Professional Documents
Culture Documents
Kala III dimulai sejak lahir bayi sampai lahirnya plasenta. Kala III juga disebut sebagai kala uri
atau kala pengeluaran plasenta dan selaput ketuban bayi lahir. Lama kala II <10 menit pada
sebagian besar pelahiran dan <15 menit pada 95% pelahiran.
1. Fisiologis Pelepasan Plasenta
Pelepasan plasenta adalah hasil penurunan mendadak ukuran kavum uterus selama
dan setelah pelahiran bayi, sewaktu uterus berkontraksi mengurangi isi uterus.
Pengurangan ukuran uterus secara bersamaan berarti penurunan area perlekatan
plasenta. Plasenta, bagaimanapun, ukurannya tetap. Plasenta pertama mengakomodasi
penurunan ukuran uterus ini dengan cara menebal, tetapi pada sisi perlekatan tidak
mampu menahan tekanan dan melengkung. Akibatnya, terjadi perlepasan plasenta dari
dinding uterus, di lapisan spongiosa desidua. Pada saat plasenta lepas, hematoma
terbentuk antara plasenta yang lepas dan desidua yang tersisa sebagai akibat perdarahan
dalam ruang intervili. Hal ini dikenal sebagai hematoma retroplasenta dan ukurannya
sangat bervariasi. Walaupun hematoma ini adalah akibat, bukan penyebab pelepasan
plasenta, hematoma memfasilitasi pelepasan plasenta lengkap. Setelah lepas, plasenta
turun ke segmen bawah uterus atau ke dalam ruang vagina atas.
Banyak perubahan fisiologis normal terjadi selama kala satu dan dua persalinan, yang
berakhir ketika plasenta dikeluarkan, dan tanda-tanda vital wanita kembali ke tingkat
sebelum persalinan selama kala tiga :
Tekanan Darah
Tekanan sistolik dan tekanan diastolik mulai kembali ke tingkat sebelum persalinan.
Nadi
Nadi secara bertahap kembali ke tingkat sebelim melahirkan
Respirasi
Kembali bernapas normal
Aktivitas Gastrointestinal
Jika tidak terpengaruh obat-obatan, motilitas lambung dan absrobsi kembali mulai ke
aktivitas normal. Wanita mengalami mual dan muntah selama kala tiga adalah tidak wajar
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih
efektif sehingga dapat mempersingkat waktu setiap kala, mencegah perdarahan, dan
mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan kala III fisiologis. Sebagian
besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan
pascapersalinan di mana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta
yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III.
Manajemen aktif kala III terdiri atas tiga langkah utama, yaitu sebagai berikut.
1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT)
3. Masase fundus uteri.
Pemantauan kontraksi, robekan jalan lahir dan perineum, serta tanda-tanda vital termasuk
higine
Periksalah kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus
berkontraksi, jika uterus masih belum berkontraksi dengan baik, ulangi masase fundus uteri.
Ajarkan ib dan keluarganya cara melakukan masase uterus hingga mampu untuk segera
mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik. Periksa uterus setiap 15 menit pada satu jam
pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
Selain itu, hal yang juga penting untuk dilakukan adalah mengetahui apakah terjadi
robekan jalan lahir dan perineum dengan cara melakukan pemeriksaan dengan menggunakan
ibu jari telunjuk dan tengah tangan kanan yang telah dibalut kasa untuk memeriksa bagian dalam
vagina, bila ada kecurigaan robekan pada serviks dapat dilakukan pemeriksaan dengan
speculum untuk memastikan lokasi robekan serviks. Laserasi perineum dapat diklasifikasikan
menjadi empat yaitu sebagi berikut :
Observasi yang lain adalah tanda-tanda vital ibu. Pengawasan ini juga dilakukan secara ketat
untuk mengetahui keadaaan umum ibu dan tanda-tanda yang patologis (misalnya syok).
Tindakan ini dilakukan tiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua
pascapersalinan, demikian halnya dengan kandung kemih karena kandung kemih yang penuh
akan memengaruhi kontraksi uterus yang juga dapat menyebabkan perdarahan. Kebersihan
vulvadan vagina ibu juga harus jadi perhatian penolong untuk mencegah terjadinya infeksi.
KALA IV
Kala IV adalah sejak lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum.
I. Perubahan- Perubahan Fisiologis Kala IV
1. Tanda Vital
Dalam dua jam pertama setelah persalinan, tekanan darah, nadi dan pernapasan akan
berangsur kembali normal. Suhu pasien biasanya akan mengalami sedikit peningkatan tapi masih di
bawah 38 C, hal ini disebabkan oleh kurangnya cairan dan kelelahan. Jika intake cairan baik, maka
suhu akan berangsur normal kembali setelah dua jam.
2. Gemetar
Kadang dijumpai pasien pascapersalinan mengalami gemetar, hal ini normal sepanjang suhu
kurang dari 38 C dan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi lain. Gemetar terjadi karena hilangnya
ketegangan dan sejumlah energi selama melahirkan dan merupakan respon fisiologis terhadap
penurunan volume intraabdominal serta pergeseran hematologi.
3. Sistem Gastrointestinal
Selama dua jam pascapersalinan kadang dijumpai pasien merasa mual sampai muntah, atasi
hal ini dengan posisi tubuh yang memungkinkan dapat mencegah terjadinya aspirasi corpus
aleanum ke saluran pernapasan dengan setengah duduk atau duduk di tempat tidur. Perasaan haus
pasti dirasakan pasien, oleh karena itu hidrasi sangat penting diberikan untuk mencegah dehidrasi
4. Sistem Renal
Selama 2-4 jam pascapersalinan kandung kemih masih dalam keadaan hipotonik akibat
adanya alostaksis, sehingga sering dijumpai kandung kemih dalam keadaan penuh dan mengalami
pembesaran. Hal ini disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan uretra selama persalinan.
Kondisi ini dapat diringankan dengan selalu mengusahakan kandung kemih kosong selama
persalinan untuk mencegah trauma. Setelah melahirkan, kandung kemih sebaiknya tetap kosong
guna mencegah uterus berubah posisi dan terjadi atoni. Uterus yang berkontraksi dengan buruk
meningkatkan perdarahan dan nyeri.
5. Sistem Kardiovaskular
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang
meningkat yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterus. Penarikan kembali estrogen
menyebabkan diuresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada
proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini
pasien mengeluarkan banyak sekali urine. Pada persalinan per vaginam, kehilangan darah sekitar
200-500 ml sedangkan pada persalinan SC pengeluarannya dua kali lipat. Perubahan terdiri dari
volume darah dan kadar hematokrit.
Setelah persalinan, volume darah pasien relatif akan bertambah. Keadaan ini akan
menyebabkan beban pada jantung dan akan menimbulkan dekompensasio kordis pada pasien
dengan vitum kardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan adanya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti kondisi awal.
6. Serviks
Perubahan-perubahan pada serviks terjadi segera setelah bayi lahir, bentuk serviks agak
menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uterus yang dapat mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara
korpus dan serviks berbentuk semacam cincin.
Serviks berwarna merah kehitaman karena penuh dengan pembuluh darah. Konsistensi
lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil terjadi selama
berdilatasi, maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke keadaan seperti sebelum hamil.
Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara
perlahan dan bertahan. Setelah bayi lahir tangan bisa masuk ke dalam rongga rahim, setelah dua
jam hanya dapat memasuki dua atau tiga jari.
7. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh
tekanan bayi yang bergerak maju. Pada hari ke-5 pasca melahirkan, perineum sudah mendapatkan
kembali sebagian tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dibandingkan keadaan sebelum hamil.
9. Pengeluaran ASI
Dengan menurunnya hormon estrogen, progesteron, dan Human Plasenta Lactogen Hormon
setelah plasenta lahir, prolaktin dapat berfungsi membentuk ASI dan mengeluarkannya ke dalam
alveoli bahkan sampai duktus kelenjar ASI. Isapan langsung pada puting susu ibu menyebabkan
refleks yang dapat mengeluarkan oksitosin dari hipofisis sehingga mioepitel yang terdapat di sekitar
alveoli dan duktus kelenjar ASI berkontraksi dan mengeluarkan ASI kedalam sinus yang disebut let
down refleks .
Isapan langsung pada puting susu ibu menyebabkan refleks yang dapat mengeluarkan
oksitosin dari hipofisis, sehingga akan menambah kekuatan kontraksi uterus.
A. Evaluasi Uterus
Konsistensi
Tindakan pertama yang dilakukan bidan setelah plasenta lahir adalah melakukan evaluasi
konsistensi uterus sambil melakukan masase untuk mempertahankan kontraksinya. Pada saat yang sama,
derajat penurunan serviks dan uterus ke dalam vagina dapat dikaji. Kebanyakan pada uterus sehat dapat
melakukan kontraksi sendiri.
Atonia
Apabila bidan menetapkan bahwa uterus yang berelaksasi merupakan indikasi akan adanya
atonia, maka segera lakukan pengkajian dan penatalaksanaan yang tepat. Kegagalan mengatasi atonia
dapat menyebabkan kematian ibu. Saat pengkajian, faktor-faktor yang perlu untuk dipertimbangkan adalah
sebagai berikut:
1. Konsistensi uterus: uterus harus berkontraksi efektif, teraba padat, dan keras
2. Hal yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan terjadinya relaksasi uterus
a) Riwayat atonia pada persalinan sebelumnya
b) Status pasien sebagai grande multipara
c) Distensi berlebihan pada uterus misalnya pada kehamilan kembar, polihidramnion, atau
makrosomia
d) Induksi persalinan
e) Persalinan presipitatus
f) Persalinan memanjang
3. Kelengkapan plasenta dan membran saat inspeksi, misalnya bukti kemungkinan tertinggalnya
fragmen plasenta atau selaput ketuban di dalam uterus
4. Status kandung kemih
5. Ketersediaan orang kedua untuk memantau konsistensi uterus dan aliran lokia, serta membantu
untuk melakukan masase uterus
6. Kemampuan pasangan ibu-bayi untuk memulai proses pemberian ASI
B. Pemeriksaan Kala IV
Serviks
1. Aliran perdarahan per vagina berwarna merah terang dari bagian atas tiap laserasi yang diamati,
jumlah menetap atau sedikit setelah kontraksi uterus dipastikan
2. Persalinan cepat atau presipitatus
3. Manipulasi serviks selama persalinan, misalnya untuk mengurangi tepi anterior
4. Dorongan maternal (meneran) sebelum dilatasi maksimal
5. Kelahiran per vagina dengan tindakan, misalnya ekstraksi vakum atau forsep
6. Kelahiran traumatk, misalnya distosia bahu
Adanya salah satu dari faktor di atas mengindikasikan kebutuhan untuk pemeriksaan serviks secara
spesifik untuk menentukan langkah perbaikan. Inspeksi serviks tanpa adanya perdarahan persisten pada
persalinan spontan normal tidak perlu secara rutin dilakukan.
Vagina
Pengkajian kemungkinan robekan atau laserasi pada vagina dilakukan setelah pemeriksaan
robekan pada serviks. Penentuan derajat laserasi dilakukan pada saat ini untuk menentukan langkah
penjahitan.
Perineum
Lokasi robekan:
Penatalaksanaan:
1. Derajat satu: tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik
2. Derajat dua: jahit menggunakan teknik yang sesuai dengan kondisi pasien
3. Derjat tiga dan empat: penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi perineum
derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan
Tanda vital
Kontraksi uterus
Pemantauan kontraksi uterus dilakukan setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30
menit selama satu jam kedua. Pemantauan ini dilakukan bersama dengan masase fundus uterus secara
sirkular. Topangan pada uterus bawah selama masasemencegah peregangan ligamen kardinale. Untuk
melakukan masase uterus dengan benar, remas uterus bawah pada abdomen tepat diatas simfisisdan
tahan ditempat dengan satu tangan, sementara tangan yang lain melakukan masase fundus. Masase
fundus yang efektif mencakup lebih dari lekuk anterior fundus. Seluruh fundus anterior, lateral, dan
posterior harustercapai oleh tangan seluruhnya. Prosedur ini dilakukan secara cepat dengan sentuhan
yang tegas dan lembut. Sewaktu bidan memulai prosedur ini, jangan lupa jelaskan kepada pasien bahwa
mungkin ini akan sangat menyakitkan namun dengan penjelasan yang detil mengenai apa tujuan tindakan
ini, pasien biasanya akan paham dan kooperatif.
Jika bidan tidak dapat berada di samping pasien secara terus-menerus untuk melakukan masase,
maka kondisi pasien saat ini sangat kondusif jika dilibatkan dalam tindakan. Bimbing cara melakukan
masase dari bidan akan mendorong partisipasi aktif pasiendalam mengatur perawatan dirinya sendiri dan
lebih mengetahui tentang tubuhnya.
Evaluasi TFU dilakukan dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai
patokan. Umumnya fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
Lokia
Lokia dipantau bersamaan dengan masase uterus. Jika uterus berkontraksi dengan baik maka
aliran lokia tidak akan terlihat banyak, namun jika saat uterus berkontraksi terlihat lokia yang keluar lebih
banyak maka diperlukan suatu pengkajian lebih lanjut.
Kandung kemih
Pada kala IV bidan memastikan bahwa kandung kemih selalu dalam keadaan kosong setiap 15
menit sekali dalam satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua. Ini sangat
penting untuk dilakukan untuk mencegah beberapa penyulit akibat penuhnya kandung kemih, seperti:
1. Kandung kemih yang penuh akan menyebabkan atonia uterus dan menyebabkan perubahan posisi
uterus
2. Urine yang terlalu lama berada dalam kandung kemih akan berpotensi menyebabkan infeksi
saluran kemih
3. Secara psikologis akan menyebabkan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap penerimaan
pasien berkaitan dengan perubahan perannya
Perineum
Setelah pengkajian derajat robekan; perineum kembali dikaji dengan melihat adanya edema,
memar, dan pembentukan hematom yang dilakukan bersamaan saat mengkaji lokia. Pengkajian ini
termasuk juga untuk mengetahui apakah terjadi hemoroid atau tidak. Jika terjadi, lakukan tindakan untuk
mengurangi ketidaknyamanan yang ditimbulkan dengan memberikan kantong es yang ditempelkan di area
hemoroid. Selain itu dapat juga diberikan zat yang bersifat menciutkan, misalnya witch hazel atau tucks
pads, atau sprai dan krim anestesi, analgesik yang digunakan secara lokal.