Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Abamektin
Abamektin merupakan campuran antara avermektin B1a dan avermektin B1b
(Wood 2012a) yang strukturnya ditunjukkan pada Gambar 1. Abamektin adalah
insektisida kelompok avermektin yang termasuk golongan senyawa laktona
makrosiklik. Insektisida tersebut diisolasi dari bakteri tanah Streptomyces
avermitilis yang bersifat racun perut dan racun kontak (Ishaaya 2001;
Djojosumarto 2008). Avermektin bekerja dengan mengganggu fungsi reseptor
asam -amino butirat (GABA) sehingga terjadi peningkatan pemasukan ion
klorida ke dalam sel saraf (Matsumura 1985; Ishaaya 2001). Gejala pada serangga
akibat aplikasi insektisida abamektin yaitu paralisis, berhenti makan, dan akhirnya
menyebabkan kematian (Xin-Jun et al. 2010).
Avermektin B1a
(komponen utama)
Avermektin B1b
(komponen minor)
Klorantraniliprol
Klorantraniliprol mempunyai nama kimia 3-bromo-N-[4-kloro-2-metil-6-
[(metilamino)karbonilfenil]-1-(3-kloro-2-piridinil-1H-pirazol-5-karboksamida
(PCPA-R 2012) yang strukturnya ditunjukkan pada Gambar 2. Insektisida tersebut
termasuk golongan senyawa antranilik diamida yang bersifat racun perut dan
racun kontak (Djojosumarto 2008; Wang dan Wu 2012). Klorantraniliprol bekerja
mengganggu saraf otot dengan mengaktifkan reseptor rianodin serangga yang
menyebabkan ion kalsium intraselular berkurang sehingga serangga mengalami
kelumpuhan otot kemudian mengalami kematian (Perry et al. 1998). Gejala pada
serangga akibat aplikasi insektisida klorantraniliprol yaitu paralisis, berhenti
makan, dan mati dalam beberapa hari (Cordova et al. 2006).
Profenofos
Profenofos mempunyai nama kimia O-(4-bromo-2-klorofenil) O-etil S-
propil fosforotioat (Wood 2012b) yang strukturnya ditunjukkan pada Gambar 3.
Profenofos termasuk golongan organofosfat yang bersifat racun perut dan racun
kontak (Djojosumarto 2008). Profenofos bersifat non-sistemik dan mempunyai
spektrum yang luas. Mekanisme kerja profenofos yaitu menghambat kerja enzim
asetilkolinesterase sehingga neurotransmitter asetilkolin yang berikatan dengan
reseptornya di daerah pascasinapsis saraf pusat tidak terurai dan menimbulkan
impuls saraf secara terus menerus. Gejala yang ditimbulkan berturut-turut eksitasi
(kegelisahan), konvulsi (kekejangan), paralisis (kelumpuhan), dan akhirnya
kematian (Matsumura 1985; Siegfried dan Scharf 2001; Djojosumarto 2008).
pada cabai; Diaphorina citri pada jeruk; Trichoplusia chalcites dan Spodoptera
sp. pada kacang hijau; Earias sp. dan Heliothis sp. pada kapas; P. operculella dan
Thrips sp. pada kentang; C. pavonana dan P. xylostella pada kubis; M. persicae,
Thrips sp., Aulacophora sp., Aphis sp., dan Dacus sp. pada semangka; Chilo
auricillius dan C. sacchariphagus pada tebu; Heliothis sp. dan S. litura pada
tembakau; dan H. armigera pada tomat (PPI 2012).