You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI
Di Ruang Intensif Pria Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin

Tanggal 27-02-2017 Sampai 11-03-2017

Oleh :

ARIEF HIDAYAT, S. Kep


NIM. 1630913320004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI
Di Ruang Intensif Pria Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Banjarmasin

Tanggal 27-02-2017 Sampai 11-03-2017

Oleh :

ARIEF HIDAYAT, S. Kep


NIM. 1630913320004

Banjarmasin, Februari 2017

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Dhian Ririn Lestari, S.Kep., Ns., M.Kep Ahmad Syamsudin, S.Kep., Ns


NIP. 19801215 200812 2 003 NIP. 19850909 201101 1 002
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

1. DEFINISI
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupasuara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada.

Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses
diterimanya, stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan
ke otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan
persepsi.

2. ETIOLOGI
Stuart and Sunden (1998 : 305) mengemukakan faktor predisposisi dari
timbulnya halusinasi, antara lain:

a. Faktor Biologis
1) Abnormalitas otak seperti : lesi pada areo frontal, temporal dan
limbic dapat menyebabkan respon neurobiologist
2) Beberapa bahan kimia juga dikaitkan dapat menyebabkan respon
neurbiologis misalnya: dopamine neurotransmiter yang berlebihan,
ketidakseimbangan antara dopamine neurotransmiter lain dan
masalah-masalah pada sistem receptor dopamine.
b. Faktor sosial Budaya
Stres yang menumpuk, kemiskinan, peperangan, dan kerusuhan,
dapat menunjang terjadinya respon neurobiologis yang maladaftive.
c. Faktor Psikologis
Penolakan dan kekerasan yang dialami klien dalam keluarga dapat
menyebabkan timbulnya respon neurobiologis yang maladaftive
Stuart and sunden (1998: 310) juga mengemukakan faktor pencetus
terjadinya halusinasi antara lain:

a. Faktor biologis
Gangguan dalam putaran balik otak yang memutar proses informasi dan
abnormaltas pada mekanisme pintu masuk dalam otak mengakibatkan
ketidakmampuan menghadapi rangsangan. Stres biologis ini dapat
menyebabkan respon neurobiologis yang maladaftive.
b. Faktor Stres dan Lingkungan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan merupakan stressor
lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan perilaku. Klien berusaha
menyesuaikan diri terhadap stressor lingkungan yang terjadi.
c. Faktor Pemicu Gejala
1) Kesehatan
Gizi yang buruk, kurang tidur, kurang tidur, keletihan, ansietas
sedang sampai berat, dan gangguan proses informasi.
2) Lingkungan
Tekanan dalam penampilan (kehilangan kemandiri dalam melakukan
aktivitas sehari-hari), rasa bermusuhan dan lingkungan yang selalu
mengkritik, masalah perumahan, gangguan dalam hubungan
interpersonal, kesepian (kurang dukungan sosial), tekanan pekerjaan,
keterampilan sosial, yang kurang, dan kemiskinan.
3) Sikap/ perilaku
Konsep diri yang rendah, keputusasaan (kurang percaya diri),
kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas, perilaku amuk dan
agresif.
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan
gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi
yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat
juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang
meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-
obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat
diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada
individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya
pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi
pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor
pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping
dan mekanisme koping.

3. JENIS HALUSINASI
Menurut Stuart dan Sundeen,(1998: 306-307), halusinasi terbagi menjadi :
1. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara, paling sering suara orang, berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien, untuk
menyelesaikan percakapan antara dua orang atau lebih tentang orang
yang sedang berhalusinasi, kadang-kadang suara memerintahkan untuk
melakukan hal yang berbahaya. Perilaku yang tampak melirikkan mata
kekiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang
berbicara, mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang
sedang tidak berbicara atau kepada benda mati, terlibat percakapan
dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak,
menggerak-gerakkan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.

2. Halusinasi Penglihatan
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometrik,
gambar karton, dan/atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan
dapat sesuatu yang menyenangkan atau yang menakutkan seperti
monster.

3. Halusinasi Penciuman
Membau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti darah, urin,
atau feces. Kadang-kadang terhidu bau harum.

4. Halusinasi Pengecapan
Merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan seperti rasa darah,
urin atau feces.

5. Halusinasi Perabaan
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.

6. Senestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urin.

4. PROSES TERJADINYA HALUSINASI


Menurut Yosep, 2009 proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4 tahap yaitu:

a. Tahap pertama (Sleep Disorder)


Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkan dengan tingkat
ansietas sedang, secara umum halusinasi bersifat menyenangkan. Adapun
karakteristik yang tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi
mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa takut serta
mencoba memusatkan penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas.
b. Tahap kedua (Comforthing)
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan
tingkat kecemasan yang berat. Adapun karakteristik yang tampak pada
individu yaitu individu merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha
untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersiapkan, individu mungkin
merasa malu dengan pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain.
c. Tahap ketiga (Codemning)
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan tingkat
ansietas berat, pengalaman sensori yang dirasakan individu menjadi penguasa.
Adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah orang yang
berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasinya dan
membiarkan halusinasi tersebut menguasai dirinya, individu mungkin
mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir.
d. Tahap keempat (Controling)
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan tingkat
ansietas panic. Adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah
pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah, dimana halusinasi bisa berlangsung beberapa jam atau beberapa hari,
apabila tidak ada intervensi terapeutik.

5. TANDA DAN GEJALA


Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang
yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya,
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan
realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
5. RENTANG RESPON

Respon Adaptif Respon neurologic Respon Maladaptif

1. Pikiran logis. 1. Perilaku kadang 1. Kelainan


2. Persepsi akurat.
menyimpang. pikiran/delusi
3. Emosi konsisten
2. Ilusi.
halusinasi.
dengan 3. Reaksi emosional
2. Ketidakmampuan
pengalaman. berlebihan atau kurang
untuk mengalami
4. Perilaku sesuai. 4. Perilaku ganjil/tidak
5. Hubungan sosial. emosi.
lazim.
3. Ketidakteraturan
5. Menarik diri.
4. Isolasi sosial.

6. MEKANISME KOPING
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik. Untuk mengurangi tingkat
kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada
permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi
kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang.
2. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk
ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan
yang akan di lakukan.
3. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian
dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
4. Melaksanakan program terapi dokter. Sering kali pasien menolak obat yang di
berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya.
Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati
agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
5. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
6. Memberi aktivitas pada pasien. Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk
melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan
kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan
nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Keluarga pasien
dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan
pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar
laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu
tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan

7. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor, sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan
pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tangggal
MRS, informan, tangggal pengkajian, Nomor Rumah klien dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa mengkritik diri sendiri.
1. Factor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi,
kecelakaan dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu
yang terjadi ( korban perkosaan, dituduh kkn, dipenjara tiba tiba) perlakuan
orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.
2. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.
3. Aspek Psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatip tentang tubuh .
Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan.
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua, putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya: mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri.
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga
social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang
diikuti dalam masyarakat.
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
6) Status mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan
kurang berharga dalam hidup.
7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam
dan diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya
pada orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.

6. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri,


orang lain dan
lingkungan

Perubahan persepsi
sensori; halusinasi
dengar dan lihat

Isolasi sosial; menarik


diri

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Klien HALUSINASI


Sp pasien Sp Keluarga
Strategi Pelaksanaan 1 Strategi Pelaksanaan 1
1. Identifikasi halusinasi : dengan mendiskusikan isi, frekuensi, 1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
waktu terjadi situasi pencetus, perasaan dan respon merawat pasien
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi : hardik, obat, bercakap- 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala serta proses terjadinya
cakap, melakukan kegiatan. halusinasi (gunakan booklet)
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan menghardik 3. Jelaskan cara merawat pasien dengan halusinasi.
4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik. 4. Latih cara merawat halusinasi : hardik
5. Anjurkan membantu pasiensesuai jadwal dan beri pujian.
Strategi Pelaksanaan 2 Strategi Pelaksanaan 2
1. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat / melatih pasien
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6 menghardik beri pujian
benar obat, jenis, guna, dosis, frekuensi, kontinuitas minum 2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
obat) 3. Latih cara memberikan / membimbing minum obat
3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian
4. Jelaskan akibat jika obat tidak diminum sesuai program
5. Jelaskan akibat putus obat
6. Jelaskan cara berobat
7. Masukan pada jadwal kegiatan kegiatan untuk latihan
menghardik dan beri pujian.
Strategi Pelaksanaan 3 Strategi Pelaksanaan 3
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik dan obat. Beri pujian. 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat / melatih pasien
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dalam menghardik dan memberikan obat. Beri pujian
ketika halusinasi muncul 2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, untuk mengontrol halusinasi
minum obat, dan bercakap-cakap. 3. Latih dan sediakan waktu untuk bercakap-cakap dengan
pasien terutama saat halusinasi
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan
pujian.
Strategi Pelaksanaan 4 Strategi Pelaksanaan 4
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, penggunaan obat dan 1. Evaluasi kegoatan keluarga merawat / melatih pasien
bercakap-cakap. Beri pujian menghardik, memberikan obat dan bercakap-cakap. Beri
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan pujian
harian (mulai 2 kegiatan) 2. Jelaskan follow up ke RSJ / PKM, tanda kambuh, rujukan.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal. Beri pujian.
minum obat, bercakap-cakap dan kegiatan harian.
Strategi Pelaksanaan 5 Strategi Pelaksanaan 5
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, minum obat, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dala merawat / melatih pasien
bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan harian. Beri pujian menghardik, minum obat, bercakap-cakap, kegiatan harian
2. Latih kegiatan harian dan follow up. Beri pujian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri 2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol 3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ /
PKM
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.


Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.


Yogyakarta : Momedia

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 2006. Jakarta :
Prima Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan


Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC

You might also like