You are on page 1of 13

REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):

5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

Urethritis dan resistensi antimikroba


Zoran GOLUSIN1,2*, Olivera LEVAKOV2 , Biljana JEREMIC2

1
Faculty of Medicine, University of Novi Sad,

2
Clinic of Dermatovenerology Diseaeses, Clinical of Vojvodina, Novi Sad

*
Correspondence: Dr. Zoran Golusin, E-mail : zgolusin@eunet.rs

UDC 6161.62-022.7-08:615.015.7

Abstrak

Uretritis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan discharge mukopurulen atau
purulen uretra dengan atau tanpa disuria, karena peningkatan jumlah leukosit
polimorfonuklear dalam uretra anterior. Terapi antimikroba dan tindakan
pencegahan sangat penting dalam pengelolaan uretritis bakteri. Namun, obat
antimikroba ini dapat menyebabkan resistensi, sehingga pengobatan tidak berhasil
dan dapat menyebabkan komplikasi dari uretritis. Resisntensi dari Neisseria
gonorrhoeae terhadap antibiotik telah dikenal selama puluhan tahun, dan dalam
beberapa tahun terakhir ada lebih banyak kasus resistensi dari Chlamydia
trachomatis dan Mycoplasma genitalium terhadap antibiotik yang berbeda.
Terdapat sebuah kecenderungan bahwa dalam waktu tertentu bahaya di masa
depan N. Gonorrhoeae akan tahan terhadap semua agen antimikroba yang
tersedia, kecuali antibiotik baru yang tidak resisten akan berkembang dengan
cepat atau vaksin yang efektif dikembangkan.

Kata kunci
Uretritis + etiologi + klasifikasi + pencegahan dan pengendalian + pengobatan; resistensi obat; mikroba

Uretritis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan discharge mukopurulen atau
purulent ( gambar 1 dan 2) uretra dengan atau tanpa disuria, karena peningkatan
jumlah leukosit polimorfonuklear dalam uretra anterior. Ada dua jenis uretritis.

1
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

Tipe Pertama tidak ditularkan dan terjadi karena infeksi saluran kemih, phimosis,
prostatitis bakteri, bahan kimia atau iritasi mekanis. Uretritis yang secara langsung
berkaitan dengan penyakit menular seksual dapat diklasifikasikan sebagai :
Gonokokal dan Nongonokokal. Sehubungan dengan perjalanannya, uretritis dapat
akut atau kronis.

Neisseria gonorrhoeae adalah penyebab paling umum dari uretritis di


Afrika dan Asia Tenggara, sementara Chlamydia trachomatis dominan di wilayah
geografis lain, terutama di Eropa dan Amerika Utara (1,2). Tabel 1
menunjukanetiologi agen uretritis nongonococcal (3).

Ketika mempertimbangkan etiologi dari uretritis nongonococcal, harus


mengambil salah satu mikroorganisme pasangan flora oropharingeal dan sekresi
vagina. Bakteri yang baru juga harus dipertimbangkan, misalnya Atopobium
vaginae, sebuah bakteri anarerobic, ditemukan pada tahun 1999, sering ditemukan
di vagina yang menyebabkan vaginosis (4).

Gambar 1. Discharge seperti nanah dari penis : sebuah tantangan


diagnostik dan terapeutik.

2
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

Obat antimikroba dan tindakan pencegahan sangat penting dalam


pengobatan uteritis bakteri. Namun, obat ini dapat menyebabkan resistensi
antimikroba, sehingga pengobatan tidak berhasil dan komplikasi seperti :
epididymo orchitis, prostatitis, SARA ( Sexually acquired reactive arthitis),
penyakit radang panggul, kehamilan ektopik, perihepatitis dan sterilitas.

Resistensi dari Neisseria gonorrhoeae terhadap antibiotik dikenal selama


puluhan tahun, dan dalam beberapa tahun terakhir ada peningkatan jumlah laporan
tentang ketahanan Chlamydia trachomatis dan Mycoplasma genitalium terhadap
antibiotik yang berbeda.

Pada kasus disuria persisten, terkadang sulit untuk menilai apakah terdapat
resistensi, dan diagnosis dan kekurangan terapi ketika mengidentifikasi sumber
infeksi, reinfeksi atau penyesuaian.

Neisseria gonorrhoeae

Pengobatan gonore telah banyak berubah dalam banyak hal sepanjang sejarah,
dari prosedur lama ( adstrigwns uretra, zat mekanik dan kimia di pergunakan ke
uretra), sampai munculnya antbiotik. Obat-obatan antibakteri yang pertama
sulfonamid, yang muncul pada tahun 1963, sedangkan penisilin muncul tujuh
tahun kemudian (5,6).

Penisilin adalah standar pengobatan untuk gonorrhea, tetapi penurunan


sensitivitas terhadap penisilin pada tahun 1950 hingga 1970 memerlukan
perubahan dan direkomendasikan kombinasi penisilin dengan probenesid. Pada
tahun 1976, - laktamase encoding plasmid menyebabkan tingginya tingkat
resistensi penisilin, dan pada tahun 1989, terdapat tingkat resistensi signifikan di
AS, dan obat tersebut dihapus dari daftar terapi yang direkomendasikan untuk
gonore (8,9). Hal serupa terjadi pada tetrasiklin yang dihentikan menjadi
pengobatan yang dianjurkan untuk gonore dai AS dan Eropa Barat di akhir 1980-
an (10). Quinolon telah menjadi terapi lini pertama sejak pertengahan 1980-an
hingga awal 90 di banyak negara. Kecuali untuk urogenital, mereka efektif dalam
pemberantasan gonore orofaringeal dan anorektal dengan dosis tunggal

3
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

ciprofoxacin 500mg oral. Resistensi pertama kali diamati di Asia Tenggara, dan
kemudian di dunia bagian lain, memberikan kontribusi pengecualian untuk
pengobatan lini pertama gonore pada awal dan pertengahan 2000-an (11-12).

Azitromisin, macrolide yang relatif baru, telah menunjukan efikasi yang


signifikan dalam pengobatan gonore. Tingkat kesembuhan dari gonore uretra dan
endoserviks mencapai 96,5% untuk 1g azitromicin sampai 99% untuk 2g
azitromycin (13). Namun, beberapa penelitian telah menunjukan kegagalan
pengobatan dari 1g azitromicin, menunjukan bahwa resistensi dapat dengan cepat
berkembang jika dosis ini digunakan (14). Karena pesatnya perkembangan
resistensi, azitromicin tidak pernah menjadi lini pertama pada pengobatan sendiri.
Ini digunakan dalam kombinasi dengan cephalosporin pada pengobatan infeksi
terkait Neisseria gonorrheae dan infeksi Chlamydia trachomatis.

Gambar 1b. Discharge seperti nanah dari penis

Saat ini, sefalosporin adalah pengobatan lini pertama gonore, menunjukan


khasiat tinggi untuk gonore urogenital, anorektal dan faring selama bertahun
tahun dan puluhan tahun. Cefixime, sebuah cephalosporin oral, menunjukan
keefektifan yang serupa seperti ceftriaxone intramuskular dalam pengobatan
komplikasi gonore. Dosis tunggal 400 mg cefixine menunjukan keefektifan 95%
dari gonore urogenital dan anorektal (13, 15, 16).

Tabel 1. Agen penyebab uretritis Non-gonokokal.

4
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

Namun, efisiensi tinggi sefalosporin terganggu oleh data dari bagian-


bagian tertentu dari resistensi terhadap gonokokus. Data kegagalan pertama
pengobatan gonore dengan sefalosporin generasi ketiga yang diterbitkan di Jepang
pada tahun 2000 (17). Data resistensi terhadap sefalosporin di negara lain di
terbitkan pada tahun berikutnya, dan dua kasus kegagalan pertama pengobatan
dengan cefixime di Eropa berlangsung di Norwegia pada tahun 2010 (18). Di
Jepang, resistensi tingkat tinggi terhadap ceftriaxone dari N. Gonorrhoae strain
( strain H041) baru-baru ini diterbitkan (19). Di Eropa, kasus pertama infeksi
genitalia dengan N. Gonorrhoeae sangat tahan terhadap ceftriaxone diterbitkan di
Prancis pada tahun 2011 (20). Mekanisme resistensi terhadap agen yang
sebelumnya digunakan keduanya dimediasi oleh plasmid dan kromosom (21).
Pertanyaannya adalah berapa lama cephalosporin akan tetap menjadi pengobatan
lini pertama untuk gonore. Di Inggris, pedoman nasional telah berubah dan
merekomendasikan ceftriaxone sebagai terapi lini pertama dengan cefixime
sebagai alternatif (22). Karena kenaikan konsentrasi minimum menghambat
cefixime dan ceftriaxone, direkomendasikan untuk meningkatkan dosis. Namun,
saat dosis cefixime 400 mg merupakan dosis tunggal tertinggi yang diizinkan
untuk gonore dan setiap kenaikan akan memelukan beberapa dosis. Dilema
dengan ceftriaxone adalah bahwa diberikan secara intramuskular dan tidak begitu
cocok dan reaksi merugikan. Rekomendasi dari peningkatan dosis 250 500 dan
tambahan 1 g azitromisin untuk semua pasien untuk menunda resistensi telah
bertemu dengan beberapa skeptisme dan beberapa percaya bahwa ini adalah over-
reaksi terhadap situasi apotensial (23).

5
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

Terapi yang dianjurkan untuk komplikasi infeksi N. Gonorrhoeae dari


infeksi uretra, leher rahim dan rektum pada orang dewasa dan remaja, ketika
sensitivitas antimikroba tidak diketahui, termasuk dosis tunggal ceftriaxone 500
mg bersamaan dengan 2 g azitromisin sebagai dosis tunggal. Regimen alternatif
adalah sebagai berikut; 1) dosis tunggal cefixime 400 mg oral bersamaan dengan
dosis tunggal azitromisin 2 g oral; 2) dosis tunggal ceftriaxone 500 mg IM; 3)
dosis tunggal spectinomycin 2 g IM besamaan dengan dosis tunggal azitromisin 2
g Oral (24).

Untuk mengurangi risiko kegagalan pengobatan (kegagalan pengobatan


gonococcal) terdapat rekomendasi untuk meningkatkan dosis cefixime oral 800mg
untuk orang usia 9 tahun dan lebih tua (25).

Karena itu, kedepan terdapat bahaya strain tertentu N.gonorrhoeaea yang


akan tahan terhadap semua agen antimikroba yang tersedia, kecuali antibiotik baru
yang resisten tidak akan berkembang dengan cepat, atau dikembangkan vaksin
yang efektif.

Penelitian baru menunjukan bahwa pengobatan infeksi gonococcal


mungkin termasuk gentamisin, solithromycin dan ertapenenm.

Di negara Malawi bagian dari Afrika, dosis tunggal gentamisin 240 mg


IM, digunakan sebagai pengobatan lini pertama gonore. Survei terbatas
menunjukan bahwa ternyata gonore belum bermutasi dan kebal terhadap
gentamisin di negara itu selama dua dekade terakhir. Karena penelitian baru
diperlukan pada efektivitas gentamisin, American National Institute of Allergy
and Infection Diseases (NIAID) sedang melakukan uji coba klinis secara acak
berikut intervensi dalam kasus gonore : 1) gentamisin 240 mg ( injeksi
intramuskular) + azitromisin 2 g (oral) ; 2) gemifloxacin 320 mg + azitromisin 2g,
kedua obat diminum secara oral (26).

Sebuah fluoroketolide baru, solithromycin, adalah pilihan pengobatan


yang potensial untuk gonore. Solithromycin di uji dalam percobaan laboratorium,
dan strain gonore yang resisten terhadap setidaknya salah satu antibiotik berikut :

6
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

azitromisin, ampisilin, cefixime, ceftriaxone, ciprofloxacin, spectinomycin,


tetrasiklin dan gentamisin. Di semua kasus, solithromycin menunjukan aktivitas
antibakteri yang kuat. Hasil dari studi fase I dan II menunjukan bahwa
solithromycin diserap dengan baik bila diberikan secara oral dan terkaumulasi
dalam sel. Obat ini memiliki aktivitas anti-inflamasi, yang membuatnya berguna
untuk mengobati infeksi. Pada dosis antara 200 dan 600 mg, baik ditolerasi dan
aman.

Hasil penelitian in vitro menunjukan bahwa ertapenem dapat menjadi


pengobatan pilihan yang efektif terhadap N.gonorrhoeae saat ini khususnya untuk
identifikasi kasus resistensi sefalosporin spektrum luas dan mungkin dalam cara
terapi ganda antimikroba (29).

Ertapenem adalah carbapenem antibiotik spektrum luas yang digunakan


terutama dalam pengobatan infeksi bakteri gram negatif aerobik.

Mycoplasma

Dua spesies mycoplasma yang paling sering terdeteksi di uretra adalah


mycoplasma hominis dan mycoplasma genitalium. Jumlah kolonisasi mycoplasma
meningkat proposional dengan jumlah mitra seksual yang berbeda (30). Tidak
ada bukti yang mendukung peranan M.Hominis sebagai penyebab uteritis. Hal ini
sering diisolasi dari saluran genital individu yang sehat (31).

M. genitalium telah menjadi kuat dan terkait sama dengan uteritis di lebih
dari 300 studi. Catatan ini memungkinkan untuk 15 sampai 20% dari kasus
uretritis nongonococcal dan ini adalah penyebab paling umum kedua ureteritis
nongonococcal setelah C.trachomatis (32).

Antibiotik kelas utama yang digunakan dalam pengobatan mycoplasma


adalah tetrasiklin, makrolida, kuinolon, dan klindamisin. Infeksi M.hominis di
obati dengan tetrasiklin, kuinolon dan klindamisin, sedangkan M. Hominis pada
hakekatnya tahan terhadap makrolida. M.genitalium umumnya rentan terhadap

7
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

tetrasiklin, markolida dan kuinolon secara in vitro, meskipun secara klinis


tetrasiklin tidak efektif (33).

Perubahan sasaran adalah satu-satunya mekanisme resistensi yang


diperoleh yang telah di jelaskan secara in vivo untuk M.genitalium.

Mutasi target dari ribosom, di pusat lingkaran dari 23S rRNA domain V,
mekanisme resistensi M.genitalium utama makrolida. Dalam 85% dari pasien
yang terinfeksi dengan strain mutan dan tidak berhasil diobati dengan 1g
azitromisin, terdapat rsistensi terhadap makrolida, yang dikatakan dalam
mendukung penyebab resistensi azitromisin (34). Oleh karena itu, seperti catatan
sebelumnya untuk resistensi terhadap antibiotik, saat ini tidak ada standar
pengobatan yang berlaku umum untuk M.genitalium.

Studi terapi komparatif M.genitalium berhubungan dengan obat yang


paling umum digunakan : azitromisin dan doxycyline. Sebuah studi Skandinavia
menunjukan bahwa tingkat pemberantasan M.genitalium setelah 9 hari
pengobatan dengan doxycycline ( 200 mg sehari satu, kemudian berikutnya 100
mg delapan hari) adalah 22%, dan dengan dosis tunggal 1 g azitromisin adalah
86% (35). Dalam studi Mena et al, azitromisin juga lebih efisien : 1 g dosis
tunggal menyebabkan tingkat kesembuhan dari 87% dari pasien yang diobati
dibandingkan dengan 45% diobati dengan doxyxyxline (200 mg selama tujuh
hari). Pada sebuah studi di Amerika, obat azitromycin (1 g dosis tunggal)
menghasilkan 66,7%, dan doxycicline ( 200 mg/hari selama tujuh hari) 30,8% dari
pasien yang diobati (36). Azitromisin lebih unggul dari doxyxicline, tetapi dosis
dan durasi terapi teteap dipertimbangkan. Dalam studi dimana azitromisin
digunakan selama lima hari (satu hari 500 mg, 250 mg dari 2 hari menjadi 5 hari)
dengan tingkat pemusnahan sampai 100% (37). Pembentukan resistensi yang
diperoleh untuk terapi makrolida sebelumnya akan mengurangi jumlah uji coba
pengobatan yang tidak berhasil.

Namun, satu studi menunjukan bahwa azitromisin memiliki efek


proarrhythimic. Meskipun beberapa makrolida yang proarrhythmic dan terkait

8
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

dengan peningkatan risiko kematian jantung mendadak, laporan tentang aritmia


menunjukan bahwa azitromisin dapat meningkatkan kematian kardiovaskular.

Dari antibiotik lain, moksifloksasin telah terbukti efektif (pengobatan tujuh


sampai sepuluh hari) pada pasien yang tidak berhasil diobati dengan makrolida
dan tetrasiklin (39).

Meskipun resistensi yang diperoleh dari makrolid, pengobatan lini pertama


uretritis yang disebabkan oleh M.genitalium adalah azitromisin 1 g dosis tunggal
dengan uji PCR menghilangkan dan memberantas mikrobiologi setidaknya 3
minggu kemudian. Jika terapi ini gagal, dan M.genitalium berlanjut, dianjurkan
moksifloksasin 400 mg sehari selama 7 sampai 10 hari. Lima hari azitromycin
atau moksifloksasin dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk
infeksi saluran genitalia atas M.genitalium dan pemberantasan bakteri pasca
perawatan harus selalu diperiksa untuk mencegah komplikasi jangka panjang (40).

Ureaplasma

Berbeda dengan studi konsistensi mengaitkan M.genitalium dengan


uretritis, peran Ureaplasma dalam penyakit ini lebih kontroversial. Hasil dari
penelitian mendukung peran penyebab dari Ureaplasma di uretritis
nongonococcal, terutama dalam bentuk yang kronis (41). Ureaplasma urealitycum
telah dilaporkan sebagai agen penyebab sindrom uetra akut dengan kegagalan
reproduksi pada wanita (42). Bakteri ini juga dapat menjadi faktor etiologi untuk
uretritis pada pria (43). Spesies lain dari ureaplasma pada manusia, seperti
Ureaplasma parvum, lebih sering diisolaso pada kelompok kontrol, menunjukan
bahwa spesies ini memiliki potensi patogen yang lebih rendah. Beberapa pasien
dengan hypogammaglobunemia dapat menjadi uretritis berkepanjangan dengan
infeksi ureaplasma persisten (44).

Ureaplasma rentan terhadap tetrasiklin, kuinolon dan makrolida,


sedangkan klindamisin sebagian besar tidak efektif.

9
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

Laporan tentang resistensi makrolida pada ureaplasma kembali ke tahun


1980-an. Gambaran pertama dari resistensi makrolida tingkat tinggi pada
ureaplasma pada manusia disertai karakterisasi dari mekanisme yang terlibat.
Masuknya makrolida dan akumulasinya, serta afinitas mengikat ke ribosom,
berkurang pada resistensi macrolide (45). Mekanisme resistensi pada U.parvum
yang ditandai dengan urutan bagian dari gen tertulis dalam kode 23S rRNA dan
ribosom protein L4 dan L22. Mutan dengan peningkatan konsentrasi secara
signifikan dengan hambatan minimum dapat dipilih dengan banyak antibiotik,
kecuali makrolida yang berbeda dan abtibiotik yang berhubungan. Sebagian besar
mutasi dikaitkan dengan hilangnya macrolide lengkap dan aktivitas katolide,
sedangkan kombinasi streptogramin kurang berpengaruh. Resistensi dari
ureaplasma terhadap erotromisin masih mejadi bahan perdebatan. Beberapa
penulis menemukan bagian besar strain resisten eritromisin, sementara yang lain
tidak (47). Penulis dari Cina melaporkan sasaran tempat metilasi dan mekanisme
aktif penghabisan didalam pemisahan macrolide resisten ureaplasma (48).

Pengobatan uretritis yang disebabkan oleh Ureaplasma dilakukan sesuai


dengan rekomendasi untuk pengobatan uretritis kronis akibat kumpulan agen ini
dengan uretritis persisten dan berulang. Uretritis persisten setelah pengobatan
doksisiklin dapat disebabkan oleh U.urealyticum resisten doksisiklin. Dosis
tunggal azitromisin 1g oral harus diberikan, dan jika terinfeksi dikaitkan dengan
T.vaginalis, dosis tunggal metronidazole 2 g oral harus ditambahkan (49).

Chlamydia Trachomatis

Pengobatan lini pertama dari infeksi klamidia urogenital harus dengan dosis
tunggal azitromisin 1g. Azitromisin masih menjadi pilihan pada kehamilan dan
pada wanita yang sedang menyusui. Doxyxyxline, 100 mg dua kali sehari selama
7 hari, adalah alternatif yang sesuai (50). Pengobatan alternatif lain adalah
josamycin, 500 1000 mg dua kali sehari selama 7 hari. Josamycin berhasil
digunakan dibeberapa negara (51).

10
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

Uji coba sebelumnya menunjukan bahwa pengobatan lini pertama ini


efektif lebih dari 95%. Namun, bukti terbaru menunjukan bahwa kegagalan
pengobatan dapat terjadi lebih dari 5% dari pasien. Studi pada wanita, tidak
beresiko pada infeksi kembali, menunjukan tingkat kegagalan pengobatan sekitar
8%, sedangkan pada pria diobati dengan dosis tunggal azritromycin 23% (52).
Sebuah studi di Amerika menunjukan tingkat kesembuhan yang lebih tinggi ketika
menggunakan doxycycline dari pada azitromisin. Angka kesembuhan pada pasien
yang diobati dengan doksisiklin (100 mg dua kali sehari selama 7 hari) adalah
94,8%, sedangkan pada pasien yang diobati dengan azitromisin (dosis tunggal 1
g) adalah 77,4%. Alasan untuk tingkat kesembuhan yang lebih rendah mungkin
tingggi nya kejadian infeksi C.trachomatis dan menurunkan khasiat terapi
azitromisin dalam penelitian ini, serta potensi infeksi kembali pada populasi
beresiko tinggi (36).

Resistensi, meskipun jarang dilaporkan sampai saat ini, dapat terjadi pada
C.trachomatis dan berhubungan dengan kegagalan pengobatan. Kejadian
resistensi tidak diketahui, tetapi diperkirakan sangat rendah (53). Dalam
percobaan dengan beberapa bagian berkembang, resisten mutan C.trachomatis
dengan ofloksasin, siprofloksasin, rifampisisn, dan azitromisin yang ditemukan.
Dalam satu percobaan in vitro, doxycycline menunjukan aktivitas paling sedikit
terhadap C.trachomatis dibandingkan dengan azitromisin atau fluoroquinolones.
Aktivitas ofloxacin ditemukan hampir sama dengan azitromisin (54). Dengan
demikian, terapi C.trachomatis dimulai secara empiris.

Kesimpulan

Terapi antimikroba dan pencegahan merupakan elemen penting dalam


pengelolaan uretritis bakteri. Peningkatan resistensi antimikroba terhadap bakteri
yang menunjukan bahwa diperlukan pedoman perbaikan pengobatan tepat waktu,
serta pengembangan senyawa antimikroba baru dan vaksin yang merupakan
tantangan nyata bagi para peneliti karena variasi bakteri antigenik.

11
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

PEMBAHASAN

Dari jurnal ini didapatkan kesimpulan antara lain, penggunaan antibiotik


pada uretritis dari pengobatan antibiotik terlama sampai yang terbaru dapat
terlihat dari tabel berikut :

NO Nama Antibiotik Tahun


.
1. Penicilin 1950 - 1970
2. Tetracycline 1980
3. Quinolone 1980
4. Ciprofloxacine 2000
5. Azitromycin -
6. Chepalosporine 2010
7. Cefixime -
8. Ceftriaxone 2011
9. Genthamicin -
10. Solithromycin -
11. Ertapenem -

Dalam perjalanan nya pengobatan untuk urethitis disesuaikan oleh bakteri


penyebabnya. N. gonorrheae awalnya mempunyai terapi lini pertama yaitu
penicillin, dengan bertambahnya waktu dan berkembangnya bakteri yang resisten
terhadap antimikroba ini sekarang penggunaan tetrasiklin, ceftriaxone,
chepalosporine dan azitromicin cukup banyak digunakan untuk memberantas
infeksi N. gonnorheae dan cukup berhasil, saat ini penggunaan Solitrhomycin dan
Ertapenem menjadi pilihan terbaik di Negara-negara Amerika dan Eropa, tetapi di
Indonesia obat-obat ini belum banyak digunakan karena pengunaan dari antibiotik
yang lain belum banyak yang mengalami resitensi terhadap N.gonorrheae.

Mycoplasma diberikan pengobatan berupa tetrasiklin, kuinolon dan


klindamisin. Lima hari azitromycin atau moksifloksasin dapat digunakan sebagai
pengobatan lini pertama. Chlamydia Trachomatis diobati dengan doksisiklin
mencapai angka kesembuhan 94,8%.

12
REVIEW ARTICLE Serbian Journal of Dermatology and Venerology 2013; 5 (1):
5-12
DOI: 10.2478/sjdv-2013-0001

Di Indonesia sesuai dengan panduan dari buku Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin FKUI pilihan utama untuk pengobatan dari bakteri N.gonorrheae adalah
penisilin + probenesid. Tetapi secara epidemiologis pengobatan yang dianjurkan
adalah penggunaan pengobatan dengan dosis tunggal. Penggunaan tiamfenikol
untuk infeksi kuman N.gonorrheae angka kesembuhan sebesar 97,7% dan
kuinolon sebesar 100%.

13

You might also like