You are on page 1of 9

a) Definisi Kegawatdaruratan Maternal

Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan

meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa,

kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan

dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan

persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),

perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.

b) Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri

Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik , yaitu :

1. Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20

minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan,

perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian

janin.Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau sedang, demam

(menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.

Etiologi

Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum

menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa

faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik,

lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang

sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan,

tembakau, alkohol dan infeksi virus.


2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh

darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang

menahun.

3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti

radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.

4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim,

kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara

umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.

Klasifikasi

Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :

a) Abortus Komplet. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari

20 minggu.

b) Abortus Inkomplet. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang

tertinggal.

c) Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah

mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.

d) Abortus Iminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan

jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.

e) Missed Abortion. Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam

kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam

kandungan.

f) Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.

g) Abortus Infeksius. Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.

h) Abortus Septik. Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan produknya

kedalam sirkulasi sistemik ibu.


Penanganan

Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut jenis

abortus yang dialami, antara lain :

a) Abortus Komplet. Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya apabila

menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan

yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.

b) Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan

dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien

dianjurkan untuk rawat inap.

c) Abortus Insipiens. Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12

minggu yang disertai dengan perdarahan.

d) Abortus Iminens. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam

pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran

darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.

e) Missed Abortion. Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang plasenta melekat erat

pada rahim.

Terapi

Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex,

Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan

perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok

hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika

kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian

Methergin. Pada abortus pada demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin,

ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.


2. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)

Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar

endometrium kavum uteri.

Penyebab

Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada

jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi kehamilan

di ovarium.

Tanda dan Gejala

Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba),

hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum

douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal,

gejalanya sebagai berikut:

1. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen bagian

atas.

2. Abdomen tegang.

3. Mual.

4. Nyeri bahu.

5. Membran mukosa anemis.

Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg,

wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas

pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.

Diagnosis

Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan per

vagina tidak teratur (tidak selalu).

Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

1. Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.

2. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari

adneksa yang menjadi sumber perdarahan.

3. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak

mungkin dikeluarkan.

Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :

1. Kondisi penderita pada saat itu,

2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,

3. Lokasi kehamilan ektopik.

4. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba

yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG

(kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih

adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.

Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :

1. Transfusi, infus, oksigen,

2. Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa

darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat

dan harus dirawat inap di rumah sakit

Terapi

Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel,

Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.


3. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)

Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam

rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal,

dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga

dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai

fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai

tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya

terdapat sedikit pembuluh darah.

Etiologi

Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin

dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain: Faktor ovum, di mana

ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi

terlambat dikeluarkan, Imunoselektif dari trofoblast, Keadaan sosioekonomi yang rendah,

Paritas tinggi, Kekurangan protein dan Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

Klasifikasi

1. Mola Hidatidosa Sempurna

a. Mola Sempurna Androgenetic

b. Mola Sempurna Biparental

2. Mola Hidatidosa Parsial

Tanda dan gejala

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan

biasanya terjadi pada minggu ke 14 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan

biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah

darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala, yaitu :
a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS

b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):

c. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak

dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab

d. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan

tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).

Manifestasi Klinis

1. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.

2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan

gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama

berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan

anemia defisiensi besi.

3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia

kehamilan.

4. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.

5. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.

6. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24

7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti

8. Gejala Tirotoksikosis

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang

seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda

dan gejala klasik yakni:


1. Perdarahan vaginam

2. Hiperemesis

3. Hipertiroid

Penatalaksanaan

1. Perbaiki keadaan umum.

2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis

servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.

3. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum

penderita.

4. 7 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan

sisa-sisa jaringan.

5. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, paritas

4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

Pengawasan Lanjutan

1. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.

2. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada Triwulan

pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya,

setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

3. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :

1) Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan

2) Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak

3) Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil negatif, 1x

per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per 3
bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya

keganasan

4) Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

You might also like