompleks

dengan protein melalui kekuatan nonspesifik seperti ikatan hidrogen dan efek

hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan kovalen, menginaktifkan adhesion

kuman (molekul untuk menempel pada sel inang), menstimulasi sel-sel fagosit yang

berperan dalam respon imun selular.

Banyak aktivitas fisiologik manusia, seperti stimulasi sel-sel fagositik, host

mediated tumor activity, dan sejumlah aktivitas anti infektif telah ditetapkan untuk

tannin. Salah satunya aksi molekul mereka adalah membentuk kompleks dengan

protein melalui kekuatan nonspesifik seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


sebagaimana pembentukan ikatan kovalen. Cara kerja anti mikroba mungkin juga

berhubungan dengan kemampuan mereka untuk menginaktivasi adhesin mikroba

(molekul untuk menempel pada sel inang) yang terdapat pada permukaan sel,

enzim yang terikat pada membran sel,protein transport cell envelope. Mereka juga

membentuk kompleks dengan polisakarida (Harborne, 1987).

c. Eugenol

Eugenol adalah sebuah senyawa kimia aromatik, berbau, banyak didapat

dari butir cengkeh, sedikit larut dalam air dan larut pada pelarut organik.

d. Flavonoid

Senyawa ini berfungsi sebagai anti inflamasi, anti alergi dan aktifitas anti

kankernya serta antioksidan. Flavonoid telah dipelajari sejak 1948 dan efek

antioksidannya belum ada yang mempertentangkan. Flavonoid yang bersifat

lipofillik membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler, dan dengan dinding

sel kuman, serta merusak membran sel kuman (Pramono, 1989).

e. Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam

lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan

bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuan membentuk

busa dan menghemolisis sel darah. Triterpen tertentu terkenal karena rasanya,

terutama kepahitannya. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh

kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh. Saponin dan glikosida

sapogenin adalah salah satu tipe glikosida yang tersebar luas dalam tumbuhan

(Harborne, 1987). Dikenal dua macam saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


dan glikosida dengan struktur steroid. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol

tetapi tidak larut dalam eter (Robinson, 1995).

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan

busa jika dikocok dalam air dan dalam konsentrasi rendah sering menyebabkan

hemolisis sel darah merah. Saponin merupakan kandungan zat kimia yang

bermanfaat dalam mempengaruhi kolagen (tahap awal perbaikan jaringan) yaitu

dengan menghambat produksi jaringan luka yang berlebihan. (Hutapea, 1999)

f. Polifenol

Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan,

yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua

penyulih hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena

umumnya sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida, dan biasanya

terdapat dalam vakuola sel. Beberapa ribu senyawa fenol telah diketahui

strukturnya. Flavonoid merupakan golongan terbesar, tetapi fenol monosiklik

sederhana, fenil propanoid, dan kuinon fenolik juga terdapat dalam jumlah yang

besar. Beberapa golongan bahan polimer penting dalam tumbuhan seperti lignin,

melanin, dan tanin adalah senyawa polifenol (Harborne, 1987).

g. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada

umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau

lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik

alkaloid sering kali beracun pada manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan

fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Umumnya alkaloid tidak berwarna, bersifat optis aktif dan sedikit yang berupa

cairan pada suhu kamar (Harborne, 1987).

3. Kandungan daun salam

Daun salam (Syzygium polyanthum) diduga dapat menyembuhkan luka.

Kandungan kimia salam antara lain: minyak atsiri 0.05% (teridiri atas sitral,

eugenol, tannin dan flavonoid). Menurut badan POM (2004), kandungan kimia

daun salam adalah tannin, minyak atsiri (salamol, eugenol), flavonoid (quercetin,

quercitrin, myrcetin, myricitrin), seskui terpentriterpenoid, fenol, steroid, sitral,

lakton, saponin dan karbohirat. Kandungan quercetin dalam daun salam sebanyak

560 mg per 100gr (Dewi, 2008).

Puyer daun salam (Syzygium polyanthum Wight) yang digunakan dalam

penelitian ini karena pada daun salam tersebut terdapat beberapa zat aktif yang

dapat menyembuhkan luka. Adapun zat aktif yang terdapat pada daun salam

adalah: tanin, flavonoid, saponin, triterpen, polifenol, alkaloid dan minyak atsiri.

Selain itu didukung oleh pernyataan Priosoeryanto (2003) bahwa kemampuan

menyembuhkan luka diduga akibat kandungan alkaloid, (eritradina, eritrina,

eritramina, hipaforina dan erisovina) yang memiliki sifat khas pahit, mendinginkan

dan membersihkan daerah yang berfungsi sebagai antibiotik, anti inflamasi dan

penghilang rasa sakit.

Flavonoid yang terdapat dalam daun salam (Syzygium polyanthum) terikat

pada gula seperti glikosida. Aglikon flavonoid terdapat dalam satu tumbuhan dalam

beberapa bentuk kombinasi glikosida (Harborne, 1989). Peranan dari flavonoid

yaitu melancarkan peredaran darah seluruh tubuh dan mencegah terjadinya

penyumbatan pada pembuluh darah, mengandung anti inflamasi (anti radang),

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


berfungsi sebagai antioksidan dan membantu mengurangi rasa sakit analgesik

(Hustiantama, 2002).

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan

busa jika dikocok dalam air dan dalam konsentrasi rendah sering menyebabkan

hemolisis sel darah merah. Saponin merupakan kandungan zat kimia yang

bermanfaat dalam mempengaruhi kolagen (tahap awal perbaikan jaringan) yaitu

dengan menghambat produksi jaringan luka yang berlebihan (Hutapea, 1999).

Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan

melibatkankan banyak sel. Proses yang dimaksudkan disini karena penyembuhan

luka melalui beberapa fase. Fase tersebut meliputi, pembekuan darah, inflamasi,

proliferasi, dan fase remodeling (Suriadi, 2004).

Syzygium polyanthum dapat menyembuhkan luka sayat secara bermakna

dengan peningkatan dosis karena kandungan saponin, flafonoid dan tannin.

Saponin sebagai antibiotik, anti mikroba dan penghilang rasa sakit pada fase

inflamasi. Flafonoid sebagai anti inflamasi, anti radang dan anti nyeri dan Tannin

sebagai menghentikan eksudat.

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


E. Daun Sirih

1. Pengertian

Daun sirih memiliki nama latin Piper betle yang lazimnya di kenal

sebagai tumbuhan yang merambat dan biasanya bersandar pada pohon lain ini

mempunyai ciri tanaman yang mampu tumbuh mencapai tinggi 15 meter, sementara

itu untuk batang dari tanaman sirih ini berbentuk bulan dan berwaran kecoklatan

dengan corak ruas-ruas di bagian batangnya seperti layaknya pohon bambu, di

sinilah tempat keluarnya akar dari tumbuhan sirih.

Gambar 1. Daun Sirih

2. Klasifikasi Dalam Ilmu Biologi

Dalam sistem binomial, klasifikasi daun sirih sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae (tidak termasuk) Magnoliidae

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies: Piper betle

3. Kandungan kimia

Daun mengandung minyak atsiri dengan kadar berkisar antara 0,13-0,33%.

Dari laporan lain dikemukakan bahwa minyak atsiri Piper betle terdiri dari

kavibetol, katekol, kadinen, karvakrol, kariofillen, kavikol, 1,8-sineol, estagol,

eugenol, metileugenol, pirokatekin, terpinil asetat, sesquiterpen, triterpen dan

tripterpenoid, b-sitosterol.

Disamping itu juga terdapat senyawa neolignan (piperbetol, metilpiper

betol, peperol A, piperol B), krotepoksida suatu senyawa yang mempunyai potensi

sebagai sitotoksik.

Gambar 1. Struktur Kimia

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


4. Efek biologi

Minyak atsiri daun Piper betle L. mempunyai aktivitas terhadap bakteri

Gram dan Bacillus subtilits, B. megaterium, Diplococcus pnemoniae, Eschericia

coli, Erwinia carotovora, Micrococcus pyogenes, proteus vulgaris, Pseudomonas

solanacearum, Salmonella typhosa, Sarcinia lutea, Shigella dysentriae,

Streptococcus pyogens, Vibrio comma (aktivitas antimikroba tersebut diperkirakan

dari kavikol).

Di samping terhadap bakteri, aktivitas tersebut dapat pula terhadap

berbagai jamur (Asperlgillus niger, A. oryzae, Curvilaria lunata Fusarium

oxysporum). Triterpen dan triterpenoid dapat berefek sebagai antiplateled dan anti-

inflamasi.

Pada pengunyahan campuran daun Piper betle, biji pinang (Areca catechu)

dan kapur akan merubah arekolin menjadi arekaidin sehingga dapat menyebabkan

terjadinya stimulasi syaraf pusat.

Daya hambat terhadap pertumbuhan Staphyllococcus aureus dan

Entamoeba coli minyak atsiri yang diperoleh dengan metode ekstraksi lebih kuat

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


dari pada minyak atsiri yang diperoleh secara destilasi. Sediaan pasta gigi dengan

konsentrasi 0,5 % mempunyai daya antiseptik terhadap Streptococcus alpha.

Minyak atsiri daun pada pengenceran 1:10.000 dapat mematikan

Paramoecium caudatum dalam jangka waktu 5 menit; sedangkan pada

pengenceran 1:4000 dapat menghambat pertumbuhan Vibrio cholerae.

Pengenceran 1:3000 dan 1:2000 dapat menghambat berturut-turut Salmonella

typhosum, Shigella flexneri dan Escherichia coli, Micrococcus pyogenes var.

aureus. Krotepoksida mempunyai potensi sitotoksik. Senyawa fenolik bungan

Piper betle dapat berefek pada sekresi katekolamin.

5. Kegunaan dimasyarakat

Dipakai untuk tujuan pengobatan pada hidung berdarah (mimisen-Jawa),

mulut berbau, mata sakit, radang tenggorokan. Daun dikunyah bersama kapur

(injet-Jawa) bersama biji pinang untuk penguat gigi dan stimulansia; Campuran

tersebut berasa pedas, adsringent; menyebabkan air ludah berwarna merah dan gigi

menjadi berwarna hitam. Banyak digunakan untuk pengobatan penyakit asma,

rheumatic arthritis, rhumatalgia, luka-luka.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Materi Medika Indonesia Jilid I-IV,Direktorat Jenderal


Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014


Anonim, 2013, Penuntun Praktikum Farmakognosi, Universitas Haluoleo,
Kendari.
Bele AA, Anubha K. An overview on thin layer chromatography. IJPSR 2011. 2(2):
256-67.
Djoko Hargono, dkk. 1986. Sediaan Galentika. Jakarta: Widya Bhakti.
Departemen Kesehata RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta.
Ekstraksi menggunakan metode infudasi.www.scribd.com Diakses pada tanggal 13
Oktober 2014.
Gandjar IG, Abdul R. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.
Gritter RJ, James MB, Arthur ES. Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit
ITB. 1991.
Kromatografi Lapis Tipis.2009.
http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html. diakses 13
Oktober 2014.
Pembuatan simplisia dan ekstrak. Suriyana, www.pharmacisthealthcare. Diakses
pada tanggal 13 Oktober 2014.
Thin Layer Chromatography. 2014.
http://www.chemguide.co.uk/analysis/chromatography/thinlayer.html.
diakses 13 Oktober 2014.
Watson. D, 2005, Analisis Farmasi edisi 2, EGC, Jakarta.

Farmakologi Kedokteran FK Unlam/PSPD/2014

You might also like