You are on page 1of 7

Dampak Banjir dan Kekeringan pada Anatomi Paspalum dilatatum

V. VASELLATI, M. OESTERHELD, D. MEDAN, dan J. LORETI


Catedra de Botanica Agricola, Univ. de Buenos Aires, Av., San Martin 4453, RA-1417 Buenos Aires,
Argentina and ecologia. Fac. Agronomia, Univ. de Buenos Aires, Av., San Martin RA-1417 Buenos
Aires, Argentina

Diterima: 13 November 2000 Dikembalikan untuk Revisi: 5 January 2001 Diterima: 30 April
2001 Dipublikasi secara Elektronik 16 July 2001

Paspalum dilatatum menempati posisi topografi yang berbeda pada saat banjir di Pampa, Argentina.
Populasi dari posisi yang berbeda dipengaruhi oleh kekeringan dan banjir, yang keduanya mungkin
terjadi pada musim tanam. Kami menyelidiki sifat konstitutif dan anatomis plastis dari populasi P.
dilatatum dengan membandingkan habitat yang banjir dan kekeringan. Kedua peristiwa tersebut
memberikan efek pada anatomi akar dan pelepah, dan efeknya serupa dengan perbedaan posisi
topografi yang berbeda. Banjir meningkatkan jaringan aerenchymatous di korteks akar dan pelepah
daun dan penurunan jumlah rambut akar per unit panjang akar. Kekeringan menurunkan diameter
pembuluh metaxylem akar, sehingga menurunkan risiko embolisme dan meningkatkan resistensi
aliran, dan meningkatkan jumlah rambut akar, sehingga meningkatkan kemampuan pengambilan air.
Selain respon itu, semuanya menunjukkan karakteristik yang dapat memberi kemampuan untuk
bertahan di saat dari banjir atau kekeringan: tingginya proporsi aerenchyma, yang dapat
mempertahankan aerasi sebelum terjadi respons plastis; Sklerenkim yang dapat mencegah akar dan
pelepah daun tumbang akibat pemadatan tanah; dan endodermis yang dapat melindungi jaringan stele
dari pengeringan. Karakteristik anatomis plastis cenderung berkontribusi pada kemampuan spesies ini
untuk menempati posisi topografi yang jauh berbeda dan untuk menahan sementara variasi
ketersediaan air dan oksigen.

Kata kunci: Banjir, kekeringan, aerenchyma, pembuluh angkut, akar, pelepah daun, anatomi,
Paspalum dilatatum Poir.

PENGANTAR

Tanaman merespon variasi kandungan air tanah dan oksigen melalui penyesuaian morfologi,
anatomis dan fisio logis yang membantu mereka mengatasi beberapa perubahan. Kemampuan
ini memiliki nilai kelangsungan hidup yang tinggi untuk tanaman dari lingkungan yang sering
mengalami fase kekeringan dan banjir, seperti beberapa savana tropis dan padang rumput
sub-lembab (Sarmiento,1984; Soriano, 1992).

Terdapat kesamaan dan perbedaan efek banjir dan kekeringan pada tanaman. Disebabkan
oleh hipoksia di rhizosfer, banjir mengurangi penyerapan air dan konduktansi stomata yang
menyebabkan tanaman yang sensitif terhadap banjir layu dengan cara yang serupa dengan
kekeringan (Jackson dan Drew, 1984). Namun, tanaman banjir merespons kondisi stres ini
dengan meningkatkan produksi akar aerasi seperti aerenchyma, pengembangan adventif,
pemanjangan batang dan daun, dan epinasty yang dapat mengurangi kemungkinan tekanan
air (Jackson dan Drew,1984; Banga et al., 1995).

Kebanyakan dari respon-respon itu tampaknya diperantarai oleh akumulasi etilen dalam
keadaan hipoksia (Jackson dan Drew, 1984; Blom dan Voesenek, 1996; Drew, 1997). Dengan
demikian, kelangsungan hidup dan reproduksi tanaman lahan basah di bawah kondisi air
tergenang tergantung kemampuan mereka mengangkut oksigen dari aerial ke organ bawah
tanah. Difusi oksigen menjaga respirasi aerobik akar, penyerapan nutrisi (Jackson Dan Drew,
1984; Justin dan Armstrong, 1987; Naidoo dkk, 1992; Baruch dan Merida, 1995; Jackson
dan Armstrong, 1999), dan aktivitas rhizosfer (Stoecker et al., 1995). Terdapat perbedaan
intraspesifik yang kuat pada ukuran aerenchyma, dimana aerenchyma memiliki nilai
adaptasi: spesies dari habitat yang sering dilanda banjir menunjukkan ukuran aerenkim yang
jauh lebih besar daripada spesies dari habitat yang jarang atau tidak pernah banjir. Selain itu,
spesies dari habitat yang sering mengalami menunjukkan peningkatan kemampuan merespon
banjir dengan meningkatan ukuran aerenkim (Justin dan Armstrong, 1987). Aerenchyma bisa
bersifat skizogen (terbentuknya ruang antarselular karena pemisahan sel-sel sepanjang lamela
tengahnya) atau lisigen (dibentuk oleh terjadinya penguraian sel sehingga terbentuk ruangan
seperti rongga di korteks) (Jackson dan Drew, 1984). Bentuk ini adalah hasil yang diatur oleh
pemisahan sel dan pembelahan sel yang menciptakan ruang antar sel. Lisigen aerenkim
muncul dari kematian sel dewasa secara sebagian (Jackson dan Armstrong, 1999).

Kekeringan juga mempengaruhi metabolisme dan morfologi tanaman dengan mengurangi


pertumbuhan dan perkembangan. Sebuah sspek penting dari respon tanaman terhadap
kekeringan adalah karena ketersediaan air tanah menurun, ketegangan hidrolik di sepanjang
tanah-tanaman-atmosfer meningkat ke titik di mana kontinuitas ruang air xilem hilang karena
kavitasi (putusnya untaian molekul air ) dan transportasi air berkurang atau terganggu (Tyree
dan Sperry, 1989; Higgs dan Wood, 1995; Atkinson dan Taylor, 1996). Batas ketegangan
xilem sebelum kavitasi berlangsung tergantung pada ukuran saluran (Atkinson dan Taylor,
1996). Saluran dengan diameter lebih besar lebih rentan terhadap kavitasi dibandingkan
dengan diameter yang lebih kecil (Zimmerman, 1983; Carlquist, 1988). Jadi, xilem dengan
diameter pembuluh sempit secara fisiologis lebih terlindungi kavitasi (Rury dan Dickinson,
1984). Seperti dalam kasus aerenkim dan banjir, ada perbedaan interspesifc dalam diameter
pembuluh yang memiliki nilai adaptif: spesies dari habitat yang lebih kering memiliki
pembuluh yang lebih sempit dari pada spesies dari habitat yang lebih lembab (Carlquist,
1988, 1989). Namun, berbeda dengan respon aerenkim terhadap banjir, respon dari diameter
pembuluh belum dipelajari di rumput yang mengalami kekeringan.

Perkembangan rambut akar sangat bergantung pada tingkat kelembaban di sekitar akar
(Uphof Dan Hummel, 1962). Akibatnya, kita menduga spesies yang tinggal di habitat secara
bergantian banjir dan kering berada di bawah tekanan yang kuat untuk mengembangkan
kemampuannya menyesuaikan anatomi dan fisiologi mereka sesuai dengan tempat mereka
tumbuh.

Paspalum dilatatum Poir., rumput yang menempati semua posisi topografi di tempat baniir
Pampa (Argentina), memberikan kesempatan untuk menyelidiki respon anatomi terhadap
banjir dan kekeringan dan variasi intraspecfik. Beberapa populasi dari spesies ini hidup di
habitat yang tidak pernah tergenang air, yang lainnya tinggal di habitat yang sering dibanjiri
pada beberapa bulan, namun yang lain hidup dalam keadaan pertengahan (Cabrera, 1970;
Lemcoff et al, 1978; Burkart et al., 1990). Efek dari banjir menimbulkan beberapa
karakteristik akar pada spesies dari habitat pertengahan (Rubio et al., 1995): akar memiliki
aerenkim yang meningkat. Loreti dan Oesterheld (1996) menunjukkan bahwa penyerapan
akar, yang diukur dengan piknometer, meningkat pada saat banjir dan menurun pada musim
kering pada tanaman yang dikumpulkan dari tiga jenis habitat yang tercantum di atas. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut respon anatomi terhadap banjir dan
kekeringan pada akar dan pelepah daun P. dilatatum dari perbedaan posisi di sepanjang
gradien topografi di padang rumput Pampa yang Banjir.

BAHAN DAN METODE

Kami melakukan eksperimen faktorial dengan Paspalum dilatatum Poir. (Poaceae) yang
diambil dari tiga lokasi yang berbeda di sepanjang gradien topografi dan mengalami tiga
kondisi air eksperimental: kekeringan, pertengahan, dan banjir. Ketiga lokasi tersebut berada
di lokasi Pusat banjir Pampa, Argentina (36 S 58W), yang ditempati oleh komunitas
tumbuhan yang berbeda (Burkart et al., 1990): lokasi dataran tinggi tidak pernah banjir,
lokasi perantara yang dilanda banjir pada periode tertentu hampir setiap tahun, dan lokasi
dataran rendah yang lebih sering dan untuk waktu yang lebih lama mengalami banjir daripada
lokasi perantara. Ketiga komunitas tersebut mengalami musim kemarau (Loreti, unpubl.
Res.). Di setiap lokasi kita mengumpulkan 20 bibit, karena pertumbuhan rumput klon
diasumsikan memilik secara genetis berbeda. Klon dibudidaya dan diperbanyak di rumah
kaca selama 7 bulan, waktu yang dianggap cukup untuk mengaklimasi (penyesuasian) (Loreti
dan Oesterheld, 1996).

Percobaan ini adalah tiga faktorial tiga. Air adalah faktor perlakuan dan lokasi adalah faktor
pembeda (Hulbert, 1984). Air disuplai pada tiga tingkat: Kering, pertengahan atau normal
(kontrol), dan banjir; dan masing-masing lokasi diberikan satu tumbuhan. Setiap kombinasi
air X 20 replikasi (klon) untuk daerah pertengahan atau normal dan dataran rendah dan 18
untuk lokasi dataran tinggi. Tidak semua klon dianalisis dalam makalah ini.

Tanaman percobaan ditanam pada pasir di pot plastik dengan tinggi 16 cm dan diameter 11
cm tanpa lubang drainase. Pot dalam percobaan banjir secara permanen diberi air sekitar 2
cm di atas permukaan pot (Konten air : air 34%). Volume air pada pot kontrol : 8 -11%
yang mana sesuai dengan keadaan di tanah berpasir (Hillel, 1971). Pot dalam percobaan
kekeringan dipertahankan pada : 2-5%. Semua tanaman menerima 50 ml larutan Hoagland
setiap minggu dibagi dalam 5 dosis yaitu masing-masing 10 ml.

Tanaman dipanen pada hari ke 50, hari akhir percobaan. Akar dicuci dengan hati-hati. Akar
yang memiliki penampilan (warna dan tekstur) dan diameter sama dipilih untuk memperkecil
kemungkinan perbandingkan akar itu berawal dari waktu yang berbeda dari percobaan
berlangsung. Bagian akar dipotong 30 sepanjang 3 mm dari ujung akar. Segmen dari
pelepah daun dari bagian basal anakan, yang mana secara permanen tergenang air dalam
tanaman berair, juga dipotong. Jaringan ini diawetkan dalam asam formalin - asetat - Etanol -
air (5: 5: 60: 30) sampai pengolahan untuk optik mikroskopi. Memotong tipis setebal 20 m
dari akar dan pelepah daun lalu diwarnai dengan 50% larut dalam air Safranin dan dipasang
di gelatin-gliserin. Untuk setiap klon, hingga sepuluh bagian dipilih secara acak untuk
observasi. Pengukuran berikut dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik (Zeiss
Axioplan, Zeiss, Oberkochen, Jerman) terhubung ke penganalisis gambar (Imagenation Px,
Imagenation Corporation, Beaverton, Oregon, AS): (1) Persentase aerenkim pada akar dan
pelepah daun (rasio antara daerah yang ditempati aerenkim dan total lintas luas penampang);
(2) diameter bagian dalam (i.e. terluas, lihat Gambar 1 D-E) pembuluh metaxylem (dinding
sel tidak termasuk; Carlquist, 1988); Dan (3) jumlah rambut akar di sepanjang potongan.
Untuk setiap Variabel, signifikansi statistik di antara keduanya percobaan dan asal mula
ditentukan oleh dua arah ANOVA dan tes Tukey.
HASIL

Struktur akar dipengaruhi oleh kekeringan dan banjir. Struktur pelepah daun hanya
dipengaruhi oleh banjir. Sebaliknya, efek dari lokasi asal dan interaksi antara kedua faktor itu
tidak bersifat signifikan (P = 0,10 atau lebih, tergantung pada variabel respon dan perlakuan).
Dengan demikian, data untuk berbagai lokasi asal dikumpulkan untuk analisis lebih lanjut.

Akar

Akar P. dilatatum menunjukkan respon besar pada aerenchyma. Pada korteks akar tanaman
kontrol, ada sel radial menghasilkan ruang udara di antaranya, dan beberapa sel tampak
kempis (Gambar 1A). Dalam potongan melintang, ada cincin pemanjangan dari sklerenkim di
bawah eksodermis (Gambar 1A, panah). Sekitar silinder pusat, ada endodermis dan 3-4
lapisan sel parenkim di luarnya, sedangkan di dalam silinder pusat ada zona besar sklerenkim
(Gambar 1D).

Banjir meningkatkan secara signifikan (sekitar 44%) ukuran aerenkim di korteks akar (F2, 23
= 3,7; P = 0,04); (Gambar 1C, Tabel 1). Aerenkim tambahan ini dihasilkan dari sel yang lisis
dan deflasi. Jumlah aerenkim pada tanaman kekeringan sedikit lebih rendah dari pada
tanaman kontrol, tapi perbedaan ini tidak signifficant (Gambar 1B, Tabel 1).

Jumlah rambut akar meningkat pada kondisi kekeringan dan menurun pada kondisi banjir
(F2,29 = 47,05; P = 1,6 x 109; Tabel 1, Gambar. 1B dan C). Kekeringan menurunkan
diameter pembuluh metaxylem akar sebesar 22% (F2,27 = 4,3; P = 0,02, Tabel 1, Gambar. 1D
dan E). Ini merupakan pengurangan 38% di daerah penampang.

Pelepah daun

Aerenkim ditemukan di antara kumpulan pembuluh angkut di penampang pelepah daun P.


dilatatum.

Banjir yang terjadi di lokasi meningkatkan aerenchyma oleh 60% (F2,26 = 10,8; P = 0,0008;
Tabel 1, Gambar 1F dan G) melalui peningkatan ukurannya. Perbedaan signifikan ditemukan
antara tanaman di lokasi kekeringan dan tanaman kontrol (Tabel 1).

PEMBAHASAN

Paspalum dilatatum menanggapi banjir dengan menambahkan aerenkim pada akar dan
pelepah daun, menanggapi kekeringan dengan menurunkan diameter pembuluh metaxylem.
Bahkan, jumlah akar rambut meningkat di bawah kekeringan dan menurun di bawah banjir.

Peningkatan aerenkim adalah respons adaptif umum tanaman untuk anoxia tanah (Jackson
dan Drew, 1984; Justin dan Armstrong, 1987; Jackson dan Armstrong, 1999). Di Paspalum
dilatatum, aerenkim diproduksi di bawah banjir dibentuk oleh lisis sel dan deflasi sel.
Aerenchyma itu ditemukan di kedua pelepah dan akar memberikan saling berhubungan
sistem saluran udara, memungkinkan gas menyebar atau berventilasi dari tanah di atas ke
organ di bawah tanah, dan dengan demikian membantu menjaga pernapasan aerobik dan
rizosfer oksigenasi (Blom dan Voesenek, 1996; Jackson dan Armstrong, 1999). Karakteristik
ini sangat penting kelangsungan hidup tumbuhan yang tumbuh di tanah yang rawan banjir.

Ukuran aerenkim sering dijadikan untuk membedakan tanaman toleran banjir dan tanaman
yang tidak toleran terhadap banjir. Di lahan basah, ada sebagian besar aerenkim di organ di
atas tanah dan di bawah tanah (Pezeshki, 1994). Sebaliknya, sebagian besar spesies kering
memiliki porositas akar di bawah 7% (Justin dan Armstrong, 1987). Proporsi yang tinggi dari
aerenkim di akar dan pelepah P. Dilatatum sebanding dengan yang diamati pada spesies lahan
basah yang khas.

Sedangkan klon dari berbagai posisi sepanjang hidric gradien menunjukkan tidak ada
perbedaan proporsi aerenkim, mereka menunjukkan respon diferensial banjir dalam hal
pertumbuhan (Loreti dan Oesterheld, 1996): banjir mengurangi pertumbuhan klon dari daerah
dataran tinggi dengan 11%, meningkat 10% pada klon dari dataran rendah, dan tidak
mempengaruhi pertumbuhan klon dari lokasi perantara. Dengan demikian, respons
pertumbuhan diferensial tidak mungkin terjadi dijelaskan oleh perubahan anatomis,
setidaknya pada sifat kita diselidiki. Namun, toleransi secara keseluruhan tinggi ini spesies
menjadi banjir (kisaran -11 sampai 10%) jelas dapat terjadi terkait dengan tingginya tingkat
aerodinamika konstitutif dan kemampuan untuk meningkatkan kadar melalui lisis sel.

Sedangkan formasi aerenkim bisa mengatasi efek hipoksia, mungkin juga melemahkan
struktur akar. Setelah banjir, saat tanah menjadi lebih padat, struktur aerenkim bisa runtuh di
bawah tekanan eksternal dan jumlah jaringan akar fungsional mungkin dikurangi (Engelaar et
al., 1993). Selain itu, diinjak-injak oleh sapi meningkatkan kepadatan tanah di banjir Pampa
(Taboada dan Lavado, 1993). Sel-sel sklerenkim dapat membantu mencegah runtuhnya
korteks akibat pemadatan tanah. Di pelepah daun, peran ini akan dimainkan oleh diafragma
dan serat bundel, yang akan memperkuat jaringan aerenkim (Sculthorpe, 1967).

Kami menemukan bahwa diameter pembuluh xilem pada akar di Paspalum dilatatum
menurun secara signifikan di bawah kekeringan. Sepengetahuan kami, ini adalah laporan
pertama semacam itu menanggapi kekeringan di rerumputan. Diameter pembuluh tampaknya
erat dan berkorelasi positif dengan volume air dan berbanding terbalik dengan `keselamatan'
sistem konduktif (Carlquist, 1980; Salleo dan Lo Gullo, 1986). Pembuluh lebih cenderung
menjadi lebih besar sebagai tingginya ketegangan di bawah defisit air, mengakibatkan
kavitasi (Tyree dan Sperry, 1989; Atkinson dan Taylor, 1996). Pembuluh yang lebih sempit
menjaga kolom air di bawah ketegangan yang lebih tinggi karena memiliki rasio volume dan
volume yang lebih besar, dan proporsi molekul air yang lebih tinggi terikat ke dinding
(Carlquist, 1989). Pembuluh yang sempit mungkin juga meningkatkan daya tahan terhadap
air yang mungkin menguntungkan di bawah kekeringan pembentukan pembuluh yang sempit
di kayu akhir sering terjadi pada dikotilelit toleran kekeringan (Tanaman keras berumur
pendek dan berumur pendek dengan tanaman sekunder struktur) (Carlquist, 1985; Arnold dan
Mauseth, 1999). Nilai adaptif pembuluh angkut yang sempit terletak pada peningkatan
keamanan kolom air di kapiler sempit, yang akan dicapai secara plastis setidaknya di
Paspalum dilatatum dengan mengurangi risiko emboli, kekeringan. Eksodermis mungkin
diharapkan memiliki fungsi pelindung (seperti halnya endodermis) selama kekeringan dan
untuk melindungi akar dari serangan oleh patogen tanah (Peterson, 1992; Stasovski dan
Peterson, 1993). Itu Kehadiran endodermis yang mencolok mungkin berperan dalam
mencegah runtuhnya bagian dalam akar dan dalam melindungi jaringan stelar dari
pengeringan, seperti yang telah terjadi ditemukan di akar yang terpapar tanah pengeringan
(Sharp dan Davies, 1985; Peterson, 1992; Allaway dan Ashford, 1996).

Kami juga menemukan bahwa kepadatan rambut akar menunjukkan respon, perkembangan
rambut akar tergantung pada tingkat kelembaban di sekitar akar; jumlah akar rambut per
satuan panjang menurun dengan tingkat kelembaban yang tinggi dan meningkat dengan
kelembaban rendah (Uphof and Hummel, 1962). Meningkatnya jumlah rambut akar di bawah
kekeringan dapat mengimbanginya ketersediaan air yang rendah melalui perluasan menyerap
permukaan akar, yang akan menopang kadar air dan serapan hara. Berkurangnya jumlah
rambut akar di bawah banjir mungkin berhubungan dengan yang lebih rendah pembatasan
pergerakan air dan nutrisi ke akar permukaan dan akibatnya perannya lebih kecil dimainkan
oleh eksplorasi microsites baru oleh akar.

Kesimpulannya, kelangsungan hidup Paspalum dilatatum di posisi topografi yang berbeda di


Flooding Pampa, dengan lokasi yang banjir dan kekeringan, hasilnya dari kedua karakteristik
anatomi konstitutif dan kemampuan untuk menunjukkan respon plastik terhadap kejadian
gangguan.

You might also like