You are on page 1of 39

0

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dari

kehidupan seseorang. Kesehatan sebagai hak asasi telah menjadi kebutuhan

mendasar dan tentunya menjadi kewajiban negara dalam upaya

pemenuhannya. Kesehatan juga komponen pembangunan yang memiliki nilai

investatif, hal ini dikarenakan berbicara tentang kesehatan maka akan

membicarakan juga tentang ketersediaan tenaga siap pakai dalam hal ini

Sumber Daya Manusia yang sehat dan produktif tentunya. Pembangunan

kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa

Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah (Nasir, 2009).

Salah satu pelayanan kesehatan yaitu pelayanan kebidanan yang mempunyai

tujuan pokok menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Penelitian

yang dilakukan diseluruh dunia menunjukkan bahwa 99% dari semua

kematian ibu terjadi di negara-negara yang sedang berkembang (WHO, 2001).

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah

besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 2550 % kematian

wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian
1

saat persalinan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada

puncak produktifitasnya. Tahun 1996 World Health Organization (WHO)

memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil dan

bersalin (Prawirohardjo. 2002).

Kematian ibu dan perinatal merupakan tolak ukur kemampuan pelayanan

kesehatan suatu negara. Oleh karena itu Depkes RI mengupayakan

kebijaksanaan untuk mempercepat penurunan AKI dengan mengupayakan

agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan serta

dengan melaksanakan pelayanan obstetrik seadekuat mungkin pada waktu

hamil (Prawirohardjo, 2005).

Pendidikan ibu berhubungan dengan pemilihan tenaga penolong persalinan

mengingat bahwa pendidikan dapat mempengaruhi daya intelektual seseorang

dalam memutuskan suatu hal, termasuk penentuan penolong persalinan.

Pendidikan ibu yang kurang menyebabkan daya intelektualnya juga masih

terbatas sehingga perilakunya masih sangat dipengaruhi oleh keadaan

sekitarnya ataupun perilaku kerabat lainnya atau orang yang mereka tuakan

(Jakir & Amiruddin, 2006).

Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia 262 per 100 ribu kelahiran hidup pada

tahun 2005 (Depkes, 2005). Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun

2011 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup

melalui pelaksanaan MPS (Making Pregnancy Safer) dengan salah satu pesan

kunci yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (Depkes,

18 Februari 2007). Persentase kelahiran pada tahun 2007 yang ditangani oleh
2

tenaga medis terdapat sekitar 53,45 % dan pada tahun 2008 naik menjadi

sekitar 56,71% dari target 90% (Susenas 2007 & 2008).

Sementara persentase penolong persalinan oleh tenaga Dukun masih cukup

tinggi yaitu 43,05% pada tahun 2007 dan 42,5% pada tahun 2008, sehingga

perlu pemantauan pengetahuan akan pentingnya kesehatan bagi dukun

(Indikator Kesra Lampung, BPS 2008). Penolong persalinan terakhir di

Lampung oleh dokter sebanyak 8,61%, bidan 47,57%, tenaga paramedis

lainnya 1,33%, dukun 37,92%, keluarga 4,07%, dan lainnya 0,51% (Susenas

2008). Di Wilayah Kerja Puskesmas Natar tahun 2009 diketahui bahwa dari

872 persalinan, sebanyak 67 (7.63%) masih ditolong oleh dukun, persentase

tersebut masih dapat dikatakan tinggi mengingat target dari dinas kesehatan

bahwa pertolongan persalinan dengan dukun sebesar 0%.

Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan

dukun di Wilayah Kerja Puskesmas Natar Tahun 2011.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Menurut WHO, (2001), diseluruh dunia menunjukkan bahwa 99% dari

semua kematian ibu terjadi di negara-negara yang sedang berkembang

2. Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2011 adalah angka

kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup


3

3. Persentase kelahiran pada tahun 2007 yang ditangani oleh tenaga medis

terdapat sekitar 53,45 % dan pada tahun 2008 naik menjadi sekitar 56,71%

dari target 100% (Susenas 2007 & 2008).

4. Penolong persalinan di Lampung oleh dokter sebanyak 8,61%, bidan

47,57%, tenaga paramedis lainnya 1,33%, dukun 37,92%, keluarga 4,07%,

dan lainnya 0,51% (Susenas 2008).

5. Target dari dinas kesehatan bahwa pertolongan persalinan dengan dukun

sebesar 0%.

6. Di Wilayah Kerja Puskesmas Natar tahun 2009 diketahui bahwa dari 872

persalinan, sebanyak 67 (7.63%) masih ditolong oleh dukun.

1.3 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini yakni:

1. Bagaimanakah proporsi faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin

dengan dukun berdasarkan faktor usia ibu di Wilayah Kerja Puskesmas

Natar Tahun 2011?


2. Bagaimanakah faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan

dukun berdasarkan faktor pendidikan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas

Natar Tahun 2011?


3. Bagaimanakah faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan

dukun berdasarkan faktor status ekonomi ibu di Wilayah Kerja Puskesmas

Natar Tahun 2011?


4. Bagaimanakah faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan

dukun berdasarkan faktor pekerjaan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas

Natar Tahun 2011?

1.4 Tujuan Penelitian


4

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan

dukun di Wilayah Kerja Puskesmas Natar Tahun 2011.

2. Tujuan Khusus

1. Proporsi faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan dukun

berdasarkan faktor usia ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Natar Tahun

2011.
2. Proporsi faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan dukun

berdasarkan faktor pendidikan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Natar

Tahun 2011.
3. Proporsi faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan dukun

berdasarkan faktor status ekonomi ibu di Wilayah Kerja Puskesmas

Natar Tahun 2011.


4. Proporsi faktor-faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan dukun

berdasarkan faktor pekerjaan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Natar

Tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan meningkatkan informasi

bagi dunia kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung

Selatan dalam menentukan kebijakan khususnya dalam upaya pencegahan

dan penanggulangan kematian Ibu seperti membebaskan biaya persalinan

bagi ibu dengan tingkat ekonomi rendah.

2. Manfaat Institusi Pendidikan


5

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau sebagai bahan

kajian pustaka bagi peneliti selanjutnya.

3. Manfaat bagi Peneliti

Sebagai gambaran atau menambah wawasan pengetahuan tentang

karakteristik ibu yang melakukan persalinan normal oleh dukun.

BAB II
6

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan

2.1.1 Penolong persalinan

Tenaga yang dapat memberikan pertolongan persalinan dapat dibedakan

menjadi dua yaitu tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis

kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan) dan

dukun bayi (terlatih dan tidak terlatih) (DepKes, 1998).

2.1.2 Perilaku Ibu Hamil dalam Memilih Penolong Persalinan

Pemilihan penolong persalinan di Puskesmas sangat dipengaruhi oleh

perilaku ibu bersalin. Notoatmodjo (1993) membagi perilaku ke dalam

tiga domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kognitif diukur dari

pengetahuan, afektif diukur dari sikap dan psikomotor diukur dari

tindakan.

2.1.3 Faktor Prediktor Perilaku Pemilihan Penolong Persalinan

Selain faktor tingkat pendidikan ibu hamil faktor-faktor berikut juga

berpengaruh terhadap ibu bersalin dalam memilih penolong persalinan,

antara lain:

2.1.3.1 Usia ibu

Usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua (< 20 tahun dan > 35 tahun

merupakan faktor penyulit kehamilan, sebab ibu yang hamil terlalu muda

keadaan tubuhnya belum siap menghadapi kehamilan, sedangkan di atas


7

35 tahun apabila mengalami komplikasi maka risiko mengalami kematian

lebih besar (Hany, 1996; Meiwita, 1998; Djaswadi, dkk, 2000).

2.1.3.2 Jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan

Menurut Nasrin (2001) salah satu penyebab keterlambatan ibu bersalin

untuk mendapatkan pelayanan yang tepat adalah akibat jarak yang tidak

terjangkau. Jarak yang terlampau jauh dan tidak tersedianya sarana

transportasi menyebabkan ibu hamil memilih persalinan di rumah

dengan bantuan dukun, sehingga apabila mengalami komplikasi saat

persalinan tidak segera mendapatkan pertolongan yang memadai. Hal ini

sering menyebabkan kematian ibu dan bayi.

Di Nigeria, ibu hamil yang mengalami perdarahan pada saat persalinan,

sering mengalami kematian di perjalanan menuju pusat layanan

kesehatan modern. Hal ini sering disebabkan oleh jarak yang terlampau

jauh dan tidak tersedianya sarana transportasi (Essien,1997).

2.1.3.3 Pendidikan

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi

orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo

2003). Sementara itu A Joint Comunitee on Terminologi in Health

Education United States (1973) yang dikutip Notoatmodjo (2003)

menambahkan tentang pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang

mencakup dimensi dan kegiatan kegiatan dari internal, psikologi dan

sosial yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam


8

mengambil keputusan secara sadar dan mempunyai kesejahteraan diri,

keluarga, dan masyarakat.

Tingkatan pendidikan ibu sangat banyak menentukan sikap dan tingkah

laku ibu dalam hal untuk menghadapi beberapa masalah yang nantinya

suatu saat akan muncul dalam keluarga.(Satoto,1992)

Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dasar merupakan jenjang

pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-

anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan menengah

merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan

tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang

mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang

diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau

pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat

pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya.

Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengatehuan semakin

bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi

kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-

pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Tingkat pendidikan ibu juga berpengaruh pada pemilihan penolong

persalinan dan perawatan selama kehamilan. Pada penelitian yang


9

diadakan di Lima-Peru pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, sebanyak 82% wanita berpendidikan memilih pelayanan

tenaga kesehatan (NAKES) dan wanita tidak berpendidikan yang memilih

tenaga NAKES hanya 62% (World Bank, 1994: 42).

Studi di Mexico yang dilakukan oleh National Safe Motherhood pada

tahun 1990-an menunjukkan bahwa kasus kematian pada saat persalinan

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, sosial ekonomi, budaya,

status kesehatan, dan pendidikan. Wanita yang miskin dan minim

pendidikan mengalami keterbatasan kekuasan dalam pengambilan

keputusan berkaitan dengan proses kehamilan dan persalinan sehingga

lebih banyak yang mengalami kematian, karena tidak mendapat perawatan

yang semestinya (Ana Langer, 1999; DepKes RI, 2000).

Tanpa pendidikan para wanita belum siap menggunakan fasilitas kesehatan

modern karena fasilitas kesehatan seperti itu asing bagi mereka.

Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual seorang,

kematangan intelektual ini berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir

seseorang, baik dalam tindakan yang dapat dilihat maupun dalam cara

pengambilan keputusan dan pembuatan kebijaksanaan. Semakin tinggi

pendidikan formal seseorang semakin baik pengetahuannya tentang

kesehatan. (Adiwiryono, 2001)

Pendidikan yang rendah juga menyebabkan seseorang acuh tak acuh

terhadap program kesehatan, sehingga mereka tidak mengenal bahay yang


10

mungkin terjadi. Walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka tahu

menggunakannya. (Martaadisoebrata, 2002)

Data survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,

menunjukan bahwa ibu yang tidak berpendidikan memilih persalinan pada

dukun bayi sebesar 73,9 % dan hanya 14,2 % memilih bidan. Sedangkan

yang berpendidikan sekolah lanjutan keatas sebesar 65,6 % memilih

persalinan pada bidan dan 25,9 % memilih dukun.

2.1.3.4 Pekerjaan

Kerja merupakan melakukan kegiatan atau aktifitas dengan maksud

memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan

selama paling sedikit satu jam dalam seminggu. Waktu tersebut berurutan

dan tidak terpitus (Barthos, 2001).

Pekerjaan adalah kedudukan seseorang didalam melakukan pekerjaan,

yaitu apakah orang tersebut berkedudukan sebagai buruh atau karyawan,

berusaha dengan dibantu pekerja keluarga atau buruh tidak tetap, buruh

yang dibantu atau karyawan tetap pekerja keluarga tanpa upah atau segi

pekerja sosial (Hasibuan, 2003). Jadi kegiatan yang dimaksud adalah

aktivitas guna mendapatkan uang atau penghasilan guna menambah

kebutuhan ekonomi kelaurga.

2.1.3.5 Sosial ekonomi

Terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang berbeda berdasarkan

status sosial ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua) hal, yaitu:
11

1. Karena terdapatnya perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah

penyakit atau mendapatkan pelayanan kesehatan

2. Karena terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang

dimiliki.(Azwar,Azrul, 1999).

Ibu yang memiliki tingkat sosial ekonomi lebih rendah akan

memanfaatkan tenaga non kesehatan sebagai penolong persalinan. Hal ini

disebabkan antara lain karena biaya persalinan oleh dukun dapat diangsur

dan lebih murah, mulai dari perawatan selama kehamilan sampai dengan

40 hari setelah melahirkan, sehingga dirasakan ringan. Lain halnya dengan

biaya persalinan oleh bidan, biasanya dibayar sekaligus oleh masyarakat

setelah selesai persalinan, sehingga dirasakan mahal walaupun masih

dalam batasan terjangkau. (Adiwiryono, 2001)

Upah Minimum Regional adalah suatu standar minimum yang digunakan

oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada

pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.

Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja

No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum. Saat ini

UMR juga dikenal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP) karena

ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu setelah

otonomi daerah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UMK) untuk provinsi Lampung upah minimum regional

sebesar Rp 776.500,00 (Badan Pusat Statistik Nasional Indonesia, 2011)


12

Berdasarkan laporan akhir UNICEF Juli 1999 hampir 24% dari seluruh

penduduk Indonesia atau hampir 50 juta orang hidup di bawah garis

kemiskinan. Enam puluh persen dari ibu hamil dan anak sekolah

kekurangan zat besi/anemia. Hal ini menunjukkan sebagian besar

pendapatan penduduk Indonesia masih sangat rendah. Sehingga

mengurangi akses ke perawatan kesehatan, karena pada masyarakat miskin

pedesaan rata-rata pengeluaran per harinya kurang dari Rp. 5000,00 (US$

0,60). Kondisi ini berpengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan

yaitu pesalinan yang ditolong oleh NAKES sebesar 38.5% tahun 1992 dan

43,2 % tahun 1997. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar

persalinan masih ditolong dukun bayi (Dursin, 2000).

2.1.3.6 Biaya Persalinan

Hasil penelitian Djaswadi, dkk (2000) menunjukkan bahwa mahalnya

biaya persalinan dan alasan kenyamanan sebagian besar ibu hamil di

Kabupaten Purworejo lebih memilih melahirkan di rumah dengan

pertolongan dukun. Sebagai contoh saat ini biaya untuk kelahiran normal

di kamar kelas tiga di rumah sakit swasta sekitar Rp. 390.000,00

sedangkan biaya untuk pelayanan gawat darurat sekitar 16 sampai 20 juta

rupiah (Marzolf, 2002: 36).

2.1.3.7 Pengambilan Keputusan Kolektif dalam Keluarga

Pada kenyataannya banyak kasus kematian ibu melahirkan sering

disebabkan oleh keterlambatan suami dalam mengambil keputusan

rujukan ke pelayanan kesehatan (Elizabeth and Nancy, 2002).


13

Berdasarkan hasil SUSENAS 1995, sebagian besar suami (51 %)

memilih dukun saat istrinya melahirkan dengan alasan, murah (biaya

terjangkau), lebih nyaman dan dapat membantu perawatan bayi sampai

35 hari (Meiwita, 1998).

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa peran suami sangat dominan

dalam pengambilan keputusan, sehingga berpengaruh terhadap akses dan

kontrol terhadap sumber daya yang ada. Dengan demikian ibu hamil

perlu mempunyai keberanian dan rasa percaya diri untuk berpendapat

menentukan penolong persalinan profesional yang diinginkan (Susana,

2000; Mercy, 2003).

2.1.4 Keberhasilan pertolongan persalinan sebelumnya

Menurut Dinas Kesehatan (1999) dan Djaswadi, dkk (2000) selain faktor

usia, ibu hamil yang pertama kali dan ibu yang telah hamil lebih dari tiga

kali mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi bila mengalami

komplikasi obstetri.

Menurut Read (1959) dalam Hudono, (1979) ketakutan merupakan faktor

utama yang menyebabkan rasa nyeri pada persalinan yang seharusnya

tanpa rasa nyeri. Akibatnya rasa takut dapat mempunyai pengaruh tidak

baik terhadap lancarnya his dan pembukaan. Hal ini biasanya dialami

oleh wanita yang mempunyai pengalaman tidak menyenangkan dalam

kehamilan sebelumnya. Dengan demikian urutan kelahiran keberhasilan

persalinan sebelumnya sangat berpengaruh terhadap pemilihan penolong

persalinan pada anak berikutnya. Oleh sebab itu untuk kehamilan yang
14

berisiko besar disarankan agar ditangani oleh NAKES yang profesional

dengan peralatan yang lebih lengkap.

2.2 Pertolongan Kesehatan dengan Dukun

2.2.1 Pengertian

Pertolongan persalinan oleh dukun seringkali dilakukan oleh seseorang

yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin atau peraji. Pada

dasarnya dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan masyarakat

setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari nenek

moyang atau keluarganya dan biasanya sudah berumur 40 tahun ke atas

(Prawirohardjo, 2005).

Pendidikan dukun umumnya adalah Kejar Paket A atau tamat SD, bisa

baca tulis dengan kapasitas yang rendah, mereka tidak mendapat ilmu

tentang cara pertolongan persalinan secara teori di bangku kuliah, tetapi

mereka hanya berdasarkan pengalaman saja. Peralatan yang digunakannya

hanya seadanya seperti memotong tali pusat menggunakan bambu, untuk

mengikat tali pusat menggunakan tali naken, dan untuk alasnya

menggunakan daun pisang

2.2.2 Cara-cara Pertolongan Oleh Dukun

Tak berbeda dengan seorang bidan, dukun beranak melakukan

pemeriksaan kehamilan melalui indri raba (palpasi). Biasanya perempuan

yang mengandung, sejak mengidam sampai melahirkan selalu

berkonsultasi kepada dukun, bedanya dibidan perempuan yang

mengandunglah yang datang ketempat praktek bidan untuk berkonsultasi.


15

Sedangkan dukun ia sendiri yang berkeliling dari pintu ke pintu

memeriksa ibu yang hamil. Sejak usia kandungan 7 bulan control

dilakukan lebih sering. Dukun menjaga jika ada gangguan, baik fisik

maupun non fisik terhadap ibu dan janinnya. Agar janin lahir normal,

dukun biasa melakukan perubahan posisi janin dalam kandungan dengan

cara pemutaran perut (diurut-urut) disertai doa.

Ketika usia kandungan 4 bulan, dukun melakukan upacara tasyakuran

katanya janin mulai memiliki roh. Hal itu terasa pada perut ibu bagian

kanan ada gerakan halus. Pada usia kandungan 7 bulan, dukun melakukan

upacara tingkeban. Katanya janin mulai bergerak meninggalkan alam

rahim menuju alam dunia, melalui kelahiran. Calon ibu mendapat

perawatan khusus, selain perutnya dielus-elus, badannya juga dipijat-pijat,

dari ujung kepala sampai ujung kaki. Malah disisir dan di bedaki agar ibu

hamil tetap cantik meskipun perutnya makan lama makin besar

2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Mengapa Masyarakat Lebih Memilih Penolong

Bersalin Dengan Dukun

Masih banyak masyarakat yang memilih persalinan ditolong oleh dukun

daripada tenaga kesehatan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

2.2.3.1 Kemiskinan

Tersedianya berbagai jenis pelayanan publik serta persepsi tentang nilai

dan mutu pelayanan merupakan faktor penentu apakah rakyat akan

memilih kesehatan atau tidak. Biasanya, perempuan memilih berdasakan

penyedia layanan tersebut, sementara laki-laki menentukan pilihan mereka


16

berdasarkan besar kecilnya biaya sejauh dijangkau oleh masyarakat

miskin. Sekitar 65% dari seluruh masyarakat miskin yang diteliti

menggunakan penyesia layanan kesehatan rakyat seperti bidan di desa,

puskesmas atau puskesmas pembantu (pustu), sementara 35% sisanya

menggunakan dukun beranak yang dikenal dengan berbagai sebutan.

Walaupun biaya merupakan alasan yang menentukan pilihan masyarakat

miskin, ada sejumlah faktor yang membuat mereka lebih memilih layanan

yang diberikan oleh dukun. Biaya pelayanan yang diberikan oleh bidan di

desa untuk membantu persalinan lebih besar daripada penghasilan RT

miskin dalam satu bulan. Disamping itu, biaya tersebut pun harus dibayar

tunai. Sebaliknya, pembayaran terhadap dukun lebih lunak secara uang

tunai dan ditambah barang. Besarnya tariff dukun hanya sepersepuluh atau

seperlima dari tarif bidan desa. Dukun juga bersedia pembayaran mereka

ditunda atau dicicil (Suara Merdeka, 2003).

2.2.3.2 Masih langkanya tenaga medis di daerah-daerah pedalaman

Sekarang dukun di kota semakin berkurang meskkipun sebetulnya belum

punah sama sekali bahkan disebagian besar kabupaten, dukun beranak

masih eksis dan dominant. Menurut data yang diperoleh Dinas Kesehatan

Provinsi Lampung jumlah bidan jaga di Provinsi Lampung sampai tahun

2009 ada 7.625 orang. Disebutkan pada data tersebut, junlah dukun di

perkotaan hanya setengah jumlah bidan termasuk di Lampung. Namun, di

7 kecamatan yang ada di Kabupaten Mesuji jumlah dukun lebih banyak

(dua kali lipat) jumlah bidan


17

2.2.3.3 Kultur budaya masyarakat

Masyarakat kita terutama di pedesaan, masih lebih percaya kepada dukun

beranak daripada kepada bidan apalagi dokter. Rasa takut masuk rumah

sakit maih melekat pada kebanyakan kaum perempuan. Kalaupun terjadi

kematian ibu atau kematian bayi mereka terima sebagai musibah yang

bukan ditentukan manusia

Selain itu masih banyak perempuan terutama muslimah yang tidak

membenarkan pemeriksaan kandungan, apalagi persalinan oleh dokter atau

para medis laki-laki. Dengan sikap budaya dan agama seperti itu,

kebanyakan kaum perempuan di padesaan tetap memilih dukun beranak

sebagai penolong persalinan meskipun dengan resiko sangat tinggi.

2.2.4 Masalah Yang Dapat Ditimbulkan Apabila Persalinan Ditolong Oleh

Dukun

Menurut sinyalemen Dinkes AKI cenderung tinggi akibat pertolongan

persalinan tanpa fasilitas memadai, antara lain tidak adanya tenaga bidan

apalagi dokter obsgin. Karena persalinan masih ditangani oleh dukun

beranak atau peraji, kasus kematian ibu saat melahirkan masih tetap tinggi.

Pertolongan gawat darurat bila terjadi kasus perdarahan atau infeksi yang

diderita ibu yang melahirkan, tidak dapat dilakukan.

Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang lebih memilih untuk

menggunakan dukun beranak. Sementara itu, definisi merekatentang mutu

pelayanan berbeda dengan definisi standar medis. Kelemahan utama dari


18

mutu pelayanan adalah tidak terpenuhinya standar minimal medis oleh

para dukun beranak, seperti dengan praktek yang tidak steril (memotong

tali pusat dengan sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi yang baru

lahir dengan mulut). Riwayat kasus kematian ibu dan janin dalam

penelitian ini menggambarkan apa yang terjadi jika dukun beranak gagal

mengetahui tanda bahaya dalam masa kehamilan dan persalinan serta

rujukan yang terlambat dan kecacatan janin pun bisa terjadi dari

kekurangtahuan dukun beeranak akan tanda-tanda bahaya kehamilan yang

tidak dikenal (Suara Merdeka, 2003).

Selain itu, pertolongan persalinan oleh dukun sering menimbulkan kasus

persalinan, diantaranya kepala bayi sudah lahir tetapi badannya masih

belum bisa keluar atau partus macet, itu disebabkan karena cara memijat

dukun bayi tersebut kurang profesional dan hanya berdasarkan kepada

pengalaman.

2.2.5 Usaha Untuk Menjalin Kerjasama Antara Tenaga Medis dan Dukun Dalam

Menolong Persalinan

Berdasarkan dukun di Indonesia masih mempunyai peranan dalam

menolong suatu persalinan dan tidak bisa dipungkiri, masih banyak

persalinan yang ditolong oleh dukun beranak, walaupun dalam menolong

persalinan dukun tidak berdasarkan kepada pengalaman dan berbagai

kasus persalinan oleh dukun seringkali terjadi dan menimpa seorang ibu

dan atau bayinya. Tetapi keberadaan dukun di Indonesia tidak boleh


19

dihilangkan tetapi kita bisa melakukan kerjasama dengan dukun untuk

mengatasi hal-hal atau berbagai kasus persalinan oleh dukun.

Seperti di daerah pedesaan Kampung Sidomulyo Kabupaten Mesuji

setelah dua dari empat dukun beranak yang diwawacarai telah menerima

pelatihan dari dokter-dokter puskesmas pada tahun 2007. Mereka merasa

pelatihan dan peralatan persalinan yang diberikan saat pelatihan sangat

bermanfaat. Para dukun juga dilatih tentang pencatatan dan pelaporan.

Setiap dukun dilatih membaca sampai mengerti bagaimana cara pengisian

kolom tersebut. Pelatihan untuk perawatan ibu hamil, pertolongan pada

diare, makanan bergizi bagi bayi, balita dan ibu hamil juga dilakukan.

Membina hubungan baik dengan dukun juga dilakukan agar kita bisa lebih

gampang menjalin kerjasama dengan dukun.

2.2.6 Pelayanan yang Dapat Diberikan Oleh Dukun

Dalam mutu pelayanan tidak dipenuhinya standar minimal medis oleh para

dukun, seperti dengan praktek yang tidak steri (memotong tali pusat

dengan sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi baru lahir dengan

mulut).

Layanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan non-medis misalnya:

2.2.6.1 Dukun mau mendatangi setiap ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan

kehamilan.

2.2.6.2 Dukun mematok harga muruh, kadang bisa disertai atau diganti dengan

sesuatu barang misalnya beras, kelapa, dan bahan dapur lainnya.


20

2.2.6.3 Dukun beranak dapat melanjutkan layanan untuk 1-44 hari pasca

melahirkan dengan sabar memanjakan ibu dan bayinya misalkan dia

mencuci dan membersihkan ibu setelah melahirkan.

2.2.6.4 Dukun menemani anggota keluarga agar bisa beristirahat dan memulihkan

diri, sebaliknya bidan seringkali tidak bersedia saat dibutuhkan atau

bahkan tidak mau datang saat dipanggil.

2.3 Penelitian Terkait

Hasil penelitian Heni Oktarina pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa ada

hubungan tingkat pengetahuan tentang infeksi dan penolong persalinan

dengan pemilihan tenaga penolong persalinan. Selain itu juga sesuai dengan

hasil penelitian Elvistron Juliwanto pada tahun 2008 yaitu ada hubungan yang

signifikan antara tingkat pengetahuan dengan pemilihan tenaga penolong

persalinan. Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam

rangka perubahan pola pikir dan perilaku dalam masyarakat.

Hasil penelitian Sugiarto (2003) menunjukkan bu hamil yang berpendidikan >

6 tahun mempunyai kemungkinan 4,1388 kali lebih banyak memilih NAKES

di banding ibu hamil yang berpendidikan < 6 tahun. Faktor lainnya yang juga

berpengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan adalah pengetahuan ibu

tentang resiko kehamilan dan persalinan, sikap terhadap ANC, jarak ke

pelayanan kesehatan, pendapatan keluarga, biaya persalinan, dan pengambilan

keputusan kolektif dalam keluarga.


21

2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan teori diatas, maka dapat dibuat kerangka konsep sebagai

berikut:

Gambar 2.1
Kerangka Teori

Faktor predisposisi (predisposing factor):


- Pengetahuan
- Sikap
- Keyakinan
- Persepsi
- Variabel demografi seperti status social,
ekonomi, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga.

Faktor pemungkin (enabling factor):


- Ketersediaan sarana
Perilaku/ Pemilihan
- Keterjangkauan sarana. persalinan dengan dukun

Faktor Penguat (reinforcing factor)


- Keluarga
- Teman sebaya Faktor Prediktor Perilaku
- Guru Pemilih Penolong Persalinan:
- Petugas kesehatan. a. Usia ibu hamil
b. Pendidikan
c. Jarak tempat tinggal
d. Pekerjaan
e. Sosial ekonomi
f. Biaya Persalinan
g. Pengambilan keputusan
kolektif dalam keluarga

Sumber: Modifikasi L Green (2005), Notoatmodjo (2003) dan Djaswadi, dkk


(2000).
22

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang ingi diamati atau diukur melalui penelitian yang

akan dilakukan (Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini, kerangka konsep

yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi ibu


bersalin dengan dukun:
1. Usia Ibu
2. Pendidikan
3. Status Ekonomi
4. Pekerjaan

3.2 Variabel dan Definisi Opersional

Menurut Effendi, variabel adalah konsep yang mempunyai variabilitas nilai.

Arikunto (1997) mengemukakan bahwa variabel penelitian adalah objek

penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel pada

penelitian adalah faktor yang mempengaruhi ibu bersalin dengan dukun.

Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel yang diamati atau

diteliti, maka variabel tersebut perlu diberi batasan atau definisi operasional.

Definisi operasional adalah suatu rumusan nyata, pasti dan tidak

membingungkan. Rumusan tersebut dapat diobservasi dan dapat diukur.

Definisi ini juga bermanfaat untuk mengarahkan pada pengukuran atau


23

pengamatan terhadap variabel yang bersangkutan serta pengembangan

instrumen/alat ukur (Notoatmodjo,2005).

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Alat Cara Hasil Ukur Skala


Ukur ukur Ukur
Usia Suatu ukuran hidup Angket Wawan - Produktif (20 - 35 Ordinal
menusia berdasarkan cara tahun
lamanya hidup yang - Tidak produktif
dapat ukur dengan (<20 tahun >35
satuan tahun tahun)

(Djaswadi, dkk,
2000)
Pendidikan Jenjang pendidikan Angket Wawan - Pendidikan rendah Ordinal
formal yang dilalui cara (SD atau SMP)
responden - Pendidikan Tinggi
(SMA dan
Sarjana)
(Undang-undang
Nomor 20 Tahun
2003)
Sosial Pendapatan keluarga Angket Wawan - Rendah Ordinal
ekonomi dalam satu bulan cara (< Rp. 776.500)
- Tinggi
( Rp. 776.500)
(Badan Pusat
Statistik Nasional
Indonesia, 2011)
Pekerjaan Kegiatan yang Angket Wawan - Bekerja Ordinal
cara - Tidak Bekerja
dilakukan ibu di luar
rumah secara rutin (Barthos, 2001).
untuk mendapatkan
penghasilan

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain/Rancangan penelitian


24

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan didalam

suatu komunitas atau masyarakat (Notoatmodjo, 2005).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan Di Wilayah Kerja Puskesmas Natar. Waktu yang

digunakan pada penelitian ini selama kurang lebih satu bulan. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Februari Tahun 2011.

4.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari satu variabel yang diteliti. Variabel

tersebut dapat berupa orang. perilaku atau sesuatu yang lain yang akan

dilakukan penelitian (Nursalam, 2003). Populasi pada penelitian ini adalah

seluruh ibu yang bersalin yang ditolong oleh dukun bulan Januari Februari

tahun 2011 sebanyak 31 ibu.

2. Sampel

Sampel adalah keseluruhan obyek yang akan diteliti atau dianggap mewakili

seluruh populasi dengan kriteria inklusi sebagai Karakteristik yang dapat

dimasukkan dan layak diteliti (Aziz, 2003). Menurut Arikunto (2006)

apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya sehingga

penelitiannya adalah penelitian populasi. Sehingga tehnik sampling yang

digunakan merupakan total populasi yaitu semua ibu post patum yang

ditolong oleh dukun sebanyak 31 ibu.

4.5 Tehnik Pengumpulan Data


25

Dalam penelitian ini sumber data yang di gunakan adalah data primer, yaitu

data yang diperoleh langsung dari responden.

4.6 Alat Ukur dan Pengukuran

Menurut Notoatmodjo 92002), instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan

digunakan dalam pengumpulan data. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian yang meliputi:

1. Usia

Merupakan pertanyaan tentang usia ibu yang diukur berdasarkan ulang

tahun terakhir. Dikatakan produktif jika ibu berusia 20 - 35 tahunm, dan tidak

produktif jika ibu berusia <20 tahun atau >35 tahun.

2. Pendidikan

Merupakan pertanyaan tentang pendidikan terakhir yang diperoleh

responden. Dikatakan pendidikan rendah jika ibu berpendidikan akhir SD atau

SMP dan pendidikan tinggi jika ibu berpendidikan akhir SMA dan Sarjana.

3. Sosial ekonomi

Merupakan pertanyaan tentang pendapatan yang diperoleh keluarga dalam

satu bulan dikatakan rendah jika pendapatan ibu < Rp. 776.500 dan tinggi jika

pendapatan keluarga Rp. 776.500.

4. Pekerjaan.

Merupakan pertanyaan tentang kegiatan yang dilakukan ibu untuk

mendapatkan penghasilan dikatakan bekerja jika ibu bekerja secara rutin


26

dan menghasilkan uang dan dikatakan tidak bekerja jika ibu tidak ada

kegiatan yang menghasilkan uang.

4.7 Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan, data kemudian diolah dengan tahap-tahap sebagai

berikut:

a. Editing

Tahap ini merupakan kegiatan penyuntingan data yang telah terkumpul

yaitu dengan memeriksa kelengkapan, kesalahan pengisian setiap jawaban

dari daftar pertanyaan sebagai persiapan untuk entri data ke dalam tabulasi

b. Coding

Setelah data diedit langkah selajutnya adalah mengkoding data, yaitu

memberi kode terhadap setiap jawaban yang diberikan.

c. Prosesing

Adalah menghitung atau mencatat data yang telah terkumpul, selanjutnya

diolah dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

e. Cleaning

Suatu kegiatan pembersihan data, terhadap kemungkinan adanya

kesalahan. Dapat dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi dari

variabel-variabel dan menilai kelogisannya.

4.7 Analisa Data

1. Analisis Univariat
27

Dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi atau besarnya proporsi

menurut variabel yang diteliti dan juga berguna untuk mengetahui

karakteristik atau gambaran variabel dependen dan variabel independent.

(Arikunto, 1998). Untuk data kategorik dianalisis untuk mengetahui

distribusi frekuensi dan presentase. Analisa univariat dilakukan untuk

melihat distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus presentase

(Arikunto, 1998):

F
P x 100%
N

Keterangan:

P : Presentase

f : Total responden sesuai kategori

N : Total responden

Hasil dari presentase dan pemberian skor penelitian untuk variabel

diinterprestasikan dengan menggunakan kriteria kualitatif

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
28

5.1 Gambaran Umum Wilayah penelitian

5.1.1 Geografis

Wilayah Kerja Puskesmas Natar terletak di Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan dengan Luas wilayah 131.91 km, terdiri dari 5 desa

binaan, yaitu Natar, Merak Batin, Negara Ratu, Rejo Sari dan Bumi Sari.

Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Puskesmas Branti

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Puskesmas Hajimena

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Gedong Tataan

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Puskesmas Hajimena

5.1.2 Demografi

Badan Pusat Statistik Kecamatan mendata jumlah penduduk di wilayah

Kerja Puskesmas Natar pada tahun 2010 sebanyak 55.098 jiwa, dengan

rata-rata jiwadalam rumah tangga adalah 4 orang. Dari jumlah penduduk

yang ada terdiri dari 28.104 jiwa laki-laki dan 27.080 jiwa perempuan. Hal

ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk laki-laki lebih tinggi

dari pada laju pertumbuhan penduduk perempuan.

Dari 5 desa yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Natar tercatat desa yang

paling banyak penduduknya adalah desa Merak Batin dengan jumlah

penduduk sasran 18.019 jiwa, sedangkan jumlah penduduk sasaran yang

paling sedikit adalah desa Rejo Sari yaitu 4.920 jiwa.

5.1.3 Sosial Ekonomi


29

Dari 13049 KK yang ada sebanyak 5.579 KK tergolong kategori miskin

(42.75%) yang mempunyai 22.444 keluarga miskin.

5.2 Karakteristik Responden

1. Umur

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Di Wilayah Kerja Puskesmas Natar Tahun 2011

Umur Jumlah Persentase


Produktif 18 58.1
Tidak Produktif 13 41.9
Jumlah 31 100,0

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar responden berusia

produktif yaitu antara 20-35 tahun yaitu sebanyak 18 responden (58.1%),

sedangkan responden yang berusia tidak produktif sebanyak 13 responden

(41.9%).

2. Pendidikan

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Natar Tahun 2011

Pendidikan Jumlah Persentase


Rendah 25 80.6
Tinggi 6 19.4
Jumlah 31 100,0

Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar responden

berpendidikan rendah yaitu tamat Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Menengah

Pertama (SMP) yaitu sebanyak 25 responden (80,6%), sedangkan responden


30

berpendidikan tinggi atau pendidikan akhir Sekolah Menengah Atas (SMA)

sebanyak 6 responden (19.4%).

3. Pekerjaan

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumur Batu Tahun 2011

Pekerjaan Jumlah Persentase


Tidak Bekerja 25 80.6
Bekerja 6 19,4
Jumlah 31 100,0

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar responden tidak

bekerja yaitu sebanyak 25 responden (80,6%), sedangkan responden yang

bekerja sebanyak 6 responden (19,4e%).

4. Tingkat Ekonomi

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Ekonomi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Natar Tahun 2011

Tingkat Ekonomi Jumlah Persentase


Rendah 23 74.2
Tinggi 8 25,8
Jumlah 31 100,0

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat ekonomi rendah yaitu sebanyak 23 responden yaitu (74,2%), dan yang

tinggi sebanyak 8 reseponden (25,8%).


31

5.3 Pembahasan

5.3.1 Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia

produktif yaitu antara 20-35 tahun yaitu sebanyak 18 responden (58.1%),

sedangkan responden yang berusia tidak produktif sebanyak 13 responden

(41.9%).

Usia ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua (< 20 tahun dan > 35

tahun merupakan faktor penyulit kehamilan, sebab ibu yang hamil terlalu

muda keadaan tubuhnya belum siap menghadapi kehamilan, sedangkan di

atas 35 tahun apabila mengalami komplikasi maka risiko mengalami

kematian lebih besar (Hany , 1996; Meiwita, 1998; Djaswadi, dkk, 2000).

Responden dalam penelitian ini yang melakukan persalinan dengan dukun

sebagian besar berusia produktif dikarenakan dukun yang ada di Wilayah

Kerja Puskesmas Natar sebagian besar telah mendapatkan pelatihan

sehingga mereka mengetahui pada usia beresiko seperti terlalu muda (< 20

tahun) atau terlalu tua (>35 tahun) mereka tidak melakukan pertolongan

sendiri sehingga mereka melakukan rujukan untuk melakukan persalinan

di tenaga kesehatan khususnya di Rumah Sakit, untuk menghindari

komplikasi yang tidak diinginkan seperti perdarahan.

Menurut peneliti masih ditemukannya ibu hamil dengan usia tidak

produktif yaitu < 20 tahun atau > 35 tahun, disebabkan karena kurangnya

pengetahuan ibu tentang resiko kehamilan di usia tersebut, sehingga


32

diperlukan promosi kesehatan oleh petugas kesehatan tentang batas usia

produktif.

5.3.2 Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berpendidikan akhir Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 23

responden (74.1%), sedangkan responden dengan pendidikan akhir

Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 6 responden (19.4%), dan

berpendidikan akhir Sekolah Dasar (SD) sebanyak 2 responden (6.5%).

Tingkat pendidikan ibu juga berpengaruh pada pemilihan penolong

persalinan dan perawatan selama kehamilan. Pada penelitian yang

diadakan di Lima-Peru pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, sebanyak 82% wanita berpendidikan memilih pelayanan

tenaga kesehatan (NAKES) dan wanita tidak berpendidikan yang memilih

tenaga NAKES hanya 62% (World Bank, 1994).

Hasil penelitian ini sejalan dengan data survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2007, yang menunjukan bahwa ibu yang tidak

berpendidikan memilih persalinan pada dukun bayi sebesar 73,9% dan

hanya 14,2% memilih bidan. Sedangkan yang berpendidikan sekolah

lanjutan keatas sebesar 65,6% memilih persalinan pada bidan dan 25,9%

memilih dukun.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Bangsu, 1998 menunjukkan bahwa

pendidikan ibu merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap

pemilihan tenaga penolong persalinan dengan p = 0.00.


33

Pendidikan ibu berhubungan dengan pemilihan tenaga penolong

persalinan mengingat bahwa pendidikan dapat mempengaruhi daya

intelektual seseorang dalam memutuskan suatu hal, termasuk penentuan

penolong persalinan. Pendidikan ibu yang kurang menyebabkan daya

intelektualnya juga masih terbatas sehingga perilakunya masih sangat

dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya ataupun perilaku kerabat lainnya atau

orang yang mereka tuakan.

Pendidikan ibu di sini dikategorikan kurang bilamana ia hanya

memperoleh ijazah hingga SMP atau pendidikan lainnya yang setara ke

bawah, di mana pendidikan ini hanya mencukupi pendidikan dasar 9

tahun.

Menurut peneliti hal ini disebabkan karena kemampuan masyarakat untk

memperoleh jenjang pendidikan tinggi yang kurang. Dan program

pemerintah hanya berlaku hingga pendidikan menengah pertama.

Sehingga untuk melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya dibutuhkan

kemampuan keluarga untuk membiayai pendidikan tersebut. Sehingga

disarankan kepada masyarakat untuk meningkatkan pendidikan baik

secara formal ataupun informal sehingga dapat meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang persalinan dan kesehatan reproduksi.

5.3.3 Pekerjaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak

bekerja yaitu sebanyak 25 responden (80,6%), sedangkan responden yang

bekerja sebanyak 6 responden (19,4%).


34

Kerja merupakan melakukan kegiatan atau aktifitas dengan maksud

memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan

selama paling sedikit satu jam dalam seminggu. Waktu tersebut berurutan

dan tidak terpitus (Barthos, 2001).

Pekerjaan adalah kedudukan seseorang didalam melakukan pekerjaan,

yaitu apakah orang tersebut berkedudukan sebagai buruh atau karyawan,

berusaha dengan dibantu pekerja keluarga atau buruh tidak tetap, buruh

yang dibantu atau karyawan tetap pekerja keluarga tanpa upah atau segi

pekerja sosial (Hasibuan, 2003).

Jadi pekerjaan adalah kegiatan yang dimaksud adalah aktivitas guna

mendapatkan uang atau penghasilan guna menambah kebutuhan ekonomi

keluarga. Selain itu ibu yang tidak bekerja umumnya tidak memiliki rekan

atau teman, sehingga pemilihan tenaga penolong persalinan dilakukan

berdasarkan keputusan keluarga atau kebiasaan yang terdapat di keluarga

tersebut, seperti jika ibu responden melakukan persalinan di dukun maka

responden pun akan melakukan persalinan di dukun karena mereka

menganggap tindakan pertolongan persalinan oleh dukun tidak

menimbulkan masalah.

Menurut peneliti ibu yang bekerja memiliki kemampuan finansial lebih

tinggi dibandingkan yang tidak bekerja, sehingga ibu memiliki

kemampuan untuk menggunakan fasilitas ksehatan yang memadai. Oleh

karena itu perlu dijelaskan kepada masyarakat mengenai fasilitas


35

pemerintah yang dapat meringankan biaya persalinan seperti Jamkesmas,

Jampersal, sehingga ibu dapat memanfaatkan fasilitas tersebut.

5.3.4 Pendapatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat ekonomi rendah yaitu sebanyak 23 responden yaitu (74,2%), dan

yang tinggi sebanyak 8 reseponden (25,8%).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Suprapto, (2002) yang

mengungkapkan bahwa ibu dengan status ekonomi kurang mampu

cenderung mencari pertolongan ke non nakes. Kelompok ini berkisar 20-

40% dengan karakteristik individu yaitu banyak tinggal di perdesaan,

ibu/bapak berpendidikan SD-SMP atau tidak sekolah, ibu/bapak bekerja di

pertanian atau tidak bekerja dan tidak mempunyai jaminan kesehatan.

Hal ini mengindikasikan bahwa keluarga dengan pendapatan rendah akan

beralih untuk memanfaatkan dukun bayi dalam pertolongan persalinan, hal

ini dikarenakan biaya atau tarif yang dikenakan oleg dukun bayi

cenderung jauh lebih murah dibandingkan dengan tarif oleh bidan atau

tenaga medis. Keadaan ini mencerminkan bahwa ibu dari keluarga dengan

pendapatan yang tinggi cenderung lebih dominan memilih bidan

dibandingkan dukun bayi.

Hal ini sejalan dengan penelitian Abbas dan Kristiani (2006), bahwa

pemanfaatan bidan cenderung pada ibu dengan pendapatan tinggi,

sedangkan masyarakat dengan pendapatan rendah lebih memilih dukun


36

bayi, karena mereka mempunyai persepsi bahwa pertolongan persalinan

pada bidan mahal dan beberapa masyarakat yang menyatakan kurang

percaya terhadap pelayanan kesehatan di bidan di desa, karena bidan

masih terlalu muda dan belum menikah sehingga belum mempunyai

pengalaman terutama persalinan ibu melahirkan.

Faktor penyebab masih tingginya proses persalinan melalui dukun beranak

selain faktor tradisi biasanya dipengaruhi juga oleh faktor sosial ekonomi.

Namun, untuk alasan ekonomi sebenarnya bisa diantisipasi dengan adanya

program bantuan dana persalinan bagi keluarga miskin.

Sebagian besar masyarakat dengan status warga miskin memiliki Kartu

Jamkesmas sehingga mereka hanya membayar sedikit saja ketika bidan

membantu proses persalinannya karena biaya kesehatan mereka telah

disubsidi oleh pemerintah melalui pemilikan Kartu Jamkesmas. Begitu

pula jika masyarakat memiliki SKPM dari kecamatan setempat maka

mereka akan mendapatkan keringanan biaya pada sarana pelayanan

kesehatan (RS, Puskesmas atau Puskesmas Pembantu).

Dengan demikian keberadaan jaminan pembiayaan kesehatan sangat

berarti dengan melihat cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan pada keluarga dengan status warga miskin lebih besar dibanding

pemilihan tenaga kesehatan.


37

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Umum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persalinan oleh dukun di Wilayah

Kerja Puskesmas Natar tahun 2010 masih tinggi, hal ini dapat ditunjukkan

dengan jumlah responden yang melakukan persalinan oleh dukun sebanyak

31 orang, sebagian besar berusia antara 20-35 tahun, berpendidikan SMP,

tidak bekerja dan memiliki tingkat ekonomi rendah

6.1.2 Khusus

1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur menunjukkan responden

dalam berusia produktif yaitu antara 20-35 tahun yaitu sebanyak 18

responden (58.1%).

2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan, responden

berpendidikan akhir Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 23

responden (74.2%),.

3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan, responden tidak

bekerja sebanyak 25 responden (80.6%).

4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendapatan/sosial ekonomi,

responden memiliki tingkat ekonomi rendah yaitu sebanyak 23 responden

yaitu (74,2%).
38

6.2 Saran

1. Bagi Petugas Puskesmas Natar

Agar dapat lebih meningkatkan promosi kesehatan kepada masyarakat tentang

pentingnya melakukan persalinan dengan tenaga persalinan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Agar melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi

pemilihan tenaga penolong persalinan.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sebagai referensi dalam menambah pengetahuan mahasiswa

tentang faktor yang mempengaruhi pemilihan tenaga penolong

persalinan/dukun.

You might also like