You are on page 1of 27

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemberian Kolostrum

1. Definisi

Kolostrum adalah, cairan pelindung yang kaya akan zat anti infeksi dan

berprotein tinggi yang keluar dari hari pertama sampai hari keempat atau ketujuh

setelah melahirkan (Utami Roesli, 2004). Kolostrum adalah cairan pertama yang

disekresi oleh kelenjar payudara (Soetjiningsih, 1997). Kolostrum adalah ASI

stadium I dari hari pertama sampai hari keempat. Setelah persalinan komposisi

kolostrum mengalami perubahan. Kolostrum berwarna kuning keemasan yang

disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup (Purwanti, 1997).

2. Kandungan Kolostrum

Kolostrum penuh dengan zat antibody (zat pertahanan tubuh untuk

melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh) dan immunoglobulin (zat

kekebalan tubuh untuk melawan infeksi penyakit). Kolostrum mengandung zat

kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (mature). Zat kekebalan yang

terdapat pada ASI akan melindungi bayi dari penyakit diare. Kandungan dari

kolostrum antara lain:

a. Protein : 8,5%

b. Lemak : 2,5%

c. Karbohidarat : 3,5%

d. Garam dan Mineral : 0,4%

e. Air : 85,1%
9

f. Vitamin A,B,C,D,E, dan vitamin K dalam jumlah yang sangat sedikit.

g. Leukosit (sel darah putih)

h. Sisa epitel yang mati.

Kekebalan bayi akan bertambah dengan adanya kandungan zat-zat dan

vitamin yang terdapat pada air susu ibu tersebut, serta volume kolostrum yang

meningkat dan ditambah dengan adanya isapan bayi baru lahir secara terus

menerus. Hal ini yang mengharuskan bayi segera setelah lahir ditempelkan ke

payudara ibu, agar bayi dapat sesering mungkin menyusui.

Kandungan kolostrum inilah yang tidak diketahui ibu sehingga banyak ibu

dimasa setelah persalinan tidak memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir

karena pengetahuan tentang kandungan kolostrum itu tidak ada.

3. Pembentukan Kolostrum

Tubuh ibu mulai memproduksi kolostrum pada saat usia kehamilan tiga

sampai empat bulan. Tapi umumnya para ibu tidak memproduksinya kecuali saat

ASI ini bocor sedikit menjelang akhir kehamilan. Pada tiga sampai empat bulan

kehamilan, prolaktin dari adenohipofise (hipofiseanterior) mulai merangsang

kelenjar air susu untuk menghasilkan kolostrum. Pada masa ini pengeluaran

kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan progesterone, tetapi jumlah prolaktin

meningkat hanya aktivitas dalam pembuatan kolostrum yang ditekan.

Sedangkan pada trimester kedua kehamilan, laktogen plasenta mulai

merangsang pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan hormon-hormon

terhadap pengeluaran air susu telah didemonstrasikan kebenarannya bahwa

seorang ibu yang melahirkan bayi berumur empat bulan dimana bayinya

meninggal tetap keluar kolostrum Banyak wanita usia reproduktif ketika ia


10

melahirkan seorang anak tidak mengerti dan memahami bagaimana pembentukan

kolostrum yang sebenarnya sehingga dari ketidaktahuan ibu tentang pembentukan

kolostrum ia akhirnya terpengaruh untuk tidak segera memberikan kolostrum

pada bayinya.

4. Refleks-refleks yang berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran

air susu

Pada seorang ibu yang menyusui dikenal dua refleks yang masing-masing

berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu, yaitu:

a. Refleks prolaktin

Seperti yang telah dijelaskan bahwa menjelang akhir kehamilan terutama

hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, namun

jumlah kolostrum terbatas karena aktifitas prolaktin dihambat oleh

estrogen dan progesterone yang kadarnya memang tinggi. Setelah

melahirkan berhubung lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya korpus

luteum, maka estrogen dan progesterone sangat berkurang. Ditambah lagi

dengan hisapan bayi yang merangsang ujung-ujung syaraf sensorik yang

berfungsi sebagai reseptor mekanik.

Rangsangan ini berlanjut ke hypothalamus yang akan menekan

pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan

sebaliknya, merangsang adenohypofise (Hipofise Anterio ) sehingga keluar

prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi membuat

air susu. Pada ibu menyusui kadar prolaktin akan normal tiga bulan setelah

melahirkan sampai penyapihan anak. Sedangkan pada ibu yang tidak

menyusui kadar prolaktin akan normal pada minggu kedua sampai ketiga.
11

b. Refleks Let Down

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin adenohypofise, rangsangan

yang berasal dari hisapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohypofise

(Hypofise posterior) yang kemudian mengeluarkan oksitosin yang

menyebabkan kontraksi sel-sel miopitel. Hisapan bayi memicu pelepasan

dari alveolus mamma melalui duktus ke sinus laktiferus dimana ia akan

disimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI di dalam sinus akan tertekan

keluar kemulut bayi. Pelepasan dapat terjadi bila ibu mendengar bayi

menangis atau sekedar memikirkan tentang bayinya (Pusdiknakes, 2003).

Ibu-ibu setelah melahirkan belum mengetahui tentang reflek yang terjadi

yang berhubungan dengan pemberian kolostrum nantinya, sehingga ibu

tidak memberikan kolostrum tersebut secara nyata pada bayi baru lahir.

5. Manfaat Kolostrum

Kolostrum sangat penting bagi pertahanan tubuh bayi karena kolostrum

merupakan imunisasi pertama bagi bayi. Manfaat kolostrum antara lain (Utami

Roesli, 2004) :

a. Membantu mengeluarkan mekonium dari usus bayi karena kolostrum

merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan

mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih

dan siap menerima ASI.

b. Melindungi bayi dari diare karena kolostrum mengandung zat

kekebalan tubuh 10-17 kali lebih banyak dibandingkan susu matang.

c. Melawan zat asing yang masuk ke tubuh bayi

d. Melawan infeksi penyakit oleh zat-zat kekebalan tubuh


12

e. Menghalangi saluran pencernaan menghidrolisis (menguraikan)

protein

f. Mengeluarkan kelebihan bilirubin sehingga bayi tidak mengalami

jaundice (kuning) dimana kolostrum mempunyai efek laktasif

(Pencahar).

g. Berperan dalam gerak peristaltik usus (gerakan mendorong makanan)

h. Menjaga keseimbangan cairan sel

i. Merangsang produksi susu matang (mature)

j. Mencegah perkembangan kuman-kuman pathogen

Keseluruhan manfaat daripada kolostrum di atas banyak tidak

diketahui oleh ibu-ibu setelah melahirkan. Padahal manfaat tersebut sudah

seringkali diberitakan melalui media, ataupun melalui penyuluhan yang

diberikan oleh bidan desa. Namun banyak ibu tetap tidak mau segera

memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir dengan alasan mereka

belum diberitahu tentang manfaat kolostrum tersebut.

6. Aspek kekebalan Tubuh Pada Kolostrum

Aspek-aspek kekebalan tubuh pada kolostrum antara lain:

a. Immunoglobin

Fraksi protein dari kolostrum mengandung antibody yang serupa dengan antibody

yang terdapat di dalam darah ibu dan yang melindungi terhadap penyakit karena

bakteri dan virus yang pernah diderita ibu atau yang telah memberikan immunitas

pada ibu. Immunoglobulin ini bekerja setempat dalam saluran usus dan dapat juga

diserap melalui dinding usus dalam sistem sirkulasi bayi. Yang termasuk dalam

antibody ini adalah IgA, IgB, IgM, IgD, dan IgE.


13

2. Laktoferin

Laktoferin merupakan protein yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap zat

besi. Bersamaan dengan salah satu immunoglobulin (IgA), laktoferin mengambil

zat besi yang diperlukan untuk perkembangan kuman E.coli, stafilokokus dan

ragi. Kadar yang paling tinggi dalam kolostrum adalah 7 hari hari pertama

postpartum. Efek immunologis laktoferin akan hilang apabila makanan bayi

ditambah zat besi.

3. Lisosom

Bersama dengan IgA mempunyai fungsi anti bakteri dan juga menghambat

pertumbuhan berbagai macam-macam virus. Kadar lisosom dalam kolostrum dan

ASI lebih besar dibandingkan dalam air susu sapi.

4. Faktor antitripsin.

Enzim tripsin berada di saluran usus dan fungsinya adalah untuk memecah

protein, maka antitripsin di dalam kolostrum akan menghambat kerja tripsin.

5. Faktor bifidus

Lactobacilli ada di dalam usus bayi yang membutuhkan gula yang mengandung

nitrogen, yaitu faktor bifidus. Faktor bifidus berfungsi mencegah pertumbuhan

organisme yang tidak diinginkan, seperti E.coli, dan ini hanya terdapat di dalam

kolostrum dan ASI.

6. Lipase

Berfungsi sebagai zat anti virus.

7. Anti stafilokokus

Berfungsi melindungi bayi terhadap bakteri stafilokokus


14

8. Laktoferoksidase

Berfungsi membunuh streptokokus

9. Komponen komplemen

Mengandung komplemen C3 dan C4 yang berfungsi sebagai faktor pertahanan.

10. Sel-sel fagositosis

Dapat melakukan fagositosis terutama terhadap stafilokokus, E.coli dan candida

albican.

Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya bayi belum dapat

membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Faktor faktor pelindung ini

semua ada di dalam ASI yang mature maupun di dalam kolostrum. Pemberian

kolostrum secara awal pada bayi dan pemberian ASI terus menerus merupakan

perlindungan terbaik yang dapat diberikan kepada bayi terhadap penyakit

(Pusdiknakes, 2003).

Kolostrum mengandung anti kekebalan tidak menjadi suatu hal yang

utama pada ibu-ibu setelah melahirkan. Kebanyakan mereka tidak segera

memberikan kolostrum karena menganggap kolostrum bukanlah pengaruh yang

terpenting buat masa depan bayi mereka. Serta akibat dari pengetahuan yang serba

terbatas sehingga mereka tidak mampu mencerna makanan dari pemberian

kolostrum.

7. Empat Belas Hal Terpenting Dari Kolostrum

Kolostrum adalah anugerah yang tak ternilai harganya dari Tuhan yang khusus

diberikan untuk si kecil tercinta. Beberapa fakta menunjukkan mengapa kolostrum

harus diberikan kepada bayi baru lahir, diantaranya ada dalam 14 hal terpenting

dari kolostrum:
15

a. Kolostrum (sering disebut ASI jolong) adalah ASI pertama yang

diproduksi payudara ibu selama hamil.

b. Kolostrum adalah air susu yang keluar sejak ibu melahirkan sampai usia

bayi 4-7 hari. Bisa berupa cairan bening atau kuning keemasan kental.

Jumlah kolostrum memang sedikit (150-300 cc per hari) namun hebat

dalam kemampuan, sehingga diibaratkan bensin beroktan tinggi. Susu

special ini rendah lemak namun tinggi karbohidrat dan protein.

c. Komposisi kolostrum berbeda dengan ASI yang keluar pada hari ke 4-7

sampai hari ke-10 14 kelahiran (ASI transisi) dan juga berbeda dengan

ASI yang keluar setelah hari ke-14 (ASI matang).

d. Kolostrum full antibody dan immunoglobulin. Kolostrum mengandung

sejumlah besar sel-sel hidup sehingga kolostrum bisa dianggap vaksin

alami pertama yang 100% aman.

e. Kolostrum mengandung zat kekebalan tubuh 10-17 kali lebih banyak

dibandingkan susu matang yang berfungsi melindungi bayi dari diare dan

infeksi.

f. Kolostrum juga mengandung leukosit atau sel darah putih dalam jumlah

tinggi yang dapat menghancurkan bakteri dan virus penyebab penyakit.

g. Kolostrum mengandung mineral lebih tinggi, terutama potassium, sodium,

dan klorida yang berfungsi dalam gerak peristaltic usus dan menjaga

keseimbangan cairan sel.

h. Kolostrum mengandung vitamin yang larut dalam lemak serta

mengandung zat yang dapat menghalangi saluran pencernaan


16

menghidrolisis protein, sehingga zat anti infeksi yang umumnya terdiri

dari protein tidak akan rusak.

i. Kolostrum sangat mudah dan merupakan makanan pertama yang

sempurna bagi bayi.

j. Kolostrum mempunyai efek laktasif (pencahar) sehingga membantu bayi

mengeluarkan mekonium dan bilirubin yang berlebihan agar bayi tidak

mengalami jaundice (kuning).

k. Kolostrum mempunyai peran special dalam saluran pencernaan bayi baru

lahir yang masih sangat permeable. Kolostrum menutup lubang-lubang

penyerapan itu dengan cara mengecat dinding saluran pencernaan

sehingga sebagian besar zat-zat asing dapat dicegah untuk membuat alergi

atau penyakit.

l. Kolostrum dihasilkan saat pertahanan bayi paling rendah. Sehingga

dikatakan tidak ada pengganti untuk kolostrum.

m. Penghisapan kolostrum akan merangsang produksi ASI matang.

n. Jika kolostrum dapat diperdagangkan secara komersial dengan kandungan

immunoglobulin dan antibody didalamnya maka harga kolostrum

mencapai 80 dolar per 30 cc.

8. Perilaku Pemberian Kolostrum

Perilaku merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan baik pada

individu, kelompok maupun masyarakat (Blum, 1974 dalam Notoatmodjo, 2003).

Perilaku adalah apa yang dikerjakan atau aktivitas seseorang yang dapat diamati

(Sobur, 2003). Menurut pendapat Sarwono (1997), perilaku manusia merupakan


17

hasil dari pengalaman, interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud

dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.

Perilaku seorang ibu juga mempengaruhi dalam pemberian ASI kolstrum

terhadap bayinya. Menurut Suraatmaja (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi

ibu dalam pemberian ASI kolostrum adalah : faktor sosial budaya, factor

psikologis, faktor fisik ibu, faktor keterpaparan terhadap iklan promosi susu

kaleng.

Menurut Sobur (2003) untuk mendorong seseorang berperilaku kesehatan

seperti memberikan ASI kolostrum, maka dibutuhkan upaya pemberian informasi

tentang ASI kolostrum dan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan,

seseorang memerlukan proses belajar. Hal yang paling utama dalam

menyampaikan informasi adalah : tekhnik komunikasi. Komunikasi sangat

penting diperhatikan pada saat penyampaian pesan, karena dengan komunikasi

yang efektif maka dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Agar terjadi

komunikasi yang efektif, harus terjadi keterlibatan antara yang menyampaikan

dan yang menerima pesan termasuk dalam pemberian informasi tentang

kolostrum (Notoatmodjo, 2003).

Ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan pengetahuan dan

pengalaman cara pemberian ASI terutama kolostrum secara baik dan benar akan

menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya kegagalan memberikan kolostrum

dimasa lalu serta mitos-mitos yang berlaku dimasyarakat akan mempengaruhi

perilaku seorang ibu terhadap penyusuan sekarang.

Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam diri si ibu secara

sukarela dan penuh rasa percaya diri dan mampu menyusui bayinya begitu lahir.
18

Pengetahuan tentang kolostrum, nasehat, penyuluhan, bacaan, pandangan dan

nilai yang berlaku dimasyarakat akan membentuk perilaku ibu yang positif

terhadap masalah pemberian kolostrum dan menyusui. (Roesli, 2000).

Oleh karena ibu-ibu kurang pengetahuan dan kurang diberi nasehat

tentang pentingnya pemberian kolostrum, maka banyak ibu setelah bersalin tidak

langsung memberikan kolostrum namun kebanyakan menunggu sampai berwarna

putih dan yang cairan berwarna kuning dibuang.

9. Faktor-faktor yang Menyebabkan Ibu Tidak Memberikan Kolostrum

Kepada Bayi Baru Lahir

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu setelah seseorang melakukan penginderaan

terhadap objek tertentu. Penginderaan ini melalui panca indera manusia yaitu

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoadmodjo, 2003).

Pengetahuan melandasi seseorang untuk berperilaku sehat atau tidak seperti

perilaku pemberian kolostrum sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki.

Hasil penelitian Ragil (1998), tentang hubungan karakteristik ibu dan

pengetahuan tentang ASI terhadap praktek pemberian kolostrum, menunjukkan

hasil bahwa dari 183 responden, 96,2% memberikan ASI tetapi hanya 63,9% yang

memberikan kolostrum. Sedangkan pengetahuan ibu tentang kolostrum

mempunyai hubungan yang bermakna terhadap perilaku pemberian kolostrum

(p<0,05).

Penilaian itu berdasarkan kriteria yang ditemukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan


19

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di

ukur dari subjek penelitian atau responden.

b. Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek peristiwa atau hubungan

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan

(Sobur, 2003). Persepsi disebut juga sebagai suatu proses yang ditempuh individu

untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar

memberikan makna kepada lingkungan mereka.

Persepsi meliputi penerimaan stimulus, menterjemahkannya dan

mengorganisasikanya sehingga mempengaruhi perilaku dan membantu

pembentukan sikap (Gibson, 1996, Robins, 2001). Persepsi terhadap adanya

stimulus seperti ASI kolostrum mempengaruhi terhadap perilaku pemberiannya.

Hal ini dibuktikan oleh penelitian survey yang dilakukan oleh Cahyaning (2000),

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI pertama kali

menunjukkan bahwa persepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

ibu dalam memberikan ASI segera setelah bayi dilahirkan selain umur, paritas,

pendidikan, pekerjaan, nasehat, berat badan bayi saat lahir, tempat persalinan dan

tidak adanya kunjungan petugas kesehatan.

c. Sikap

Sikap merupakan proses merespon seseorang terhadap objek tertentu dan

mengandung penilaian suka-tidak suka, setuju-tidak setuju, atau mengambil

keputusan positif atau negatif (Sobur, 2003). Terdapat tiga komponen dari sikap

yakni kognitif (keyakinan), afektif (emosi/perasaan), dan konatif (tindakan).

Penelitian survey yang dilakukan Yefrida (1997), tentang faktor-faktor yang


20

berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI exklusif menunjukkan

hasil bahwa faktor kognitif atau keyakinan adalah faktor yang paling berpengaruh

terhadap perilaku ibu dalam pemberian ASI exklusif yaitu sebesar 75,63%.

d. Dukungan Sosial

Faktor lain yang juga berhubungan dengan perilaku menurut Green (2005)

dalam Notoatmodjo (2010) adalah adanya dukungan sosial. Dukungan sosial ini

dapat berasal dari keluarga terdekat seperti suami, orangtua/mertua dan saudara.

Dukungan ini akan meningkatkan perilaku pemberian ASI. Menurut Lubis (1993),

jika seorang ibu tidak pernah mendapatkan nasehat dan penyuluhan tentang ASI

dari keluarganya maka dapat mempengaruhi sikapnya pada saat ibu tersebut

menyusui sendiri bayinya. Selain itu dukungan dari petugas kesehatan seperti

bidan juga mempengaruhi perilaku pemberian ASI pada bayi.

Berdasarkan penelitian survey yang dilakukan Yefrida (1997), tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI

exklusif, menunjukkan hasil bahwa dukungan petugas kesehatan dan dorongan

dari keluarga sangat mempengaruhi perilaku ibu dalam memberikan ASI exklusif

termasuk dukungan terhadap pemberian ASI kolostrum.

e. Sosial budaya

Budaya merupakan pelaksanaan norma-norma kelompok tertentu yang

dipelajari dan ditanggung bersama. Yang termasuk di dalamnya adalah pemikiran,

penuntun, keputusan dan tindakan atau perilaku seseorang. Selain itu nilai budaya

adalah merupakan suatu keinginan individu atau cara bertindak yang dipilih atau

pengetahuan terhadap sesuatu yang dibenarkan sepanjang waktu sehingga

mempengaruhi tindakan dan keputusan (Leiningger, 1985).


21

Pengaruh sosial budaya juga terlibat dalam perilaku perawatan keluarga

yang memiliki anak. Mempunyai anak merupakan pengalaman hidup yang kritis

dan penuh dengan kepercayaan dan praktek-praktek tradisional (Alfonso, 1979

dalam Bobac dan Jansen, 1997). Adat kebiasaan atau sosial budaya yang sering

dilakukan dalam masa menyusui seperti menunda menyusui 2-3 hari setelah

melahirkan, membuang kolostrum sebelum menyusui bayi dan memberi makanan

selain ASI sebelum ASI keluar.

Perilaku pemberian ASI kolostrum, akan menimbulkan respon yang

berbeda-beda bagi setiap keluarga, biasanya sangat dipengaruhi oleh budaya yang

mereka miliki. Menurut Green (1980) dalam Notoatmodo (2003), budaya adalah

merupak faktor predisposisi yang dapat menjadi faktor pendukung atau factor

penghambat suatu perilaku kesehatan seperti perilaku pemberian ASI kolostrum.

f. Pendidikan

Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan faktor-faktor

sosial perilaku demografi, seperti pendapatan, gaya hidup dan status kesehatan.

Pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi

seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi baru. (SDKI, 1997)

Tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh dalam pemberian kolostrum.

Makin tinggi tingkat pendidikan ibu makin rendah prevalensi menyusui segera

setelah lahir. Penelitian Sandjaya (1980), diperoleh kecenderungan ibu-ibu

berpendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di Jakarta untuk tidak lagi

memberikan ASI kolostrum pada bayinya. Pendidikan adalah aktifitas proses

belajar mengajar yang memberikan tambahan ilmu pengetahuan, keterampilan

serta dapat mempengaruhi proses berfikir secara sistematis.


22

Hasil penelitian Syarifah (1997) tentang perilaku pemberian ASI

menunjukkan bahwa responden yang mencapai tingkat SLTA dan perguruan tinggi

hanya 41,9% dan terbanyak responden berpendidikan SD sebanyak 59,15%.

Sedangkan pada penelitian Darti (2005) dalam studi etnografi tentang pemberian

ASI kolostrum menyatakan bahwa penyebab lain yang menimbulkan pemahaman

terhadap ASI kolostrum rendah adalah rata-rata tingkat pendidikan informan

adalah SD. Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang

terhadap memaknai pesan dan memahami sesuatu (Sobur, 2003).

Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Ragil (1998),

tentang hubungan karakteristik ibu dan pengetahuan tentang ASI terhadap praktek

pemberian kolostrum di kabupaten Serang Jawa Barat yang menyatakan adanya

pengaruh karakteristik ibu terhadap praktek pemberian ASI kolostrum.

Karakteristik ibu yang dimaksudkan salah satunya adalah tingkat pendidikan

tertinggi yang dimiliki oleh ibu.

Menurut Siagian (1999), menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka akan semakin tinggi keinginannya untuk menggunakan

pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Penggunaan pengetahuan akan

meningkatkan pemahaman seseorang terhadap sesuatu objek yang tentu saja akan

mempengaruhi persepsinya terhadap objek tertentu.

g. Sumber informasi

Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam

menyampaikan informasi. Menurut Widjaja (2004) salah satu faktor keengganan

menyusui apalagi memberikan kolostrum adalah kurangnya informasi tentang

manfaat dan keunggulan ASI terutama pentingnya kolostrum. Soeparmato &


23

Rahayu (2005) mengungkapkan bahwa sampai saat ini telah banyak sumber yang

dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang penting tentang manfaat

kolostrum, apakah dari petugas kesehatan, media massa dan dari keluarga.

Sikap dan perilaku tenaga kesehatan merupakan salah satu sumber

informasi dan merupakan faktor pendorong terpenting dalam perilaku kesehatan.

Apabila seseorang ibu telah mendapat penjelasan tentang pemberian ASI yang

benar dan coba menerapkanyya, akan tetapi karena lingkungannya belum ada

yang menerapkan, maka ibu tersebut menjadi asing di masyarakat dan bukan tidak

mungkin ia akan kembali menjadi kembali dengan pemberian ASI yang salah.

Hasil penelitian Darti (2005) tentang studi etnografi pemberian ASI di

desa Sayurmaincat menunjukkan bahwa informasi tentang menyusui atau

pendidikan kesehatan terutama pada ibu-ibu yang baru melahirkan tidak pernah

diberikan di desa oleh bidan desa, kalaupun ada, informasi tersebut tidak lengkap.

Penelitian Nuraeni (2002) tentang hubungan karakteristik ibu, dukungan

keluarga dan pendidikan kesehatan dengan perilaku pemberian ASI dan MP-ASI

pada bayi usia 0-12 bulan, menyebutkan bahwa adanya pendidikan kesehatan

sangat menentukan seorang ibu untuk berperilaku memberikan ASI secara tepat.

Dari beberapa faktor yang menyebabkan ibu tidak memberikan kolostrum kepada

bayi baru lahir di atas, yang akan dibahas oleh peneliti sendiri adalah

pengetahuan, pendidikan, dan sumber informasi yaitu untuk melihat distribusi dan

persentasi masing-masing faktor pada ibu yang tidak memberikan kolostrum.

B. Kunjungan Ibu Hamil

1. Kunjungan
a. Pengertian kunjungan
24

Kunjungan adalah hal atau proses mengunjungi atau berkunjung ke

rumah- rumah untuk mengadakan suatu kegiatan. Kunjungan ibu hamil adalah

hal perbuatan atau proses kunjungan ibu-ibu hamil untuk melakukan kegiatan

pemeriksaan kehamilannya pada tenaga kesehatan sehingga dapat disimpulkan

bahwa kunjungan ibu hamil adalah kunjungan ibu hamil untuk

memeriksakan kehamilannya pada tenaga kesehatan.

b. Kunjungan ibu hamil

Kunjungan Ibu hamil meliputi :

1) K 1 adalah : Kontak ibu hamil yang pertama dengan tenaga

kesehatan untuk pemeriksaan kehamilannya dengan standar 7 T.


2) Kunjungan ulang adalah : Kontak ibu hamil dengan tenaga

kesehatan yang kedua dan seterusnya untuk mendapatkan pelayanan

ANC sesuai dengan standar selama satu periode kehamilan

berlangsung.
3) K 4 adalah : Kontak Ibu hamil yang ke-4 atau lebih dengan tenaga

kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan.


25

2. Ibu Hamil
a. Pengertian Ibu Hamil

Ibu hamil adalah wanita yang tidak dapat haid selama satu bulan

atau lebih disertai dengan tanda - tanda kehamilan subyektif dan

obyektif Depkes RI ( 2002 ).

b. Tanda-Tanda Kehamilan

Menurut Prawirohardjo ( 2007 ) tanda - tanda yang sering terjadi pada

setiap wanita hamil adalah sebagai berikut :

1) Amenorrhoea ( tidak dapat haid )

Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat

haid lagi. Penting diketahui tanggal hari pertama haid terakhir, supaya dapat

ditentukan tuanya kehamilan dan bila persalinan diperkirakan akan terjadi.

2) Nausea ( enek ) dan emisis ( muntah )

Enek terjadi biasanya pada bulanbulan pertama kehamilan, disertai

kadangkadang oleh emisis. Sering terjadi pada pagi hari, tetapi tidak selalu.

Keadaan ini sering disebut morning sickness. Dalam batas batas tertentu.

Keadaan ini masih fisiologik. Bila terlampau sering dapat mengakibatkan

gangguan kesehatan dan disebut hiperemisis gtavidarum.

3) Mengidam (menginginkan makanan atau minuman tertentu)

Mengidam sering terjadi pada bulan bulan pertama akan tetap

menghilang dengan makin tuanya kehamilan.

4) Pingsan
5) Payudara menjadi tegang dan membesar

Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh estrogen dan progesterone yang

merangsang duktuli dan alveoli di payudara.


26

6) Anoreksia (tidak ada nafsu makan)

Pada bulan bulan pertama terjadi anoreksia tetapi setelah itu nafsu

makan timbul kembali. Hendaknya dijaga jangan sampai salah pengertian makan

untuk dua orang, sehingga kenaikan berat badan tidak sesuai dengan

tuanya kehamilan.

7) Sering kencing

Terjadi karena kandung kencing pada bulan bulan pertama kehamilan

tertekan oleh uterus yang mulai membesar.

8) Obstipasi

Terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh pengaruh

hormon steroid.

9) Pigmentasi kulit

Terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pigmentasi ini terjadi

karena pengaruh dari hormonekortikosteroid plasenta yang merangsang

melanofor dan kulit.

10) Epulis

Adalah suatu hipertrofi papilla ginggivae. Sering terjadi pada triwulan

pertama.

11) Varises

Sering dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah genitalia

eksterna , fossa poplitea, kaki dan betis. Pada multigravida kadang

kadang varises ditemukan pada kehamilan yang terdahulu, timbul kembali pada

triwulan pertama. Kadang-kadang timbulnya varises merupakan gejala pertama

kehamilan muda.
27

C. Antenatal Care

1. Pengertian Ante Natal Care

Ante Natal Care adalah pemeriksaan kehamilan untuk

menyiapkan diri sebaik - baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan

ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan, masa nifas, sehingga keadaan

mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental

, Prawirohardjo (2008).

2. Tujuan Ante Natal Care

Menurut Saifuddin ( 2006 ), tujuan pelayanan antenatal atau asuhan

kebidanan adalah sebagai berikut :

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan

ibu dan tumbuh kembang janin.


b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan

sosial ibu dan bayi.


c. Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi

yang mungki terjadi selama hamil termasuk penyakit secara umum,

kebidanan dan pembedahan.


d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan

selamat ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.


e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan

pemberian ASI Eksklusif.


f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar tumbuh kembang secara normal.

3. Kebijakan Program
28

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali

selama kehamilan dengan jadwal sebagai berikut Saifuddin ( 2006 ) :

a. Satu kali pada trimester pertama


b. Satu kali pada trimester kedua
c. Dua kali pada trimester ketiga

4. Jadwal Pemeriksaan Antenatal Care

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama

kehamilan yaitu :

a. Kunjungan I 16 minggu dilakukan untuk :


1) Penapisan dan pengobatan anemia
2) Perencanaan persalinan
a. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
b. Kunjungan II ( 24 - 28 minggu ) dan kunjungan III ( 32 minggu )

dilakukan untuk :
1) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
2) Penapisan preeklampsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan

saluran perkemihan, MAP.


3) Mengulang perencanaan persalinan.

c. Kunjungan IV 36 minggu sampai lahir.


1) Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III.
2) Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi.
3) Memantapkan rencana persalinan.
4) Mengenali tanda-tanda persalinan.

D. Hubungan Kunjungan ANC dengan Pemberian Kolostrum

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan sehingga pada nantinya akan

menentukan sikap yang diambil dalam melakukan suatu tindakan atau berperilaku

(Notoatmodjo, 2010). Diharapkan dengan pengetahuan yang didapat tentang

kunjungan ibu hamil akan berdampak pada pemahaman dari orang akan

pentingnya pemeriksaan ibu hamil.


29

Banyak ibu yang tidak melakukan memberikan Kolostrum padahal

telah melakukan pemeriksaan ANC secara lengkap dikarenakan oleh

kurangnya informasi dan edukasi yang diberikan oleh petugas kesehatan

setelah pemeriksaan usai. Petugas kesehatan hanya memfokuskan pada

pemeriksaan fisik dari ibu itu sendiri, padahal dalam situasi seperti ini

petugas kesehatan mempunyai kesempatan untuk memberikan informasi

tentang manfaat kolostrum dan pentingnya pelaksanaan kolostrum bagi ibu dan

bayi sehingga ibu termotivasi untuk melakukannya (Hikmawati, 2008).

Penelitian lain menyatakan bahwa masalah personal pada ibu hamil juga

berhubungan dengan penundaan kunjungan ke pelayanan antenatal. Masalah

personal tersebut adalah anggapan bahwa pelayanan antenatal tidak penting,

merasa tidak ada masalah dengan kehamilannya, ini berarti pengetahuan dan sikap

tentang antenatal masih kurang (Deswani, 2005). Hal ini diperkuat oleh pendapat

James (1996) dalam Deswani (2005) yang menyatakan masalah kunjungan ibu

hamil ke pelayanan kesehatan tidak memenuhi target cakupan disebabkan oleh

berbagai faktor, diantaranya adalah faktor pengetahuan dan sikap ibu hamil

tentang manfaat pelayanan antenatal.

E. Perilaku

1. Konsep Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau

aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku pada hakekatnya adalah

suatu aktivitas dari manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 2010). Oleh sebab itu

perilaku mempunyai batangan yang luas meliputi: berjalan, berbicara, bereaksi,


30

berpakaian dan lain lain. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti

berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku.

Perilaku dan gejala perilaku yang nampak pada kegiatan organisme

dipengaruhi oleh faktor genetic (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat

dikatakan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan ini merupakan penentu dari

perilaku mahluk hidup termasuk perilaku manusia. Faktor keturunan adalah

merupakan konsepsi dasar atau modal untuk pengembangan perilaku mahluk

hidup itu selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan lahan untuk

perkembangan perilaku. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut

dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (Notoatmodjo,

2010).

2. Faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku

Menurut L. Green (2005) perilaku dilakukan atau dibentuk oleh tiga faktor, yaitu:

a. Faktor predisposisi

(predisposing factor)

Adalah faktor pencetus timbulnya perilaku seperti pikiran dan motivasi

atau perilaku yang meliputi: pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi yang

berhubungan dengan motivasi individu untuk berprilaku. Faktor yang lain

adalah variabel demografi seperti status social, ekonomi, umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga.

b. Faktor pemungkin

(enabling factor)
31

Adalah faktor yang mendukung timbulnya perilaku sehingga motivasi dan

pikiran menjadi kenyataan. Wujud dari faktor pendukung ini adalah seperti

lingkungan dan sumber-sumber yang ada di masyarakat, seperti:

ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi

masyarakat.

c. Faktor Penguat (reinforcing factor)

Adalah faktor yang mendukung timbulnya perilaku yang berasal dari

orang lain, seperti keluarga, teman sebaya, guru dan petugas kesehatan.

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu

pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan

diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyakat, tokoh agama

dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Untuk perilaku

sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan

sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan di perlukan perilaku

contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas

lebih-lebih para petugas kesehatan. Oleh sebab itu, intervensi pendidikan

(promosi) dimulai dengan mendiagnosis tiga factor tersebut. Pendekatan

ini disebut Precede, yaitu Predisposing, Reinforcing and Enabling cause

in educational dioagnosis and evaluation.

Apabila konsep belum menjelaskan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi

oleh keempat faktor yaitu lingkungan, perlaku, pelayanan kesehatan dan

keturunan (herediter), maka promosi kesehatan adalah sebuah intervensi terhadap

faktor perilaku, maka kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan sebagai

hubungan status kesehatan perilaku dan pendidikan atau promosi kesehatan.


32

F. Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan oleh peneliti menggunakan teori Green

(1980) dalam Notoatmodjo (2010) yang menyatakan bahwa proses terjadinya

perubahan perilaku dipengaruhi atau dilatar belakangi oleh 3 faktor pokok yaitu

faktor- faktor predisposisi (predisposing factors) diantaranya adalah pengetahuan,

sikap, faktor- faktor yang mendukung (enabling factors) terwujud dalam

lingkungan fisik misalnya ketersediaan fasilitas dan faktor-faktor yang

memperkuat atau mendorong (reinforcing factors) misalnya dukungan keluarga.

Faktor-faktor predisposisi
(predisposing Factor)
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan

Faktor pendukung (enabiling factors)


1. Tersedianya fasilitas sarana Perubahan Perilaku
prasarana

Faktor pendorong (Reinforcing


factor)
1. Dukungan keluarga
2. Peran Petugas Kesehatan
3. Peraturan pemerintah
33

Sumber : Green (2005) dalam Notoatmodjo (2010)

Gambar 1
Kerangka Teori Penelitian

G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah

digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kunjungan ANC Pemberian


Kolostrum

Gambar 2
Kerangka Konsep Penelitian

H. Variabel Penelitian

Variabel penelitian perlu dijabarkan, agar terjadi pemahaman yang sama

tentang variabel yang akan diteliti, karena variabel merupakan sesuatu yang

digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh

satuan penelitian tentang sesuatu konsep tertentu misalnya umur, jenis kelamin,

pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan kerangka konsep, variabel dalam penelitian ini dibagi

menjadi 2 yaitu variabel independen dan dependen. Variabel independen dalam


34

penelitian ini adalah kelengkapan ANC; sedangkan variabel dependen dalam

penelitian ini adalah IMD.

I. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian

dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan. (Sugiono, 2012). Berdasarkan kerangka konsep hipotesis penelitian

ini adalah ada hubungan antara kelengkapan ANC dengan IMD pada ibu bersalin

di BPS wilayah Puskesmas Gedungmeneng Kabupaten Tulang Bawang tahun

2014.

J. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati

atau diteliti untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengukuran atau

pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan

instrument atau alat ukur (Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1
Definisi Operasional

Alat
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur skala
Ukur
1 Pemberian Pemberian ASI stadium I Observasi Checklist 0. Tidak Ordinal
Kolostrum yaitu dari hari pertama memberikan
sampai hari keempat. kolostrum
1. Memberi
kan kolostrum
2 Kunjungan Adalah kunjungan Wawancara Checklist 0. Tidak Ordinal
ANC pemeriksaan kehamilan Pernah
ibu selama kehamilan 1. Pernah

You might also like