You are on page 1of 15

LAPORAN KASUS

Seorang Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe-1 dengan Komplikasi Akut


Ketoasidosis Diabetik (KAD)
(Pendekatan Diagnostik dan Penatalaksanaan)
Ni Kadek Alit Sri Anjani; Stase Ilmu Penyakit Dalam
FKIK Universitas Warmadewa / RSUD Sanjiwani Gianyar

PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan
metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini diakibatkan oleh
kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi
insulin berkurang bahkan terhenti. DM tipe ini biasanya terjadi pada usia muda dan orangtua
yang menderita DM menjadi faktor yang meningkatkan risiko anak terkena DM tipe 11,2,3.
Gambaran klinis yang khas pada DM berupa poliuria, polidipsi, polifagia dan adanya
penurunan berat badan yang progresif, serta nilai Gula Darah Sewaktu (GDS) >200mg/dL,
Gula darah Puasa (GDP) >126 mg/dL atau Gula Darah Post Prandial (GDPP) >200 mg/dL.
Tanda dan gejala klinis ini sering dilupakan dengan demikian tindakan yang diberikan pada
pasien tidak adekuat, sehingga mengalami hiperglikemi kronis dan akhirnya jatuh dalam
komplikasi yang berat seperti ketoasidosis diabetik (KAD)3,4.
Ketoasidosis Diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut yang paling serius yang dapat
terjadi pada anak-anak dengan diabetes mellitus (DM) tipe-1, dan merupakan kondisi gawat
darurat yang sering menimbulkan morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak
kemajuan yang diketahui baik tentang patogenesisnya maupun dalam hal diagnosis dan
tatalaksana. Prevalensi KAD di Amerika serikat diperkirakan sebesar 4,6-8 per 1000
penderita diabetes, dengan mortalitas <5% atau sekitar 2-5%1,3.
Menurut American Diabetes Association (ADA), KAD ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif, dan
disertai peningkatan produksi hormon-hormon kontra regulator yakni: glukagon, katekolamin
serta kortisol. Beberapa faktor yang sering menjadi pencetus KAD adalah: infeksi,
stress/trauma, penghentian atau tidak adekuatnya terapi insulin3,5.
Diagnosis dan tatalaksana yang tepat sangat diperlukan pada pengelolaan kasus-kasus
KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitasnya. Penulisan laporan kasus ini ditujukan
untuk meninjau aspek diagnosis dan tatalaksana KAD pada kasus penderita DM dengan
komplikasi2.

1
KASUS
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : NKRR
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 16 Tahun
Alamat : Br.Puseh, Pejeng
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Belum bekerja
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Ruang Rawat : Sahadewa
Tanggal MRS : 3 Mei 2016
Tanggal Pemeriksaan : 8 Mei 2016

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan utama : Sesak
Pasien datang ke IGD RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal 3 Mei 2016
pada pukul 17.00 WITA diantar kedua orang tuanya dengan keluhan sesak.
Sesak dirasakan pasien pada bagian dada sejak 4 jam sebelum datang ke RS
dan semakin memberat. Sesak dikatakan seperti rasa penuh pada dada
sehingga pasien menghirup udara dalam-dalam untuk bernapas dan sesak juga
dikatakan tidak membaik dengan perubahan posisi. Selain sesak pasien juga
mengeluhkan adanya panas. Panas dirasakan diseluruh tubuh sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tidak membaik setelah diberikan obat
penurun panas. Keluhan lain yang juga dirasakan pasien adalah pusing, mual,
serta muntah. Pasien muntah sebanyak 4 kali dengan frekuensi sedikit-sedikit
dan berisi makanan yang dimakan kurang lebih sekali muntah setengah gelas.
Pasien juga mengeluhkan rasa ngilu dan lemas pada seluruh tubuh. Pasien
sering merasa haus sehingga sering minum dan juga sering buang air kecil
tetapi tidak ada perubahan warna pada kencing pasien. BAB pasien dikatakan
masih normal dengan konsistensi lembek warna kuning kecoklatan frekuensi
1-2 kali sehari.

2
C. Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan
Keluhan yang dirasakan pasien merupakan keluhan yang sering dialami oleh
pasien. Pasien sudah lima kali di rawat di rumah sakit dengan keluahan yang
sama. Pertama kali pasien dirawat inap adalah saat kelas 3 SD di RSUD
Wangaya selama 9 hari degan keluhan sesak disertai kadar gula 800 mg/dl.
Kedua kalinya pasien dirawat di RSUP Sanglah selama 7 hari (2 hari di ICU, 5
hari di ruangan) dengan keluhan tidak sadar dan kadar gula 600 mg/dl. Pasien
juga sebelumnya pernah dirawat di RSUD Sanjiwani sebanyak 2 kali dengan
jarak 2 bulan saat kelas 3 SMP karena kadar gula yang tinggi dan keluhan
yang sama. Orang tua pasien pertama kali menyadari anaknya mengalami
keluhan sering makan, rasa haus berlebih, sering kencing dan penurunan berat
badan saat berusia 5 tahun, lalu diajak ke dokter, didiagnosis dengan DM tipe-
1 dan mendapatkan terapi insulin 3x10 IU tetapi pasien tidak tepat waktu
untuk mendapatkan suntikan dan sangat jarang mengontrol kadar gula
darahnya. Penyakit jantung, hipertensi, ama,liver, maupun alergi disangkal
oleh pasien.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Almarhum nenek pasien juga memiliki riwayat penyakit yang sama dengan
pasien yaitu diabetes mellitus tipe 2. Riwayat penyakit jantung, hipertensi,
asma, liver, maupun alergi dikeluarga disangkal.

E. Riwayat Lingkungan dan Sosial


Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan satu orang kakaknya. Pasien
sudah tamat SMP namun tidak melanjutkan ke jenjang SMA dengan alasan
orang tuanya merasa kondisinya tidak memungkinkan untuk melanjutkan
sekolah dan harus beristirahat. Riwayat mengkonsumsi rokok dan minuman
beralkohol disangkal oleh pasien dan orang tuanya.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
BB/TB/BMI : 35 kg/ 140 cm/ 17,8 kg/cm2

3
STATUS PRESENT
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 90 x/m
Frekuensi napas : 32 x/m
Temperatur axila : 37,7oC

STATUS INTERNA
Mata : Anemia +/+, ikterus -/-, RP +/+ isokor
THT : Nafas berbau aseton (+), mulut kering (+), faring hiperemis (+)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Kelenjar tiroid tidak teraba
JVP PR +2 cm H2O
Thorax :
COR : Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS 4 MCL Sinistra, Thrill (-)
Perkusi : Batas atas ICS 2 SL Sinistra
Batas kiri MCL ICS 4 Sinistra
Batas kanan PSL ICS 4 Dekstra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Inspeksi :Barrel chest (-), Simetris saat statis dan dinamis,
deformitas tulang (-), penggunaan otot bantu nafas (-),
pelebaran sela iga (-)
Palpasi : Vokal fremitus N/N
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskultasi :Vesikuler + + Ronchi - - Wheezing - -
+ + - - - -
+ + - - - -

4
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (+)
Auskultasi : BU(+) meningkat
Perkusi : Timpani (+), ascites (-), Nyeri ketok CVA +/+
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, ballotement -/-, Nyeri
tekan (-) supra pubis

Ekstremitas:
Hangat + + Edema - -
- - - -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (3 Mei 2016)

Parameter Hasil Unit Nilai Normal Keterangan


WBC 10,8 103/L 4,00-10,00 H
Lymph % 25,9 % 20,0-40,0 N
Gran % 70,0 % 50,0-70,0 N
RBC 5,28 106/L 3,5 5,9 N
HGB 13,9 g/dL 11,0 16,0 N
HCT 41,0 % 37,0-54,0 N
MCV 77,7 fL 82,0 95,0 L
MCH 26,3 Pg 27,0 31,0 L
PLT 275 103/L 150 440 N

Kimia Darah (3 Mei 2016)

Tes Rentang
Hasil Satuan Keterangan
Kimia darah Nilai
GDS 628 mg/dL 80-120 H
UREUM 62 mg/dL 18-55 H
CREATININ 1,8 mg/dl 0,5-1,2 H

5
Elektrolit (3 Mei 2016)

Jenis Rentang
Hasil Satuan Keterangan
Pemeriksaan Nilai
NATRIUM 129 mmol/L 135-155 L
KALIUM 5,8 mmol/L 3,5-5,5 H
CHLORIDA 86 mmol/L 95-108 L

Urinalisis (3 MEI 2016)


Jenis Pemeriksaan Hasil Jenis Pemeriksaan Hasil
Protein - Sedimen eritrosit 3-5
Glukosa +3 Sedimen leukosit 4-6
Keton +3 Sedimen epitel 1-3
Urobilinogen Normal
Bilirubin -
Darah -
Leukosit -

Pemeriksaan Gula darah serta pengobatan (3-8 MEI 2016)


JENIS TANGGAL PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN 3-5-2016 4-5-2016 5-5-2016 6-5-2016 7-5-2016 8-5-2016
GDA 511 462 311 207 381 159
UL: Keton +3 +3 (-) negatif (-) negatif (-) negatif (-) negatif
Ureum 62 38 39
Creatinin 1,3 1,3 1
Novorapid Novorapid Novorapid Novorapid Novorapid Novorapid
3x12 unit 3x12 unit 3x14 unit 3x12 unit 3x14 unit 3x12 unit
PENGOBATAN
Lantus Lantus Lantus Lantus Lantus Lantus
1x10 unit 1x10 unit 1x10 unit 1x8 unit 1x10 unit 1x8 unit

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien didiagnosis menderita DM


Tipe-1 dengan komplikasi Ketoasidosis Diabetik, Gangguan ginjal akut, hiponatremia,
hiperkalemia, dan Infeksi Saluran Kemih (ISK). Untuk penatalaksanaan kegawat daruratan
KAD, pasien diberikan terapi untuk mempertahankan jalan napas dengan O2 2 liter /menit
dengan nasal kanul, loading cairan NaCl 0,9% sebanyak 2L selama 2 jam lalu dilanjutkan

6
dengan infus NaCl 0,9% sebanyak 40 tetes makro permenit. Diberikakn drip insulin
(Novorapid) 4 IU/jam sampai gula darah dibawah 250 mg/dl lalu dilanjutkan 2 IU/Jam
sampai gula darah dibawah 200mg/dl lalu dilanjutkan dengan 1 U/jam paralel dengan D5%
20 tetes permenit dan pertahankan gula darah 140-180 mg/dl. Dilakukan pemasangan Dower
Cateter untuk monitoring cairan masuk dan cairan keluar, pasien dipuasakan. Setelah gula
darah mencapai target, diberikan bolus Novorapid 10 IU (i.v), Ondansentron 3x8mg IV,
Omeprazole 1x40mg IV, Cefoperazone 2x1 gram IV dengan Skin Test. Untuk monitoring
dilakukan cek gula darah setiap 1 jam saat Novorapid drip 4 IU/jam, cek gula darah setiap 2
jam saat Novorapid drip 2 IU/jam, cek gula darah setiap 4 jam saat Novorapid 1 IU/jam,
hitung produksi urin setiap jam, cek Kalium dan Natrium setiap 6 jam, cek BUN SC setiap
hari, dan dilakukan perawatan intensif di ICU (kamar ICU penuh, jadi pasien dirawat selama
2 hari di IGD, lalu pindah ke ruangan).

PEMBAHASAN

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang


ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan defisiensi insulin
absolute atau relatif. KAD merupakan komplikasi akut DM yang serius dan memerlukan

7
pengelolaan gawat darurat. Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD
adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti, dengan terutama
memperhatikan patensi jalan nafas, status mental, status ginjal dan status hidrasi. Langkah-
langkah ini juga harus mempertimbangkan derajat urgensi dan prioritas dari pemeriksaan
laboratorium yang harus diutamakan sehingga terapi dapat dilaksanakan tanpa penundaan.
KAD biasanya timbul dengan cepat dan dalam rentang waktu <24 jam1,2,3.
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut,
pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis
insulin. Dilaporkan sekitar 56 kasus KAD di Amerika dicetuskan oleh penghentian dosis
insulin. Alasannya adalah karena tidak mempunyai uang untuk membeli, nafsu makan
menurun, masalah psikologis, tidak paham mengatasi masa-masa sakit akut. Pada kasus
tersebut 55% pasien menyadari adanya gejala hiperglikemi, namun hanya 5% yang
menghubungi klinik diabetes untuk mengatasi masalah tersebut. Pada pasien kasus, dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang pasien didiagnosis mengalami infeksi saluran
kemih hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa salah satu faktor pencetus dari
KAD adalah infeksi. Pasien serta keluarga pasien juga mengatakan bahwa sering tidak tepat
waktu untuk mendapatkan suntikan dan jarang mengontrol kadar gula darahnya, hal ini
merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya KAD. Sesuai dengan teori pemberian insulin
dengan dosis yang tidak adekuat merupakan faktor pencetus terjadinya KAD. Penurunan
kerja insulin yang disertai dengan peningkatan sekresi hormon kontraregulator seperti
glucagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan. Perubahan keseimbangan
hormonal ini akan menyebabkan peningkatan produksi glukosa hepar dan penurunan ambilan
glukosa oleh jaringan perifer, yang akan memperberat hiperglikemi serta perubahan-
perubahan osmolalitas cairan ekstraselular. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan
hormon kontraregulator pada KAD akan merangsang pelepasan asam lemak bebas dari
jaringan lemak ke dalam sirkulasi darah serta peningkatan oksidasi asam lemak hati menjadi
benda keton yang akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Pada pasien dengan
KAD, mual dan muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak.
Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal ini berhubungan dengan
gastroparesis-dilatasi lambung oleh karena gangguan elektrolit serta asidosis metabolik.
Asidosis, yang merangsang pusat pernapasan medular, dapat menyebabkan pernapasan cepat
dan dalam (Kussmaul). Pada pasien kasus didapatkan pasien datang dengan keluhan sesak,
demam, mual, muntah dan nyeri perut. Hal-hal ini sesuai dengan gejala dengan teori dan
untuk demamnya pasien kemungkinan mengalami infeksi dari saluran kemih3,5,6,10.

8
Dari pemeriksaan fisik pasien dengan KAD didapatkan berbagai derajat dehidrasi (turgor
kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok.
Bau aseton sebagai akibat dari ekskresi aseton melalui sistem respirasi tidak terlalu mudah
tercium. Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau
depresi sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab
penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol). Pada kasus,
pasien datang dengan kesadaran compos mentis, dan dari pemeriksaan fisik didapatkan bau
nafas aseton, tanda dehidrasi seperti mulut kering dan nadi cepat tetapi tidak didapatkan
adanya hipotensi1.
Pemeriksaan laboratorium termudah dan terpenting setelah dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik adalah penentuan kadar glukosa darah dengan glukometer dan urinalisis
untuk menilai secara kualitatif jumlah dari glukosa, keton, nitrat dan leukosit dalam urin.
Evaluasi laboratorium awal pada pasien dengan kecurigaan KAD harus melibatkan penentuan
segera analisa gas darah, glukosa darah dan urea nitrogen darah; penentuan elektrolit serum,
osmolalitas, kreatinin dan keton; dilanjutkan pengukuran darah lengkap dengan hitung jenis.
Kultur bakterial urin, darah dan jaringan lain harus diperoleh dan antibiotika yang sesuai
harus diberikan apabila terdapat kecurigaan infeksi. Pada anak-anak tanpa penyakit jantung,
paru dan ginjal maka evaluasi awal dapat dimodifikasi, sesuai penilaian klinisi, dengan
pemeriksaan pH vena untuk mewakili pH arteri. Pemeriksaan rutin untuk sepsis dapat
dilewatkan pada anak-anak, kecuali diindikasikan oleh penilaian awal, oleh karena pencetus
utama KAD pada kelompok usia ini adalah penghentian insulin1,2,3.
Kriteria diagnosis KAD yang paling luas digunakan adalah kombinasi dari glukosa darah
>250 mg/dL, pH arteri <7,3, bikarbonat serum <15 mEq/L dan ketonemia dan atau ketonuria.
Pada pasien kasus, hanya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa darah lengkap dengan
hasil dalam bata normal, gula darah dengan hasil 680mg/dL, faal ginjal yang mencerminkan
adanya AKI, faal hati dalam batas normal, elektrolit ditemukan hiponatremia, hiperkalemia
dan hipokloremia, serta dari urinalisis ditemukan keton postif 2 yang mencerminkan keadaan
hiperglikemia dan ketonuria serta adanya lekosit serta eritrosit yang menunjang infeksi
saluran kemih1,10.
Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada saat masuk perawatan sangat berharga di
dalam penatalaksanaan pasien dengan KAD. Beberapa keadaan seperti hipokalemia,
hiperkalemia, hipokalsemia, hiperkalsemia dan hipomagnesemia dapat terdiagnosis dengan
EKG. Selain itu EKG juga penting untuk menyingkirkan infark miokard akut yang dapat

9
terjadi dengan keluhan klinis tidak jelas pada pasien dengan diabetes mellitus dan juga sering
menyebabkan KAD. Pada pasien kasus tidak dilakukan pemeriksaan EKG1,3,9.
Ketosis dan asidosis tidak dapat disamakan, oleh karena peningkatan konsentrasi H+
sebagai akibat dari produksi asam keton awalnya didapar oleh bikarbonat. Seiring dengan
peningkatan H+ yang melebihi kemampuan dapar bikarbonat, cadangan bikarbonat menjadi
menurun dan tidak mampu lagi mengkompensasi peningkatan ion H+ dan terjadilah asidosis.
Selama fase kompensasi awal asidosis metabolik, gambaran klinis yang sering dijumpai
adalah kadar bikarbonat rendah dan pH normal, yang dikompensasi dengan kehilangan
bikarbonat. Oleh karena itu pada KAD penting untuk dilakukan pemeriksaan pH darah, dan
sampel vena sudah mencukupi untuk keperluan ini. Hambatan yang dapat dijumpai pada
pengukuran pH sampel vena adalah kesulitan dalam mendeteksi gangguan asam basa
campuran (karena tidak ada ukuran hipoksia) dan masih memerlukan penelitian lanjutan
dengan sampel lebih besar untuk memastikan kegunaan klinis dari pengukuran ini. Pada
pasien kasus tidak dilakukan pemeriksaan analisis gas darah karena keterbatasan
penunjang1,6,7.

Penatalaksanaan
Protokol terapi KAD terdiri dari 2 fase, yaitu fase gawat serta fase rehabilitasi dengan batas
kadar glukosa darah antara kedua fase tersebut sekitar 200 mg/dL. Prinsip-prinsip
pengelolaan KAD ialah, penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan lipolisis sel
lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin, mengatasi stress
sebagai pencetus KAD, serta mengembalikan keadaan fisiologis normal dan menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan1,2.
Pada fase satu yaitu fase gawat pasien diberikan terapi cairan untuk mengatasi dehidrasi.
ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD, yaitu memperbaiki perfusi jaringan dan
menurunkan hormon kontraregulator insulin. Pasien diberikan rehidrasi dengan
menggunakan larutan NaCl 0,9% atau RL 2 liter/2 jam pertama, lalu 80 tetes/menit selama 4
jam, lalu 30-50 tetes/menit selama 18 jam (4-6 liter/24 jam). Terapi harus disertai dengan
pemantauan status mental untuk mendektsi secara cepat perubahan-perubahan yang dapat
mengindikasikan kelebihan cairan, dengan potensi menyebabkan edema serebral
simptomatik1,8.
Terapi rehidrasi pada pasien kasus sudah sesuai dengan teori. Pada pasien kasus, rehidrasi
cairan diberikan loading cairan NaCl 0,9% sebanyak 2000 ml selama 2 jam lalu dilanjutkan
dengan infus NaCl 0,9% sebanyak 40 tetes makro permenit. Pasien tidak diberikan tambahan

10
kalium karena kadar kalium pada pasien meningkat serta pasien mengalami gangguan ginjal
akut. Selanjutnya diberikan infus D5% 20 tetes permenit secara bergantian dengan NaCl
0,9% setelah kadar gula darah mencapai target1,6.
Insulin bolus inisial tidak direkomendasikan untuk pasien anak dan remaja; infus insulin
regular kontinu 0,1 unit/kgBB/jam dapat dimulai pada kelompok pasien ini. Insulin dosis
rendah ini biasanya dapat menurunkan kadar glukosa plasma dengan laju 50-75 mg/dL/jam
sama dengan regimen insulin dosis lebih tinggi. Bila glukosa plasma tidak turun 50 mg/dL
dari kadar awal dalam 1 jam pertama, periksa status hidrasi; apabila memungkinkan infus
insulin dapat digandakan setiap jam sampai penurunan glukosa stabil antara 50-75 mg/dL1,7.
Pada saat kadar glukosa plasma mencapai 250 mg/dL di KAD maka dimungkinkan untuk
menurunkan laju infus insulin menjadi 0,05-0,1 unit/kgBB/jam (3-6 unit/jam) dan
ditambahkan dektrosa (5-10%) ke dalam cairan infus. Selanjutnya, laju pemberian insulin
atau konsentrasi dekstrosa perlu disesuaikan untuk mempertahakan kadar glukosa di atas
sampai asidosis di KAD membaik. Pada KAD ringan, insulin regular baik diberikan subkutan
maupun intramuskular setiap jam, nampaknya sama efektif dengan insulin intravena untuk
menurunkan kadar glukosa dan badan keton. Pasien dengan KAD ringan pertama kali
disarankan menerima dosis insulin regular 0,4-0,6 unit/kgBB, separuh sebagai bolus
intravena dan separuh sebagai injeksi subkutan atau intravena. Setelah itu, injeksi insulin
regular 0,1 unit/kgBB/jam secara subkutan ataupun intramuskular dapat diberikan1,3.
Kriteria perbaikan KAD diantaranya adalah: kadar glukosa <200 mg/dL, serum
bikarbonat 18 mEq/L dan pH vena >7,3. Setelah KAD membaik, bila pasien masih
dipuasakan maka insulin dan penggantian cairan intravena ditambah suplementasi insulin
regular subkutan setiap 4 jam sesuai keperluan dapat diberikan. Pada pasien dewasa,
suplementasi ini dapat diberikan dengan kelipatan 5 unit insulin regular setiap peningkatan 50
mg/dL glukosa darah di atas 150 mg/dL, dosis maksimal 20 unit untuk kadar glukosa 300
mg/dL. Bila pasien sudah dapat makan, jadwal dosis multipel harus dimulai dengan
menggunakan kombinasi insulin kerja pendek/cepat dan kerja menengah atau panjang sesuai
keperluan untuk mengendalikan kadar glukosa. Lanjutkan insulin intravena selama 1-2 jam
setelah regimen campuran terpisah dimulai untuk memastikan kadar insulin plasma yang
adekuat. Pasien dengan riwayat diabetes sebelumnya dapat diberikan insulin dengan dosis
yang mereka terima sebelum awitan KAD dan disesuaikan dengan kebutuhan kendali.
Pasien-pasien dengan diagnosis diabetes baru, dosis insulin inisial total berkisar antara 0,5-
1,0 unit/kgBB terbagi paling tidak dalam dua dosis dengan regimen yang mencakup insulin
kerja pendek dan panjang sampai dosis optimal dapat ditentukan. Pada pasien kasus

11
dipuasakan dan diberikan drip insulin (Novorapid) 4 IU/jam sampai gula darah dibawah
250mg/dL lalu dilanjutkan 2 IU/jam sampai gula darah dibawah 200mg/dL lalu dilanjutkan
dengan 1 IU/jam paralel dengan D5% 20 tetes permenit dan pertahankan gula darah 140-
180mg/dL. Dilakukan pemasangan Dower Cateter untuk monitoring cairan masuk dan cairan
keluar. Setelah gula darah mencapai target, diberikan bolus Novorapid 10 IU IV. Untuk
monitoring dilakukan cek gula darah setiap 1 jam saat Novorapid drip 4 IU/jam, cek gula
darah setiap 2 jam saat Novorapid drip 2U/jam, cek gula darah setiap 4 jam saat Novorapid 1
IU/jam, hitung produksi urine setiap jam1,5,6.
Selama terapi untuk KAD, sampel darah hendaknya diambil setiap 2-4 jam untuk
mengukur elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, osmolalitas dan pH vena serum (terutama
KAD). Secara umum, pemeriksaan analisa gas darah arterial tidak diperlukan, pH vena (yang
biasanya lebih rendah 0,03 unit dibandingkan pH arterial) dan gap anion dapat diikuti untuk
mengukur perbaikan asidosis. Pada pasien kasus dilakukan cek Kalium dan Natrium setiap 6
jam, serta cek BUN SC setiap hari9,10.
Pertimbangan harus diberikan kepada pemberian terapi antibiotika bila ada bukti infeksi,
namun hitung leukosit seringkali meningkat tajam pada KAD, dan tidak mengkonfirmasi
adanya infeksi. Pada pasien kasus ada riwayat demam dan ditemukan adanya eritrosit pada
pemeriksaan urin lengkap dan didiagnosis dengan dicurigai mengalami infeksi saluran kemih,
pasien diberikan antibiotik Cefoperazone 2x1 gram injeksi IV untuk mengatasi infeksi
saluran kemihnya1,8.

Pencegahan
Faktor pencetus utama KAD adalah terapi insulin yang inadekuat dan kejadian infeksi. Pada
sebagian besar kasus, kejadian-kejadian ini dapat dicegah dengan akses yang lebih baik
terhadap perawatan medis, termasuk edukasi pasien secara intensif dan komunikasi yang
efektif dengan penyedia layanan kesehatan selama penyandang DM mengalami kesakitan
akut (batuk pilek, diare, demam, serta luka)1.
Upaya pencegahan merupakan hal yang penting pada penatalaksanaan DM secara
komprehensif. Upaya pencegahan sekunder untuk mencegah terjadinya komplikasi DM
kronik dan akut, melalui edukasi sangat penting mendapatkan ketaatan berobat pasien yang
baik1,2.
Khusus mengenai pencegahan KAD, program edukasi perlu menekankan pada cara-cara
mengatasi saat sakit akut, meliputi informasi mengenai pemberian insulin kerja cepat, target
konsentrasi glukosa darah pada saat sakit, mengatasi demam dan infeksi, memulai pemberian

12
makanan cair mengandung karbohidrat dan garam yang mudah dicerna. Yang paling penting
ialah agar tidak menghentikan pemberian insulin atau obat hipoglikemia oral dan sebaiknya
segera mencari pertolongan atau nasihat tenaga kesehatan yang professional1.
Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalami masa-masa
sakit, dengan melakukan pemantauan konsentrasi glukosa darah sendiri. Disinilah pentingnya
edukator diabetes yang dapat membantu pasien dan keluarganya, terutama pada saat
kesulitan2,3.

SIMPULAN

Pasien perempuan usia 16 tahun asal Pejeng yang didiagnosis dengan DM tipe-1 dengan
komplikasi akut KAD. Didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang sudah sesuai dengan teori tetapi masih ada pemeriksaan penunjang yang belum

13
dapat dilakukan untuk lebih menunjang penegakan diagnosis dan melakukan penatalaksanaan
lebih lanjut seperti analisis gas darah dan EKG. Penatalaksanaan KAD pada pasien kasus
diberikan terapi cairan dan insulin serta antibiotik. Hal ini cukup sesuai dengan teori tetapi
penatalaksanaan untuk kondisi kekuarangan lainnya belum dapat untuk dikoreksi. Faktor
pencetus terjadinya KAD pada pasien didapatkan oleh karena rendahnya pengetahuan orang
tua pasien mengenai penggunaan insulin serta tanda-tanda kegawatan mengakibatkan
pemberian insulin menjadi kurang tepat serta tidak adekuat . Oleh karena itu edukasi
mengenai tanda serta gejala yang perlu diwaspadai sebagai tanda-tanda awal KAD dan
ketepatan dalam pemberian insulin adalah cara terbaik untuk mengatasinya

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewondo P.2009. Ketoasidosis Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.


Internapublising: Jakarta

14
2. IDAI. 2009. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Tipe 1. UKK Endrokinologi
Anak dan Remaja. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. World Diabetes
Foundation.
3. PERKENI. 2015. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
di Indonesia. PERKENI
4. Aman BP.2010.Gambaran Klinis dan Laboratoris Diabetes Mellitus Tipe-1 pada
Anak Saat Pertama Kali Datang ke Bagian IKA-RSCM Jakarta. Sari pediatri: vol.4;
No.1, Hal: 26-30
5. Indra W.2009.Komplikasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang Diabetes Mellitus
Tipe-1. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD, Sanglah, Denpasar
6. Group Health.2015.Type 1 Diabetes Treatment Guidline. Group Health Cooperative

7. Gotera W. 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (KAD). J.Peny.Dalam


Vol.11(2).p126-138.
8. NHS. 2010. The Management of Diabetic Ketoacidosis in Adults. Joint British
Diabetes Societies Inpatient Care Group. p11-15.
9. Wolfsdorf et al. 2009. Diabetic Ketoacidosis on Diabetes in Childhood and
Adolescence. ISPAD Guidline. p. 16-20.
10. Zyl DGV. 2008. Diagnosis and Treatment of Diabetic Ketoacidosis. South African
Family Practice Vol.50(1):35-39.

15

You might also like